Вы находитесь на странице: 1из 9

Nama : Fathia Rofifah NIM : 8335132520 Kelas : B UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP 100 Mata Uji Program Studi

Hari/Tanggal Dosen : : : : Bank dan Lembaga Keuangan S1 Akuntansi Senin, 24 Maret 2014 Darma Rika S.,S.Pd,M.SE

1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dalam rangka untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. OJK erat hubungannya dengan lembaga lainnya untuk menjalankan fungsi, tugas, wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan perbankan secara terpadu, independen, adil, transparan, dan akuntabel. Perkembangan sistem keuangan di Indonesia dapat dilihat dari tumbuhnya konglomerasi keuangan, yaitu kepemilikan satu pihak yang mempunyai beberapa anak perusahaan baik di bidang perbankan, asuransi, pasar modal, dan lembaga pembiayaan. Munculnya berbagai variasi dalam produk-produk keuangan di Indonesia, perlindungan terhadap konsumen yang belum maksimal, dan koordinasi yang belum baik antar lintas sektoral industri keuangan tanah air, menunjukkan bahwa Indonesia memerlukan satu lembaga yang menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan dibawah satu atap. Atas dasar latar belakang itulah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tugas melakukan pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, sektor industri, pasar modal, industri keuangan non-bank, maupun lembaga keuangan mikro. Sebelum ada OJK, pengawasan dilakukan secara sektoral. Bank diawasi oleh Bank Sentral (Bank Indonesia), pasar modal diawasi Departemen Keuangan (Badan Pengawasan Pasar Modal Lembaga Keuangan / BAPEPAM-LK). Maka dari itu diperlukan pengawasan yang terintegrasi karena pasar keuangan di Indonesia yang saling berkaitan, misalnya seperti induk perusahaan dan anak perusahaan yang tergabung dalam satu grup. Perhatian terhadap interkoneksitas tersebut menjadi prioritas karena timbulnya masalah / risiko tidak hanya pada induk perusahaannya saja, tetapi bisa juga karena kinerja anak-anak perusahaannya yang bermasalah sehingga kemudian menarik ke bawah situasi keuangan yang ada di induknya. Oleh karena itu, OJK memiliki

privilege (hak istimewa) untuk mengembangkan pengawasan yang lebih terintegrasi dan terpadu sehingga
risiko secara keseluruhan dalam satu bisnis usaha / satu konglomerasi bisa lebih efektif.

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 mengenai OJK, salah satu fungsi Bank Indonesia (BI) yang bertugas mengatur dan mengawasi perbankan baik bank maupun bukan bank akan berpindah kepada OJK. Pasca berpindahnya fungsi pengaturan dan pengawasan bank dari BI ke OJK, maka BI masih akan tetap dilibatkan dalam pengaturan perbankan, yakni dari sisi makroprudensial. OJK diberi tugas dalam hal mikro (micro-prudential supervision), sementara Bank Indonesia sendiri akan lebih bertanggung jawab dalam menangani masalah yang lebih makro (macro-prudential supervision) misalnya terkait dengan kebijakan moneter dan penanganan ekonomi di saat krisis. OJK tetap berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara lain kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. Dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada OJK. Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai kewenangan Bank Indonesia. Menanggapi pendapat dari Burhanuddin Abdullah mengenai penandatanganan Letter of Intent (LoI) atau nota kesepakatan dengan IMF pada era Soeharto yang menjadi satu-satunya alasan didirikannya OJK merupakan argumen yang valid. Awal oktober 1997 pemerintah meminta bantuan IMF dan sejak saat itu Indonesia masuk ke dalam program penyesuaian struktural (Structural Adjustment Program) dan pengawasan dari IMF. Pokokpokok penting dari program IMF dituangkan ke dalam Letter of Intent (LoI) yang diantaranya berisi mengenai restrukturisasi lembaga-lembaga keuangan. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah melaksanakan program-program penyehatan perbankan diantaranya adalah melikuidasi 16 bank yang tidak solvent, pembentukan BPPN, membuat peraturan perundang-undangan yang mampu mengawasi perbankan. LoI tersebut juga berisikan paket-paket kebijakan yang harus dijalankan pemerintah berdasarkan konsepkonsep yang IMF percaya dapat membantu Indonesia keluar dari krisis ekonomi. LoI juga dilampiri Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan sebagai upaya pemecahan masalah atas kondisi perekonomian yang terus memburuk. Tetapi dalam proses implementasi LoI, Indonesia mengalami berbagai kendala. Diantaranya berkaitan dengan persyaratan ekonomi yang diberikan IMF kepada Indonesia. Pada

kenyataannya Indonesia tidak siap untuk menerima persyaratan-persyaratan ekonomi IMF karena dianggap cukup memberatkan. Karena Indonesia telah menanda-tangani persetujuan program reformasi struktural ekonomi dengan IMF, maka pemerintah juga harus melaksanakannya dengan konsekuen. Namun pemerintah, harus bertindak proaktif menghadapi IMF dengan mengajukan saran-sarannya sendiri dan menolak program-program yang tidak relevan dan cenderung merugikan Indonesia. Berdirinya OJK memang tidak lepas dari perdebatan. Sebagai sebuah lembaga baru, banyak orang yang menyangsikan apakah OJK bisa berjalan sebagai lembaga independen dengan benar. Hal ini mengingat track

record lembaga-lembaga Indonesia yang banyak tersandung kasus korupsi, keberadaan OJK yang notabene
merupakan lembaga yang masih baru akan semakin diragukan. Namun dengan perkembangan lembaga jasa keuangan terutama di sektor perbankan yang cukup signifikan, dapat disimpulkan bahwa keberadaan OJK akan sangat membantu dalam mengatur dan mengawasi lembaga-lembaga ini. Bagaimanapun, peninjauan kembali OJK, baik dalam aturan hukum maupun implementasi tugas dan fungsinya merupakan hal yang cukup penting, seperti pengalihan tugas pengawasan perbankan dari Bank Indonesia ke OJK. Hal ini diharapkan menjadi dorongan antar lembaga baik OJK, BI, maupun lembaga lain yang bersangkutan untuk dapat bekerja dengan optimal dan profesional. 2. Tawaran imbal hasil yang berlipat dan fantastis dalam waktu singkat masih membuai masyarakat meski sudah berulang kali terjadi kasus penipuan investasi (investasi bodong). Mudahnya masyarakat tergiur imbal hasil tinggi membuat celah bagi para oknum gelap yang ingin megeruk dana dengan membuat beragam skema investasi. Walaupun merupakan hal yang alamiah bagi manusia, khususnya investor untuk menginginkan keuntungan yang besar atas investasinya serta pengaksesan yang mudah dijangkau. Tapi di lain pihak, layanan maupun produk yang tersedia masih terbatas. Hal ini memperlihatkan akan perlunya financial literacy (pemahaman keuangan) yang lebih memadai agae masyarakat paham risiko berinvestasi. Masyarakat harus bisa memahami dan membedakan tawaran investasi yang ada izin atau tidak ada izin. Penawaran investasi dalam bentuk apapun harus melalui perusahaan yang memiliki izin pengelolaan dana masyarakat yang diawasi oleh BI, OJK, dan BAPPEBTI.

Lalu masyarakat dianjurkan untuk memperhatikan, apabila iming-iming imbal hasil tinggi, apa yang dijadikan referensi. Misalnya di pasar uang berapa imbal hasilnya, di pasar saham, di pasar surat berharga, di pasar obligasi, semua itu dapat dijadikan referensi. Jika imbal hasil yang ditawarkan lebih tinggi dari referensireferensi tersebut, mestinya mulai waspada agar dapat mentolerir transaksi yang berdasarkan penipuan. Selain gencarnya penyebaran edukasi kepada masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mensosialisasikan keberadaan call center terhadap satu produk investasi. Mengenai penanganan kasus investasi bodong. OJK sebagai pengatur dan pengawasan jasa keuangan merilis peraturan mengenai perlindungan konsumen keuangan (POJK No 1/ POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan) yang akan menjadi pedoman bagi lembaga keuangan dan masyarakat. Bagi masyarakat, peraturan ini menjadi patokan karena publik bisa mengetahui industri keuangan apa saja yang masuk dalam pengawasan OJK, jenis pengaduan seperti apa yang bisa disampaikan, serta apa saja tahapan pengaduan dan persyaratannya. Selain itu, telah terbentuk PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) atau Securities Investor Protection Fund (SIPF) yang izinnya sudah keluar dari OJK 11 September 2013 dan operasional mulai Januari 2014. Pembentukan lembaga ini dilakukan untuk melindungi investor di pasar modal terhadap kecurangan-kecurangan yang terjadi terhadap dana nasabah. Jika investor atau Anggota Bursa (AB) mengalami kerugian akibat adanya fraud (kecurangan) berupa pembobolan dana nasabah, si investor bisa mengajukan kerugian kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang nantinya akan diproses secara intens. Setelah terbukti, si investor berhak mendapatkan klaim atas kerugian yang dialami. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP70/D.04/2013 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis besaran ganti rugi investor dan kustodian apabila perusahaan sekuritas melanggar ketentuan di pasar modal. Besaran ganti rugi itu masing-masing Rp 25 miliar dan Rp 50 miliar. Hal itu tertuang dalam tentang penetapan batasan paling tinggi untuk setiap pemodal dan setiap kustodian dalam rangka pembayaran ganti rugi kepada pemodal dengan menggunakan Dana Perlindungan Pemodal (DPP).
(021) 500 655

yang dapat digunakan konsumen untuk

mengantisipasi praktek investasi bodong. Konsumen dapat menggunakan fasilitas itu apabila ragu-ragu

Secara singkat, BI, OJK, dan BAPPEBTI harus mengawasi secara ketat penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk investasi agar kasus investasi bodong yang kian marak terjadi tidak terulang lagi. 3. Menurut materi perkuliahan yang sudah diajarkan, penilaian kesehatan bank dapat diukur dari beberapa aspek, antara lain : a. Aspek Permodalan, yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada penyediaan modal minimum bank. Hal ini merupakan salah satu faktor essensial bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Penilaian tersebut didasarkan pada CAR (Capital Adequacy Ratio). Perbandingan rasio tersebut adalah rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) dan sesuai ketentuan pemerintah CAR tahun 1999 minimal harus 8 %. b. Aspek Kualitas Aset, yaitu untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki oleh Bank. Penilaian dilakukan dengan membandingkan aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. c. Aspek Kualitas Manajemen, yang dapat dilihat dari kualitas dan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) pada bank tersebut. d. Aspek Likuiditas, suatu bank dapat dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua hutang-hutangnya dan dapat juga memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. e. Aspek Rentabilitas, merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya. Penilaian dilakukan dengan menhitung rasio terhadap total aset (ROA) dan perbandingan Biaya Operasi dengan Pendapatan Operasi (BOPO). Semua aspek penilaian diatas dikenal dengan penilaian analisi CAMEL (Capital, Asset, Management, Earning, Liquidity). Disamping dengan penilaian analisis CAMEL, yang juga mempengaruhi hasil penilaian terhadap kesehatan bank adalah penilaian terhadap : o Ketentuan pelaksanaan pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) & Pelaksanaan Kredit Ekspor o Pelanggaran ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Legal Lending Limit o Pelanggaran Posisi Devisa Netto

Kemudian hasil dari penilaian ini ditetapkan ke dalam empat golongan predikat kesehatan bank dari yang tergolong sehat, cukup sehat, kurang sehat, sampai tidak sehat. Dari fenomena-fenomena yang terjadi pada kasus Bank Century kita telah melihat bahwa bank ini jelas dalam kondisi tidak sehat. Hal ini bermula dari kalah kliring yang dialami Bank Century pada tanggal 18 November 2008. Setelah itu pelanggan / nasabah Bank Cetury tidak dapat mengambil atau melakukan transaksi dalam bentuk devisa karena tidak dapat melakukan kliring. Bahkan, mentransfer pun tidak mampu, Bank Century hanya dapat melakukan transfer uang ke tabungan jadi uang, tidak bisa keluar dari bank. Nasabah pun tentunya merasa dikhianati dan dirugikan karena mereka banyak menyimpan uangnya di Bank Century. Dari penjelasan singkat tersebut, banyak aspek yang dilanggar Bank Century terkait dengan Penilaian Kesehatan Bank. Bank ini tidak menjalankan operasional kegiatan dengan normal dan tidak memenuhi kewajiban-kewajiban perbankannya serta telah melanggar banyak ketentuan-ketentuan perbankan.
4. Bank Indonesia adalah bank sentral di negara Indonesia yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di

tanah air. A. Sejarah Bank Indonesia Awal mula berdiriya Bank Indonesia berasal dari De Javasche Bank N.V yang terbentuk pada tanggal 10 Oktober 1827 dan berfungsi untuk membantu pengurusan keuangan pemerintah Belanda. Lalu De

Javasche Bank N.V dinasionalisir pemerintah Republik Indonesia tanggal 6 Desember 1951 dengan
Undang-undang nomor 24 tahun 1951 dan status Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dikukuhkan lagi dalam Undang-undang RI nomor 23 tahun 1999. B. Tujuan Bank Indonesia Menurut Undang-undang RI nomor 23 tahun 1999 Bab III Pasal 7, tujuan Bank Indonesia adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan rupiah, yang terkandung di dalamnya kestabilan nilai mata uang rupiah terhadap barang dan jasa serta terhadap mata uang negara lain. C. Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Bank Indonesia mempunyai status dan kedudukan sebagai lembaga keuangan yang independen (bebas dari campur tangan pihak lain dalam menjalankan tugas dan wewenangnya) dan sebagai badan hukum publik (aturan mengenai Bank Indonesia diatur dan ditetapkan Undang-Undang) D. Modal Bank Indonesia Jumlah minimum Modal Bank Indonesia sebesar dua trililiun rupiah dan harus ditambah hingga mencapai 10 % dari seluruh kewajiban moneter, yang dapat bersumber dari cadangan umum maupun revaluasi aset. E. Tugas Bank Indonesia Tugas Bank Indonesia seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 antara lain : Menetapkan dan Melaksanakan Kebijakan Moneter Dengan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia berwenang untuk : Membuat sasaran-sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi Memberi kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah Melaksanakan kebijakan nilai tukar Mengelola cadangan devisa Menyelenggarakan survei Melakukan pengendalian moneter dengan berbagai cara, antara lain : - Operasi pasar terbuka di pasar uang - Penetapan tingkat diskonto - Penetapan cadangan wajib minimum - Pengaturan kredit atau pembiayaan Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran. Dalam tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk : Menetapkan penggunaan alat pembayaran. Mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan tentang kegiatannya. Melaksanakan dan memberikan persetujuan serta izin atas penyelanggaran jasa sistem pembayaran. Menetapkan bahan, macam, tanggal, harga, serta ciri uang yang akan dikeluarkan. Mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik, dan memusnahkan uang dari peredaran, termasuk memberikan penggantian dengan nilai yang sama.

Mengatur sistem kliring antar bank. Menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank. Mengatur dan Mengawasi Bank Dengan tugas mengatur dan mengawasi bank, Bank Indonesia berwenang untuk : Menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan. Memberikan izin pembukaan, penutupan. dan pemindahan kantor bank. Mengatur dan mengembangkan informasi antar bank. Memberikan persetujuan mengenai kepemilikan dan kepengurusan bank. Memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan usaha tertentu. Mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan. dan penjelasan sesuai prosedur yang ditetapkan Bank Indonesia. Melakukan pemeriksaan bank. Memberikan ataupun mencabut izin usaha bank. Memerintahkan bank agar menghentikan sementara sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu. Mengambil tindakan apabila menurut penilaian Bank Indonesia hal tersebut membahayakan kelangsungan usaha bank yang bersangkutan dan atau membahayakan perekonomian nasional. Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk dengan undang-undang.

Pasca terbentuknya OJK, tugas BI sebagai bank sentral tidak lagi mencakup tugas pengaturan dan pengawasan perbankan.
F. Hubungan dengan Pemerintah Hubungan Bank Indonesia dengan pemerintah seperti yang dituangkan dalam Undang-undang No.23 tahun 1999 adalah sebagai berikut : o Bank Indonesia sebagai penanggung jawab (pemegang) kas Pemerintah o Menyarankan ataupun memberikan pendapat kepada pemerintah tentang wewenang Bank Indonesia. o Pemerintah wajib meminta pendapat Bank Indonesia dalam sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas dan kewenangan Bank Indonesia. rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta kebijakan lain yang berhubungan dengan tugas dan

o Apabila Pemerintah ingim menerbitkan surat-surat hutang negara, pemerintah wajib terlebih dulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. o Bank Indonesia dapat membantu penerbitan surat-surat hutang negara yang diterbitkan pemerintah. o Bank Indonesia tidak boleh memberikan kredit kepada pemerintah G. Hubungan dengan Dunia Internasional Bank Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan bank sentral lainnya, organisasi, dan lembaga internasional.

Вам также может понравиться