Вы находитесь на странице: 1из 9

1

MENUMBUHKAN SELF-REGULATED LEARNING SISWA, Pendalaman Materi Bimbingan Belajar Diklat Guru Bimbingan Konseling Oleh Drs. H. Agus Akhmadi, M.Pd 1 Abstrak: Tuntutan belajar di sekolah mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang lebih terarah dan intensif sehingga memungkinkan siswa produktif, kreatif, dan inovatif. Bekal utama yang dibutuhkan siswa untuk menyesua ikan diri dengan tuntutan tersebut adalah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatur kegiatan belajar, mengontrol perilaku belajar, dan mengetahui tujuan, arah, serta sumber-sumber yang mendukung untuk belajarnya. Fenomena yang teramati di sejumlah sekolah menunjukkan bahwa para siswa nampaknya masih belum menghayati budaya belajar di sekolah. Oleh karena itu, guru dan konselor perlu terpanggil untuk secara langsung ikut serta dalam memperbaiki budaya belajar tersebut dengan mengembangkan self regulated learning Keberhasilan siswa menerapkan SRL dalam belajar akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Kata kunci : self-regulated learning , prestasi belajar siswa

A. PENDAHULUAN Semua sekolah menghendaki siswanya belajar optimal untuk mencapai prestasi tinggi. Tuntutan belajar tersebut mengharuskan siswa untuk belajar lebih mandiri, disiplin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang lebih terarah dan intensif sehingga memungkinkan siswa tampil produktif, kreatif, dan inovatif. Bekal utama yang dibutuhkan siswa untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut adalah memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengatur kegiatan belajar, mengontrol perilaku belajar, d an mengetahui tujuan, arah, serta sumber -sumber yang mendukung untuk belajarnya.

Widyaiswara Madya Spesialisasi Bimbingan Konseling pada Balai Diklat Keagamaan Surabaya

2 Saat ini ditengarai para siswa nampak masih belum menghayati budaya belajar di sekolah dan belum dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sekolah. Bahkan mereka beranggapan ketidak hadiran guru sebagai suatu hal yang sangat menyenangkan .Banyak diantara siswa memperoleh prestasi rendah, kurang sesuai dengan harapan. Kebiasaan belajar siswa seperti itu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, harus diatasi paling dan diubah ke arah yang lebih baik agar menghasilkan lulusan yang mampu belajar secara mandiri, mampu mengatur tingkah lakunya secara dinamis dan fleksibel dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya. Masalah belajar adalah masalah pengaturan diri, untuk itu, siswa membutuhkan pengaturan diri ( self-regulated learning) atau (SRL). Pengaturan diri (SRL) dibutuhkan siswa agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Schunk (1989), mengemukakan bahwa siswa dikatakan melakukan self-regulation dalam belajar bila mereka secara sistematis mengatur perilaku dan kognisinya dengan memperhatikan aturan yang dibuat sendiri, mengontrol jalannya proses bel ajar dan mengintegrasikan pengetahuan, melatih untuk mengingat informasi yang diperoleh, serta mengembangkan dan mempertahankan nilai -nilai positif belajarnya.

B. PENGERTIAN SELF REGULATED LEARNING Teori sosial kognitif menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif serta factor perilaku, memainkan peran penting dalam proses pembelajaran. Salah satu proses pembelajaran yang melibatkan ketiga faktor tersebut adalah Self regulated learning. Zimmerman & Martinez-Pons, (1990) menyatakan bahwa Self regulatedlearning merupakan konsep mengenai bagaimana seorang siswa menjadi pengatur bagi belajarnya sendiri. Zimmerman mendefinisikan self regulated learning sebagai suatu proses dimana seorang siswa mengaktifkan dan mendorong kognisi (cognition) , perilaku (behaviours) dan perasaannya (affect) secara sistematis dan berorientasi pada pencapaian tujuan belajar. Berdasarkan perspektif sosial kognitif, siswa yang dapat dikatakan sebagai self regulated learner adalah siswa yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka. Siswa tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantu ng pada guru, orang tua atau orang lain.

3 Schunk, (1998) menjelaskan self regulated learning berlangsung bila siswa secara sistematik mengarahkan perilaku dan kognisinya dengan cara memberi perhatian pada instruksi tugas-tugas, melakukan proses dan mengint egrasikan pengetahuan, mengulang-ulang informasi untuk diingat serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positif tentang kemampuan belajar (self efficacy) dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya. Siswa dikatakan telah menerapkan self-regulated learning apabila siswa tersebut memiliki strategi untuk mengaktifkan metakognisi, motivasi, dan tingkah laku dalam proses belajar mereka sendiri (Ponz, 1990). Kebiasaan mengatur dan mengarahkan diri sendiri diharapkan dapat terbentuk dalam belajar. Self-regulated learning menempatkan pentingnya kemampuan seseorang untuk belajar disiplin mengatur dan mengendalikan diri sendiri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Pada sisi lain, self-regulated learning menekankan pentingnya inisiatif karena SRL merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif sundiri. Siswa yang memiliki inisiatif menunjukkan kemampuan untuk mempergunakan pemikiran pemikirannya, perasaan-perasaannya, strategi dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan betapa efektifnya belajar jika siswa memiliki keterampilan self-regulated learning (SRL). Oleh sebab itu, sebaiknya sejak dini siswa perlu diajarkan bagaimana menerapkan self-regulated learning (SRL) dalam belajar. Pikiran, perasaan, strategi, dan tingkah laku yang sudah terarah pada tujuan pembelajaran merupakan suatu modal yang paling penting dalam terlaksananya proses belajar.

C. FAKTOR DAN KARAKTERISTIK SELF REGULATED LEARNING

Self regulated learning dipengaruhi beberapa factor, diantaranya adalah self efficacy, motivasi dan tujuan. a. Self efficacy. Merupakan penilaian individu terhadap kemampuan nya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, atau mengatasi h ambatan dalam belajar (Bandura, 2003). Self efficacy dapat mempengaruhi siswa dalam memilih suatu tugas, usaha, ketekunan, dan prestasi. Siswa yang memiliki self efficacy yang tinggi akan meningkatkan penggunaan kognitif dan strategi self regulated learning . b. Motivasi . Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki siswa secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Motivasi dibutuhkan siswa untuk

4 melaksanakan strategi yang akan mempengaruhi proses belajar. Siswa cenderung akan lebih efisien mengatur waktunya dan efektif dalam belajar apabila memiliki motivasi belajar. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang (intrinsic) cenderung akan lebih memberikan hasil positif dalam proses belajar dan meraih prestasi yang baik. Motivasi ini akan lebih kuat dan le bih stabil/menetap bila dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar diri (extrinsic). c. Tujuan (goals). Menurut Cobb (2003) goal merupakan penetapan tujuan apa yang hendak dicapai seseorang. Goal merupakan kriteria yang digunakan siswa untuk memonitor kemajuan mereka dalam belajar. Goal memiliki dua fungsi dalam self regulated learning yaitu menuntun siswa untuk memonitor dan mengatur usahanya dalam arah yang spesifik. Selain itu goal juga merupakan kriteria bagi siswa untuk mengevaluasi performansi mereka . Di sekolah, pembimbingan terhadap siswa dapat dilakukan oleh guru dan konselor. Upaya pembimbingan akan lebih efektif bila dilakukan melalui kerjasama antara guru bidang studi dengan pembimbing . Hal ini penting karena permasalahan dan tingkah laku belajar siswa terbentuk oleh factor motivasional dan lingkungan (Daharnis, 2005), kegiatan belajar dan pembimbingan terhadap siswa dapat disusun dengan baik sehingga terjadi peningkatan mutu kegiatan belajar dan prestasi bel ajar siswa. Selama ini, guru dan konselor di sekolah kurang memperhatikan aspek psikologis siswa. Guru lebih pada menjelaskan materi sesuai target kurikulum, sehingga persoalan belajar seperti, bagaimana siswa mengatur waktu belajar, mencapai target prestasi, kurang mendapat perhatian. Menurut Jonassen (dalam Wangid, 2006), strategi belajar sangat diperlukan agar proses belajar menjadi lebik efektif. Pintrich & De Groot (1991) yang menemukan adanya hubungan an tara strategi belajar dengan hasil unjuk kerja. Kualitas belajar bergantung pada strategi yang digunakan oleh individu. Fungsi SRL secara konkret adalah merencanakan proses belajar, memantau kemajuan belajar, mendiagnosis sebab -sebab terjadinya kesulitan yang muncul selama proses belajar dan menentukan target yang harus dicapai dalam belajar. Zimmerman dan Martinez-Pons (1996) menyebutkan 10 kategori perilaku belajar sebagai strategi self regulated learning, yaitu: a. Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating ). Merupakan inisiatif siswa dalam melakukan evaluasi terhadap kualitas tugas dan kemajuan pekerjaannya. Siswa memutuskan apakah hal-hal yang telah dipelajari mencapai tujuan yang

5 ditentukan sebelumnya. Dalam hal ini siswa membandingkan informasi yang didapat melalui self monitoring dengan beberapa standar atau tujuan yang dimiliki. b. Mengatur materi pelajaran (organizing & transforming ). Strategi organizing menandakan perilaku overt dan covert dari siswa untuk mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan efektivitas proses belajar. Strategi transforming dilakukan dengan mengubah materi pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipelajari. c. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning ). Strategi ini merupakan pengaturan siswa terhadap tujuan umum dan tujuan khusus dari belajar dan perencanaan untuk urutan pengerjaan tugas, bagaimana memanfaatkan waktu dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut. Perenca naan akan membantu siswa untuk menemu-kenali konflik dan krisis yang potensial serta meminimalisir tugas-tugas yang mendesak, fokus pada hal-hal yang penting bagi perolehan kesuksesan jangka panjang. Untuk itu maka perencanaan perlu ditinjau kembali secara rutin. d. Mencari informasi (seeking information). Siswa memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar sumber -sumber sosial ketika mengerjakan tugas ataupun ketika mempelajari suatu materi pelajaran. Strategi ini dilakukan dengan menetapkan informasi apa yang penting dan bagaimana cara mendapatkan informasi tersebut. e. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring) . Strategi ini dilakukan dengan mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan topik yang dipelajari, kemudian menyimpan hasil tes, tugas maupun catatan yang telah dikerjakan. f. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring). Siswa berusaha memilih atau mengatur aspek lingkungan fisik dengan cara tertentu sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik. g. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences). Strategi ini dilakukan dengan mengatur atau membayangkan reward atau punishment yang didapatkan bila berhasil atau gagal dalam mengerjakan tugas. h. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing) . Siswa berusaha mempelajari ulang materi pelajaran dan mengingat bahan bacaan dengan perilaku yang overt dan covert. i. Mencari bantuan sosial (seek social assistance) . Bila menghadapi masalah dengan tugas yang sedang dikerjakan, siswa dapat meminta bantuan tema n sebaya (seek

6 peer asistance) , meminta bantuan guru (seek teacher assistance) dengan bertanya kepada guru menyelesaikan tugas dengan baik. Siswa juga meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance) bila ada topik yang tak dimengerti. j. Meninjau kembali catatan, tugas atau tes sebelumnya dan buku pelajaran (review record). Siswa meninjau kembali catatan pelajaran sehingga tahu topik apa saja yang akan diuji. Siswa meninjau kembali tugas atau tes sebelumnya (review test/work) yang meliputi soal-soal ujian terdahulu tentang topik -topik tertentu, juga tugas tugas yang telah dikerjakan sebagai sumber informasi untuk belajar , membaca ulang buku pelajaran (review text book) sumber informasi yang dijadikan penunjang catatan.

D. MENGEMBANGKAN SELF REGULATED LEARNING

Salah satu model untuk mengembangkan Self regulated learning siswa adalah dengan menggunakan pembelajaran yang memberikan tantangan kepada anak untuk belajar. Pembelajaran konvensional monolog dengan ceramah saja misalnya, akan sulit mendorong siswa menerapkan Self regulated learning dalam pembelajaran, yang akan mendorong siswa mencapai tujuan pembelajaran. Guru atau konselor dalam pembimbingan terhadap siswa meningkatkan SRL dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan menggunakan experiential learning (pembelajaran pengalaman) yang terdiri empat langkah, yaitu concrete experience , reflective observation, abstract conceptualizations, dan active experimentation . Penerapan pembelajaran dengan modus pengalaman, memberi kesempatan pada siswa untuk belajar mengalami. Dengan demikian , siswa dapat memonitor kemampuan diri sendiri untuk membuat perencanaan dan pemantauan terhadap hasil belajar terkait tingkat penguasaan materi pembelajaran dan keberhasilan dalam menyelesaikan tugas tugas secara baik. Kemauan belajar yang kuat dan penetapan tujuan belajar yang jelas akan memacu setiap individu untuk rajin belajar dan berusaha mencapai tujuan dan target belajar yang telah ditetapkan. Untuk memicu motivasi siswa menerapkan SRL dalam belajar, hasil jurnal/penugasan belajar yang berhasil dikumpulkan siswa secara tertulis, dinilai dan bagi yang berhasil membuat jurnal sesuai kriteria hasilnya diumumkan di depan kelas. Penerapan pembelajaran eksperiensial dalam proses belajar mengajar diharapkan mampu mengubah kebiasaan belajar siswa dari cara-cara belajar yang instan, menjadi

7 cara belajar yang lebih baik yaitu menerapkan SRL sehingga dapat meningkatkan penguasaan lebih baik terhadap materi pembelajaran dan memiliki sikap belajar yang lebih bertanggung jawab. Penerapan belajar eksperiensial melalui pembelajaran mata pelajaran menurut Darmiaty (2009) berhasil memotivasi dalam belajar. Hal ini ditunjukkan dari hasil jurnal belajar secara kualitas meningkat, begitu pula dengan aspek disiplin. Secara umum, siswa melaksanakan kegiatan belajar secara rutin setiap hari sesuai target dan jadwal yang telah disiapkan. Mereka tidak lagi merasa terpaksa melakukan kegiatan belajar setiap hari (menerapkan SRL) akan tetapi merasa senang dan mulai menyadari bahwa itu adalah kewajiban. Dengan jurnal belajar harian, siswa dilatih untuk memiliki kemampuan mengatur belajarnya sendiri, dapat mengganti cara belajarnya secara lebih akurat, menentukan mana cara belajar yang kurang efektif untuk kemudian mengubah sendiri menjadi lebih sesuai, dan membentuk pribadi yang lebih memi liki kesadaran diri untuk meningkatkan efektifitas diri (Zimmerman: 1998). Keberadaan dan manfaat jurnal belajar dirasakan manfaatnya . Siswa yang sungguh-sungguh menulis jurnal belajar dengan disiplin dan usaha keras nampak penguasaan materinya lebih baik daripada siswa yang hanya menulis seadanya. Dalam kurun waktu tertentu terjadi pula pembelajaran yang menyenangkan ( the joy of learning ). Kondisi ini telah memberikan makna pada sebagian besar siswa dalam menemukan cara/strategi belajar yang cocok bagi dirinya yang kemudi an diterapkan secara konsisten sehingga terjadi proses belajar dari pengalaman. Penggunaan empat modus secara siklus dalam b elajar dan pembelajaran disertai tagihan dan balikan dari guru, memberi kesempatan pada siswa belajar melalui mengalami. Semakin intensifnya kesempatan untuk belajar dari mengalami akan memicu terjadinya perkembangan yang progresif pada diri siswa.Setiap pertemuan pembelajaran, pemanfaatan sejumlah modus dasar yang ditantang oleh situasi belajar yang diciptakan guru, siswa memperoleh kemanfaatan dalam bentuk pengetahuan yang lebih tinggi mutunya, lebih mantap strukturnya, dan lebih luas cakupannya. Oleh kar ena itu, dengan berjalannya waktu lingkaran belajar eksperiensial akan menjadi spiral belajar eksperiensial yang mencerminkan proses, hasil, serta kemampuan belajar yang semakin meningkat (Kolb,1984).

8 E. KESIMPULAN

Keberhasilan siswa menerapkan pengaturan diri (SRL) dalam belajar, memberi sumbangan yang cukup signifikan pada peningkatan penguasaan materi pembelajaran pada sebagian besar siswa. Pengaturan diri (SRL) dibutuhkan siswa agar mereka mampu mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Siswa yang melakukan self-regulation dalam belajar, mereka secara sistematis mengatur perilaku dan kogn isinya dengan memperhatikan aturan yang dibuat sendiri, mengontrol berjalannya suatu proses belajar dan mengintegrasikan pengetahuan, melatih untuk mengingat informasi yang diperoleh, serta mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai positif belajarnya. Dalam mengembangkan SLR, pembelajar dapat menerapkan model b elajar eksperiensial melalui empat tahap secara siklikal yaitu concrete experience, reflective observation, abstract conceptualization, dan active experimentation.

DAFTAR RUJUKAN Bandura, A. 1986. Social Foundation of Thought and Action: A Social CognitinitiveTheory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Engglewod Cliffs. Corey, G. 2004. Theory and practice of counseling and psychotherapy. Sixth Edition. California: Books/cole Publishing. Daharnis, 2005. Hubungan Sejumlah Karakteristik Siswa, Kondisi Lingkungan Pembelajaran, Kegiatan belajar, Dan Prestasi Belajar Siswa Universitas Negeri Padang . Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Darmiany, 2009, Penerapan Belajar Eksperiensial Efektif Mengembangkan SelfRegulated Learning Mahasiswa, Makalah disampaikan dalam Konvensi Nasional ABKIN XVI tgl 15-17 november 2009 Joni, T.R. Cara Belajar Siswa Aktif: Artikulasi Konseptual, Jabaran Operasional da n Verifikasi Empirik. Forum Penelitian Tengah Tahunan, Pusat Penelitian IKIP Malang, 1990 Kolb, D. A. 1984. Experiential Learning : Experience as the source of learning and development . New Jersey: Prentice-Hall Inc Paris, S.G. & Newman, R.S. 1990. Develop mental Aspects of Self-regulated learning. Journal Educational Psychologist . 25 (1), 87-102. Pujiatin, Sri R.R. 2004. Perkembangan SRL yang Diperoleh Melalui Pemahaman Bacaan dan Membuat Ringkasan pada Anak SMA. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Universitas Indonesia.

9 Schunk, D.H & Zimmerman. B.J. 1997. Self-regulated lerarning and performance : Issues and educational applications . Hillsdale, NJ. Lawrence Er Erlbaum Associates, Inc. Suyanto, Nugroho. 2008. Self Regulated Learning Bagi Anak Berbakat. D iakses tanggal 28 Januari 2009.http://mandikdasmen.aptisi3.org/index.php?option=comcontent&task=view&i d =13&itemid=37. Wangid, M.N. 2006. Kemampuan Self-regulated Learning Pada Siswa SLTPN I Bantul Yogyakarta . Disertasi tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Zimmerman, B.J. 2002b. Achieving Self -Regulation: The Trial and Triumph of Adolescence. In Pajares, F., & Urdan, T. 2002. Adolescence and education . Vol.2. P. (122-142). Academic Motivation of Adolescence. Greenwich: Information Age Publishing.

Вам также может понравиться