Вы находитесь на странице: 1из 23

DEEP INFILTRATING ENDOMETRIOSIS

Pendahuluan Endometriosis merupakan penyakit inflamasi yang bergantung pada estrogen dengan gambaran klinis yang menentukan berupa keberadaan jaringan yang menyerupai endometrium pada tempat diluar kavum endometrium dan otot uterus. Implan endometrium yang bersifat ektopik ini biasanya terletak pelvis, tetapi pada kenyataan nya bisa dijumpai pada hampir seluruh bagian tubuh. (1) Tiga bentuk klinis endometriosis adalah implan yang berbentuk endometrium pada permukaan peritoneum pelvis dan ovarium (endometriosis), kista ovarium yang dilapisi oleh mukosa endometrioid (endometrioma), dan endometriosis yang mengalami infiltrasi mendalam (Deep Infiltrating Endometriosis/ DIE). (1,2,3) Namun, tidak ada bukti yang menyatakan bahwa ada perbedaan dalam hal patofisiologi dan etiologi dari ketiga bentuk tersebut. (2) DIE merupan bentuk endometriosis dengan kedalaman >5mm dari permukaan peritoneum. Lesi ini dinyatakan sangat aktif dan berbubungan erat dengan timbulnya gejala nyeri pelvik.
(3,4,5).

DIE meliputi lesi rektovaginal disamping juga bentuk infiltratif yang melibatkan

struktur vital seperti usus, ureter dan kandung kemih, vagina, ureter (1,2) yang kemungkinan besar akan mempengaruhi kualitas kehidupan akibat nyeri berat pada saat terjadi menstruasi dan hubungan seksual, dan kemungkinan besar rentan terhadap masalah pembedahan yang rumit. (1)

Prevalensi Prevalensi endometriosis secara keseluruhan pada kenyataan nya belum diketahui, hal ini terutama diakibatkan oleh pembedahan yang merupakan satu-satunya metode yang dapat diandalkan untuk menegakkkan diagnosis dan umumnya tidak dilakukan pada wanita jika gejala atau temuan fisik yang dijumpai tidak mengarah ke endometriosis. Prevalensi endometriosis yang bersifat asimptomatik adalah sekitar 4% pada wanita yang telah menjalani sterilisasi elektif. Sebagian besar perkiraan yang dijumpai saat ini menunjukkan prevalensi endometriosis berkisar mulai dari 5-20%(1,5)yang dijumpai pada wanita dengan nyeri pelvis dan sekitar 20-40% pada wanita yang infertil; dengan prevalensi secara umum berkisar antara 3-10 % pada wanita usia reproduktif. (1)

DIE terdiagnosa pada 20% wanita yang dijumpai dengan endometriosis. Lebih lanjut lagi endometriosis pada usus dijumpai pada 5-12 % pasien dengan endometriosis. (1)

Patogenesis Etiologi dan patologi penyakit ini sudah lama diperdebatkan sejak kemunculan gambaran patologisnya yang terperinci yang dikeluarkan oleh Karl Freiher von Rokitansky pada tahun 1860. Walaupun sudah banyak waktu yang telah dihabiskan untuk melakukan penelitian terhadap hal ini, patogenesis pasti dari kelainan ini tetap belum diketahui. (1) Dua Hipotesis fisiopatologi sering kali digunakan untuk menjelaskan patogenesisi endometriosis. Teori yang pertama adalah menstruasi retrograd dimana lesi yang muncul merupakan akibat dari implantasi dan proliferasi sel sel endometrium yang mengalami regurgitasi pada keadaan yang ektopik ( Sampson 1927). Teori kedua adalah metaplasia ( Meyer 1919), baik metaplasia pada usus atau metaplasia sisa mulerian. (1)

Patogenesis DIE Suatu penelitian observasional berskala besar menunjukkan bahwa peyebaran anatomis lesi DIE pada pelvis menunjukkan kecendrungan asimetris yang ganda. Lesi DIE pada pelvis lebih sering dijumpai pada kompartemen pelvis posterior dan lebih sering terletak pada sisi sebelah kiri. Lebih lanjut lagi lesi DIE pada abdomen lebih jarang dijumpai dibandingkan lesi DIE pada pelvis, dan tidak seperti lesi DIE pada pelvis lesi pada abdomen sering terletak pada sisi sebelah kanan kavum abdomen ( penghubung appendik dan ileocaecum). (1) Semua pengamatan ini mendukung teori regurgitasi dan pentingnya pola aliran peritoneum di dalam patogenesis DIE. Jika pasien berdiri tegak, dibawah pengaruh gravitasi refluks darah menstruasi akan mengumpul pada bagian bagian bawah cavum douglas, yang merupakann bagian yang paling dependen pada kavum abdominopelvis. Efek gravitasi ini juga menjelaskan kenapa lesi DIE yang dijumpai pada pelvis lebih sering teramati dibandingkan lesi DIE pada abdomen sekaligus menjelaskan kenapa lesi DIE pada usus lebih sering terletak pada rektum dan penghubung rektosigmoid. Frekuensi endometriosis kandung kemih yang dalam yang lebih rendah dibandingkan endometriosis pada ligamentum uterosakrum, vagina dan rektum dapat dijelaskan oleh anatominya, dikarenakan batas bawah kandung vesikouterina

terletak jauh di atas batas bawah kantung douglas, yang terletak pada sepertiga bagian tengah dinding vagina posterior pada sisi yang berlawanan. Semakin sering uterus mengalami retroversi, yang menjadikan cairan peritoneum mengalir secara lebih muda dari kompartemen anteripor ke posterior, semakin sering lesi DIE ditemukan pada sisi posterior (1) . Perbedaan anatomis antara hemipelvis kiri dan kanan, yang akibatkan oleh keberadaan

kolon sigmoid di sebelah kiri, dapat menjelaskan kenapa lesi DIE pada pelvis ( sebagaimana lesi superfisial dan ovarium) lebih sering dijumpai pada dinding pelvis sebelah kiri. Hubungan anatomis yang erat anatara kolon sigmoid dan adnexa sebelah kiri membentuk satu penyangga terhadap difusi refluks darah menstruasi pada pelvis, yang berujung pada kondisi anatomis yang menungkinkan terjadinya adhesi dan pertumbuhan sel endometrium regurgitasi pada dinding pelvis kiri. (1) Hasil penelitian mengenai aliran cairan peritoneum mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa cairan peritoneum memainkan peran, bersama dengan sel-sel endometrium regurgitasi di dalam patogenesis DIE. Empat lokasi utama sampai saat ini telah teridentifikasi untuk aliran cairan peritoneum: (I) kavum pelvis dan khususnya kavum douglas, (II) kuadran bawah kiri pada ujung mesenterikum usus halus ( pemhubung caecum dan iliocaecum), (III) bagian superior mesokolon sigmoid, (IV) bagian kanan parakolik ( Meyers 1973). Sebagaimana lesi superfisial penyebaran anatomis lesi DIE dihubungkan dengan jalur aliran cairan peritoneum. (1) Empat pengamatan lainnya yang mendukung peran regurgitasi pada pembentukan berbagai lesi endometriotik yang berbeda adalah yang pertama, tidak seperti pasien yang dijumpai dengan endometriosis tanpa lesi yang dalam, pasien dengan DIE secara signifikan dijumpai dengankedalaman kavum douglas yang berkurang. Obliterasi kacum douglas ini diakibatkan oleh proses inflamasi setelah terjadinya implantasi peritoneum oleh sel-sel endometrium regurgitasi yang memberikan kesan palsu bahwa lesi yang dalam tersebut berasal dari daerah retroperitoneum. Pemeriksaan dengan MRI secara jelas menunjukkan bahwa DIE berasal dari daerah rektoservikal dan bukan dari septum rektovaginal. Yang perlu diketahui adalah istilah endometriosis septum rektovaginal tidak tepat dipakai dikarenakan secara anatomis lesi DIE pada dasarnya terletak dibawah batas atas septum rektovaginal. Yang kedua, tidak ada lesi peritoneum dan / atau lesi endometriotik ovarium yang dijumpai setelah dilakukan ligasi pada tuba, dimana tingkat kekambuhan endometriosis setelah 24 bulan secara signifikan kurang

bermakna dibandingkan ablasi endometrium yang dihubungan dengan penanganan laparoskopik pada kasus-kasus endometriosis. Yang ketiga, cairan peritoneum mewakili lingkungan mikro yang spesifik yang memainkan peran di dalam patogenesisi endometrosis. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ovulasi lebih sering dijumpai pada sisi kanan. Pemaparan terhadap progesteron yang lebih besar pada hemipelvis sebelah kanan kemungkinan menjadi penyebab timbulnya DIE pada sisi pelvis sebelah kanan dengan cara menciptakan lingkungan mikro yang tidak sesuai untuk terjadinya implantasi sel endometriotik dan untuk perkembangan DIE. Yang keempat, kecendrungan vaskularisasi pelvis yang bersifat asimetris, dikarenakan tempat masuk vena ovarium kiri ke dalam vena renal hemolateral yang lebih sering dijumpai ketimbang tempat masuk ke vena kava, menjelaskan kenapa varikokel lebih sering terjadi pada sisi kiri. Keadan vena yang statis ini pada sisi kiri dapat memunculkan variasi lokal pada faktor aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan DIE yang lebih tergantung pada level plasma dibandingkan pengaruh cairan peritoneum. (1) Sebagai kesimpulan, banyaknya bukti yang tersedia di dalam literatur secara kuat mendukung teori implantasi pada patogenesis DIE dan peran cairan peritoneum yang penting untuk memahami penyebaran antomis lesi DIE. Endometriosis peritoneum, ovarium, dan dalam bisa jadi merupakan manifestasi dari sastu jenis penyakit yang bersal dari satu tempat, sebagai contoh endometrium regurgitasi. (1)

Mekanisme molekular Satu dari dua mekanisme berikut dapat menjelaskan implantasi endometrium yang mengalami refluks ke permukaan peritoneum: kelainan molekular atau kelainan imunologis ( atau keduanya). Pada endometriosis, endometrium yang eutopik menunjukkan beberapa kelainan molekular yang secara biologis penting, yang meliputi aktivasi jalur onkogenik atau kaskade biosintesis yang membuktikan terjadinya peningkatan produksi estrogen, sitokin, prostaglandin, metaloproteinase. Ketika endometrium eutopik melekat pada sel mesotelium, kelaianan molekular yang dijumpai meningkat secara drastis, yang meningkatkan keberlangsungan implan. Mekanisme yang kedua berupa keberlangsungan implan menunjukkan kegagalan sistem imun untuk membersihkan implan pada permukaan peritoneum. Kedua mekanisme tersebut dapat berkontribusi pada perkembangan endometriosis. (1)

Klasifikasi endometriosis yang dalam Berdasarkan berbagai hipotesis patogenesis yang berbeda, beberapa skema telah dipakai untuk menklasifikasikan endometriosis yang dalam, tetapi data tambahan diperlukan untuk menggambarkan validitas masing-masing hipotesis. Secara refleks kita akan melibatkan endometriosis yang dalam pada stadium 4 yang tercakup di dalam klasifikasi komunitas Amerika untuk pengobatan reproduksi (ASRM). Akan tetapi bentuk yang infiltratif secara spesifik tidak dijelaskan di dalam skema ASRM, yang pada awalnya dibuat dengan tujuan untuk membagi pasien ke dalam kelompok prognosis reproduksi yang berbeda. (1) Koninckx dan Martin merupakan orang yang pertama mendefinisikan endometriosis yang dalam. Keduanya membagi lesi cul-desac posterior dan retrovaginal kedalam tiga sub kelompok yang berbeda : tipe yang pertama, berbentuk kerucut disebabkan oleh infiltrasi; tipe dua dengan lokasi yang lebih dalam dengan ditutupi adhesi yang lebih luas, kemungkinan terbentuk melalui retraksi; dan tipe tiga yang merupakan bentuk yang paling berat dengan satu atau lebih nodul spheris yang terletak pada septum rectovaginal dengan dimensi terbesar dijumpai dibawah peritoneum, ini lebih cenderung dianggap endomiosis internal. (1) Adamiyan secara spesifik mengklasifikasikan endometriosis retroservikal kedalam empat stadium yang berbeda berdasarkan luasnya penyakit. Pada stadium satu, lesi endometriotik melekat pada jaringan sel rektovaginal didaerah bawah vagina. Pada stadium dua, jaringan endometriotic menginvasi serviks dan menembus dinding vagina, menyebabkan fibrosis dan pembentukan kista kecil. Pada stadium tiga, lesi menyebar ke ligamentum uterosacrum dan lapisan serosa pada rectum. Pada stadium empat, dinding rectum, zona rectosigmoid, dan peritoneum rectouterina terlibat seluruhnya, dan kantung rectouterina mengalami obliterasi secara lengkap. (1) Martin dan Batt membagi endometriosis kedalam jenis yang rectoservikal, rectovaginal, dan septum rectovaginal. Endometriosis rectoservikal meliputi lesi yang dijumpai pada segmen anterior kavum douglasi. Bagian posterior fornix vagina, dan daerah retroperitonial dibelakang atau dibawah serviks tanpa adanya keterlibatan rektum. Pada endometriosis rekovaginal, rektal, dan dinding vagina disamping juga baik komponana vagina dan rektal pada bagian posterior kuldesak juga terlibat. Endometriosis septum rektovaginal menunjukkan lesi yang telisolasi pada daerah subperitoneum tanpa dijumpai adanya kesinambungan dengan lesi pada kavum douglas berdasarkan skema ini sangat sulit untuk menentukan keterlibatan septum rektovaginal yang

sebenarnya, hal ini juga diakibatkan oleh fakta bahwa lesi septum rektovaginal dan rektovaginal kemungkinan saling berhubungan. (1).

DIE : Patologi Dan Tempat Keterlibatan Martin dkk; 1989 yang dilanjutkan oleh Cornillie, 1990 menunjukkan bahwa endometriosis diklafikasikan berdasarkan tingkat kedalaman invasi menjadi superfisisal (dibawah 1 mm) intermediat ( 2 4 mm), dalam (>5 mm) dan sangat dalam (>10mm). (1) DIE didefinisikan sebagai keberadaan implan endometrium , fibrosis dan hiperplasia otot yang dijumpai dibawah peritoneum dan bisa saja melibatkan, berdasarkan urutan frekuensi yang paling tinggi, ligamentum uterosakrum, kolon rektosigmoid, vagina serta kandung kemih. Endometriosis rektovaginal dijumpai 5-10% wanita dengan endometriosis dan dtandai oleh keberadaan nodul endometriotik yang dapat diraba jauh di dalam jaringan ikat pada pelvis, yang menunjukkan adanya fibrosis dan hiperplasia fibrovaskular yang nyata. Kecendrungan multifokal adalah karakteristik utama lesi DIE. (1)

Gambaran Klinis DIE Endometriosis menunjukkan manifestasi klinis yang cukup luas: dapat bersifat asimptomatik, dapat ditemukan secara tidak sengaja dijumpai pada saat pemeriksaan laparoskopi ataupun post mortem atau suatu kelainan dimana tingkat keparahannya menyebabkan kualiatas hidup penderitanya menurun secara drastis. DIE dikenal sebagai suatu penyakit yang berat dan menyakitkan. (1) Suatu hubungan sebab akibat dismenorea yang berat dan endometriosis kemungkinan dapat dijumpai. Hubungan ini tidak tergantung pada tipe lesi makroskopik (endometriosis superfisial, endometriosis ovarium kistik atau DIE) atau lokasi antomisnya dan kemungkinan dapat dihubungkan dengan perdarahan mikro siklik yang berulang di dalam implan. Adhesi yang dihubungkan dengan endometriosis juga dapat disebabkan dismenorea yang berat. (1) Akan tetapi nyeri pelvis lebih umum dijumpai pada wanita dengan implan yang dalam serta mengalami infiltrasi. Dijumpai beberapa argumen dengan dasar histologis dan fisiopatologis yang dianggap berperan dalam DIE dengan gejala nyeri pelvis kronis yang berat. Nyeri yang dihubungkan dengan DIE kemungkinan berhubungan dengan penekanan atau infiltrasi saraf pada rongga pelvis subperitoneum oleh implan. Intensitas nyeri pada wanita dengan DIE berbanding lurus dengan tingkat kedalaman dan volume infiltasi. (1) Gejala nyeri yang disebabkan oleh DIE muncul dengan beberapa karakteristik yang khas, khususnya keterlibatan pada lokasi anatomi tertentu ( dispareunia dalam yang berat, defekasi yang nyeri ) ataupun organ (tanda saluran kandung kemih yang masih berfungsi, serta tandatanda pergerakan usus). Sehingga gejala-gejala ini dapat digambarkan sebagai nyeri yang dapat menunjukkan lokasi. (1) Dijumpai hubungan yang jelas antara DIE posterior dan dispareunia dalam, defekasi yang nyeri selama masa menstruasi dengan keterlibatan komponen posterior dinding vagina, nyeri pelvis non siklik dan tanda-tanda pergerakan fungsional usus dengan keterlibatan usus dan tandatanda traktus kandung kemih yang berfungsi dengan keterlibatan apada kandung kemih. Satu penelitian prospektif yang didasarkan pada pasien yang dioperasi secara laparoskopik pada kasus nyeri pelvis kronis, menggambarkan bahwa defekasi nyeri selama masa menstruasi dan dispareunia berat secara spesifik dihubungkan dengan DIE yang melibatkan komponen posterior dibandingkan dengan diagnosis yang lain ( tipe makroskopik endometriosis atau non endometriosis yang lain). (1)

DIE dan Dispareunia Berat Ketika dispareunia menunjukkan daerah rektum atau sakrokoksigeus bawah

mengindikasikan bahwa ligamen uterosakrum dan rektovaginal juga terlibat. Secara khusus, beberapa penelitian menghubungkan dispareunia dalam dengan keberadaan endometriosis pada ligamentum uterosakrum. Korelasi ini sesai dengan keberadaan jumlah jaringan syaraf yang bermakna di dalam ligamentum uterosakrum ; dispareunia kemungkinan dihubungkan dengan rangsangan nyeri melalui tarikan pada jaringan non elastik serta oleh tekanan pada nodul endometriotik yang terdapat pada jaringan fibrotik. (1) Dispareunia telah dihubungkan dengan sikap yang tidak sesuai terhadap seksualitas, kecemasan dan penghindaran terhadap kegiatan seksual. Tidak mengejutkan bahwa wanita dengan dispareunia dijumpai dengan frekuensi hubungan seksual dan tingkat kegairahan yang lebih rendah serta pengalaman orgasme yang lebih sedikit. (1)

Keterlibatan Sistem Gastrointestinal Pada DIE Endometriosis pada usus dijumpai pada 5-12 % pasien dengan endometriosis dan kolorektum dijumpai pada 90% dari seluruh lokasi pada usus. Gejala yang muncul dimulai dari perdarahan rektal, keinginan berkemih yang tidak normal, nyeri pelvis, diskezia yang berat, kram usus dan perbahan pada pergerakan usus pada diareakibat obstruksi pada kolon. Gejala biasanya terjadi secara klinis atau pada saat menstruasi. Endometriosis intestinal harus dicurigai pada wanita usia reproduktif yang dijumpai dengan gastrointestinal serta adanya riwayat endometriosis. Perubahan keganasan pada endometriosis kolonik telah terdokumentasi tingkat perkembangan penyakitnya belum diketahui tapi jarang terjadi. (1)

Keterlibatan Sistem Genitourinari Pada DIE Saluran kandung kemih terlibat pada 1-4% wanita dengan endometriosis dimana 90% kasus diantaranya melibatkan kandung kemih. Gambaran pasien dengan endometriosis vesikel cukup bervariasi, dan gejala dapat terdiri dari nyeri suprapubik, nyeri pelvis, dismenorea, disuria, sering berkemih, hematuria mikroskopik dan bahkan hematuria makroskopik yang terjadi secara siklik.

Walaupun Perubahan keganasan pada kasus-kasus endometriosis kandung kemih jarang terjadi, namun telah digambarkan secara berulang dan mewakili resiko lesi kandung kemih yang tidak tertangani. Endometriosis uretral jarang terjadi dengan insidensi <0,1 % dari seluruh kasus endometriosis. Uropati obstruktif yang dapat berujung pada atrofi kortikal renal dan fungsi renal yang berkurang secara bermakna dapat terjadi pada tipe lesi ini. (1)

Diagnosis DIE Endometriosis tetap sulit untuk didiagnosa, dengan penundaan selama 8-11 tahun anatara laporan gejala yang pertama dan identifikasi penyakit. Sayangnya kemajuan mendasar di dalam pemahaman kita terhadap patogenesis endometriosis belum memberikan alternatif non invasif yang dapat diandalkan selain laparoskopi didalam mendiagnosis penyakit ini. (1,5)

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada endometrisis terutama pada genitalia eksterna biasanya normal. Terkadang, pemeriksaan inspekulo menunjukkan implan berwarna biru atau lesi proliferasi merah yang berdarah saat kontak, keduanya biasanya dijumpai pada forniks posterior. Sementara penyakit pada wanita dengan DIE yang melibatkan septum rektovaginal biasanya dapat dipalpasi, jarang sekali tampak, dan pada banyak kasus dijumpaia tanpa temuan yang bermakna. Analisis terhadap temuan pada pemeriksaan vagina pada pasien-pasien simptomatik yang diduga mengalami endometriosis menunjukkan bahwa indurasi yang dapat dipalpasi atau nodul apada forniks vagina posterior dan atau sepanjang ligamentum uterosakrum tampaknya merupakan tanda-tanda patognomonik dari endometriosis yang dalam. Lesi ini bersifat rapuh dan penekanan terhadap lesi tersebut dapat menghadsilkan gejala tertentu. Nilai prediktif positif kecendrungan endometriosis ini berkisar antara 76-79% dan meningkat menjdi 83% dengan spesifisitas sebesar 92% jika perlunakan vokal hanya berlokasi pada ligamentum uterosakrum dan cul d sac. (1) Ketepatan temuan ini semakin meningkat jika pemeriksaan dilakukan pada menstruasi. Endometriosis invasi yang dalam sering kali dihubungkan dengan endometriosis ovarium. Keberadaan kedua kondisi ini semakin memperbaiki proses penegakan diagnosis. Sebagai kesimpulan keberadaan atau ketiadaan lesi infiltratif atau nodular yang dapat dipalpasi dihubungkan dengan lokasi dan tingkat kedalaman lesi dan mengggambarkan tingkat keparahan nyeri dan resiko terjadinya komplikasi yang berat. (1)

Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan fisik memiliki kemampuan terbatas di dalam menegakkan diagnosa dan menetapkan jumlah DIE dimana pemeriksaan ultrasonografi transvaginal, transrektal, atau rektal endoskopik disamping juga MRI telah dianjurkan di dalam penegakan diagnosis dan menetukan lokasinya. (1) Peran MRI yang signifikan didalam menegakkkan diagnosis endometriosis dihubungkan dengan identifikasi lesi dengan keberadaan adhesi, dan juga penggambaran dan evaluasi lesi subperitoneum yang luas pada kasus dimana lesi ini tidak dapat divisualisasi melalui laparoskopi, dengan akurasi, sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 90% untuk endometriosis yang dalam. Pada pasien dengan endometriosis pelvis yang dalam, hasil klinis dan pemeriksaan USG yang diijumpai kemungkinana normal, yang menyulitkan penentuan diagnosis. Pada kasuskasus seperti ini, MRI penting didalam menegakkan diagnosis banding yang akurat. Dikarenakan kapasitasnya yang multifungsional dan gambaran jaringan yang dihasilkan dengan sangat baik, MRI memainkan peranana yang penting didalam evaluasi sebelum operasi pada pasien dengan endometriosis pelvis yang dalam. (1)

Ca-125 serum Walaupun wanita dengan endometrosis sering kali dijumpai dengan konsentrasi Ca125 serum yang tinggi ( >35 IU/ml), Ca 125 serum bukan merupakan indikator yang sensitif terhadap penyakit ini. Akan tetapi , pengetahuan mengenai konsentrasi ca125 yang meningkat kemungkinana berguna didalam menseleksi wanita yang berada pada resiko tinggi untuk terjadinya cedera pada usus akibat timbulnya adhesi pelvis yang padat sehingga persiapan khusus sebelum operasi lebih baik dilakukan. (1,7)

Penatalaksanaan DIE Sudah lama diketahui bahwa obat-obat hormonal tidak mampu menyembuhkan endometriosis tetapi hanya menginduksi redanya lesi aktif untuk sementara waktu, dimana sebagian besar kasus yang lanjut pembedahan merupakan pilihan final. Akan tetapi dijumpai beberapa situasi diaman pengobatan medis masih sangat berguna. Beberapa wanita yang telah menjalani operasi sebelumnya kemungkinan akan memilih untuk menghindari pembedahan

lanjutan tetapi memerlukan pereda nyeri, sementara yang lain kemungkinan hanya akan menunda pembedahan akibat studi, kerja atau masalah keluarga. Lebih lanjut lagi obat kemungkinan dipilih sebagi suatu alternatif selain pembedahan pada kasus-kasus yang sangat sulit dimana resiko morbiditas dan komplikasi jauh melampaui keuntungan operasi yang radikal.
(1)

Pereda nyeri jangka panjang merupakan tujuan utama, dan perhatian yang khusus harus diberikan dalam memilih obat. DIE telah ditangani sebelumnya dengan danazol analog hormon gonadotropin , progestin, dan kombinasi estrogen progestin dengan hasil yang memuaskan. Pada sebagian besar kasus dengan penyakit infiltrasi yang berat, pembedahan merupakan pilihan penanganan. Penanganan dengan pembedahan efektif didalam meredakan nyeri pelvis, dispareunia dan defekasi yang nyeri. (1) Secara umum lesi endometriotik yang dalam sebaiknya tidak selalu ditangani hanya karena dijumpai. Fokus pada usus dan uretra yang menyebabkan stenosis yang progresif menjadi alasan yang tidak terbantahkan untuk dilakukan operasi. Jika tidak, pembedahan pada kasus DIE yang asimptomatik sebaiknya tidak dipertimbangkan pada semua kasus. Hasil penetalaksanaan untuk kondisi jinak seperti pada kasus endometriosis bersifat fungsional, dimana indikasi untuk dilakukan pembedahan harus didasarkan pada gejala dan tidak responnya pasien terhadap terapi medis. (1) Lokasi lesi DIE harus menjadi petunjuk untuk teknik operasi yang akan dipakai. Pada kasus multifokal, laparoskopi merupakan teknik yang dipilih untuk menegakkan diagnosis dikarenakan endometriosis secara primer terletak pada organ pelvis. Penentuan waktu untuk dilakukan laparoskopi pada siklus menstruasi belum jelas, tetapi sebaiknya tidak dilakukan selama 3 bulan pengobatan hormonal untuk menghindari terjadinya diagnosis yang tidak memadai. Secara ideal, jika pembedahan dilakukan untuk menegakkan diagnosis izin tertulis diperoleh untuk melakukan reseksi atau ablasi endometriosis pada saat yang bersamaan. (1) DIE yang mencapai septum recto-vagina membutuhkan pembedahan yang luas. Karena penyakit di daerah ini biasanya melibatkan otot polos termasuk kelenjar endometrium dan stroma, beberapa menunjukkan sebagai wujud yang jelas berbeda, sebagai nodul adenomiosis yang berkembang dari metaplasia mullerian hingga perluasan dari permukaan peritoneum. Pembedahan mencakup diseksi dan evaluasi dari rectum anterior, vagina posterior, dan nodul tersebut. Terkadang, sebagian dari vagina posterior harus dieksisi, dan terkadang sebagian dari

segmen rectum harus direseksi, diikuti dengan reanatomose. Di tangan orang yang berpengalaman,pembedahan tersebut biasanya memeberikan hasil yang baik. Selama 3 tahun, tingkat kekambuhan dari gejala dismenorea, dispareunia berat, dan nyeri pelvic berkisar 15-30% dan terendah apabila setiap bagian vagina dan rectum yang terlibat dihilangkan.(7) Beberapa prosedur pembedahan harus saling berhubungan. Pada kasus DIE kandung kemih, penatalaksanaan standar adalah kistektomi parsial yang dapat dilakukan melalui laparoskopi operatif. Pada kasus DIE yang menginfiltrasi ligamentum uterosakrum telah terbukti bahwa pembedahan reseksi laparoskopik merupakan prosedur yang efisien. Pada kasus DIE vagina, beberapa penulis telah menunjukkan bahwa laparoskopi operatif efisien untuk dilakukan dengan memakai teknik yang bervariasi. (1) Lokasi topografi yang berbeda dari ligamentum uterosakrum dan DIE vagina memerlukan teknik operasi tertentu. Lesi yang terbatas pada ligamentum uterosakrum pada sebagian besar pasien memerlukan dilakukannya ureterolisis tanpa dilakukan ekserisis pada dinding vagina posterior bagian atas. Pada kasus-kasus DIE vagina yang terisolasi, diseksi pada fossa laterorektal penting dilakukan pada lebih dari 80% kasus dan ekseresis pada dinding vagina posterior bagian atas penting untuk dilakukan. Alasannya adalah bahwa DIE vagina sering kali tidak menginfiltrasi septum rektovagina yang terletak jauh dibawah tetapi pada sepertiga atas bagian posterior dinding vagina. (1) Pertanyaan seputar teknik operasi yang akan dipakai jauh lebih komplek ketika traktus digestivus terlibat. Pembedahan untuk endometriosis rektovaginal dapat bersifat kompleks dan menantang dan sering kali melibatkan tim medis dengan latar belakang spesialisasi yang berbeda. Dijumpai beberapa pendekatan yang harus dipertimbangkan, dimulai dari memangkas penyakitnya agar terlepas dari dinding rektal sampai eksisi komponen anterior dinding rektal atau dengan eksisi segmental pada rektum ; dimana tidak ada satupun diantaranya yang telah diterima sebagai tindakan yang paling baik. Semua prosedur ini dapat dilakukan baik dengan memakai laparoskopi, kombinasi atau pendekatan yang terbuka. Pada wanita dengan penyakit simptomatik lanjut dimana penanganan medis dan pembedahan konservatif gagal, pembedahan radikal harus dipertimbangkan secara serius. (1)

Komplikasi dan Kekambuhan pada DIE Pembedahan untuk endometriosis yang dalam dihubungkan dengan resiko terjadinya pasca operasi yang beresiko tinggi, seperti disfungsi berkemih yang buruk serta dijumpainya fistel rektovagina. (1) Endometriosis merupakan penyakit non malignan yang biasanya mengenai wanita muda dengan harapan konsepsi dan kualitas hidup yang tinggi. Pada keadaan ini, komplikasi intraoperasi dan paska operasi yang terjadi dapat ditolerir dimana kekambuhan nyeri yang tidak tertahankan dan infertilitas yang persisten mengakibatkan frustasi. Pemeriksaan untuk penegakkan diagnosis sebelum operasi dan konseling yang terperinci sangat penting untuk dilakukan. Keterlibatan sistem inetstinal dan kandung kemih harus diketahui sebelumnya, untuk menjadwalkan konsultasi selama operasi, dan jika perlu untuk memberitahukan kepada pasien tentang jenis operasi yang diperlukan serta sekuele yang timbul. Hal ini akan membantu pasien dan keluarga didalam memahami keparahan klinis dari kondisi yang dialami, serta keseimbangan anatar resiko dan keuntungan penanganan yang ditawarkan. Khususnya dikarenakan kemungkinan kehamilan setelah pembedahan menajdi terbatas, solusi alternatif kemungkinan dapat dipilih seperti fertilisasi invitro atau adopsi. Kesadaran mengenai kemungkinan dipilihnya berbagai penanganan yang berbeda akan memperluas kolaborasi dengan pasien. (1) Kekambuhan atau menetapnya endometriosis setelah penanganan adalah salah satu masalah ginekologi yang paling melelahkan dan didasarkan pada ketidakmampuan untuk memprediksi akhir penyakit ini. Tigkat kekambukan endometriosis bervariasi mulai dari 2% sampai 47% . tingkata kekembuhan tertinggi yang perna tercatat untuk endometriosis infiltratif yang dalam, berdasarkan kesulitan didalam memperkirakan batas infiltrasi yang sebenarnya, selainpenolakan terhadap pendekatan yang agresifberupa pengangkatan lesi, yang terletak didekat organ vital. (1) Ahli bedah harus mewaspadai kecendrungan biopsikososisal penyakit ini: ahli bedah yang hanya berfikir sebagi contoh untuk menghilangkan lesi pada endometriosis, dan tidak mempertimbangkan semua aspek kehidupan pasien sering kali akan mengalami sedikit keberhasilan dan mengalami banyak kekambuhan. Kunci untuk mengatasi hal ini adalah bertindak pada dua aspek : psikologis dan fisik .(1)

LAPORAN KASUS
Ny.Y, 41 tahun, P0A0, Batak, Kristen, S1, PNS,menikah 1x usia 32 thn dengan Tn.R,42 thn, wiraswasta Jawa, Islam, datang ke poli RSHAM tgl 16 Mei 2012 dengan: Kel.Utama : Nyeri perut kanan bawah Telaah : Hal ini dialami os sejak 1 thn lalu dan memberat dalam 1 minggu ini. Nyeri bersifat hilang timbul, semakin memberat ketika sedang haid. Riw.keluar darah dari kemaluan di luar siklus haid (+) sejak 6 bulan lalu. Riw. keputihan (-), riw.teraba benjolan di perut (-), riw dikusuk perutnya (-). BAK (+) N, BAB (+)N. OS sebelumnya pernah berobat ke RS luar dan dinyatakan ada kista namun OS tidak bersedia dioperasi RPT/RPO Riw Haid : FAM/ tidak jelas : Menarche 13 tahun, teratur, 5-7 hari, 2-3 kali ganti doek/hari, nyeri (+) HT: Riw Operasi : operasi tumor payudara Riw KB :-

Pemeriksaan Fisik
Status Present: Sens : CM TD : 110/80 mmHg N RR T : 92 x/i : 24 x/i : 37,3 C Anemis Icterus : (-) : (-)

Cyanose : (-) Dyspnoe : (-) Oedem : (-)

Status Lokalisata Kepala Leher Thorax Abdomen : Mata konjungtiva palpebra inferior pucat (-) : Dalam batas normal : Paru Suara Pernafasan : vesikuler, Suara Tambahan : (-) : Soepel, tidak teraba massa, nyeri tekan (+)

Status Ginekologis Inspekulo VT : portio licin, F/A (-), darah (-), lividae (-) : Uterus AF besar biasa P/A kanan : teraba massa kistik dengan pole atas 1 jari diatas simfisis dan pole bawah setentang simfisis P/A ki : lemas / ttb massa CD tidak menonjol

Hasil USG : KK tidak terisi baik Uterus uk. 74x53x64 mm Adnexa kanan : tampak gambaran hipoechoic dgn uk. 63x62 mm Adnexa kiri : dbn Cairan bebas (-)

Kes : kista ovarium dextra

Dx: Kista ovarium dextra Lapor supv.dr IA, SpOG - Laparoskopi operatif - Penjajakan operasi

R/:

Pemeriksaan darah rutin, urinalisa, RFT,LFT, KGDad random, HST, elektrolit, albumin, lipid profile , CA-125

Foto thorax EKG Pap smear BNO IVP

Tgl 05/06/2012
KU: kontrol ulang persiapan operasi SP : Status Present: Sens : CM TD : 110/80 mmHg N RR T : 84 x/i : 20 x/i : 37,0 C Anemis Icterus : (-) : (-)

Cyanose : (-) Dyspnoe : (-) Oedem : (-)

Hasil Pemeriksaan Penunjang Hb Ht Leuko Trombo Kgd N Ur/Cr : 12,3 gr/dl : 35,3 % : 5.360/ mm3 : 285.000/ mm3 : 84 mg/dl : 8,2 / 0,66 mg/dl

SGOT/SGPT : 15 / 8 mg/dl Na/K/Cl Urinalisa Albumin HST CA-125 EKG : 139 / 3,8 / 106 mg/dl : dbn : 4,7 : dbn : 272,5 : Sinus ritme

Foto thorax : Post TB? Curiga atelektasis paru kanan Konsul div.pulmo : Moderate risk Pap Smear : PAP grade II, inflammatory smear BNO-IVP : dbn

Dx: kista ovarium dextra

R/: - laparoskopi operatif lapor .supv. Prof.Delfi Lutan, SpOG(K) acc Tgl 06/06/12 Laporan laparoskopi diagnostik a/i kista ovarium dextra tanggal 06/06/2012: Pasien dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik Dilakukan tindakan aseptik & antiseptik dengan bethadine dan alkohol, lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi. Dilakukan insisi di sub umbilical hingga subkutis, lalu trochar dimasukkan dikuti dengan pneuomoperitoneum dengan gas CO2. Kemudian dimasukkan trochar dengan kamera Lalu dimasukkan trochar kiri dan kanan, evaluasi kavum abdomen. Ovarium kanan dan kiri : normal. Uterus kesan lebih besar dari biasa dengan perlengketan di daerah adnexa kanan dan kiri, dilakukan adhesiolisis. Evaluasi kedua tuba dengan memasukkan methylen blue kedua tuba non patent. Dilakukan pembilasan kavum abdomen. Ketiga trochar dicabut, kemudian dilakukan penjahitan di luka insisi. KU ibu post op : stabil.

Jaringan nodul endometriosis di periksakan ke patologi anatomi

Th /:

- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8jam/IV

Follow up tgl 07/06/2012 KU : SP : Sens : CM TD: 110/80 mmHg HR: 78x/i RR: 22x/i T: 36,7C SL : Abd :soepel, peristaltik (+) N L.O: tertutup verband, kering BAK : terpasang kateter, vol.50 cc/jam

Hb post op: 12,4

Dx : post laparoskopi diagnostik a/i kista ovarium + H1 Th : - Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8jam/IV

Follow up tgl 08/06/2012 KU : sesak nafas SP : Sens : CM TD: 100/70 mmHg HR: 88x/i RR: 32x/i T: 36,5C SL : Abd :soepel, peristaltik (+) N L.O: tertutup verband, kering BAK : terpasang kateter, vol.cukup Dx : post laparoskopi diagnostik a/i kista ovarium + H2 Th : - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8jam/IV

R /: - konsul pulmonologi untuk rawat bersama Lapor supv. Dr.M.Oky.P, SpOG advis : Inj. Tapros 3 siklus sebelum OS PBJ

Jawaban konsul pulmonologi : DD/: - Bronkitis eksaserbasi Th : Asma eksaserbasi + ISPA

-Nebul ventolin/8 jam -Flixotide/8jam -Inj.Ceftriaxone 1gr/12 jam

ACC rawat bersama

Follow up tgl 09/06/2012 KU : sesak nafas , keluar darah dari kemaluan (+) SP : Sens : CM TD : 140/80 mmHg HR: 80x/i RR: 28x/i T: 36,6C

SL : Abd :soepel, peristaltik (+) N L.O: tertutup verband, kering BAK : terpasang kateter, vol.cukup SG : Inspekulo : tampak darah tergenng di fornix posterior, dibersihkan, kesan darah merembes dari OUE. Portio licin. Dx : post laparoskopi diagnostik a/i kista ovarium + H3 Th : - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8jam/IV Inj. Transamin 1 amp

Follow up tgl 10/06/2012 KU : sesak nafas , keluar darah dari kemaluan (+) SP : Sens : CM TD : 140/80 mmHg HR: 80x/i RR: 28x/i T: 36,6C SL : Abd :soepel, peristaltik (+) N L.O: tertutup verband, kering BAK : terpasang kateter, vol.cukup SG : Inspekulo : tampak darah tergenang di fornix posterior, dibersihkan, kesan darah merembes

dari OUE. Portio licin. Dx : post laparoskopi diagnostik a/i kista ovarium + H3 Th : - IVFD RL 20 gtt/i - Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam/IV Inj. Ketorolac 1 amp/8jam/IV Inj. Transamin 1 amp

Follow up tgl 11/06/2012 KU : sesak nafas , keluar darah dari kemaluan (-) SP : Sens : CM TD : 140/80 mmHg HR: 80x/i RR: 28x/i T: 36,6C SL : Abd :soepel, peristaltik (+) N L.O: tertutup verband, kering BAK : terpasang kateter, vol.cukup Dx : post laparoskopi diagnostik a/i kista ovarium + H4 Th : - Cefadroxil 2x500mg PCT 3x1 Vit B.comp 2x1

Follow up tgl 12/06/2012 KU : sesak nafas , keluar darah dari kemaluan (-) SP : Sens : CM TD : 140/80 mmHg HR: 80x/i RR: 28x/i T: 36,6C SL : Abd :soepel, peristaltik (+) N L.O: tertutup verband GV: kering

BAK : vol.cukup

HASIL PA:

MAKROSKOPIK : Diterima jaringan dengan volume 0,5cc, kenyal warna putih MIKROSKOPIK : Sediaan dengan struktur dinding kista terdiri dari jaringan fibrous dengan sel makrofag serta pigmen hemosiderin. KESIMPULAN : Benign cyst (kista endometriosis)

Dx : post laparoskopi diagnostik a/i kista endometriosis + H5 Th : - Cefadroxil 2x500mg PCT 3x1 Vit B.comp 2x1 Inj. Tapros 3,75 mg

R/: PBJ kontrol poli ginekologi

ANALISA KASUS Ny.Y, 41 tahun, P0A0, datang ke poli RSHAM tgl 16 Mei 2012 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang dialami os sejak 1 thn lalu dan memberat dalam 1 minggu ini. Nyeri bersifat hilang timbul, semakin memberat ketika sedang haid. Riw.keluar darah dari kemaluan di luar siklus haid (+) sejak 6 bulan lalu. Pada pemeriksaan bimanual teraba massa kistik pada adnexa kanan dengan pole atas 1 jari diatas simfisis dan pole bawah setentang simfisis, dan

dengan pemeriksaan USG kesan : kista ovarium dextra. Dari pemeriksaan tersebut, pasien mengarah ke suatu endometrioma. Pasien awalnya langsung direncanakan untuk laparoskopi operatif, namun durante operasi, dievaluasi ovarium kanan dan kiri : normal, tidak dijumpai suatu kista, dan an kesan uterus lebih besar dari biasa dengan perlengketan di daerah adnexa kanan dan kiri, dilakukan adhesiolisis. Dari evaluasi kavum abdomen, ditemukan dan diambil nodul-nodul endometriosis Pasien dirawat selama 5 hari di ruangan, dengan hasil histopatologi jaringan berupa suatu benign cyst (kista endometriosis), sehingga pasien pun direncanakan untuk diberikan injeksi Tapros sebanyak 3 siklus.

Вам также может понравиться