Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
1. PERMASALAHAN
Perdagangan merupakan transaksi jual beli barang yang dilakukan antara penjual
dan pembeli di suatu tempat. Transaksi perdagangan dapat timbul jika terjadi
distribusi barang. Kegiatan perdagangan bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab
Menurut sejarah, internet pertama kali muncul pada tahun 1969 di amerika
Serikat dengan nama Advanches Researches Project Agence (ARPA), ARPA atau
1
Mariam Darus Badrulzaman et al, Kompilasi Hukum Perikatan, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, h.267.
1
ARPANET ini didesain untuk mengadakan sistem desentralisasi internet.2 Lalu
Internet, termasuk electronic mail (E-mail) yang berkembang sampai tahun 1994,
pada saat mana ilmu pengetahuan memperkenalkan World Wide Web (WWW).
teknologi informasi. Penggunaan internet yang semakin luas dalam kegiatan bisnis,
industri dan rumah tangga telah mengubah pandangan manusia. Dimana kegiatan-
kegiatan diatas pada awalnya dimonopoli oleh kegiatan fisik kini bergeser menjadi
kegiatan di dunia maya (Cyber world) yang tidak memerlukan kegiatan fisik.
network) dengan semakin populernya internet, seakan telah membuat dunia semakin
menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas negara berikut
informasi di Indonesia, maka transaksi jual beli barang pun yang pada awalnya
bersifat konvensional perlahan-lahan beralih menjadi transaksi jual beli barang secara
elaktronik yang menggunakan media internet yang dikenal dengan e-commerce atau
Ibid.
2
E-commerce dapat dipahami sebagai kegiatan transaksi perdagangan baik barang
dan jasa melalui media elektronik yang memberikan kemudahan didalam kegiatan
dan kemudahannya, membahas tentang hukum e-commerce maka tidak akan lepas
dari hukum internet (cyber law). Internet adalah dunia virtual/dunia maya yang
memiliki komunitas yang sangat khas, yaitu tentang bagaimana aplikasi teknologi
komputer yang berlangsung secara online pada saat sipengguna internet menekan
atau telah terkoneksi dengan jaringan yang ada. Maka dalam konteks ini pula maka
aspek hukum yang melekat dari mekanisme e-commerce adalah berinteraksi dengan
aplikasi jaringan internet yang digunakan oleh pihak yang melakukan transaksi
juta pengguna dan diprediksi akan mencapai 40 juta pengguna pada akhir tahun
2008. Sebelum keluarnya Undang-undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan
undang nomor 12 tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-undang nomor 14 tahun
3
3
2001 tentang Paten, Undang-undang nomor 15 tahun 2001 tentang Merek, Undang-
Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dua hal penting yakni, pertama
4
Walaupun beberapa permasalahan yang ada sudah dapat diselesaikan dengan
commerce masih perlu untuk dikaji lebih dalam, apakah UU ITE sudah mampu
oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi dan
iklan, maupun penawaran secara langsung. Jika tidak berhati-hati dalam memilih
eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpa disadari,
konsumen tidak perlu keluar rumah untuk berbelanja disamping itu pilihan
barang/jasapun beragam dengan harga yang relatif lebih murah. Hal ini menjadi
tantangan yang positif dan sekaligus negatif. Dikatakan positif karena kondisi
tersebut dapat memberikan manfaat bagi konsumen untuk memilih secara bebas
jenis dan kualitas barang/jasa sesuai dengan kebutuhannya. Dikatakan negatif karena
kondisi tersebut menyebabkan posisi konsumen menjadi lebih lemah daripada posisi
pelaku usaha.5
5
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visi Media, Yogyakarta, 2008, h..3.
5
Menurut Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
terhadap konsumen sering terjadi karena masih rendahnya kesadaran konsumen akan
haknya. Tentunya, hal ini terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh
karena itu keberadaan UUPK adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi upaya
pemberdayaan konsumen.
Jika dilihat lebih lanjut, konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada
tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang dikonsumsi.
Lebih dari itu, konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position (posisi tawar)
yang berimbang dengan pihak pelaku usaha. Hal ini terlihat sekali pada perjanjian
baku yang siap untuk ditandatangani dan bentuk klausula baku atau ketentuan baku
mengharapakan kesadaran dari pelaku usaha terlebih dahulu. Karena prinsip yang
6
Ibid, h. 29.
6
modal seminimal mungkin. Artinya, dengan pemikiran umum seperti ini, sangat
mungkin konsumen akan dirugikan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari latar belakang masalah diatas, dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai
berikut :
II. Upaya Hukum apa yang dapat di lakukan bagi konsumen yang dirugikan
dibahas dalam satu tulisan terlebih dalam bentuk penulisan skripsi. Maka dalam
penulisan ini ruang lingkup masalah hanya dibatasi pada pembahasan perlindungan
transaksi e-commerce menurut UUPK dan UU ITE, dan juga akan dibahas mengenai
7
upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen dalam hal konsumen dirugikan
dalam e-commerce.
2. Kerangka Teori
”Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih”
Pengertian perjanjian diatas belumlah lengkap dan terlalu luas, belum lengkap
karena perumusan diatas hanya mengenai perjanjian sepihak saja dan dikatakan
terlalu luas karena cakupan rumasan diatas bisa saja keluar dari maksud perjanjian
dalam KUHPerdata yakni pada lapangan hukum kekayaan. Sehingga pasal 1313
dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu
hal mengenai harta kekayaan.8 Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 syarat
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993,
h.225.
8
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut tidak akan diakui oleh
mengakui dan mematuhi perjanjian yang mereka buat, walaupun tidak mematuhi
syarat-syarat, perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila suatu saat ada pihak yang
hakim akan menyatakan perjanjian itu batal. Syarat pertama dan kedua yakni
pelaku sedangkan syarat kedua merupakan syarat obyektif karena menyangkut obyek
dari perjanjian.
Benda dapat dibedakan menjadi dua, yakni benda bergerak dan benda tak
bergerak, arti penting pembedaan ini terletak pada penguasaan, pengalihan, daluarsa
dan pembebanan.9 Penguasaan pada benda bergerak berlaku asas yang terkandung
dalam Pasal 1977 KUHPerdata yakni siapa yang meguasai benda bergerak adalah
pemiliknya sedangkan pada benda tidak bergerak asas ini tidak berlaku, pengalihan
pada bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan nyata karena beziter benda
bergerak adalah pemilik dari benda tersebut sedangkan pengalihan benda tidak
bergerak dilakukan dengan balik nama, benda bergerak tidak mengenal daluarsa
9
Ibid, h. 75.
9
benda yang lazim di perjualbelikan adalah benda bergerak karena lebih mudah untuk
pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti
internet atau televisi, www, atau jaringan komputer lainnya. Sedangkan Julian Ding
10
10
Yakni perdagangan yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana barang
Yakni perdagangan yang melibatkan dua atau lebih pihak, dimana pihak
yang satu adalah produsen atau penjual akhir dan di lain pihak adalah
Dalam kegiatan perniagaan model B2C, transaksi memiliki peran yang sangat
penting. Pada umumnya, makna transaksi sering direduksi sebagai perjanjian jual
beli antar para pihak yang bersepakat untuk itu. Padahal dalam perspektif yuridis,
ataupun hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Makna yuridis dari
transaksi pada dasarnya lebih ditekankan pada aspek materiil dari hubungan hukum
yang disepakati oleh para pihak bukan perbuatan hukum formilnya. Oleh karena itu,
12
Soemadiningrat Otje Salman, Prinsip-prinsip Cyber Law Dalam Hukum Positif di Indonesia,
http://hk.unikom.ac.id/download/PRINSIP-PRINSIP%20CYBER%20LAW%20DALAM%20.doc,
bahan diakses tanggal 5 Desember 2008.
11
”setiap orang pemakai barang barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun
mahkluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
dan/atau jasa yang digunakan untuk diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya, dan
3. Tujuan Penulisan
Dalam suatu tulisan haruslah mempunyai tujuan yang hendak dicapai, terlebih
masyarakat.
12
Adapun tujuan khusus penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
commerce
4. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini metode penulisan yang dipergunakan adalah sebagai
berikut :
Dalam skripsi ini, penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif
(normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji
konsmen dan transaksi elektronik dalam UUPK serta UU ITE yang kemudian
13
Soejono dan H. Abdurahman, Metode penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, h. 56.
13
dijadikan sebagai landasan untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan
(the statute approach) dan pendekatan analisa konsep hukum (analytical and
commerce.
penulisan ini yang digunakan adalah KUH Perdata, UUPK, dan UU ITE.
14
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Nornatif Suatu Tinjauan Singkat, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 13.
15
Ibid, h. 31.
14
II. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
III. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
dan kualifikasi hukum. Kualifikasi fakta dan kualifikasi hukum ini dilakukan dengan
16
Ibid, h. 32.
17
Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, h. 246.
18
15
cara mengutip kepustakaan yang berhubungan dengan perlindungan konsumen dan e-
commerce.
metode interpretasi hukum. Dalam hal ini, interpretasi yang dipergunakan yakni
permasalahan yang ada. Hasil dari analisis ini kemudian ditarik kesimpulan secara
sistematis agar tidak menimbulkan kontradiksi antara bahan hukum yang satu dengan
bahan hukum yang lain. Terakhir diberikan pendapat-pendapat atas interpretasi dari
16
BAB II
17
1.1. Pengertian dan Sejarah Hukum Perlindungan Konsumen
bermasyarakat. hukum perlindungan konsumen terdiri dari dua unsur yakni “hukum
dan “perlindungan konsumen”. Unsur yang pertama yakni “hukum” memiliki banyak
a. Menurut O. Notohamidjojo
berorientasi pada dua asas, yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan
b. Menurut Aristoteles
Hukum adalah suatu jenis ketertiban dan hukum yang baik adalah ketertiban yang
baik, akal yang tidak dipengaruhi oleh nafsu dan jalan tengah.20
c. Menurut Plato
Hukum adalah pikiran yang masuk akal (reason thought, logismos) yang
19
Dardji Darmodihardjo, “Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, h. 11.
20
H. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007, h. 18.
18
hukum semata-mata bertumpu dari kekuatan yang memerintah (governing
power).21
konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang lebih luas. Az. Nasution
hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan
penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam
kehidupan bermasyarakat.22 Disamping itu Az. Nasution dalam bukunya yang lain
asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen, di
Ibid.
22
Az. Nasution, “Hukum Perlindungan Konsumen” (Suatu Pengantar), Diadit Media, Jakarta,
2001, h. 22, selanjutnya disebut Az. Nasution 1.
23
19
Az. Nasution mengakui asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah konsumen itu tersebar dalam berbagai bidang hukum, baik
khusus dari hukum konsumen adalah “Keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
“Hukum konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan masalah
konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial
ekonomi, daya saing, maupun tingkat pendidikan. Rasionya adalah sekalipun
tidak selalu tepat, bagi mereka yang berkedudukan seimbang demikian, maka
mereka masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak
mereka yang sah. Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi
pihak-pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam
masyarakat itu tidak seimbang.”25
Az. Nasution, Hukum dan Konsumen : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan
Konsumen Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, h. 64-65, selanjutnya disebut Az.
Nasution 2.
24
Ibid, h. 64.
25
Ibid, h. 67.
20
Pada dasarnya baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen
Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta bagaimana
memenuhi kebutuhannya.26
konsumen menurut UUPK pasal 1 angka 2 adalah “setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”
26
N.H.T. Siahaan, Hukum Konsumen (perlindungan konsumen dan tanggung jawab produk),
Panta Rei, Jakarta, 2005, h. 13.
21
ia menjual kembali barang tersebut maka ia bukan termasuk kategori konsumen
melainkan termasuk kategori pelaku usaha. Konsumen yang dimaksud dalam pasal 1
angka 2 UUPK adalah konsumen akhir, hal ini terlihat dalam penjelasan Pasal 1
di Indonesia baru mulai terjadi pada dekade 1970-an. Hal ini ditandai dengan
berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada bulan mei 1973
yang diketuai oleh Lasmidjah Hardi.28 Ketika itu, gagasan perlindungan konsumen
27
22
disampaikan secara luas melalui berbagai kegiatan advokasi konsumen, seperti
YLKI berdiri, kondisi politik bangsa Indonesia saat itu masih dibayang-bayangi
hukum yang resmi, yaitu bagaimana memberikan bantuan kepada masyarakat atau
konsumen.29
konsumen pertama di tanah air. Tujuan pendirian lembaga ini adalah untuk
membantu konsumen agar hak-haknya bisa terlindungi. Disamping itu, tujuan YLKI
adalah untuk meningkatkan kesadaran kritis konsumen tentang hak dan tanggung
Sebagai salah satu LPKSM, YLKI masih terus berkembang hingga kini dan tetap
Pada masa Orde Baru, pemerintah dan DPR tidak memiliki keinginan yang besar
29
N.H.T. Siahaan, op.cit, h. 9.
30
23
untuk mewujudkannya karena terbukti pengesahan rancangan undang-undang
tentang Perlindungan Konsumen selalu ditunda. Baru kemudian pada era reformasi,
Perlindungan Konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga
yakni :31
i. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 202, 203, 204, 205, 205,
263, 364, 266, 382 bis, 383, 388 dsb. Pasal-pasal tersebut mengatur pemidanaan
dari perbuatan-perbuatan :
c. memalsukan surat.
31
Erman Rajagukguk et al, Hukum perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000,
h. 8.
24
d. melakukan perjanjian curang.
obatan palsu.
ii. Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1473-1512 dan pasal 1320-1338.
dalam perjanjian.
bahan berbahaya yang bersifat racun atau berposisi racun terhadap kesehatan
manusia.
25
minuman dan obat, penandaan, cara berproduksi yang baik dan lain sebagainya.
dengan standar barang. salah satu pelaksanaan dari undang-undang ini adalah
standar-standar satuan, pelaksanaan tera dan tera ulang terhadap setiap alat ukur,
melakukan setiap transaksi menggunakan satuan alat ukur yang tidak benar.
bersifat umum, maka untuk melindungi kepentingan umum tersebut perlu adanya
dalam bentuk keputusan atau peraturan menteri, dapat ditemui dalam bidang
kesehatan seperti produk dan pendaftaran makanan dan minuman, wajib daftar
26
makanan, makanan daluwarsa, bahan tambahan makanan, penandaan, label dsb.
di bidang industri, umumnya ketentuan yang berkaitan dengan standar barang dan
dibidang jasa dapat dijumpai dalam peraturan yang berkaitan dengan transportasi.
a. Perlindungan tersebut berlaku untuk semua pihak baik yang berposisi sebagai
konsumen maupun pengusaha sebagai pengelola produksi barang atau jasa atau
instansi apapun.
definisi tentang Konsumen adalah seseorang atau sekelompok orang yang membeli
suatu produk untuk dipakai sendiri dan tidak untuk dijual kembali. Jika tujuan
pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau
distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya
konsumen adalah raja, oleh karena itu sebagai produsen yang memiliki prinsip
27
holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak
konsumen.32
kontrak yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak mengikat secara utuh dan terbatas
32
28
4) Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana pembangunan
Konsumen sebagai pengguna barang dan/atau jasa dan selaku pemakai akhir dari
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha dan memiliki peranan
yang sangat dominan dalam menentukan pilihan barang dan jasa yang akan
pengguna barang dan jasa memahami hak dan kewajibannya. Oleh sebab itu
konsumen memiliki hak, baik secara nasional maupun secara internasional. Hak
29
Secara internasional, hak konsumen terdapat dalam PBB: Guidelines for
dimana pun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak2 dasar tertentu,
terlepas dari kaya, miskin, ataupun status sosialnya.” hak-hak dasar tersebut adalah :
i. Asas Manfaat
30
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
31
b. Tujuan Perlindungan Konsumen
keselamatan konsumen.
32
ii. mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung
Kedua konsep yang disebutkan diatas adalah tujuan yang sebenarnya dari
perlindungan konsumen.
beberapa istilah yang dikenal pada umumnya seperti E-Commerce, WEB Contract,
dan Kontrak Dagang Elektronik. Namun dalam tulisan ini, istilah yang digunakan
adalah e-commerce.
menggunakan media elektronik. Media elektronik disini tidak terbatas pada internet
saja, namun karena penggunaan internet dewasa ini amat populer maka fokus
Onno W. Purbo dan Aang Wahyudi yang mengutip pendapat David Baum, 35
35
Onno W. Purbo dan Aang Wahyudi, Mengenal E-Commerce, PT Elex Media Komputindo, 2000,
Jakarta, h. 2.
33
and bussines procces that link enterprises, consumers and communities through
information”. bahwa e-commerce adalah suatu set dinamis teknologi, aplikasi, dan
36
Mariam Darus Badrulzaman et al, op.cit, h. 283.
37
34
i. “e-commerce can be defined as commercial activities conducted through
forth”
oleh alat elektronik, optik atau analog, termasuk EDI, E-mail, dan lain-
lain.
messaging technologies).
iii. “electronic Commerce may be defined as the entire set of process that
analysis”.
35
e-commerce dapat didefinisikan sebagai suatu set dari keseluruhan proses
analisa informasi.
yakni:38
vi. sistem terbuka, yaitu dengan internet atau WWW (World Wide Web)
bidang hukum perdata sebagai subsistem dari hukum perjanjian, maka e-commerce
memiliki asas-asas yang sama dengan hukum perjanjian pada umumnya seperti :39
38
36
b. Asas konsensual
d. Asas keseimbangan
e. Asas kepatutan
f. Asas kebiasaan
ketentuan tentang perikatan tetap berlaku, sehingga berlaku pula Pasal 1320 KUH
atau jasa melalui internet) dengan e-customer (pihak yang membeli barang atau jasa
melalui internet) yang terjadi di dunia maya atau di internet pada umumnya
37
dalam transaksi tersebut bukanlah paper document, melainkan dokumen elektronik
(digital document).40
Martines Nadal, seperti yang dikutip oleh Arsyad Sanusi memiliki banyak tipe dan
komunikasi lewat chatting ini adalah tulisan atau pernyataan yang terbaca
komputer.
Ibid.
38
E-mail adalah salah satu kontrak online yang sangat populer karena
pengguna e-mail saat ini amat banyak dan mendunia dengan biaya yang
sangat murah dan waktu yang efisien. Untuk memperoleh alamat e-mail
server atau ISP tertentu. Kontrak e-mail dapat berupa penawaran yang
produk atau jasa dalam suatu halaman web dan dalam halaman web
berikut: 42
42
39
Issuing Customer Bank Aquiring Merchant Bank
Berdasarkan gambar di atas maka tahapan dalam transaksi elektronik melalui e-
a. E-customer dan e-merchant bertemu dalam dunia maya melalui server yang
b. Transaksi melalui e-commerce disertai term of use dan sales term condition
d. Pada saat kedua belah pihak mencapai kesepakatan, kemudian diikuti dengan
pihak yaitu acquiring merchant bank dan issuing customer bank. Prosedurnya
e-customer memerintahkan kepada issuing customer bank untuk dan atas nama
40
e-customer melakukan sejumlah pembayaran atas harga barang kepada
perusahaan atau individu yang memiliki modal besar yang dapat memasarkan
waktu (24 jam), maka pelanggan dari seluruh dunia dapat mengaksesnya dan
Para penjual dan pembeli dalam transaksi e-commere tidak harus bertemu
muka secara langsung satu sama lainnya. Bahkan penjual tidak memerlukan
41
yang ditentukan, biasanya pembayaran dilakukan dengan menggunakan kartu
non digital, barang berwujud maupun tak berwujud, dan barang bergerak.
lagi membutuhkan pertemuan secara langsung antara para pelaku bisnis. Kemajuan
melalui internet baik itu kegiatan penawaran maupun pembelian. Ruang lingkup e-
Merupakan sistem komunikasi bisnis antar pelaku bisnis atau dengan kata lain
secara elektronik antar perusahaan yang dilakukan secara rutin dan dalam kapasitas
atau volume produk yang besar. Aktivitas e-commerce dalam ruang lingkup ini
ditujukan untuk menunjang kegiatan para pelaku bisnis itu sendiri. Karakteristik yang
44
Abdul Halim Barkatullah, Bisnis E-Commerce (studi sistem keamanan dan hukum di Indonesia),
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, h. 18.
42
i. Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka sudah
dan karena sudah sangat mengenal, maka pertukaran informasi dilakukan atas
ii. Pertukaran yang dilakukan secara berulang-ulang dan berkala format data
yang telah telah disepakati. Jadi service yang digunakan antara kedua sistem
iii. Salah satu pelaku tidak harus menunggu partners mereka lainnya untuk
mengirimkan data;
secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi
suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu contohnya “internet mall”. Konsumen
pada lingkup ini merupakan konsumen akhir yang merupakan pemakai, pengguna
dan/atau pemanfaat barang dan jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.
yang diperjualbelikan adalah produk barang dan jasa baik dalam bentuk berwujud
maupun dalam bentuk elektronik atau digital yang telah siap untuk dikonsumsi.
Perkembangan lingkup B2C ini membawa keuntungan tidak saja pada pelaku usaha
43
Karakteristik dari lingkup B2C ini adalah :
ii. Service yang diberikan bersifat umum sehingga mekanisme dapat digunakan
dilakukan antar konsumen untuk memnuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat
tertentu pula, lingkup C2C ini bersifat lebih mengkhusus karena transaksi dilakukan
sebagai sarana tukar menukar informasi tentang produk baik mengenai harga,
kualitas dan pelayanan. Selain itu customer juga dapat membentuk komunitas
produk atau pelayanan, dengan cepat dapat tersebar kepada konsumen lain melalui
komunitas yang dibentuk, hal ini membawa dampak positip bagi konsumen karena
dapat menaikkan posisi tawar konsumen terhadap pelaku usaha. Sehingga pelaku
usaha dituntut untuk memberikan pelayanan yang lebih baik bagi konsumennya.
2008 merupakan dasar hukum utama bagi e-commerce di Indonesia. UU ITE ini
44
disahkan pada tanggal 21 april 2008 dan mulai berlaku pada saat diundangkan (Pasal
54 ayat 1). Arti penting dari UU ITE ini bagi transaksi e-commerce adalah :
iii. UU ITE berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan hukum,
Sehingga jangkauan UU ini tidak hanya bersifat lokal saja tetapi juga
internasional.
45
vi. Undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan jo. Undang-
BAB III
daripada penjual atau merchant-nya. Atau dengan kata lain hak-hak konsumen dalam
transaksi e-commerce lebih rentan untuk dilanggar. Hal ini disebabkan karena
tidak terjadi pertemuan secara fisik antara konsumen dengan penjualnya yang
dalam UUPK dan UU ITE. UUPK merupakan dasar hukum bagi perlindungan
46
pembahasan berikut akan dijabarkan berbagai permasalahan yang penting seputar
1. Privasi
themselves when, how, and what extent information about them is communicated to
oleh masyarakat, namun lain halnya dengan negara lain dimana privasi dianggap
suatu hal yang amat penting sebagai bagian dari hak pribadi seseorang. Pengertian
yang lebih luas dari sekedar kerahasiaan yang meliputi hak untuk bebas dari
gangguan, hak untuk tetap mandiri, hak untuk dibiarkan sendiri, hak untuk
mengontrol peredaran dari informasi tentang seseorang dan dalam hal apa saja
Pada umumnya ada tiga aspek dari privasi, yaitu privasi mengenai pribadi
seseorang, privasi dari data seseorang dan privasi atas komunikasi seseorang.47
45
Edmon Makarim, Pengantar Hukum Telematika, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h.
159.
46
Ibid, h. 162.
47
Ibid, h. 160.
47
Permasalahan yang muncul dalam transaksi e-commerce adalah pelanggaran
terhadap privasi dari data tentang seseorang atau dengan kata lain disebut “data
a) Cookies
Cookies adalah suatu aplikasi kecil yang ditempatkan dalam hard drive
informasi mengenai nomor kartu kredit, situs-situs yang dikunjungi, alamat e-mail,
minat maupun pola belanja. Informasi tersebut digunakan untuk melacak kunjungan-
kunjungan ke suatu situs serta untuk mengetahui apa yang disukai atau tidak disukai
Dengan adanya cookies dalam hard drive konsumen, maka setiap kali konsumen
tertentu saja yang menurut cookies disukai oleh konsumen yang bersangkutan. Hal
ini dapat saja membuat konsumen lebih mudah dalam berbelanja melalui internet
48
namun konsumen tidak dapat mengetahui/memilih produk selain yang ditawarkan
oleh cookies karena cookies memblokir akses terhadap produk-produk lain selain
yang ditawarkan oleh cookies itu sendiri. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap
hak-hak konsumen terutama terhadap hak untuk memilih barang dan jasa sesuai
melakukan transaksi jual beli atau memanfaatkan fitur lengkap dari suatu situs. 48
Form registrasi dari suatu situs mewajibkan pengunjung untuk mengisi informasi-
informasi pribadi seperti nama, alamat e-mail, alamat dan kota tempat tinggal, user
name dan password, jenis kelamin, tanggal lahir, penghasilan, pekerjaan. Bahkan ada
pengunjung/konsumen tidak dapat menikmati fitur lengkap dari suatu situs atau
konsumen tidak mengetahui penggunaan dari data pribadinya, terlebih lagi terhadap
informasi-informasi sensitif seperti nama, alamat dan nomor kartu kredit yang
48
49
apabila disalahgunakan dapat membahayakan dan merugikan pemilik informasi
tersebut.
UU ITE sudah memberikan perlindungan terhadap data pribadi seseorang, hal ini
diatur dalam pasal 26. Dalam ayat 1 disebutkan bahwa “kecuali ditentukan lain oleh
elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
orang yang bersangkutan”. Cakupan dari pengertian data pribadi yang dianut oleh
(1) Hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam
gangguan.
(2) Hak untuk berkomunkasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-
matai.
(3) Hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan
data seseorang.
Pada umumnya setiap website e-commerce seperti e-bay dan amazon telah
mengenai penggunaan cookies, data pribadi apa saja yang dikumpulkan, jaminan
privasi oleh website e-commerce adalah tindakan yang tepat, karena kebijakan
50
seperti rakitan.com, indo-lcd.com dan lain-lain. Sebaiknya UU ITE juga
Perlindungan hukum terhadap data pribadi oleh Pasal 26 UU ITE sudah cukup
memadai, selain karena cakupan pengertian data pribadi yang dianut cukup luas, juga
memberikan hak mengajukan gugatan kepada orang yang dirugikan atas penggunaan
data pribadi orang yang bersangkutan (UU ITE Pasal 26 ayat 2).
2. Klausula Baku
Dalam dunia usaha, terdapat klausula baku / perjanjian baku yang menempatkan
posisi tidak seimbang antara pelaku usaha dan konsumen, yang pada akhirnya
melahirkan suatu perjanjian yang merugikan salah satu pihak yang dalam hal ini
istilah klausula baku yang menurut Pasal 1 ayat (10) UUPK dirumuskan sebagai
berikut :
“Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha
yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan
wajib dipenuhi oleh konsumen”
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyatakan,
“UUPK tidak melarang pelaku usaha untuk membuat klausula baku atas setiap
dokumen dan/atau perjanjian transaksi usaha perdagangan barang dan/ atau jasa,
selama dan sepanjang perjanjian baku dan/ atau klausul baku tersebut tidak
51
mencantumkan ketentuan sebagaimana dilarang dalam Pasal 18 ayat (1), serta
tidak “berbentuk” sebagaimana dilarang dalam pasal 18 ayat (2) UUPK
tersebut”.49
untuk menghemat waktu dalam setiap kegiatan jual beli, amat tidak efisien apabila
setiap terjadi transaksi jual beli antara pihak penjual dan pembeli mereka
membicarakan mengenai isi kontrak jual beli. Oleh karena itu dalam suatu kontrak
beli.
mutlak. Karena dalam transaksi e-commerce para pihak tidak berinteraksi secara
adalah internet. Saat konsumen hendak membeli suatu barang pada suatu website,
beli pada umumnya. Perjanjian (term and condition) inilah yang dapat dikategorikan
sebagai klausula baku, karena isi dari perjanjian tersebut ditetapkan secara sepihak
oleh penjual/merchant. Disini pihak konsumen tidak bisa memprotes isi daripada
49
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2000, h. 57.
52
mempunyai dua pilihan yakni menerima atau membatalkan pesanan. Apabila dalam
dunia nyata persetujuan terhadap klausula baku tersebut dilakukan dengan perbuatan
Dalam UUPK penggunaan klausula baku pada prinsipnya tidak dilarang, namun
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha.
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen.
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen.
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang
yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
50
53
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen.
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi manfaat harta kekayaan konsumen yang
menjadi objek jual beli jasa.
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya.
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan
dengan undang-undang ini.
Walaupun UUPK secara jelas mengatur mengenai tata cara pembuatan klausula
baku, namun dalam praktek masih terjadi penyimpangan terlebih lagi dalam transaksi
e-commerce dimana segala kegiatan transaksi dilakukan dengan proses “klik” tanpa
54
sengketa, dalam hal ini sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang
usaha yang berkedudukan di luar negeri. Hal ini terlihat dalam rumusan
oleh UUPK, sehingga mau tidak mau konsumen tunduk pada ketentuan
55
amazon.com berlaku the laws of state of Washington.”51 Dengan demikian
Washington dan hal ini tentu memakan biaya yang tidak sedikit.
berlaku asas bahwa hukum yang dipilih para pihak dalam kontrak tidak
51
56
dapat mengesampingkan kaidah-kaidah memaksa (mandatory laws) dari
kartu kredit atau transfer antar bank) atas barang yang dibeli, barulah
pesanannya akan diproses oleh pelaku usaha atau penjual. Hal ini tentu
yang dipesan, isi dan mutu barang tidak sesuai dengan pesanan atau
52
57
dalam hal menawarkan barang atau jasa melalui pesanan, dimana
Dengan adanya Pasal 16 ini, maka pelaksanaan janji yang diberikan oleh
pelaku usaha dapat lebih terjamin. Selain jaminan yang diberikan oleh
erat kaitannya dengan keberadaan pelaku usaha usaha, atau dengan kata
58
Otensitas sama artinya dengan autentik, autentik menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia artinya dapat dipercaya, asli atau sah.53 Masalah otensitas para subyek
hukum dalam transaksi e-commerce menjadi isu yang penting untuk dibahas karena
Dasar hukum bagi perjanjian di Indonesia diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Dalam pasal 1320 ini terdapat 4 syarat untuk sahnya suatu perjanjian yakni :
Syarat 1 dan 2 disebut syarat subyektif karena menyangkut individu yang membuat
salah satu syarat diatas dalam suatu perjanjian akan menimbulkan dampak hukum
yang berbeda tergantung syarat mana yang tidak dipenuhi. Apabila syarat 1 dan 2
tidak dipenuhi maka akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan,
sedangkan apabila syarat 3 dan 4 yang tidak dipenuhi maka akibat hukumnya adalah
53
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN Balai pustaka, Jakarta, 1976, h. 65.
59
Pada asasnya semua orang cakap untuk membuat perikatan/perjanjian, kecuali
yang tak cakap adalah mereka yang belum dewasa (genap berusia 21 tahun atau
mereka yang belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah) dan mereka yang di
bawah pengampuan (gila, dungu, mata gelap, lemah akal dan pemboros). 54 Namun
melakukan transaksi telah dewasa atau tidak berada di bawah pengampuan karena
proses penawaran dan penerimaan tidak dilakukan secara fisik melainkan melalui
suatu media elektronik yang rawan penipuan. Dalam transaksi e-commerce, sering
terjadi dimana konsumen yang belum dewasa melakukan pembelian dan pesanan
tersebut belum dewasa, ini terlihat dalam forum jual beli classyfield.chip.co.id
dimana 30 % dari pembeli dalam forum tersebut adalah anak-anak usia 15-20
tahun.55
Transaksi Elektronik (RPP ITE), hal ini telah mendapat pengaturan. Dalam Pasal 2
RPP ITE diatur mengenai syarat sahnya suatu transaksi elektronik, syarat tersebut
adalah :
54
55
http://forum.chip.co.id/chip-classifieds/118515-opini-pembeli-anda-adalah-
anak.html#post2063158, bahan diakses tanggal 1 januari 2009.
60
i. Dilakukan oleh subyek hukum yang cakap atau yang berwenang
Berdasarkan persyaratan diatas maka jelas bahwa apabila syarat kecakapan tidak
dipenuhi maka transaksi elektronik tersebut tidak sah/ tidak memiliki kekuatan
hukum sehingga berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata perjanjian tersebut dapat
validitas ini adalah sejauh mana kebenaran akan keberadaan suatu subyek hukum. 56
56
http://violetatniyamani.blogspot.com/2007/09/teori-validitas.html, bahan diakses tanggal 15
desember 2008.
61
Konsep validitas dalam e-commerce menjadi penting karena dapat mencegah
terjadinya penipuan, untuk mengetahui kemana ganti rugi harus diajukan dan
cara yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk menunjukkan validitasnya misalnya :
apabila terjadi kerusakan terhadap barang yang dibeli atau apabila barang
(Certification Authority).
Ini adalah salah satu bentuk validitas yang paling sederhana namun tingkat
62
dipesan dan kualitas barang yang dibeli dari suatu website, feed back yang
semakin yakin akan pelayanan website tersebut. Sistem ini sangat bagus,
yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan dan diawasi oleh pemerintah
dan pembuktian identitas pengguna dan pelanggan atau dengan kata lain CA bertugas
63
Peranan CA untuk menjamin otentisitas para pihak yang terlibat dalam transaksi e-
transaksi e-commerce seperti ”phising”. Phising sering diartikan sebagai suatu cara
oleh para pelaku kriminal untuk memancing seseorang agar mendatangi alamat web
melalui e-mail, salah satu tujuannya adalah untuk menjebol informasi yang sangat
pribadi dari sang penerima email, seperti password, nomor kartu kredit, dan lain-lain
mendapatkan pesan dari sebuah situs, lalu mengundangnya untuk mendatangi sebuah
situs palsu. Situs palsu dibuat sedemikian rupa yang penampilannya mirip dengan
situs aslinya, lalu ketika korban mengisikan password maka pada saat itulah penjahat
ini mengetahui password korban. Penggunaan situs palsu ini disebut juga dengan
istilah pharming.57 Bila suatu situs e-commerce menggunakan jasa CA, maka
otentisitas dari situs tersebut akan terjamin, sehingga konsumen dapat bertransaksi
mengenai phising yakni tercantum dalam Pasal 35, dimana disebutkan bahwa “Setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
64
dianggap seolah-olah otentik”, dimana pelanggaran terhadap Pasal 35 ini dikenakan
pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak 12 miliar rupiah
jasa CA, ini terlihat dalam Pasal 10 ayat 1 dimana disebutkan “Setiap pelaku usaha
Sertifikasi keandalan” (garis bawah dari penulis). Dari rumusan pasal tersebut dapat
ditafsirkan bahwa pelaku usaha tidak diwajibkan untuk menggunakan jasa CA,
sehingga tidak semua situs e-commerce dijamin otentisitasnya oleh CA. Seharusnya
Yang menjadi obyek transaksi e-commerce adalah barang atau jasa yang
diperjual belikan oleh pelaku usaha kepada setiap orang yang membeli barang dan
jasa melalui e-commerce. Namun tidak semua barang atau jasa dapat
65
KUHPerdata terdapat ketentuan yang mengatur mengenai barang-barang yang boleh
i. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan, baik yang ada
Apabila kedua hal tersebut diatas dilanggar, maka perjanjian jual beli dalam transaksi
UUPK tidak mengatur mengenai persyaratan tentang barang atau jasa yang boleh
pelaku usaha dalam memasarkan barang atau jasa (BAB IV UUPK Pasal 8-17).
Namun dari ketentuan yang tercantum dalam bab IV tersebut, dapat dijadikan acuan
mengenai barang atau jasa yang boleh untuk diperdagangkan. Dalam Pasal 8 ayat 1,
disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mengedarkan barang atau jasa yang :
58
66
V. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses,
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana
dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut.
VI. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label , etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang/jasa tersebut.
VII. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut.
VIII. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label.
IX. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.
X. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan dalam ayat 2 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud. Dalam
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar. Selain Pasal 8, terdapat juga Pasal
lain yang dapat dijadikan acuan mengenai barang-barang yang diperbolehkan dalam
menyesatkan.
67
iii. Pasal 11 mengatur mengenai barang-barang yang dijual secara lelang
atau obral.
janji dalam hal pembelian barang dibeli melalui pesanan. Hal ini
usaha untuk menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
produk yang ditawarkan (Pasal 9) dan melarang penyebaran berita bohong dan
pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain melainkan berhubungan
melalui media internet. Dalam e-commerce, pihak-pihak yang terkait tersebut antara
lain :
68
1. Penjual atau merchant yang menawarkan sebuah produk melalui Internet
3. Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau konsumen kepada
Pada dasarnya pihak-pihak dalam jual beli secara elektronik tersebut di atas,
merupakan pihak yang menawarkan produk melalui Internet, oleh karena itu penjual
bertanggung jawab memberikan informasi secara benar dan jujur atas produk yang
ditawarkan kepada pembeli atau konsumen (UU ITE Pasal 9). Di samping itu,
maksudnya barang yang ditawarkan tersebut bukan barang yang bertentangan dengan
59
69
sehingga barang yang ditawarkan adalah barang yang layak untuk diperjualbelikan
(UUPK Pasal 8). Penjual juga bertanggung jawab atas pengiriman produk atau jasa
yang telah dibeli oleh seorang konsumen. Dengan demikian, transaksi jual beli
termaksud tidak menimbulkan kerugian bagi siapa pun yang membelinya. Di sisi
lain, seorang penjual atau pelaku usaha memiliki hak untuk mendapatkan
pembayaran dari pembeli/konsumen atas harga barang yang dijualnya dan juga
beritikad tidak baik dalam melaksanakan transaksi jual beli elektronik ini. Jadi,
pembeli berkewajiban untuk membayar sejumlah harga atas produk atau jasa yang
Seorang pembeli memiliki kewajiban untuk membayar harga barang yang telah
dibelinya dari penjual sesuai jenis barang dan harga yang telah disampaikan antara
penjual dan pembeli tersebut, selain itu mengisi data identitas diri yang sebenar-
mendapatkan informasi secara lengkap atas barang yang akan dibelinya itu. Pembeli
juga berhak mendapat perlindungan hukum atas perbuatan penjual/pelaku usaha yang
Bank sebagai perantara dalam transaksi jual beli secara elektronik, berkewajiban
dan bertanggung jawab sebagai penyalur dana atas pembayaran suatu produk dari
pembeli kepada penjual produk itu karena mungkin saja pembeli/konsumen yang
berkeinginan membeli produk dari penjual melalui Internet yang letaknya berada
70
saling berjauhan sehingga pembeli termaksud harus mengunakan fasilitas Bank untuk
melakukan pembayaran atas harga produk yang telah dibelinya dari penjual,
misalnya dengan proses pentransferan dari rekening pembeli kepada rekening penjual
(acount to acount).
Provider merupakan pihak lain dalam transaksi jual beli secara elektronik, dalam
hal ini provider memiliki kewajiban atau tanggung jawab untuk menyediakan
layanan akses 24 jam kepada calon pembeli untuk dapat melakukan transaksi jual
beli secara elektronik melalui media Internet dengan penjualan yang menawarkan
produk lewat Internet tersebut, dalam hal ini terdapat kerja sama antara
penjual/pelaku usaha dengan provider dalam menjalankan usaha melalui Internet ini.
dilakukan dengan memadukan jaringan (network) dari sistem yang informasi berbasis
tekomunikasi. Hubungan hukum yang terjadi dalam transaksi jual beli secara
elektronik tidak hanya terjadi antara pengusaha dengan konsumen saja, tetapi juga
dalam hal ini, baik pembeli maupun penjual adalah sebuah perusahaan dan
saling mengetahui satu sama lain dan transaksi jual beli tersebut dilakukan
71
2. Costumer to costumer, merupakan transaksi jual beli yang terjadi antar
Dengan demikian, pihak-pihak yang dapat terlibat dalam satu transaksi jual beli
secara elektronik, tidak hanya antara individu dengan individu tetapi juga dengan
dengan pemerintah, dengan syarat bahwa para pihak termasuk secara perdata telah
memenuhi persyaratan untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum dalam hal ini
Pada dasarnya proses transaksi jual beli secara elektronik tidak jauh berbeda
1. Penawaran, yang dilakukan oleh penjual atau pelaku usaha melalui website
berisi catalog produk dan pelayanan yang akan diberikan. Masyarakat yang
ditawarkan oleh penjual. Salah satu keuntungan jual beli melalui toko
60
72
online ini adalah bahwa pembeli dapat berbelanja kapan saja dan dimana
saja tanpa dibatasi ruang dan waktu. Penawaran dalam sebuah website
atau poll otomatis tentang barang yang diisi oleh pembeli sebelumnya,
media Internet memasuki situs milik penjual atau pelaku usaha yang
menggunakan media Internet dan memasuki situs milik pelaku usaha yang
berisikan penawaran atas suatu barang yang ditawarkan oleh penjual atau
pelaku usaha. Setiap orang yang berminat untuk membeli barang yang
usaha yang menawarkan barang tersebut. Pada transaksi jual beli secara
73
elektronik khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan
memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha,
dan jika calon pembeli atau konsumen itu tertarik untuk membeli salah
satu barang yang ditawarkan, maka barang itu akan disimpan terlebih
nasionalnya.
74
pembeli berbeda, maka pembayaran dapat dilakukan melalui cash
atas barang yang telah ditawarkan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal
Berdasarkan proses transaksi jual beli secara elektronik yang telah diuraikan di
atas yang telah menggambarkan bahwa ternyata jual beli tidak hanya dapat dilakukan
secara konvensional, dimana antara penjual dengan pembeli saling bertemu secara
lansung, namun dapat juga hanya melalui media Internet, sehingga orang yang saling
berjauhan atau berada pada lokasi yang berbeda tetap dapat melakukan transaksi jual
beli tanpa harus bersusah payah untuk saling bertemu secara langsung, sehingga
62
75
meningkatkan efektifitas dan efisiensi waktu serta biaya baik bagi pihak penjual
maupun pembeli.
transaksi elektronik harus dilakukan secara aman, andal dan dapat beroperasi
elektronik tersebut;
76
e. Memiliki fitur untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
berkelanjutan;
produk melalui sistem elekronik harus menyediakan informasi yang dilengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Dalam Pasal 10 ayat (1) UUITE dijelaskan bahwa “setiap pelaku usaha yang
maka dalam Pasal 12 ayat (1) UU ITE disebutkan bahwa “setiap orang yang terlibat
tangan elektronik yang digunakannya”. Dalam Pasal 12 ayat (2) UU ITE dijelaskan
bahwa “pengamanan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya meliputi ;
1. Sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak ;
penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan tanda tangan
elektronik ;
77
3. Penanda tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang
tangan elektronik.
Pasal 12 ayat (3) UUITE juga menjelaskan bahwa “setiap orang yang melakukan
pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas
segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul. Artinya setiap orang
bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul akibat pelanggaran yang
78
BAB IV
dalam setiap transaksi yang dilakukan hal inilah yang mendorong pesatnya
1.1. Wanprestasi
suatu perjanjian maka melahirkan juga apa yang disebut sebagai prestasi, yaitu
kewajiban suatu pihak untuk melaksanakan hal-hal yang ada dalam suatu perjanjian.
prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak kepada
para pihak. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penjual merupakan kerugian bagi
79
pihak konsumen. Bentuk-bentuk daripada wanprestasi yang dilakukan oleh pelaku
tersebut tanggal 12 juli 2001, seharusnya cakes atau kue ulang tahun
tersebut sampai di tempat pembeli pada tanggal 19 juli 2001. Akan tetapi,
melakukan wanprestasi.64
63
M. Arsyad Sanusi, E-commerce : hukum dan solusinya, PT Mizan Grafika Sarana, Jakarta,
2007, h. 34.
64
80
Situs e-commerce besar seperti amazon.com dan playasia.com yang selalu
b) Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sesuai dengan apa yang
dijanjikan
sebuah hardware komputer pada forum jual beli kaskus.us. menurut gambar
tersebut adalah barang bekas. Perlengkapan yang ada menurut iklan tersebut
adalah hardware, Cd driver, buku manual operasi, kabel power dan sebuah
pada nomor “a”. jika barang yang dipesan datang terlambat, tetapi tetap
81
d) Melakukan Sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan
penjual tersebut dapat berasal dari form registrasi yang diisi oleh konsumen
sendiri dan cookies yang berasal dari situs penjual. Penyebaran terhadap
informasi pribadi ini tentu akan akan merugikan konsumen, terlebih lagi
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam dunia cyber terdapat berbagai jenis
semakin meningkat pesat menarik minat para penjahat cyber. Kejahatan dalam dunia
cyber sering disebut dengan cyber crimes. Jenis-jenis dari e-crime adalah sebagai
berikut :
82
v. Para pengguna internal sebuah organisasi melakukan akses-akses ke
organisasi.
Kesemua jenis cyber crime tersebut menimbulkan kerugian yang amat besar bagi
korbannya, sebab data yang dicuri pada umumnya adalah data yang sensitif seperti
nomor kartu kredit, nama korban, username atau password dan lain-lain.
2. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen dalam hal terjadi
masalah hukum. Dalam E-commerce terdapat dua macam upaya hukum yakni :
Upaya hukum preventif dapat diartikan sebagai segala upaya yang dilakukan
guna mencegah terjadinya suatu peristiwa atau keadaan yang tidak diinginkan.
Dalam transaksi e-commerce, keadaan yang tidak diinginkan ini adalah terjadinya
kerugian, khususnya kerugian pada pihak konsumen. Upaya preventif perlu untuk
65
Abdul Wahid dan Mohhamad Labib, Kejahatan Mayantara (cyber crime), Refika Aditama,
Malang, 2005. h. 80.
83
diterapkan mengingat penyelesaian sengketa e-commerce relatif sulit, memerlukan
waktu yang lama dalam penyelesaiannya dan tidak jarang memerlukan biaya yang
tinggi. Sebagai contoh dua orang Hongkong dan Austraia memerlukan waktu 5 bulan
untuk mendapatkan refund (pembayaran kembali) atas barang yang dibeli. Maka dari
itu, sengketa e-commerce sebisa mungkin harus dicegah. Dalam usaha-usaha untuk
bertujuan untuk :
haknya sebagai konsumen dan mendorong pelaku usaha agar berusaha secara sehat.
Dalam era Informasi Teknologi (IT) seperti saat ini, pembinaan konsumen harus
84
cybercrime, karena ancaman pelanggaran terhadap hak-hak konsumen tidak hanya
berasal dari pelaku usaha saja tapi bisa juga datang dari pihak ketiga melalui
terkait (UUPK Pasal 29 ayat 2). Namun dalam praktek, peranan pemerintah dalam
usaha.
2.1.2. Pengawasan dan perlindungan oleh pemerintah maupun badan yang terkait
tercantum dalam UU ITE Pasal 40 ayat 2 dan UUPK Pasal 30 ayat 1, dimana dalam
85
Pasal 40 ayat 2 UU ITE disebutkan bahwa “Pemerintah melindungi kepentingan
terlihat dalam ayat 3, 4, dan 5 dimana apabila disimpulkan bahwa Instansi yang
memiliki data elektronik yang strategis wajib membuat cadangan (back up) terhadap
data elektronik tersebut dengan tujuan untuk kepentingan perlindungan data apabila
Pengawasan yang dilakukan pemerintah sudah terlaksana, hal ini terlihat dalam :
ii. Pengawasan terhadap bank yang memiliki data elektronik yang strategis
UU ITE).
66
Salah satu contoh implementasi Pasal 40 ayat 2 UU ITE yang sudah dilakukan oleh pemerintah
adalah pemblokiran website-website porno dan menghapus/memblokir website-website yang
menampilkan/menyediakan film fitna, dimana film tersebut mengandung muatan SARA.
86
dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat”. Pelaksanaan terhadap
ketentuan ini lebih banyak dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat misalnya
oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Hal ini disebabkan karena
menyelesaikan suatu permasalahan hukum yang sudah terjadi. Upaya hukum ini
digunakan apabila telah terjadi sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen.
UUPK Pasal 4 huruf e). Selain itu, salah satu kewajiban pelaku usaha adalah
(UUPK Pasal 7 butir f). Dalam transaksi e-commerce, banyak hal yang bisa
87
Transaksi e-commerce dapat bersifat internasional maupun bersifat nasional.
dengan melintasi batas suatu negara, hal ini sesuai dengan karakteristik e-commerce
yang bersifat borderless. Oleh karena itu, pembahasan dalam sub bab ini dibagi
menjadi dua yakni upaya hukum dalam hal transaksi terjadi secara internasional dan
Masalah yang muncul dalam hal terjadi sengketa pada transaksi e-commerce
transaksi e-commerce yang bersifat internasional terdapat dalam Pasal 18. Menurut
pasal 18 ayat (2) UU ITE para pihak berwenang untuk menentukan hukum yang
berlaku bagi transaksi e-commerce yang dilakukannya, maka dalam hal ini para
pihak sebaiknya menentukan hukum mana yang berlaku apa bila terjadi sengketa di
kemudian hari (choice of law). Dalam menentukan pilihan hukum, ada batasan-
1) Partijautonomie
Menurut prinsip ini, para pihak merupakan pihak yang paling berhak
menentukan hukum yang hendak mereka pilih dan berlaku sebagai dasar
penyelesaian sengketa sekiranya timbul suatu sengketa dari kontrak transaksi
67
Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Dultom, Cyber Law : aspek hukum teknologi informasi,
Refika Aditama, Bandung, 2005, Hal.167.
88
yang dibuat. Prinsip ini merupakan prinsip yang telah secara umum dan
tertulis diakui oleh sebagian besar Negara, seperti eropa, eropa timur,
Negara-negara asia afrika, termasuk Indonesia.
2) Bonafide
Menurut prinsip ini, suatu pilihan hukum harus didasarkan itikad baik, yaitu
semata-mata untuk tujuan kepastian, perlindungan yang adil, dan jaminan
yang lebih pasti bagi pelaksanaan akibat-akibat transaksi.
3) Real Connection
Beberapa sistem hukum mensyaratkan keharusan adanya hubungan nyata
antara hukum yang dipilih dengan peristiwa hukum yang hendak
ditundukkan/didasarkan kepada hukum yang dipilih.
5) Ketertiban Umum
Suatu pilihan hukum tidak boleh bertentangan dengan sendi-sendi asasi
hukum dan masyarakat, hukum para hakim yang akan mengadili sengketa
bahwa ketertiban umum merupakan pembatas pertama kemauan seseorang
dalam melakukan pilihan hukum.68
Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa kebebasan para pihak dalam melakukan
pilihan hukum bukanlah tanpa batas tapi harus memperhatikan prinsip dan batasan
sebagaimana diuraikan diatas. Namun ada kalanya para pihak tidak mencantumkan
klausula pilihan hukum dalam kontrak elektronik yang dibuatnya maka berdasarkan
Pasal 18 ayat (3) hukum yang berlaku bagi para pihak ditentukan berdasarkan pada
asas Hukum Perdata Internasional (HPI). Dalam HPI terdapat teori-teori untuk
68
Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis
Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000, h.70-71.
89
menentukan hukum mana yang berlaku bagi suatu kontrak internasional, teori
tersebut adalah :
1) Teori Lex loci contractus, hukum yang berlaku adalah hukum tempat dimana
kontrak dibuat. Teori ini merupakan teori klasik yang tidak mudah
diterapkan dalam praktek pembentukan kontrak internasional modern sebab
pihak-pihak yang berkontrak tidak selalu hadir bertatap muka membentuk
kontrak di satu tempat (contract between absent person). Dapat saja mereka
berkontrak melalui telepon atau sarana-sarana lainnya.
Alternatif yang tersedia bagi kelemahan teori ini adalah pertama, teori post
box dan kedua, teori penerimaan. Menurut teori post box, hukum yang
berlaku adalah hukum tempat post box di mana pihak yang menerima
penawaran (offer) itu memasukkan surat pemberitahuan penerimaan atas
tawaran itu. Sementara itu, menurut teori penerimaan, hukum yang berlaku
adalah hukum tempat di mana pihak penawar menerima menerima surat
pernyataan penerimaan penawaran dari pihak yang menerima tawaran.
2) Teori Lex loci solutionis, hukum yang berlaku adalah hukum tempat dimana
perjanjian dilaksanakan, bukan di mana tempat kontraknya ditandatangani.
Kesulitan utama kontrak ini adalah, jika kontrak itu harus dilaksanakan tidak
di satu tempat, seperti kasus kontrak jual beli yang melibatkan pihak-pihak
(penjual dan pembeli) yang berada di Negara berbeda, dan dengan sistem
hukum yang berbeda pula.
3) Teori the proper law of contract, hukum yang berlaku adalah hukum Negara
yang paling wajar berlaku bagi kontrak itu, yaitu dengan cara mencari titik
berat (center of gravity) atau titik taut yang paling erat dengan kontrak itu.
4) Teori the most characteristic connection, hukum yang berlaku adalah hukum
dari pihak yang melakukan prestasi yang paling karakteristik. Kelebihan
teori ini adalah bahwa dengan teori ini dapat dihindari beberapa kesulitan,
seperti keharusan untuk mengadakan kualifikasi lex loci contractus atau lex
loci solutionis, di samping itu juga dijanjikan kepastian hukum secara lebih
awal oleh teori ini.69
Selain para pihak dapat menentukan hukum yang berlaku, para pihak juga dapat
69
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia (Jilid III bagian 2 Buku ke-8),
Alumni, Bandung, 1998,h. 8-16.
90
sengketa lainnya yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka
Alasannya adalah bahwa dengan menggunakan ADR maka para pihak tidak perlu
dipusingkan dengan perbedaan sistem hukum, budaya dan bahasa.70 Dasar hukum
ADR di Indonesia adalah Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan
kegiatan e-commerce sepenuhnya bersifat online oleh karena itu sudah sewajarnya
pihak berkedudukan dinegara yang berbeda yang tentunya bila penyelesaian sengketa
dilakukan dengan pertemuan secara fisik akan memakan waktu dan biaya yang
sengketa secara online dengan menggunakan e-mail, hal ini tercantum dalam
ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU No.30 tahun 1999 yakni “Dalam hal disepakati
70
71
Edmon Makarim, op.cit, h. 180.
91
penyelesaian sengketa melalui arbitrase terjadi dalam bentuk pertukaran surat, maka
pengiriman teleks, telegram, faksimil, e-mail atau dalam bentuk sarana komunikasi
kainnya, wajib disertai dengan suatu catatan penerimaan oleh para pihak.” (huruf
mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai
tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang
jalur non litigasi digunakan untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, dalam
Pasal 45 ayat 4 UUPK disebutkan bahwa “jika telah dipilih upaya penyelesaian
ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh
para pihak yang bersengketa”. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dapat
92
pelaku usaha sendiri.72 Masing-masing badan ini memiliki pendekatan yang berbeda-
yang dapat berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen (UUPK Pasal
44 ayat 1 dan 2). YLKI menyediakan sarana dengan bentuk pengaduan terhadap
transaksi yang bermasalah yaitu dengan membuka pengaduan dari empat saluran
yang ada yaitu telepon, surat, dengan datang langsung ke kantor YLKI, dan email.73
Adapun sistem yang digunakan adalah pertama, sistem full up atau secara tertulis.
Bentuk pengaduan yang dilakukan oleh konsumen harus dalam bentuk tertulis
dengan disertai bukti-bukti yang cukup dan identitas konsumen yang bersangkutan.
Misalnya dalam kasus kegagalan pembayaran melalui ATM maka konsumen dapat
melakukan surat-menyurat apabila pihak konsumen tidak puas atas tanggapan dari
pelaku usaha, dan YLKI juga dapat mengundang kedua belah pihak yang bermasalah
untuk didengar pendapatnya. Disini YLKI bertindak sebagai mediator. Sistem kedua
yakni sistem non-full up, dalam sistem ini YLKI akan memberikan konsultasi dan
72
73
http://www.mediakonsumen.com/Kategori11.html, bahan diakses tanggal 15 januari 2009.
93
saran-saran yang dapat dilakukan konsumen, jika konsumen merasa yakin dan perlu
upaya konsumen yang dapat dilakukan hampir sama dengan YLKI, yaitu melakukan
pemanggilan pelaku usaha untuk dimintai keterangan perihal masalah yang ada.
Apabila ditemukan adanya hak-hak konsumen yang dilanggar, pihak pelaku usaha
dapat dengan cepat merespons dan mematuhi ketentuan yang telah digariskan oleh
Direktorat tersebut. Hal ini terkait dengan ancaman pencabutan izin usaha yang
badan ini sangat murah, cepat, sederhana dan tidak berbelit-belit.75 Konsumen yang
bersengketa dengan pelaku usaha bisa datang ke badan ini dan mengisi formulir
pengaduan, nantinya BPSK akan mengundang para pihak yang bersengketa untuk
74
75
Happy Susanto, op.cit, h. 78.
94
melakukan pertemuan pra-sidang. BPSK berwenang untuk melakukan pemeriksaan
atas kebenaran laporan dan keterangan yang diadukan oleh pihak-pihak yang
para pihak dan mempunyai kekuatan hukum layaknya putusan pengadilan. Jangka
waktu penyelesaian sengketa oleh BPSK adalah 21 hari sejak pengaduan diterima
(Pasal 55 UUPK) dan pelaku usaha dalam waktu paling lambat 7 hari sejak
Kemudian, dari sisi pelaku usaha, umumnya pengaduan yang ada dapat berasal
dari saluran telepon, surat, dan e-mail yang diterima oleh customer service. Akan
memuaskan konsumen.
Dari uraian diatas, terlihat bahwa jalur-jalur penyelesaian sengketa yang tersedia
dilanggar oleh pelaku usaha. Hal ini seharusnya dapat menimbulkan kesadaran bagi
2.2.2.2 Litigasi
ayat 1 UU ITE dan Pasal 45 ayat 1 UUPK. Dalam Pasal 38 ayat 1 UU ITE
95
disebutkan bahwa “Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang
perdata (Pasal 39 ayat 1). Sedangkan dalam Pasal 45 ayat 1 UUPK disebutkan bahwa
“Setiap konsumen yang dirugikan bisa menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau
Dengan diakuinya alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3 UU ITE maka alat-alat bukti
96
a. Setiap bentuk kerugian yang dialami oleh konsumen bisa diajukan ke
tanggung jawab pelaku usaha, hal ini karena UUPK menganut asas
dalam Pasal 19 juncto Pasal 28 UUPK.77 Ini berbeda dengan teori beban
konsumen.78
76
77
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-s1-2002-dewi-5881-e-
commerce&q=Usaha, bahan diakses tanggal 15 januari 2009.
78
97
Dengan berlakunya prinsip hukum bahwa setiap orang yang melakukan suatu
akibat kerugian bagi orang lain, harus memikul tanggung jawab yang diperbuatnya.
Maka dalam hal ini konsumen dapat mengajukan tuntutan berupa kompensasi/ganti
rugi kepada pelaku usaha, kompensasi tersebut menurut Pasal 19 ayat 2 UUPK
meliputi pengembalian sejumlah uang, penggantian barang atau jasa sejenis atau
perundang-undangan.
melalui jalur litigasi tidak serumit yang dibayangkan oleh konsumen pada umumnya.
dibebani untuk membuktikan ada atau tidaknya unsur kesalahan merupakan beban
BAB V
PENUTUP
98
1. Simpulan
sebagai berikut :
memadai bagi konsumen dalam melakukan transaksi jual beli barang beregrak
ketentuan UUPK dan UU ITE dimana kedua peraturan tersebut telah mengatur
baku dan mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
dalam memasarkan dan memproduksi barang dan jasa yang dapat dijadikan
Indonesia saja, namun kelemahan ini sudah ditutupi oleh UU ITE dan berbagai
ketentuan internasional.
2. Upaya hukum yang dapat ditempuh bagi konsumen yang dirugikan dalam
99
Upaya hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu kerugian
yakni dengan cara pengawasan oleh pihak-pihak terkait baik itu pemerintah
Upaya hukum ini terdiri dari dua, yakni upaya hukum dalam hal transaksi e-
mekanisme ADR, dan upaya hukum dalam hal transaksi e-commerce yang
terjadi di Indonesia yang dapat diselesaikan melalui dua jalur yakni jalur
Konsumen (BPSK) dan pelaku usaha. Kemudian jalur kedua adalah melalui
2. Saran
ketentuan hukum dalam UU ITE, karena masih terdapat hal-hal yang tidak
pelaksana.
100
2. Perlu dilakukannya sosialisasi UU ITE agar masyarakat mengetahui bahwa
saat ini telah ada undang-undang khusus yang mengatur mengenai penggunaan
101