Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB I PENDAHULUAN

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh

mikroorganisme patogen yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans. Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai oleh ikterus. Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the emerging infectious diseases. Leptospirosis telah menjadi problem kesehatan yang tersebar luas di seluruh dunia. Penularan leptospirosis pada manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih. Di negara berkembang yang memiliki iklim tropis dan subtropis, leptospirosis menjadi masalah yang serius dibandingkan dengan di negara-negara lain. Hal ini disebabkan karena iklim tropis dan subtropis merupakan lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan leptospira dan juga peluang untuk kontak dengan leptospira lebih besar pada negara tropis dan subtropis dimana terdapat banyak persawahan dan perkebunan yang dapat menjadi sumber dari infeksi. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas. Di Indonesia leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
1

Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat. Pada Kejadian Banjir Besar Di Jakarta tahun 2002, dilaporkan lebih dari 100 kasus leptospirosis dengan 20 kematian. Epidemi leptospirosis dapat terjadi akibat terpapar oleh genangan /luapan air (banjir) yang terkontaminasi oleh urin hewan yang terinfeksi6,8,9. Leptospirosis merupakan masalah yang serius namun masih dapat diatasi dengan penenganan yang tepat. Gejala klinis dari leptosiprosis mirip dengan infeksi lain seperti influensa, meningitis, hepatitis, dengue fever. Oleh sebab itu, sangat penting dapat membedakan infeksi leptospira dengan infeksi lain terutama di negara dimana infeksi-infeksi ini masih menjadi endemi. Hal ini masih sulit untuk dilakukan namun dengan perkembangan teknik penegakkan diagnosis dan kewaspadaan serta pengetahuan yang tepat maka dignosis leptospirosis dapat ditegakkan dengan tepat dan cepat. Selama beberapa tahun terakhir, teknik penegakkan diagnosis telah dikembangkan diberbagai negara, hal ini memampukan identifikasi infeksi leptosipra tanpa memerlukan peralatan yang canggih. Penegakkan diagnosis pasti dari leptospirosis dibuat isolasi organisme penyebab yang berasala dari darah atau urin, tetapi hal ini memerlukan waktu agar organisme tersebut dapat berkembang pada media kultur sehingga diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tes serologi. Tes serologi yang digunakan adalah Microscopic Agglutination Test (MAT). Tes ini dilakukan dengan cara titrasi suspensi antigen dari pasien kemudian diperiksa dengan mikroskop untuk melihat ada tidaknya aglutinasi. Namun pemeriksaan ini memerlukan tenaga ahli dan perlengkapan laboratorium yang canggih sehingga dikembangkan pendekatan serologis lain termasuk penggunaan dari ELISA menilai antibodi IgM dan IgG.

BAB II PATOGENESIS
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh pejamu melalui luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan peneterasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir6,7,8,9. Kuman leptorpira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas seluler. Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktivitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia6,7,8,9.

Gambar 1. Penularan dan manifestasi leptosirosis20

Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Didalam ginjal kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler merupakan salah satu penyebab gagal ginjal. Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel-sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangnya sekresi bilirubin. Leptospira dapat dijumpai didalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari dari darah setelah terbentuknya aglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikroorganisme hanya dapat ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu. Tiga mekanisme yang terlibat pada patogenesa leptospirosis, yaitu : invasi bakteri langsung, faktor inflamasi non-spesifik, dan rekasi imunologi.

Masuk melalui luka di kulit, konjungtiva, Selaput mukosa utuh Multiplikasi kuman dan menyebar melalui aliran darah Kerusakan endotel pembuluh darah kecil : ekstravasasi Sel dan perdarahan
4

Perubahan patologi di organ/jaringan - Ginjal - Hati : nefritis interstitial sampai nekrosis tubulus, perdarahan. : gambaran non spesifik sampai nekrosis sentrilobular disertai hipertrofi dan hiperplasia sel Kupffer. - Paru - Otot lurik - Jantung - Mata : inflamasi interstitial sampai perdarahan paru : nekrosis fokal : petekie, endokarditis akut, miokarditis toksik : dilatasi pembuluh darah, uveitis, iritis.

BAB IV TANDA dan GEJALA


Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata 10 hari. Gambaran klinis pada Leptospirosis: Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotophobi Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali, atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis, asites, miokarditis

Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik ) leptospiremia/septikemia dan fase imun. Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)

yaitu fase

Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan css, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus (50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia. Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal,
6

penyembuhan organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun6,7. Fase Imun (minggu ke-2) Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat terdeteksi dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30 hari atau lebih. Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis. Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari atau dapat pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa6,7. Icteris disease atau yang disebut dengan Weil Disease timbul pada minggu kedua setelah infeksi terjadi, merupakan keadaan di mana
7

leptospira dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Pada fase ini terjadi hipovolemia dan penurunan perfusi ke ginjal sehingga terjadi akut tubular nekrosis yang ditandai dengan adanya oligouria dan lama kelamaan menjadi anuria. Apabila telah terjadi anuria maka prognosis menjadi jelek. Gangguan ginjal ini menimbulkan anoreksia, mual, pusing, yang berkembang menjadi kejang stupor dan koma pada kasus yang berat. Gejala lain yang ditemukan adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ), hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 % kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis, iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa bulan setelah awal penyakit3,6,9. Komplikasi mata yang paling sering ditemukan adalah hemoragia subconjunctival, bahkan leptospira dapat ditemukan dalam cairan aquaeous. Keluhan dan gejala gangguan ginjal seperti azotemia, piuria, hematuria, proteinuria dan oliguria ditemukan pada 50 % kasus. Manifestasi paru ditemukan pada 20-70 % kasus. Selain itu, limfadenopati, bercak kemerahan dan nyeri otot juga dapat ditemukan. Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4) Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsurangsur hilang. 1. Leptospirosis anikterik 90% dari seluruh kasus leptospirosis di masyarakat. Perjalanan penyakit leptospirosis anikterik maupun ikterik umumnya bifasik karena mempunyai 2 fase, yaitu : a. Fase leptospiremia/fase septikemia

- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. - Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik seperti flu dengan beberapa variasinya.

- Karakteristik manifestasi klinis : demam, menggigil kedinginan, lemah dan nyeri terutama tulang rusuk, punggung dan perut. - Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis. b. Fase imun atau leptospirurik - sirkulasi antibodi dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urine dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi pada darah atau cairan serebrospinalis. - Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan terjadi pada 0-30 hari atau lebih. - Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal. Manifestasi klinik terpenting leptospirosis anikterik : meningitis aseptik yang tidak spesifik sehingga sering tidak terdiagnosis. Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena

keluhannya ringan, gejala klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu. Merupakan penyebab utama fever of unknown origin di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Malaysia.

Adanya conjunctival suffusion dan nyeri tekan di daerah betis, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali dan ruam

makulopapular dapat ditemukan meskipun jarang. Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien leptospirosis anikterik maupun ikterik.

2. Leptospirosis ikterik Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang tindih dengan fase septikemia. Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan memperoleh terapi yang tepat. Pasien tidak mengalami kerusakan hepatoselular, bilirubin meningkat, kadar enzim transaminase serum hanya sedikit meningkat, fungsi hati kembali normal setelah pasien sembuh. Leptospirosis sering menyebabkan gagal ginjal akut, ikterik dan manifestasi perdarahan, yang merupakan gambaran klinik khas penyakit Weil. Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi dapat ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit. Pada leptospirosis berat, abnormalitas pencitraan paru sering dijumpai meskipun pada pemeriksaan fisik belum ditemukan kelainan. Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura. Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian bawah. Komplikasi berat seperti miokarditis hemoragik, kegagalan fungsi beberapa organ, perdarahan masif dan Adult Respiratory Distress
10

Syndromes (ARDS) merupakan penyebab utama kematian yang hampir semuanya terjadi pada pasien-pasien dengan leptospirosis ikterik. Penyebab kematian leptospirosis berat : koma uremia, syok septikemia, gagal kardiorespirasi dan syok hemoragik. Faktor-faktor prognostik yang berhubungan dengan kematian pada pasien leptospirosis hdala oliguria terutama oliguria renal, hiperkalemia, hipotensi, ronkhi basah paru, sesak nafas, leukositosis (leukosit > 12.900/mm3), kelainan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan repolarisasi, infiltrat pada foto pencitraan paru. Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult Respiratory Distress Sndromes (ARDS) dan fatal. Manifestasi klinik sistem kardiovaskular pada leptospirosis dapat berupa miokarditis, gagal jantung kongestif, gangguan irama jantung. Tabel 1: Perbedaan gambaran klinik leptospirosis anikterik dan ikterik : Sindroma, Fase Leptospirosis anikterik Fase leptospiremia (3-7 Demam hari) kepala, perut, tinggi, mialgia, mual, nyeri Darah, nyeri serebrospinal muntah, cairan Gambaran klinik Spesimen laboratorium

conjunctival suffusion. Demam Fase imn (3-30 hari) ringan, nyeri

kepala, muntah, meningitis urin aseptik

11

Leptospirosis ikterik Fase leptospiremia dan Demam, fase menjadi imn satu (sering mialgia, atau ginjal, manifestasi pneumonitis leukositosis. nyeri ikterik, kepala, Darah, cairan

gagal serebrospinal (minggu

hipotensi, I) perdarahan, hemoragik, Urin (minggu II)

tumpang tindih)

12

BAB V KRITERIA DIAGNOSIS


Anamnesis Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien, serta jangan lupa menanyakan ada riwayat kontak langsung dengan binatang atau dengan tanah atau air yang terkontaminasi dengan kencing binatang. Keluhan-keluhan khas yang dapat ditemukan, yaitu ; demam mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun, dan merasa mata makin lama makin bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha1,2,4,5. Pemeriksaan Fisik Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival suffusion. Gejala klinis yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia. Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral dipalpebra pada hari ketiga selambatnya hari ke-7 terasansakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan infeksi faring, faring terlihat merah dan bercak-bercak. Mialgia dapat snagat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat dan hiperestesi kulit.

Gambar 2. Conjungtiva suffision dan ikterik pada sklera


13

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium : a) Pemeriksaan darah : leukosit normal atau menurun, peningkatan netrofil, trombositopenia ringan, LED meninggi, pada kasus berat ditemukan anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit. b) Pemeriksaan fungsi hati : jika tidaka ada gejala ikterik : fungsi hati normal, gangguan fungsi hati, SGOT, SGPT dapat meningkat. c) Pemeriksaan laboratorium khusus : pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan bakteriologis, dilakukan dengan cara : bahan biakan / kultur leptospira degan medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa dapat ditegakkan dalam waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur. - Pemeriksaan laboratorium khusus Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai), dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira (MAT, ELISA, tes penyaring). Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan medium kultur Stuart, Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2-4 minggu terdapat leptospira dalam kultur1,2,4,5. Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination Test), suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke 6-12). Dugaan

diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala klinis yang mendukung. Titer antibodi ini secara bertahap akan terus meningkat dan
14

mulai menurun pada fase penyembuhan. Pada beberapa kasus, antibodi masih dapat terdeteksi bahkan jauh setelah infeksi berakhir. Tes MAT dilakukan dengan cara mencampurkan serum pasien yang diduga terinfeksi leptospira pada berbagai larutan yang berisi leptospira baik yang masih hidup maupun yang telah mati. Antibodi antileptospira yang timbul pada serum akan menyebabkan leptospira saling menempel membentuk gumpalan atau aglutinasi. Hasil aglutinasi ini kemudian diperiksa secara mikroskopik. Aglitunasi antibodi ini dapat berupa IgM maupun IgG1,2,4,5. Keuntungan dari tes MAT adalah dapat untuk mengidentifikasi serovar atau serogrup dari penyebab leptospirosis secara spesifik. Hal ini juga dapat dimanfaatkan untuk studi seroepidemiologi sehingga dapat memperkirakan rentang serovar yang dapat menyebabkan infeksi leptospira berdasarkan populasi atau daerah. Namun tes MAT ini juga memiliki kerugian seperti diperlukannya fasilitas yang memadai untuk kultur leptospira. Selain itu tes MAT memerlukan waktu yang lama dan apabila antibodi yang muncul hanya sedikit, maka ada kemungkinan bahwa antibodi tersebut dapat tidak terdeteksi. Oleh sebab itu penggunaan tes lain seperti ELISA yang menggunakan antigen reaktif yang lebih luas1,2,4,5. Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis infeksi leptospira secara dini. Tes akan positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif dan efektif (93%) dan dapat menggunakan kit komersial yang mudah didapat. Pemeriksaan ELISA menggunakan antigen reaktif ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi IgM dan kadang IgG. Adanya antibodi IgM mengindikasikan infeksi akut dari leptospira, tapi perlu diperhatikan bahwa antibodi IgM masih dapat terdeteksi bahkan sampai beberapa tahun setelah infeksi berakhir. Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay, Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow1,2,4,5.

15

Keuntungan dari pemeriksaan dengan metode ELISA adalah ELISA dapat mendeteksi adanya antibodi IgM pada fase awal dari infeksi, ELISA hanya menggunakan satu jenis antigen yaitu antigen yang spesifik pada genus leptospira, dan tidak diperlukan pembuatan kultur leptospira untuk memperoleh antigen karena dapat digunakan kit komersial. Kekurangan dari ELISA adalah pada beberapa kasus tes ini kurang spesifik dibandingkan MAT sehingga perlu dikonfirmasi ulang dengan tes MAT dan karena antigen yang digunakan berbasis pada tingkat genus, maka melalui ELISA tidak dapat diketahui serovar atau serogrup dari leptospira yang menginfeksi. data serologis memang penting untuk menegakkan diagnosis dari infeksi leptospira, namun tetap perlu dikonfirmasi dengan data epidemiologis dan kondisi klinis dari pasien1,2,4,5. Diagnosa Leptospirosis dapat ditegakkan dengan menggunakan kriteria Faine. Kriteria ini menilai 3 bagian yaitu data klinis, data epidemiologi dan data laboratoris. Ditegakkan diagnosa leptospira bila skor mencapai 26 atau lebih. Bila skor 20 sampai 26 maka termasuk dugaan leptospira namun masih perlu dikonfirmasi kembali. Skor lebih dari 10 merupakan indikasi dari pemberian antibiotik.

16

17

BAB VI PENTALAKSANAAN
- Kuratif Terapi pilihan (drug of choice) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah penilicin G parenteral 6-8 juta u/m2 / 24 jam, terbagi dalam 6 dosis selama 7 hari. Pada penderita yang alergi terhadap penisilin, tetrasiklin (10-20 mg/kg/24 jam) harus diberikan secara oral/intravena terbagi dalam 4 dosis selama 7 hari. Selain itu hal yang perlu diperhatikan adalah perawatan suportif. Pemasukan cairan dan balans elektrolit harus diperhatikan. Keadaan seperti gagal ginjal akut, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi memerlukan penanganan yang spesifik dan cermat Antibiotik sebaiknya diberikan sebelum organisme merusak endotel pembuluh darah dari berbagai organ atau jaringan. Leptospira merupakan penyakit self limiting dengan prognosis yang cukup baik. Bahkan pasien dengan leptospirosis ikterus yang berat sembuh tanpa pengobatan spesifik. Beberapa peneliti menunjukkan tak jelasnya efek antibiotik terhadap beratnya penyakit atau pencegahan terjadinya gangguan susunan saraf pusat, hati, ginjal atau penyulit perdarahan. Juga dibuktikan bahwa lamanya leptospiremia dan adanya organisme dalam cairan serebrospinal tidak terpengaruh oleh pengobatan4,9. Tabel 2. Pilihan antibiotik pada terapi Leptospirosis

Leptospirosis Anikterik
Antibiotik Pilihan pertama Ampisilin 75

Leptospirosis Ikterik
100 - Penisilin G 100,000 U/kgBB/hari, intravena, tiap 6 jam, - Ampisilin 200mg/kgBB/hari, intravena, tiap 6 jam

mg/kgBB/hari. -Amoksisilin 50mg/kgBB/hari, oral, tiap 6-8

18

jam, selama 7 hari

-Amoksisilin 200mg/kgBB/hari, intravena, tiap 6 jam

Pilihan kedua Alergi Penisilin

-Doksisiklin 40mg/kgBB/hari, -Eritromisin 50 mg/kgBB/hari, intravena oral, dua kali -Doksisiklin 40mg/kgBB/hari,oral,2x sehari, selama 7 hari (tidak direkomendasikan untuk umur dibawah 8 tahun) - Eritromisin 50 mg /kgBB/hari, intravena (data penelitian in-vitro)

Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai penggunaan ceftriaxone pada pengobatan leptospirosis. Dari penelitian-penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ceftriaxone secra intravena memiliki keuntungan yang sama dengan pemberian penisilin G secara intravena pada terapi leptospira stadium lanjut. Kedua jenis antibiotik ini dapat mempersingkat durasi demam menjadi 3 hari. Selain itu pemberian ceftriaxonoe lebih mudah dan cost effective4,9. Penanganan khusus 1. Hiperkalemia : diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20 u regular insulin dalam infuse dextrose 40%) Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac arrest. 2. Asidosis metabolic : diberikan natrium bikarbonat dengan dosis (0,3 x kgBB x deficit HC03 plasma dalam MEq/L) 3. Hipertensi : diberikan antihipertensi 4. Gagal jantung : pembatasan cairan, digitalis dan diuretic 5. Kejang Dapat terjadi karena hiponatremia, hipokalsemia, hipertensi ensefalopati dan sirkulasi. Penting untuk menangani kausa primernya,

19

mempertahankan oksigenasi/sirkulasi darah ke otak, dan pemberian obat anti konvulsi. 6. Perdarahan : transfuse Perdarahan terjadi akibat timbunan bahan-bahan toksik dan akibat trombositopeni 7. Gagal ginjal akut : hidrasi cairan dan elektrolit, dopamine, diuretic, dialysis.

20

BAB VII PROGNOSIS


Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %. Faktor-faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu : Leptospirosis yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.

21

BAB VIII RINGKASAN


Leptospirosis telah menjadi problem kesehatan yang tersebar luas di seluruh dunia. Di negara berkembang yang memiliki iklim tropis dan subtropis, leptospirosis menjadi masalah yang serius dibandingkan dengan di negara-negara lain. International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas. Leptospirosis merupakan masalah yang serius namun masih dapat diatasi dengan penenganan yang tepat. Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Gejala klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis. Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang beresiko tinggi terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis. Penegakkan diagnosis infeksi leptospira telah dikembangkan diberbagai negara. . Penegakkan diagnosis pasti dari leptospirosis dibuat isolasi organisme penyebab yang berasala dari darah atau urin, tetapi hal ini memerlukan waktu agar organisme tersebut dapat berkembang pada media kultur sehingga diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan tes serologi. Tes serologi yang digunakan adalah Microscopic Agglutination Test (MAT) dan pendekatan serologis lain termasuk penggunaan dari ELISA menilai antibodi IgM dan IgG. Tes serologis ini memiliki kelebihan dan kekurangn masing-masing sehingga data serologis yang didapat perlu di konfirmasikan dengan data epidemiologis dan kondisi klinis pasien sehingga dapat ditegakkan diagnosis secara cepat dan tepat.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI : Jakarta. 2. Chaudr R. 2013. Serological and Molecular Approsches for Diagnosis of Leptospirosis in a Tertiary Care Hospital in North India: A 10 year Study. Indian Journal of Medicine: 137: 785-790\ 3. Hadinegoro. S. R. et.al. 2007. Leptospirosis Ikterik, manisfestasi berat infkesi Leptospira. Diagnosa dan Tatalaksana Penyakit Anak dengan Gejala Kuning. FK.UI. 4: 78-86. 4. Kkebir BV, et al. 2011. Guidelines for The Diagnosis, Management, Prevention and Control of Leptospirosis in Malaysia 5. Setiawan M. 2008. Microscopic Agglutination Test (MAT) Untuk Diagnosis Leptospirosis pada Manusia. Majalah Kedokteran FK UKI. 26:1-8 6. Sumarmo, Herry, Sri Rejeki, etal. 2008. Leptospirosis. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis edisi kedua hal. 364-369. Ikatan dokter Anak Indonesia. 7. Speelman, Peter. 2005. Leptospirosis, Harrisons Principles of Internal Medicine, 16th ed, vol I. McGraw Hill. 16: 988-991. 8. Terpstra JW. 2003. Human Leptospirosis: Guidance for Diagnosis, Surveilance and Control. WHO. 1: 5-14 9. Zein Umar. 2006. Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4. FKUI. 4:1845 - 1848.

23

Вам также может понравиться

  • Mikrobiologi Perubatan I: Patogen dan Mikrobiologi Manusia
    Mikrobiologi Perubatan I: Patogen dan Mikrobiologi Manusia
    От Everand
    Mikrobiologi Perubatan I: Patogen dan Mikrobiologi Manusia
    Рейтинг: 2.5 из 5 звезд
    2.5/5 (2)
  • Leptospirosis 1
    Leptospirosis 1
    Документ31 страница
    Leptospirosis 1
    dwi fajar asmarawati
    Оценок пока нет
  • Abses Septum
    Abses Septum
    Документ45 страниц
    Abses Septum
    DezyDwiputriAldelya
    Оценок пока нет
  • Ensefalopati Hipertensi
    Ensefalopati Hipertensi
    Документ34 страницы
    Ensefalopati Hipertensi
    Dwi Tantri SP
    100% (1)
  • LP Susp Typoid-1
    LP Susp Typoid-1
    Документ36 страниц
    LP Susp Typoid-1
    haerana
    Оценок пока нет
  • Lapkas Weil Disease
    Lapkas Weil Disease
    Документ16 страниц
    Lapkas Weil Disease
    Anonymous fOz6To
    Оценок пока нет
  • Modul 3 Gawat Darurat
    Modul 3 Gawat Darurat
    Документ33 страницы
    Modul 3 Gawat Darurat
    fakhranazakirah
    100% (1)
  • LP Peritonitis
    LP Peritonitis
    Документ16 страниц
    LP Peritonitis
    Priskila Prasetyaningrum
    Оценок пока нет
  • Apendisitis Akut GC
    Apendisitis Akut GC
    Документ26 страниц
    Apendisitis Akut GC
    dennidililahari
    Оценок пока нет
  • SARS
    SARS
    Документ20 страниц
    SARS
    Yogo Wibowo
    100% (1)
  • Dermatofitosis
    Dermatofitosis
    Документ8 страниц
    Dermatofitosis
    Karina Lucia Indriani
    Оценок пока нет
  • Dermatofitosis PPK Rsbam
    Dermatofitosis PPK Rsbam
    Документ3 страницы
    Dermatofitosis PPK Rsbam
    Andi Karisma
    Оценок пока нет
  • Patmek Diare
    Patmek Diare
    Документ2 страницы
    Patmek Diare
    Agli Adhitya
    Оценок пока нет
  • Case Cluster Headache
    Case Cluster Headache
    Документ16 страниц
    Case Cluster Headache
    ds
    Оценок пока нет
  • Pneumothorax
    Pneumothorax
    Документ25 страниц
    Pneumothorax
    natalia widyam
    Оценок пока нет
  • HB
    HB
    Документ17 страниц
    HB
    Saida Khairina
    Оценок пока нет
  • Komplikasi Demam Tifoid Pada Anak
    Komplikasi Demam Tifoid Pada Anak
    Документ19 страниц
    Komplikasi Demam Tifoid Pada Anak
    Amhie Ar Awal
    Оценок пока нет
  • Infeksi Nosokomial 1
    Infeksi Nosokomial 1
    Документ8 страниц
    Infeksi Nosokomial 1
    Kharina Putri
    Оценок пока нет
  • Ringkasan Penyakit SKDI 3A & 3B CBT
    Ringkasan Penyakit SKDI 3A & 3B CBT
    Документ75 страниц
    Ringkasan Penyakit SKDI 3A & 3B CBT
    Preloved Bycinta
    Оценок пока нет
  • Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
    Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
    Документ12 страниц
    Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
    Shelly Afina Pernanda
    100% (1)
  • Ulkus Arteri
    Ulkus Arteri
    Документ8 страниц
    Ulkus Arteri
    Ahmad Hasan
    Оценок пока нет
  • Aspek Lab Hepatitis A Dan B
    Aspek Lab Hepatitis A Dan B
    Документ29 страниц
    Aspek Lab Hepatitis A Dan B
    NiaYusmaydiyanti
    Оценок пока нет
  • Pemeriksaan Fisik Persistemm
    Pemeriksaan Fisik Persistemm
    Документ15 страниц
    Pemeriksaan Fisik Persistemm
    yusfi indra gunawan
    Оценок пока нет
  • Pengertian, Jenis Jenis, Penyebab Diare
    Pengertian, Jenis Jenis, Penyebab Diare
    Документ5 страниц
    Pengertian, Jenis Jenis, Penyebab Diare
    Zulfikar Lafran
    Оценок пока нет
  • Sap Bronkiolitis
    Sap Bronkiolitis
    Документ8 страниц
    Sap Bronkiolitis
    Trress Jumsuit
    Оценок пока нет
  • Makalah Leptospirosis
    Makalah Leptospirosis
    Документ14 страниц
    Makalah Leptospirosis
    Cindy Tiara
    Оценок пока нет
  • CEPHALGIA
    CEPHALGIA
    Документ24 страницы
    CEPHALGIA
    Chantik Putri
    Оценок пока нет
  • Resume Hipertensi
    Resume Hipertensi
    Документ6 страниц
    Resume Hipertensi
    Wewek Jembeng
    100% (1)
  • Woc Malaria
    Woc Malaria
    Документ1 страница
    Woc Malaria
    Ilham Thohir
    100% (2)
  • Takikardi
    Takikardi
    Документ25 страниц
    Takikardi
    Siti Ardina Sari
    Оценок пока нет
  • Filariasis
    Filariasis
    Документ23 страницы
    Filariasis
    Leni Herliani
    Оценок пока нет
  • Rheumatoid Arthritis
    Rheumatoid Arthritis
    Документ15 страниц
    Rheumatoid Arthritis
    Reza Dirgahayu Putri
    Оценок пока нет
  • Ulkus Diabetikum
    Ulkus Diabetikum
    Документ25 страниц
    Ulkus Diabetikum
    Aviya Ekutami
    0% (1)
  • Gastroenteritis
    Gastroenteritis
    Документ28 страниц
    Gastroenteritis
    Aliifah Salsabiila
    Оценок пока нет
  • LP Hipertensi Emergensi
    LP Hipertensi Emergensi
    Документ25 страниц
    LP Hipertensi Emergensi
    Refi Istashama
    Оценок пока нет
  • Patofisiologi DBD
    Patofisiologi DBD
    Документ2 страницы
    Patofisiologi DBD
    fatin
    Оценок пока нет
  • Patofisiologi Difteri
    Patofisiologi Difteri
    Документ1 страница
    Patofisiologi Difteri
    meta
    Оценок пока нет
  • Woc EKEK
    Woc EKEK
    Документ2 страницы
    Woc EKEK
    Iyhiick Alfari RA
    Оценок пока нет
  • Skenario A Kel 1
    Skenario A Kel 1
    Документ44 страницы
    Skenario A Kel 1
    Muhammad Alkautsar
    Оценок пока нет
  • Makalah Limfadenitis
    Makalah Limfadenitis
    Документ4 страницы
    Makalah Limfadenitis
    Aprilikkaearly
    Оценок пока нет
  • Gerontik Dengan Pulmonal
    Gerontik Dengan Pulmonal
    Документ51 страница
    Gerontik Dengan Pulmonal
    Chicilia Puspita Darmanigrum
    Оценок пока нет
  • Stemi
    Stemi
    Документ35 страниц
    Stemi
    elitarahmi
    Оценок пока нет
  • LK Ispa Puskesmas
    LK Ispa Puskesmas
    Документ8 страниц
    LK Ispa Puskesmas
    Neni Rochmayati
    Оценок пока нет
  • 1 05 209pendekatan Diagnosis Limfadenopati-4 PDF
    1 05 209pendekatan Diagnosis Limfadenopati-4 PDF
    Документ6 страниц
    1 05 209pendekatan Diagnosis Limfadenopati-4 PDF
    Yosia Kevin
    Оценок пока нет
  • Sap Penyuluhan Difteri Lengkap
    Sap Penyuluhan Difteri Lengkap
    Документ20 страниц
    Sap Penyuluhan Difteri Lengkap
    Rodiah
    Оценок пока нет
  • Refrat Skizoafektif Tipe Manik
    Refrat Skizoafektif Tipe Manik
    Документ20 страниц
    Refrat Skizoafektif Tipe Manik
    Titah
    Оценок пока нет
  • Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2
    Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2
    Документ8 страниц
    Komplikasi Diabetes Mellitus Tipe 2
    Muhamad Syazwan Bin Misran
    Оценок пока нет
  • LAPORAN KASUS Cairan
    LAPORAN KASUS Cairan
    Документ9 страниц
    LAPORAN KASUS Cairan
    hariska
    Оценок пока нет
  • Materi Koagulasi Intravaskular Diseminata
    Materi Koagulasi Intravaskular Diseminata
    Документ29 страниц
    Materi Koagulasi Intravaskular Diseminata
    Aisyahh M Yuki
    100% (1)
  • Pathway Gagal Jantung Kiri
    Pathway Gagal Jantung Kiri
    Документ2 страницы
    Pathway Gagal Jantung Kiri
    Alisa Miradia
    100% (1)
  • No. (1) INDAR DEWI ASKEP SIFILIS
    No. (1) INDAR DEWI ASKEP SIFILIS
    Документ18 страниц
    No. (1) INDAR DEWI ASKEP SIFILIS
    matojie
    Оценок пока нет
  • UGIB DIskusi
    UGIB DIskusi
    Документ24 страницы
    UGIB DIskusi
    Andi Padauleng Wahab
    Оценок пока нет
  • LP Bronchitis
    LP Bronchitis
    Документ21 страница
    LP Bronchitis
    Dadz Lesmana Aditia Pratama
    Оценок пока нет
  • Materi SC
    Materi SC
    Документ35 страниц
    Materi SC
    Gia
    Оценок пока нет
  • PATOFISIOLOGI Pankreatitis
    PATOFISIOLOGI Pankreatitis
    Документ2 страницы
    PATOFISIOLOGI Pankreatitis
    Al Della Noviana
    Оценок пока нет
  • Lepto Spiros Is
    Lepto Spiros Is
    Документ26 страниц
    Lepto Spiros Is
    haiqal
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Leptospirosis
    Laporan Pendahuluan Leptospirosis
    Документ12 страниц
    Laporan Pendahuluan Leptospirosis
    Wahyu Intan P
    Оценок пока нет
  • Referat Weil's Disease
    Referat Weil's Disease
    Документ14 страниц
    Referat Weil's Disease
    Sachriana Said
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Leptospirosis
    Laporan Pendahuluan Leptospirosis
    Документ17 страниц
    Laporan Pendahuluan Leptospirosis
    Riizka TetepiingiinkntDiia
    Оценок пока нет
  • Leptospirosis
    Leptospirosis
    Документ26 страниц
    Leptospirosis
    laksmi nurul suci
    Оценок пока нет
  • Fiksasi Internal
    Fiksasi Internal
    Документ1 страница
    Fiksasi Internal
    lydia_tifani
    100% (1)
  • Patogenesis Polisitemia Vera
    Patogenesis Polisitemia Vera
    Документ2 страницы
    Patogenesis Polisitemia Vera
    lydia_tifani
    Оценок пока нет
  • Indikasi Berbagai Teknik Graft
    Indikasi Berbagai Teknik Graft
    Документ2 страницы
    Indikasi Berbagai Teknik Graft
    lydia_tifani
    100% (1)
  • Nervus Accessorius
    Nervus Accessorius
    Документ1 страница
    Nervus Accessorius
    lydia_tifani
    Оценок пока нет
  • Squamous Cell Carcinoma
    Squamous Cell Carcinoma
    Документ1 страница
    Squamous Cell Carcinoma
    lydia_tifani
    Оценок пока нет
  • Lapsus SVT
    Lapsus SVT
    Документ8 страниц
    Lapsus SVT
    lydia_tifani
    Оценок пока нет
  • Hasil Penelitian
    Hasil Penelitian
    Документ3 страницы
    Hasil Penelitian
    lydia_tifani
    Оценок пока нет