Вы находитесь на странице: 1из 80

ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI JAKARTA SELATAN

Oleh : WIDYA AURELIA A14050615

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

SUMMARY WIDYA AURELIA. An Analysis of Changing on Greenery Open Space Area and Factors Influence It In South Jakarta. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU. South Jakarta is one of region in DKI Jakarta facing an enormous growth in all aspects of development. The increasing of development activities and regional cause increase land uses dynamic. Fixed land supply compare with the increasing demand causing land use change particularly greenery open space in South Jakarta. This research aims are: (1) to identify changing of greenery open space of South Jakarta, and (2) to find out population, infrastructure, and development growth rate of South Jakarta; and (3) to identify factors influencing change of greenery open space and relationship among the factors. The result shows that greenery open space in the period of 2002-2007 decreased about 362,21 hectare from 1299,22 hectares in 2002 to 937,01 hectares in 2007. In the same period population and population density increased 0,7% per year while immigrants declined -23% per year. The region of South Jakarta in 2003 showed hierarchy III village was dominant (43 villages), while number of hierarchy II and I village was 17 villages and 5 villages. In 2006 number of village categorized on hierarchy II showed increasing to be 19 villages while hierarchy III decreasing to be 41 villages and hierarchy I was constant in number. Regional development could be due to growth on infrastructure development such as educational facility, health facility, and commercial area. The number of educational, health, and commercial facilities grew during the period of 20032006 with rate 4,8%, 7,1%, and 20% per year, respectively. Regression analysis was utilized to identify factors influencing greenery open space area change. According to the result, land allocated for greenery open space in Jakartas spatial plan (RTRW) being the major factor affecting the change. The other factors were growth of health facilities, immigrants, population density, and educational facilities.

RINGKASAN WIDYA AURELIA. Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan SANTUN R.P. SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU. Jakarta Selatan merupakan bagian dari DKI Jakarta yang tidak luput dari pembangunan dan pengembangan wilayah. Meningkatnya aktivitas pembangunan serta perkembangan di wilayah Jakarta Selatan berdampak pada meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan yang relatif tetap, tetapi permintaan lahan yang terus meningkat menyebabkan proses alih fungsi lahan terutama Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan tidak terelakkan lagi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan, serta mengetahui laju pertumbuhan penduduk, sarana-prasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan, sehingga dapat dilakukan pengkajian untuk menentukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam periode 2002-2007 luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta Selatan mengalami penurunan yaitu berkurang sebesar 362,21 ha dari semula tahun 2002 sebesar 1299,22 ha menjadi 937,01 ha tahun 2007. Jumlah dan kepadatan penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 menunjukkan adanya peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun dan jumlah pendatang berkurang setiap tahunnya dengan laju pertumbuhannya sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan. Tingkat perkembangan wilayah di Jakarta Selatan pada tahun 2003 menunjukkan sebagian besar desa berhirarki III (43 desa), sedangkan desa berhirarki II berjumlah 17 desa, dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan desa yang berhirarki II menjadi 19 desa, sedangkan desa yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu tetap 5 desa. Perkembangan wilayah salah satunya diakibatkan oleh pertumbuhan sarana-prasarana. Pertumbuhan sarana-prasarana yang meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan pada periode tahun 2003-2006 mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan sebesar 4,8% per tahun, laju pertumbuhan fasilitas kesehatan sebesar 7,1% per tahun dan laju fasilitas perekonomian sebesar 20% per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau dianalisis menggunakan analisis regresi. Hasil analisis menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau adalah alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan.

ANALISIS PERUBAHAN LUAS RUANG TERBUKA HIJAU DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI JAKARTA SELATAN

Oleh : WIDYA AURELIA A14050615

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Judul Nama NRP

: Analisis Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau dan FaktorFaktor yang Mempengaruhinya di Jakarta Selatan : Widya Aurelia : A14050615

Disetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus) NIP. 19490721 197302 1 001

(Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si) NIP. 19710412 199702 2 001

Diketahui, Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc) NIP. 19621113 198703 1 003

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Rabu tanggal 2 September 1987, dari pasangan Wisnu Permadi dan Dwi Sudiyati sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Riwayat pendidikan formal dimulai ketika penulis memasuki jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak pada tahun 1991 di TK Kusuma Jaya dan menyelesaikannya dalam waktu dua tahun. Tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan di SD Cendrawasih 3 dan SD Pesanggrahan 04 Pagi dalam waktu enam tahun. Kemudian pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 161 Jakarta hingga tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan atasnya di SMA Negeri 47 Jakarta dan selesai pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa angkatan pertama mayor minor di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Perencanaan Tataruang dan Penatagunaan Lahan pada tahun 2009.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, hanya karena segala karunia dan kasih sayang-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan karya ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kehadirat Rasulullah SAW. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim selaku pembimbing akademik penulis untuk bimbingan, motivasi, perhatian, dan kesabaranya menghadapi penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus selaku pembimbing utama penulis untuk bimbingan, motivasi, semangat, perhatian, dan kesabarannya menghadapi penulis selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 3. Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku pembimbing skripsi kedua penulis yang telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 4. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. 5. Kedua orangtuaku tercinta, Mama dan Ayah serta adikku tersayang, Krisna atas segala dukungan, motivasi, doa, cinta, kasih sayang, perhatian dan pengorbanan yang sangat besar. 6. Staf Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, Tata Kota DKI Jakarta, dan Kantor Pemerintahan Jakarta Selatan dalam memberikan data yang diperlukan oleh penulis. 7. Sahabat terbaik, Ayu Ningtiyas Sandra Rini dan Vanesza Anjani atas segala dukungan, motivasi, dan semangatnya. Sahabat-sahabat tersayang Rindha Rentina Darah Pertami, Viana Sumirat, Wisma As-Silmi (Allen, Phirda, Dian, Wiwi, Wening, Devi) dan Wisma Pelangi atas persahabatan yang indah. Our friendship is the greatest thing that God had ever given to me so far. 8. Staf dan teman-teman seperjuangan di Lab Bangwil, Puput, Eni, Swie, Novem, Eka, Topan, dan Fifi. 9. Teman-teman seperjuangan MSL 42 khususnya untuk Ai dan Ican yang sudah mau direpotin buat mengajari mengolah peta.

10.

Serta kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pembacanya

dan menjadi sesuatu yang bernilai di bidang perencanaan dan pengembangan wilayah.

Bogor, Januari 2010

Penulis

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL.................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... iii I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2. Tujuan ......................................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 4 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau ................................................................ 4 2.1.1. Ruang Terbuka ...................................................................................... 4 2.1.2. Ruang Terbuka Hijau ............................................................................ 4 2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau........................................ 5 2.3. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau ................. 10 2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau .............................................................. 10 2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau............................................................ 11 2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau .............................................. 13 2.4. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu................................................................ 13 III. BAHAN DAN METODE ............................................................................... 18 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 18 3.2. Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian ................................................... 18 3.3. Metode Penelitian...................................................................................... 19 3.3.1. Tahap Penelitian.................................................................................. 19 3.3.2. Teknik Analisis ................................................................................... 20 3.3.2.1.Operasi Tumpang Tindih (Overlay).............................................. 20 3.3.2.2.Deskripsi Grafik dan Tabel ........................................................... 20 3.3.2.3.Teknik Pendugaan Perubahan ....................................................... 21 3.3.2.4.Analisis Skalogram Sederhana...................................................... 21 3.3.2.5.Analisis Faktor .............................................................................. 22 3.3.2.6.Analisis Regresi Berganda ............................................................ 23 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN .......................................... 26 4.1. Letak dan Posisi Geografis ....................................................................... 26 4.2. Administrasi dan Luas Lahan ................................................................... 27

4.3. Penggunaan Lahan .................................................................................... 27 4.4. Iklim dan Suhu Udara ............................................................................... 28 4.5. Kependudukan........................................................................................... 28 V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 30 5.1. Sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahannya di Wilayah Jakarta Selatan........................................................................................... 30 5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Kawasan Jakarta Selatan .......... 30 5.1.2. Sebaran RTH Per Kecamatan di Jakarta Selatan ................................ 34 5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Selatan..................... 37 5.2. Kondisi Demografi Jakarta Selatan........................................................... 39 5.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk ....................................................... 39 5.2.2. Peningkatan Kepadatan Penduduk...................................................... 40 5.2.3. Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007 .................................................. 41 5.3. Hirarki Wilayah dan Perkembangan Wilayah Jakarta Selatan ................. 43 5.3.1. Hirarki Wilayah................................................................................... 43 5.3.2. Perkembangan Sarana-Prasarana ........................................................ 44 5.3.2.1.Fasilitas Pendidikan ...................................................................... 44 5.3.2.2.Fasilitas Kesehatan........................................................................ 47 5.3.2.3.Fasilitas Perekonomian ................................................................. 49 5.4. Hubungan Antar Faktor dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH .................................................................................................. 51 5.4.1. Hubungan Antar Faktor terkait dengan Perubahan Luas RTH ........... 51 5.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH................. 54 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 57 6.1. Kesimpulan ............................................................................................... 57 6.2. Saran.......................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59 LAMPIRAN...........................................................................................................61

DAFTAR TABEL Tabel Judul Halaman

1 2

Fungsi Ruang Terbuka Hijau .................................................................... 11 Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan..........................................................18 Variabel-Variabel Penduga yang Digunakan dalam Analisis Faktor ....... 23 Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008 ........................ 27 Persentase Luas Tanah menurut Penggunaannya per Kecamatan ............ 28 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan pada tahun 2008 ..................................................................... 29 Luas dan Proporsi RTH di Jakarta Selatan Tahun 2002 dan 2007 ........... 32 Luas RTH Tahun 2002 dan 2007 serta Luas Perubahannya ..................... 34 Proporsi Luas RTH dalam RTRW terhadap Luas RTH Eksisting............ 37 Luas Penggunaan Lahan di Jakarta Selatan dalam RTRW....................... 38 Jumlah Pendatang per Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007.. 42 Jumlah Hirarki Berdasarkan Kecamatan di Jakarta Selatan ..................... 43 Fasilitas Pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan .................................................................................... 46 Fasilitas Kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan .................................................................................... 48 Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006............................. 49 Fasilitas Perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan .................................................................................... 51 Hasil Analisis Komponen Utama.............................................................. 52 Hasil Analisis Regresi ............................................................................... 54

3 4 5 6

7 8 9 10 11 12 13

14

15 16

17 18

ii

DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman

1 2 3 4 5 6

Diagram Alir Penelitian .......................................................................... 25 Peta Administasi Wilayah Jakarta Selatan.............................................. 26 Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 ............... 30 Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 ....... 31 Perubahan RTH menjadi Lahan Terbangun ........................................... 33 (a) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002, dan (b) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2007 per Kecamatan .......................................................... 35 Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan................................................. 36 Taman Ayodia Kebayoran Baru (106,79;-6,24) .................................. 37 Peta RTRW Jakarta Selatan .................................................................... 38 Grafik Jumlah Penduduk Di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007............. 39 Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-200740 Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007........................ 40 Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 20002007......................................................................................................... 41 Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 ................................................................................................................. 42 Jumlah Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006....... 45 Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan per Kecamatan ............. 45 Jumlah Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006 ........ 47 Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan per Kecamatan .............. 48 Hubungan Antara Faktor 1 dengan Faktor 2........................................... 53

7 8 9 10 11 12 13

14

15 16 17 18 19

iii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. Judul Halaman

Hasil Analisis Skalogram 2003..60 Hasil Analisis Skalogram 2006..64

I. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Pembangunan di Indonesia sedang berkembang pesat di seluruh wilayah

termasuk Jakarta. Pembangunan yang berlangsung sekarang ini lebih banyak dicirikan oleh pembangunan fisik seperti pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, perumahan, gedung-gedung, serta sarana dan prasarana transportasi. Pembangunan perumahan terjadi karena banyaknya para pendatang yang berasal dari luar Jakarta yang masuk ke kota Jakarta sehingga kota Jakarta menjadi padat penduduknya. Seiring dengan padatnya penduduk maka permintaan akan perumahan juga meningkat. Adanya permintaan perumahan inilah yang menjadi salah satu faktor berkurangnya lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH). Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam (Departemen Dalam Negeri, 1988). RTH memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah sebagai paru-paru kota. Kota Jakarta sebagai pusat berbagai aktivitas memiliki tingkat kepadatan transportasi darat tinggi yang menyebabkan level pencemaran udara tinggi khususnya berasal dari kendaraan bermotor. Data tahun 1998 menunjukkan, jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 3.876.562 unit. Dari jumlah tersebut, mobil pribadi mencemari 55%, sepeda motor 26%, dan kendaraan umum serta niaga 19%. Berdasarkan penelitian Safrudin (2001) 63% kendaraan yang beroperasi tersebut knalpotnya membuang 600 ton polutan timbal per tahun. Hal ini berarti keadaan udara di DKI Jakarta pada tingkat yang cukup membahayakan bagi penghuninya. Jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta dari tahun 2002 hingga tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yakni dari 4.074.135 unit menjadi 7.230.319 unit, atau meningkat sebesar 77,47%. Jumlah kendaraan pada tahun 2007 adalah sebesar 8.483.024 kendaraan dengan rincian 1.892.128 mobil penumpang, 513.448 mobil beban, 315.398 bus dan 5.762.050 sepeda motor (Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2007). Dari tahun ke tahun jumlah kendaraan bermotor semakin meningkat. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka meningkat pula polusi udara.

Ruang terbuka hijau (RTH) diharapkan dapat menjadi paru-paru kota yang dapat meningkatkan kualitas udara di Jakarta. Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta merupakan peraturan yang memuat rencana tata ruang provinsi DKI Jakarta sampai dengan tahun 2010. Dalam RTRW tersebut disebutkan bahwa salah satu strategi pengembangan tata ruang provinsi adalah mempertahankan dan mengembangkan RTH di setiap wilayah kota, baik sebagai sarana kota maupun untuk keseimbangan ekologi kota. Berdasarkan Data Dinas Pertamanan DKI dan Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI yang dimuat dalam Kompas bulan Desember 2008 dicantumkan bahwa dalam rencana umum tata ruang (RUTR) DKI 19651985 rencana peruntukan RTH sebesar 27,6 persen. Dalam RUTR DKI 19852005 RTH sebesar 26,1 persen dan RUTR DKI 2000-2010 rencana peruntukan RTH sebesar 14 persen. Berdasarkan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa peruntukan untuk RTH semakin menurun dari tahun ke tahun. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kepada Kompas bulan Desember 2008 mengakui bahwa ketersediaan RTH di Ibukota saat ini jauh dari cukup, hanya 9,6 persen (6.240 hektar) dari seluruh luas wilayah. Tahun 2010, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan akan mewujudkan ketersediaan ruang terbuka hijau hingga 14 persen. Padahal menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang dikatakan bahwa RTH harus seluas 30% dari luas seluruh wilayah. Meningkatnya aktivitas pembangunan serta perkembangan di wilayah Jakarta berdampak pada meningkatnya dinamika penggunaan lahan. Luasan lahan yang relatif tetap, tetapi permintaan lahan yang terus meningkat menyebabkan proses alih fungsi lahan terutama ruang terbuka hijau di kawasan Jakarta Selatan tidak terelakkan lagi. Pertumbuhan fasilitas pelayanan baik pendidikan, kesehatan maupun fasilitas perdagangan sebagai salah satu indikator perkembangan wilayah menuntut ketersediaan lahan cukup. Di sisi lain, proses migrasi penduduk ke Kota Jakarta menuntut ketersediaan permukiman untuk tempat tinggal. Desakan dan pertumbuhan berbagai aspek tersebut perlu dipahami secara utuh untuk mengetahui pengaruhnya terhadap perubahan ruang terbuka hijau di Jakarta khususnya wilayah Jakarta Selatan.

1.2.

Tujuan Tujuan penelitian adalah :

1. Mengidentifikasi perubahan luas ruang terbuka hijau di Kawasan Jakarta Selatan. 2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk, migrasi, sarana-prasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas ruang terbuka hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan (Departemen Dalam Negeri,1988). Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

2.1.1. Ruang Terbuka

2.1.2. Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Departemen Dalam Negeri,1988). Menurut Purnomohadi (1995) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang (2006) RTH adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu, dan pohon (tanaman tinggi berkayu). Lebih lanjut dijelaskan RTH adalah sebentang lahan terbuka

tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta bendabenda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan mengemukakan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika (Departemen Dalam Negeri, 2007). Menurut makalah Anonim (2006a) yang disampaikan dalam Lokakarya Pengembangan Sistem RTH Di Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruangruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.

2.2.

Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu RTH publik

dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai dan pantai. RTH privat adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah

Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Contoh dari RTH privat ini adalah kebun atau halaman rumah. Menurut Anonim (2006a) berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami,

kawasan lindung), dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman). Sementara itu

berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berikutnya berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya RTH diklasifikasikan menjadi : (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Jenis RTH menurut Rancangan Pola Dasar Pertamanan DKI, Jakarta, Tahun 2005 antara lain : (1) Taman lingkungan perumahan, 2. Taman kota, 3. Taman rekreasi, dan 4. RTH pendukung sarana/prasarana kota yang dibagi lagi menjadi : a. jalur hijau, b. jalur biru, c. perancangan retention basin, d. sistem koridor lingkungan. Menurut Gubernur DKI Jakarta (1999), Kawasan Hijau adalah Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari : 1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam kawasan ini termasuk diantaranya : a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi baik di daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami. b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah. c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat rekreasi dan kegiatan wisata alam.

2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu : a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan pemakaman. b. Jalur Hijau Kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi. c. Taman kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsurunsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur hijau, yaitu : pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, himpunan tanaman perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan kota. d. Taman Rekreasi, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsurunsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota

untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen yang bersifat rekreasi umum. e. Taman Hutan, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu, yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam, dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan. g. Taman Bangunan Umum, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang dengan bangunan tersebut. h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai, sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana kelengkapan pertamanan. i. Taman lingkungan/tempat bermain, suatu hamparan dengan pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat

kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang menikmatinya. j. Lapangan olahraga, ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenisjenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat peneduh setempat. k. Pemakaman, suatu fasilitas umum (dalam hal ini perkuburan); dalam kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan. l. RTH fungsi Pengaman, suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situsitu, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi. m. Penghijauan pulau, suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal. n. RTH Budidaya Pertanian, area yang difungsikan untuk budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam Negeri,2007) jenis RTH adalah: (a) taman kota, (b) taman wisata alam, (c) taman rekreasi, (d) taman lingkungan perumahan dan permukiman, (e) taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, (f) taman hutan raya, (g) .hutan kota, (h) hutan lindung, (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah, (j) cagar alam, (k) kebun raya, (l) kebun binatang, (m) pemakaman umum, (n) lapangan olah raga, (o) lapangan upacara, (p) parkir terbuka, (q) lahan pertanian perkotaan, (r) jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), (s) sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa, (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api,

10

pipa gas dan pedestrian, (u) kawasan dan jalur hijau, (v) daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden). 2.3. Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan atas empat fungsi dasar yaitu : 1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. 2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian. 3. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain. 4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun makro : lansekap kota secara keseluruhan, sehingga mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti : bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali. (Direktur Jendral Penataan Ruang,2006). Menurut Anonim (2006a), RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah

2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

11

perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Tabel 1). Tabel 1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Fungsi Manfaat Ekologi Perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan (contoh air bersih) Membangun jejaring habitat hidupan liar (contoh untuk burung) Mereduksi pengaruh urban heat island Sosial Rekreasi Pendidikan lingkungan Bentuk RTH Kawasan lindung pantai, sempadan sungai, Darah tangkapan air, sempadan danau Kawasan lindung Taman kota, hutan kota

Hutan kota, areal rekreasi alam Hutan kota, areal rekreasi alam

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam Negeri,2007) fungsi RTH adalah : (a) pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, (b) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, (c) tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati, (d) pengendali tata air; dan (e) sarana estetika kota. 2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau memiliki manfaat, antara lain (Direktur Jenderal Penataan Ruang, 2006) :

12

1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu sebagai penjaja fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna. 2. Tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain. 3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman. 4. Membantu sirkulasi udara. 5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah. 6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia. 7. 8. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural. Sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. 9. Sebagai fasilitas rekreasi. Menurut Anonim (2006a), manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau

keanekaragaman hayati. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam Negeri,2007) manfaat RTH adalah : (a) sarana untuk mencerminkan identitas daerah, (b) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (c) sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, (d) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, (e) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, (f) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, (g) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, (h) memperbaiki iklim mikro; dan (i) meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.

13

2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan RTH adalah : a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. (Departemen Dalam Negeri,2007) 2.4. Tinjauan Studi-Studi Terdahulu Hakim (2006) dalam penelitiannya melakukan analisis temporal dan

spasial perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta menyebutkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara umum penurunan RTH di Kabupaten Purwakarta terjadi karena Purwakarta ditetapkan sebagai salah satu pusat industri di Provinsi Jawa Barat, dan perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan Kabupaten Purwakarta dari pertanian menjadi perekonomian perdagangan barang dan jasa. Putri (2006) melakukan identifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung mengalami penurunan sebagai akibat dari gejala urbanisasi. Kurniasari (1994) melakukan deskripsi ruang terbuka hijau kota Bandung dengan membagi menjadi tiga periode. Periode I tahun 1810-1900, periode II tahun 1906-1945, dan periode III tahun 1945-1992. Pada periode I RTH utama kota Bandung berupa : area pertanian dan alun-alun. Periode II terjadi pengkayaan berupa: park, plein, plantsoen, stadstuin, dan boulevard. RTH utama periode III tidak berbeda dengan periode II dengan fungsi yang lebih spesifik karena perubahan fungsi teknis kota. Secara garis besar RTH utama periode III berupa pertanian, area konservasi, taman, lapangan olahraga, dan jalur hijau.

14

Pembangunan dan pengkayaan RTH dipengaruhi faktor-faktor yang spesifik pada setiap periodenya. Pembentukan RTH periode II dipengaruhi oleh tujuan masyarakat kolonial untuk membentuk kota tropis Eropa. Fungsi ekonomi dan sosial menjadi tujuan utama pembentukan RTH. Pengkayaan area dan fungsi RTH pada periode III dipengaruhi oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi. Rasio RTH dan ruang terbangun terus menurun karena pertambahan RTH yang tidak sebanding dengan peningkatan lahan terbangun. Kekacauan politik dan pertambahan penduduk mempengaruhi penurunan RTH, diikuti pertambahan ruang terbangun yang mengakibatkan konversi peruntukan RTH. Irianti (2008) mengkaji tentang perubahan penggunaan, penutupan lahan, dan ruang terbuka hijau kota Bogor tahun 1905-2005. Pada penelitian ini perubahan dibagi menjadi empat periode, yaitu periode kolonial tahun 1905-1945, periode I Kemerdekaan tahun 1945-1965, periode II Kemerdekaan tahun 19651995, dan periode III Kemerdekaan tahun 1995-2005. Pada periode kolonial sampai periode II Kemerdekaan nilai proporsi RTH masih tinggi yakni sekitar 8090% dari total luas wilayah Bogor, akan tetapi nilai tersebut mengalami penurunan yang drastis ketika memasuki periode III Kemerdekaan menjadi 23% pada akhir periode III Kemerdekaan. Perubahan penggunaan dan penutupan lahan tersebut dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jumlah penduduk, sumberdaya alam, dan sumberdaya manusia., kondisi fisik lahan dan kebijakan. Peningkatan penduduk mempengaruhi kebutuhan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Yuliasari (2008) dalam penelitiannya mengkaji distribusi spasial ruang terbuka hijau berdasarkan pengelola RTH di propinsi DKI Jakarta menyebutkan dari hasil delineasi menggunakan citra IKONOS jumlah RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi (kecuali Dinas Kebersihan dan Dinas Tata Kota) adalah sebesar 2.567,63 ha atau 3,88%. Hasil delineasi citra IKONOS juga menunjukkan bahwa proporsi masing-masing pemerintah provinsi tersebut dalam mengelola RTH di DKI Jakarta yaitu Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan Umum mengelola RTH sebesar 0,81% dari luas wilayah DKI Jakarta, Dinas Pertanian dan Kehutanan sebesar 2%, Dinas Olahraga dan Pemuda sebesar 0,32% dan Dinas Pemakaman sebesar 0,45%. Dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan Umum dilakukan akumulasi penghitungan luasan RTH, sebab pada kedua dinas

15

ini banyak terdapat RTH yang dikelola secara bersama-sama. Hasil perhitungan RTH dari penelitian ini berbeda dengan data yang berasal dari instansi pemerintah propinsi. Hasil dari penelitian ini yaitu hasil delineasi didapatkan luas RTH di DKI Jakarta sebesar 3,88%. Sementara itu, laporan dari instansi pemerintah tahun 2006 adalah 10,93%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh cakupan area RTH yang didelineasi pada penelitian ini hanya RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak sampai pada RTH yang dikelola oleh suku-suku dinas. Demikian pula pada RTH privat yaitu yang dikelola oleh pihak masyarakat maupun swasta. Selain itu pada Dinas Kebersihan tidak dilakukan delineasi citra, sebab dinas ini berfungsi sebagai dinas penunjang bagi dinas-dinas lainnya (sebagai penyedia sarana dan prasarana kebersihan bagi dinas lainnya). Agrissantika (2007) melakukan penelitian mengenai model dinamika spasial ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar RTH yang terdiri dari hutan, kebun campuran, sawah, semak, dan rumput telah berubah secara signifikan menjadi ruang terbangun yang mendukung perkembangan kecamatan-kecamatan di kawasan Jabodetabek. Proporsi RTH Jabodetabek turun 11% dan proporsi ruang terbangun meningkat 27% selama periode tahun 1972-2005. Faikoh (2008) melakukan deteksi perubahan ruang terbuka hijau di kota industri Cilegon menyatakan bahwa dari hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Cilegon pada tahun 1983 luas RTH sebesar 92,25%, tahun 1992 menurun menjadi sebesar 86,92%, tahun 2003 sebesar 83,49% dan tahun 2006 sebesar 78,66% dari keseluruhan luas Kota Cilegon. Perubahan bentuk ruang terbuka hijau yang terjadi di Kota Cilegon disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Penurunan luas ruang terbuka hijau secara umum, perubahan bentuk dan pola penyebaran ruang terbuka hijau yang terjadi disebabkan antara lain oleh ditetapkannya Kota Cilegon sebagai pusat industri, pusat jasa, dan simpul transportasi dengan letak yang strategis di jalur pintu masuk Pulau Jawa-Sumatra serta perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan kota Cilegon dari pertanian menjadi perekonomian perdagangan dan jasa.

16

Moniaga (2008) melakukan studi ruang terbuka hijau Kota Manado dengan pendekatan sistem dinamik menyatakan bahwa luas RTH Kota Manado saat ini secara keseluruhan mencapai 75% dari luas wilayah kota. Walaupun telah memenuhi persyaratan persentase luas yang ditetapkan dalam UU No. 26 tahun 2007 dan Permendagri No. 1 tahun 2007 tetapi kota Manado masih mengalami masalah lingkungan terutama erosi, longsor, dan banjir. Hal ini terjadi karena konversi lahan perkotaan dari lahan bervegetasi atau RTH menjadi lahan terbangun. Hasil simulasi model dinamik penggunaan lahan pemukiman meningkat dari 3167 ha menjadi 4978 ha tahun ke 20, sedangkan penggunaan lahan pertanian menurun dari 11301 ha menjadi 9425 ha. Radnawati (2005) melakukan evaluasi RTH Kota Depok sebagai kawasan konservasi air menggunakan data satelit multi temporal menyatakan bahwa dengan citra satelit Landsat multitemporal, penurunan kawasan hijau di kota Depok secara signifikan terjadi pada rentang waktu 1997-2001 sebesar 36,28%. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan dari lahan hijau menjadi area pemukiman dan fasilitas kota seperti bangunan komersial dan jasa. Konversi tata guna lahan yang sangat pesat tersebut secara langsung mempengaruhi penurunan RTH kota dan berdampak terhadap kondisi lingkungan seperti fenomena banjir pada musim hujan serta fenomena kehilangan air tanah pada musim kemarau. Muis (2005) yang melakukan analisis kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dan air di kota Depok Propinsi Jawa Barat menyatakan bahwa Kota Depok saat ini memiliki luas RTH 5.125,43 ha. Berdasarkan perhitungan metode Gerarkis, maka untuk tahun 2005 RTH di kota Depok sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan oksigen bagi manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak, karena luas RTH di Kota Depok seharusnya 6.155,18 ha. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan masyarakat harus berupaya menambah RTH Kota Depok seluas 1.029,75 ha. Ketersediaan dan kebutuhan air bagi masyarakat di Kota Depok diprediksikan dari tahun 2005-2015 akan mengalami krisis air akibat penggunaan dan peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2005 kota Depok memerlukan RTH seluas 5.166,90 ha agar dapat mencukupi air yang bukan

17

bersumber dari PDAM, sehingga pemerintah daerah dan masyarakat kota Depok harus menambah RTH seluas 41,47 ha.

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Jakarta Selatan, terdiri dari 10 kecamatan. Penelitian lapangan dilakukan pada bulan Februari 2009 sampai bulan Oktober 2009 dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Perencanaan

Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2.

Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

berupa data potensi desa (PODES) tahun 2003 dan 2006, data sekunder dari BPS berupa Jakarta Selatan dalam Angka, Peta Administrasi Jakarta Selatan, Peta Ruang Terbuka Hijau dari Dinas Tata Ruang pada dua kurun waktu yaitu tahun 2002 dan 2007, dan Peta RTRW Jakarta Selatan. Alat-alat penunjang yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat komputer dengan software ArcView 3.3 untuk digitasi dan pengolahan peta, Microsoft Excel, Microsoft Access, dan Statistica untuk pengolahan data, Microsoft Word untuk penulisan hasil data, dan printer. Pada Tabel 2 disajikan matriks hubungan antara sumber data dan teknik analisis dengan tujuan penelitian dan output yang diharapkan. Tabel 2. Hubungan Antara Tujuan Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan No. 1. Tujuan Penelitian Mengidentifikasi perubahan luas ruang terbuka hijau di Kawasan Jakarta Selatan. Sumber Data Peta Ruang Terbuka Hijau tahun 2002 dan 2007 Jakarta Selatan Peta Administrasi Jakarta Selatan Teknik Analisis Output yang Diharapkan Dinamika Overlay perubahan luas Deskripsi tabel dan Ruang Terbuka Hijau di grafik Kawasan Jakarta Selatan

19

Tabel 2. (Lanjutan) 2. Mengetahui laju pertumbuhan penduduk, saranaprasarana, dan perkembangan wilayah di Jakarta Selatan, Kepadatan Penduduk Jumlah Penduduk Jumlah Pendatang Jumlah Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi Teknik Pendugaan Perubahan Analisis skalogram sederhana Terindikasinya laju pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah pendatang, pertumbuhan saran-prasarana, dan perkembangan wilayah Jakarta Selatan Terindikasinya faktor-faktor penentu pertumbuhan/pe nurunan luas Ruang Terbuka Hijau dan keterkaitan hubungan antar faktor

3.

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas ruang terbuka hijau dan mngetahui hubungan antar faktor.

Proporsi RTH Laju Kepadatan Penduduk Laju Jumlah Penduduk Laju Jumlah Pendatang Laju Fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi

Analisis Faktor Analisis Regresi Berganda

3.3.

Metode Penelitian Kegiatan penelitian ini secara umum dibagi menjadi lima tahap, yaitu :

3.3.1. Tahap Penelitian 1. Tahap studi literatur Tahap ini dilaksanakan dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan penataan ruang dan perubahannya di wilayah Jakarta Selatan. 2. Tahap pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan, yaitu : Data spasial berupa Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Kawasan Jakarta Selatan hasil overlay dari Peta Ruang Terbuka Hijau dari Dinas Tata Ruang dengan Peta batas wilayah Jakarta Selatan.

20

Data atribut berupa data potensi desa (PODES). 3. Tahap pemasukan dan analisis data Tahap ini dilakukan sesuai dengan teknik analisis data yang telah ditetapkan dari awal. Analisis peta, dilakukan dengan menggunakan program ArcView 3.3 untuk memperoleh data yang memuat informasi sesuai kebutuhan berupa pola perubahan Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan; sedangkan untuk analisis data, digunakan microsoft exel dan software statistica. 4. Tahap pembahasan hasil analisis data Tahap ini merupakan penyusunan hasil dan pembahasannya yang pada dasarnya merupakan proses perumusan analisis sebagai bahan penyusunan skripsi. 5. Tahap penulisan skripsi Tahap ini merupakan penulisan skripsi hasil kegiatan yang dilakukan selama penelitian. 3.3.2. Teknik Analisis Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (1) Overlay peta-peta digital, (2) Deskripsi grafik dan tabel, (3) Analisis skalogram Sederhana, (4) Regresi linier berganda, dan (5) Teknik analisis factor (Factor Analysis). 3.3.2.1.Operasi Tumpang Tindih (Overlay) Teknik analisis spasial yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : proses digitasi dan proses-proses koreksi geometrik lain yang dilakukan dengan perangkat lunak ArcView 3.3 terhadap peta-peta yang telah disiapkan. Proses digitasi dilakukan terhadap peta RTH yang dikoleksi dari Dinas Tata Kota DKI Jakarta Tahun 2002 dan 2007 agar dapat dilanjutkan ke dalam proses-proses geometrik untuk dianalisis yang pada akhirnya akan menghasilkan peta hasil. Proses yang dilakukan dalam penelitian ini adalah operasi tumpang tindih (Overlay). 3.3.2.2.Deskripsi Grafik dan Tabel Analisis ini merupakan penjabaran secara deskriptif terhadap grafik dan tabel yang dihasilkan dari analisis sebelumnya. Dari hasil deskripsi grafik dan

21

tabel, dapat diketahui pola perubahan ruang terbuka hijau serta laju hubungan laju peluruhan/pertumbuhan ruang terbuka hijau. 3.3.2.3.Teknik Pendugaan Perubahan Perubahan secara sistematis dapat diduga dari fungsi pertumbuhan atau peluruhan. Teknik ini dapat digunakan untuk menduga pertumbuhan seiring dengan waktu, ukuran atau jarak dari posisi referensi. Rumus matematik dari teknik pendugaan perubahan adalah: Pertumbuhan = Xt1 Xt0 Xt0 Xt0 = nilai variabel tahun awal Xt1 = nilai variabel tahun akhir 3.3.2.4.Analisis Skalogram Sederhana Metode ini digunakan untuk mengetahui hirarki pusat-pusat pengembangan dan sarana-prasarana pembangunan yang ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan tersebut didasarkan pada jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan dan fasilitas pelayanan sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini memberikan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah jenis dan jumlah unit sarana-prasarana pembangunan yang lebih banyak. Metode ini lebih menekankan kriteria kuantitatif dibandingkan kriteria kualitatif yang menyangkut derajat fungsi sarana-prasarana pembangunan, distribusi penduduk dan luas jangkauan pelayanan sarana-prasarana pembangunan. Model untuk menentukan nilai indeks perkembangan atau pelayanan kelurahan (IPK): IPK j = Keterangan : IPKj Iij Iij I i min SKi : Indeks perkembangan kelurahan ke-j : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i kelurahan ke-j : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkoreksi kelurahan ke-j : Nilai (skor) indeks perkembangan ke-i terkecil (minimum) : Simpangan baku indeks perkembangan ke-i
Iij Ii min SKi

I i j dimana : I ij =
i

22

Dengan asumsi data menyebar normal, penentuan tingkat perkembangan wilayah dibagi menjadi tiga yaitu : Hirarki I, jika indeks perkembangan wilayah ke-j (IPKj) (Rataan IPK + simpangan baku IPK) Hirarki II, jika rataan IPK < IPKj < (Rataan IPK + simpangan baku IPK) Hirarki III, jika IPKj < Rataan IPK Data yang digunakan dalam analisis skalogram ini adalah data jumlah jenis fasilitas pelayanan, jumlah unit fasilitas dan invers dari jarak atau akses masyarakat terhadap fasilitas pelayanan tertentu. Jumlah kelurahan yang dianalisis adalah 65 kelurahan. Hasil yang diharapkan dari analisis ini adalah hirarki pelayanan kelurahan yang didasarkan atas nilai IPK dari masing-masing kelurahan. 3.3.2.5.Analisis Faktor Analisis faktor (Factor analysis) berbeda dari teknik regresi berganda. Teknik regresi berganda terdiri dari satu atau lebih variabel tujuan atau dependent variable dan yang lainnya merupakan variabel penduga atau independent variable. Factor analysis suatu teknik yang menjelaskan semua variabel secara bersamaan yang semua variabel tersebut berhubungan. Dalam factor analysis, penjelasan untuk keseluruhan variabel diterangkan ke dalam faktor (Hair,1998). Factor analysis adalah metode untuk mentransformasikan sejumlah variabel ke dalam variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel asal. Variabel baru tersebut memiliki bobot yang dipilih sedemikian rupa antar variabel baru yang dibangun tidak saling berkorelasi antar satu dengan lainnya (Hair, 1998). Persamaan (model) yang dihasilkan dari hasil trasformasi analisis faktor tersebut adalah sebagai berikut: Zi = Ai1F1 + Ai1F2 + ..........AipFp dimana : Zi : variabel baru ke-i i = 1,2,...

Hirarki III < Rataan IPK Hirarki II < {Rataan IPK+ (1 x standar deviasi IPK)} Hirarki I

23

Pada penelitian ini digunakan sejumlah 6 variabel asal yang akan diidentifikasi keterkaitannya dengan menggunakan analisis faktor. variabel asal (X) yang digunakan dalam analisis faktor. Tabel 3. Variabel-Variabel Penduga yang Digunakan dalam Analisis Faktor No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Variabel Asal Alokasi RTH dalam RTRW Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian Notasi / Simbol Matematis X1 X2 X3 X4 X5 X6 Tabel 3 menjelaskan

3.3.2.6.Analisis Regresi Berganda Regresi berganda (multiple regression) adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel tujuan (dependent variable) dengan variabel penduga (independent variable). Sasaran dari metode regresi berganda adalah penggunaan variabel penduga untuk memprediksi variabel tujuan (Hair,1998). Dengan kata lain analisis regresi berganda digunakan untuk menduga nilai suatu parameter regresi berdasarkan data yang diamati. Model yang dihasilkan dapat digunakan sebagai penduga yang baik jika asumsiasumsi berikut dapat dipenuhi : a. E (ei) = 0, untuk setiap i ; dimana i = 1,2,..., n; artinya rata-rata galat adalah nol. b. Kov (ei,ej) = 0, i j ; artinya kovarian (Ei,Ej) = 0, dengan kata lain tidak ada autokorelasi antara galat pengamatan yang satu dengan yang lain. c. Var (ei2) = 2 ; untuk setiap i, dimana i = 1,2,..., n; artinya setiap galat pengamatan memiliki ragam yang sama. d. Kov (ei,x1i) = Kov (ei,x2i) = 0 ; artinya kovarian setiap galat pengamatan memiliki ragam yang sama di setiap variabel bebas yang tercakup dalam persamaan linier berganda. e. Tidak ada multikolinearitas ; artinya tidak ada hubungan linier yang eksak antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas. f. ei N (0 ; ), galat pengamatan menyebar normal dengan rata-rata nol dan ragam 2.

24

Persamaan (model) yang akan dihasilkan dalam penelitian ini adalah : Y = A0 + A1X1 + A2X2 + A3X3 + .............. + AnXn dimana : Y : Variabel tak bebas (dependent variable) yaitu perubahan luas RTH antara tahun 2002 dan 2007 A : Koefisien regresi X : Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas yang digunakan terdiri dari variabel-variabel berikut: X1 : Alokasi RTH dalam RTRW X2 : Laju jumlah penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 X3: Laju kepadatan penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 X4 : Laju jumlah pendatang Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 X5 : Laju fasilitas pendidikan Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006 X6: Laju fasilitas kesehatan Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006 X7: Laju fasilitas perekonomian Jakarta Selatan Tahun 2003 dan 2006

25

Tahapan penelitian dijabarkan dalam diagram alir pada Gambar 1.


Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 Peta Jalan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2007 Kepadatan Penduduk Tahun 2000-2007 Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007 Fasilitas/ SaranaPrasarana (PODES 2003 dan 2006)

Koreksi Geometri

Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2007

Peta Ruang Terbuka Hijau 2002 Terkoreksi

Skalogram

Koreksi Geometri

Tingkat Perkembangan Wilayah Teknik Pendugaan Perubahan

Peta RTRW Jakarta Selatan

Peta Ruang Terbuka Hijau 2007 Terkoreksi

Koreksi Geometri

Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk

Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk

Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang

Laju Pertumbuhan Fasilitas/SaranaPrasarana

Peta RTRW Terkoreksi

Alokasi RTH dalam RTRW

Perubahan Luas Ruang Terbuka HIjau

Digitasi

Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk, Jumlah Pendatang

Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan dan Perekonomian

Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan

Peta RTH 2002

Peta RTH 2007

Peta Administrasi Jakarta Selatan

Peta RTRW

Analisis Faktor Analisis Regresi Berganda Hubungan Antar Faktor

Tumpang Tindih (Overlay)

Peta Hasil Tumpang Tindih (luasan RTH)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1.

Letak dan Posisi Geografis Wilayah Jakarta Selatan merupakan daerah dataran rendah dengan tingkat

kemiringan 0,25% dengan ketinggian rata-rata mencapai 5-50 m di atas permukaan laut, terletak pada 1060 22 42 1060 58 18 Bujur Timur (BT) dan 50 19 12 Lintang Selatan (LS). Pada Gambar 1 ditampilkan Peta Administrasi Jakarta Selatan.
694000 9314000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 9314000

9312000

9312000

9310000

9310000

9308000

9308000

9306000

9306000

9304000

9304000

9302000

9302000

9300000

Peta Administrasi Jakarta Selatan


U

9300000

1000

1000 Meters

9296000

Kecamatan Jakarta Selatan: cilandak jagakarsa kebayoran baru kebayoran lama mampang prapatan pancoran pasar minggu pesanggerahan setia budi tebet

9298000

9298000 9296000

694000

696000

698000

700000

702000

704000

706000

Gambar 2. Peta Administasi Wilayah Jakarta Selatan Luas wilayah Jakarta Selatan sesuai dengan keputusan Gubernur KDKI Jakarta No 1815 tahun 1989 adalah 145,73 km2 atau 22,41% dari luas DKI Jakarta dan berada di sebelah Selatan banjir kanal Timur dengan batas-batas wilayah :

27

4.2.

Sebelah Utara berbatasan dengan banjir kanal Timur, Jl. Jendral Sudirman, Kecamatan Tanah Abang, Jl. Kebayoran Lama, dan Kebon Jeruk Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Depok Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ciledug dan Kota Tangerang Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Ciliwung Administrasi dan Luas Lahan Secara administrasi wilayah Jakarta Selatan terbagi atas 10 kecamatan

dengan 65 kelurahan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Tebet, Setiabudi, Mampang Prapatan, Kebayoran Baru, Kebayoran Lama, Pasar Minggu, Cilandak, Pesanggrahan, Pancoran, dan Jagakarsa (Gambar 1). Luas lahan wilayah Jakarta Selatan 145,73 km2. Kecamatan yang paling luas adalah Jagakarsa dengan luas 25,01 km2 sedangkan kecamatan yang paling sempit adalah Mampang Prapatan dengan luas 7,73 km2 (Tabel 4). Tabel 4. Luas Wilayah Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggerahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi Jumlah
Sumber BPS Jakarta Selatan Dalam Angka 2008

Kecamatan

Luas (Km2) 25,01 21,90 18,20 13,47 19,32 12,91 7,73 8,53 9,05 9,61 145,73

4.3.

Penggunaan Lahan Jenis penggunaan lahan di Jakarta Selatan dikelompokkan sebagai berikut:

perumahan, industri, kantor dan gudang, taman, pertanian, lahan tidur, dan waserda. Persentase penggunaan lahan di Jakarta Selatan paling besar digunakan

28

untuk perumahan dan paling kecil adalah lahan tidur. Berikut ini ditampilkan persentase luas tanah menurut penggunaanya per kecamatan. Tabel 5. Persentase Luas Tanah menurut Penggunaannya per Kecamatan
Kecamatan Perumah an 52,76 78,01 77,61 80,61 70,01 68,25 77,13 77,42 73,94 65,42 Industri Kantor dan Per gudangan 3,81 6,44 6,65 1,22 18,58 19,97 3,03 10,71 14,57 22,82 Taman Pertani an 19,13 0,06 0,23 1,62 0,03 0,08 Lahan tidur 4,44 0,53 1,62 0,50 0,20 0,83 0,29 2,17 Wa serda 15,84 11,15 13,92 13,06 2,43 9,15 19,83 6,08 10,51 7,84

Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggerahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi

1,54 0,43 1,50 1,33 8,00 0,08 0,01 3,67 0,38 0,78

2,48 3,38 0,09 0,54 0,48 2,32 1,21 0,31 0,97

Sumber: Survei Fisik Kelurahan dalam Jakarta Selatan Dalam Angka (2008)

4.4.

Iklim dan Suhu Udara Wilayah Jakarta Selatan secara umum beriklim tropis dengan suhu rata-

rata per tahun 270C dengan tingkat kelembaban berkisar 80-90%. Arah angin dipengaruhi angin Muson Barat terutama pada bulan Mei-Oktober. Curah hujan per tahun rata-rata mencapai 2035 mm dengan curah hujan maksimum pada bulan Januari.

4.5.

Kependudukan Tabel 6 menunjukkan jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan.

Total jumlah penduduk di Wilayah Jakarta Selatan pada tahun 2008 sebanyak 1.745.205 jiwa dengan total luas wilayah sebesar 145,73 km2. Sehingga kepadatan penduduk di Jakarta Selatan sebesar 11.976 Jiwa/Km2. Kepadatan penduduk pada Kecamatan Tebet tertinggi diantara berbagai kecamatan di wilayah Jakarta Selatan, sedangkan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang terendah.

29

Tabel 6. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, dan Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan pada tahun 2008
Kecamatan Luas (Km2) Jumlah Jumlah Penduduk Penduduk Laki-Laki Perempuan (Jiwa) (Jiwa) 117.170 108.106 138.789 109.343 76.729 77.389 81.974 74.042 120.161 109.526 72.614 70.795 54.281 50.064 63.038 60.331 126.751 114.319 60.341 59.442 911.848 833.357 Total Jumlah Penduduk (Jiwa) 225.276 248.132 154.118 156.016 229.687 143.409 104.345 123.369 241.070 119.783 1.745.205 Kepadatan (Jiwa/Km2)

Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggerahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi Jumlah

25,01 21,90 18,20 13,47 19,32 12,91 7,73 8,53 9,05 9,61 145,73

8.876 11.325 8.468 11.582 11.895 11.108 13.481 14.990 25.296 13.236 11.976

Sumber : Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (keadaan bulan Juni 2008) dalam Jakarta Selatan Dalam Angka 2008

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.

Sebaran Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahannya di Wilayah Jakarta Selatan Perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan

5.1.1. Identifikasi Perubahan Luas RTH di Kawasan Jakarta Selatan diidentifikasi dengan melakukan teknik overlay terhadap Peta Ruang Terbuka Hijau tahun 2002 dan 2007 dengan Peta Administrasi Jakarta Selatan. Peta RTH diperoleh dari suku dinas Pertamanan Kota Jakarta Selatan. Ruang terbuka hijau cenderung mengalami perubahan luas setiap tahunnya. Luas RTH di Jakarta Selatan pada tahun 2002 dan tahun 2007 disajikan pada Gambar 3.
1400 1200 Luas RTH (ha) 1000 800 600 400 200 0 2002 Tahun 2007

Gambar 3. Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007 Pada periode 2002-2007 terjadi pengurangan luas RTH sebesar 362,21 ha dari 1299,22 ha pada tahun 2002 menjadi 937,01 ha pada tahun 2007. Pengurangan luas RTH terjadi karena adanya peningkatan jumlah penduduk di Jakarta Selatan tiap tahunnya namun tidak diiringi dengan pertambahan lahan menyebabkan lahan untuk RTH dialihfungsikan untuk pembangunan hunian dan kebutuhan prasarana kota. Selain itu, cepatnya peningkatan harga lahan di kawasan Jakarta Selatan menyebabkan lahan menjadi suatu komoditas yang menguntungkan sehingga banyak orang berlomba-lomba untuk membangun lahan tersebut menjadi perumahan atau kawasan perdagangan yang dapat memberikan keuntungan daripada membangun taman. Akibatnya luasan RTH semakin

31

berkurang dari waktu ke waktu. Visualisasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di wilayah Jakarta Selatan dijelaskan pada Gambar 4.

692000

694000

696000

698000

700000

702000

704000

706000

9314000

9314000

9312000

9312000

setia budi tebet

9310000

9310000

kebayoran baru
9308000

9308000

kebayoran lama mampang prapatan


#

pancoran

9306000

9306000

9304000

9304000

pasar minggu cilandak

9302000

9302000

9300000

9300000

Peta Sebaran RTH Terkonversi


1000 0 1000 Meters jagakarsa
U

9298000

9298000

LEGENDA :
#

9296000

Titik Koordinat Perubahan Batas Wilayah Perubahan RTH

9296000

Sumber : Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007

692000

694000

696000

698000

700000

702000

704000

706000

Gambar 4. Peta Perubahan Luas Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002 dan 2007

32

Akibat pembangunan tidak berwawasan lingkungan, luas ruang terbuka hijau semakin berkurang jauh dari luas optimal 30 persen dari total luas kota. Luasan dan proporsi RTH di kawasan Jakarta Selatan tahun 2002 dan 2007 disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Luas dan Proporsi RTH di Jakarta Selatan Tahun 2002 dan 2007 Tahun 2002 2007 Luas Jakarta Selatan (ha) 14573,00 Luas RTH (ha) 1299,22 937,01 Proporsi 8,91% 6,42%

Dari Tabel 7 terlihat bahwa proporsi RTH di Kawasan Jakarta Selatan kurang dari 30 persen. Pada tahun 2002 proporsi RTH sebesar 8,91% sedangkan pada tahun 2007 menurun menjadi 6,42%. Padahal keberadaaan RTH dapat menjadi penyeimbang lingkungan perkotaan seperti udara, tata air, dan manusia. Menurut Purnomohadi (1994) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang (2006), permasalahan ketidaktersediaan Ruang Terbuka Hijau kota secara ideal disebabkan oleh: (1) Inkonsistensi kebijakan dan strategi penataan ruang kota akibat kurangnya pengertian dan perhatian akan urgensi eksistensi RTH dalam kesatuan wilayah perkotaan, dan (2) Pemeliharaan RTH yang tidak konsisten dan tidak rutin. Gambar 5 menyajikan contoh perubahan Ruang Terbuka Hijau menjadi lahan terbangun yang diperoleh dari hasil pengecekan lapang. Gambar 5a merupakan gambar pertokoan di Kecamatan Cilandak, Gambar 5b merupakan gambar bank di Kecamatan Pasar Minggu, Gambar 5c merupakan gambar sekolah di Kecamatan Jagarkarsa, Gambar 5d adalah perumahan di Kecamatan Jagakarsa, Gambar 5e kawasan perkantoran di Kecamatan Pancoran, sedangkan fasilitas jalan di Kecamatan Setia Budi disajikan pada Gambar 5f.

33

a. Cilandak (106,78;-6,29)

b. Pasar Minggu (106,82;-1,77)

c. Jagakarsa (106,82;-6,30)

d. Jagakarsa (106,81;-6,36)

e.Pancoran (106,84;-6,28)

f. Setia Budi (106,84;-6,24)

Gambar 5. Perubahan RTH menjadi Lahan Terbangun

34

5.1.2. Sebaran RTH Per Kecamatan di Jakarta Selatan Jakarta Selatan terdiri dari sepuluh kecamatan, yaitu: Jagakarsa, Pasar Minggu, Cilandak, Pesanggerahan, Kebayoran Lama, Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, Pancoran, Tebet, dan Setia Budi. Setiap kecamatan di Jakarta Selatan memiliki RTH dengan luasan yang berbeda-beda. Luasan RTH per kecamatan di Jakarta Selatan beserta perubahannya pada tahun 2002 dan 2007 disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Luas RTH Tahun 2002 dan 2007 serta Luas Perubahannya
KECAMATAN Luas RTH 2002 (Ha) Luas RTH 2007 (Ha) Luas Perubahan RTH (Ha)

Pasar Minggu Jagakarsa Pesanggerahan Cilandak Kebayoran Lama Pancoran Setia Budi Tebet Mampang Prapatan Kebayoran Baru

317,43 372,82 119,16 88,47 156,2 52,85 43,3 63,88 14,38 70,73

192,9 277,71 61,11 58,65 135,43 35,92 34,57 57,81 12,29 70,62

-124,53 -95,11 -58,05 -29,82 -20,77 -16,93 -8,73 -6,07 -2,09 -0,11

Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir di seluruh kecamatan di Jakarta Selatan terjadi pengurangan luas RTH. Pengurangan luas RTH terbesar sampai terkecil beserta besaran penurunannya di masing-masing kecamatan sebagai berikut: Pasar Minggu 124,53 ha, Jagakarsa 95,11 ha, Pesanggerahan 58,05 ha, Cilandak 29,82 ha, Kebayoran Lama 20,77 ha, Pancoran 16,93 ha, Setia Budi 8,73 ha, Tebet 6,07 ha, Mampang Prapatan 2,09 ha, dan Kebayoran Baru 0,11 ha. Kecamatan Pasar Minggu merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak daripada kecamatan lainnya. Dengan jumlah penduduk yang banyak mendorong pembangunan hunian semakin besar sehingga banyak lahan RTH dialihfungsikan. Kecamatan Kebayoran Baru mengalami penurunan jumlah RTH yang paling kecil karena pada kecamatan tersebut terdapat kantor pemerintahan Jakarta Selatan sehingga pengawasan akan RTH di daerah tersebut cukup ketat sehingga pengurangan luas RTH yang terjadi kecil. Visualisasi RTH per kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2002 dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan tahun 2007 dapat dilihat pada Gambar 7.

35

9314000

9314000

692000

694000

696000

698000

700000

702000

704000

706000

708000

692000

694000

696000

698000

700000

702000

704000

706000

708000

PETA RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA SELATAN TAHUN 2002

9312000

PETA RUANG TERBUKA HIJAU JAKARTA SELATAN TAHUN 2007

9314000

9314000

9312000

9312000

9310000

9312000

U N
9310000

9310000

9308000

9310000

2000

2000 Meters
9308000

1000

0 1000 Meters

9308000

9306000

9308000

9306000

9306000

LEGENDA :

9304000

9306000

LEGENDA
Batas Wilayah cilandak jagakarsa kebayoran baru kebayoran lama mampang prapatan pancoran pasar minggu pesanggerahan setia budi tebet

9300000

9300000

Batas Wilayah cilandak jagakarsa kebayoran baru kebayoran lama mampang prapatan pancoran pasar minggu pesanggerahan setia budi tebet

9304000

9304000

9302000

9304000

9302000

9302000

9298000

9302000 9300000

9300000 9298000

9298000

9298000

Sumber: Hasil Analisis Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002


692000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 708000 692000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000 708000

Sumber: Hasil Klasifikasi Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2007

a.

b. Gambar 6. (a) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2002, dan (b) Peta Ruang Terbuka Hijau Tahun 2007 per Kecamatan

36

Contoh Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan disajikan pada Gambar 7. Gambar 7a merupakan Taman Bumi Perkemahan yang terdapat di Kecamatan Pasar Minggu, Gambar 7b merupakan hutan kota di Kecamatan Jagakarsa, jalur hijau di Kecamatan Setia Budi disajikan pada Gambar 7c, Gambar 7d merupakan contoh taman kota yang terdapat di Kecamatan Kebayoran Baru, dan pemakaman yang terdapat di Kecamatan Kebayoran Lama disajikan pada Gambar 7e.

a. Pasar Minggu (106,82;-1,77)

b. Jagakarsa (106,82;-6,36)

c. Setia Budi (106,82;-6,20)

d. Kebayoran Baru (106,79;-6,24)

e. Kebayoran Lama (106,77;-6,25) Gambar 7. Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan

37

Ruang Terbuka Hijau di kawasan Jakarta Selatan terjadi penambahan 1 taman kota di Kecamatan Kebayoran Baru yang disahkan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo pada 15 Maret 2009. Gambar 8 merupakan foto dari taman kota tersebut.

Gambar 8. Taman Ayodia Kebayoran Baru (106,79;-6,24)

5.1.3. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta Selatan Peta RTRW Jakarta Selatan yang digunakan merupakan Peta RTRW Jakarta Selatan Tahun 2000-2010. Luasan RTH dalam RTRW beserta proporsinya dibandingkan dengan luas RTH eksisting ditunjukkan dalam Tabel 9. Tabel 9. Proporsi Luas RTH dalam RTRW terhadap Luas RTH Eksisting Luas Wilayah Jakarta Selatan (ha) 14573,00 14573,00 Luas RTH dalam RTRW (ha) 1080,72 1080,72 % RTH Luas RTH dalam Eksisting % RTH RTRW (ha) Eksisting 7,42 1299,22 8,91 7,42 937,01 6,42

Tahun 2002 2007

Berdasarkan Tabel 9, pada tahun 2002 proporsi luas Ruang Terbuka Hijau eksisting lebih besar daripada proporsi luas Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2002 tidak terjadi penyimpangan Ruang Terbuka Hijau. Namun, pada tahun 2007 proporsi luas Ruang Terbuka Hijau eksisting lebih kecil dari pada proporsi luas Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penyimpangan tata ruang.

38

Perumahan merupakan jenis penggunaan lahan terbesar dalam RTRW Jakarta Selatan diikuti oleh perumahan kepadatan rendah, bangunan umum, ruang terbuka hijau, bangunan umum kepadatan rendah, dan bangunan umum dan perumahan. Luasan penggunaan lahan dalam RTRW dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Luas Penggunaan Lahan di Jakarta Selatan dalam RTRW Penggunaan Lahan Perumahan Bangunan Umum Perumahan Kepadatan Rendah Bangunan Umum dan Perumahan Bangunan Umum Kepadatan Rendah Ruang Terbuka Hijau Total Luas dalam RTRW (ha) 7593,49 1567,06 3270,77 251,28 809,68 1080,72 14573,00

Visualisasi Peta RTRW Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 9.


9314000 9314000 694000 696000 698000 700000 702000 704000 706000

9312000

Peta RTRW Jakarta Selatan Tahun 2000-2010


700 0 700 Meters
U

9312000

9310000

9310000

9308000

9308000

Legenda Bangunan Umum Bangunan Umum Kepadatan Rendah Bangunan Umum dan Perumahan Perumahan Perumahan Kepadatan Rendah Ruang Terbuka Hijau Sumber: Dinas Tata Kota DKI Jakarta

9306000

9306000

9304000

9304000

9302000

9302000

9300000

9300000

9298000

9298000

694000

696000

698000

700000

702000

704000

706000

Gambar 9. Peta RTRW Jakarta Selatan

39

5.2.

Kondisi Demografi Jakarta Selatan Jumlah penduduk di Jakarta Selatan cenderung mengalami peningkatan

5.2.1. Perkembangan Jumlah Penduduk dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk di Jakarta Selatan dari tahun 2000 sampai tahun 2007 ditampilkan pada Gambar 10. Gambar 10 menunjukkan jumlah penduduk di Jakarta Selatan yang terus meningkat dari tahun 2000 sampai tahun 2007. Data jumlah penduduk diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik Jakarta Selatan. Gambar 10 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah penduduk pada periode 2000-2007. Pada tahun 2000 jumlah penduduk di Jakarta Selatan sebanyak 1.655.417 jiwa, sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 1.742.177 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk disebabkan karena wilayah Jakarta Selatan merupakan wilayah yang memiliki sarana-prasarana yang cukup lengkap seperti sekolah bertaraf unggulan, pusat perbelanjaan yang cukup banyak dan besar dan beberapa rumah sakit besar. Faktor-faktor tersebut merupakan salah satu daya tarik wilayah Jakarta Selatan sehingga banyak orang yang ingin bermukim di Jakarta Selatan. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Pasar Minggu, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Mampang Prapatan.

Jumlah Penduduk (Jiwa)

1760000 1740000 1720000 1700000 1680000 1660000 1640000 1620000 1600000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun

Gambar 10. Grafik Jumlah Penduduk Di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007 Laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan dari tahun 2000 sampai tahun 2007 disajikan pada Gambar 11.

40

0.025 Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk 0.02 0.015 0.01 0.005 0 -0.005 -0.01 Tahun
20 20 20 20 20 20 20 03 00 04 01 02 05 06 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 01 05 02 03 04 06 07

Gambar 11. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jakarta Selatan Tahun 20002007 Gambar 11 menunjukkan laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan pada periode tahun 2000-2007 mengalami kenaikan dan penurunan. Secara umum, laju pertumbuhan jumlah penduduk di Jakarta Selatan tahun 20002007 sebesar 0,7% per tahun.

5.2.2. Peningkatan Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk di Jakarta Selatan pada periode tahun 2000-2007 mengalami peningkatan. Gambar 12 menyajikan kepadatan penduduk (jiwa/km2) di Jakarta Selatan tahun 2000-2007.
12100 12000 11900 11800 11700 11600 11500 11400 11300 11200 11100 11000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Tahun

Gambar 12. Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 2000-2007

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

41

Peningkatan kepadatan penduduk pada periode tahun 2000-2007 disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk yang tidak disertai dengan penambahan luas wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2000 kepadatan penduduk di Jakarta Selatan sebesar 11.360 Jiwa/Km2 , sedangkan pada tahun 2007 sebesar 11.955 Jiwa/Km2 . Kecamatan Tebet memiliki kepadatan penduduk yang paling besar karena kecamatan tersebut memiliki luas wilayah yang cukup kecil, sedangkan Kecamatan Cilandak memiliki kepadatan penduduk yang paling rendah karena luas wilayahnya cukup besar. Kepadatan penduduk di Jakarta Selatan memiliki laju pertumbuhan per tahun yang berbeda-beda. Pada Gambar 13 nampak bahwa laju pertumbuhan kepadatan penduduk di Jakarta Selatan periode tahun 2000-2007 mengalami penurunan dan kenaikan. Laju pertumbuhan kepadatan penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 sebesar 0,7% per tahun. Gambar 13 menyajikan laju pertumbuhan kepadatan penduduk per tahun di Jakarta Selatan.
0.025 Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk 0.02 0.015 0.01 0.005 0 -0.005 -0.01 Tahun
20 20 20 20 20 20 20 03 00 04 01 02 05 06 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 01 05 02 03 04 06 07

Gambar 13. Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Jakarta Selatan Tahun 20002007

5.2.3. Jumlah Pendatang Tahun 2000-2007 Jumlah pendatang yang terjadi di Wilayah Jakarta Selatan dapat dilihat pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dikatakan bahwa semua kecamatan mengalami penurunan jumlah pendatang dari tahun 2000 sampai tahun 2007. Pada tahun 2000 jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan sebanyak 17.702 jiwa,

42

sedangkan pada tahun 2007 jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan sebanyak 674 jiwa. Kecamatan yang memiliki jumlah pendatang paling banyak adalah Kecamatan Jagakarsa, sedangkan paling sedikit adalah Kecamatan Setia Budi. Jagakarsa memiliki jumlah pendatang banyak karena Kecamatan Jagakarsa berbatasan dengan Kotamadya Depok yang kita ketahui bahwa di Kotamadya Depok terdapat beberapa universitas swasta dan juga negeri sehingga banyak pendatang yang masuk ke Kecamatan Jagakarsa. Tabel 11. Jumlah Pendatang per Kecamatan di Jakarta Selatan Tahun 2000-2007
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Jagakarsa 3261 5601 2940 2677 2017 2021 386 117 Pasar Minggu 3240 3086 2231 4363 2031 2035 354 73 Cilandak 1661 2097 2016 1765 1678 1681 132 21 Pesanggrahan 1783 1839 1010 1049 1104 1106 107 73 Kebayoran Lama 1853 2428 2304 1816 1337 1340 254 127 Kebayoran Baru 1037 2768 1772 1689 1102 1104 201 36 Mampang Prapatan 765 1728 1300 1147 710 711 129 46 Pancoran 975 1505 1446 1314 1395 1398 191 63 Tebet 2027 1155 793 1943 1617 1620 249 54 Setia Budi 1100 1875 624 843 880 882 164 64 Sumber: Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dalam Jakarta Sekatan Dalam Angka Tahun Kecamatan 2000-2007

Jumlah pendatang yang masuk ke Jakarta Selatan memiliki laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Laju pertumbuhannya dapat dilihat pada Gambar 14.
0.6 Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang 0.4 0.2 0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1 Tahun
20 20 20 20 20 20 20 00 01 02 03 04 05 06 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 -2 0 02 05 06 03 07 01 04

Gambar 14. Laju Pertumbuhan Jumlah Pendatang Jakarta Selatan Tahun 20002007

43

Pada Gambar 14 dapat dikatakan bahwa laju perubahan jumlah pendatang di Jakarta Selatan tahun 2000-2007 rata-rata sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan. Pada tahun 2005-2007 terjadi penurunan jumlah pendatang karena adanya aturan tentang syarat bagi pendatang yang berasal dari luar wilayah DKI Jakarta bila akan masuk ke kawasan DKI Jakarta. Persyaratan tersebut antara lain bila tidak mempunyai KTP DKI Jakarta atau bila tidak memiliki surat rekomendasi dari tempat bekerja atau bila tidak memiliki keahlian khusus maka akan dipulangkan ke daerah asalnya.

5.3.

Hirarki Wilayah dan Perkembangan Wilayah Jakarta Selatan Hasil analisis skalogram digunakan untuk mengetahui tingkat

5.3.1. Hirarki Wilayah perkembangan suatu wilayah. Tingkat perkembangan suatu wilayah tersebut dinyatakan dalam bentuk Hirarki I, Hirarki II, dan Hirarki III. Hirarki I untuk menyatakan daerah yang paling berkembang, sedangkan Hirarki III untuk menyatakan daerah yang kurang berkembang. Untuk perhitungan skalogram digunakan data PODES. Untuk mengetahui perkembangan wilayah di Jakarta Selatan maka dilakukan perhitungan skalogram. Data yang digunakan untuk analisis yaitu data PODES 2003 dan 2006. Dari pengolahan data tersebut diperoleh hirarki berdasarkan kecamatan seperti tertera pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Hirarki Berdasarkan Kecamatan di Jakarta Selatan
Tahun 2003 (Jumlah) Hirarki I Hirarki II Hirarki III Tahun 2006 (Jumlah) Hirarki I Hiraki II Hirarki III

Kecamatan

0 0 0 3 1 3 0 0 0 2 2 3 0 3 0 1 0 1 2 1 5 17 Sumber: Analisis PODES Tahun 2003 dan Tahun 2006

Jagakarsa Pasar Minggu Cilandak Pesanggrahan Kebayoran Lama Kebayoran Baru Mampang Prapatan Pancoran Tebet Setia Budi Jakarta Selatan

6 4 1 5 4 5 2 5 6 5 43

0 0 0 0 0 3 0 0 0 2 5

0 1 3 2 1 2 4 3 1 2 19

6 6 2 3 5 5 1 3 6 4 41

44

Berdasarkan Tabel 12, nampak bahwa pada tahun 2003 sebagian besar desa yaitu sebanyak 43 desa di Jakarta Selatan berhirarki III, sedangkan desa yang berhirarki II berjumlah 17 desa dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan desa yang berhirarki II menjadi 19 desa. Sementara itu, desa yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu 5 desa, tetapi ada perubahan yang terjadi di Kecamatan Cilandak yaitu pada tahun 2003 terdapat desa berhirarki I berjumlah 1 desa namun pada tahun 2006 tidak terdapat desa berhirarki I dan pada Kecamatan Kebayoran Baru terdapat 2 desa berhirarki I pada tahun 2003 namun pada tahun 2006 desa berhirarki I menjadi 3 desa. Hal tersebut dapat terjadi karena terjadi penambahan fasilitas di kecamatan yang lainnya namun pada Kecamatan Cilandak tidak terjadi penambahan fasilitas. Selain itu, jumlah fasilitas di Kecamatan Cilandak sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduknya jadi tidak terjadi penambahan fasilitas. Pada Kecamatan Kebayoran Baru terjadi penambahan fasilitas sehingga desa berhirarki I bertambah. Perkembangan suatu wilayah ditandai dengan adanya penambahan jumlah fasilitas-fasilitas atau semakin lengkapnya fasilitas di suatu wilayah.

Pembangunan fasilitas tersebut memerlukan lahan. Jumlah lahan yang terbatas menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk memenuhi kebutuhan lahan tersebut.

5.3.2. Perkembangan Sarana-Prasarana Perkembangan suatu wilayah tidak terlepas dari berkembangnya saranaprasarana di wilayah tersebut. Sarana-prasarana tersebut dikelompokkan menjadi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, dan fasilitas perekonomian. Berikut ini akan disajikan perkembangan sarana-prasarana di Jakarta Selatan. 5.3.2.1.Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan terdiri dari jumlah sekolah-sekolah negeri maupun swasta dan juga lembaga-lembaga kursus yang berada di Jakarta Selatan. Jumlah fasilitas pendidikan setiap kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2003 dan tahun 2006 dapat dilihat pada Gambar 15.

45

Jumlah Fasilitas Pendidikan

400 350 300 250 200 150 100 50 0


U I AT AN AN T D AN TE BE LA M A A G D A BU M IN G KA R O R C IL AN G R A TI A AP C AN BA Y O R B AR S H U K

JA G A

SE

PR

SA R

PA

SA N

M PA N

PE

BA Y KE

PA

Kecamatan Fasilitas Pendidikan 2003 Fasilitas Pendidikan 2006

Gambar 15. Jumlah Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006 Gambar 15 menunjukkan bahwa jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta Selatan meningkat dalam kurun waktu tersebut. Pada tahun 2003 jumlah fasilitas pendidikan di Jakarta Selatan berjumlah 2.237 unit, sedangkan pada tahun 2006 jumlah fasilitas pendidikan sebanyak 2.563 unit. Kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas pendidikan terbanyak adalah Kecamatan Kebayoran Lama. Kecamatan Setia Budi memiliki jumlah fasilitas pendidikan paling sedikit.
Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan

0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0


Bu di et sa n gu ta n nd a ra Te b ha m in g nc o Pr ap a Ja ga k gr a La Ba or ba y Ke an ar ru k n Ke ba yo r an a

tia

ila

sa rM

Pa

M A

Pa

am pa n

Kecamatan Jakarta Selatan

Gambar 16. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan per Kecamatan Jumlah fasilitas pendidikan di setiap kecamatan di Jakarta Selatan berbeda-beda. Begitu pula dengan laju pertumbuhan fasilitas pendidikan di setiap kecamatan akan berbeda-beda. Gambar 16 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan

Pe

sa ng

Se

KE

O R

AN

46

fasilitas pendidikan tertinggi berada di Kecamatan Kebayoran Baru sebesar 7,7% per tahun. Banyaknya fasilitas pendidikan yang dibangun di Kecamatan Kebayoran Baru karena kecamatan tersebut merupakan pusat kota Jakarta Selatan dengan aksesibilas yang mudah. Banyak sekolah negeri untuk semua tingkat terdapat disini dengan kualitas unggulan dan internasional seperti SLTP 19, SMAN 70, SMA Pangudi Luhur 1, SMA Tarakanita, Universitas Al-Azhar, dan Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama). Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan terendah terjadi di Kecamatan Setia Budi sebesar 1,4% per tahun. Kecamatan Setia Budi bersebelahan dengan pusat bisnis (Sudirman Business District) oleh karena itu lebih banyak perkantoran di kecamatan tersebut sehingga laju fasilitas pendidikan rendah. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan di Jakarta Selatan tahun 2003-2006 sebesar 4,8% per tahun. Laju pertumbuhan fasilitas pendidikan setiap kecamatan di Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 16. Berdasarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal tentang sarana pendidikan suatu wilayah kota minimal tersedia 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk, 1 unit SD untuk setiap 6.000 penduduk, 1 unit SLTP untuk setiap 25.000 penduduk, 1 unit SLTA untuk setiap 30.000 penduduk, dan 1 unit perguruan tinggi untuk setiap 70.000 penduduk. Pertumbuhan fasilitas pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan pada Tabel 13. Tabel 13. Fasilitas Pendidikan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan (Unit) 2003 1701 283 68 56 24 2006 1734 289 69 57 24 Jumlah Fasilitas Pendidikan (Unit) 2003 2006 418 470 864 913 270 295 169 192 59 88

Jenis Fasilitas Pendidikan TK SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi

Indeks Pelayanan 2003 -1283 581 202 113 35 2006 -1264 624 226 135 64

Berdasarkan Tabel 13 dapat dikatakan bahwa hampir seluruh fasilitas pendidikan di Jakarta Selatan telah memenuhi standar pelayanan minimal perkotaan. Berdasarkan nilai indeks pelayanan, TK memiliki nilai negatif artinya

47

bahwa jumlah TK masih kurang sehingga perlu ditambah. Untuk SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya bahwa jumlah fasilitas pendidikan tersebut sudah cukup sehingga tidak perlu ditambah. 5.3.2.2.Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan terdiri dari jumlah rumah sakit, puskesmas, polindes, posyandu, tempat praktek dokter, dan toko obat. Gambar 17 menunjukkan bahwa jumlah fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan dari tahun 2003-2006 mengalami peningkatan. Fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan tahun 2003 berjumlah 2.255 unit dan meningkat menjdi 2.739 unit di tahun 2006. Kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas kesehatan paling banyak adalah Kecamatan Tebet, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas kesehatan paling sedikit adalah Kecamatan Setia Budi.

Jumlah Fasilitas Kesehatan

450 400 350 300 250 200 150 100 50 0

AT AN

AN

I D

AN

U B AR BA Y O R

TE BE

M IN G

KA R

C IL AN

G R A

TI A

AP

AN

JA G A

PR

SA R

PA

SE

SA N

M PA N

PE

KE

BA Y

PA

M A

Kecamatan di Jakarta Selatan Fasilitas Kesehatan 2003 Fasilitas Kesehatan 2006

Gambar 17. Jumlah Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Tahun 2003 dan 2006 Laju pertumbuhan fasilitas kesehatan di setiap kecamatan di Jakarta Selatan berbeda-beda. Gambar 18 menyajikan laju pertumbuhan fasilitas kesehatan setiap kecamatan di Jakarta Selatan tahun 2003-2006. Berdasarkan Gambar 18 Kecamatan Kebayoran Lama memiliki laju pertumbuhan fasilitas kesehatan yang paling tinggi sebesar 19% per tahun. Laju pertumbuhan fasilitas kesehatan terendah adalah Kecamatan Pasar Minggu 0,5% per tahun. Secara

KE

O R

AN

LA M A

D A

O R

BU

48

keseluruhan laju pertumbuhan fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan tahun 20032006 sebesar 7,1% per tahun.

Laju Perumbuhan Fasilitas Kesehatan

0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0

gg u Pa nc or an M am Jag ak pa ar ng sa Pr ap at an Ci la nd ak

Gambar 18. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan per Kecamatan Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentan Pedoman Standar Pelayanan Minimal Perkotaan menyebutkan bahwa sarana pelayanan kesehatan suatu perkotaan minimal tersedia 1 unit balai pengobatan untuk setiap 3.000 jiwa, 1 unit rumah sakit bersalin untuk setiap 10.000-30.000 jiwa, 1 unit puskesmas untuk setiap 120.000 jiwa, dan 1 unit rumah sakit untuk setiap 240.000 jiwa. Pertumbuhan fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan dalam Tabel 14. Tabel 14. Fasilitas Kesehatan di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan (Unit) 2003 2006 7 7 56 57 567 578 14 14 Jumlah Fasilitas Pendidikan (Unit) 2003 28 99 129 52 2006 38 109 176 72

Jenis Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit Rumah Sakit Bersalin Balai Pengobatan Puskesmas

Pe Te be sa t ng gr ah an S Ke etia Bu ba yo di ra Ke n ba Ba yo ru ra n La m a

Pa sa r

M in

Kecamatan Jakarta Selatan

Indeks Pelayanan 2003 21 43 -438 38 2006 31 52 -402 58

49

Berdasarkan Tabel 14 dapat dikatakan bahwa hampir semua fasilitas kesehatan di Jakarta Selatan sudah memenuhi standar pelayanan minimal perkotaan. Rumah sakit, rumah sakit bersalin, dan puskesmas memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya jumlah fasilitas kesehatan tersebut sudah cukup dan tidak perlu ditambah. Balai pengobatan memiliki nilai indeks pelayanan negatif yang artinya jenis fasilitas tersebut masih belum cukup dan perlu ditambah. 5.3.2.3.Fasilitas Perekonomian Fasilitas perekonomian mencangkup jumlah toko, supermarket, industri kecil-menengah, bank, wartel, warnet, dan hotel. Fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta Selatan memiliki jumlah yang berbeda-beda. Berikut ini disajikan jumlah fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta Selatan seperti pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah Fasilitas Perekonomian Tahun 2003 dan 2006
Nama Kecamatan JAGAKARSA PASAR MINGGU CILANDAK PESANGGRAHAN KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN BARU MAMPANG PRAPATAN PANCORAN TEBET SETIA BUDI Sumber: PODES 2003 dan 2006 Fasilitas Perekonomian 2003 4049 1361 2919 1103 926 2465 1979 1786 775 624 Fasilitas Perekonomian 2006 4708 2760 3949 2275 2589 3128 2721 2965 2572 1316

Tabel 15 menunjukkan bahwa dari tahun 2003-2006 terjadi peningkatan jumlah fasilitas perekonomian. Tahun 2003 jumlah fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan sebanyak 17.987 unit. Untuk tahun 2006, jumlah fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan berjumlah 28.983 unit. Kecamatan Jagakarsa memiliki jumlah fasilitas perekonomian yang paling besar karena pada kecamatan tersebut terdapat sebagian wilayah kampus Universitas Indonesia sehingga banyak dibangun warung, toko atau bank untuk melayani para mahasiswa. Untuk kecamatan yang memiliki jumlah fasilitas perekonomian paling sedikit adalah Kecamatan Setia Budi.

50

Laju pertumbuhan fasilitas perekonomian setiap kecamatan di Jakarta Selatan ditampilkan pada Gambar 19. Menurut Gambar 19 laju pertumbuhan fasilitas perekonomian tertinggi terjadi di Kecamatan Tebet sebesar 77% per tahun. Laju pertumbuhan perekonomian yang tinggi disebabkan banyak orang yang bermukim di kawasan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan penduduknya maka dibangun fasilitas-fasilitas perekonomian baru sehingga laju

pertumbuhannya tinggi. Laju pertumbuhan fasilitas perekonomian terendah terjadi di Kecamatan Jagakarsa sebesar 3,5% per tahun. Untuk Jakarta Selatan laju pertumbuhan fasilitas perekonomian tahun 2003-2006 sebesar 20% per tahun.

Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian

0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0

Gambar 19. Grafik Laju Pertumbuhan Fasilitas Perekonomian per Kecamatan Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Perkotaan menyebutkan bahwa sarana pelayanan perekonomian suatu perkotaan minimal tersedia 1 unit pasar untuk setiap 30.000 jiwa, 1 unit toko untuk setiap 2.500 jiwa, 1 unit kios untuk setiap 250 jiwa, 1 unit bank untuk setiap 30.000 jiwa dan 1 unit koperasi untuk setiap 2.500 jiwa. Pertumbuhan fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan dengan standar pelayanan minimal perkotaan dijabarkan dalam Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 dapat dikatakan bahwa hampir semua fasilitas perekonomian di Jakarta Selatan sudah memenuhi standar pelayanan minimal perkotaan. Pasar, toko, dan bank memiliki nilai indeks pelayanan positif artinya

Ja ga Ke ka ba rs yo a ra n Ba ru M C am ila pa nd ng ak Pr ap at an Pa nc or an Se tia Pa Bu sa di rM in Pe gg sa u ng Ke gr ba ah yo an ra n La m a Te be t
Kecamatan Jakarta Selatan

51

jumlah fasilitas perekonomian tersebut sudah cukup dan tidak perlu ditambah. Koperasi memiliki nilai indeks pelayanan negatif yang artinya jenis fasilitas tersebut masih belum cukup dan perlu ditambah. Tabel 16. Fasilitas Perekonomian di Jakarta Selatan dibandingkan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan Standar Pelayanan Minimal Perkotaan (Unit) 2003 2006 56 57 680 693 56 57 680 693 Jumlah Fasilitas Pendidikan (Unit) 2003 112 13345 214 178 2006 258 16174 353 391

Jenis Fasilitas Kesehatan Pasar Toko Bank Koperasi 5.4.

Indeks Pelayanan 2003 56 12665 158 -502 2006 201 15481 296 -302

Hubungan Antar Faktor dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH Penggunaan analisis komponen utama diperlukan karena pada analisis ini

5.4.1. Hubungan Antar Faktor terkait dengan Perubahan Luas RTH dapat mengetahui hubungan variabel asal (X) yang digunakan karena analisis regresi tidak bisa menjelaskan hubungan variabel asal (X). Hubungan antar variabel-variabel dijelaskan ke dalam beberapa faktor dapat dilihat pada factor loadings. Dari 6 variabel yang digunakan dibagi menjadi 2 faktor. Pembagian menjadi 2 faktor dipilih karena dengan 2 faktor tersebut sudah cukup bisa untuk menjelaskan variabel-variabel asal yang digunakan. Kedua faktor menerangkan 77,449% dari total keragaman data. Artinya, nilai kumulatif persen total keragaman data awal yang dapat diterangkan oleh faktor-faktor yang baru sebesar 77,449%. Tabel 17 menampilkan nilai factor loading variabel-variabel asal terhadap komponen utamanya. Nilai factor loading yang dianggap sebagai peubah penciri komponen utama adalah pada nilai > 0,70. Apabila suatu variabel asal memiliki nilai factor loading lebih besar dari 0,70 pada faktor tertentu, maka variabel asal itu termasuk ke dalam faktor tersebut. Hasil factor loadings disajikan pada Tabel 17.

52

Tabel 17. Hasil Analisis Komponen Utama Komponen Utama Variabel Asal Faktor 1 Faktor 2 Alokasi RTH (RTRW) 0,742 0,326 Jumlah Penduduk 0,629 0,726 Kepadatan Penduduk 0,629 0,726 Jumlah Pendatang -0,884 0,029 Fasilitas Pendidikan -0,648 -0,058 Fasilitas Perekonomian 0,130 -0,896 Akar Ciri 3,36 1,17 Proporsi Ragam (%) 55,93 19,52 Berdasarkan factor loadings yang terdapat pada Tabel 17 dapat

diinterpretasikan sebagai berikut: Faktor 1 memiliki ragam 55,927% dan diwakili oleh alokasi RTH dalam RTRW dan pertumbuhan jumlah pendatang. Korelasi antara kedua variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: bila alokasi luas RTH dalam RTRW di Jakarta Selatan semakin tinggi maka pertumbuhan jumlah pendatang pada wilayah tersebut semakin rendah. Faktor 2 menerangkan 19,522% ragam datan dan diwakili oleh variabel pertumbuhan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan fasilitas

perekonomian. Keterkaitan yang dapat dijelaskan dari faktor-2 adalah sebagai berikut: bila pertumbuhan penduduk dan kepadatan penduduk semakin tinggi maka pertumbuhan fasilitas perekonomian pada Jakarta Selatan rendah. Hal tersebut terjadi karena fasilitas ekonomi yang terdapat di kawasan tersebut sudah cukup banyak jadi fasilitas perekonomian tidak bertambah. Hubungan antara faktor 1 dengan faktor 2 dapat dijelaskan dalam Gambar 20.

53

Gambar 19. Hubungan Antara Faktor 1 dengan Faktor 2 Pada Kecamatan Setia Budi alokasi luas RTH yang terdapat dalam RTRW rendah, laju jumlah pendatang tinggi, laju jumlah penduduk rendah dan laju fasilitas perekonomian tinggi. Kecamatan tersebut merupakan daerah perkantoran terutama di daerah Kuningan dan dekat dengan pusat bisnis (Sudirman Business District) sehingga benar bila jumlah pendatang tinggi dengan jumlah penduduk rendah menandakan bahwa banyak penglaju yang datang ke kawasan tersebut untuk bekerja dan laju fasilitas perekonomian tinggi. Kecamatan Pesanggrahan, Pasar Minggu, Kebayoran Lama, dan Tebet memiliki alokasi luas RTH dalam RTRW tinggi, laju jumlah pendatang rendah, laju jumlah penduduk rendah, dan laju fasilitas ekonomi tinggi. Alokasi RTH dalam RTRW tinggi karena pada Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Tebet dapat dijumpai beberapa contoh Ruang Terbuka Hijau seperti Kebun Binatang dan Taman Bumi Perkemahan Ragunan dan Taman Tebet. Laju fasilitas ekonomi tinggi karena pada kecamatan-kecamatan tersebut terdapat beberapa pusat perbelanjaan contohnya Pasaraya Manggarai yang terdapat di Kecamatan Tebet serta ITC Permata Hijau dan Pondok Indah Mall di Kecamatan Kebayoran Lama. Kecamatan Kebayoran Baru, Mampang Prapatan, dan Pancoran memiliki alokasi luas RTH dalam RTRW rendah, laju jumlah pendatang tinggi, laju jumlah penduduk tinggi, dan laju fasilitas ekonomi rendah. Laju jumlah pendatang tinggi

54

karena pada Kecamatan Kebayoran Baru terdapat beberapa kantor pemerintahan seperti gedung balaikota, markas Kepolisian Resor Jakarta Selatan, gedung pusat Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan juga gedung Sekretariat Jendral ASEAN sehingga banyak penglaju yang datang untuk bekerja. Kecamatan Cilandak dan Jagakarsa memiliki alokasi luas RTH dalam RTRW tinggi, laju jumlah pendatang rendah, laju jumlah penduduk tinggi, dan laju fasilitas ekonomi rendah. Pada kecamatan-kecamatan tersebut banyak kawasan hunian untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduk yang tinggi.

5.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Luas RTH Perubahan luas RTH yang terjadi di Jakarta Selatan pada tahun 2002 dan tahun 2007 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Analisis penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas RTH di Jakarta Selatan dilakukan dengan menggunakan teknik regresi bertatar (stepwise regression). Variabel yang digunakan dalam regresi bertatar berjumlah 8 variabel, yaitu satu variabel tujuan (Y) dan tujuh variabel penduga (X) yang mempengaruhi variabel tujuan. Setiap variabel yang digunakan merupakan nilai laju pertumbuhan per tahun dari setiap variabel. Hasil analisis regresi ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Analisis Regresi
Beta Alokasi RTH (RTRW) Fasilitas Kesehatan Jumlah Pendatang Kepadatan Penduduk Fasilitas Pendidikan R-square (R2)
-0,809 0,326 0,306 0,217 -0,153 0,94

Std.Err.
0,171 0,142 0,157 0,171 0,144

B
-0,241 241,929 266,931 1362,922 -327,298

Std.Err.
0,051 105,477 137,203 1074,825 308,250

t(4)
-4,737 2,293 1,945 1,269 -1,062

p-level
0,009 0,083 0,124 0,274 0,348

Tabel 18 menjelaskan bahwa persamaan regresi memiliki nilai R-square (R2) sebesar 0,94. Nilai R-square (R2) mendekati 1 menunjukkan bahwa pemilihan variabel penduga sebagai variabel yang mempengaruhi variabel tujuan relatif tepat. Berdasarkan Tabel 11, variabel penduga yang berpengaruh sangat nyata (p-level < 0,05) yaitu alokasi RTH dalam RTRW. Variabel yang

55

berpengaruh nyata adalah fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan. Berdasarkan Tabel 18 faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan adalah sebagai berikut: Alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW Hasil regresi menunjukkan bahwa alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa bila alokasi Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW berkurang, maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau yang terjadi besar atau luas Ruang Terbuka Hijau berkurang. Fasilitas Kesehatan Semakin banyak pertumbuhan fasilitas kesehatan yang dibangun maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau juga akan semakin besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil regresi pada variabel fasilitas kesehatan yang memiliki nilai positif. Pembangunan fasilitas kesehatan yang tinggi mencerminkan kebutuhan kesejahteraan yang besar sehingga dalam pembangunannya memerlukan lahan yang tidak sedikit. Contoh fasilitas kesehatan yang memerlukan lahan yang cukup besar adalah rumah sakit. Jumlah Pendatang Hasil regresi menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah pendatang bernilai positif. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pertumbuhan jumlah pendatang maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau semakin besar. Pertumbuhan jumlah pendatang yang semakin banyak akan meningkatkan kebutuhan akan ruang, namun luas lahan di Jakarta Selatan tidak bertambah maka terjadi alih fungsi lahan Ruang Terbuka Hijau untuk memenuhi kebutuhan ruang tersebut, sehingga luas Ruang Terbuka Hijau akan semakin kecil. Kepadatan Penduduk Hasil analisis menunjukkan variabel pertumbuhan kepadatan penduduk berpengaruh secara positif terhadap perubahan luas Ruang Terbuka Hijau. Interpretasi atas hal ini adalah semakin meningkatnya kepadatan penduduk, cenderung akan berdampak pada meningkatnya perubahan luas

56

Ruang Terbuka Hijau. Tingkat pertumbuhan kepadatan penduduk yang tinggi tentu akan meningkatkan kebutuhan penduduk akan ruang terbangun seperti pemukiman dan berbagai fasilitas. Populasi manusia akan terus bertambah, sedangkan luasan laha/ketersediaan ruang tidak pernah bertambah, sehingga permintaan akan kebutuhan untuk

ketersediaan ruang semakin bertambah. Alih fungsi lahan merupakan cara yang paling banyak ditempuh dalam memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga banyak Ruang Terbuka Hijau yang berkurang luasannya akibat diubah menjadi ruang terbangun. Fasilitas Pendidikan Pertumbuhan fasilitas pendidikan berperan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan jumlah fasilitas pendidikan yang dibangun maka perubahan luas Ruang Terbuka Hijau rendah. Hal tersebut bisa terjadi karena kemungkinan pertumbuhan fasilitas pendidikan seperti lembaga-lembaga kursus dibangun di area yang memang bukan lahan Ruang Terbuka Hijau atau dengan kata lain fasilitas tersebut dibangun di area lahan terbangun, misalnya di kawasan pertokoan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.

Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Dalam periode 2002-2007 luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta Selatan mengalami penurunan yaitu berkurang sebesar 362,21 ha dari semula tahun 2002 sebesar 1299,22 ha menjadi 937,01 ha tahun 2007. Penurunan luas tertinggi Ruang Terbuka Hijau dijumpai di Kecamatan Pasar Minggu dan yang terendah di Kecamatan Kebayoran Baru. 2. Jumlah penduduk Jakarta Selatan tahun 2000-2007 menunjukkan adanya peningkatan dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun. Kepadatan penduduk meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 0,7% per tahun. Jumlah pendatang berkurang setiap tahunnya dengan laju pertumbuhannya sebesar -23% per tahun atau mengalami penurunan. 3. Tingkat perkembangan wilayah di Jakarta Selatan pada tahun 2003 menunjukkan sebagian besar desa berhirarki III (43 desa), sedangkan desa berhirarki II berjumlah 17 desa, dan berhirarki I sebanyak 5 desa. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah desa yang berhirarki II menjadi 19 desa, sedangkan jumlah desa yang berhirarki III mengalami penurunan menjadi 41 desa dan desa berhirarki I jumlahnya tidak berubah yaitu tetap 5 desa. 4. Perkembangan wilayah tidak luput dari pertumbuhan sarana-prasarana. Pada periode tahun 2003-2006 pertumbuhan sarana-prasarana yang meliputi fasilitas di pendidikan, Jakarta fasilitas kesehatan, dan fasilitas Laju

perekonomian

Selatan

mengalami

peningkatan.

pertumbuhan fasilitas pendidikan sebesar 4,8% per tahun, fasilitas kesehatan sebesar 7,1% per tahun dan fasilitas perekonomian sebesar 20% per tahun. 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau adalah alokasi RTH dalam RTRW, fasilitas kesehatan, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, dan fasilitas pendidikan.

58

6.2.

Saran Pertumbuhan fasilitas di Jakarta Selatan cukup tinggi. Adanya

pembangunan fasilitas tersebut memerlukan lahan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan ruang dan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi konversi lahan terbuka hijau yang akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Agrissantika, T. 2007. Model Dinamika Spasial Ruang Terbangun dan Ruang Terbuka Hijau. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2006a. Ruang Terbuka Hijau Wilayah Perkotaan. Makalah Lokakarya Pengembangan Sistem RTH di Perkotaan. Laboratorium Perencanaan Lanskap. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 2006b. Ruang Terbuka Hijau Semakin http://rafflesia.wwf.or.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Sempit.

Badan Pembangunan Daerah DKI Jakarta. 2007. Draft Laporan Akhir Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah DKI Jakarta. http://www.beritajakarta.pu.go.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. 2007. Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2007 Atas Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Angkatan 2005, 2006, 2007. http://www.bpk.go.id. [Diakses 25 Desember 2008]. Badan Pusat Statistik. 2008. Jakarta Dalam Angka Tahun 2008. Jakarta. Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Jakarta. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jakarta. Direktur Jenderal Penataan Ruang. 2006. RTH Sebagai Unsur Utama Tata Ruang Kota. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 2007. Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau Tidak Berarti Membebaskan Tanah. Berita Penataan Ruang Edisi 05 2007. http;//www.penataanruang.net/taru/upload/berita_cetak/edisi2007/beritaPR -5.pdf. [Diakses 25 Desember 2008]. 2008. Keberadaan Ruang Terbuka Hijau Perlu Ditingkatkan. Berita Penataan Ruang Edisi 05 2008. http://www.penataanruang.net/taru/upload/berita_cetak/edisi2008/beritaPR -5.pdf. [Diakses 25 Desember 2008].

60

Faikoh. 2008. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau Di Kota Industri Cilegon. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hair, J F., Anderson, R E., Tatham, R L., and Black, W C. 1998. Multivariate Data Analysis (5th edition). USA : Prentice-Hall International, Inc. Hakim, D R. 2006. Analisis Temporal dan Spasial Peubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hakim, R. 2007. The Alternative of Green Open Space Management in Jakarta City Indonesia. Paper. http://eprints.utm.my/1603/1/the_alternative_of_green_open_space_mana gement_in_jakarta_city_indonesia.pdf. Diakses 25 Desember 2008]. Irianti, E.F. 2008. Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun 1905-2005. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kurniasari, E. 1994. Deskripsi Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung. [Skripsi]. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Moniaga, I L. 2008. Studi Ruang Terbuka Hijau Kota Manado Dengan Pendekatan Sistem Dinamik. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Muis, B A. 2005. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Kebutuhan Oksigen dan Air Kota Depok Propinsi Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Putri, P. 2006. Identifikasi Luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Radnamati, D. 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Sebagai Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Lateral. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Safrudin, A. 2001. Dukung Jakarta Bebas Bensin Bertimbal Juli 2001. http://www.kpbb.org/pr/haribumi2001.pdf. [Diakses 25 Desember 2008]. Triana, N. 2008. RTH Versus Keserakahan. Kompas. 12 Desember 2008. Yuliasari, I. 2008. Distribusi Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Pengelolaan RTH di Propinsi DKI Jakarta. [Skripsi]. Jurusan Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

61
Lampiran 1. Hasil Analisis Skalogram 2003

Nama Kecamatan

Nama Desa

Indeks Fasilitas Pendidikan 8.62 11.18 8.65 8.87 11.37 14.33 18.12 10.89 6.33 15.35 15.33 13.28 6.47 28.88 19.77 13.51 13.75 23.28 10.59 23.25 16.65 15.15 14.26 7.91 18.32 12.16 12.88 10.07 10.61 4.87 6.74

Indeks Fasilitas Kesehatan 8.09 5.93 11.80 11.75 7.33 7.13 6.48 5.03 5.15 8.27 6.30 9.57 5.73 13.07 7.70 7.07 7.52 7.22 6.17 5.35 7.75 7.59 5.78 3.91 5.79 5.71 7.35 3.69 6.57 3.17 8.50

Indeks Fasilitas Sosial 4.35 6.85 4.94 2.94 2.44 2.90 3.63 2.32 1.53 2.90 1.77 4.26 1.45 4.29 1.56 2.95 5.99 5.09 3.16 2.56 2.82 3.98 2.71 2.58 5.54 9.19 2.36 10.40 4.18 0.67 3.87

Indeks Fasilitas Ekonomi 7.17 7.18 5.53 5.70 8.34 10.72 4.40 4.05 4.81 7.76 4.80 5.19 4.14 16.91 5.50 12.90 12.12 4.78 4.34 3.17 4.98 4.98 2.41 1.70 3.90 2.06 3.70 3.18 2.98 1.89 5.51

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan 0.27 0.71 1.13 1.35 0.51 0.12 8.47 0.71 0.57 3.43 15.12 2.54 0.67 0.53 0.22 0.84 0.68 0.80 1.11 1.11 1.11 1.11 1.11 0.72 1.87 2.02 1.05 1.33 0.79 1.43 1.93

Indeks Aksesibilitas Pendidikan 8.05 10.36 7.98 10.36 10.36 10.36 10.36 8.70 4.45 10.36 10.36 8.70 8.70 10.36 10.36 10.36 8.05 10.36 10.36 10.36 7.84 7.80 10.36 10.36 10.36 10.36 10.36 10.36 10.36 7.98 7.26

Indeks Aksesibilitas Kesehatan 19.91 22.23 22.24 22.28 22.23 19.78 20.19 18.39 14.85 19.49 19.67 20.39 18.33 19.79 23.91 24.60 14.43 21.49 18.03 17.75 17.81 19.49 18.33 19.79 19.02 21.53 20.09 18.41 17.93 18.54 17.79

Indeks Aksesibilitas Ekonomi 7.73 5.64 3.12 7.67 9.91 5.44 12.07 9.54 8.95 14.78 10.23 8.88 12.26 9.74 9.76 10.04 5.94 6.10 8.55 5.70 7.73 10.01 7.89 12.40 7.85 10.81 14.78 10.21 8.39 10.20 8.31

IPD 64.19 70.08 65.39 70.92 72.50 70.79 83.72 59.62 46.64 82.33 83.58 72.81 57.73 103.58 78.78 82.28 68.47 79.12 62.30 69.25 66.68 70.11 62.84 59.39 72.64 73.85 72.57 67.66 61.82 48.75 59.90

Hirarki Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki II Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III

JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU CILANDAK CILANDAK CILANDAK CILANDAK CILANDAK PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU

CIPEDAK SRENGSENG SAWAH CIGANJUR JAGAKARSA LENTENG AGUNG TANJUNG BARAT CILANDAK TIMUR RAGUNAN KEBAGUSAN PASAR MINGGU JATI PADANG PEJATEN BARAT PEJATEN TIMUR LEBAK BULUS PONDOK LABU CILANDAK BARAT GANDARIA SELATAN CIPETE SELATAN BINTARO PESANGGRAHAN ULUJAMI PETUKANGAN SELATAN PETUKANGAN UTARA PONDOK PINANG KEBAYORAN LAMA SELATAN KEBAYORAN LAMA UTARA CIPULIR GROGOL SELATAN GROGOL UTARA GANDARIA UTARA CIPETE UTARA

62
Lampiran 1. (Lanjutan) Indeks Fasilitas Pendidikan 19.24 13.11 89.80 14.63 24.41 16.79 4.30 2.83 16.43 14.85 16.50 11.74 4.01 10.10 6.92 18.90 11.14 7.20 8.24 11.83 18.61 9.05 6.93 14.46 8.70 11.08 9.53 13.78 3.76 2.47 11.84 Indeks Fasilitas Kesehatan 15.08 5.78 34.45 11.98 19.04 15.62 17.37 13.99 10.17 9.90 10.35 17.07 6.82 7.01 9.13 8.95 11.26 7.93 4.98 7.42 8.43 8.61 6.29 6.57 5.42 6.07 19.27 14.12 3.79 4.62 6.32 Indeks Fasilitas Sosial 2.53 4.16 12.06 2.47 5.10 6.93 6.41 4.81 3.36 2.77 2.64 3.59 9.98 5.52 3.83 3.55 2.84 2.94 3.01 3.61 5.15 2.06 1.75 2.85 2.00 1.60 19.35 6.00 3.37 1.94 7.85 Indeks Fasilitas Ekonomi 9.79 7.05 42.58 8.34 10.69 15.15 10.74 10.61 6.83 4.67 4.91 8.55 17.00 10.00 11.21 12.69 5.18 3.53 9.89 4.25 5.70 4.02 1.69 1.50 2.76 9.54 35.80 5.32 6.17 4.35 3.00 Indeks Aksesibilitas Pemerintahan 1.75 2.17 3.27 3.84 3.88 2.36 1.76 1.39 1.58 1.46 11.88 2.99 1.77 0.84 1.39 0.68 0.98 2.95 1.41 3.51 1.06 0.48 0.11 0.08 0.14 0.13 1.43 1.51 1.30 2.67 0.72 Indeks Aksesibilitas Pendidikan 8.70 8.70 10.36 8.97 8.97 8.70 1.51 1.07 8.34 7.84 10.36 7.08 8.70 10.36 4.77 10.36 9.77 5.50 5.76 8.70 10.36 7.84 7.68 10.36 7.84 8.16 5.05 8.45 8.34 9.07 8.70 Indeks Aksesibilitas Kesehatan 20.93 15.31 23.19 22.92 23.91 13.21 14.17 17.45 19.35 19.15 20.18 21.71 8.32 20.01 15.77 16.35 21.44 18.36 8.28 18.70 22.13 17.40 14.31 19.65 17.23 17.21 16.18 16.73 18.34 14.88 18.79 Indeks Aksesibilitas Ekonomi 9.77 5.40 12.58 10.85 9.88 3.07 6.64 4.23 12.13 6.13 7.64 10.07 6.62 10.21 6.36 8.75 10.21 6.03 3.18 10.04 14.78 7.70 6.88 9.74 7.79 10.17 12.53 4.15 8.85 10.62 6.25

Nama Kecamatan

Nama Desa

IPD 87.79 61.67 228.30 84.00 105.88 81.83 62.91 56.38 78.19 66.78 84.47 82.80 63.21 74.06 59.38 80.25 72.82 54.42 44.76 68.05 86.22 57.17 45.64 65.23 51.88 63.95 119.15 70.07 53.93 50.62 63.47

Hirarki Hirarki II Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki I Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III

KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN TEBET TEBET TEBET TEBET TEBET TEBET TEBET SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI

PULO PETOGOGAN MELAWAI KRAMAT PELA GUNUNG SELONG RAWA BARAT SENAYAN BANGKA PELA MAMPANG TEGAL PARANG MAMPANG PRAPATAN KUNINGAN BARAT KALIBATA RAWAJATI DUREN TIGA PANCORAN PENGADEGAN CIKOKO MENTENG DALAM TEBET BARAT TEBET TIMUR KEBON BARU BUKIT DURI MANGGARAI SELATAN MANGGARAI KARET SEMANGGI KUNINGAN TIMUR KARET KUNINGAN KARET MENTENG ATAS

63
Lampiran 1. (Lanjutan) Indeks Fasilitas Pendidikan 7.07 30.99 20.05 Indeks Fasilitas Kesehatan 3.50 23.13 13.03 Indeks Fasilitas Sosial 9.00 9.43 7.84 Indeks Fasilitas Ekonomi 6.58 9.29 10.62 Indeks Aksesibilitas Pemerintahan 0.82 1.41 6.05 Indeks Aksesibilitas Pendidikan 10.36 5.51 8.34 Indeks Aksesibilitas Kesehatan 14.31 15.83 13.99 Nilai Tengah Standar Deviasi Indeks Aksesibilitas Ekonomi 12.07 4.70 3.04

Nama Kecamatan

Nama Desa

IPD 63.73 100.29 82.96 72.81 24.29

Hirarki Hirarki III Hirarki I Hirarki II

SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI

PASAR MANGGIS GUNTUR SETIA BUDI

64
Lampiran 2. Hasil Skalogram 2006

Nama Kecamatan

Nama Desa

Indeks Fasilitas Pendidikan 9.70 9.08 8.87 8.04 9.96 14.33 19.18 14.90 5.89 12.92 11.58 11.22 6.22 25.92 14.89 12.61 12.95 20.72 10.22 19.62 14.02 18.85 12.80 9.84 15.41 10.24 12.47 10.43 11.60 7.12 6.66

Indeks Fasilitas Kesehatan 8.70 5.03 11.10 10.98 6.22 8.48 6.67 3.86 4.91 7.11 5.16 6.73 5.16 11.82 6.32 6.72 10.19 5.75 8.14 4.77 7.20 6.73 5.75 3.73 6.55 5.82 8.72 3.46 7.87 4.33 10.26

Indeks Fasilitas Sosial 3.13 5.66 3.59 2.47 2.05 3.65 7.30 2.15 1.15 2.61 1.40 2.85 1.17 4.02 3.17 2.13 4.91 3.78 3.34 2.61 2.25 3.75 2.33 2.09 3.87 6.95 3.67 2.72 3.52 1.01 3.09

Indeks Fasilitas Ekonomi 7.53 6.42 7.08 11.79 10.02 10.88 4.29 6.01 4.75 8.38 4.82 3.48 2.68 14.41 7.09 7.85 13.33 6.48 6.44 5.37 9.26 9.69 10.52 11.56 5.16 4.63 5.09 5.66 4.81 2.66 5.82

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan 1.43 0.01 1.53 0.66 1.27 0.19 0.63 0.75 1.09 1.47 3.23 2.85 1.14 0.31 0.40 1.29 1.08 0.83 0.89 1.84 1.13 0.88 0.51 1.47 3.14 1.84 1.21 1.63 1.47 1.02 1.46

Indeks Aksesibilitas Pendidikan 10.44 7.86 3.52 10.44 7.75 7.78 8.81 10.44 4.45 10.44 10.44 12.61 10.44 10.44 10.44 10.44 9.69 10.44 10.13 10.13 10.44 10.44 10.44 10.44 10.44 10.44 10.44 10.44 10.44 10.44 7.92

Indeks Aksesibilitas Kesehatan 13.51 19.86 20.31 21.58 19.94 19.90 24.44 25.08 23.74 26.40 24.44 24.44 25.23 20.94 25.30 30.51 23.73 22.99 22.22 23.38 23.09 23.27 20.94 23.77 19.74 32.50 23.90 23.28 23.77 21.14 20.70

Indeks Aksesibilitas Ekonomi 5.38 7.71 5.35 7.75 9.56 12.95 15.15 12.45 8.14 17.08 15.38 13.31 14.29 12.19 13.23 17.08 7.55 13.23 19.67 19.25 13.74 15.18 14.35 17.08 15.71 15.27 17.08 15.99 17.24 14.01 8.96

IPD 59.83 61.63 61.36 73.71 66.76 78.17 86.46 75.64 54.12 86.41 76.46 77.49 66.32 100.06 80.85 88.62 83.42 84.22 81.05 86.97 81.13 88.80 77.64 79.97 80.02 87.70 82.57 73.61 80.71 61.74 64.87

Hirarki Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III

JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA JAGAKARSA PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU PASAR MINGGU CILANDAK CILANDAK CILANDAK CILANDAK CILANDAK PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN PESANGGRAHAN KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN LAMA KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU

CIPEDAK SRENGSENG SAWAH CIGANJUR JAGAKARSA LENTENG AGUNG TANJUNG BARAT CILANDAK TIMUR RAGUNAN KEBAGUSAN PASAR MINGGU JATI PADANG PEJATEN BARAT PEJATEN TIMUR LEBAK BULUS PONDOK LABU CILANDAK BARAT GANDARIA SELATAN CIPETE SELATAN BINTARO PESANGGRAHAN ULUJAMI PETUKANGAN SELATAN PETUKANGAN UTARA PONDOK PINANG KEBAYORAN LAMA SELATAN KEBAYORAN LAMA UTARA CIPULIR GROGOL SELATAN GROGOL UTARA GANDARIA UTARA CIPETE UTARA

65
Lampiran 2. (Lanjutan)

Nama Kecamatan

Nama Desa

Indeks Fasilitas Pendidikan 26.65 12.29 97.77 14.64 24.97 26.80 10.45 2.06 19.18 13.48 21.16 12.69 4.40 10.28 6.50 18.67 10.04 4.98 8.08 10.21 18.90 10.81 6.29 11.40 6.03 9.28 10.00 22.20 2.81 3.18 4.97

Indeks Fasilitas Kesehatan 14.26 8.33 40.60 11.49 17.00 18.83 18.51 15.53 10.83 10.42 11.90 16.98 8.58 6.37 7.62 10.87 9.96 6.71 5.26 7.34 8.48 10.76 6.28 6.67 5.61 6.91 14.11 14.63 2.47 4.45 6.06

Indeks Fasilitas Sosial 2.13 2.71 13.71 3.15 4.82 10.20 4.04 6.91 2.75 2.19 2.10 2.94 7.35 4.96 2.72 2.94 2.17 2.14 2.75 2.50 4.60 1.93 3.09 2.57 1.62 1.81 18.59 5.16 2.52 1.62 2.44

Indeks Fasilitas Ekonomi 13.43 7.93 57.37 12.44 13.88 16.66 14.17 9.98 11.10 5.29 10.49 12.09 18.44 20.57 18.69 23.61 12.26 7.47 11.81 6.01 9.38 7.75 3.29 11.27 2.75 10.04 41.36 18.19 7.76 7.85 4.38

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan 5.38 6.48 2.46 4.57 0.78 0.77 0.56 0.73 2.39 2.39 5.97 5.97 5.97 1.14 1.14 1.35 1.36 2.13 1.41 1.98 6.91 1.65 1.43 1.32 1.74 1.55 1.09 1.00 0.85 1.83 0.86

Indeks Aksesibilitas Pendidikan 10.44 10.44 8.37 8.14 10.44 10.44 8.25 2.04 10.44 10.44 10.13 10.13 8.00 10.44 13.27 10.44 11.90 3.36 6.36 10.44 10.44 8.81 8.54 8.37 9.69 10.44 1.96 8.06 7.99 12.61 8.81

Indeks Aksesibilitas Kesehatan 23.99 19.05 19.03 24.84 23.99 20.69 17.83 17.81 23.06 25.12 28.78 25.12 21.10 23.09 20.55 26.11 26.59 20.47 28.19 22.22 23.77 23.28 20.47 22.40 23.40 22.40 12.76 16.96 18.23 19.41 20.89

Indeks Aksesibilitas Ekonomi 17.08 14.34 17.08 15.87 15.67 13.57 9.04 12.00 15.34 14.80 12.55 18.04 14.42 15.03 12.87 14.37 14.74 14.33 11.23 16.83 17.08 18.28 11.83 13.57 12.79 13.69 17.08 13.68 10.81 15.56 11.75

IPD 113.36 81.56 256.38 95.14 111.55 117.96 82.84 67.06 95.09 84.12 103.10 103.96 88.27 91.88 83.35 108.37 89.01 61.59 75.07 77.53 99.56 83.27 61.23 77.56 63.63 76.11 116.95 99.88 53.43 66.51 60.16

Hirarki Hirarki I Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki II Hirarki I Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki II Hirarki II Hirarki II Hirarki III Hirarki II Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki III Hirarki I Hirarki II Hirarki III Hirarki III Hirarki III

KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU KEBAYORAN BARU MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN MAMPANG PRAPATAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN PANCORAN TEBET TEBET TEBET TEBET TEBET TEBET TEBET SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI

PULO PETOGOGAN MELAWAI KRAMAT PELA GUNUNG SELONG RAWA BARAT SENAYAN BANGKA PELA MAMPANG TEGAL PARANG MAMPANG PRAPATAN KUNINGAN BARAT KALIBATA RAWAJATI DUREN TIGA PANCORAN PENGADEGAN CIKOKO MENTENG DALAM TEBET BARAT TEBET TIMUR KEBON BARU BUKIT DURI MANGGARAI SELATAN MANGGARAI KARET SEMANGGI KUNINGAN TIMUR KARET KUNINGAN KARET MENTENG ATAS

66
Lampiran 2. (Lanjutan)

Nama Kecamatan

Nama Desa

Indeks Fasilitas Pendidikan 7.52 46.93 20.80

Indeks Fasilitas Kesehatan 6.88 18.68 13.82

Indeks Fasilitas Sosial 8.15 16.68 7.47

Indeks Fasilitas Ekonomi 8.49 12.89 17.63

Indeks Aksesibilitas Pemerintahan 0.92 1.06 6.16

Indeks Aksesibilitas Pendidikan 10.44 7.84 8.81

Indeks Aksesibilitas Kesehatan 19.81 20.84 9.30 Nilai Tengah Standar Deviasi

Indeks Aksesibilitas Ekonomi 13.62 14.87 13.44

IPD 75.83 139.79 97.42 85.34 27.28

Hirarki Hirarki III Hirarki I Hirarki II

SETIA BUDI SETIA BUDI SETIA BUDI

PASAR MANGGIS GUNTUR SETIA BUDI

Вам также может понравиться