Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PEMBEL A J A R A N [ PKn ]
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA Tahun 2012
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) Prof. Dr. Sapriya, M.Ed. Tata Letak & Cover : Rommy Malchan
Hak cipta dan hak moral pada penulis Hak penerbitan atau hak ekonomi pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
Tidak diperkenankan memperbanyak sebagian atau seluruhnya isi buku ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa seizin tertulis dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. Cetakan Ke-1, Desember 2009 Cetakan Ke-2, Juli 2012 (Edisi Revisi) ISBN, 978-602-7774-18-6
Pengarah : Direktur Jenderal Pendidikan Islam Penanggungjawab : Direktur Pendidikan Tinggi Islam Tim Taskforce : Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA. Prof.Ahmad Tafsir Prof. Dr. H. Maksum Muchtar, MA. Prof. Dr. H. Achmad Hufad, M.E.d. Dr.s Asep Herry Hemawan, M. Pd. Drs. Rusdi Susilana, M. Si. Alamat : Subdit Kelembagaaan Direktorat Pendidikan Tingggi Islam Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI Lt.8 Jl. Lapangan Banteng Barat Mo. 3-4 Jakarta Pusat 10701 Telp. 021-3853449 Psw.236, Fax. 021-34833981 http://www.pendis.kemenag.go.id/www.diktis.kemenag.go.id email:kasubditlembagadiktis@kemenag.go.id/ kasi-bin-lbg-ptai@pendis.kemenag.go.id
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
dan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah melalui Dual Mode System selanjutnya ditulis Program DMSmerupakan ikhtiar Direktorat Jenderal Pendidikan jabatan di bawah binaannya. Program ini diselenggarakan sejak tahun 2009 dan masih berlangsung hingga tahun ini, dengan sasaran 10.000 orang guru yang berlatar belakang guru kelas di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada Sekolah.
terlebih di daerah pelosok pedesaan. Sementara pada saat yang bersamaan, konstitusi pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003, UU No. 14 Tahun 2007, dan PP No. 74 Tahun 2008) menetapkan agar sampai tahun 2014 seluruh guru di semua jenjang pendidikan
Program DMS dilatari oleh banyaknya guru-guru di bawah binaan Direktorat Jenderal
Dalam situasi demikian, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam berupaya melakukan terobosan dalam bentuk Program DMSsebuah program akselerasi (crash program) di jenjang pendidikan tinggi yang memungkinkan guru-guru sebagai peserta program pembelajaran tatap muka (TM) dan pembelajaran mandiri (BM). Untuk BM inilah proses pembelajaran memanfaatkan media modular dan perangkat pembelajaran online (elearning).
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
secara individual melalui perkuliahan regular. Selain karena faktor biaya mandiri yang relatif membebani guru, juga ada konsekuensi meninggalkan tanggungjawabnya dalam menjalankan proses pembelajaran di kelas.
iii
Pendek kata, kami mengharapkan agar buku ini mampu memberikan informasi yang dibutuhkan secara lengkap. Kami tentu menyadari, sebagai sebuah modul, buku ini masih membutuhkan penyempurnaan dan pendalaman lebih lanjut. Untuk itulah, masukan dan kritik konstruktif dari para pembaca sangat kami harapkan.
dilakukan dengan melibatkan para pakar/ahli yang tersebar di LPTK se-Indonesia, dan selanjutya hasil review diserahkan kepada penulis untuk selanjutnya dilakukan perbaikan. Dengan keberadaan modul ini, para pendidik yang saat ini sedang menjadi mahasiswa agar membaca dan mempelajarinya, begitu pula bagi para dosen yang mengampunya.
Buku yang ada di hadapan Saudara merupakan modul bahan pembelajaran untuk mensupport program DMS ini. Jumlah total keseluruhan modul ini adalah 53 judul. Modul edisi tahun 2012 adalah modul edisi revisi atas modul yang diterbitkan pada tahun 2009. Revisi dilakukan atas dasar hasil evaluasi dan masukan dari beberapa LPTK yang
Semoga upaya yang telah dilakukan ini mampu menambah makna bagi peningkatan mutu pendidikan Islam di Indonesia, dan tercatat sebagai amal saleh di hadapan Allah swt. Akhirnya, hanya kepada-Nya kita semua memohon petunjuk dan pertolongan agar upaya-upaya kecil kita bernilai guna bagi pembangunan sumberdaya manusia secara nasional dan peningkatan mutu umat Islam di Indonesia. Amin Wassalamualaikum wr. wb. Jakarta, Juli 2012
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................iii DAFTAR ISI.............................................................................................................. v SILABUS PEMBELAJARAN PENDIDIKAN PKn .......................................................... 1 TINJAUAN MATA KULIAH........................................................................................ 7 PARADIGMA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN .............................................. 11 Pengertian, Tujuan, dan Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan . ....................... 13 Pengembangan Konsep, Nilai, ............................................................................. 23 Moral, dan Norma Dalam PKn. ............................................................................ 23 Dimensi Pembelajaran PKn.................................................................................. 37 MATERI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANERAAN.................................. 53 Karakteristik Materi PKn ...................................................................................... 55 Pengembangan Materi Pembelajaran PKn........................................................... 69 DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PKn........................................................... 91 Desain Pembelajaran PKn. ................................................................................... 93 Model Pembelajaran PKn................................................................................... 109 METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN......................... 129 Strategi dan Metode Pembelajaran PKn. ........................................................... 131 Metode Pembelajaran Afektif Dalam PKn ........................................................ 151 MEDIA DAN SUMBER PEMBELAJARAN PKN....................................................... 169 Media Pembelajaran PKn................................................................................... 171 Sumber Pembelajaran PKn ................................................................................ 195
DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PKN MI KELAS RENDAH......................... 211 Desain Pembelajaran PKn Tematis Di MI Kelas Rendah . ................................... 213 Model Pembelajaran PKn Tematis Di MI Kelas Rendah...................................... 231 DESAIN DAN MODEL PEMBELAJARAN PKn MI KELAS TINGGI............................ 253 Desain Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi. ........................................................ 255 Model Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi.......................................................... 273 PENILAIAN PEMBELAJARAN PKn ....................................................................... 291 Standar Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian................................................................................................. 293 Pengembangan Instrumen Penilaian Pembelajaran PKn. ................................. 309 Pelaporan Hasil Penilaian Pembelajaran............................................................ 321 PENGEMBANGAN KURIKULUM MATA PELAJARAN PKn . ................................... 335 Mata Pelajaran PKn dalam Sistem Kurikulum Berdasarkan Permendiknas........ 337 Pengembangan Silabus dan RPP Pembelajaran PKn.......................................... 349 GLOSARIUM........................................................................................................ 369 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 375 TENTANG PENULIS.............................................................................................. 379
vi
SILABUS 1
A. Identitas MK
Nama Mata Kuliah Bobot SKS Kode Mata Kuliah Mata Kuliah Prasyarat Kode Dosen Pengembang
B. SKMK
Meningkatkan kemampuan profesional guru kelas Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam pembelajaran PKn melalui penguasaan teori dan model pembelajaran PKn sebagai substansi kajian pedagogik (pedagogically content knowledge) untuk mendukung meningkatkan kualitas pembelajaran PKn yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, maupun sosial mahasiswa serta partisipasi warga negara yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
C. Deskripsi MK
Mata kuliah ini membahas tentang dimensi teori dan proses pembelajaran PKn di MI yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan dan partisipasi warga negara, serta memfasilitasi guru kelas MI untuk mampu membelajarkan PKn berlandaskan pada pendekatan kemampuan dasar kewarganegaraan (civic competence). Sesuai dengan itu, maka cakupan materi dalam mata kuliah ini meliputi: (1) Paradigma baru PKn ; (2) Pengembangan Materi Pembelajaran PKn ; (3) Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn ; (4) Pengembangan Pendekatan dan Metode Pembelajaran; (5) Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran; (6) Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn Kelas Rendah ; (7) Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi ; (8) Pengembangan desain dan model pembelajaran konsep globalisasi dan kerjasama antarbangsa; (8) Penilaian Pembelajaran PKn; (9) Pengembangan Kurikulum PKn dalam KTSP.
No. (3)
Paradigma Baru PKn 1.1 Pengertian, tujuan, dan dimensi PKn 1.2 Pengembangan Konsep, Nilai, Moral dan Norma PKn 1.3 Dimensi Pembelajaran PKn Tertulis pilihan ganda
KD (4) (5)
Indikator
PB/SPB
Kegiatan Pembelajaran
(1)
(2)
1. Menjelaskan pengertian, tujuan, dan dimensi PKn 2. Mengembangkan Konsep, Nilai, Moral dan Norma PKn 3. Menjelaskan dimensi pembelajaran PKn 1. Mengidentifikasi karakteristik materi PKn 2. Mengembangkan materi pembelajaran PKn MI Menguraikan desain dan model pembelajaran PKn dengan merujuk pada prinsip KTSP dan Standar Isi (Permendiknas Nomor 22 tahun 2006. Menguraikan jenis, prinsip, dan prosedur pendekatan dan metode pembelajaran PKn untuk MI.
Menguraikan konsep, teori, percontohan, ilustrasi, latihan tentang pengertian, tujuan, dan dimensi PKn, pengembangan Konsep, Nilai, Moral dan Norma serta dimensi pembelajaran PKn Menguraikan konsep, contoh, dan latihan tentang pengembangan materi pembelajaran PKn
Mahasiswa menguasai prinsip pengembangan materi pembelajaran PKn Mahasiswa menguasai prinsip pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn
Pengembangan Materi Pembelajaran PKn 2.1 Karakteristik materi PKn 2.2 Pengembangan Materi Pembelajaran PKn MI Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn 3.1 Pengembangan desain pembelajaran PKn 3.2 Pengembangan model pembelajaran PKn
1. Mengembangkan pendekatan dan metode pembelajaran PKn 2. Mengembangkan metode pembelajaran PKn berbasis portofolio
Pengembangan Metode Pembelajaran 4.1 Pendekatan dan metode pembelajaran PKn 4.2 Pengembangan Metode PembelajaranPKn berbasis portofolio Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran
Tertulis pilihan ganda Menguraikan jenis, prinsip, dan karakteristik media dna sumber Tertulis pilihan
5.1 Pengembangan Media pembelajaran PKn 5.2 Pengembangan Sumber pembelajaran PKn Menguraikan desain dan model pembelajaran PKn untuk MI pada jenjang kelas rendah. Tertulis pilihan ganda pembelajaran PKn untuk MI. ganda Menguraikan desain dan model pembelajaran PKn untuk MI pada jenjang kelas tinggi. Tertulis pilihan ganda Menguraikan konsep, contoh, dan latihan tentang pengembangan penilaian pembelajaran PKn Tertulis pilihan ganda Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn Kelas Rendah 6.1 Pengembangan desain pembelajaran PKn MI Kelas Rendah 6.2 Pengembangan model pembelajaran PKn MI Kelas Rendah Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi 7.1 Pengembangan desain pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi 7.2 Pengembangan model pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi Penilaian Pembelajaran PKn 8.1 Standar Penilaian kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian 8.2 Prinsip penilaian pembelajaran 8.3 Pengembangan instrumen penilaian pembelajaran PKn Pengembangan Kurikulum PKn dalam KTSP 9.1 PKn dalam sistem kurikulum berdasarkan Permendiknas 9.2 Pengembangan silabus dan RPP PKn Menguraikan konsep, teori, percontohan, ilustrasi, latihan tentang sistem kurikulum berdasarkan Permendiknas dan hakikat pembelajaran PKn dalam KTSP. Tertulis pilihan ganda
1.
Mahasiswa menguasai prinsip pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Rendah
2.
Mengembangkan desain pembelajaran PKn MI Kelas Rendah Mengembangkan model pembelajaran PKn MI Kelas Rendah
1.
2.
Mahasiswa menguasai prinsip pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi Mahasiswa menguasai prinsip penilaian pembelajaran PKn
1.
2.
3.
1.
2.
Mengembangkan desain pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi Mengembangkan model pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi Menjelaskan Standar Penilaian kelompok mata pelajaran Kewarganegaraan dan Kepribadian Menjelaskan prinsip penilaian pembelajaran Mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran PKn Menjelaskan PKn dalam sistem kurikulum berdasarkan Permendiknas Mengembangkan silabus dan RPP pembelajaran PKn
F. Pemetaan Konsep
Meningkatkan kemampuan profesional guru kelas MI dalam pembelajaran PKn melalui penguasaan teori dan model pembelajaran PKn sebagai substansi kajian pedagogik (pedagogically content knowledge) untuk mendukung meningkatkan kualitas pembelajaran PKn yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, maupun sosial mahasiswa serta partisipasi warga negara yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
1 3 4 5 6 7
Bahan Belajar Mandiri (BBM) Mata Kuliah Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Madrasah Ibtidaiyah (MI) dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan profesional calon guru dan/atau guru kelas Madrasah Ibtidaiyah (MI) dalam pembelajaran PKn. Bahan belajar untuk mata kuliah Pembelajaran PKn MI ini menguraikan sejumlah kompetensi tentang pengembangan pembelajaran yang didukung oleh teori dan model pembelajaran PKn sebagai substansi kajian pedagogik (pedagogical content knowledge). Materi pembelajaran ini dimaksudkan pula untuk mendukung peningkatan kualitas pembelajaran PKn yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan baik kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, maupun sosial mahasiswa serta partisipasi warga negara yang bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencapai tujuan di atas, mata kuliah ini membahas tentang dimensi teori dan proses pembelajaran PKn di MI yang berorientasi pada pengembangan kecerdasan dan partisipasi warga negara, serta memfasilitasi guru kelas MI untuk mampu membelajarkan PKn berlandaskan pada pendekatan kemampuan dasar kewarganegaraan (civic competence). Setelah Anda selesai mempelajari mata kuliah ini diharapkan Anda akan dapat menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut. (1) Paradigma baru PKn; (2) Pengembangan Materi Pembelajaran PKn; (3) Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn; (4) Pengembangan Metode Pembelajaran PKn; (5) Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran PKn; (6) Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Rendah; (7) Pengembangan Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi; (8) Penilaian Pembelajaran PKn; (9) Pengembangan Kurikulum PKn.
Materi mata kuliah ini diajarkan dalam sembilan Bahan Belajar Mandiri dengan perincian sebagai berikut. BBM 1: Paradigma baru PKn; BBM 2: Materi Pembelajaran PKn; BBM 3: Desain dan Model Pembelajaran PKn; BBM 4: Metode Pembelajaran PKn; BBM 5: Media dan Sumber Pembelajaran; BBM 6: Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Rendah; BBM 7: Desain dan Model Pembelajaran PKn MI Kelas Tinggi; BBM 8: Penilaian Pembelajaran PKn; BBM 9: Pengembangan Kurikulum PKn.
Demikianlah tinjauan matakuliah yang akan Anda pelajari melalui kegiatan belajar pada setiap Bahan Belajar Mandiri. Selanjutnya agar Anda berhasil mempelajari materi yang tersaji pada mata kuliah ini perhatikan beberapa anjuran di bawah ini.
1. Pelajarilah setiap bahan belajar mandiri secara bertahap dan berulang-ulang sampai pada tingkat penguasaan paling sedikit 80%. 2. Kerjakan setiap latihan dengan tertib dan sungguh-sungguh. 3. Diskusikan bagian-bagian yang sulit Anda pahami dengan kawan sekelas. 4. Tanyakan penyelesaian masalah yang sulit kepada orang lain yang lebih mengetahui atau kepada Tutor Anda pada saat tutorial. 5. Selamat belajar.
10
PENDAHULUAN
Modul ini merupakan modul pengembangan dalam kemampuan guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai salah satu kompetensi guru kelas di MI. Pada modul mata kuliah yang lain, tentu Anda telah mengenal tentang kompetensi guru kelas. Baiklah, Anda tentu masih ingat bahwa salah satu kompetensi guru kelas di MI adalah menguasai lima bidang studi yang salah satunya adalah bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan. Bidang studi lain apa lagi yang termasuk kompetensi guru kelas di MI? Silakan Anda buka buku Standar Kompetensi Guru Kelas Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah (SKGK SD/MI) yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Jakarta atau Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Tenaga Kependidikan. Dengan memahami sejumlah kompetensi guru tersebut, maka Anda akan sangat terbantu dalam memahami, mengkaji, menganalis, dan memanfaatkan serta menerapkan semua kemampuan Anda dalam pembelajaran PKn di MI. Dalam modul ini Anda akan diajak menganalisis paradigma Pendidikan Kewarganegaraan yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat era sekarang dan masa yang akan datang, meliputi pengertian, tujuan, dimensi dan pembelajarannya. Dengan mempelajari materi dalam modul ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut. - - - Menjelaskan pengertian, tujuan, dan dimensi PKn Mengembangkan konsep, nilai, moral, dan norma PKn Menjelaskan dimensi pembelajaran PKn
Semua kemampuan di atas sangat penting bagi semua guru dan atau calon guru profesional khususnya untuk menganalisis dan menerapkan konsep-konsep PKn MI secara terintegrasi dalam pembelajaran. Pentingnya calon sarjana maupun calon guru profesional memahami atau punya kemampuan seperti ini karena seringkali para guru pemula mengalami kesulitan dalam menentukan, memilih dan mempertimbangkan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
11
model pembelajaran PKn dalam proses belajar mengajar. Kenyataan ini diasumsikan pula karena rendahnya kemampuan analisis dan dangkalnya pengalaman maupun penguasaan pendekatan, strategi, metode, dan teknik untuk pembelajaran PKn. Sementara di pihak lain, zaman terus berkembang, kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi juga kian sulit diimbangi oleh kemampuan umat manusia pada umumnya sehingga akibatnya muncullah masalah-masalah di masyarakat. Demikian pula di bidang pendidikan khususnya para guru PKn dihadapkan pada sejumlah masalah dalam proses belajar mengajar terutama dalam memilih dan menyajikan materi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dengan memahami dan menguasai materi ini diharapkan Anda akan terbantu dan tidak mengalami kesulitan lagi dalam menentukan, memilih, mempertimbangkan, dan menerapkan konsep-konsep tersebut secara terintegrasi. Apabila Anda memiliki kemampuan dalam menganalisis paradigma dan inovasi dalam pembelajaran PKn maka Anda layak menjadi guru profesional, yakni seorang guru yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat serta bangsa dan negara. Lebih jauh lagi, para siswa pun akan sangat terbantu dalam proses belajarnya sehingga Anda akan mendapat sambutan yang positif dari para peserta didik. Agar semua harapan di atas dapat terwujud, maka di dalam modul ini disajikan pembahasan dan latihan dengan butir uraian sebagai berikut: 1. Pengertian, tujuan, dan dimensi PKn 2. Pengembangan konsep, nilai, moral dan norma PKn 3. Dimensi pembelajaran PKn
Untuk membantu Anda dalam mencapai harapan kemampuan di atas ikutilah petunjuk belajar sebagai berikut:
1. Bacalah dengan cermat bagian Pendahuluan modul ini sampai Anda faham betul apa, untuk apa dan bagaimana mempelajari modul ini. 2. Baca sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata kunci dan kata-kata yang Anda anggap baru. Carilah dan baca pengertian kata-kata kunci dalam daftar katakata sulit (Glosarium) atau dalam kamus atau dalam ensiklopedia. 3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri dan bertukar pikiran dengan mahasiswa atau guru lain dan dengan Tutor. 4. Terapkan prinsip, konsep, dan prosedur yang dituntut oleh kurikulum tentang ketentuan keharusan menganalisis paradigma PKn dalam pembelajaran. 5. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi dengan teman dalam kelompok atau kelas.
12
13
kebajikan dan budaya kewarganegaraan (civic virtue and culture) yang mencakup pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), watak kewarganegaraan (civic disposition), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), kepercayaan kewarganegaraan (civic confidence), komitmen kewarganegaraan (civic commitment), dan kompetensi kewarganegaraan (civic competence). Oleh karena itu, ontologi PKn saat ini sudah lebih luas dari pada embrionya sehingga kajian keilmuan PKn, program kurikuler PKn, dan aktivitas sosial-kultural PKn saat ini benar-benar bersifat multifaset/multidimensional. Sifat multidimensionalitas inilah yang membuat bidang studi PKn dapat disikapi sebagai: pendidikan kewarganegaraan, pendidikan politik, pendidikan nilai dan moral, pendidikan kebangsaan, pendidikan kemasyarakatan, pendidikan hukum dan hak azasi manusia, dan pendidikan demokrasi. Kemana arah pengembangan PKn di Indonesia? Hal itu tergantung dari aspek ontology mana kita berangkat, dengan metode kerja epistemology mana pengetahuan itu dibangun, dan untuk arah tujuan aksiologis mana kegiatan itu akan membawa implikasi. Bagi negara kita, Indonesia, arah pengembangan PKn tidak boleh keluar dari landasan ideologis Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan operasional Undang-undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 20 tahun 2003.
Bukalah UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003. Temukan pasal yang mengatur tentang Pendidikan Kewarganegaraan untuk tingkat satuan pendidikan
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bentuk dari domain kurikuler PKn. Sesuai dengan namanya, PKn merupakan mata pelajaran dalam kurikulum SD/MI. Sebagai mata kuliah dalam program pendidikan tenaga kependidikan, PKn mempunyai misi sebagai pendidikan nilai Pancasila dan pendidikan kewarganegaraan dan sebagai subject-specific pedagogy atau pembelajaran materi subjek untuk guru PKn. Sebagai mata pelajaran di Madrasah Ibtidaiyah, PKn mempunyai misi sebagai pendidikan nilai Pancasila dan kewarganegaraan untuk warga negara muda usia SD/MI. Secara ontologis, mata pelajaran ini berangkat dari nilai-nilai Pancasila dan konsepsi kewarganegaraan. Secara epistemologis, mata pelajaran ini merupakan program pengembangan individu, dan secara aksiologis mata pelajaran ini bertujuan untuk pendewasaan peserta didik sebagai anggota masyarakat, warga negara, dan komponen bangsa Indonesia. Oleh karena itu, karakteristik kurikulum PKn yang perlu dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) hendaknya untuk mencapai target hingga 14
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
terjadinya artikulasi proses belajar tentang, melalui proses, dan untuk menumbuhkan demokrasi konstitusional Indonesia sesuai dengan UUD NRI 1945, yang secara konseptual diadaptasi dari konsep learning about, through, and for democracy (CIVITAS: 1996, 2001; Kerr:1996; Winataputra, 2001). Oleh karena itu, secara umum pembelajaran PKn di Madrasah Ibtidaiyah adalah pengembangan kualitas warga negara secara utuh sebagaimana pernah diuraikan dalam naskah akademik Alur Pikir Pengembangan Kurikulum SD/MI (Ditnaga Dikti, 2005) dalam aspek-aspek:
v kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy), yakni pemahaman peserta didik sebagai warga negara tentang hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan demokrasi konstitusional Indonesia serta menyesuaikan perilakunya dengan pemahaman dan kesadaran itu; v komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement), yakni kemauan dan kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk melibatkan diri dalam komunikasi sosial-kultural sesuai dengan hak dan kewajibannya. v pemecahan masalah kewarganegaraan (civic skill and participation), yakni kemauan, kemampuan, dan keterampilan peserta didik sebagai warga negara dalam mengambil prakarsa dan/atau turut serta dalam pemecahan masalah sosial-kultur kewarganegaraan di lingkungannya. v penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), yakni kemampuan peserta didik sebagai warga negara untuk berpikir secara kritis dan bertanggungjawab tentang ide, instrumentasi, dan praksis demokrasi konstitusional Indonesia. v partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab ( civic participation and civic responsibility), yakni kesadaran dan kesiapan peserta didik sebagai warga negara untuk berpartisipasi aktif dan penuh tanggung jawab dalam berkehidupan demokrasi konstitusional. PKn untuk persekolahan sangat erat kaitannya dengan dua disiplin ilmu yang erat dengan kenegaraan, yakni Ilmu Politik dan Hukum yang terintegrasi dengan humaniora dan dimensi keilmuan lainnya yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, PKn di tingkat persekolahan bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang cerdas dan baik (to be smart dan good citizen). Warga negara yang dimaksud adalah warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkan rasa kebsangsaan dan cinta tanah air. Di Madrasah Ibtidaiyah, PKn lebih dititikberatkan pada penghayatan dan pembiasaan diri untuk berperan sebagai warga negara yang demokratis dalam konteks Indonesia. Untuk itu guru PKn harus menjadi model warga negara yang demokratis sehingga menjadi teladan bagi peserta didiknya. Dalam program PGMI di LPTK, PKn sebagai matakuliah
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
15
merupakan program pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan penguasaan calon guru/guru MI mengenai substansi dan metodologi pembelajaran PKn di madrasah ibtidaiyah.
Bertolak dari berbagai pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, maka Winataputra dan Sapriya (2003:99-100) pernah mengorganisasikan kurikulum PKn dan IPS untuk Sekolah Dasar termasuk Madrasah Ibtidaiyah mata pelajaran PKn tersebut sebagai berikut.
Pada jenjang MI kelas rendah (lower primary), yakni rentang kelas 1 s/d 3, pengorganisasian materi pendidikan kewarganegaraan menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan fokus model pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman (experience oriented) dengan memanfaatkan pola pengorganisasian lingkungan yang meluas (expanding environment/ community approach). Tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan di kelas rendah ini adalah untuk menumbuhkembangkan kesadaran dan pengertian awal tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara tertib dan damai. Melalui pembiasaan para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota keluarga, warga sekolah, dan warga masyarakat di lingkungannya secara cerdas dan baik (good and smart citizen). Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil bermain (learning through gaming), belajar sambil berbuat (learning by doing), dan belajar melalui interaksi sosial-kultural di lingkungannya (enculturation and socialization). Pada jenjang MI kelas tinggi (Upper primary) (4 s/d 6) pengorganisasian materi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sama dengan jenjang kelas 1 sampai 3 yakni menerapkan pendekatan terpadu (integrated) dengan model pembelajaran yang berorientasi pada pengalaman (experience oriented) dengan pola pengorganisasian lingkungan meluas (expanding environment/community approach) dengan visi utama sebagai pendidikan nilai dan moral demokrasi (democracy value and moral education). Perbedaannya, pada jenjang MI kelas tinggi, pembelajaran sudah mulai dikenalkan mata pelajaran yang terpisah. Guru MI sebagai guru kelas membelajarkan lima mata pelajaran (Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, PKn) secara terpisah. Namun, dianjurkan pula untuk beberapa kompetensi dasar, agar guru menerapkan pendekatan tematik (integrated) sesuai dengan memperhatikan prinsip kontekstual, aktualitas, dan kebutuhan peserta didik. Untuk itu maka substansi pendidikan kewarganegaraan di kelas tinggi dipilih dan diorganisasikan secara terorkestrasi (orchestrated) dengan menekankan pada tumbuhkembangnya lebih lanjut kesadaran, pengertian, tentang pentingnya kehidupan bermasyarakat secara tertib dan damai dan mulai tumbuhnya tanggungjawab kewarganegaraan (civic responsibility). Para peserta didik dikondisikan, difasilitasi, dan ditantang untuk selalu bersikap dan berperilaku sebagai anggota keluarga, 16
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
Tujuan akhir dari pendidikan kewarganegaraan di kelas MI ini adalah tumbuhkembangnya kepekaan, ketanggapan, kritisasi, dan kreativitas sosial dalam konteks kehidupan bermasyarakat secara tertib, damai, dan kreatif. Para peserta didik dikondisikan untuk selalu bersikap kritis dan berperilaku kreatif sebagai anggota keluarga, warga sekolah, anggota masyarakat, warga negara, dan ummat manusia di lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil berbuat (learning by doing), belajar memecahkan masalah sosial (social problem solving learning), belajar melalui perlibatan sosial (socio-participatory learning), dan belajar melalui interaksi sosial-kultural sesuai dengan konteks kehidupan masyarakat. Untuk mempermudah kajian dan analisis PKn dalam mencapai tujuannya, maka para mahasiswa perlu mengenal sejumlah dimensi. Apa saja dimensi PKn itu?
warga sekolah, dan warga masyarakat di lingkungannya yang cerdas dan baik. Proses pembelajaran diorganisasikan dalam bentuk belajar sambil bermain (learning through gaming), belajar sambil berbuat (learning by doing), dan belajar melalui pembiasaan serta interaksi sosial-kultural di lingkungannya (enculturation and socialization) termasuk di lingkungan bermain.
Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di Indonesia seperti yang berkembang di negara lain memiliki multidimensional, artinya bahwa program PKn bukan hanya untuk satu tujuan. Winataputra (2001) mengemukakan bahwa ada tiga dimensi PKn, yakni: (1) PKn sebagai program kurikuler; (2) PKn sebagai program akademik; dan (3) PKn sebagai program sosial kultural. Dalam pelaksanaan program, tiga dimensi ini dapat saja terjadi secara simultan atau secara bersamaan (overlaping), khususnya dalam mencapai tujuan umum, yakni membentuk warga negara yang cerdas dan baik. Khusus untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tujuan PKn dapat dilihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bagian Penjelasan Pasal 37 ayat (1) bahwa Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Domain PKn sebagai program kurikuler merupakan program PKn yang dirancang dan dibelajarkan kepada peserta didik pada jenjang satuan pendidikan tertentu. Melalui domain ini, proses penilaian dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap program pembelajaran dan program pembangunan karakter. Namun diakui oleh para pakar bahwa pencapaian program PKn dalam domain kurikuler belumlah optimal karena masih adanya kelemahan dalam dimensi kurikuler, seperti masalah landasan, pengorganisasian kurikulum, buku pelajaran, metodologi, dan kompetensi guru.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
17
Domain PKn sebagai program akademik merupakan program kajian ilmiah yang dilakukan oleh komunitas akademik PKn menggunakan pendekatan dan metode penelitian ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah konseptual dan operasional guna menghasilkan generalisasi dan teori untuk membangun batang tubuh keilmuan PKn. Kajian ini lebih memperjelas bahwa PKn bukan semata-mata sebagai mata pelajaran dalam kurikulum sekolah melainkan pendidikan disiplin ilmu yang memiliki tugas komprehensif dalam arti bahwa semua community of scholars mengemban amanat (missions) bukan hanya di bidang telaah instrumental, praksis-operasional dan aplikatif melainkan dalam bidang kajian teoritis-konseptual yang terkait dengan pengembangan struktur ilmu pengetahuan dan body of knowledge. Domain PKn sebagai program sosial kultural pada hakikatnya tidak banyak perbedaan dengan program kurikuler dilihat dari aspek tujuan, pengorganisasian kurikulum dan materi pembelajaran. Perbedaan terutama pada aspek sasaran, kondisi, dan karakteristik peserta didik. Program PKn ini dikembangkan dalam konteks kehidupan masyarakat dengan sasaran semua anggota masyarakat. Tujuannya lebih pada upaya pembinaan warga masyarakat agar menjadi warga negara yang baik dalam berbagai situasi dan perkembangan zaman yang senantiasa berubah.
Bangsa Indonesia pernah menyelenggarakan PKn melalui program sosial kultural pada masa pemerintahan Orde Baru, yakni melalui berbagai program penataran P4. Program ini sekarang sudah tidak ada lagi karena dipandang telah menyimpang dari tujuan sehingga tidak efektif lagi. Namun, dipandang dari sudut kepentingan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pembangunan karakter bangsa, PKn melalui program sosial kultural ini sangat penting. Oleh karena itu, program PKn dalam dimensi sosial kultural pada pasca dibubarkannya BP7 dan penghentian program penataran P4 perlu direvitalisasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan karakter warga negara Indonesia yang baik.
Rangkuman
Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn merupakan bidang kajian yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan. Namun secara filsafat keilmuan ia memiliki ontologi pokok ilmu politik khususnya konsep political democracy untuk aspek duties and rights of citizen. Dari ontologi pokok inilah berkembang konsep Civics, yang secara harfiah diambil dari bahasa Latin Civicus yang artinya warga negara pada jaman Yunani kuno, yang kemudian diakui secara akademis sebagai embrionya civic education, yang selanjutnya di Indonesia diadaptasi menjadi pendidikan kewarganegaraan (PKn).
Secara epistemologis, PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan dari salah satu dari lima tradisi social studies yakni citizenship transmission. Saat ini 18
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
tradisi itu sudah berkembang pesat menjadi suatu body of knowledge yang dikenal memiliki paradigma sistemik yang didalamnya terdapat tiga domain citizenship education yakni: domain akademis, domain kurikuler, dan domain sosial kultural.
PKn di MI menekankan pada pengembangan kualitas warga negara secara utuh, dalam aspek-aspek: kemelek-wacanaan kewarganegaraan (civic literacy), komunikasi sosial kultural kewarganegaraan (civic engagement); pemecahan masalah kewarganegaraan (civic skill and participation), penalaran kewarganegaraan (civic knowledge), dan partisipasi kewarganegaraan secara bertanggung jawab (civic participation and civic responsibility). Pendidikan Kewarganegaraan yang ada di Indonesia seperti yang berkembang di negara lain memiliki multidimensional, artinya bahwa program PKn bukan hanya untuk satu tujuan. Ada tiga dimensi PKn, yakni: (1) PKn sebagai program kurikuler; (2) PKn sebagai program akademik; dan (3) PKn sebagai program sosial kultural. Dalam pelaksanaan program, tiga dimensi ini dapat saja terjadi secara simultan atau secara bersamaan (overlaping), khususnya dalam mencapai tujuan umum, yakni membentuk warga negara yang cerdas dan baik.
19
TES FORMAtIf 1:
Lingkarilah salah satu kemungkinan jawaban pada setiap butir pertanyaan yang menurut Anda paling tepat.
1. Dilihat dari asal-usulnya pendidikan kewarganegaraan merupakan bagian dari ilmu politik terutama dari istilah ... A. contemporary politic B. political democracy C. political party D. political organization 2. Pendekatan interdisipliner atau multidisipliner mengandung pengertian yang menekankan pada aspek: A. bahan pembelajaran B. metode pembelajaran C. strategi penyajian D. evaluasi pembelajaran 3. Pendekatan atau strategi pembelajaran yang cocok karena sesuai dengan karakteristik anak usia SD/MI adalah A. structural B. integrated C. separated D. correlated 4. Pendekatan pembelajaran PKn tersebut sesuai dengan ciri anak SD/MI yang memiliki kemampuan berpikir yang bersifat A. abstrak B. preoperasional C. holistik D. deduktif
5. Penyelenggaraan pembelajaran PKn di tiap satuan pendidikan formal merupakan dimensi PKn sebagai ... A. program sosial kultural B. program kurikuler C. program akademik D. program pendidikan birokrat 20
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
6. keterkaitan PIPS dan PKn dapat dilihat dari pendapat Barr, Bart dan Shermis (1978) sebagai berikut: A. Social Studies as citizenship transmission B. Social Studies as social sciences C. Social Studies as reflective inquiry D. Social Studies as personal development 7. Salah satu kontribusi ilmu politik terhadap pembelajaran PKn adalah kemampuan (skill) dalam .... A. membuat kesimpulan B. membuat keputusan C. pemecahan masalah krusial D. menciptakan masalah aktual 8. Karakteristik pembelajaran PKn SD/MI adalah ... kecuali: A. pembelajaran yang meluas (broad field) B. belajar terpadu (integrated learning) C. pembelajaran tematik (thematical learning) D. pembelajaran disiplin ilmu (disciplinary learning)
9. Kemampuan yang perlu diterapkan dalam pembelajaran PKn untuk siswa SD/MI kelas rendah terutama dalam masalah afektif adalah aspek A. mengklarifikasi isu-isu untuk pengambilan keputusan B. pengumpulan data empiris dan data yang berkaitan dengan nilai C. mempertimbangkan alternatif tindakan dan akibat-akibatnya D. kemampuan membiasakan diri dalam bersikap peka
10. Dengan memperhatikan karakteristik siswa SD/MI, maka pembelajaran PKn untuk siswa kelas rendah perlu disampaikan secara ... kecuali: A. terpadu B. tematik C. disipliner D. kontekstual
21
Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian belakang modul ini, kemudian hitunglah tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 1 dengan mempergunakan rumus di bawah ini. Rumus: Jumlah jawaban Anda yang benar 10
Tingkat penguasaan = ---------------------------------------------- x 100 % 90 % - 100 % = baik sekali 80 % - 89 % = baik 70 % - 79 % = cukup < 70 % = kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus! Tetapi kalau tingkat penguasaan Anda kurang dari 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai. Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
22
Pengertian Konsep
Konsep merupakan pokok pengertian yang bersifat abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok benda, peristiwa, atau pemikiran (ide). Lahirnya konsep disebabkan oleh adanya kesadaran atas atribut kelas yang ditunjukkan oleh simbol. Konsep rakyat merupakan sebutan umum untuk sekelompok penghuni wilayah suatu negara yang ada dalam pemerintahan negara tertentu. Konsep demokrasi merupakan sebutan abstrak tentang sistem kekuasaan pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
23
Dalam contoh di atas, tampak bahwa konsep bersifat abstrak dalam pengertian yang berkaitan bukan hanya dengan contoh tertentu melainkan dengan konteks. Konsep dapat dianggap sebagai suatu model kelompok benda yang terpikirkan. Konsep buruh, misalnya, dapat dipandang sebagai kesan mental tentang semua yang memiliki ciri umum pekerja. Dengan demikian, konsep merupakan cara berpikir menggeneralisasikan sejumlah anggota kelas yang khusus ke dalam satu contoh model yang tidak tampak, termasuk atribut semua contoh yang berbeda-beda.
Konsep bersifat subyektif dan menyatu. Semua orang membentuk konsep dari pengalamannya sendiri. Dari pengalaman seperti mencatat contoh-contoh dan mendengarkan diskusi yang melibatkan kelas, setiap orang menjadi sadar akan pengertian dan atribut. Konsep Kitabullah sebagai ilustrasi, dapat diperoleh dari dialog dengan ayah dan ibu ketika anak sedang berada di lingkungan keluarga dan membaca langsung isi Kitabullah tersebut. Akibat dari pengalaman ini, setiap siswa akan mengaitkan atribut dengan simbol untuk kelompok yang disebut Kitabullah.
Konsep bukanlah verbalisasi melainkan kesadaran yang bersifat abstrak tentang atribut umum dari suatu kelas. Konsep merupakan kesadaran mental internal yang mempengaruhi perilaku yang tampak. Apakah siswa mengetahui suatu konsep maka kemampuan tersebut dapat ditentukan dari tindakan yang ditunjukkannya. Konsepkonsep yang digunakan dalam proses pembelajaran dapat diperoleh dari konsep disiplin ilmu atau dari konsep yang telah biasa digunakan di lingkungan kehidupan siswa atau masyarakat setempat. Bagaimana kita dapat mengidentifikasi kemampuan siswa terhadap penguasaan konsep? Pertanyaan ini memerlukan jawaban yang kompleks karena memerlukan proses pembelajaran meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. Namun, sebagai ilustrasi dan contoh, sejumlah konsep dasar yang sering digunakan dalam pembelajaran PKn dapat diidentifikasi dibawah ini. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. pemerintah negara bangsa negeri wilayah pembangunan negara berkembang negara sedang berkembang 9. negara tertinggal 10.pengambilan keputusan 11. moral 12. nilai 13. karakter 14. perasaan 15. sikap 16. solidaritas 17. kekuasaan 18. kekuatan rakyat 19. kelas penguasa 20. kelompok penekan 21. nasionalisme 22. moral 23. perilaku 24. tindakan moral 25. kata hati 26. empati 27. kekuasaan 28. wewenang 29. politik 30. partai politik 31. pemilu 32. konstitusi
24
Pengertian Nilai
Apabila kita sadari, maka hampir setiap hari orang selalu berbicara, berpikir, menghitung, dan mempertimbangkan berdasarkan nilai. Dalam hidupnya setiap orang akan selalu mengambil keputusan berdasarkan nilai yang diyakini atau nilai yang ada dan disepakati di masyarakat. Singkatnya, nilai akan menjadi patokan/kriteria bagi siapapun untuk menentukan sikap dan mengambil keputusan. Bila demikian, apa yang dimaksud dengan nilai (value) tersebut?
Menurut Frankel (1978), nilai (value) adalah konsep (concept). Seperti umumnya konsep, maka nilai sebagai konsep tidak muncul dalam pengalaman yang dapat diamati melainkan ada dalam pikiran orang. Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nilai etika. Estetika terkait dengan masalah keindahan atau apa yang dipandang indah (beautiful) atau apa yang dapat dinikmati oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan tindakan/ perilaku/ akhlak (conduct) atau bagaimana seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang benar (right) dan mana yang salah (wrong). Nilai bukanlah benda atau materi. Nilai adalah standar atau kriteria bertindak, kriteria keindahan, kriteria manfaat, atau disebut pula harga yang diakui oleh seseorang dan oleh karena itu orang berupaya untuk menjunjung tinggi dan memeliharanya. Nilai tidak dapat dilihat secara konkrit melainkan tercermin dalam pertimbangan harga yang khusus yang diakui oleh individu. Oleh karena itu, ketika seseorang menyatakan bahwa sesuatu itu bernilai maka seyogianya ada argumen-argumen baik dan tidak baiknya. Misalnya, mengapa ada orang yang menolak hukuman mati bahkan mengusulkan agar hukuman mati dihilangkan karena bertentangan dengan hak asasi manusia. Hal ini tentu saja dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan. Ketika ada orang yang berkampanye dan mengajak orang lain untuk mendukung salah satu calon anggota legislatif, karena orang tersebut terkenal kejujurannya. Hal ini tentu saja dilandasi oleh nilai etika.
Pertama, tindakan memilih hendaknya dilakukan secara bebas dan memilih dari sejumlah alternatif dan melakukan memilih hendaknya dilandasi oleh hasil pemikiran yang mendalam, artinya setelah memperhitungkan berbagai akibat dari alternatif tersebut. Kedua, ada penghargaan atas apa yang telah dipilih dan dikenal oleh masyarakat. Ketiga, melakukan tindakan sesuai dengan pilihannya dan dimanfaatkan dalam kehidupan secara terus menerus.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
25
Selain dengan kriteria di atas, ada sejumlah indikator untuk menentukan nilai, yakni dilihat dari tujuan, maksud, sikap, kepentingan, perasaan, keyakinan, aktivitas, dan keraguan. Namun, dalam konteks tertentu nilai dapat diidentifikasi dari keadaan dan kegunaan atau kemanfaatan bagi kehidupan umat manusia. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa nilai merupakan hasil pertimbangan baik atau tidak baik terhadap sesuatu yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) melakukan atau tidak melakukan sesuatu. (1) Nilai Material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia. (2) Nilai Vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan kegiatan atau aktivitas. (3) Nilai Kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Prof. Dr. Notonegoro membagi nilai menjadi tiga bagian, yaitu :
Dapatkah Anda menyimpulkan pengertian nilai dari pendapat Prof Notonagoro? Baiklah, pendapat Anda sudah tepat bahwa sesuatu dapat dikatakan bernilai apabila sesuatu itu memiliki kegunaan. Samakah, nilai kegunaan untuk semua hal tersebut? Untuk mengidentifikasi jenis nilai yang ada di masyarakat, marilah kita simak contoh peristiwa kasus berikut ini.
26
Sesuatu yang dianggap benar disebut nilai kebenaran. Sesuatu yang dianggap indah disebut nilai estetika. Sesuatu yang dianggap baik disebut nilai moral/etika. Sesuatu yang dianggap berpahala dan berdosa bila dilakukan disebut nilai religius.
Ahli lain, sepertti Rokeah (dalam Kosasih Djahiri, 1985:20) mengatakan bahwa Nilai adalah suatu kepercayaan/keyakinan (belief) yang bersumber pada sistem nilai seseorang, mengenai apa yang patut atau tidak patut dilakukan seseorang atau mengenai apa yang berharga dan apa yang tidak berharga.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
27
Pengertian Norma
Norma adalah kaidah atau peraturan yang pasti dan bila dilanggar mengakibatkan sanksi. Norma disebut pula dalil yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku, untuk menciptakan masyarakat yang aman, tertib, dan teratur. Secara umum, norma biasanya bersanksi, yakni ancaman atau akibat yang akan diterima apabila norma itu tidak dilaksanakan. Sedikitnya ada empat jenis norma, ialah: norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama, dan norma hukum.
(1) Norma kesopanan atau disebut pula norma sopan santun. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga atau menciptakan keharmonisan hidup bersama dan sanksinya berasal dari masyarakat berupa celaan atau pengucilan. (2) Norma kesusilaan atau disebut pula moral/akhlak. Norma ini dimaksudkan untuk menjaga kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani serta ahklak. Sanksinya berupa sanksi moral yang berasal dari hati nurani manusia itu sendiri. (3) Norma Agama atau disebut pula norma religius. Norma ini dimaksudkan untuk mencapai kesucian hidup beriman dan sanksinya berasal dari Tuhan. (4) Norma hukum adalah norma yang dimaksudkan untuk menciptakan kedamaian hidup bersama dan sanksinya berupa sanksi hukum yang berasal dari Negara atau aparatur Negara. Ada beberapa ciri norma hukum yang berbeda dari tiga norma lainnya, misalnya : (1) Adanya paksaan dari luar yang berwujud ancaman hukum bagi mereka yang melanggarnya. Ancaman hukum tersebut pada umumnya berupa sanksi fisik yang dapat dipaksakan oleh aparatur Negara. (2) Bersifat umum, yaitu berlaku bagi semua orang.
Dengan kata lain, sanksi yang diterima oleh orang yang melangggar norma hukum lebih pasti atau tegas, jelas, dan nyata. Lebih pasti yang dimaksud bahwa sanksi hukum sudah ditentukan berapa lama hukuman yang harus dijalani oleh pelanggar hukum karena telah ada kitab undang-undang yang mengatur. Tegas berarti norma hukum dapat memaksa siapa saja yang melanggarnya melalui aparatur penegak hukum. Mengapa perlu ada norma hukum? Norma hukum diperlukan karena: (1) Tidak semua kepentingan atau tata tertib telah dilindungi atau diatur oleh norma agama, norma moral, dan norma sopan santun. Misalnya, norma sopan santun tidak mengatur bagaimana penduduk/warga negara harus membayar utang pitutang. Demikian pula, norma kesusilaan tidak mengatur hal-hal tentang pajak, upah, lalu lintas dan lain-lain. 28
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
(2) Sanksi terhadap pelanggaran norma kesopanan dan kesusilaan bersifat psikhis dan abstrak, sedangkan sanksi terhadap norma hukum bersifat fisik dan konkrit. (3) Pada norma hukum, sifat pemaksaannya sangat jelas dan dapat dipaksakan oleh aparatur Negara, sedangkan norma kesusilaan tidak dapat dipaksakan oleh aparatur Negara, melainkan hanya berupa dorongan dari diri pribadi manusia bahkan gtidak tegas. Bagaimana keterkaitan norma dengan nilai? Di atas telah dikemukakan bahwa norma hidup di masyarakat, diperlukan oleh masyarakat sehingga setiap anggota masyarakat berupaya untuk menjaga, mentaati/mematuhinya. Pada umumnya, setiap warga masyarakat berupaya untuk menghindar dari pelanggaran terhadap norma yang berlaku di masyarakat. Kenyataan ini mengandung arti bahwa norma diperlukan oleh setiap warga masyarakat. Dengan demikian, norma mengandung nilai atau harga. Meskipun demikian, pelaksanaan, penegakan, dan penjabaran nilai dalam norma sangat tergantung pada masyarakatnya.
Oleh karena itu, implikasi dari keberadaan nilai dalam norma dapat berubah dan berkembang. Artinya, penjabaran nilai atau prinsip yang bersifat universal ke dalam norma dapat berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Nilai bersifat universal, sedangkan norma berlaku bagi masyarakat tertentu. Misalnya rasa hormat merupakan suatu nilai yang umum, namun cara menghormat akan berbeda pada masyarakat Indonesia. Misalnya, cara menghormat antara suku Sunda dan suku Batak, atau bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat India, Jepang, Cina dan lain-lain dapat berbeda-beda.
Pengertian Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mores, yaitu adat kebiasaan. Istilah ini erat dengan proses pembentukan kata, ialah: mos, moris, manner, manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau hati nurani yang dapat menjadi pembimbing tingkah laku lahir dan batin manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. Oleh karena itu, moral erat kaitannya dengan ajaran tentang sesuatu yang baik dan buruk yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Dalam konteks etika, setiap orang akan memiliki perasaan apakah yang dilakukan itu benar atau salah, baik atau jelek? Pertimbangan ini dinamakan pertimbangan nilai moral (moral values). Pertimbangan nilai moral merupakan aspek yang sangat penting khususnya dalam pembentukan warga negara yang baik sebagai tujuan pendidikan kewarganegaraan. Tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai moral yang dianut dan ditampilkan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
29
secara sukarela diharapkan dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Hal ini dilakukan sebagai transisi dari pengaruh lingkungan masyarakat hingga menjadi otoritas di dalam dirinya dan dilakukan berdasarkan dorongan dari dalam dirinya. Tindakan yang baik yang dilandasi oleh dorongan dari dalam diri inilah yang diharapkan sebagai hasil pendidikan nilai dalam pendidikan kewarganegaraan. Bagaimana pelaksanaan pendidikan nilai, moral, dan norma yang dilaksanakan di Indonesia? Secara yuridis-formal, pendidikan nilai, moral, dan norma di Indonesia dilaksanakan melalui pendidikan kewarganegaraan yang berlandaskan pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) sebagai landasan konstitusional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai landasan operasional, dan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai landasan kurikuler. Sejalan dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), maka kurikulum pendidikan kewarganegaraan untuk lingkungan lembaga pendidikan formal dilaksanakan dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). UUD NRI 1945 sebagai landasan konstitusional pada bagian Pembukaan alinea keempat memberikan dasar pemikiran tentang tujuan negara. Salah satu tujuan negara tersebut dapat dikemukakan dari pernyataan mencerdaskan kehidupan bangsa. Apabila dikaji, maka tiga kata ini mengandung makna yang cukup dalam. Mencerdaskan kehidupan bangsa mengandung pesan pentingnya pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Dalam kehidupan berkewarganegaraan, pernyataan ini memberikan pesan kepada para penyelenggara negara dan segenap rakyat agar memiliki kemampuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku secara cerdas baik dalam proses pemecahan masalah maupun dalam pengambilan keputusan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. UU Nomor 20/2003 tentang Sisdiknas sebagai landasan operasional penuh dengan pesan yang terkait dengan pendidikan kewarganegaraan. Pada Pasal 3 ayat (2) tentang fungsi dan tujuan negara dikemukakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selanjutnya, pada Pasal 37 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: ... b. pendidikan kewarganegaraan; ... dan pada ayat 30
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
(2) dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: ... b. pendidikan kewarganegaraan; .... Sedangkan pada bagian penjelasan Pasal 37 dikemukakan bahwa Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
Adanya ketentuan tentang pendidikan kewarganegaraan dalam UU Sisdiknas sebagai mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi menunjukkan bahwa mata pelajaran ini menempati kedudukan yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan nasional di negara ini. Adapun arah pengembangannya hendaknya difokuskan pada pembentukan peserta didik agar menjadi manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Arah pengembangan pendidikan nasional pada era reformasi mengacu pada UU Sisdiknas yang dioperasionalkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sejalan dengan kebijakan otonomi pendidikan, maka pengembangan kurikulum sekolah tidak lagi dibebankan kepada pemerintah pusat sebagaimana terdahulu melainkan diserahkan kepada masingmasing satuan pendidikan. Pemerintah pusat melalui Departemen Pendidikan Nasional hanya menyediakan standar nasional yakni berupa standar isi dan standar kompetensi lulusan sementara pelaksanaan pengembangan kurikulum dilaksnakan oleh setiap satuan pendidikan sesuai dengan jenjang dan jenisnya. Sebagai landasan kurikulernya, pendidikan kewarganegaraan untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 masing-masing tentang SI dan SKL. Berlakunya ketentuan tentang otonomi pendidikan membawa implikasi bagi setiap satuan pendidikan termasuk implikasi dalam pengembangan kurikulum. Bahwa mereka memiliki kewenangan yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum bahkan dalam pengelolaan bidang lainnya, namun di pihak lain mereka pun dituntut agar selalu meningkatkan kualitas satuan pendidikan yang sesuai dengan standar nasional terkait.
Rangkuman
Istilah konsep, nilai, moral, dan norma dalam PKn merupakan istilah dasar yang perlu dipahami secara benar. Istilah-istilah ini sangat terkait langsung baik pada tataran teoritis maupun praksis-operasional bahkan praktik.
Konsep merupakan pokok pengertian yang bersifat abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok benda, peristiwa, atau pemikiran (ide). Lahirnya konsep karena adanya kesadaran atas atribut kelas yang ditunjukkan oleh simbol. Konsep bukanlah verbalisasi melainkan kesadaran yang bersifat abstrak tentang atribut umum dari suatu kelas. Konsep merupakan kesadaran mental internal yang mempengaruhi perilaku yang tampak.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
31
Nilai dapat diartikan kualitas dari sesuatu atau harga dari sesuatu yang diterapkan pada konteks pengalaman manusia. Nilai dapat dibagi atas dua bidang, yakni nilai estetika dan nilai etika. Estetika terkait dengan masalah keindahan atau apa yang dipandang indah (beautiful) atau apa yang dapat dinikmati oleh seseorang. Sedangkan etika terkait dengan tindakan/ perilaku/ akhlak (conduct) atau bagaimana seseorang harus berperilaku. Etika terkait dengan masalah moral, yakni pertimbangan reflektif tentang mana yang benar (right) dan mana yang salah (wrong). Norma adalah kaidah atau peraturan yang pasti dan bila dilanggar mengakibatkan sanksi. Norma disebut pula dalil yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku, untuk menciptakan masyarakat yang aman, tertib, dan teratur. Norma ada dua, ialah norma fisika dan norma etika. Norma etika terdiri atas norma kesopanan, kesusilaan, agama, dan hukum. Istilah moral berasal dari bahasa Latin, mores, yaitu adat kebiasaan. Istilah ini erat dengan proses pembentukan kata, ialah: mos, moris, manner, manners, morals. Dalam bahasa Indonesia kata moral hampir sama dengan akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau hati nurani yang dapat menjadi pembimbing tingkah laku lahir dan batin manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
32
TES FORMAtIf 2:
Lingkarilah salah satu kemungkinan jawaban pada setiap butir pertanyaan yang menurut Anda paling tepat.
1. Pengertian yang bersifat abstrak yang menghubungkan orang dengan kelompok benda, peristiwa, atau pemikiran (ide) disebut.... A. Fakta B. Konsep C. Generalisasi D. teori 2. Berikut ini adalah contoh konsep yang bersifat konkrit ... A. gubernur B. demokrasi C. kekuasaan D. kursi 3. Konsep dasar PKn yang diambil dari psikologi adalah ... A. kewenangan B. kekuasaan C. empati D. norma
4. Berikut ini adalah termasuk contoh nilai etika dalam kehidupan sehari-hari...kecuali: A. mengendarai kemdaraan di sebelah kiri B. mengagumi keindahan bunga C. membayar pajak tepat waktu D. tidak melakukan perbuatan mencuri
5. Raths mengidentifikasi tiga aspek kriteria untuk melakukan penilaian, yakni perlu ada A. persetujuan (agreement) B. pilihan (chooses), C. penghargaan (prizes), D. tindakan (acts).
6. Menurut Prof. Dr. Notonegoro, segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia disebut ....
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
33
7. Sesuatu yang dianggap berpahala dan berdosa bila dilakukan disebut .... A. niai kebenaran B. nilai estetika C. nilai moral/etika D. nilai religius
A. B. C. D.
8. Norma yang dimaksudkan untuk menjaga kebaikan hidup pribadi atau kebersihan hati nurani serta ahklak disebut norma .... A. norma kesopanan B. norma kesusilaan C. norma agama D. norma hukum 9. Ciri norma hukum yang membedakan dari norma lainnya adalah .... A. mengatur perilaku B. memaksa untuk tidak melakukan C. sanksi tegas dan nyata D. menertibkan perilaku
10. Dalam konteks etika, setiap orang akan memiliki perasaan apakah yang dilakukan itu benar atau salah, baik atau jelek. Pertimbangan ini dinamakan pertimbangan .... A. nilai moral B. nilai kesusilaan C. nilai hukum D. nilai idea
34
Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian belakang modul ini, kemudian hitunglah tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 2 dengan mempergunakan rumus di bawah ini. Rumus: Jumlah jawaban Anda yang benar 10
Tingkat penguasaan = ---------------------------------------------- x 100 % 90 % - 100 % = baik sekali 80 % - 89 % = baik 70 % - 79 % = cukup < 70 % = kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus! Tetapi kalau tingkat penguasaan Anda kurang dari 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum Anda kuasai. Arti tingkat penguasaan yang Anda capai:
35
36
Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani (civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah di perguruan tinggi perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Tuntutan dan tantangan masyarakat yang selalu berubah ini tidak dapat dipisahkan dari pengaruh lingkungan sekitar yang pada gilirannya berpengaruh pula terhadap kehidupan bangsa dalam konteks yang lebih luas.
Proses pembangunan karakter bangsa (national character building) yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas tidak steril pula dari pengaruh perubahan ini sehingga perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada hakekatnya proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak yang harus dijawab oleh pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma barunya. Tugas PKn dengan paradigma yang direvitalisasi adalah mengembangkan pendidikan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
37
demokrasi yang mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic intelligence), membina tanggung jawab warganegara (civic responsibility) dan mendorong partisipasi warganegara (civic participation). Kecerdasan warganegara yang dikembangkan untuk membentuk warganegara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional dan intelektual semata melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional.
Bagaimana PKn mengembangkan warga negara yang demokratis melalui tiga fungsi pokoknya itu? Untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma PKn yang baru. Sebelum mengembangkan model pembelajaran yang dimaksud, terlebih dahulu perlu dikemukakan dahulu tentang konsep warga negara yang demokratis. Oleh karena itu, bab ini akan membahas secara berturut-turut dua topik utama, yakni: (1) Warga negara demokratis dan (2) Pembelajaran PKn untuk warga negara demokratis Dengan menganalisis kehidupan warga negara yang demokratis dan bagaimana pembelajaran untuk membentuk warga negara yang demokratis dalam paradigma PKn yang baru, para pembaca diharapkan memiliki kemampuan : (1) memahami kebutuhan kualitas WNI yang demokratis; dan (2) membelajarkan PKn untuk kewarganegaraan yang demokratis. Selain itu, menguasai paradigma baru PKn baik tentang kualitas warga negara yang demokratis maupun pembelajaran untuk mengembangkan warga negara yang demokratis penting bagi calon guru dan atau guru-guru pemula yang sering mengalami kesulitan dalam memilih dan menyusun materi serta menentukan model pembelajaran yang cocok untuk pokok bahasan tertentu. Khusus bagi calon guru dan guru pemula diharapkan agar sedapat mungkin memperbanyak latihan dalam menerapkan model pembelajaran PKn dengan paradigma baru. Dengan memahami dan menguasai materi ini diharapkan anda akan terbantu dan tidak mengalami kesulitan lagi dalam menguasai materi dan membelajarkan PKn yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat saat ini. Dengan demikian, kemampuan anda dalam menerapkan model pembelajaran PKn menjadi semakin kaya dan implikasi lebih lanjut, para siswa akan semakin menyenangi belajar PKn karena gurunya memiliki kemampuan yang memadai.
Pada bagian pendahuluan telah dikemukakan bahwa kebutuhan akan adanya revitalisasi paradigma PKn saat ini sudah mendesak. Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan ke arah terbentuknya masyarakat demokratis yang sesungguhnya sesuai dengan pesan dan misi gerakan reformasi dalam segala bidang terutama bidang politik dan hukum. Namun, pembentukan masyarakat demokratis tidaklah mudah terutama bagi masyarakat yang memiliki pengalaman pada masa lampau yang hidup 38
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
dalam lingkungan masyarakat yang tidak demokratis atau undemocratic democracy. Dapat dikatakan bahwa membentuk masyarakat demokratis itu perlu direncanakan. Artinya masyarakat demokratis tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu dipersiapkan karena demokrasi adalah karakter atau watak yang dapat terbentuk melalui suatu proses. Alexis de Toqueville, negarawan Perancis yang hijrah ke Amerika Serikat, menyatakan The habits of the mind, as well as habits of the heart, the dispositions that inform the democratic ethos, are not inherited. (Branson, 1999:2) Artinya, kebiasaan pikiran dan juga kebiasaan hati yakni watak yang menginformasikan demokrasi tidak diturunkan. Dengan kata lain, seorang demokrat belum tentu melahirkan seorang anak yang demokrat apabila anak itu tidak belajar demokrasi. Untuk menjadi seorang demokrat perlu proses pendidikan dan pembelajaran. Demokrasi sering dikatakan sistem pemerintahan yang cerdas dan rasional. Suatu negara tidak dapat hidup secara demokratis apabila masyarakatnya dalam keadaan miskin, bodoh, dan tidak terdidik. Dengan kata lain, masyarakat demokratis baru dapat terwujud apabila masyarakatnya berpendidikan, cerdas, memiliki tingkat penghidupan yang cukup (layak), dan mereka punya keinginan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena persyaratannya begitu tinggi maka sering dikatakan pula bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang mahal.
Mengingat adanya persyaratan hidup berdemokrasi, maka Anda dapat mendiskusikan sebenarnya apakah hakekat demokrasi itu? Apakah pernah ada masyarakat demokratis itu? Mungkinkah bangsa Indonesia dapat hidup secara demokratis? Apakah upaya kita untuk membentuk masyarakat demokratis itu?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, anda sebaiknya membentuk kelompok belajar atau kelompok diskusi sekitar 34 orang. Dengan sumber pengetahuan yang telah anda kuasai, lakukanlah diskusi itu. Kemudian buatlah laporan diskusi yang telah disepakati bersama.
Pada pembahasan di atas, Anda telah mengenal paradigma PKn. Bagaimana materi PKn itu dapat dibelajarkan kepada anak didik? Untuk menjawab pertanyaan ini diharapkan Anda dapat mempelajarinya pada uraian dibawah ini. Anda akan diajak untuk merenungkan dan mempertanyakan apakah cara membelajarkan PKn itu sudah sesuai dengan hakekat pembelajaran PKn? Sudahkah hasil belajar itu diserap oleh anak didik sehingga menjadi salah satu kemampuan yang dimilikinya? Lebih jauh lagi apakah hasil belajar itu telah mempribadi hingga peserta didik dapat mengamalkannya? Dan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
39
pertanyaan paling penting adalah: Sudahkah kita membelajarkan anak didik dengan cara mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence) dalam dimensi spiritual, rasional, emosional dan sosial; mengembangkan tanggung jawab warga negara (civic responsibility); dan mengembangkan anak didik berpartisipasi sebagi warga negara (civic participation) guna menopang tumbuh dan berkembangnya warganegara yang baik?
Kita mewarisi pemerintahan demokratis, yaitu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam prinsip pemerintahan demokratis terkandung hak berpartisipasi dari setiap warga negara. Hak berpartisipasi ini membebankan tanggung jawab tertentu kepada setiap warga negara. Di antara tanggung jawab ini adalah tanggung jawab untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan berpartisipasi secara cerdas, dan tanggung jawab untuk berkehendak meningkatkan kesejahteraan sosial berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.
Agar warga negara dapat berpartisipasi secara efektif, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan, pengalaman praktis, dan pemahaman tentang pentingnya partisipasi warga negara. Mempersiapkan warga negara yang memiliki kualitas seperti tersebut di atas merupakan tugas pokok kependidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Khusus dalam pendidikan persekolahan, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memegang peranan yang sangat strategis dalam mempersiapkan dan membina warga negara dengan kualitas seperti terurai di atas. Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah partisipasi yang penuh nalar dan tanggung jawab dalam kehidupan politik dari warga negara yang taat kepada nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia. Partisipasi warga negara yang efektif dan penuh tanggung jawab memerlukan penguasaan seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan intelektual serta keterampilan untuk berperan serta. Partisipasi yang efektif dan bertanggung jawab itu pun ditingkatkan lebih lanjut melalui pengembangan disposisi atau watak-watak tertentu yang meningkatkan kemampuan individu berperan serta dalam proses politik dan mendukung berfungsinya sistem politik yang sehat serta perbaikan masyarakat.
Menimbang dasar pikiran dan tujuan PKn di atas, selayaknya pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi. Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu mendapat perhatian kita dalam mempersiapkan pembelajaran PKn di kelas, yakni bekal pengetahuan materi pembelajaran dan metode atau pendekatan pembelajaran. Hal terakhir ini merupakan titik yang masih lemah untuk mengantarkan para peserta didik menjadi warga negara yang demokratis. Pembelajaran partisipatif yang berbasis portofolio (Portfolio-based learning) merupakan alternatif utama guna mencapai tujuan PKn tersebut. Namun, sebelum membahas lebih jauh tentang model pembelajaran PKn yang
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
40
berbasis portofolio Anda perlu pula mengenali materi pembelajarannya. Materi PKn dengan revitalisasi paradigmanya dikembangkan dalam bentuk standar nasional PKn, yakni standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang pelaksanaannya berprinsip pada implementasi kurikulum terdesentralisasi.
PKn dengan revitalisasi paradigma bertumpu pada kemampuan dasar kewarganegaraan (civic competence) untuk semua jenjang SD/MI; SMP/MTs; dan SMA/MA. Kemampuan dasar tersebut selanjutnya diuraikan atau dirinci dalam bentuk sejumlah kemampuan disesuaikan dengan tingkat/jenjang sekolah sejalan dengan tingkat perkembangan para siswa. Kemampuan diuraikan dalam bentuk butiran standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri nomor 22 tentang Standar Isi (SI) dan 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Untuk mencapai SK dan KD tersebut, guru perlu mengoperasionalkannya dalam bentuk indikator pencapaian. Contoh: Hubungan SKKD dan Indikator untuk SD/MI Kelas 2 semester 1 sebagai berikut: Matrik SKKD dan Indikator Kelas : 2 (Dua) Semester : 1 (Satu)
No. (1) 1. Standar Kompetensi (2) Membiasakan hidup bergotong royong Kompetensi Dasar (3) 1.1 Mengenal pentingnya hidup rukun, saling berbagi dan tolong menolong Indikator (4) Menyebutkan contoh saling berbagi di rumah. Menyebutkan contoh saling berbagi di sekolah. Memerankan sikap tolong menolong di rumah dan sekolah. Menyebutkan contoh manfaat hidup tolong menolong. Membuat daftar kegiatan tugas di rumah. Melaksanakan kegiatan/tugas secara berkelompok di sekolah. Melaksanakan/mengadakan bakti sosial di kelas. Melaksanakan piket di kelas. Mengidentifikasi lingkungan alam (tumbuhan dan hewan). Menceritakan lingkungan alam sekitar rumah (tumbuhan dan hewan). Menyebutkan manfaat lingkungan alam (tumbuhan dan hewan) bagi kesehatan manusia. Menyebutkan akibat dari tidak merawat lingkungan (tumbuhan dan hewan).
1.2 Melaksanakan hidup rukun, saling berbagi dan tolong menolong di rumah dan di sekolah 2. Menampilkan sikap cinta lingkungan 2.1 Mengenal pentingnya lingkungan alam seperti dunia tumbuhan dan dunia hewan
41
Demikianlah contoh cuplikan SKKD dan indikator PKn berdasarkan revitalisasi paradigma. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mengembangkan materi pembelajaran yang bertumpu pada kemampuan dasar tersebut dapat dibelajarkan untuk mencapai tujuan PKn yakni membentuk warga negara yang cerdas, bertanggung jawab dan berpartisipasi dalam kehidupan politik serta taat terhadap nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar demokrasi konstitusional Indonesia? Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa model pembelajaran PKn dengan paradigma yang direvitalisasi hendaklah dapat mengakomodasi untuk pencapaian tujuan PKn itu sendiri. Selanjutnya Anda akan diajak untuk mengenal model pembelajaran tersebut, ialah model pembelajaran PKn berbasis portofolio. Namun demikian, perlu Anda ingat bahwa model pembelajaran ini perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan siswa bahkan tingkat perkembangannya. Guru dapat memodifikasi model ini dengan tidak mengubah prinsip-prinsip pokok.
Sebelum lebih jauh membahas tentang model pembelajaran ini, Anda perlu menjawab pertanyaan terlebih dahulu tentang portofolio. Apakah portofolio itu? Bagaimana portofolio diterapkan dalam pembelajaran PKn?
Dalam buku Panduan Siswa tentang We the People ... Project Citizen yang diterbitkan oleh CCE (1998) dialihbahasakan oleh Sapriya (2000), Kami Bangsa Indonesia ... Proyek Belajar Kewarganegaraan, portofolio adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan. Panduan-panduan ini beragam tergantung pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio. Selanjutnya diuraikan bahwa portofolio dalam pembelajaran PKn merupakan kumpulan informasi/data yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji oleh mereka, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan. Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti pernyataan-pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan ini menggambarkan:
1) hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan suatu masalah yang telah mereka pilih. 2) hal-hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan alternatif-alternatif pemecahan terhadap masalah tersebut. 3) kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat oleh siswa untuk mengatasi masalah tersebut. 4) rencana tindakan yang telah dibuat siswa untuk digunakan dalam mengusahakan agar pemerintah menerima kebijakan yang mereka usulkan. Dengan demikian, portofolio merupakan karya terpilih kelas siswa secara keseluruhan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
42
yang bekerja secara kooperatif membuat kebijakan publik untuk membahas pemecahan terhadap suatu masalah kemasyarakatan.
Dalam menilai portofolio, karya terpilih merupakan istilah yang sangat penting. Bahan penilaian harus menjadi akumulasi dari segala sesuatu yang dapat ditemukan para siswa pada topik mereka bukan hanya seksi penayangan dan bukan pula seksi pendokumentasian. Portofolio harus memuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting. Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik mereka dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik atau kebijakan publik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif para siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya dengan cara:
membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif. membekali pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangkan kompetensi dan efektivitas partisipasi. mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi warganegara Pembelajaran ini akan menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan memperdalam pemahaman siswa tentang bagaimana bangsa Indonesia, yakni kita semua, dapat bekerja sama mewujudkan masyarakat yang lebih baik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membantu siswa belajar bagaimana cara mengungkapkan pendapat, bagaimana cara menentukan tingkat pemerintahan dan lembaga pemerintah manakah yang paling tepat dan layak untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi oleh mereka, dan bagaimana cara mempengaruhi penetapan-penetapan kebijakan pada tingkat pemerintahan tersebut. Pembelajaran ini mengajak para siswa untuk bekerjasama dengan temantemannya di kelas dan dengan bantuan guru serta para relawan agar tercapai tugas-tugas pembelajaran berikut:
1. Mengidentifikasi masalah yang akan dikaji. 2. Mengumpulkan dan menilai informasi dari berbagai sumber berkenaan dengan masalah yang dikaji. 3. Mengkaji pemecahan masalah. 4. Membuat kebijakan publik. 5. Membuat rencana tindakan. Dalam usaha mencapai tugas-tugas pembelajaran ini ditempuh melalui enam tahap kegiatan sebagai berikut:
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
43
Mengidentifikasi masalah kebijakan publik di masyarakat. Memilih satu masalah untuk kajian kelas Mengumpulkan informasi tentang masalah yang akan dikaji oleh kelas Membuat portofolio kelas Menyajikan portofolio Refleksi terhadap pengalaman belajar
Dalam pembelajaran PKn yang berbasis portofolio, kelas dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio kelas. Setiap kelompok memiliki tugas yang berbeda namun mulai kelompok pertama sampai keempat harus saling terkait (sekuensial) dan merupakan satu kesatuan. Adapun tugas mereka dapat diuraikan sebagai berikut: Apa saja tugas dari keempat kelompok portofolio tersebut?
a. Kelompok portofolio Satu: Menjelaskan Masalah. Kelompok portofolio satu ini bertanggung jawab untuk menjelaskan masalah yang telah dipilih untuk dikaji oleh kelas. Kelompok ini pun harus menjelaskan mengapa masalah tersebut penting dan mengapa lembaga pemerintahan tersebut harus menangani masalah tersebut. b. Kelompok Portofolio Dua: Menilai kebijakan alternatif yang diusulkan untuk memecahkan masalah. Kelompok ini bertanggung jawab untuk menjelaskan kebijakan saat ini dan/atau kebijakan alternatif yang dirancang untuk memecahkan masalah. c. Kelompok Portofolio Tiga: Membuat satu kebijakan publik yang akan didukung oleh kelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat satu kebijakan publik tertentu yang disepakati untuk didukung oleh mayoritas kelas serta melakukan justifikasi terhadap kebijakan tersebut. d. Kelompok Portofolio Empat: Membuat suatu rencana tindakan agar pemerintah mau menerima kebijakan kelas. Kelompok ini bertanggung jawab untuk membuat suatu rencana tindakan yang menunjukkan bagaimana warga negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas. Bahan-bahan dalam portofolio memuat dokumentasi terbaik yang telah dikumpulkan oleh kelas dan kelompok dalam meneliti masalah. Bahan-bahan dalam portofolio itu pun hendaknya memuat bahan-bahan tulis tangan asli dan/atau karya seni asli para siswa. Demikianlah model pembelajaran PKn yang berbasis portofolio yang diharapkan dapat menjadi wahana dalam mengantarkan pelaksanaan kehidupan berdemokrasi. Namun untuk penerapan di sekolah dasar, guru perlu melakukan proses penyederhanaan lagi, disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak usia sekolah dasar. Demikian pula 44
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
dalam proses identifikasi dan pemilihan masalah. Masalah kelas hendaknya masalah yang dipilih sendiri oleh siswa.
Rangkuman
Revitalisasi paradigma PKn mensyaratkan materi pembelajaran yang memuat komponen-komponen pengetahuan, keterampilan, dan disposisi kepribadian warganegara yang fungsional bukan hanya dalam tataran kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan juga dalam masyarakat di era global.
Keterampilan intelektual yang penting bagi terbentuknya warga negara yang berwawasan luas, efektif, dan bertanggung jawab, antara lain adalah keterampilan berpikir kritis, yang meliputi keterampilan mengidentifikasi dan mendeskripsikan; menjelaskan dan menganalisis; mengevaluasi, menentukan dan mempertahankan sikap atau pendapat berkenaan dengan persoalan-persoalan publik. Untuk mencapai tujuan PKn dengan paradigma baru perlu disusun materi dan model pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan dan harapan PKn yakni mengembangkan kecerdasan warga negara (civic intelligence) dalam dimensi spiritual, rasional, emosional dan sosial, mengembangkan tanggung jawab warga negara (civic responsibility), serta mengembangkan anak didik berpartisipasi sebagi warga negara (civic participation) guna menopang tumbuh dan berkembangnya warga negara yang baik.
Pembelajaran PPKn selayaknya dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektivitas dalam berpartisipasi. Oleh karena itu, ada dua hal yang perlu mendapat perhatian guru atau calon guru dalam mempersiapkan pembelajaran PKn di kelas, yakni bekal pengetahuan materi pembelajaran dan metode atau pendekatan pembelajaran. Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan kepada para siswa dan mendidik mereka dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang digunakan dalam proses politik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif para siswa terhadap kewarganegaraannya dan pemerintahannya.
45
TES FORMAtIf 3:
Lingkarilah salah satu kemungkinan jawaban pada setiap butir pertanyaan yang menurut Anda paling tepat.
1. Proses pembelajaran PKn dengan paradigma baru hendaknya berorientasi pada pengembangan tiga kemampuan berikut ini, kecuali: A. Kecerdasan warga negara B. Tanggung jawab warga negara C. Partisipasi warga negara D. Pemecahan masalah warga negara
2. Kecerdasan warga negara yang perlu dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran PKn dengan paradigma baru hendaknya meliputi aspek: A. Afektif, emosional, pemikiran dan sikap B. Rasional, intelektual, pemikiran dan emosional C. Spiritual, rasional, emosional dan sosial D. Spiritual, sikap, intelektual, dan sosial
3. Karakteristik yang menjadi kriteria dalam proses pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dengan paradigma baru dapat dilihat pada: A. Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan B. Standar materi kewarganegaraan C. Indikator pencapaian D. Rambu-rambu umum pembelajaran 4. Penjabaran materi pembelajaran PKn dengan paradigma baru yang paling operasional terdapat pada kolom: A. Kemampuan dasar B. Kemampuan C. Standar materi kewarganegaraan D. Standar pencapaian 5. Portofolio dalam proses pembelajaran PKn di kelas pada hakekatnya merupakan: A. kumpulan informasi yang tersusun dengan baik B. kumpulan pekerjaan guru untuk siswa C. kumpulan pekerjaan karyawan sekolah D. kumpulan pekerjaan kepala sekolah 46
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
6. Bentuk portofolio dalam pembelajaran PKn dapat berupa pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi yang: A. menarik secara estetika B. mengandung informasi yang terkait dengan masalah C. beragam dilihat dari segi keilmuan D. bernilai seni tinggi
7. Proses pembelajaran PKn yang berbasis portofolio bertujuan membina komitmen siswa terhadap kewarganegaraannya dengan cara, kecuali: A. membekali pengetahuan dan ketrampilan untuk berpartisipasi aktif B. memberikan doktrin dalam hidup berkewarganegaran C. membekali pengalaman praktis untukmengembangkan kompetisi D. mengembangkan pemahaman partisipasi warga negara 8. Langkah-langkah pembelajaran PKn yang berbasis portofolio diakhiri dengan: A. mengumpulkan dan menilai informasi B. mengkaj pemecahan masalah C. membuat rencana tindakan D. membuat kebijakan publik
9. Kelompok I (Satu) siswa dalam pembelajaran PKn berbasis portofolio memiliki tugas: A. menjelaskan masalah B. menilai kebijakan alternatif C. membuat kebijakan publik D. membuat rencana tindakan
10. Untuk menilai portofolio yang dibuat oleh siswa, juri dapat melihat portofolio dari sudut kecuali: A. kelengkapan B. kejelasan C. estetika D. dukungan
47
Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian belakang modul ini, kemudian hitunglah tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 3 dengan mempergunakan rumus di bawah ini. Rumus: Tingkat penguasaan = ---------------------------------------------- x 100 % 90 % - 100 % = baik sekali 80 % - 89 % = baik 70 % - 79 % = cukup < 70 % = kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus! Tetapi kalau tingkat penguasaan Anda kurang dari 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum Anda kuasai. Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: 10 Jumlah jawaban Anda yang benar
48
Tes Formatif 2
1. B Konsep 2. D kursi 3. C empati 4. B. mengagumi keindahan bunga 5. A. persetujuan (agreement) 6. A Nilai material 7. D. nilai religius 8. B. norma kesusilaan 9. C. sanksi tegas dan nyata 10. A. nilai moral
Tes Formatif 3
1. D 2. C 3. D 4. D 5. A 6. B 7. B 8. C 9. A 10. C
pemecahan masalah warganegara spiritual, rasional, emosional, dan sosial rambu-rambu umum pembelajaran Standar pencapaian Kumpulan informasi yang disusun dengan baik mengandung informasi yang terkait dengan masalah memberikan doktrin dalam hidup berkewarganegaraan membuat rencana tindakan menjelaskan masalah estetika
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
49
50
51
52
Pendahuluan
Modul ini akan membahas materi pembelajaran PKn sebagai bahan ajar untuk para mahasiswa calon guru, yakni para mahasiswa yang sedang mendalami mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI). Ada dua konsep kemampuan yang akan dibahas dalam modul ini, ialah pertama, materi yang berkaitan dengan substansi atau isi PKn (disciplinary content knowledge) dan kedua, aspek yang berkaitan dengan cara membelajarkan isi PKn (pedagogical content knowledge). Dua hal ini merupakan aspek yang sangat penting untuk dikuasai oleh guru maupun calon guru MI khususnya dalam pembelajaran PKn karena merupakan salah satu kompetensi guru profesional, yakni penguasaan bidang studi. Karena itu, diharapkan Anda dapat membaca dan mengkaji isi modul ini dengan seksama. Berbicara tentang materi PKn, sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi Anda. Mungkin Anda banyak faham tentang sejumlah konsep PKn. Misalnya, ketika Anda ditanya apakah demokrasi itu? Dengan tanpa berpikir panjang pasti Anda menjawab bahwa demokrasi adalah Suatu pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jawaban ini sudah sangat terkenal dan banyak dijadikan sebagai definisi umum. Namun, materi tentang demokrasi terkadang mengalami pembiasan apalagi apabila sudah sampai pada tahap pelaksanaan di suatu negara padahal demokrasi merupakan konsep universal dan diperkirakan sesuai dengan kebutuhan hakiki manusia. Bagaimana demokrasi dalam proses pembelajaran atau singkatnya mengajarkan demokrasi kepada anak didik? Pertanyaan ini merupakan permasalahan yang tidak mudah dijawab apalagi mempraktekkannya dalam proses belajar mengajar di kelas. Namun demikian, dalam modul ini Anda akan mendapat alternatif jawaban yang dapat Anda kembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu, modul ini mengajak Anda memahami materi pembelajaran PKn dan mengembangkannya untuk kepentingan pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
53
dengan mempelajari materi dalam modul ini Anda diharapkan memiliki kemampuan sebagai berikut: 1. Memahami karakeristik materi PKn. 2. Mampu mengembangkan materi pembelajaran PKn SD.
Semua kemampuan di atas sangat penting bagi semua mahasiswa calon sarjana dan atau calon guru profesional khususnya dalam mempersiapkan kemampuan untuk kegiatan belajar mengajar di kelas PKn. Lebih jauh lagi, mengembangkan materi pembelajaran PKn ini penting bagi calon guru dan atau guru-guru pemula yang sering mengalami kesulitan dalam penguasaan materi dan mengembangkannya. Khusus bagi calon guru dan guru pemula PKn di MI diharapkan agar sedapat mungkin memperbanyak latihan dalam mengembangkan materi pembelajaran ini. Dengan memahami dan menguasai materi ini diharapkan Anda akan terbantu dan tidak mengalami kesulitan lagi dalam mengembangkan materi pembelajaran di kelas. Dengan demikian, kemampuan Anda dalam membelajarkan PKn menjadi semakin kaya. Implikasi lebih lanjut, para siswa akan semakin menyenangi belajar PKn karena gurunya memiliki kemampuan dalam memilih dan mengembangkan pembelajaran yang menarik dan beragam sesuai dengan kebutuhan para siswa. Dengan kata lain, para siswa pun akan sangat terbantu dalam proses belajarnya sehingga Anda akan mendapat sambutan yang positif dari para peserta didik. Agar semua harapan di atas dapat terwujud, maka di dalam modul ini disajikan pembahasan dan latihan dengan butir uraian sebagai berikut: 1. Karakeristik Materi PKn. 2. Pengembangan Materi Pembelajaran PKn SD. Agar Anda dapat berhasil dengan baik dalam mempelajari modul ini ikutilah petunjuk belajar sebagai berikut: 1. Bacalah dengan seksama bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami untuk apa dan bagaimana mempelajari modul ini. 2. Bacalah secara sepintas bagian demi bagian dan temukan kata-kata yang Anda anggap penting. Carilah dan baca pengertian dari kata-kata kunci dalam daftar kata-kata sulit yang terdapat dalam modul ini atau dalam kamus yang Anda miliki. 3. Tangkaplah pengertian demi pengertian dari isi modul ini melalui pemahaman sendiri dan tukar pikiran dengan teman Anda atau guru lain dan dengan tutor Anda. 4. Terapkan prinsip, konsep, dan prosedur yang dituntut oleh kurikulum tentang karakteristik materi PKn dan pembelajarannya. 5. Mantapkan pemahaman Anda melalui diskusi dengan teman dalam kelompok atau kelas.
54
55
Pertanyaan yang perlu mendapat jawaban dalam kegiatan belajar ini adalah apa dan bagaimana content pendidikan kewarganegaraan sebagai materi program pembelajaran. Hanna dan Lee (1962) pernah mengemukakan bahwa content untuk program pembelajaran Social Studies termasuk PKn yang dapat diadopsi dari berbagai sumber. Sedikitnya ada tiga sumber yang mudah diidentifikasi, yakni: Pertama, informal content yang dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat tempat para siswa berada, seperti kegiatan anggota pemadam kebakaran, ekspedisi pendaki gunung, kegiatan anggota DPR dalam membuat dan mengesahkan undang-undang, dan lain-lain. Kedua, the formal disciplines of the pure or semisocial sciences, meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi, filsafat dan etika serta bahasa. Menurut Hanna dan Lee, tiga disiplin pertama, geografi penduduk, sejarah, dan ilmu politik, have traditionally been the major reservoir for social studies content. Namun, secara umum, formal content yang diadopsi dari ilmu-ilmu sosial utamanya terjadi pada awal abad ke-20. Pada masa itu, belum ada pemikiran orientasi content selain yang bersifat formal content. Baru pada pertengahan abad ke-20, social studies content banyak tergantung pada peristiwa terkini (current events) dan hal yang penting menurut siswa (pupil interest). Ketiga, the responses of pupils ialah tanggapantanggapan siswa baik yang berasal dari informal content (events) maupun dari formal disciplines (studies). Gagasan Hanna and Lee akan menjadi bahan yang berharga bagi pengembangan content PKn dengan catatan perlu ada seleksi disesuaikan dengan visi, misi dan karakteristik PKn. Misalnya, tiga disiplin ilmu sosial utama dalam social studies, meliputi geografi, sejarah dan ilmu politik, maka dalam PKn yang lebih dominan adalah ilmu politik dan hukum.
Furman (1962:89) mengingatkan guru bahwa dalam mengembangkan program PKn hendaknya mengacu pada tiga sasaran, yakni: (1) to serve the needs of children (melayani kebutuhan siswa); (2) to serve the needs of society (melayani kebutuhan masyarakat); and (3) to understand and utilize the intellectual discipline called the social sciences (memahami dan memanfaatkan disiplin ilmu yakni disiplin ilmu-ilmu sosial). Saran dari Furman ini pada hakikatnya tidak jauh berbeda dengan gagasan dari Hanna dan Lee di atas, bahwa content untuk PKn hendaknya memperhatikan kebutuhan siswa, masyarakat dan disiplin ilmu-ilmu sosial. Hanya saja gagasan Furman lebih spesifik dan operasional yang diarahkan kepada tugas guru untuk mengembangkan program pembelajaran di kelas. Furman menjelaskan lebih lanjut bahwa guru harus mengetahui dan mengerti betul tentang siswa di kelas, baik kecakapannya, kebutuhannya, kepentingannya, masalah yang dihadapi maupun pertumbuhan dan perkembangan serta latar belakang keluarganya. Guru pun perlu memahami kebutuhan dan harapan masyarakat sekitar tempat siswa tinggal. Masyarakat mungkin mengharapkan agar anak-anak belajar menjadi warga negara yang baik, yakni anggota masyarakat di tingkat lokal, nasional dan global. Para siswa hendaknya belajar menjadi warga negara yang produktif di daerahnya, berguna 56
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
(useful) bagi bangsanya, dan berpikir kewarganegaraan (civic-minded) ketika hidup dalam konteks global.
Meskipun demikian, kecenderungan yang telah mendorong pada pemikiran orientasi siswa dan masyarakat sebagai trend baru hendaknya tidak meninggalkan sasaran pokok, yakni disiplin ilmu sosial dan kondisi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, guru pun perlu memahami dan memanfaatkan disiplin ilmu-ilmu sosial sebagai content untuk mengembangkan program PKn. Namun, perlu mendapat perhatian pula bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya berbasis konteks kehidupan siswa dimana mereka berada. Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan hendaknya pendekatan kontekstual. Dari dua konsepsi atau gagasan dari Hanna dan Lee dan Furman ini dapat disimpulkan bahwa materi content PKn, dengan merujuk pada gagasan content dan sasaran dalam social studies, hendaknya mempertimbangkan hal-hal yang bersifat informal content (the need of society), formal disciplines (social sciences), dan (the responses of pupils/the needs of children) dengan mempertimbangkan pula kebutuhan siswa, masyarakat, dasar negara, cita-cita, dan tujuan nasional sebagaimana yang dinyatakan dalam UUD 1945.
Selain itu, Kosasih Djahiri (1979) pernah menegaskan bahwa materi PKn hendaknya lebih menitikberatkan pada pembinaan watak, pemahaman dan penghayatan nilai dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sebagai falsafah dasar dan pandangan hidup bangsa, pembinaan siswa untuk melihat kenyataan, fokus belajar pada konsep yang benar menurut dan sesuai dengan Pancasila. Dengan demikian, penguasaan konsep dalam PKn memiliki kedudukan yang penting selain aspek afektif dan perilaku.
Untuk mendefinisikan fakta sesungguhnya tidaklah semudah yang sering kita bayangkan. Masih terdapat berbagai pendapat dan tafsiran yang cukup beragam. Namun, beberapa ahli Social Studies (Michaelis, 1980; Banks, 1984; Sunal and Haas, 1993; Jarolimek and Parker, 1993) mendefiniskan fakta dengan indikator yang tidak banyak perbedaan. Michaelis (1980) mengartikan sebagai berikut: Facts are statements of information that include concepts, but they apply only to a specific situation. Banks (1984) mendefinisikan fakta dalam konteks kajian etnis, bahwa Facts are low-level, specific empirical statement about limited phenomena. Facts may be considered the lowest level of knowledge and have the least predictive capacity of all the knowledge forms. Sedangkan menurut Sunal and Haas (1993) Facts are forms of content that are single occurrences, taking place in the
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
57
past or present. Sunal dan Haas menambahkan bahwa fakta belum dapat memprediksi suatu peristiwa atau suatu tindakan. Namun, dengan melihat dari aspek perannya, Jarolimek dan Parker (1993) menyatakan bahwa informasi faktual sangat penting untuk memahami konsep dan generalisasi karena fakta akan memberikan rincian informasi yang mendukung dan elaborasi yang menjadikan konsep dan generalisasi itu bermakna.
Suatu hal yang menarik dan perlu digarisbawahi dari pernyataan para pakar Social Studies di atas bahwa fakta itu sifatnya khusus ataupun terbatas, tidak bersifat general atau umum yang tidak terbatas dan posisinya berada pada tingkatan paling rendah dalam struktur ilmu pengetahuan. Namun, peran dan fungsinya sangat penting karena dapat berkontribusi terhadap kebermaknaan suatu konsep dan generalisasi. Selain itu, fakta dapat menunjukkan suatu sifat yang nyata, yang ditampilkan dengan benar-benar ada, terjadi, karena mempunyai realitas objektif. Dengan demikian, hal ini sangat sesuai dengan pernyataan Bachtiar (1997:112-113) bahwa fakta merupakan abstraksi dari kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Fakta juga merupakan building blocks of knowledge yang digunakan untuk mengembangkan konsep (Fraenkel, 1980:94). Begitu juga menurut Sjamsuddin (1996:5), bahwa fakta umumnya erat hubungannya dengan jawaban atas apa, siapa, kapan, di mana, dan juga bisa berupa benda-benda (things) yang benar-benar ada atau peristiwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu. Fakta harus dirumuskan atas dasar sistem kerangka berpikir tertentu. Fenomena yang sama akan menghasilkan fakta yang berbeda, apabila kerangka berpikir yang dipergunakan berbeda. Oleh karena itu, dalam konteks proses inkuiri, Banks menyatakan Facts are the particular instances of events or things that in turn become the raw data or the observations of the social scientist (Banks, 1977:84). (Fakta adalah kejadian berbagai hal atau peristiwa yang tertentu yang pada gilirannya menjadi data mentah atau pengamatan para ilmuwan sosial). Dalam pembelajaran PKn umumnya dan khususnya untuk jenjang kelas di Madrasah Ibtidaiyah, fakta berupa kejadian, peristiwa, dan kasus aktual yang terkait dengan kewarganegaraan, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sangat penting. Bahkan materi pembelajaran PKn hendaknya dipersiapkan dan dikemas oleh para guru dengan mengadopsi dari kehidupan nyata (real life) masyarakat terutama para siswa pada tataran lokal, nasional, dan global. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta oleh Soekarno dan Hatta. UUD NRI 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945. 58
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
Beberapa contoh fakta yang dapat dimanfaatkan untuk materi dan proses pembelajaran antara lain:
Pemilu di Indonesia pertama kali diselenggarakan pada tahun 1955. Memasuki era reformasi, UUD 1945 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Sejumlah anggota organisasi masyarakat turun memenuhi jalan-jalan di ibu kota melakukan unjuk rasa menentang penyerangan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Demikian beberapa contoh fakta yang dapat diangkat oleh guru sebagai materi pembelajaran PKn.
Selanjutnya, sebagai latihan, coba Anda susun sebanyak sepuluh contoh fakta yang relevan dengan PKn dan dapat dijadikan materi pembelajaran untuk para siswa MI.
Schwab (1962: 12-14) mengemukakan bahwa konsep merupakan abstraksi, suatu konstruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan dan pengalaman-pengalaman kompleks. Pendapat Schwab tersebut sejalan dengan pendapat Banks (1977: 85) yang menyatakan bahwa A concept is an abstract word or phrase that is useful for classifying or categorizing a group of things, ideas, or events. Dengan demikian, pengertian konsep menunjuk suatu abstraksi, penggambaran dari sesuatu baik yang konkret maupun abstrak (tampak atau tidak tampak) atau dapat juga berbentuk pengertian/ definisi ataupun gambaran mental, atribut esensial dari suatu kategori yang memiliki ciri-ciri esensial yang relatif sama. Sebagai contoh konsep demokrasi. Jika dilihat dari jenis dan bentuknya demokrasi itu sangat beragam. Demokrasi Barat di Eropa Barat dan Amerika Serikat akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan demokrasi di Cuba atau RRC. Tetapi
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
59
apa yang membuat mereka berbeda-beda itu disebut demokrasi? Tentu saja karena mereka memiliki persamaan sebagai ciri esensialnya, yaitu kekuasaan ada di tangan rakyat. Itulah ciri-ciri esensial demokrasi. Dalam hal ini, kita dapat mengidentifikasi tentang nama-nama lain, seperti presiden, negara, pemerintahan, DPR dan sebagainya, yang dapat diketahui ciri-ciri esensialnya yang relatif sama.
Dengan demikian, berbeda dengan fakta yang menekankan pada kekhususan, maka konsep memiliki ciri-ciri umum (common characteristics) yang sudah tentu pengertian konsep lebih luas daripada fakta. Fraenkel (1980:94-95) mengemukakan Whereas facts refer to a single object, event, or individual, concepts represent something common to several events, objects, or individual. Lebih lanjut Fraenkel menyatakan bahwa Concepts do not exist in reality, (sebenarnya konsep-konsep itu dalam kenyataannya tidak ada). Konsep itu berada dalam ide atau pikiran manusia. Semua realitas yang berada di sekeliling kita memasuki atau menyentuh indera-indera manusia sebagai informasi dari berbagai pengalaman. Kemudian, masukan-masukan indera (sensory input) tersebut diatur dan disusun dengan mengenakan simbol-simbol (label kata-kata) berdasarkan persamaan-persamaan esensial tersebut. Menurut Kagan (dalam Fraenkel, 1980:99-100), ada empat kualifikasi yang dapat diterapkan untuk menguji apakah suatu konsep telah memenuhi persyaratan. Keempat kualifikasi tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, tingkat keabstrakan (degree of abstraction) dari konsep tersebut. Ada konsep yang memiliki tingkat keabstrakan rendah (low-level abstraction), misalnya bunga, kambing, dan pabrik, sehingga konsep-konsep ini telah mendekati tingkatan konkret. Namun ada konsep yang memiliki tingkat keabstrakan tinggi (higher-level abstraction), misalnya kebebasan, penghargaan, dan kecerdasan, yang hanya dapat dipahami oleh kemampuan tertentu, seperti kemampuan bahasa, ketajaman rasa, penyesuaian diri, dan kemampuan belajar. Kedua, kompleksitas (complexity). Konsep memiliki perbedaan dalam jumlah atribut (ciri-ciri, indikator) yang diperlukan untuk menjelaskan konsep tersebut. Semakin banyak atribut yang diperlukan untuk menjelaskan konsep, semakin kompleks konsep tersebut. Misalnya, konsep kucing, mungkin dapat didentifikasi dari beberapa atribut, seperti berkaki empat, berbulu lembut, bercakar, suara mengeong, dsb), tetapi untuk konsep kebudayaan tentunya memerlukan banyak sekali atribut sehingga konsep kebudayaan, patriotisme, demokrasi, keadilan termasuk konsep-konsep yang kompleks. The more complex a concept is, the greater its capacity to organize and synthesize large numbers of simpler concepts and specific facts. (1980:100). Ketiga, pembedaan (differentiation). Konsep juga berbeda dalam ciri dasar yang dapat ditafsirkan berbeda-beda sehingga masih perlu dijelaskan lagi. Misalnya, konsep kekayaan tentu mengandung multi penafsiran karena konsep tersebut dapat berupa 60
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
tanah, uang, rumah, alat rumah tangga, emas, dan sebagainya. Bandingkan dengan konsep obeng, tentu konsep ini akan mudah diidentifikasi.
Keempat, pemusatan dimensi (centrality of dimensions). Makna sebuah konsep diperoleh dari satu atau dua atribut penting yang merujuk pada ciri utama dari ide yang diwakili oleh konsep. Misalnya, konsep wisatawan akan terkait dengan atribut kunci travel, bersenang-senang, dan hotel.
Timbul pertanyaan, sebetulnya kita belajar mengenal konsep-konsep itu untuk apa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut Fraenkel (1980:101-104) telah mengidentikasi kegunaan konsep bagi kehidupan manusia sebagai berikut. Pertama, konsep itu berguna untuk membantu mengatasi kerumitan lingkungan dan melakukan efisiensi dan efektivitas bagi manusia. Hal ini bisa kita fahami karena informasi-informasi itu kian terus bertambah banyak dan semuanya harus diidentifikasi dalam simbol-simbol yang dapat disepakati. Fraenkel (1980:101) menyatakan Through concepts, we simplify and order the varying perceptions that we receive through our senses. Konsep-konsep dapat disusun dengan cara mereduksi informasi-informasi tersebut menurut proporsi-proporsi yang dapat ditangani. Konsep dapat meliputi kelompok objek tertentu, peristiwa-peristiwa, individu-individu, atau ide-ide.
Kedua, konsep membantu mengenali dan memahami bermacam-macam objek yang ada di sekitar kita. Fraenkel (1980:102) menyatakan When an individual identifies an object, he places it into a class. Sehingga dalam klasifikasi (kategorisasi) tersebut begitu nampak persamaan dan perbedaannya. Misalnya, ketika orang lain mengatakan panitia ad hoc atau rapat komisi, maka ia akan langsung melakukan identifikasi, klasifikasi, dan menghubungkan istilah tersebut dengan lembaga negara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan mengenal konsep, seseorang akan terhindar dari salah identifikasi atau miskonsep yang dapat menimbulkan persepsi yang keliru dan fatal. Ketiga, konsep dapat berfungsi untuk mereduksi keperluan yang sering dikatakan berulang-ulang terhadap sesuatu kajian yang serupa dan sudah diketahui. Misalnya, ketika orang sudah mengetahui konsep legislatif, maka ia akan menggunakan konsep tersebut untuk DPR, DPRD I di Propinsi, dan DPRD II di Kabupaten / Kota.
Keempat, konsep dapat membantu untuk memecahkan masalah. Dengan menempatkan objek-objek, individu-individu, peristiwa-peristiwa, ataupun ide-ide kedalam kategorikategori yang benar, kita dapat memperoleh beberapa wawasan bagaimana menangani sesuatu masalah tertentu yang dihadapi. Misalnya, seseorang yang mengetahui bahwa ia seorang ahli hukum, maka ia akan hati-hati dalam berbicara dan tidak mudah sembarang menuduh atau tindakan serupa lainnya yang berargumen berdasarkan hukum. Kelima, konsep juga berguna untuk menjelaskan (eksplanasi) sesuatu yang dianggap rumit ataupun memerlukan keterangan yang cukup panjang dan rinci. Banyak konsepkonsep yang kita ketahui sekarang diperoleh melalui proses pembelajaran ataupun
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
61
pengenalan dari konsep-konsep sebelumnya yang dianggap baru. Dengan demikian konsep bisa dijadikan alat (tools) yang mengandung karakteristik-karakteristik umum untuk dianalisis sekalipun rumit. Misalnya, konsep negara, tentu memerlukan penjelasan yang memadai, karena kriteria untuk konsep negara tidaklah cukup hanya dengan kriteria wilayah dan penduduk belaka, melainkan harus disertai syarat-syarat lainnya.
Keenam, konsep sebagai stereotipe (stereotypes), artinya bahwa mungkin konsep itu memberikan konotasi negatif. Hal ini terjadi ketika antara dua atau lebih kelompok manusia baik etnis, suku, atau bangsa saling berinteraksi dengan memberikan label tertentu kepada etnis, suku, atau bangsa lain dengan karakteristik tertentu yang berkonotasi negatif. Di Indonesia juga sering kita dengar ungkapan-ungkapan yang bernada stereotipe. Contohnya: Jawa koek, Cina licik, Padang bengkok, Orang Batak si tukang copet, dan sebagainya. Bahkan dikalangan orang Barat-pun stereotipe dan etnosentrisme pernah hidup dan berkembang sebagaimana yang disebut Huntington (1998: 66) bahwa In the nineteenth century the idea of the white mans burden helped justify the extension of Western political and economic domination over non-Western societies yang pada gilirannya melahirkan imperialisme dan kolonialisme terhadap bangsa-bangsa kulit berwarna. Ketujuh, konsep mewakili gambaran kepada kita tentang realitas dan dunia kita sendiri. Menurut Fraenkel, kita sulit berpikir atau bahkan berpendapat tanpa konsep. Lebih lanjut dinyatakan We could not communicate, create a society, or carry out anything but the simplest and most animalistic behavior without them. (Fraenkel, 1980: 103). Tujuh manfaat konsep ini tidak diragukan lagi kontribusinya terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan komunikasi dalam berbagai konteks kehidupan warga negara dan manusia umumnya. Demikianlah beberapa penjelasan tentang fakta dan konsep beserta contohcontohnya yang akan banyak ditemui dan bermanfaat dalam memahami dan menguasai materi PKn. Seorang calon guru atau guru profesional khususnya dalam bidang PKn dituntut untuk selalui melakukan pengkajian secara terus menerus mendalami dna memperluas wawasan terkait dengan materi PKn. Isi materi pembelajaran PKn snagat dinamis dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan bangsa dan negara terutama masalah politik dan hukum. Dua unsur ini sangat banyak memberikan warna dan pengaruh terhadap isi materi pembelajaran PKn.
Mengapa demikian?
Konsep kewarganegaraan yang berasal dari kata warga negara pada hakikatnya, membahas tentang hubungan warga negara dengan negara atau pemerintah dalam arti yang luas. Dalam hubungan tersebut sudah pasti terkait dengan masalah kepentingan, hak dan kewajiban, kekuasaan, peraturan hukum, dan konsep-konsep kenegaraan lainnya. 62
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
Bagaimana agar hubungan yang terkait dengan kepentingan hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan harmonis untuk mencapai tujuan nasional? Dua unsur penting, hukum dan politik, harus dapat berjalan secara sinergis.
Kehidupan yang tertib, aman, dan damai merupakan bentuk kehidupan yang dicitacitakan oleh umat manusia. Untuk mewujudkan bentuk kehidupan tersebut, dibuatlah norma-norma perilaku yang disepakati bersama sebagai panduan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu norma yang dibuat untuk mengatur perilaku individu dalam masyarakat adalah norma hukum, yakni hukum negara. Disamping norma hukum terdapat sejumlah norma lainnya yang juga berfungsi untuk mengatur perilaku individu dalam masyarakat. Norma-norma tersebut antara lain meliputi norma kesopanan, adat-istiadat, kebiasaan, kesusilaan, dan norma agama.
Kesadaran akan adanya norma yang mengatur perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat sangat penting untuk ditanamkan kepada setiap individu sejak usia dini. Oleh sebab itu, pendidikan hukum sebagai salah satu bentuk upaya penanaman kesadaran akan norma tingkah laku dalam masyarakat, dipandang sangat strategis untuk diberikan pada seluruh jenis dan jenjang pendidikan persekolahan. Tidak mungkin kita dapat mengharapkan tumbuhnya kesadaran dan kepatuhan hukum dari setiap individu warga negara tanpa upaya yang sadar dan terencana melalui proses pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Penanaman nilai-nilai dan normanorma sosial kemasyarakatan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses sosialisasi anak menuju realita kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat. Program pendidikan hukum (law-related education) di persekolahan hendaknya diarahkan untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan agar mereka kelak dapat berpartisipasi secara efektif dalam lembaga-lembaga hukum. Tujuan utama dari pendidikan hukum, seperti dikemukakan oleh Banks (1977: 258-259), adalah untuk membantu siswa mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memperoleh hak-hak hukumnya secara maksimum dalam masyarakat. Di samping itu, setiap warga negara memikul tanggung jawab atas terciptanya sistem hukum yang bekerja secara efektif dan adil. Para siswa hendaknya dibelajarkan untuk memperoleh kemampuan mengkaji persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kesenjangan-kesenjangan yang acapkali terjadi antara cita-cita hukum dengan kenyataan, dan bagaimana kesenjangan tersebut dapat diatasi. Program pendidikan hukum di persekolahan bukan merupakan program yang berdiri sendiri melainkan merupakan bagian dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan dapat berfungsi pula sebagai pendidikan hukum. Menurut Banks (1977: 259), pendidikan hukum memuat tujuantujuan sebagai berikut. Sebagai hasil dari pendidikan hukum, siswa diharapkan dapat:
63
1. Mengembangkan pemahaman tentang hak-hak dan tanggung jawabnya yang ditegaskan dalam konstitusi. 2. Memahami tuntutan masyarakat akan peraturan dan hukum, sumber-sumber hukum, perubahan hukum, dan sanksi hukum. 3. Memahami berbagai aspek hukum sipil yang mempengaruhi kehidupannya - hukum perkawinan dan perceraian, perjanjian/kontrak, asuransi, kesejahteraan sosial, pajak, dan lembaga bantuan hukum. 4. Memahami sistem peradilan, struktur organisasi dan fungsi lembaga penegak hukum. 5. Mengembangkan pengetahuan dan sikapnya berkenaan dengan hukum dan sistem peradilan pidana - jadi mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam sistem hukum masyarakat kontemporer. Sementara itu, Center for Civic Education (CCE) dalam National Standards for Civics and Government (1997) mengembangkan sejumlah bahan ajar yang berkaitan dengan pendidikan hukum yang dapat disampaikan melalui PKn, antara lain meliputi: (1) fungsi dan tujuan dari peraturan dan hukum, (2) kedudukan hukum dalam sistem pemerintahan konstitusional, (3) perlindungan hukum terhadap hak-hak individu, (4) kriteria untuk mengevaluasi peraturan dan hukum, (5) hak warga negara, dan (6) tanggung jawab warga negara. Pada sisi lainnya, sumbangan ilmu politik terhadap PKn sangat signifikan karena sebagian besar materi PKn terkait dengan politik. Dapatkah mengemukakan konsepkonsep PKn apa saja yang berasal dari ilmu politik? Benar, banyak sekali konsep ilmu politik dalam PKn, seperti konsep negara, pemerintah, kekuasaan, DPR, MPR, presiden, pembagian kekuasaan, rakyat, masyarakat, bangsa, dan sebagainya.
Selanjutnya, sebagai latihan, coba Anda susun sebanyak dua puluh contoh konsep ilmu politik yang relevan dengan PKn dan dapat dijadikan materi pembelajaran untuk para siswa MI.
Rangkuman
Secara harfiah, istilah materi berarti (1) substansi yang dapat menghasilkan sesuatu; (2) sesuatu yang diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu; sedangkan konten berarti the things that are contained in something (hal-hal yang ada di dalam sesuatu). Dalam konteks pembelajaran PKn istilah materi dan content dimaksudkan untuk membangun 64
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizen).
Misi utama PKn adalah membantu para siswa belajar agar menjadi warga yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air serta bertanggung jawab dan berpartisipasi di masyarakat demokratis yang majemuk baik dalam suku, bahasa, agama, budaya, maupun adat istiadat. PKn sebagai mata pelajaran di sekolah sangat bertanggung jawab untuk menjadikan warga negara yang cerdas dan baik dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Ada tiga sumber yang dapat diidentifikasi dalam mengorganisasikan sumber PKn, yakni: (1) informal content yang dapat ditemukan dalam kegiatan masyarakat tempat para siswa berada; (2) the formal disciplines meliputi geografi penduduk, sejarah, ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, psikologi sosial, jurisprudensi, filsafat dan etika serta bahasa; (3) the responses of pupils ialah tanggapan-tanggapan siswa baik yang berasal dari informal content (events) maupun dari formal disciplines (studies).
Ada dua unsur yang menjadi fokus materi pembelajaran PKn yang penting untuk jenjang Madrasah Ibtidaiyah, yakni fakta (peristiwa, kasus aktual) dan konsep baik yang konkrit maupun abstrak. Fakta merupakan abstraksi dari kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji kebenarannya secara empiris. Sedangkan konsep merupakan abstraksi, suatu konstruksi logis yang terbentuk dari kesan, tanggapan dan pengalaman-pengalaman kompleks. Fakta menekankan pada kekhususan, maka konsep memiliki ciri-ciri umum (common characteristics) yang sudah tentu pengertian konsep lebih luas daripada fakta.
Ada empat kualifikasi yang dapat diterapkan untuk menguji apakah suatu konsep telah memenuhi persyaratan, yakni: (1) tingkat keabstrakan (degree of abstraction) dari konsep tersebut; (2) kompleksitas (complexity; (3) pembedaan (differentiation); dan (4) pemusatan dimensi (centrality of dimensions).
65
TES FORMAtIf 1
Lingkarilah salah satu kemungkinan jawaban pada setiap butir pertanyaan yang menurut Anda paling tepat.
1. Secara harfiah, istilah materi berarti .... A. hal-hal yang ada dalam sesuatu B. substansi yang dapat menghasilkan sesuatu C. aktivitas untuk tujuan tertentu D. sesuatu yang diabaikan
2. Misi utama PKn yang berbeda dari mata pelajaran lainnya adalah bahwa PKn menekankan pada .... A. pembentukan warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air B. pembentukan warga masyarakat yang demokratis C. pembentukan warga yang berjiwa toleran dan peduli terhadap orang lain D. pembentukan warga yang mampu menganalisis masalah sosial kemasyarakatan
3. Sumber materi pelajaran PKn yang diperoleh dari surat kabar tentang aktivitas anggota parlemen atau lembaga negara, dapat dikategorikan sebagai... A. formal content B. respon siswa C. informal content D. upaya guru
4. Sumber materi pelajaran PKn yang diperoleh dari teori ilmu politik, dapat dikategorikan sebagai... A. formal content B. respon siswa C. informal content D. upaya guru 5. Para siswa hendaknya belajar menjadi warga negara yang produktif di daerahnya, berguna (useful) bagi bangsanya, dan berpikir kewarganegaraan (civic-minded) ketika hidup dalam konteks global. Untuk mencapai itu semua, maka pendekatan yang paling tepat diterapkan adalah .... A. ekspositori B. kontekstual C. lingkungan D. simulasi 66
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
6. Abstraksi dari kenyataan yang diamati yang sifatnya terbatas dan dapat diuji kebenarannya secara empiris disebut .... A. data B. fakta C. konsep D. generalisasi
7. Pernyataan: UUD 1945 disahkan pertama kali oleh PPKI dalam sidangnya pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan ..... A. teori B. generalisasi C. konsep D. fakta
8. Konsep wisatawan akan terkait dengan atribut kunci travel, bersenang-senang, dan hotel. Kualifikasi konsep ini termasuk .... A. tingkat keabstrakan (degree of abstraction) B. kompleksitas (complexity) C. pembedaan (differentiation) D. pemusatan dimensi (centrality of dimensions) 9. Konsep itu berguna untuk membantu mengatasi kerumitan lingkungan dan melakukan efisiensi dan efektivitas bagi manusia. Hal ini dikemukakan oleh.... A. Kagan B. Schwab C. Fraenkel D. Banks
10. Kehidupan yang tertib, aman, dan damai merupakan bentuk kehidupan yang dicitacitakan oleh umat manusia, dan ini menjadi bagian dari PKn sebagai ... A. pendidikan hukum B. pendidikan nilai C. pendidikan karakter D. pendidikan konstitusi
67
Cocokkanlah hasil jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian belakang modul ini, kemudian hitunglah tingkat penguasaan Anda terhadap materi kegiatan belajar 1 dengan mempergunakan rumus di bawah ini. Rumus: Tingkat penguasaan = ---------------------------------------------- x 100 % 90 % - 100 % = baik sekali 80 % - 89 % = baik 70 % - 79 % = cukup < 70 % = kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus! Tetapi kalau tingkat penguasaan Anda kurang dari 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai. 10 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai: Jumlah jawaban Anda yang benar
68
Pendidikan kewarganegaraan adalah bidang kajian yang bersifat multifaset dengan konteks lintas bidang keilmuan yang bersifat interdisipliner/ multidisipliner/ multidimensional. Namun secara filsafat keilmuan bidang studi ini memiliki objek kajian pokok ilmu politik, khususnya konsep demokrasi politik (political democracy) untuk aspek hak dan kewajiban (duties and rights of citizen). Dari objek kajian pokok inilah berkembang konsep Civics yang secara harfiah diambil dari bahasa latin civicus, yang artinya warga negara pada jaman Yunani kuno. Kemudian secara akademis diakui sebagai embrionya civic education. Selanjutnya di Indonesia hal ini diadaptasi menjadi pendidikan kewarganegaraan (PKn). Secara metodologis PKn sebagai suatu bidang keilmuan merupakan pengembangan salah satu dari lima tradisi social studies yakni transmisi kewarganegaraan (citizenship transmission).
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
Pada kegiatan belajar 2 ini akan diuraikan tentang pengembangan pembelajaran PKn di Madrasah Ibtidaiyah. Masalah ini sangat penting bagi Anda calon guru kelas di MI mengingat sampai saat ini masih banyak guru yang belum mahir dalam mengembangkan materi pembelajaran secara layak, yakni sesuai dangan tuntutan perkembangan jaman dan kebutuhan siswa.
69
Numan Somantri (2001) menyatakan bahwa obyek studi Civics dan Civic Education adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Kata kunci dari pengertian ini adalah warga negara dalam hubungannya dengan pihak lain yang dimaksud adalah negara. Hal ini sejalan dengan kajian yang telah dilakukan terdahulu bahwa pada hakikatnya obyek kajian PKn adalah perilaku warga negara (Sapriya, 2007). Dalam lokakarya metodologi Pendidikan Kewarganegaraan tahun 1973 dikemukakan bahwa obyek studi Civics adalah: (1) tingkah laku, (2) tipe pertumbuhan berpikir, (3) potensi yang ada dalam setiap diri warga negara, (4) hak dan kewajiban, (5) cita-cita dan aspirasi, (6) kesadaran (patriotisme, nasionalisme, saling pengertian internasional, moral Pancasila), dan (7) usaha, kegiatan, partisipasi, dan tanggung jawab.
Dengan demikian, apabila fokus kajian di arahkan pada bidang telaahnya, maka sebenarnya ontologi PKn yang esensial adalah perilaku warga negara. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa perilaku warga negara itu sangat kontekstual sehingga bidang kajian ini merupakan konteks dimana warga negara itu hidup dan berada. Konteks perilaku yang dimaksud adalah perilaku yang ditunjukkan oleh individu dalam suasana atau kondisi tertentu. Misalnya, bagaimana individu sebagai warga negara ketika ia berperilaku di rumah karena ia sebagai anggota keluarga (member of family); bagaimana individu berperilaku, berpikir, bekerja, berbuat sebagai anggota kelas di sekolah karena ia adalah warga sekolah (school citizen). Kemudian bagaimana ia berperilaku di masyarakat sebagai anggota masyarakat demokratis atau madani, apakah anggota partai politik, apakah anggota organisasi kemasyarakatan.
Dilihat dari fenomena PKn sebagai kajian perilaku warga negara maka semakin tampak bahwa ruang lingkup telaahnya begitu luas. Kajian yang berpusat pada perilaku warga negara dapat dipandang dari berbagai dimensi yang lebih spesifik daripada tiga dimensi di atas. Warga negara merupakan individu yang dapat dipandang dari berbagai dimensi seperti psikologis, sosial, politik, normatif, antropologis dan dimensi lain sehingga dapat dinyatakan dengan sifat multidimensional. Perilaku warga negara sebagai pribadi maupun anggota masyarakat berada dalam lingkup sebuah organisasi, sebagai pengikat dan sekaligus yang memberi ruang untuk melakukan perbuatan. Organisasi yang dimaksud tersebut adalah negara sebagai organisasi tertinggi. Dalam hal ini, secara ontologis, sumber adanya PKn itu adalah negara dalam konteks yang luas. Sebuah negara dalam pengertian modern yang sesuai dengan hasil kesepakatan internasional (Misalnya, Konvensi Montevideo 1933) meliputi empat unsur, yakni: (1) ada unsur manusia atau rakyat; (2) ada unsur tanah air atau wilayah; (3) ada unsur pemerintah; dan (4) ada unsur pengakuan (atau kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara atau subyek hukum bukan negara). Keberadaan negara bersifat dinamis dan dapat berkembang. Misalnya, jauh sebelum berdiri negara Kesatuan Republik Indonesia, mungkin hanya ada nusantara, sedangkan penduduk atau 70
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
penghuni umumnya adalah pendatang dari wilayah lain. Secara kultural, kekayaan budaya dan adat istiadat merupakan bagian utuh dari penduduk Asia dan bagian umat manusia. Kemudian, adanya negara Indonesia karena ada proklamasi. Sebelum proklamasi, di wilayah nusantara pernah ada kerajaan-kerajaan, kemudian kerajaan dijajah Belanda pada abad ke-16. Lalu ada aksi berjuang, lalu ada merdeka 17 Agustus 1945. Konsep ada itu adalah prosesnya. Oleh karena itu, keberadaan bangsa dan negara merdeka, kondisi manusia Asia yang bersifat multietnis dan multikarakter merupakan aspek sosiologis dan psikologis-historis sebagai kajian ontologi PKn yang dapat dijadikan untuk pembentukan pengetahuan, sikap dan perilaku warga negara yang mendukung bagi pembangunan bangsa. Aspek emosional seperti rasa kebangsaan (nationalism) dan cinta tanah air (patriotism) bahkan dengan mengetahui dan memahami diri secara sosiologis dan historis akan dapat membangun kesadaran diri sebagai warga negara.
Persoalan berikutnya yang dihadapi PKn saat ini adalah masalah perubahan kebijakan nasional tentang otonomi di bidang pendidikan yang berdampak luas hingga berpengaruh juga terhadap kebijakan kurikulum. Dengan peraturan baru tersebut, dimungkinkan bahwa kurikulum berdiversifikasi. Dalam konteks NKRI tentu kita tidak
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
71
mengharapkan terjadinya diversifikasi kurikulum khususnya untuk PKn. Apakah boleh PKn itu terbelah, terpecah menjadi 340 model PKn Kabupaten/Kota? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita lihat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 35 yang menyatakan tentang standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Aturan ini telah secara jelas menegaskan bahwa diversifikasi mungkin terjadi bahkan tak dapat dihindari tetapi semuanya tidak boleh menyimpang dari standar-standar yang telah dirumuskan dalam ketentuan perundangan tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam mengangkat dimensi PKn sebagai program kurikuler memang tidak dapat diabaikan pembahasan tentang isi, proses dan kompetensi lulusan. Pertanyaannya adalah apa yang harus sama dan apa yang boleh berbeda. Untuk menjaga dan mengendalikan mutu dipandang dari sudut kebutuhan peserta didik, maka kompetensi lulusan harus sama. Misalnya, salah satu kompetensi warga negara yang harus dikembangkan adalah kemampuan mengambil keputusan, decision making competence atau decision making skills. Hal ini tidak mungkin berbeda, artinya semua warga negara harus mempunyai kemampuan mengambil keputusan. Demikian pula kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving skills) dan kemampuan menggunakan mass media untuk membuat keputusan. Melalui kajian apa kemampuan pengambilan keputusan itu, semuanya diserahkan kepada tiap satuan pendidikan untuk menyesuaikannya dengan konteks kehidupan dan lingkungan masing-masing satuan pendidikan yang berbeda-beda Dengan orientasi pada kompetensi yang menjadi standar nasional, maka diharapkan tujuan dari adanya kebijakan otonomi pendidikan akan terwujud. Iklim kompetisi akan semakin berkembang yang pada akhirnya akan mengarah pada peningkatan mutu pendidikan dan mutu lulusan.
Pertanyaan berikutnya: apakah isi (content) PKn itu harus sama? Dalam pelaksanaan kebijakan otonomi pendidikan, tentu ada perbedaan dari pelaksanaan kebijakan pendidikan sebelumnya yang umumnya bersifat sentralistis. Dengan adanya kewenangan penyusunan kurikulum oleh satuan pendidikan masing-masing, maka memungkinkan tiap satuan pendidikan untuk menentukan isi (content) PKn sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan peserta didik yang ada di satuan pendidikan masing-masing. Kondisi ini tentu saja berbeda-beda, misalnya kalau PKn itu untuk Irian Jaya tentu berbeda isinya dengan PKn untuk DKI Jakarta. Perbedaan itu disebabkan oleh adanya perbedaan konteks atau situasi sosial budaya di Irian Jaya dan Jakarta. Artinya muatan isi mata pelajaran yang harus dikembangkan berbeda, tetapi bagaimana muatan itu di proses sehingga menghasilkan kemampuan mengambil keputusan mungkin sama. Jadi yang berbeda sebenarnya adalah muatan pengambilan keputusannya. Dengan demikian, perbedaannya terdapat pada proses dan isi (content) nya. Content ini pun harus dibedakan, ada content yang sifatnya structural formal, ada content informal atau termasuk kelompok isi yang diperoleh dari 72
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan [PKn]
tentang Konstitusi Negara Republik Indonesia (UUD 1945) maka semua orang harus sumber sosial kultural. yang bersifat structural formal merupakan yang tidak bicara sama. DenganContent demikian, content yang bersifat structural formal ini isi merupakan boleh ditawar (unnegotiated, given) sehingga content ini harus sama untuk seluruh siswa, content perekat, pemersatu bangsa yang akan memperkuat semangat nasionalisme seluruh sekolah, seluruh kabupaten/kota, seluruh propinsi dan seluruh bangsa. Ketika Indonesia danmisalnya, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Indonesia Sedangkan content guru berbicara, tentang Konstitusi Negara Republik (UUD 1945) maka semuabersifat orang harus bicara sama. Dengan demikian,tempat contentdimana yang bersifat informal kontekstual tergantung lingkungan siswa structural berada. formal ini bagaimana merupakan content perekat, pemersatu akan memperkuat Namun, perilaku warga negara terjadi dan bangsa dibentukyang dalam pembelajaran di semangat nasionalisme Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). berbagai konteks pasti berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan dalam Sedangkan content informal bersifat kontekstual tergantung lingkungan tempat dimana pembelajaran PKn ini dapat dilihat perilaku tabel di bawah ini. siswa berada. Namun, bagaimana warga negara terjadi dan dibentuk dalam pembelajaran di berbagai konteks pasti berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan dalam pembelajaran PKn ini dapat dilihat tabel di bawah ini. Tabel: Jenis Muatan Isi Pembelajaran PKn