Вы находитесь на странице: 1из 58

CEDERA KEPALA

Rizcky Ramdhani Viletta Fitria Savatwini

SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA 2014

Nama : Tn. A Usia : 20 tahun Pekerjaan : Pelajar Tgl RS : 17/2/2014

KU

: Penurunan kesadaran karena kecelakaan

Pasien datang ke RS karena penurunan kesadaran yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Penurunan kesadaran terjadi setelah pasien menabrak mobil. Penurunan kesadaran berlangsung kurang lebih 30menit -1 jam, kemudian pasien sadar tapi masih terlihat menggigau, pasien mengalami sakit kepala, muntah, terdapat luka sobek di kepala kiri, kemerahan di telinga, mata kanan dan kiri, dan juga

Pasien menyangkal keluar cairan bening dari telinga dan hidung, Pasien merupakan rujukan dari RS sekarwangi

Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit berat Kesadaran : Samnolen GCS : 10 Tanda Vital Tekanan darah Respirasi Nadi Suhu : ; 100/70mmHg : 22x/menit :84x/menit :36,4C

Kepala

Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera ikterik -/-, Pupil isokor +/+ Leher: Pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat

Thorax : Bentuk dan gerak simetris, retraksi (-) batas jantung normal, sonor, VBS kiri=kanan, ronkhi -/-, wheezing -/-, BJ normal Abdomen : Datar, lembut Hepar dan lien tidak teraba BU(+) N. Ekstremitas Atas & Bawah: CTR <2 dtk, akral hangat

Status Lokalis
Mata Kiri Hematom Kepala kiri vulnus laseratum Battle sign kanan

Diagnosa CKB ec DD/ EDH SDH

Usulan pemeriksaan Darah rutin Glukosa Ct-scan

Laki-laki 20 tahun mengalami fraktur depresi frontal+EDH

Tinjauan Pustaka

CEDERA KEPALA
Trauma merupakan penyebab kematian ke-4 dari seluruh populasi & 50% kematian diakibatkan oleh cedera kepala. Definisi Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Anatomi

Lobus frontalis : fungsi emosi, fungsi motorik, pusat

ekspresi bicara

Lobus parietalis : fungsi sensorik dan orientasi ruang Lobus temporalis : fungsi memori

Lobus oksipitalis : penglihatan

Batang otak :

Midbrain dan pons : fungsi kesadaran dan kewaspadaan Medula oblongata : pusat vital kardiorespiratorik

Serebelum : fungsi koordinasi dan keseimbangan

Arteri yang mensuplai dura mater: anterior meningeal arteries in the anterior cranial fossa; the middle and accessory meningeal arteries in the middle cranial fossa; the posterior meningeal artery and other meningeal branches in the posterior cranial fossa.

Klasifikasi
1. Mekanisme Cedera Kepala
Cedera kepala tumpul Kecelakaan lalu lintas, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus Disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera
Glasgow Coma Scale (GCS), Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5) dan buka mata (1-4). Pengelompokkan berdasarkan beratnya cedera kepala:
GCS 3- 8 sebagai cedera kepala berat. GCS 9-13 sebagai cedera kepala sedang. GCS 14-15 sebagai cedera kepala ringan.

Glasgow Coma Scale Respon Membuka Mata (E) Buka mata spontan Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara Buka mata bila dirangsang nyeri Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun Respon Verbal (V) Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5 4 3 2 1

Nilai

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang


Kata-kata tidak teratur Suara tidak jelas Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun Respon Motorik (M) Mengikuti perintah Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal

4
3 2 1

6 5 4 3 2

Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

3. Morfologi cedera kepala


1. Fraktur kranium Dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak (dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII) Dapat berbentuk garis atau bintang Dapat pula terbuka atau tertutup Gejala fraktur dasar tengkorak : - battles sign - raccon eyes - kebocoran CSS (otorrhea, rhinorrhea) - paralisis nervus fascialis

2. Lesi Intrakranial
1. Fokal a. Perdarahan epidural b. Perdarahan subdural c. kontusio (Intraserebral) 2. Difus a. Komosio ringan b. Komosio berat c. Komosio klasik d. Cedera akson difus

Perdarahan Epidural

0,5% dari seluruh penderita cedera kepala, 9% dari penderita yang dalam keadaan koma Sering terletak di area temporal atau temporo parietal.

Gejala klinis hematom epidural terdiri dari tria gejala;


Interval lusid (interval bebas) Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan hemisphere contralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval lucid, dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera.

Interval lucid dapat terjadi pada kerusakan parenkimal yang minimal. Interval ini menggambarkan waktu yang lalu antara ketidak sadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal dari arteri.

2. Hemiparesis Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. 3. Anisokor pupil Yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. kesadaran menurun sampai koma, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi

Perdarahan Subdural
30% dari cedera kepala berat Sering terjadi akibat robeknya vena-vena yang terletak antara korteks serebri & sinus venous tempat vena tadi bermuara, atau akibat laserasi pembuluh darah arteri pada permukaan otak.

Perdarahan subdural dapat berasal dari:


1.

2.

Ruptur vena jembatan ( "Bridging vein") yaitu vena yang berjalan dari ruangan subaraknoid atau korteks serebri melintasi ruangan subdural dan bermuara di dalam sinus venosus dura mater. 2. Robekan pembuluh darah kortikal, subaraknoid, atau araknoid

Klasifikasi SDH
Perdarahan akut Gejala yang timbul segera hingga 2 hari setelah trauma.Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat. Perdarahan sub akut Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma, didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah.

Perdarahan kronik Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik gejalanya bisa muncul dalam waktu bermingguminggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas, bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalami gangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah

Intracranial Hematom

Adalah perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Klasifikasi intraserebral hematom menurut letaknya ; 1. Hematom supra tentoral. 2. Hematom serbeller. 3. Hematom pons-batang otak.

Pendarahan kontusio
Jarang terjadi. Biasanya di lobus frontal & temporal

Cedera Difus(diffuse axonal injury)


Merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada cedera kepala Penderita mengalami koma pasca cedera yang berlangsung lama. Penderita hipotensi, hiperhidrosis & hiperpireksia

Komosio ringan
Kesadaran tidak terganggu tapi terjadi disfungsi neurologis yang bersifat sementara Keadaan : bingung, disorientasi tanpa amnesia Bisa pulih kembali tanpa gejala sisa

Komosio berat
Keadaan bingung disertai amnesia retrogrde dan antegrade (keadaan amnesia pada peristiwa2 sebelum dan sesudah cedera

Komosio klasik
Melibatkan penurunan atau hilangnya kesadaran Hilangnya kesadaran biasanya reversibel dan pasien kembali sadar < 6 jam disertai defisit neurologis ,mis : kesuliatan mengigat, mual, anosmia, depresi

Penatalaksanaan pada cedera kepala ringan

Definisi : Penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15) Riwayat : - Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan - Waktu cedera - Tingkat kewaspadaan - Mekanisme cedera - Tidak sadar segera setelah cedera - Amnesia : retrograde, antegrade

-Sakit Kepala : ringan, sedang, berat


-Pemeriksaan umum untuk menyingkirkan cedera sistemik Pemeriksaan neurologis terbatas

- Kejang

Pemeriksaan ronsen vertebra servikal dan lainnya ssuaii indikasi Pemeriksaan kadar alcohol darah dan zattoksik dalam tubuh Pemeriksaan CT scan kepala sangat ideal pada setiap penderita cedera kepala ringan, kecuali bila memang sama sekali asimtomatik dan pemeriksaan neurologis normal

Observasi atau dirawat di RS : CT scan tidak ada/ abnormal

Dipulangkan dari RS : - tidak memenuhi kriteria rawat - diskusikan kemungkinan kembali ke RS bila memburuk dan berikan lembar observasi - Jadwalkan untuk kontrol ulang dipoliklinik setelah 1 minggu

-Semua cedera tembus -Kesadaran menurun

- Riwayat hilang kesadaran - Sakit kepala sedang-berat - Fraktur tengkorak

-Intoksikasi alcohol/ obat-obatan

-Rhinorea-otorea

- Cedera penyerta yang bermakna

-Tidak ada keluarga dirumah - Tidak mungkin kembali ke RS segera -amnesia

Instruksi bagi penderita cedera kepala diluar RS Kami telah memeriksa dan ternyata tidak ditemukan indikasi bahwa cedera kepala anda serius. Namun gejala-gejala baru dan komplikasi yang tidak terduga dapat muncul dalam beberapa jam atau beberapa hari setelh cedera 24 jam pertama adalah waktu yang kritis dan anda harus tinggal bersama keluarga atau kerabat dekat anda sedikitnya dalam waktu itu. Bila kelak timbul gejalagejala berikut seperti tertera dibawah ini maka and harus segera menghubungi dokter anda atau kembali ke RS. 1.Mengantuk berat atau sulit di bangunkan (penderita harus dibangunkan setiap 2 jam selama periode tidur)

2.Mual dan muntah


3.Kejang 4.Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga

5.Sakit kepala hebat

6. 7. 8.

Kelemahan atau rasa baalpada lengan atau tungkai Bingung atau perubahan tingkah laku Salah satu pupil mata lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh bola mata, melihat dobel atau gangguan penglihatan lainnya. Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola nafas yang tidak biasa. Bila timbul pembengkakan pada tempat cedera, letakkan kantung es diatas selembar kain/ handuk pada kulit tempat cedera. Bila pembengkakan semakin hebat walau telah dibantu dengan kantung es, segera hubugin RS. Anda boleh makan dan minum seperti biasa namun tidak diperbolekan minum mnuman yang mengandung alcohol sedikitnya 3 hari setelah cedera.

9.

10.

11.

12.

Jangan minum obat tidur atau obat penghilang nyeri yang lebih kuat dari acetaminophen sedikitnya 24 jam setelah cedera. Jangan minum obat yang mengandung aspirin.

Penatalaksanaan cedera kepala sedang (GCS 9-13)


Definisi : penderita biasanya nampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah-perintah sederhana (GCS 9-13) Pemeriksaan awal : Sama dengan untuk cedera kepala ringan ditambah pemeriksaan darah sederhana Pemeriksaan CT scan kepala Dirawat untuk observasi Setelah dirawat : Pemeriksaan neurologis periodik Pmeriksaan CT scan ulang bila kondisi penerita memburuk atau bila penderita akan dipulangkan

Bila kondisi membaik (90%) Pulang

Bila kondisi memburuk (10%) Bila penderita tidak mampu melakukan perintah-perintah lagi, segera lakukan pemeriksaan ct-scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol cedera kepala berat

Kontrol di poliklinik

PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA BERAT

KRITERIA CEDERA KEPALA BERAT


GCS 3-8 Tidak mampu melakukan perintahperintah sederhana walaupun sistem kardiopulmonari stabil

PENATALAKSANAAN AWAL
ABCDE Secondary Survey dan riwayat AMPLE Reevaluasi neurologis:

Respon buka mata Respon motorik Respon verbal Reaksi cahaya pupil Refleks okulosefalik (Dolls eyes) Refleks okulovestibular

Obat-obatan:
Manitol Hiperventilasi sedang Antikonvulsan

Tes diagnostik (sesuai urutan):


CT scan Ventrikulografi udara Angiogram

PRIMARY SURVEY
Penderita cedera kepala berat dengan hipotensi mempunyai mortalitas 2 kali lebih banyak daripada penderita tanpa hipotensi. Hipoksia + hipotensi = mortalitas mencapai 75%. Airway dan Breathing

Pada cedera kepala sering terjadi henti nafas sementara. Intubasi endotrakeal Tindakan hiperventilasi harus dilakukan secara hatihati, pCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmHg.

Sirkulasi
Hipotensi biasanya disebabkan olek cedera otak, gangguan medulla oblongata, atau karena kehilangan darah yang cukup berat. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang.

SECONDARY SURVEY
Penderita dengan cedera kepala sering disertai cedera multipel. Dalam satu penelitian penderita cedera kepala, lebih dari 50% disertai cedera sistemik mayor. Head-to-toe examination

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

GCS dan refleks pupil


Reaksi Cahaya
Lambat/(-)

Ukuran Pupil
Dilatasi unilateral

Interpretasi
Paresis CN III akibat kompresi sekunder herniasi tentorial

Dilatasi bilateral

Lambat/(-)

Perfusi otak tidak cukup, paresis CN III

Dilatasi ekual

unilateral

atau Reaksi (Marcus-Gunn) Sulit dilihat

menyilang Cedera nervus optikus

Konstriksi bilateral

Obat (opiate), ensefalopati metabolik, lesi pons

Konstriksi unilateral

Positif

Cedera saraf simpatis

PROSEDUR DIAGNOSIS
CT scan Angiografi

Terapi medikamentosa
Prinsip dasar : sel saraf diberikan suasana yang optimal untuk pemulihan maka diharapkan dapat berfungsi secara normal kembali. A. Cairan Intravena resusitasi penderita agar tetap normovolemia Jangan berikan cairan hipotonik cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah larutan Ringers Lactate atau NaCl fisiologis.

B. Hiperventilasi Hiperventilasi bekerja dengan menurunkan PCO2 dan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak. Penurunan volume intra kranial ini akan menurunkan

C. Manitol Konsentrasi cairan 20%. Dosis yang biasanya dipakai adalah 1 gram/ kgBB diberikan secara intravena. Indikasi yang jelas penggunaan manitol adalah pada penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal tetapi kemudian timbul dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis. D. Furosemid Obat ini diberikan bersama manitol untuk

E. Barbiturat bermanfaat untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat atau prosedur yang biasa. Namun obat ini tidak boleh diberikan bila terdapat hipotensi, karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah, sehingga barbiturat tidak boleh diberikan pada fase akut resusitasi. F. Antikonvulsan kejang pasca trauma terjadi pada 5% penderita yang dirawat di RS dengan cedera kepala tertutup, dan 15% pada cedera kepala berat. Hal tersebut menjadi dasar penganjuran penggunaan antikonvolsan seperti phenobarbital, phenitoin, diazepam atau lorazepam, sebagai

Penatalaksanaan Pembedahan
A. Luka Kulit Kepala

Perdarahan dari laserasi kulit kepala yang dalam dapat dihentikan dengan penekanan lokal langsung, kauterisasi, atau ligasi pembuluh besar, kemudian dilakukan penjahitan luka. Hal penting
yang harus dilakukan adalah inspeksi secara cermat untuk

menentukan adanya fraktur tengkorak atau benda asing.


B. Fraktur depresi tengkorak umumnya fraktur depresi yang memerlukan koreksi secara operatif adalah bila tebalnya deprasi lebih besar dari ketebalan tulang didekatnya.

C. Lesi-lesi intrakranial Bila terjadi suatu masa di intra kranial perlu dilakukan tindakan operatif. Biasanya pada hematoma dengan fasilitas RS yang kurang memadai dan tidak ada dokter ahli bedah syaraf, perlu dilakukan trepanasi darurat (emergency burr holes). Tujuan trepanasi darurat itu adalah untuk mencegah kematian dengan mengeluarkan hematoma intrakranial.

Tindakan trepanasi darurat harus dipertimbangkan dengan hati-hati:


Sebagian besar penderita cedera kepala yang koma tidak menunjukan adanya perdarahan intra kranial Lubang bor yang dibuat sejauh 2 cm dari hematoma mungkin tidak dapat menemukan perdarahan itu Hanya sedikit yang bisa dikeluarkan lewat lubang bor Lubang bor sendiri dapat mengakibatkan kerusakan otak atau perdarahan Evakuasi hematoma melalui lubang bor tidak selalu dapat menyelamatkan jiwa penderita Membuat lubang bor mungkin membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan membawa ke RS dengan fasilitas memadai.

Dapat dilakukan CT scan untuk mengetahui secara tepat lokasi dari hematoma ataupun lesi lainnya.

Terima Kasih

Вам также может понравиться