Вы находитесь на странице: 1из 8

HIPERTENSI

1.

Definisi Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih. Pada hipertensi biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik (Ruhyanudin, 2006). Smeltzer (2001) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Dan pada populasi manula, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik di atas 160 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg.

2.

Klasifikasi Klasifikasi hipertensi diperlukan untuk memudahkan diagnotis dan terapi atau penatalaksanaan hipertensi (Gunawan, 2001). Klasifikasi hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut WHO-ISH Kategori Optimal Normal Normal Tinggi Hipertensi Grade 1 (Ringan) Sub-grup: Perbatasan Hipertensi Grade 2 (Sedang) Hipertensi Grade 3 (Berat) Hipertensi sistol terisolasi Sub-grup: Perbatasan Sistolik (mmHg) < 120 < 130 130-139 140-159 140-149 160-179 180 140 140-149 Diastolik (mmHg) < 80 < 85 85-89 90-99 90-94 100-109 110 < 90 < 90

Sumber: WHO-ISH 1999, Guidelines for the Management of Hypertension.

Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut JNC 7 Kategori Normal Prehipertensi Hipertensi stadium 1 Hipertensi stadium 2 Sistolik (mmHg) < 120 120-139 140-159 160 Diastolik (mmHg) < 80 80-89 90-99 100

Sumber: The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, 2003.

3.

Etiologi Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan dari penyebabnya (Aziza, 2007): a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer, yaitu hipertensi yang penyebab/etiologinya tidak jelas. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi. Kelainan hemodinamik utama pada hipertensi esensial adalah peningkatan resistensi perifer. Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium, kepekaan terhadap stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stres emosi, obesitas dan lain-lain. b. Hipertensi sekunder adalah jika penyebabnya diketahui. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab hipertensi lainnya yang jarang ditemukan adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormone epinephrine dan norepinefrin.

4.

Manifestasi Tanda dan gejala yang dapat timbul pada pasien hipertensi yaitu: a. Mulai dari tidak ada gejala sampai gejala ringan, misalnya: pusing, melayang, berputar, vertigo, sakit kepala, baik sebagian maupun seluruh bagian b. Pandangan mata kabur/tidak jelas bahkan dapat langsung buta c. Mual muntah

d. Pada pemeriksaan diperoleh nilai takanan darah tinggi (140/90 mmHg), dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti penyempitan pembuluh darah, perdarahan, edema pupil. e. Hipertrofi ventrikel kiri sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel untuk berkontraksi f. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke g. Langsung komplikasi yang berat, seperti sesak napas hebat; kaki bengkak (akibat gagal jantung), tidak sadarkan diri akibat perdarahan di otak (stroke) (Aziza, 2007; Smeltzer, 2001). 5. Komplikasi Penderita hipertensi berisiko untuk menderita penyakit lain. Dalimartha, at al. (2008) menyebutkan beberapa penyakit yang dapat timbul akibat dari hipertensi, diantaranya sebagai berikut:
a. Penyakit jantung koroner

Penyakit ini sering dialami penderita hipertensi sebagai akibat terjadinya pengapuran pada dinding pembuluh darah jantung. Penyempitan lubang pembuluh darah jantung menyebabkan berkurangnya aliran darah pada beberapa bagian otot jantung. Hal ini menyebabkan rasa nyeri di dada dan dapat berakibat gangguan pada otot jantung. Bahkan dapat menyebabkan timbulnya serangan jantung.
b. Gagal jantung

Tekanan darah yang tinggi memaksa otot jantung bekerja lebih berat untuk memompa darah. Kondisi itu berakibat otot jantung akan menebal dan meregang sehingga daya pompa otot menurun. Pada akhirnya, dapat terjadi kegagalan kerja jantung secara umum. Tanda-tandanya adanya komplikasi yaitu sesak napas, napas putus-putus (pendek) dan terjadi pembengkakan pada tungkai bawah serta kaki.
c. Kerusakan pembuluh darah otak

Beberapa penelitian di luar negeri mengungkapkan bahwa hipertensi menjadi penyebab utama pada kerusakan pembuluh darah otak. Aada dua jenis kerusakan yang ditimbulkan yaitu pecahnya pembuluh darah dan rusaknya dinding pembuluh darah. Dampak akhirnya seseorang bisa mengalami stroke dan kematian.

d. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan peristiwa di mana ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ada dua jenis kelainan ginjal akibat hipertensi, yaitu nefrosklerosis benigna dan nefrosklerosis maligna. Nefrosklerosis benigna terjadi pada hipertensi yang berlangsung lama sehingga terjadi pengendapan fraksi-fraksi plasma pada pembuluh darah akibat proses menua. Hal itu menyebabkan daya permeabilitas dinding pembuluh darah berkurang. Adapun nefrosklerosis maligna merupakan kelainan ginjal yang ditandai dengan naiknya tekanan diastole di atas 130 mmHg yang disebabkan terganggunya fungsi ginjal. 6. Penatalaksanaan Intervensi atau penatalaksanaan untuk pasien hipertensi ada dua macam, yaitu intervensi farmakologis dan intervensi nonfarmakologis (Corwin, 2009). a. Intervensi farmakologis, yaitu intervensi dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi. Terapi dengan obat antihipertensi dimulai pada pasien dengan tekanan darah sistol 160 mmHg dan tekanan darah diastole 100 mmHg yang menetap. Target tekanan darah adalah <130/<80 mmHg. Penggunaan satu dari lima obat berikut menunjukkan penurunan kasus kardiovaskuler pada pasien hipertensi sehingga dapat dijadikan monoterapi lini pertama untuk pasien hipertensi. Kelima obat tersebut adalah diuretik tiazid, beta blocker, penghambat angiotensin converting enzyme (ACEI), calcium channel blocker (CCB), dan angiotensin receptor blocker (ARB) (Aziza, 2007). 1) Diuretik Diuretik bekerja dengan menghambat resorpsi Natrium Chlorida (NaCl) di tubulus ginjal. Ada penurunan awal curah jatung karena penurunan volume plasma dan volume cairan ekstraseluler. Diuretik dosis rendah seperti hydrochlorthiazid (HCT) direkomendasikan sebagai terapi awal hipertensi. 2) Penghambat adrenergik Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfablocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol. Beta blocker bekerja dengan menurunkan denyut jantung dengan menurunkan curah jantung dan

kontraktilitas

otot

jantung,

menghambat

pelepasan

rennin

ginjal,

dan

meningkatkan sensitivitas barorefleks. Alfa-blocker bekerja menurunkan aliran balik vena tetapi tidak menyebabkan takikardia. Curah jantung tetap atau meningkat dan volume plasma biasanya tidak berubah. Karena efek antihipertensi alfa-blocker didasarkan pada vasodilatasi arteriol perifer, maka lebih efektif pada pasien dengan aktivitas simpatis kuat. Penggunaan alfa-blocker dengan masa kerja lama seperti doxazosin sebelum tidur efektif untuk mencegah peningkatan tekanan darah di pagi hari. 3) ACE Inhibitor Obat ini menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga mengganggu sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA). Aktivitas rennin plasma meningkat, kadar angiotensin II dan aldosteron menurun, volume cairan menurun dan terjadi vasodilatasi. 4) Calcium Channel Blocker (CCB) CCB menghambat masuknya ion kalsium melalui kanal lambat di jaringan otot polos skuler dan menyebabkan relaksasi arteriol dalam tubuh. CCB berguna untuk terapi semua derajat hipertensi. 5) Angiotensin Receptor Blocker (ARB) ARB bekerja seperti ACE-I, yaitu mengganggu sistem RAA. Golongan ini menghambat ikatan angiotensin II pada salah satu reseptornya. ARB lebih aman dan tolerable dibandingkan ACE-I (Aziza, 2007). b. Intervensi nonfarmakologis, yaitu dengan modifikasi pola hidup. Mengikuti pola hidup yang sehat penting untuk pencegahan hipertensi dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tatalaksana hipertensi. Kombinasi dua atau lebih pola hidup akan memberikan hasil yang lebih baik. Smeltzer (2001) menyebutkan beberapa modifikasi pola hidup, diantaranya adalah: 1) Penurunan berat badan Hipertensi dan obesitas memiliki hubungan yang dekat. Tekanan darah yang meningkat seiring dengan peningkatan berat badan menghasilkan hipertensi pada sekitar 50% individu obes. Penurunan berat badan sebanyak 10 kg yang

dipertahankan selama dua tahun menurunkan tekanan darah kurang lebih 6,0/4,6 mmHg (Aziza, 2007). Guideline WHO-ISH (1999) menyebutkan bahwa pengurangan berat badan sebanyak 5 kg dapat menurunkan tekanan darah pada sebagian besar pasien hipertensi dan memiliki efek menguntungkan terhadap faktor risiko DM, hiperlipidemia, dan LVH. 2) Pembatasan alkohol Efek samping asupan alkohol yang berlebihan ( >14 gelas per minggu untuk laki-laki dan lebih dari 9 gelas per minggu untuk perempuan) terbukti memperburuk hipertensi. Alkohol mengurangi efek obat antihipertensi namun efek tersebut reversible dalam 1-2 mingggu dengan moderation of drinking sekitar 80%. Pembatasan konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik 3 mmHg dan tekanan darah diastolik 2 mmHg. Pasien hipertensi yang minum alkohol harus disarankan untuk membatasi konsumsi; tidak lebih dari 20-30 gram alkohol setiap hari untuk laki-laki dan tidak lebih dari 10-20 gram untuk perempuan (Aziza, 2007). 3) Pengurangan asupan natrium Canadian Hypertension Education Program (CHEP) dalam Aziza (2007) merekomendasikan asupan natrium kurang dari 100 mmol/hari. Pasien yang sensitif terhadap pengurangan garam hanya 30% dari total seluruh pasien hipertensi. Jadi untuk kepentingan jangka panjang diberikan diet rendah garam yang tidak terlalu ketat (masih ada cita rasa/tidak hambar) kecuali pasien yang sedang mengalami komplikasi akut, misalnya gagal jantung berat yang sedang dirawat di rumah sakit dan memerlukan asupan garam lebih ketat (Aziza, 2007). 4) Penghentian rokok Merokok dihubungkan dengan efek pressor, dengan peningkatan tekanan darah sekitar 107 mmHg pada pasien hipertensi 15 menit setelah merokok dua batang. Efek itu semakin kuat jika minum kopi. Selain itu, merokok juga menurunkan efek antihipertensi beta blocker. Oleh karena itu semua pasien hipertensi yang merokok harus mendapatkan konseling (Aziza, 2007).

5) Olahraga/Aktivitas fisik teratur Olahraga dinamis sedang (30-45 menit, 3-4 kali/minggu) efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dan orang normotensi pada umumnya. Olahraga aerobik teratur seperti jalan cepat atau berenang dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi rata-rata 4,9/3,9 mmHg. Olahraga ringan lebih efektif dalam menurunkan tekanan darah daripada olahraga yang memerlukan banyak tenaga, misalnya lari atau jogging dapat menurunkan tekanan darah sistolik kira-kira 4-8 mmHg. Olahraga isometrik seperti angkat berat dapat mempunyai efek stresor dan harus dihindari (Aziza, 2007). 6) Relaksasi Relaksasi merupakan salah satu teknik pengelolaan diri yang didasarkan pada cara kerja sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Relaksasi ini mampu menghambat stres atau ketegangan jiwa yang dialami seseorang sehingga tekanan darah tidak meninggi atau turun. Dengan demikian, relaksasi akan membuat kondisi seseorang dalam keadaan rileks atau tenang. Dalam mekanisme autoregulasi, relaksasi dapat menurunkan tekanan darah melalui penurunan denyut jantung dan TPR (Corwin, 2009). Teknik relaksasi sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu teknik relaksasi fisik dan teknik relaksasi mental. Adapun yang termasuk teknik relaksasi fisik antara lain: pernapasan diafragma, relaksasi otot progresif (PMR), pelatihan otogenik dan olahraga. Sedangkan yang termasuk teknik relaksasi mental yaitu meditasi dan imajinasi mental (National Safety Council, 1994 dalam Widyastuti, 2003). Miltenberger (2004) mengemukakan bahwa ada empat macam relaksasi, yaitu: relaksasi otot (progressive muscle relaxation), pernafasan diafragma (diaphragmatic breathing), meditasi (attention-focussing exercises), dan relaksasi perilaku (behavioral relaxation training). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardianto dan Erlin (2011) menyebutkan bahwa relaksasi napas dalam (deep breathing) selama 15 menit dapat menurunkan tekanan darah sistole sebesar 9 mmHg dan tekanan darah diastole sebesar 10 mmHg. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudiarto, at al. (2007) menyebutkan bahwa terapi relaksasi meditasi yang

dilakukan selama satu bulan dengan lama latihan 2x 15 menit dengan frekuensi 3 kali/minggu dapat menurunkan tekanan darah sistole sebesar 7.67 mmHg

DAFTAR PUSTAKA Aziza, Lucky. Hipertensi: The Sillent Killer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. 2007 Corwin, Elizabeth J. Patofisiologi: buku saku Edisi 3. Jakarta: EGC. 2009 Dalimartha, S., et al. Care Your Self: Hypertension. Jakarta: Penebar Plus. 2008 Gunawan, Lany. Hipertensi: Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2001 Kuswardhani, Tuty. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia. Jurnal RSUP Sanglah Denpasar. 2006. Diakses tanggal 23 Januari 2014;
http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/view/3757

Kozier, Barbara dan Glenora Erb. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Ed. 5. Jakarta: EGC. 2009 Muttaqin, Arif. Pengantar Asuhan Kepeawatan dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika. 2009 Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC. 2001 Sudiarto, at al. Pengaruh Terapi Relaksasi Meditasi Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi Di Wilayah Binaan Rumah Sakit Emanuel Klampok Banjarnegara. Jurnal Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2007. Diakses tanggal 23 Januari 2014; http://jks.fkik.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/127/57 WHO. 1999 World Health Organization-International Society of Hypertension Guidelines for the Management of Hypertension. 1999. Diakses tanggal 23 Januari 2014; http://www.besancon-cardio.org/recommandations/who_ht.htm Widyastuti, Palupi. Manajemen Stres National Safety Council. Jakarta: EGC. 2003 Yogiantoro, Mohammad. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI. 2006

Вам также может понравиться

  • Patofisiologi Infark
    Patofisiologi Infark
    Документ1 страница
    Patofisiologi Infark
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • ASKEP Aritmia Print
    ASKEP Aritmia Print
    Документ9 страниц
    ASKEP Aritmia Print
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Syok Anafilaksis
    Syok Anafilaksis
    Документ4 страницы
    Syok Anafilaksis
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Syok Hipovolemik
    Syok Hipovolemik
    Документ4 страницы
    Syok Hipovolemik
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • LP Myelitis Transversal
    LP Myelitis Transversal
    Документ7 страниц
    LP Myelitis Transversal
    Hanik Firia
    50% (2)
  • Penanganan Luka Bakar PDF
    Penanganan Luka Bakar PDF
    Документ11 страниц
    Penanganan Luka Bakar PDF
    Christine Nathalia Hutagalung
    Оценок пока нет
  • OBAT Obatan
    OBAT Obatan
    Документ3 страницы
    OBAT Obatan
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • ASKEP Hipertensi Terbaru
    ASKEP Hipertensi Terbaru
    Документ9 страниц
    ASKEP Hipertensi Terbaru
    Riimt Ruum Adja
    Оценок пока нет
  • Daftar Hadir Pendidikan Kesehatan
    Daftar Hadir Pendidikan Kesehatan
    Документ1 страница
    Daftar Hadir Pendidikan Kesehatan
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • SAP KBJB
    SAP KBJB
    Документ12 страниц
    SAP KBJB
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Документ9 страниц
    Satuan Acara Penyuluhan (Sap)
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • LP Chronic Kidney Disease
    LP Chronic Kidney Disease
    Документ28 страниц
    LP Chronic Kidney Disease
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • SAP Tanda Bahaya Kehamilan
    SAP Tanda Bahaya Kehamilan
    Документ6 страниц
    SAP Tanda Bahaya Kehamilan
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • BBLR
    BBLR
    Документ28 страниц
    BBLR
    Yusnida Rahmawati
    Оценок пока нет
  • Rencana Keperawatan Nn. W
    Rencana Keperawatan Nn. W
    Документ13 страниц
    Rencana Keperawatan Nn. W
    Rafita Octavia
    Оценок пока нет
  • 0jurnal Relaksasi
    0jurnal Relaksasi
    Документ136 страниц
    0jurnal Relaksasi
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Profil Pondok Pesantren
    Profil Pondok Pesantren
    Документ5 страниц
    Profil Pondok Pesantren
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Resume Kasus Jiwa
    Resume Kasus Jiwa
    Документ8 страниц
    Resume Kasus Jiwa
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Teknik Melakukan Log Roll
    Teknik Melakukan Log Roll
    Документ4 страницы
    Teknik Melakukan Log Roll
    Hanik Firia
    100% (1)
  • LP Stroke Non Hemoragik
    LP Stroke Non Hemoragik
    Документ11 страниц
    LP Stroke Non Hemoragik
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik
    Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik
    Документ10 страниц
    Laporan Pendahuluan Stroke Hemoragik
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Rencana Asuhan Keperawatan Hemoagik
    Rencana Asuhan Keperawatan Hemoagik
    Документ4 страницы
    Rencana Asuhan Keperawatan Hemoagik
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • LP Pneumonia
    LP Pneumonia
    Документ17 страниц
    LP Pneumonia
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Pengkajian Lingkungan
    Pengkajian Lingkungan
    Документ1 страница
    Pengkajian Lingkungan
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • MIELITIS
    MIELITIS
    Документ12 страниц
    MIELITIS
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Rema Tik
    Rema Tik
    Документ35 страниц
    Rema Tik
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • Modul3 Tensimeter
    Modul3 Tensimeter
    Документ4 страницы
    Modul3 Tensimeter
    Alifia Sidhi
    Оценок пока нет
  • Tak Gerontik
    Tak Gerontik
    Документ17 страниц
    Tak Gerontik
    Hanik Firia
    Оценок пока нет
  • CPR
    CPR
    Документ6 страниц
    CPR
    Iqa
    Оценок пока нет