Вы находитесь на странице: 1из 22

Web hosting Custom Email SiteBuilder

INFID Publication Page


Edi Cahyono's Page

Bank Dunia Dan Kemiskinan


Carlos A. Heredia1)
Equipo Pueblo

Peter Bosshard, Carlos Heredia,


David Hunter, Frances Seymour
I. Latar Belakang
Judul asli: Lending Credibility: Menurut Human Development Report 1995, yang dikeluarkan
New Mandates and Partnerships
for the World Bank.
oleh UNDP, sebesar 1,3 miliar penduduk di negara berkembang
Copyrights: World Wildlife Fund
hidup dalam kemiskinan, dan hampir 800 juta di antaranya
(WWF), The Berne Declaration, tidak menderita kurang pangan. Laporan yang sama
Equipo Pueblo, Center For
International Environtment Law
memperlihatkan perbedaan tingkat laju pertumbuhan di suatu
(CIEL). negara, antar-negara, dan antara laki-laki dan perempuan. Asia
1996 Timur dan Pasifik merupakan kawasan yang mengalami
Edisi Indonesia diterbitkan oleh penurunan baik jumlah penduduk miskin absolut maupun
INFID
persebaran penduduknya relatif; sementara itu, di tempat lain,
Edisi I: Juni 1999 yakni kawasan Selatan justru mengalami peningkatan baik
kemiskinan absolut maupun kemiskinan relatif. Perhitungan
Bank Dunia menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di
Pengantar Amerika Latin dan Karibia secara signifikan lebih rendah
daripada yang terjadi di tahun 1975, dan negara-negara di
kawasan Gurun Sahara Afrika mengalami kemunduran seperti
Tinjauan Umum pada tahun 1960.
Banyak pihak menganggap bahwa Bank Dunia secara langsung
Bank Dunia Dan
Kemiskinan
telah menjadi penyebab utama meningkatnya kesenjangan dan
ketimpangan sosial di suatu negara dan antar negara; atau dapat
Bank Dunia Dan
dikatakan bahwa Bank Dunia telah gagal melakukan usaha-
Keberlanjutan usaha pengentasan kemiskinan melalui program dan kebijakan
Lingkungan pemberian bantuan. Tujuan penulisan makalah ini adalah
memberi ikhtisar perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini dan
Peran Bank Dunia perkembangan-perkembangan sehubungan dengan kinerja
dalam Pemberdayaan Bank Dunia dalam mengentaskan kemiskinan. Tekanan secara
Pemerintahan,
khusus diberikan pada masalah ekonomi makro dengan
Masyarakat Sipil dan Hak
Asasi Manusia sejumlah contoh yang diambil dari pengalaman Meksiko dan
Amerika Latin secara umum. Makalah ini dimulai dengan
ringkasan aneka ragam kritik terhadap Bank Dunia, diikuti
Pinjaman Group Bank dengan penjelasan tentang strategi Bank Dunia dalam
Dunia Terhadap Sektor menurunkan angka kemiskinan sekarang ini. Makalah diakhiri
Swasta: Issue dan dengan diskusi tentang bagaimana tantangan-tantangan itu
Tantangan dihadapi oleh Bank Dunia agar menjadi sarana yang lebih
efektif untuk mengurangi angka kemiskinan.
Kemungkinan
Kerjasama Dengan Bank II. Kritik terhadap Peran Bank Dunia
Dunia: Kriteria dan Kritik terhadap pendekatan Bank Dunia atas kemiskinan
Contoh Gagasan memiliki beberapa bagian. Pada level proyek, analisis Bank
Dunia sendiri menunjukkan bahwa sejumlah proyek yang
Penulis mendapat bantuan dari Bank Dunia, terutama pemindahan
penduduk secara paksa, menyebabkan naiknya tingkat
kemiskinan jutaan manusia di negara-negara peminjam pada
Home tahun-tahun belakangan ini.2) Bank Dunia juga dikritik secara
tajam karena kegagalannya memasukkan perspektif gender ke
Link
dalam cara-cara kerjanya, meskipun kenyataan menunjukkan
Marx-Engels Page bahwa porsi terbesar dari orang-orang miskin adalah kaum
perempuan (Lihat boks tentang "Gender dan Bank Dunia"
Back
dalam tinjauan umum makalah ini). Pada level pinjaman,
pengurangan kemiskinan tidak tampak menduduki kekuatan
penentu dalam menyeleksi proyek. Hanya pada tahun-tahun
belakangan ini, Bank Dunia memiliki investasi dalam
"pengembangan modal manusia" yang dapat dilihat dari porsi
pinjaman Bank Dunia, dan pada tahun 1995 hanya 24 persen
dari komitmen pinjaman baru dapat digolongkan sebagai
ditujukan untuk kaum miskin.
Secara lebih umum lagi, Bank Dunia disalahkan karena
mengadopsi sebuah pendekatan pemberian kompensasi untuk
mengurangi kemiskinan sebagai sesuatu yang melekat dalam
pertumbuhan ekonomi, daripada mengupayakan pengentasan
kemiskinan sebagai suatu usaha sentral dari seluruh cara
kerjanya. Sementara itu, berbagai kritik menyatakan bahwa
ekspansi ekonomi mungkin sebuah kondisi yang dibutuhkan
untuk mengurangi kemiskinan, dan itu tidak sepenuhnya
diperlukan. Mereka membantah bahwa banyak prakarsa Bank
Dunia mengenai kemiskinan baru-baru ini mengarah kepada
gejala kemiskinan ketimbang mengarah kepada akar
strukturalnya. Beberapa sumber terdaftar pada boks 13, "Akar-
Akar Kemiskinan Struktural".
Kritik kepada Bank Dunia sekarang ini difokuskan pada level
kebijakan ekonomi makro yang ketika bergandengan dengan
program-program pemberian ganti rugi untuk masyarakat
miskin kadang-kadang memperburuk kemiskinan dan
ketimpangan-paling tidak untuk jangka pendek-suatu negara
dan antarnegara. Dalam model yang sama, dunia sedang
mengalami proses globalisasi ekonomi dan itu dapat dikatakan
pula bahwa ada globalisasi kemiskinan. Satu dari lima
penduduk bumi menghasilkan dan menikmati 85 persen
pendapatan per kapita dunia. Beberapa pihak beralasan bahwa
restrukturisasi ekonomi dunia yang berada di bawah arahan
Bank Dunia dan IMF telah mengingkari kesempatan negara-
negara berkembang untuk membangun ekonomi nasional yang
sehat dan mengurangi kemiskinan global dan ketimpangan.
Promosi Program Penyesuaian struktural (SAP) Bank Dunia,
dan kegagalannya mengarahkan masalah utang, telah menjadi
bahan perdebatan tentang mandat Bank Dunia dalam
pengurangan angka kemiskinan. Program SAP sekarang
diterapkan di lebih seratus negara, terlihat dari banyaknya
transformasi negara-negara berkembang menjadi pemasok
tenaga kerja murah dan sumber daya alam untuk
didayagunakan oleh ekonomi internasional. Sementara itu,
pelayanan akumulasi jumlah pinjaman bagi suatu kebocoran
keuangan secara drastis menyusutkan sumber daya yang
tersedia dalam memerangi kemiskinan. Masalah yang relatif
baru adalah bagaimana promosi Bank Dunia berupa liberalisasi
dan swastanisasi pasar berpengaruh terhadap kemiskinan dan
ketimpangan di negara-negara transisi Eropa Tengah, Eropa
Timur, dan bekas Uni Soviet. Akhirnya, ada keprihatinan
bahwa kesediaan Bank Dunia melayani kepentingan elite
politik dan ekonomi merusak efektivitasnya sebagai agen
pembangunan dalam menghapus kemiskinan. Ada empat
masalah yang akan dibicarakan secara jelas berikut ini.

BOKS 13 : AKAR Struktural dari KEMISKINAN


Apa penyebab utama kemiskinan?
Secara konvensional, pendapat umum melacak sebab-sebab
kemiskinan pada watak dan perilaku orang miskin itu sendiri.
Bagaimanapun, ihwalnya semakin jelas bahwa
pemberantasan kemiskinan tidak saja menjadi keinginan dari
pihak rakyat miskin itu sendiri, akan tetapi lebih merupakan
tugas yang harus ditangani oleh pemerintah, sektor swasta,
organisasi kemasyarakatan, dan lembaga-lembaga
multilateral dengan cara disepakati bersama. Sebab-sebab
kemiskinan struktural, yang dipengaruhi oleh hal-hal ini,
mencakup:
• Kurangnya demokrasi: hubungan kekuasaan yang
menghilangkan kemampuan warga negara atau
suatu negara untuk memutuskan masalah yang
menjadi perhatian mereka;
• Kurangnya memperoleh alat-alat produksi (lahan
dan teknologi) dan sumber daya (pendidikan, kredit
dan akses pasar) oleh mayoritas penduduk;
• Kurangnya mekanisme yang memadai untuk
akumulasi dan distribusi
• Disintegrasi ekonomi nasional, yang berorientasi
memenuhi pasar asing daripada pasar domestik;
• Pengikisan peran pemerintah sebagai perantara
dalam meminimalkan ketimpangan sosial,
contohnya melalui swastanisasi program-program
sosial
• Eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam
dan tercemarnya ekosistem yang secara tidak
proporsional berdampak kepada orang miskin; dan
• Kebijakan-kebijakan yang menyebabkan
monopolisasi ekonomi dan polarisasi masyarakat,
yang memacu bertambahnya penumpukan
pendapatan dan kesejahteraan.
Kritik menyatakan bahwa Bank Dunia harus mengarahkan
faktor-faktor tersebut ke dalam program bantuan
pinjamannya dan kebijakannya daripada mengandalkan
pendekatan yang bersifat kompensasi untuk mengurangi
kemiskinan.

PENYESUAIAN STRUKTURAL (SAP)


Mula-mula Bank Dunia memulai pemberian pinjaman
penyesuaian pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an,
sebagai respons atas shok minyak yang kedua dan krisis hutang
yang mengkhawatirkan yang membuat defisit anggaran dan
neraca pembayaran di beberapa negara peminjam. Pinjaman
penyesuaian struktural adalah pengeluaran dana secara cepat
dan berhubungan dengan perbaikan kebijakan ketimbang
dengan investasi dalam proyek-proyek khusus. Tujuan
pemberian pinjaman penyesuaian struktural menurut Corbo dan
Fischer (1992) adalah, "untuk mencapai stabilisasi ekonomi
makro jangka panjang dan transformasi struktural ekonomi
dengan mendasarkan pada sebab-sebab mendasar krisis
ekonomi di suatu negara". Setelah melewati waktu sepuluh
tahun, pinjaman penyesuaian telah berjumlah sekitar
seperempat pinjaman yang dicairkan oleh Bank Dunia, dan
mencapai tataran jenis pinjaman tertinggi bagi beberapa negara.
Kritik dari luar dan Bank Dunia berselisih pendapat tentang
hubungan penyesuaian struktural dan kemiskinan. Bank Dunia
berpendapat bahwa penyesuaian struktural dibutuhkan untuk
mengembalikan negara-negara pada jalur pertumbuhannya,
yang, setidaknya dalam jangka panjang, akan menaikkan
pendapatan dan kesempatan kerja. Karena beberapa perubahan
kebijakan tiba-tiba telah menyebabkan beban lebih berat bagi
sektor paling miskin dalam masyarakat, Program SAP Bank
Dunia mendapat kritik tajam karena telah memperparah
kemiskinan, walaupun sebenarnya diharapkan akan mengurangi
angka kemiskinan. Pada tahun 1987, UNICEF
mempublikasikan sebuah laporan yang menunjukkan
bagaimana kebijakan penyesuaian struktural dapat merugikan
kesehatan, tingkat gizi, dan tingkat pendidikan orang-orang
miskin di negara-negara pengutang.3) Kajian-kajian lanjutan
semakin menunjukkan bagaimana penyesuaian struktural
memperparah kemiskinan, menurunkan tingkat kesehatan dan
pendidikan orang miskin, mempersulit buruh dan lapangan
pekerjaan, atau merusak lingkungan.4) Boks 14, "Penyesuaian
Struktural", memerinci elemen-elemen standar program
penyesuaian struktural, dan pertaliannya dengan kemiskinan
dan kesenjangan.
Di Meksiko, perbaikan kebijakan mengarah ke deregulasi
sektor pedesaan yang merekomendasikan swastanisasi tanah
pertanian milik bersama, penghapusan kredit pedesaan yang
tingkat suku bunganya rendah, dan penghapusan subsidi harga
untuk sembako. Menurut organisasi petani independen, hasil
dari kebijakan-kebijakan ini cukup bertentangan dengan apa
yang sebenarnya diinginkan: deregulasi telah memerosotkan
hasil panen padian-padian Meksiko dan mendorong para petani
untuk migrasi ke kota-kota dan ke Amerika Serikat. Dampak
pada masyarakat semacam ini -hancurnya "modal sosial"-tidak
tertangkap oleh indikator-indikator kinerja ekonomi makro.
HUTANG
Berpautan dengan perdebatan mengenai kaitan antara Bank
Dunia dan kemiskinan, adalah masalah hutang luar negeri.
Menurut OECD (Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan
Pembangunan), dari tahun 1982 sampai tahun 1990, total
sumber daya yang mengalir dari negara-negara maju ke negara-
negara berkembang (pinjaman baru, dana bantuan, kredit
perdagangan, dll.) adalah US$ 927 miliar, sementara
pembayaran hutang ke negara maju berjumlah US$ 1,345
miliar. Pada tahun 1995, beban hutang negara-negara
berkembang sebesar US$ 1,9 triliun, sebanyak US$ 304 miliar
dari jumlah itu (hampir mencapai 17 persen) merupakan
pinjaman kepada Bank Dunia dan IMF.
Dengan pengalihan dana dari negara donor dan dana domestik
dari investasi produktif, hutang masih tetap menjadi rintangan
terbesar untuk menghapuskan kemiskinan di negara-negara
kawasan Selatan. Ada juga dimensi politis yang terjadi, seperti:
penumpukan hutang membuat suatu pemerintah lebih
bertanggungjawab kepada negara donor daripada kepada
rakyatnya sendiri. LSM berpendapat bahwa tidak ada artinya
memberikan konsensi finansial kepada negara pinjaman kalau
dana hanya diputar lagi ke Utara dalam bentuk pembayaran
angsuran hutang, dan tidak menyediakan perubahan kebijakan.
Mereka menegaskan bahwa hanya dengan pengurangan
pinjaman di muka atau pembatalan pinjaman seluruhnya,
disertai dengan penerapan komitmen untuk mempertahankan
tingkat bantuan yang ada, akan bisa memecahkan masalah.
Jelas bahwa usaha yang kurang komprehensif untuk menjawab
masalah ini pada masa lalu telah mengalami kegagalan, bagi
setiap dolar pinjaman yang diberikan sejak tahun 1989, telah
ditambahkan tiga kalinya.
KEMISKINAN DAN KEADILAN DALAM
PEREKONOMIAN TRANSISI
Seperti diulas secara mendalam di makalah lain yang ditulis
oleh Peter Bosshard tentang pinjaman sektor swasta adalah soal
bagaimana swastanisasi mempengaruhi kemiskinan dan
keadilan, terutama pada liberalisasi ekonomi baru di Eropa
Tengah, di Eropa Timur dan negara-negara bekas Uni Soviet.
"Transisi" adalah fokus Laporan Perkembangan Dunia Bank
Dunia 1966 yang beredar dalam bentuk draf. Teks draf
mencakup diskusi yang komprehensif, dan laporan yang penuh
pemikiran, tentang pengaruh transisi pada kemiskinan dan
ketidakadilan.
Draf laporan itu juga memuat hal-hal berikut: "pembangunan
ekonomi biasanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
dan mengurangi ketimpangan. Pada ekonomi transisi ihwalnya
berbeda. Karena perubahan menuju penghasilan-yang-
ditentukan-oleh pasar, maka peningkatan ketimpangan sering
menjadi tahap pertama yang diperlukan untuk sebuah proses
perbaikan, dan tak tergantung pada hasil pertumbuhan."5)
Sebuah area penting bagi diskusi lebih lanjut ialah bagaimana
Bank Dunia dapat berbuat lebih banyak dalam merancang
kembali swastanisasi dan elemen-elemen lain dari proses
transisi dan menjamin komitmen negara-negara pinjaman untuk
memperkecil pengaruh yang merugikan bagi kemiskinan dan
kesenjangan.
MELAYANI KEPENTINGAN KAUM ELITE
KOMERSIAL DAN KEPENTINGAN ELIT POLITIK
Kritik juga telah memperlihatkan bahwa nasihat kebijakan
ekonomi makro dan pinjaman oleh Bank Dunia dan IMF berat
sebelah, lebih menguntungkan perdagangan internasional dan
kepentingan politik internasional dengan mengorbankan pasar
modal domestik dan stabilitas politik. Mereka mengajukan
alasan bahwa dalam kasus negara-negara berpenghasilan
menengah, Bretton Woods Institution meningkatkan
pelayanannya sebagai polisi untuk memastikan bahwa negara-
negara tersebut mengadopsi dan mengimplementasikan
kebijakan yang menaggapi kebutuhan pusat-pusat keuangan,
yang mengendalikan dan mengelola serta mengatur modal
swasta internasional.
Bias seperti itu dengan jelas dapat dilihat dalam kasus yang
dialami Meksiko. Di Meksiko, Bank Dunia mendorong
penghentikan kredit yang disubsidi dan mengatur kredit pada
harga pasar, yang berakibat ambruknya bank pembangunan
domestik dan pengurangan kredit yang tersedia untuk para
produsen kecil. Pada saat yang sama, Bank Dunia
memompakan US$ 1 miliar ke ekonomi Meksiko untuk
menyelamatkan bank-bank komersial pada akhir Desember
1994 saat devaluasi peso, dan tambahan pinjaman sebanyak
US$ 500 juta sampai US$ 1 miliar dalam proses pertimbangan.
Adalah sebuah ketidakkonsistenan di pihak Bank Dunia tidak
punya kemauan untuk melakukan campur tangan atas pasar
untuk tujuan pengurangan kemiskinan, sementara pada saat
yang sama, Bank Dunia memberi pinjaman terbesarnya kepada
bank-bank swasta dan para investor dan menstabilkan pasar
uang internasional.
Hal lain yang mengusik sejumlah pengamat adalah bahwa Bank
Dunia mengangkat negara-negara seperti Chile (di bawah
Pinochet) dan Indonesia sebagai model manajemen ekonomi
yang berhasil. Mereka beralasan bahwa pemerintahan yang
demokratis dan akuntabel adalah prasyarat bagi pengurangan
kemiskinan berkelanjutan, dan bahwa Bank Dunia harus
masukkan faktor-faktor tersebut ke dalam hitungan bagi
keputusan-keputusan pemberian pinjamannya (lihat makalah
penyerta oleh David Hunter tentang pemerintahan, masyarakat
sipil, dan hak asasi manusia).

Boks 14: PENYESUAIAN STRUKTURAL (SAP)


Apakah program penyesuaian struktural (SAPs) itu dan
bagaimana hubungannya dengan kemiskinan? SAPs adalah
paket kebijakan standar yang ditentukan oleh lembaga
keuangan internasional untuk setiap negara di kawasan
Selatan. Elemen-elemen paket standar dan pengaruh negatif
yang potensial bagi masyarakat miskin mencakup:
• pengurangan belanja pemerintah, yang artinya
memangkas belanja pelayanan sosial;
• pencabutan subsidi, termasuk subsidi yang
menguntungkan masyarakat miskin;
• pembatasan ketersediaan kredit, termasuk kredit
untuk para petani;
• swastanisasi perusahaan-perusahaan negara yang
dapat memacu pemusatan aset;
• liberalisasi perdagangan, yang dapat
menghancurkan kapasitas produktif domestik dan
lapangan pekerjaan;
• reorientasi ekonomi ke arah pasar ekspor yang dapat
menyediakan insentif bagi "penambangan " sumber
daya alam;
• perlucutan hambatan-hambatan, yaitu "perlakuan
nasional" untuk investasi asing, yang tidak
menguntungkan sektor swasta domestik; dan
• deregulasi pasar tenaga kerja, yang dapat menekan
upah minimum.

III. Strategi Bank Dunia tentang Kemiskinan


Semenjak era Mc Namara, para pemimpin Bank Dunia telah
memaklumkan komitmennya bahwa penurunan angka
kemiskinan adalah tujuan pokok lembaga ini. Pada tahun 1993,
Lewis Preston menyatakan: "Pengurangan kemiskinan yang
berkesinambungan adalah sasaran pokok Bank Dunia. Dan hal
itu menjadi ukuran untuk menilai kinerja kita sebagai sebuah
institusi pembangunan." James Wolfensohn membuat sebuah
komitmen pribadi untuk memperkuat kerja Bank Dunia dalam
hal pengentasan kemiskinan.
Laporan Pembangunan Bank Dunia 1990 mengeluarkan sebuah
strategi ganda pengurangan kemiskinan. Bagian pertama
meliputi "penggalakkan pertumbuhan berbasis ekspor yang
menggunakan secara efisien aset masyarakat miskin yang
paling berlimpah: tenaga kerjanya." Bagian kedua menyangkut
"penyediaan akses pelayanan sosial dasar bagi masyarakat
miskin", termasuk kesehatan dan pendidikan. Bank Dunia telah
memberi tambahan kepada strategi ganda tersebut dengan
program yang ketiga, suatu rekomendasi bahwa jaring
pengaman dan penetapan ukuran ganti rugi akan melindungi
anggota masyarakat yang paling rentan dan mudah terserang
kemiskinan.
Selama lima tahun belakangan ini, kerja analitis dan pinjaman
Bank Dunia lebih berorientasi kepada kemiskinan. Untuk
menerapkan strategi penurunan angka kemiskinan dalam
pelaksanaannya, Bank Dunia menyiapkan makalah kebijakan
"Strategi-strategi Pendukung dalam Pengurangan Kemiskinan"
(1991). Untuk mengarahkan stafnya dalam mengimplementasi
strategi ini, Bank Dunia menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan
"Buku Pegangan Pengentasan Kemiskinan" (1992). Usaha-
usaha Bank Dunia untuk menjalankan strategi ini akan
dipaparkan dengan singkat sebagai berikut ini.
PERTUMBUHAN BERBASIS PADAT-KARYA
Laporan perkembangan Bank Dunia, Implementing The Bank
Dunia’s Strategy to Redcue Poverty (1993), menyimpulkan
bahwa ada sebuah kemajuan yang signifikan dalam penurunan
angka kemiskinan di negara-negara yang telah menerapkan
kebijakan-kebijakan Bank Dunia yang efisien untuk
merangsang pertumbuhan dan menyediakan pelayanan
kebutuhan sosial dasar bagi masyarakat miskin. Laporan itu
juga menunjukkan bahwa pola pertumbuhan adalah faktor yang
penting dalam menentukan tingkat pendapatan masyarakat
miskin. Pada level negara, pencabutan distorsi-distorsi terhadap
produsen pertanian, pelonggaran peraturan yang membatasi
permintaan tenaga kerja, dan investasi pada infrastruktur fisik,
penyuluhan pertanian, dan peningkatan umber daya manusia
adalah mengurangi kemiskinan lebih cepat daripada kebijakan-
kebijakan lain, demikian menurut Bank Dunia.
Bagaimanapun, seperti pada kasus Meksiko, deregulasi
dirancang untuk merangsang pertumbuhan berdasar padat-
karya yang kadang-kadang memiliki konsekuensi-konsekuensi
yang tidak baik. Selain itu, kebijakan penyesuaian struktural
bahkan tidak diterapkan lintas bidang, yang mengindikasikan
kemauan politik selektif Bank Dunia kepada negara-negara
peminjam. Sebagai contoh, laporan Bank Dunia tentang
penyesuaian struktural di Afrika menunjukkan bahwa meskipun
tampak beberapa kemajuan, kebanyakan negara masih
melakukan pengenaan pajak yang tinggi bagi para petani
melalui dewan tata niaga dan nilai tukar yang berlebihan.6)
Laporan Bank Dunia hanya sedikit yang membicarakan
bagaimana Bank Dunia memacu proyek padat-karya daripada
pertumbuhan padat-modal, dan pada kasus sektor energi
(dibahas pada makalah penyerta oleh Frances Seymour tentang
lingkungan berkelanjutan), sebagai contoh, tampak hal yang
sebaliknya yang terjadi. Ada juga gugatan tentang kualitas
lapangan kerja yang dihasilkan oleh model pertumbuhan
dukungan Bank Dunia: pencabutan "hambatan yang membatasi
permintaan tenaga kerja" tiada lain berarti pengurangan standar
upah minimum dan standar keselamatan serta kesehatan kerja.
Sebagaimana telah disebutkan dalam makalah lain tentang
pinjaman sektor swasta oleh Peter Bosshard, swastanisasi yang
dikembangkan oleh Bank Dunia dapat berpengaruh luar biasa
terhadap lapangan kerja.
PINJAMAN SEKTOR SOSIAL
Bagian kedua dari strategi Bank Dunia adalah pelonjakan
investasi pada apa yang disebut sebagai "sektor sosial" yang
meliputi keluarga berencana, kesehatan, dan pendidikan.
Menurut Laporan Tahunan Bank Dunia 1995, pinjaman untuk
pengembangan sumber daya manusia telah dinaikkan tiga kali
lipat lebih besar dari rata-rata lima persen dari keseluruhan
tahun 1980-an sampai dengan 15 persen untuk tiga tahun
terakhir. Pada KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial 1995,
Bank Dunia menyatakan kesediaan dan tanggung jawabnya
untuk meningkatkan pengeluaran sektor sosial dengan
menyerap 50 persen anggaran lainnya untuk tiga tahun ke
depan.
LSM mengungkapkan kemungkinan efek samping dari
lonjakan pinjaman sektor sosial Bank Dunia. Orang lain lebih
menggugat soal layak tidaknya menggunakan dana pinjaman
eksternal daripada sumber daya dalam negeri untuk membiayai
investasi dalam bidang kesehatan dan pendidikan, karena nilai
ekonomi sulit untuk diukur, sekalipun dampaknya ekonominya
penting. Yang lain telah mengamati bahwa sejak pengetatan
fiskal dipaksakan bebankan oleh penyesuaian struktural
berdampak pada perlucutan kapasitas pemerintah untuk
mendanai program-program sosial, maka pinjaman sektor sosial
tiada lain adalah cetak biru kebijakan sosial Bank Dunia
sendiri.
PENYESUAIAN BERFOKUS-KEMISKINAN
Bank Dunia juga telah berusaha untuk memasukkan
sasaran/tujuan penurunan angka kemiskinan lebih eksplisit
dalam pinjaman penyesuaian struktural. Apa yang disebut
fokus kemiskinan secara struktural dan pinjaman penyesuaian
sektoral adalah dasar kebijakan bagi cara kerja yang bertujuan
untuk mengurangi pengaruh penyimpangan bagi rakyat miskin
dan atau mendukung program-program pengeluaran belanja
publik yang terfokus pada pengurangan kemiskinan. Mungkin
juga mereka mendukung ketentuan jaring pengaman atau
pemindahan sasaran bagi kelompok masyarakat miskin yang
khusus, dan mencakup persediaan untuk pengawasan
kemiskinan.
Bank Dunia melaporkan bahwa pembagian pinjaman
penyesuaian yang ditujukan pada masalah-masalah sosial
meningkat dari 5 persen pada tahun fiskal 1984-1986 menjadi
50 persen pada tahun fiskal 1990-1992. Pada tahun fiskal 1992,
hanya 18 dari 32 pinjaman penyesuaian yang memuat fokus
kemiskinan secara eksplisit, dan 14 dari pinjaman penyesuaian
ini memiliki hubungan-lebih tepat, peluang-bagi pembebasan
dari persyaratan yang disepakati. Bagaimanapun, suatu tinjauan
strategi-strategi bantuan negara menunjukkan bahwa ‘pemicu’
penting terus didasarkan pada kemajuan ke arah swastanisasi
dan kriteria liberalisasi yang lain daripada komitmen yang
ditunjukkan negara-negara peminjam bagi pengurangan
kemiskinan.
PROGRAM INTERVENSI SASARAN
Program intervensi sasaran (PTI) adalah suatu kategori
pinjaman Bank Dunia yang meliputi proyek-proyek yang
memenuhi satu atau dua kriteria berikut : suatu proyek yang
meliputi mekanisme khusus untuk mengidentifikasi dan
menjangkau masyarakat miskin, atau proyek dimana partisipasi
masyarakat miskin dalam proyek melebihi proporsi (ukuran)
populasi masyarakat miskin sebagai keseluruhan. Program
intervensi sasaran (PTI) berisi sejumlah proyek signifikan yang
secara jelas menjadikan perempuan sebagai sasaran proyeknya,
baik pada peningkatan pendapatan maupun sektor-sektor sosial.
Pada tahun 1992, nilai total proyek PTI berjumlah sekitar 14
persen dari jumlah pinjaman baru; pada tahun 1995, Bank
Dunia mengatakan ada 24 persen dari keseluruhan pinjaman
yang masuk dalam kategori ini. Mereka yang ragu atas angka-
angka itu menunjukkan bahwa jumlah dan bentuk seperti itu
tidak memiliki arti apa-apa, karena jumlah nilai total proyek
dijadikan sebagai nilai total PTI, padahal pada kenyataannya
hanya suatu komponen kecil proyek saja yang ditujukan kepada
masyarakat miskin.
DANA INVESTASI SOSIAL
Dana Investasi Sosial (SIF) mewakili "program yang ketiga",
atau elemen ganti rugi, yang merupakan respons Bank Dunia
terhadap kemiskinan. SIFs, yang merupakan institusi pemberi
dana semiotonom, bertujuan memberikan peluang bagi
sebagian anggota masyarakat yang hanya memperoleh sedikit
keuntungan dari pertumbuhan ekonomi. LSM sering
mengatakan bahwa SIF hanya meredakan gejala kemiskinan,
tanpa menyentuh akar struktural kemiskinan. Kenyataan bahwa
pemberontakan Zapatista dimulai di wilayah Chiapas, di sana
terdapat dana investasi sosial pemerintah Meksiko, Pronasol,
yang memiliki belanja sosial per kapita tertinggi,
menggambarkan bagaimana SIF bisa tidak mampu memenuhi
tujuan mereka.
The Associacion Latinoamericana de Organizaciones de
Promosion (ALOP), sebuah jaringan LSM Amerika latin di
Kosta Rika, telah meminta Bank Dunia untuk mengembangkan
strategi partisipasi berkenaan dengan SIFs yang menjamin
keterlibatan LSM dan organisasi rakyat dari permulaan SIFs itu
sendiri. Menurut ALOP, langkah yang harus diambil untuk
memastikan bahwa SIF menangani sumber kemiskinan
struktural, termasuk ketidakadilan, ialah dengan cara
membangun kapasitas organisasi akar-rumput dan memberikan
prioritas pada proyek-proyek yang menyediakan lebih banyak
kesempatan kerja bagi masyarakat miskin dan yang
memperkuat daya tawar organisasi lokal. ALOP juga
menekankan pada kebutuhan untuk mengandalkan sumber
pajak progresif untuk mendanai proyek-proyek keunagan SIF,
dan bahwa SIF tidak boleh memperlemah program-program
sosial.
BADAN KONSULTASI UNTUK MEMBANTU
MASYARAKAT TERMISKIN- CGAP
Inisiatif terbaru Bank Dunia untuk mempromosikan penurunan
angka kemiskinan ialah mendirikan Badan Konsultasi untuk
Membantu Masyarakat Termiskin (CGAP) pada bulan Juni
1995. CGAP pada mulanya memfokuskan diri pada perluasan
penyediaan kredit kecil bagi masyarakat yang sangat miskin
dan mempercepat perubahan operasi negara-negara donor skala
besar (terutama Bank Dunia) dengan cara-cara yang
menguntungkan masyarakat miskin. Boks 15, "Badan
Konsultasi untuk Membantu Masyarakat Miskin" menyediakan
informasi tambahan tentang CGAP.

Boks 15: BADAN KONSULTASI UNTUK MEMBANTU


MASYARAKAT PALING MISKIN
Badan Konsultasi untuk Membantu Masyarakat Paling
Miskin (CGAP) diresmikan pada bulan Juni 1995 untuk
merangsang lebih banyak lagi pemberian pinjaman dan
dukungan kredit mikro untuk masyarakat yang sangat miskin.
Pada akhir tahun 1995, 16 negara donor bergabung dengan
CGAP, dan memilih sekretariat yang berlokasi di Bank
Dunia. CGAP dipimpin oleh Mohammad Yunus dari Bank
Grameen. Kebanyakan anggotanya berasal dari agen-agen
pembangunan bilateral dan multilateral, walaupun yayasan-
yayasan dan individu-individu dapat secara langsung
bergabung apabila menyediakan uang sebanyak US$ 250.000
untuk sekretariat dan menyerahkan sedikitnya US$ 2 juta
untuk pembiayaan mikro. Badan Penasihat Kebijakan (PAG)
dimaksudkan menyiapkan arahan dan saran untuk CGAP dan
sekretariat.
CGAP didirikan dengan dana awal US$ 30 juta dari Bank
Dunia dan mengharapkan US $ 200 juta dolar lainnya dapat
dikumpulkan oleh donor-donor lain. Prioritas utama CGAP
adalah mendukung institusi finansial, yang dapat
menggunakan dana tambahan melalui usaha-usaha komersial.
CGAP juga diharapkan menjadi institusi yang dapat
memfasilitasi usaha-usaha "awal - pendahuluan" oleh
institusi-institusi lain dan menjadi katalisator terhadap
program-program inovatif pada para peminjam lain dan
bagian lain dari Bank Dunia.
CGAP dijadwalkan memulai kegiatannya pada Februari
1996, dan terlalu dini untuk memprediksi seberapa tingkat
keberhasilan usaha tersebut akan tercapai. Setelah Bank
Grameen sukses di Bangladesh, pendekatan menyeluruh
terhadap target kredit mikro untuk masyarakat paaling miskin
semakin diperluas. Pada hal-hal tersebutlah Bank Dunia
memperkenalkan dan mendukung model pembangunan "dari
bawah ke atas" dan mendapat catatan khusus. Pada sisi yang
lain, beberapa pengamat meragukan CGAP akan selalu high
profile, tetapi akhirnya kecil, usaha yang dilakukan Bank
Dunia secara signifikan tidak akan mempengaruhi
pendekatan utamanya terhadap kemiskinan dalam
pembangunan.
Sumber : Bread for the World Institute, News & Notices
for Bank Wacthers, No. 11, at-15-16, November 1996

IV. Tantangan
Bank Dunia menghadapi sejumlah tantangan untuk
mewujudkan tujuan mempromosikan pengurangan kemiskinan
berkesinambungan. Tantangan utama-di samping untuk
memastikan bahwa operasi-operasi Bank Dunia tidak
merugikan masyarakat miskin-adalah untuk reorientasi strategi
Bank Dunia tentang kemiskinan, untuk menghindarkan
ketergantungan pada strategi kompensasi, yang langsung
menyentuh sumber struktural kemiskinan. Tantangan tersebut
memiliki beberapa dimensi.
Tantangan pertama ialah menggalang kemauan politik di
tingkat internasional dan pada tingkat negara-negara peminjam
untuk senantiasa menempatkan pemberantasan kemiskinan
pada puncak agenda politik. Tantangan kedua, ialah
memasukkan dampak proyek Bank Dunia terhadap distribusi
pendapatn ke dalam perhitungan kinerjanya. Yang ketiga, Bank
Dunia harus mengatasi debat yang tak berkesudahan tentang
hubungan antara kemiskinan dan program penyesuaian
struktural serta hutang. Tantangan keempat, ialah
mengembangkan perbaikan konsep-konsep, metode-metode,
dan data untuk mengukur keragaman dimensi kemiskinan dan
ketidakadilan. Akhirnya, dalam konteks komitmen peran-
sertanya, Bank Dunia harus mengembangkan kapasitas untuk
melibatkan masyarakat miskin ke dalam pembuatan keputusan
yang berpengaruh terhadap mereka. Tantangan-tantangan ini
akan didiskusikan di bawah ini.
MELETAKKAN MASALAH KEMISKINAN PADA
AGENDA NASIONAL DAN INTERNASIONAL
Pemerintah, badan-badan pembangunan, PBB, LSM semakin
banyak yang menukar bahasa mereka dari pengurangan
kemiskinan secara keseluruhan menjadi penghapusan mutlak
kemiskinan. Perubahan ini terefleksi dalam komitmen-
komitmen yang dibuat oleh negara-negara penanda tangan di
KTT untuk Pembangunan Sosial yang diselenggarakan oleh
PBB di Copenhagen bulan Maret 1995 untuk memperkuat hak-
hak orang miskin (lihat boks 16. "Komitmen KTT Sosial".)
Bagaimanapun, penyusunan komitmen-komitmen ini ke dalam
realitas membutuhkan kemauan politik signifikan yang harus
dibuat oleh pemerintah dan lembaga multilateral.
PBB memproklamasikan tahun 1996 sebagai Tahun
Penghapusan Kemiskinan Internasional, dan negara-negara
anggota diharapkan dalam jangka panjang mengembangkan
rencana penghapusan kemiskinan nasional pada akhir tahun ini.
Bank Dunia dapat memainkan peranan konstruktif dalam hal
ini, pertama, dengan memberi isyarat bahwa ia ingin bekerja
sama dengan PBB; kedua, dengan menggunakan banyak cara
perangkat pada disposalnya untuk mendorong para peminjam
untuk memfokuskan diri pada kemiskinan. Hal ini penting
dicatat, bagaimanapun, ketegangan antara negara-negara
peminjam dan penggunaan dana pinjaman untuk pengurangan
kemiskinan pada negara-negara peminjam yang tidak
sepenuhnya dijalankan.
Perangkat tersebut meliputi keputusan-keputusan tentang
volume, komposisi, dan pemotongan pinjaman, dan membuat
keputusan-keputusan tersebut tergantung pada komitmen
pemerintah untuk mengurangi kemiskinan. Untuk langkah
pertama, Bank Dunia harus melakukan kerja yang lebih baik
dalam memasukkan sasaran pengurangan kemiskinan ke dalam
strategi bantuan negara-nya (digambarkan di bawah
Partisipasi), dan melibatkan seluruh pemegang saham dalam
proses strategi pembangunan. LSM yang berhasil memimpin
usaha untuk meningkatkan profil masalah-masalah kemiskinan
di Brasil dipaparkan pada Boks 17 "Mengubah Persepsi Publik
tentang Kemiskinan".

Boks 16: KOMITMEN KTT PEMBANGUNAN SOSIAL


Sejumlah komitmen penting dibuat oleh negara-negara
penanda tangan pada KTT se-Dunia untuk Pembangunan
Sosial di Kopenhagen pada tahun 1995. Komitmen no 2
meliputi tujuan "substansi pengurangan kemiskinan secara
menyeluruh ... dan penghapusan kemiskinan secara mutlak,"
dengan kebijakan-kebijakan nasional untuk mengurangi
kemiskinan dan kesenjangan, mengarahkan "akar penyebab
kemiskinan dan menyediakan keseluruhan kebutuhan dasar.
"Juga komitmen pemerintah untuk mengarahkan anggaran
nasional mereka "untuk mencukupi kebutuhan pokok,
pengurangan kesenjangan dan target kemiskinan sebagai
sasaran strategis". Lebih lanjut lagi ia mencakup langkah-
langkah untuk menggunakan sumber daya seperti lahan dan
kredit serta pelayanan publik dalam pembuatan keputusan
mengenai kebijakan dan regulasi-regulasi, dan untuk
"ekonomi yang memadai dan perlindungan sosial selama
masa rawan seperti tidak adanya pekerjaan, kesehatan yang
buruk, masa kehamilan, pemeliharaan anak dan manula."
Komitmen no 8 mengatakan SAP "harus memasukkan tujuan
pembangunan sosial, terutama penghapusan kemiskinan,
memacu penyediaan lapangan pekerjaan penuh dan produktif
serta memperkuat integrasi sosial." Tentang implementasi,
KTT menyetujui untuk adanya "dialog substantif antara PBB,
Bank Dunia, dan IMF" termasuk mempertimbangkan
pertemuan bersama Dewan Ekonomi dan Sosial PBB
-ECOSOC- dan Komite Pengembangan Bank Dunia dan
IMF.
Sumber "Laporan KTT Dunia untuk Pembangunan Sosial".
A/Conf.166/9.
(versi persiapan), 19 April 1995, Persatuan Bangsa-Bangsa,
New York.

Boks 17: MENGUBAH PERSEPSI PUBLIK


MENGENAI KEMISKINAN
LSM dapat memainkan peran yang sangat penting untuk
menggerakkan masyarakat dalam memberantas kemiskinan.
Salah satu contohnya adalah Kampanye Nasional Melawan
Kelaparan dan UntukKkehidupan, yang diselenggarakan oleh
LSM Brasil didukung oleh lusinan donor dari negara Utara
dan lebih dari dua juta tenaga sukarela. Kampanye berhasil
menggunakan media penyiaran untuk mengundang tiap orang
untuk duduk menjadi panitianya, mulai dari Pemerintah
Federal sampai ke Banco de Brasil, Favelador (penduduk
daerah kumuh) dan bahkan polisi nasional. Herbert de Sauza
"Betinho", koordinatornya, mengatakan:
"Kelaparan, produk dari sebuah masyarakat ahli dalam
merugikan orang banyak dan menguntungkan golongan kecil,
telah menduduki jam-jam siar utama TV dan
mempertunjukkan wajahnya yang buruk bahkan kepada
mereka yang menolak melihat, dan menempatkan dirinya
dalam agenda nasional. Kelaparan membuat warga negara
dan masyarakat mulai mengambil tanggung jawab untuk
masalah yang sampai saat ini cuma dianggap sebagai
masalahnya mereka yang lapar dan pemerintahnya.
Perubahan persepsi ini, pemahaman bahwa kelaparan itu
adalah agenda masyarakat, adalah perkembangan besar
dalam kehidupan sebuah negara; sebuah negara yang bila
melihat dirinya dalam cermin akan terlihat sebagai wajah
dirinya yang apatis, tidak etis, acuh tak acuh, egois, dan
curang."

KEADILAN
Tantangan kedua untuk Bank Dunia ialah memasukkan
keadilan sosial sebagai sasaran dalam pendakatannya pada
pembangunan berkelanjutan, sekalipun hal itu bahwa
peningkatan keadilan tersebut hanya menjadi nilai instrumental
dalam mendorong stabilitas dan pengurangan kemiskinan. Draf
laporan World Development Report menyebutkan bahwa
"analisa lintas negara menunjukkan bahwa masyarakat yang
timpang cenderung tidak stabil, baik secara politik dan sosial,
dan hal ini tercermin dari rendahnya tingkat investasi dan
pertumbuhan".
Pada banyak negara Selatan, kesenjangan antara kaum kaya dan
kaum miskin lebih luas daripada yang terdapat negara-negara
Utara. Perbandingan pengalaman di Amerika Latin dan Asia
Selatan menunjukkan bahwa negara yang distribusi
pendapatannya tidak terlalu timpang ternyata lebih sukses
dalam memerangi kemiskinan. Sementara Brasil dan Meksiko
menciptakan dasar-dasar industri yang signifikan, namun lebih
dari setengah penduduknya tetap terpinggirkan. Berbeda sekali
dengan Korea Selatan yang mendorong reformasi agraria,
kampanye pemberantasan buta huruf, dan pelatihan sumber
daya manusia sebagai cara untuk menolong orang agar dapat
membantu diri mereka sendiri dan berpartisipasi dalam
perolehan manfaat dari pertumbuhan ekonomi.
Beberapa pihak berargumentasi bahwa proyek dan kebijakan
pinjaman Bank Dunia mamasukkan kondisi kemiskinan, pada
cara yang sama mereka seharusnya juga memasukkan
"persyaratan kesenjangan". Dampak pembagian kembali
proyek-proyek dan kebijakan-kebijakan-dan terutama inisiatif
swastanisasi-agar seyogianya dirancang dan diterima sebagai
masalah rutin. Data dan tabel yang tercantum dalam Laporan
Pembangunan Dunia tahunan dari Bank Dunia seharusnya
diperluas agar meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
ukuran keadilan bagi setiap negara.
MENDORONG KESEPAKATAN TENTANG PROGRAM
SAP DAN PINJAMAN
Seperti dijelaskan di atas pada bagian penyesuaian struktural
dan utang, Bank Dunia dan para pengkritiknya bersilangan
pendapat dalam analisis mereka terhadap hubungan antara
penyesuaian struktural dan kemiskinan, dan dalam kesimpulan
mereka tentang apa yang harus dilakukan oleh Bank Dunia
untuk mengatasi persoalan pinjaman tersebut. Perkembangan
saat ini mengindikasikan bahwa suatu dialog konstruktif di
antara pandangan-pandangan yang makin bertemu edang
gencar dilakukan. Bank Dunia telah menunjukkan
keterbukaannya untuk mengubah kriteria yang digunakan untuk
mengevaluasi reformasi pasar bebas dengan memasukkan
sasaran pengurangan kemiskinan. Program penyesuaian secara
meningkat memasukkan langkah-langkah mengurangi
kemiskinan, dan adanya komitmen untuk memberikan suatu
penekanan yang lebih besar dalam tahapan implementasinya.
Pada saat yang sama LSM mulai mengesampingkan suatu
penolakan menyeluruh terhadap penyesuaian struktural, dan
mengambil pendekatan lebih dalam terhadap dampak dari
unsur-unsur paket penyesuaian struktural untuk menilai unsur
mana yang bermanfaat bagi masyarakat miskin dengan
persyaratan-persyaratan tertentu. Mereka mempertanyakan,
sebagai contoh, dalam keadaan seperti apa usaha-usaha
swastanisasi memberikan keuntungan kepada masyarakat luas
dan tidak cuma kepada beberapa gelintir saja? Bagaimanapun
mereka senantiasa menekankan bahwa dana penanaman modal
sosial dan program kompensasi lainnya yang dirancang untuk
mengurangi kemiskinan adalah cuma sesuatu seperti bantuan
obat ringan, yang tidak mengobati sumber-sumber struktural
penyakitnya.
Berkaitan dengan soal hutang, Bank Dunia telah memulai
menunjukkan beberapa niatnya untuk mempertimbangkan
kemungkinan pengurangan hutang dengan menggunakan
sumber-sumber multilateral. Pada 25 Juli 1995 satu dokumen
internal diserahkan kepada Financial Times, suatu garis besar
program Bank Dunia untuk mengurangi kewajiban beban
multilateral-sebagai contoh utang-pinjaman yang berasal dari
Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Regional-pada
negara-negara miskin yang memiliki pinjaman yang besar.
Proposal untuk Fasilitas Pengurangan Utang Multilateral
dipresentasikan kepada anggota Bank Dunia dan IMF pada
rapat Komite Pembangunan, bulan April 1996.
Dialog lebih lanjut terhadap dua masalah tersebut tetap
dibutuhkan untuk mencapai kesepakatan di antara negara
pemegang saham dan negara-negara peminjam serta unsur-
unsur asyarakat sipil dalam hal merancang ulang penyesuaian
struktural dan tanggapan Bank Dunia untuk memecahkan
masalah hutang ini.
PENGUKURAN
Definisi dan ukuran kemiskinan menimbulkan soal lain bagi
Bank Dunia. Di negara berkembang, tidak selalu tersedia suatu
data statistik tentang kemiskinan, dan data yang ada tidak bisa
dipercaya: di Meksiko, saat ini diungkapkan bahwa pola
administrasi yang dilakukan oleh pemerintahan Salinas secara
sistematis memutarbalikkan data statistik untuk
menyembunyikan data kemiskinan. Kelemahan ini makin
diperberat oleh kenyataan bahwa saat data statistik tersedia,
indikator konvensional yang dipakai tidak cocok pada konteks
sosial yang berlainan. Perubahan ke arah penggunaan Indeks
Pertumbuhan Manusia (HDI), dan secara khusus Indeks
Pertumbuhan dihubungkan dengan Gender (GDI), yang
memasukkan biaya dan manfaat non-pasar, akan sangat
membantu dalam mengukur kemiskinan.
Contoh yang paling mencolok pada kelemahan konvensional
adalah penggunaan pendapatan per kapita gross domestic
product (GDP) untuk mengidentifikasi kemiskinan. Brazil dan
Meksiko umumnya dianggap lebih baik dari hampir semua
negara di Afrika, dan namun di beberapa daerah di negara-
negara tersebut (Brazil dan Meksiko) memiliki tingkat
pendapatan rata-rata sama dengan negara-negara kawasan Sub-
Sahara Afrika. Yang lain menunjukkan bahwa GDP, tidak
seperti GNP (Hasil Pendapatan Nasional), membuat negara-
negara berkembang kelihatan bagus dipermukaan, dengan
memasukkan pendapatan investasi asing yang dikembalikan
kepada negara-negara lain.
Kadang-kadang sosok ekonomi makro dapat menyembunyikan
realitas kemiskinan ketika indikator keuangan diprioritaskan di
atas indikator-indikator lain yang menjelaskan bagaimana
ekonomi produktif dan alat-alat rumah tangga meningkat.
Sebagai contoh, sepanjang pemerintahan Salinas di Meksiko
(1988-1994), bursa efek mengalami masa kejayaannya, kondisi
keuangan pemerintahn menunjukkan surplus, investasi asing
berlimpah, dan nilai tukar stabil. Akan tetapi, model ekonomi
ini telah mendorong pencabutan kapasitas produktif domestik,
kemiskinan yang lebih besar, dan n kesenjangan sosial yang
makin tajam.
Analisis "The Welfare of the Nations" dilakukan oleh Wakil
Presiden Bank Dunia untuk bidang pembangunan untuk
keberlanjutan lingkungan-Environmentally Sustainable
Development-adalah langkah awal ke arah kerangka
konseptuasl untuk mengukur pembangunan berkelanjutan
secara lebih akurat. Kerangka itu memasukkan faktor manusia,
alam dan sosial ke dalam ukuran kekayaan, tetapi tidak
berhubungan dengan soal-soal distribusi pendapatan.
Perkembangan positif yang lain adalah bahwa Bank Dunia
meningkatkan penggunaan indikator tingkat pendapatan suatu
negara dan indikator-indikator sosialnya. Di antaranya adalah
tingkat upah tenaga kurang terampil (perkotaan dan pedesaan),
dan nilai tukar komoditi desa; dan pada indikator sosial
dimasukkan tingkat masuk sekolah, tingkat kematian balita,
imunisasi, kekurangan gizi anak, pengeluaran pemerintah
ataskebutuhan sosial dasar, harapan hidup laki-laki dan
perempuan, tingkat kesuburan dan tingkat kematian ibu.
Partisipasi
Tantangan akhir adalah pentingnya memasukkan pandangan
golongan miskin dalam membuat keputusan tentang
kesempatan dan hambatan yang dihadapi mereka. Adalah
kenyataan bahwa Bank Dunia bekerja melalui pemerintah
nasional yang menciptakan rintangan untuk dapat memperoleh
masukan secara langsung. Bagaimanapun, rasa memiliki dan
komitmen atas strategi pengurangan kemiskinan Bank Dunia
tidak dapat dijamin jika kaum miskin sama sekali tidak menjadi
bagian dari penyusunan strategi pembangunan tersebut.
Sementara itu pentingnya memasukkan input dari LSM ke
dalam rancangan Dana Investasi Sosial (Social Investment
Fund) dan program intervensi pro-kemiskinan lainnya telah
ditegaskan di atas, maka hal yang lebih penting adalah bahwa
usaha-usaha Bank Dunia untuk menggalakkan partisipasi tidak
dibatasi pada "tempat-tempat tertentu," yakni proyek-proyek
kemiskinan dan yang melibatkan LSM sebagai kontraktor.
Malahan, Bank Dunia harus membantu "lingkungan yang
menunjang " untuk partisipasi yang lebih luas dari golongan
miskin dan yang kelompok lain dalam pengambilan keputusan
yang mempengaruhi mereka.
Pada tingkat kebijakan, masukan bermutu tinggi dari LSM dan
unsur-unsur lain dari masyarakat sipil dibutuhkan dalam
memperbaiki beberapa dokumen Bank Dunia di tingkat
nasional, yang penting untuk proses pembuatan kebijakan. Hal-
hal tersebut mencakup:
Analisa Kemiskinan Partisipatori (PPA = Participatory
Poverty Assessment)
Dengan menggunakan data rumah tangga, PPA mencoba
mengukur tingkat dan bentuk dasar kemiskinan serta
mengidentifikasi kebijakan, pengeluaran publik, dan soal-soal
kelembagaan yang menhambat pengurangan kemiskinan secara
efektif. PPA juga mengeluarkan rekomendasi tentang tindakan
pemerintah untuk tujuan mengurangi kemiskinan. Bank Dunia
membanggakan bahwa jangka waktu analisa telah dipercepat:
PPA untuk 80 negara telah diselesai pada akhir tahun 1995.
Namun bagi LSM, soalnya adalah kualitas PPA, khususnya
soal pengumpulan data dan masukan dari kelompok masyarakat
yang dirancang akan memperoleh manfaat dari proyek.
Strategi Bantuan Negara (CAS = Country Assistance Strategy)
CAS memaparkan prioritas pemberian pinjaman Bank Dunia
kepada suatu negara dalam periode 3 - 5 tahun. Strategi
pengurangan kemiskinan belum diutamakan dalam CAS
meskipun dokumen yang sekarang diusulkan untuk
memasukkan hasil PPA, yang pada gilirannya harus berisi
rencana aksi tertentu untuk pengurangan kemiskinan. LSM
telah mengajukan alasan yang kuat agar Bank Dunia dan
negara-negara peminjam bertanggung jawab untuk melibatkan
masyarakat dalam perumusan strategi bantuan negara, dan
menekankan tujuan dan ukuran pengurangan kemiskinan dalam
strategi asistensi negara. Penting kiranya bahwa pemantauan
partisipatori menentukan biaya dan manfaat strategi
pengurangan kemiskinan bagi orang-orang miskin, masyarakat
adat, dan kaum perempuan.
Analisa Belanja Pemerintah (PER = Public Expenditure
Review)
PER memeriksa pola pengeluaran pemerintah di berbagai
sektor. PER suatu negara menyediakan informasi bagaimana
pemerintah mengumpulkan dan mengeluarkan uang, membaca
bagaimana prioritas anggaran negara-negara pengutang. Ulasan
Belanja Publik memperkenalkan kecenderungan pemilihan
dalam pengeluaran dan bagaimana kecenderungan tersebut
berpengaruh dalam pendidikan, kesehatan, dan program sosial
lainnya. Berkaitan dengan semua masalah kemiskinan, adalah
penting untuk menganalisis bagaimana perubahan dalam pola
belanja pemerintah berpengaruh terhadap kaum miskin, suku
anak dalam, dan perempuan.
Dokumen ini masih dipertimbangkan lagi oleh Bank Dunia
secara rahasia, dan pada tahapan ini pelaku non-pemerintah
dilibatkan dalam berbagai persiapan mereka dari suatu negara
ke negara lain.
V. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, Bank Dunia menghadapi sejumlah
tantangan dalam menerjemahkan komitmen retorisnya untuk
mengurangi kemiskinan pada hasil-hasil yang dicapai di
lapangan. Perubahan pendekatannya terhadap akar kemiskinan,
memasukkan keadilan sebagai suatu sasaran, dan peningkatan
konsensus tentang pinjaman dan penyesuaian struktural akan
membutuhkan dukungan dari pihak terkait, terutama pemegang
saham dan negara-negara peminjam secara bersamaan.
Peningkatan sistematik atas peran serta masyarakat miskin
dalam proyek-proyek Bank Dunia dan dalam perumusan
kebijakan mungkin tantangan paling sulit yang dihadapi oleh
Bank Dunia saat ini.
Catatan Akhir
Naskah ini berdasarkan draft yang ditulis oleh Carlos Heredia. Frances
1)

Seymour menyiapkan versi akhir makalah ini, dengan bantuan dan


kontribusi dari Nancy Alexander dari Bread for the World Institute serta
David Hunter.
Lihat, sebagai contoh, "Resettlement dan Development" : The Bank Wide
2)

Review of Projects Involving Involuntary Resettlement 1986 - 1993, Bank


Dunia, April 1994.
Cornia, G. A., Richard Jolly dan Frances Stewart., eds. Adjustment with a
3)

Human Face, Oxford University Press, New York, tahun 1987.


4)
Lihat, sebagai contoh, A. Peter Ruderman "Economic Adjustment and the
future of Health Services in the Third Word", dalam JOURNAL OF
PUBLIC HEALTH POLICY, Musim Dingin 1990; Judith Marshall dalam
"Structural Adjustment and Social Policy in Mozambique," dalam buku
REVIEW OF AFRICAN POLITICAL ECONOMY (Musim Semi 1990);
Howard Stein dan E. Wayne Nafziger,"Structural Adjusment, Human
Needs, and the World Bank Agenda," dalam THE JOURNAL OF MODERN
AFRICAN STUDIES, 29 No. 1 Tahun 1990; Wilfredo Cruz dan Robert
Repetto "The Environmental Effects of Stabilization and Structural
Adjustment Programs; The Philippines Case" (The World Resources
Institute: tahun 1992); David Reed, eds., "Structural Adjustment and the
Environment." (Westview Press, tahun 1992).
Laporan Perkembangan Dunia tahun 1996, (rancangan tertanggal 1
5)

Desember 1995).
Adjustment in Africa: Reforms, Results and the Road a Head,
6)

dipublikasikan untuk Bank Dunia oleh Oxford University Press tahun 1994.
Referensi Tambahan
Barnes, James. N., et al, 1995. "Bankrolling Successes: A Portfolio of
Sustainable Development Projects." Friends of the Earth & National
Wildlife Federation, Washington, D.C., Bread for the World Institute:
International Financial Institutions Accountability Project tahun 1995. News
and Notices for Bank Watchers, berbagai terbitan, Silver Spring, MD.
Corbo, Vittorio dan Stanley Fischer, 1992. Adjustment Lending Revisited:
Policies to Restore Growth. Bank dunia, Washington, D.C.
Heredia, Carlos dan Mary Purcell. 1994. "The Polarization of Mexican
Society: A Grassroots View of World Bank Economic Adjustment
Programs." The Development GAP and Equipo Pueblo, Washington, D.C.
Inter-American Development Bank. 1995. Economic and Social Progress in
Latin America. Washington, D.C.
The Oxfam Poverty Report,1995. Oxfam (Inggris dan Irlandia), Oxford,
Inggris.
Psacharopoulos, George, et al. 1992. "Poverty and Income Distribution in
Latin America: The Soriy of the 1980s" Bank Dunia, Washington, D.C.
Third World Economics, Penang, Malaysia, berbagai terbitan.
Third World Resurgence, Penang, Malaysia, berbagai terbitan.
Persatuan Bangsa Bangsa. 1995. Human Development Report, Program
Pembangunan PBB (UNDP). Oxford University Press.
Bank Dunia. 1993 World Development Report : Poverty. New York :
Oxford University Press.
Bank Dunia. 1990. Implementing the World Bank’s Strategy to Reduce
Poverty: Progress and Challenge. Washington, D.C.

| Top | Analisis Sejarah Indonesia Page | Anti-Imperialisme Page | Inside Factory | Snapshots |
Essays | Selected-Works Page | Library | Art of Liberation | Histomat Page | Child in Time | 1965 Coup
in Indonesia | Tempo-Doeloe Page |

web hosting • domain names


web design • online games

Вам также может понравиться