Вы находитесь на странице: 1из 18

askep anemia hemolitik

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Pada kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun 1997. Anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder keganasan hematologis. Anemia hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan destruksi eritrosit sebelum waktunya. Dalam keadaan in sumsum tulang memproduksi darah lebih cepat sebagai kompensasi hilang nya sel darah merah. Pada kasus Anemia biasanya ditemukan splenomegali diakibatkan karena absorbsi sel darah ysng telah mati secara berlebihan oleh limpa. Karena pada anemia hemolitik banyaknya sel darah merah yang mati pada waktu yang relative singkat Pada kasus anemia hemolitik yang akut terjadi distensi abdomen di karenakna hepatomegali dan splenomegali Dalam makalah ini penulis membahas tentang konsep dasar anemia hemolitik serta asuhan keperawatannya.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut : 1. Apa Pengertian dari Anemia Hemolitik ? 2. Apa Etiologi dari anemia Hemolitik dan AIHA? 3. Bagaimanakah patofisiologis pada anemia Hemolitik dan AIHA? 4. Apa saja manifestasi dari anemia Hemolitik dan AIHA? 5. Pemeriksaan penunjang apa saja yang perlu dilakukan ? 6. Bagaimankah penatalaksanaan nya ? 7. Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia Hemolitik ? C. Tujuan Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem Hematologi & Imunologi yang berjudul Askep Anemia Hemolitik . Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Anemia Hemolitik Anemia hemolitik adalah anemia yan di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari). Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).. B. Etiologi Anemia hemolitik dapat disebabkan oleh 2 faktor yang berbeda yaitu faktor intrinsik & faktor ekstrinsik. 1. Faktor Intrinsik : Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit itu sendiri sel eritrosit. Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu: Keadaan ini dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: a. Gangguan struktur dinding eritrosit

1) Sferositosis Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan krisis aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis. 2) Ovalositosis (eliptositosis) Pada penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak seberat sferositosis.

Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang. Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini. 3) A-beta lipropoteinemia Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel. b. Gangguan pembentukan nukleotida Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb: 1) Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD) 2) 3) 4) Defisiensi Glutation reduktas Defisiensi Glutation Defisiensi Piruvatkinase

5) Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI) 6) Defisiensi difosfogliserat mutase 7) Defisiensi Heksokinase 8) Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

c.

Hemoglobinopatia Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal

Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu: 1) Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain 2) Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia 2. Faktor Ekstrinsik : Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit. a. Akibat reaksi non imumitas : karena bahan kimia / obat

b. Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri. c. Infeksi, plasmodium, boriella

C. Patofisiologi Hemolisis adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit, mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan. Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis, perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel sabit atau talasemia. D. Manifestasi Klinis Kadang kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan: 1) Demam 2) Mengigil 3) Nyeri punggung dan lambung 4) Perasaan melayang 5) Penurunan tekana darah yang berarti

Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:

1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu urin dan feses. 2. Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan menyebabkan hemoglobinemia. 3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih. 4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak ditemukan. E. Pemeriksaan Diagnostik 1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat: a. Bilirubin serum meningkat

b. Urin meningkat, urin kuning pekat c. Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam 2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit a. b. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang

3. Gambaran rusaknya eritrosit: a. Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit. b. Fragilitas osmosis, otohemolisis c. Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit F. Penatalaksanaan / Pengobatan Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan khusus. Oleh karena itu, hanya aspek perawatan medis yang relevan dengan sebagian besar kasus anemia hemolitik yang dibahas di sini. 1. Terapi transfusi

a.

Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.

b. Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung. c. Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine. 10

2. Menghentikan obat a. Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet). b. Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai berikut (lihat Referensi untuk daftar lebih lengkap) :

1) Penisilin 2) Sefalotin 3) Ampicillin 4) Methicillin 5) Kina 6) Quinidine c. Kortikosteroid dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.

3. Splenektomi dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik, seperti spherocytosis turun-temurun. Diimunisasi terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.

G. Pengertian Anemia Hemolitik AutoImun

Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia ialah suatu anemia hemolitik yang timbul karena terbentuknya aotuantibodi terhadap eritrosit sendiri sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit (Bakta, 2006). Dan sebagian referensi ada yang menyebutkan anemia hemolitik autoimun ini merupkan suatu kelainandimana terdapat antibody terhadp sel -sel eritrosit sehingga umur eritrosit memendek (Sudoyo.et all.,2006). Tapi sebenarnya kedua defenisi dari beberapa referensi diatas sama yakni karena terbentuknya autoantibody oleh eritrosit sendiri dan akhirnya menimbulkan hemolisis. Hemolisis yakni pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya. Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian mengalami besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Kadang-kadang tubuh gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru

mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun), jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun H. Etiologi Etiologi pasti dari penyakit hemolitik autoimun memang belum jelas kemungkinan terjadi kerena gangguan central tolerance dan gangguan pada proses pembatasan limfosit autoreaktif residual.Terkadang system kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagain bahan asing (reaksi autoimun).

I.

Klasifikasi Adapun klasifikasi anemia hemolitik autoimun berdasarkan sifat reaksi antibodi, AHA dibagi 2 golongan sebagai berikut: Anemia Hemolitik Autoimun Hangat atau warm AHA (yang sering terjadi) dan Anemia Hemolitik Autoimun Hangat (warm AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibody yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu

tubuh.Autoantibody melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang.Dan suhu badan pasien pada anemia hemolitik aotuimun hangat ini >37C.

Anemia Hemolitik Dingin atau coldAH A. Anemia Hemolitik Autoimun Dingin (cold AHA) yakni suatu keadaan dimana tubuh membentuk aotoantibodi yang beraksi terhadap sel darah merah dalm suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin. Dan suhu tubuh pasien pda anemia hemolitik aotuimun dingin ini <37C

J. Patogenesis Anemia hemolitik autoimun ini terjadi akibat desrtuksi eritrosit yang melalui proses hemolisis ekstravaskuler dan intravakuler. Pada AHATipe hangat melibatkan proses hemolisis ekstravaskuler, dan pada AHA tipe dingin melibatkan proses hemolisis intravaskuler. Pada AHA tipe hangat eritrosit yang diselimuti IgG atau komplemen difagositif oleh makrofak dalam lien dan hati sehingga terjadi hemolisis

ekstravaskuler.Adapun hemolisis ekstravaskuler terjadi pada sel makrofag dari system retikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase.Lisis ini terjadi karena kerusakan membran (akibat reaksi antigen antibody). Eritrosit yang pecah akan menghasilkan globulin yang akan di kembalikan ke protein pool, serta besi yang di kembalikan ke makrofag (cadangan besi) selanjutnya akan di pakai kembali, sedangkan protoporfirin akan menghasilkan gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin menjadi bilirubin indirek, mengalami konjugasi dalam hati menjadi bilirubin direk kemudian dibuang melaluai empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen dalam fesesdan urobilinogen dalam urin. Sebagian hemoglobin akan lepas ke plasma dan diikat oleh haptoglobin sehingga kadar haptoglobin juga menurun, tetapi tidak serendah pada hemoloisis intravaskuler. Pada AHA tipe dingin autoantibody IgM mengikat antigen membran eritrosit dan membawaC 1q ketika melewati bagian yang dingin, kemudian terbentuk kompleks

penyerang membran, yaitu suatu kompleks komplemen yang teriri dari atasC 56789. Kompleks penyerang ini menimbulkan kerusakan membran eritrosit, apabila terjadi kerusakan membran yang hebat akan terjadi hemolisis intravaskuler jika kerusakan minimal terjadi pagositosis oleh makrofag dalam RES sehingga terjadi hemolisis ekstravaskuler. Adapun hemolisis intravaskuler yakni pemecahan eritrisit intravaskuler yang menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas kedalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin (suatu globin alfa) sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun. Kompleks hemoglobin-haptoglobin akan dibersihkan oleh hati dan RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma yang disebut sebagai hemoglobinemia. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi

methemoglobinnemia. Heme juga diikat oleh hemopeksin (suatu glikoprotein beta-1) kemudian ditangkap oleh sel hepatosit. Hemoglobin bebas akan keluar melalui urin sehingga terjadi hemoglobinuria. Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urine (hemosiderinuria), yang merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronik.

K. Gejala atau manifestasi klinik 1. Anemia hemolitik aotuimun tipe hangat: Biasanya gejala anemia ini terjadi perlahan-lahan, ikterik, demam, dan ada yang disertai nyeri abdomen, limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman dan juga bisa dijumpai splenomegali pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Urin berwarna gelap karena terjadi hemoglobinuri. Pada AHA paling tebanyak terjadi yakni idiopatik splenomegali tarjadi pada50-60%, iketrik terjadi pada 40%, hepatomegali 30% pasien san limfadenopati pada 25% pasien. Hanya 25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi. 2. Anemia hemolitik aotoimun tipe dingin: Pada tipe dingin ini sering terjadi aglutinasi pada suhu dingin.Hemolisis berjalan kronik. Anemia ini biasanya ringan dengan Hb: 9-12 g/dl. Sering juga terjadi akrosinosis dan splenomegali. Pada cuaca dingin akan menimbulkan meningkatnya penghancuran sel

darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.

L. Pemeriksaan a) AHA Tipe panas Pada AHA tipe panas ini dijumpai kelainan laboratarium sebagai berikut: 1. Darah tepi Anemia ini juga dijumpai kelianan diantaranya, pada darh tepi terdapat mikrosferosit, pliikromasia, normoblast dalam darh tepi.Morfologi anemia ini pada umumnya ialah normokoromik normositer dan juga di dapat terjadinya peningkatan retikulosit. 2. Bilurubin serum meningkat 2-4 mg/dl, dengan bilurubin indierk lebih tinggi dari bilurubin direk. 3. TesCoombs direk (DAT) positif.

gambar: apusan darah tepi penderita AHA: Menunjukan eritrosit normokromik normositer, mikrosferosit, fragmentosit dan sebuah normoblast (panah) 4. Hemoglobin dibawah 7gr/dl. 5. Yang paling menonjol pada pemeriksaan darah tepi pada tipe hangat ini yakni ditemukan sferositosis yang menonjol dalam darh tepi

gambar: menuujukan sedian apus darah tepi pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat, terdapat banyak mikrosferosit dan sel polikromatik yang lebih besar (retikulosit).

b) AHA Tipe dingin Tes aglutitinasi dingin dijumpai titer tinggi dan tesCoombs direk positif. Dan juga tes darah tepi yakni menghitung jumlah lekosit yang kadang sampai >50 rb/mmk yang biasanya dijumpai pada yang akut, sealin itu juga jmenghitung jumlah trombosit meningkat

gambar: sedian apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin. Aglutinasi eritrosit yang jelas terdapat pada sediaan apus darah yang dibuat pada suhu ruangan. Latar belakangnya disebabkan oleh kosentrasi protein plasma yang meningkat.

M. Diagnosis

Pada AIHA ini diagnosis dapat ditegakkan jika ada tanda-tanda yang mendukung diantaranya adanya gejala klinik, anemia normokrom normositer, hemolisis

ekstravaskuler, kompensasi sumsum tulang dan tes antiglobulin positif direk (Coombs) positif.Selain itu diagnosis dapat ditegakkan karena adanya antibody atau komplemen pada eritrosit yang ada dalam sirkulasi, dan adanya penghancuran eritrosit yang meningkat.Apabila gambaran klinik mengarah pada AIHA panas, tetapi tesCoombs negatif maka terapi ex javantivus dengan obat imunosupresif dapat dipertimbangkan Diagnosis banding : a. Penyakit imunologik seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE): tes sel LE, tes ANA (Antinuclear Antibody). b. Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita sustu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, teritama metildopa.

N. Terapi 1. Anemia hemolitik autoimun tipe hangat: Setelah diagnosis di tegakkan ada beberapa cara untuk mengobati penyakit ini, jika penyebab penyakit di ketahui yang pertama harus dilakukan adalah menyingkirkan penyebab yang mendasari contohnya SLE.Pemakaian obat seperti methyldopa dan fludarabin harus dihentikan. Apabila penyebabnya belum diketahui, maka pengobatan pilihan selanjutnya adalah dengan pemberian kortikosteroid terutama prednisolon awalnya secara intravena selanjutnya secara oral dengan dosis 60-100 mg/hr. Dosis ini sebagai dosis awal untuk orang dewasa dan selanjutnya harus dikurangi sedikit demi sedikit. Jika dijumpai ada kelainan Hb maka dosis obat diteruskan selama 2 mingggu sampai Hb stabil.Steroid ini mempunyai fungsi memblok magrofag dan menurunkan sitesis antibody.Selain prednisolon dapat juga diberikan metilprednisolon pemberian dosis disesuaikan. Pasien yang tidak berespon setelah pemberian prednisone atau gagal mempertahankan kadar Hb dalam waktu 2-3 minggu, maka pengangkatan limfa (splenoktomi) dapat di pertimbangkan. Splenoktomi ini bertujuan agar limfa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibody.Pengangkatan limfa diketahui berhasil mengendalikan pada sekitar 50% penderita.Jika pengobatan ini gagal,

diberikan obat yang menekan system

kekebalan.Obat imunosupresif lain dapat

digunakan diantaranya: Azatioprin50- 200 mg/hari, siklofosfamid50-150 mg/hari (60 mg/m2), klorambusil, dan siklosporin. Terapi lain yakni pemberian danazol 600-800 mg/hari, biasanya danazol dipakai bersama0sama steroid. Jika ditemui anemia berat yang mengancam fungsi jantung dapat dilakukan tranfusi. Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita karena bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibody.Transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibody.Maka, darah yang ditranfusi harus tidak mengandung antigen yang sesuai dengan penderita.Kemudian pada keadaan gawat dapat diberikan immunoglobulin dosis tinggi. Transfusi biasanya dilakukan apabila Hb < 7 g/dl.

2. Anemia hemolitik autoimun tipe dingin: Dan terapi pada anemia hemolitik autoimun tipe dingin yakni dengan menghindari udar dingin , mengobati penyakit dasar, kadang-kadang diperlukan splenektomi. Bisa juga gdengan memberi kortikosteroid tetapi kortikosteroid ini tidak efektif.Pemberian

khlorambusil dapat memberikan hasil pada beberapa kasus. Dan juga bisa diberikan prednisone dan splenektomi tetapi pemberian obat ini tidak efektif atau tidak banyak membantu penyembuhan pada penyakit ini. Dan bisa juga dengan pemberian

klorambusil 2-4 mg/hari, plasmaferesis untuk mengurangi antibody IgM secara teoritis bisa mengurangi hemolisis, namun secara praktik hal ini sukar dilakukan

O.

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Data demografi b. Riwayat kesehatan a) Riwayat kesehatan dahulu - Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan seperti anti kanker,analgetik dll - Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang besar - Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as. Folat,Fe dan Vit12. - Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi - Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat b) Riwayat kesehatan keluarga Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit c) Riwayat kesehatan sekarang - Klien terlihat keletihan dan lemah - Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi - Mengeluh nyeri mulut dan lidah c. Kebutuhan dasar 1) Pola aktivitas sehari-hari - Keletihan,malaise,kelemahan - Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja 2) Sirkulasi Palpitasi,takikardia,mur mur sistolik,kulit dan membran mukosa (

konjungtiva,mulut,farink dan bibir) pucat - Sklera : biru atau putih seperti mutiara - Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi) - Kuku : mudah patah,berbentuk seperti sendok - Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur 3) Eliminasi

Diare dan penurunan haluaran urin 4) Integritas ego Depresi,ansietas,takut dan mudah tersinggung 5) Makanan dan cairan - Penurunan nafsu makan - Mual dan muntah - Penurunan BB - Distensi abdomen dan penurunan bising usus - Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan 6) Higiene Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi 7) Neurosensori - Sakit kepala,pusing,vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi - Penurunan penglihatan - Gelisah dan kelemahan 8) Nyeri atau kenyamanan Nyeri abdomen samar dan sakit kepala 9) Pernafasan Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,ortopnea, dan dispnea) 10) Keamanan Gangguan penglihatan,jatuh,demam dan infeksi 11) Seksualitas - Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore) - Hilang libido - Impoten d. Pemeriksaan diagnostik - Jumlah darah lengakap (JDL) : Hb dan Ht menurun - Jumlah eritrosit menurun - Bilirubin serum ( tak tergonjugasi) : meningkat - Tes schilling : penurunan ekskresi Vit12 di urin - Guaiak : mungkin positif untuk darah pada urin dan feses

Вам также может понравиться