Вы находитесь на странице: 1из 8

MAKALAH TUGAS EKOTOKSIKOLOGI

HUJAN ASAM

Disusun oleh : Karina Melias Astriandhita 230210110037

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN JATINANGOR 2013

PENDAHULUAN Pengertian Hujan Asam Revolusi industri, dibarengi dengan pertambahan penduduk, memacu penggunaan sumbersumber energi fosil, seperti minyak bumi, gas alam dan batubara. Pengembangan pemukiman dan industri memaksa pembukaan lahan hutan yang selama ini berfungsi sebagai penyedia oksigen dan penyerap karbon pada atmosphere bumi. Dampak yang paling nyata ialah meningkatnya kandungan CO2 pada atmosphere bumi. Dampak turunan yang dihasilkan dari pembakaran energi fosil dan pembukaan lahan hutan ialah pada peningkatan suhu atmosphere dan hujan asam lebih ekstrem lagi, bahkan menghasilkan dampak turunan lain berupa hujan, disertai dengan intensitas badai tinggi. Sebaliknya, bisa terjadi kemarau berkepanjangan, hujan asam dan banjir di darat. Semua dampak turunan tersebut terangkum dalam istilah yang sekarang terkenal dengan sebutan perubahan iklim, climate change. Sumber ancaman bisa terjadi secara lokal, namun dengan intensitas yang cukup besar, atau umumnya bersifat global. Hujan asam pertama kali diperkenalkan oleh Angus Smith ketika ia menulis mengenai polusi industry di Inggris. Hujan secara alami bersifat asam karena Karbon Dioksida (CO2) di udara yang larut dengan air hujan memiliki bentuk sebagai asam lemah. Jenis asam dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang. Hujan asam disebabkan oleh polusi. Penyebab polusi (polutan) seperti Sulfur Dioksida dan Nitrogen Oksida tinggal dalam atmosfer dan akhirnya bereaksi dengan kelembaban dalam udara. Ketika polusi ini jatuh sebagai embun di tanah, ini yang disebut dengan hujan asam. Kontribusi gas asam seperti SO2 dan NO2 dari pembakaran bahan bakar fosil akan menyebabkan keasamana atmosfer, selanjutnya menyebabkan masalah lingkungan dengan terjadinya hujan asam. Issu hujan asam adalah seiring dengan masalah polusi udara sebagai konsekuensi pertumbuhan ekonomi yang berdampak

pada pemakaian bahan bakar. Selain gas gas polutan yang terus meningkat konsentrasinya di atmosfer, partikel partikel tanah pun di Indonesia umumnya sangat tinggi terutama di musim kemarau. Komposisi kimia partikel yang mengandung unsur asam berpotensi menyebabkan deposisi asam. Gas gas polutan dan partikel akan tinggal beberapa waktu di udara dan kemudian musnah terdeposisi, baik deposisi kering maupun basah. Selama polutan berada di udara menyebabkan kualitas udara ambien menurun, yang berakibat langsung pada kesehatan manusia. Apabila terjadi pembersihan polutan melalui proses deposisi basah terutama SO2 dan NOx, maka akan menyebabkan terjadinya hujan asam.

PEMBAHASAN Proses Terbentuknya Hujan Asam Hujan asam adalah salah satu indicator untuk melihat kondisi pencemaran udara. Di atmosfer, presipitasi basah dari polutan di udara yang larut dalam awan akan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan, salju, dank abut. Dengan polutan SO2, SO3, NO2 dan HNO3, butir butir air hujan akan membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang menjadikan pH air hujan kurang dari 5,6. Senyawa sulfat dan nitrat akan berpindah dari atmosfer ke permukaan bumi melalui presipitasi dan deposisi langsung yang dikenal sebagi deposisi basah dan deposisi kering. Deposisi basah terjadi dengan pembentukan awan dan akhirnya turun sebagai hujan, salju, atau kabut yang mengandung asam. Sedangkan deposisi kering ditunjukkan dengan gas dan aerosol yang mengandung unsur asam seperti SO2, NO2 dan (NH4)2SO4 dalam aerosol. Deposisi kering terjadi jika keadaan cuaca cerah dan bearwan sehingga butiran butiran gas dan aerosol bersifat asam diterbangkan angin. Air hujan membawa asam melalui proses deposisi basah, bila pHnya di bawah 5,6 sudah dikategorikan hujan asam. Keasaman air hujan sangat dipengaruhi senyawa sulfat, nitrat serta klorida. Karena itulah, kenaikan atau penurunan senyawa tersebut dapat menyebabkan angka pH turun ataukah naik. Polutan NO2 bereaksi dengan air hujan membentuk hujan asam. Semakin tinggi kadar polutan NO2 tingkat keasaman air hujan semkain tinggi, pH air hujan semakin rendah.

Gambar 1 Proses Terjadinya Hujan Asam Untuk mengukur keasaman hujan asam digunakan pH meter. Air murni menunjukan pH 7,0 sedangkan air asam memiliki pH kurang dari 7 (0-7), dan air basa menunjukan pH lebih dari 7 (7-14). Air hujan normal memang agak asam, pH sekitar 5,6 karena karbon dioksida dan air bereaksi membentuk carbon acid (asam lemah). Jika air hujan memiliki pH di bawah 5,6 maka dianggap sudah tercemari oleh gas yang mengandung asam di atmosfer. Hujan dikatakan hujan asam jika telah memiliki pH dibawah 5,0.

Dampak Terjadinya Hujan Asam Hujan asam, oleh para ahli, diduga akan menyebabkan perubahan susunan kimia dan penurunan pH air laut. Gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada diudara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) bneda-benda lain yang mengakibatkan kerusakan, seperti proses perkaratan (korosi) dan proses kimiawi lainnya. Dampak pertama yang ditimbulkan ialah perubahan sistem bikarbonat pada air laut. Dampak turunannya ialah terganggunya pembentukan struktur eksoskeleton (rangka penyangga) pada terumbu karang. Sistem bikarbonat pada air laut, pada dasarnya mengikuti persamaan disosiasi sebagai berikut: CO2 + H2O H2CO3; H2CO3 H+ + HCO3-; HCO3- H+ + CO32-

Meningkatnya CO2 akan menurunkan konsentrasi ion carbonat pada air laut, reaksi bergeser ke arah kanan. Hal ini akan mempengaruhi seluruh organisme yang hidupnya tergantung dari kemampuan membentuk kerangka luar (eksoskeleton) dari karbonat. Coral polyp ialah diantara organisme yang paling sensitif dan menerima dampak pertama dari hujan asam. Pembentukan kerangka kapur (eksoskeleton) oleh coral polyp ditentukan oleh nilai kejenuhan aragonite, , yang merupakan fungsi dari konsentrasi CO2 pada air laut dan suhu permukaan air. Peningkatan CO2 akan menurunkan kejenuhan aragonite, dan sebagai konsekuensinya, menurunkan laju pembentukan kerangka kapur oleh coral polyp. Para ahli membuat dugaan bahwa kondisi CO2 dan suhu permukaan laut pada tahun 1850an, ialah kondisi optimal untuk mendukung pembentukan kerangka kapur oleh binatang karang, termasuk di dalam dan di sekitar wilayah Coral Triangle. Sejak pertengahan tahun 1850an, terjadi peningkatan kandungan CO2 dan suhu atmosphere, sebagai dampak dari revolusi industri. Perkembangan industri terus berjalan sampai awal tahun 2010, walaupun negara berkembang sudah mulai membatasi penggunaan bahan-bahan yang bisa menyebabkan peningkatan CO2 pada atmosphere. Saat ini, tingkat kejenuhan aragonite diduga masih cukup (walaupun berada pada kondisi di bawah optimal) untuk mendukung pembentukan kerangka kapur oleh coral polyp. Namun jika skenario pembangunan tetap berjalan pada laju peningkatan CO2 seperti saat ini, dalam 50 tahun kedepan, para ahli meramalkan bahwa terumbu karang akan mengalami erosi yang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan kerangka kapur oleh binatang karang. Peningkatan CO2, melalui hujan asam akan melemahkan struktur carbonat pada kerangka luar terumbu karang. Sebagai akibatnya, kerangka kapur akan mengalami erosi. Jika kecepatan erosi alami lebih cepat dari laju pembentukan kerangka kapur oleh binatang karang, luas dan kualitas (kekuatan struktur) terumbu karang akan menurun. Penurunan luas dan kekuatan terumbu karang akan berdampak buruk bagi terumbu karang, terkait dengan fungsi alaminya sebagai pelindung daratan dari serangan gelombang pasang.

Asidifikasi pada air laut juga diramalkan akan berpengaruh pada organisme yang hidupnya tidak ditopang oleh kerangka kapur, seperti ikan dan organisme akuatik (perairan) lainnya. Asidifikasi, melalui hujan asam, diduga akan menyebabkan suatu kondisi yang disebut asidosis. Asidosis ialah meningkatnya, atau tepatnya, turunnya nilai pH pada plasma darah. Gejala asidosis terjadi ketika pH plasma darah turun < 7,35 (namun tergantung dari spesies). Asidemia ialah gejala yang ditimbulkan oleh peristiwa asidosis, ialah kondisi melemahnya sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan terganggunya proses metabolisme tubuh pada sebagian besar organisme akuatik. Gejala lainnya ialah menurunnya kapasitas reproduksi, terutama ikan-ikan di laut. Jika ramalan para ahli benar, kita akan berpeluang menerima resiko dari menurunnya potensi laut sebagai penyedia protein hewani bagi manusia.

DAFTAR PUSTAKA Cahyono, Eko. Pengaruh Hujan Asam Pada Biotik dan Abiotik.

http://www.jurnal.lapan.go.id/index.php/berita_dirgantara/article/viewFile/71 8/636 Diakses pada 10 Desember 2013 pukul 15:08 Budiwati, Tuti. 2010. Analisis Korelasi Peearson Untuk Unsur Kimia Air Hujan di Bandung. http://www.jurnal.lapan.go.id/index.php/jurnal_sains/article/viewFile/1118/10 06 Diakses pada 10 Desember 2013 pukul 16:42 Nurhasmawaty.2002. Pencemaran Udara dan Hujan asam. Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia: USU Sutanto,dkk.2013.Hujan Asam dan Laju Pengasaman Air Sumur di Wilayab Industri Cibinong-Citeureup Bogor. Jurnal Pendidikan Lingkungan Hidup: IPB. Wiadya.2012. Ancaman Pada Sumber Hayati Laut. Diakses

http://wiadnyadgr.lecture.ub.ac.id/files/2012/01/3_1-Ancaman.pdf. pada 9 Desember 2013 pukul 20:57

Вам также может понравиться