Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Prinsip Percobaan Prinsip percobaan didasarkan pada proses isolasi yang diawali dengan pemutusan

ikatan antara senyawa diosgenin dengan glikonnya melalui proses refluks dengan penambahan HCl pekat. Filtrat hasil refluks kemudian disari dengan CHCl3 untuk menarik senyawa diosgenin. Sari kasar diosgenin kemudian ditotolkan pada plat KLT untuk dipisahkan berdasarkan kelarutannya.

1.2

Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini antara lain: Mengetahui cara dan prinsip penarikan diosgenin dari tanaman Pacing dengan alat refluks Mengidentifikasi diosgenin dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

1.3. Manfaat Percobaan Percobaan ini diharapkan memberikan manfaat seperti : Sebagai informasi untuk mengetahui cara penarikan diosgenin dari tanaman Pacing dengan alat refluks Sebagai informasi untuk mengetahui harga Rf dan warna noda dari diosgenin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Sampel 2.1.1 Pacing 2.1.1.1 Sistematika Tumbuhan Divisi Subdivisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae : Zingiberales : Zingiberaceae : Costus : Costus speciosus Smith (Badan POM RI, 2008).

2.1.1.2 Sinonim Costus sericeous. Nama daerah : Tabar-tabar (Batak); Kelacing (Bangka); Galoba utan (Melayu); Pacing (Jawa Tengah); Pacing (Sunda); Binto (Madura) Lingkuas in talun (Minahasa); Tampung tawara (Makasar); Tepu tawa (Bugis); Muri-muri (Ternate); Tubutubu (Ambon) (Badan POM RI, 2008). 2.1.1.3 Morfologi Habitus berupa tumbuhan tegak, tinggi 2 m. Batang lunak, kuat, licin, beruas-ruas, tertutup pelepah daun, hijau keunguan. Daun tunggal, lanset memanjang, ujung meruncing, pangkal tumpul, tepi rata, mengkilat, permukaan bawah berbulu lembut, panjang 11-28 cm, lebar 8-11 cm, tangkai pendek, keunguan, duduk melingkar pada batang, pertulangan atas beralur, hijau. Bunga majemuk, bentuk bulir, daun pelindung bulat telur dengan ujung runcing, mahkota bentuk tabung, panjang 1 cm, diameter 5 mm, benang sari 6 cm, ujung

runcing, hijau, putik tersembul di atas kepala sari, putih. Buah kotak, bulat telur, merah. Biji keras, kecil, diameter 2 mm, hitam. Akar serabut, putih atau kuning kotor (Badan POM RI, 2008). 2.1.1.4 Kandungan dan Efek Pacing mempunyai rasa masam, pedas, bersifat sejuk, dan sedikit beracun. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam pacing diantaranya diosgenin (sapogenin steroid), titogenin, dioscin, gacillin, si-tostrol, methyl-triacontane, 8-hidroxutriacontan-25-one, 5 alfastimas-9(11)-en3beta, (Hariana, 2007). Efek farmakologis pacing diantaranya sebagai peluruh air kemih (diuretik), antitoksik, menghilangkan gatal (antipruritus), dan peluruh keringat (diaforetik). Pacing juga digunakan sebagai bahan baku kontrasepsi (Hariana, 2007). 2.1.2 Lada Hitam 2.1.2.1 Sistematika Tumbuhan 24-hydroxytriacontan-26-one, dan 24-hydroxytriacontan-27-one

Kingdom Kelas Ordo Famili

: Plantae (Tumbuhan) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Piperales : Piperaceae (suku sirih-sirihan)

Genus Spesies

: Piper : Piper nigrum L.

2.1.2.2 Sinonim Piper nigrum L. ; Piper globrispicum DC 2.1.2.3 Nama Daerah Nama Daerah: mrica (JAwa), pedes (Sunda), Saang(Madura), sahang( Bangka dan Belitung) (Sarfian,2003).

2.1.2.4 Morfologi Menurut sejarah dan literature yang ada, tanamann lada bukan tanaman asli Indonesia, melainkandari India. Keberadaan tanaman lada sudah dikenal secara luas di India pada tahun 100-400 M, ditemukan tumbuh secara liar dihutan-hutan belukar di sekitar Malabar samapai daerah Ghat Barat(Sarfian,2003). 2.1.2.5 Kandungan dan Efek Dengan penelitian yang berulang-ulang dan waktu yang cukup lama, akhirnya para ilmuawan berhasil menemukan kandungan zat-zat kimia didalam buah lada, antara lain minyak eteris, resin, dan alkaloid. Zat-zat kimia ini termasuk istimewa karena tidak dimiliki oleh tanamann lain. Selain ketiga jenis zat kimia tersebut, lada juga mengandung beberapa jenis senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan memiliki aroma yang khas sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuat parfum. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, para ahli menyatakan bahwa tanaman lada dapat dijadikan tanaman perkebunan untuk dibudidayakan secara intensif(Sarfian,2003). Secara garis besar, pemanfaatan lada dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai bumbu masak, sebagai bahan campuran obat-obatan, sebagai bahan campuran pembuatan minuman kesehatan dan penghangat tubuh, serta sebagai bahan pembuatan parfum. 1. Bahan campuran bumbu masak Dalam suatu masakan misalnya soto, gulai, nasi goring, mie rebus, rendang, dendeng, dan lain-lain, lada tidak hanya berfungsi sebagai sumber rasa pedas, namun juga sebagai penyedap rasa dan aroma. Jika dibandigkan dengan cabai rawit yang

juga memiliki rasa pedas, lada dapat memberikan rasa dan aroma yang lebih istimewa dan lezat. Hal ni disebabkan karena lada mengandung zat resin, piperin, amidon, dan selulosa yang bersifat khas, yang tidak terdapat dalam cabai rawit. 2. Bahan Campuran obat-obatan Lada dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran dalam pembuatan obat-obat tradisional, misalnya jamu jawa. Lada juga dapat digunakan untuk membuat obatyang diproses secara modern. Produk-produk obat yang dikemas secara modern, baik yang berbentuk tablet maupun kapsul, pada umumnya mengandung lada dalam jumlah tertentu. Dosis lada yang digunakan dalm pembuatan oabt-obatan yang berbeda-beda, tergantung pada jenis obat. Biasanya, dosis lada untuk membuat obat gosok(balsam) lebih besar dibandingkan dengan dosis lada untuk membuat obat jenis lain Karena balsem memerlukan lebih banyak bahan yang pedas dan panas. 3. Bahan Pembuatan Minuman Kesehatan Masyarakat dinegara-negara Eropa dan daerah kutub banyak memanfaatkan lada untuk membuat minuman kesehatan dan penghangat tubuh, baik yang berupa minuman beralkohol (dengan kadar alcohol tinggi, sedang, atau rendah) maupun minuman tidak beralkohol. Minuman ini memiliki fungsi utama untuk menyegarkan dan menghangatkan tubuh. 4. Bahan Pembuatan Parfum Lada yang dapat digunakan untuk membuat parfum adalah lada hitam. Pada lada hitam, epicarp tersebut masih ada. Bila disuling, resin akan keluar menjadi minyak lada yang beraroma merangsang dan ekslusif(Sarpian,2003). 2.2 Kajian Teori 2.2.1 Diosgenin

Diosgenin, sebuah steroid sapogenin, adalah produk dari hidrolisis oleh asam, basa kuat, atau enzim saponin, diekstrak dari umbi Dioscorea ubi liar , seperti Kokoro. Diosgenin merupakan zat nongula (aglikon), diosgenin yang digunakan untuk sintesis komersial cortisone, pregnenolon, progesteron, dan produk steroid lainnya. Zat ini dapat ditemui pada tumbuhan Costus speciosus, Smilax menispermoidea, spesies Paris, Aletris, Trigonella, dan Trillium, dan banyak spesies Dioscorea - D. althaeoides, Colletti, futschauensis, gracillima, hispida, hypoglauca, floribunda, mexicana dan composita nipponica , panthaica, parviflora, septemloba, dan zingiberensis. Diosgenin adalah pendahulu untuk semisynthesis progesteron yang pada gilirannya digunakan pada awal gabungan pil kontrasepsi oral. Golongan steroid ini dimodifikasi memiliki aktivitas estrogenik dan dapat mengurangi tingkat kolesterol serum (Anonim,2014 ) Glikosida dioscin dari akar ubi liar Meksiko , Dioscorea , merupakan sumber tanaman sapogenin pertama yang signifikan untuk obat steroid . Hidrolisis saponin ini menyebabkan pemotongan dari trisaccharide pada 3 - posisi dan pembentukan aglikon , diosgenin . Pengobatan asetal ini dengan anhidrida asetat panas dengan adanya asam toluenasulfonat mengarah pada awalnya untuk protonasi yang salah dari oksigen asetal diikuti dengan eliminasi untuk membentuk eter enol . Oksidasi dengan cara kromium trioksida menyebabkan serangan preferensial di enol eter ikatan rangkap yang kaya elektron . Akibatnya , transformasi ini mengubah rantai samping pada C - 17 di diosgenin ke grup asetil diperlukan untuk banyak obat steroid . Pemanasan yang menengah dengan alkohol natrium hidroksida mengarah pada penghapusan ester pengelompokan beta untuk keton , ada yang diperoleh asetat 16 - dehydropregnenolone . Kehadiran olefin di C - 17 memungkinkan masuknya siap untuk C - 19 androstanes dan menyediakan fungsi yang diperlukan untuk sintesis ampuh C - 16 dan C - 16 ,17 - kortikosteroid diganti (Anonim,2014)

Glikosida adalah suatu senyawa, bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida yang gulanya berupa glukosa disebut glukosida (Sirait, M., 2007). Gula pada umumnya berupa glukosa, fruktosa, laktosa, galaktosa, dan manosa, tetapi dapat juga berupa gula yang khusus seperti sarmentosa (sarmentosimarin), oleandrosa (oleandrin), simarosa (simarin) dan rutinosa (rutin). Aglukosa mempunyai gugus OH dalam bentuk alkoholis atau fenolis (Sirait, M., 2007). Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas. Hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas. Pada tanaman, hidrolisis oleh enzim terjadi pada proses perkecambahan, luka, dan aktivitas fisiologis dari sel (Sirait, M., 2007). Hidrolisis glikosida dengan asam lemah atau enzim akan menghasilkan gula mereduksi dan aglukon yang dapat diklasifikasikan sebagai aldehida, alkohol, fenol, dll (Sirait, M., 2007). Penentuan kadar diosgenin dalam rimpang Costus secara kromatografi lapis tipis densitometri diperoleh hasil 1,41% (Costus speciosus Bogor), 0,66% (Costus speciosus Jawa), 0,85% (Costus speciosus Australia), 0,64% (Costus malortieanus), 0,86% (Costus rumphianus), 0,90% (Costus villisissinus),0,64% (Costus discolor), 0,86%(Costus speciosus New Guinea), 0,76% (Costus afer) dan penentuan secara spektrofotometri diperoleh hasil 3,03% (Costus speciosus Bogor), 1,20% (Costus speciosus Jawa), 1,10 (Costus speciosus Australia), 0,98% (Costus malortieanus), 1,23% (Costus rumphianus), 1,05% (Costus villisissinus), 0,91% (Costus discolor), 1,06%(Costus speciosus New Guinea), 1,20% (Costus afer) dihitung terhadap jumlah bobot kering(Wunas,2011) Penentuan kadar diosgenin dalam rimpang Costus setelah diinkubasi selama duapuluh empat jam dalam air, pada suhu kamar secara kromatografi lapis tipis densitometri diperoleh

hasil 3,13% (Costus speciosus Bogor), 0,67% (Costus speciosus Jawa), 1,54% (Costus speciosus Australia), 0,96% (Costus malortieanus), 1,13% (Costus rumphianus), 0,97% (Costus villisissinus),0,72% (Costus discolor), 1,43%(Costus speciosus New Guinea), 1,73% (Costus afer) dan penentuan secara spektrofotometri diperoleh hasil 3,83% (Costus speciosus Bogor), 1,33% (Costus speciosus Jawa), 2,06 (Costus speciosus Australia), 1,15% (Costus malortieanus), 1,32% (Costus rumphianus), 1,41% (Costus villisissinus), 0,96% (Costus discolor), 1,62%(Costus speciosus New Guinea), 1,29% (Costus afer) dihitung terhadap bobot kering (Wunas,2011). Penyebaran diosgenin pada rimpang Costus speciosus adalah sebagai berikut, bagian luar rimpang yang dibatasi oleh lapisan endodermis mengandung jumlah diosgenin 1,41% (densitometri), 3,03% (spektrofotometri) dan bagian dalam rimpang yang dibatasi oleh lapisan endodermis mengandung jumlah diosgenin 1,19% (densitometri) dan 1,22 (spektrofotometri). Campuran saponin pada kromatografi lapis tipis dengan adsorben silika gel G dan sistem pelarut kloroform-metanol-air (60:35:10) menunjukkan sembilan noda dengan penampak noda vanilin-asam sulfat. Sedangkan hasil hidrolisis saponin ke sembilan jenis rimpang costus pada kromatografi lapis tipis menghasilkan diosgenin dan dua senyawa lain yang belum diidentifikasi (Wunas,2011). Pemeriksaan kandungan kimia rimpang sembilan jenis Costus yaitu Costus speciosus Bogor, Costus speciosus Jawa, Costus speciosus Australia, Costus malortieanus, Costus rumphianus, Costus villisissinus, Costus discolor, Costus speciosus New Guinea, Costus afer umur tiga tahun delapan bulan yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Industri Bogor menunjukkan (Wunas,2011) Ekstraksi rimpang kering dilakukan dengan cata refluks dengan pelarut etanol 85% selama 45 menit. Setelah dingin disaring. Cara ekstraksi ini dilakukan tiga kali berturut-turut. adanya diosgenin. Ekstraksi saponin dilanjutkan dengan hidrolisa

Semua ekstrak dikumpulkan, dipekatkan. Ekstrak etanol yang pekat dikocok dengan benzen untuk menghilangkan lemak. Ekstrak pekat ini kemudian diencerkan dengan air, ditambahkan larutan asam klorida pekat sampai diperoleh larutan 4N. Larutan asam ini direfluks selama 4 jam untuk menghidrolisa saponin menjadi sapogenin. Hasil hidrolisa ini kemudian didinginkan dan disaring, endapan sapogenin dicuci dengan larutan etanol 50%, direfluks dengan campuran pelarut benzen-metanol (3:1). Ekstrak yang diperoleh disaring dan dipekatkan. Untuk menunjukkan adanya diosgenin dalam ekstrak pekat. Digunakan cara uji warna dan uji kromatografi lapis tipis. Kemudian dilanjutkan penentuan kadar diosgenin dengan cara spektrofotometri dan dengan cara densitometri. Hidrolisa asam dilanjutkan dengan ekstraksi sapogenin (Wunas,2011). Ekstraksi serbuk kering dilakukan dengan cara mendidihkan serbuk rimpang kering langsung dengan larutan asam klorida 4N selama 4 jam. Setelah itu, larutan didinginkan dan disaring, ampas dikumpulkan, dinetralkan dengan larutan natrium karbonat 20% b/v, kemudian dicuci dengan air sampai bebas dari asam. Dikeringkan pada suhu 60oC selama satu malam. Sapogenin yang tidak lrut itu diekstraksi dengan pelarut petroleumeter dalam alat Soxhlet selama 24 jam. Ekstrak sapogenin dikumpulkan dan diuapkan sampai kering dengan memakai penguap vakum. Kemudian sisa penguapan sapogenin dilarutkan dalam kloroform. Untuk meyakinkan adanya diosgenin dalam kloroform dilakukan uji warna dan uji kromatografi lapis tipis. Jika hasilnya positif, dilanjutkan dengan menentukan kadar diosgenin (Wunas,2011). Ekstraksi sapogenin tanpa inkubasi dapat juga dilakukan dengan cara refluks serbuk rimpang kering dengan 25 ml heksan dan 25 ml asam klorida 3N selama dua jam, larutan heksan dipisahkan dan sisa dikocok lagi dengan heksan dua kali. Larutan heksan dikumpulkan dan dipekatkan. Kemudian dilakukan uji warna dan uji kromatografi lapis tipis. Jika hasilnya positif, dilanjutkan dengan menentukan kadar diosgenin.

Ekstrak serbuk kering dilakukan dengan cara maserasi serbuk kering dengan air, diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar, ditambahkan larutan asam klorida pekat sampai diperoleh larutan 4N, larutan dididihkan selama 4 jam, didinginkan dan disaring, ampas dikumpulkan, dinetralkan dengan larutan natrium karbonat 20% b/v, dilanjutkan ekstraksi seperti pada cara ekstraksi tanpa inkubasi (Wunas,2011) Dari hasil percobaan, ternyata rimpang Costus yang ditelaah mengandung diosgenin, disamping itu pula dua senyawa lain yang belum diidentifikasi.

Penentuan kadar diosgenin dalam rimpang Costus secara kromatografi lapis tipis densitometri diperoleh hasil 1,41% (Costus speciosus Bogor), 0,66% (Costus speciosus Jawa), 0,85% (Costus speciosus Australia), 0,64% (Costus malortieanus), 0,86% (Costus rumphianus), 0,90% (Costus villisissinus),0,64% (Costus discolor), 0,86%(Costus speciosus New Guinea), 0,76% (Costus afer) dan penentuan secara spektrofotometri diperoleh hasil 3,03% (Costus speciosus Bogor), 1,20% (Costus speciosus Jawa), 1,10 (Costus speciosus Australia), 0,98% (Costus malortieanus), 1,23% (Costus rumphianus), 1,05% (Costus villisissinus), 0,91% (Costus discolor), 1,06%(Costus speciosus New Guinea), 1,20% (Costus afer) dihitung terhadap bobot kering (Wunas,2011). Penentuan kadar diosgenin dalam rimpang Costus setelah diinkubasi selama duapuluh empat jam dalam air, pada suhu kamar secara kromatografi lapis tipis densitometri diperoleh hasil 3,13% (Costus speciosus Bogor), 0,67% (Costus speciosus Jawa), 1,54% (Costus speciosus Australia), 0,96% (Costus malortieanus), 1,13% (Costus rumphianus), 0,97% (Costus villisissinus),0,72% (Costus discolor), 1,43%(Costus speciosus New Guinea), 1,73% (Costus afer) dan penentuan secara spektrofotometri diperoleh hasil 3,83% (Costus speciosus Bogor), 1,33% (Costus speciosus Jawa), 2,06 (Costus speciosus Australia), 1,15% (Costus malortieanus), 1,32% (Costus rumphianus), 1,41% (Costus villisissinus), 0,96% (Costus discolor), 1,62%(Costus speciosus New Guinea), 1,29% (Costus afer) dihitung terhadap

bobot kering. Penyebaran diosgenin pada rimpang Costus speciosus adalah sebagai berikut, bagian luar rimpang yang dibatasi oleh lapisan endodermis mengandung jumlah diosgenin 1,41% (densitometri), 3,03% (spektrofotometri) dan bagian dalam rimpang yang dibatasi oleh lapisan endodermis mengandung jumlah diosgenin 1,19% (densitometri) dan 1,22 (spektrofotometri) (Wunas,2011) Untuk ekstraksi kandungan sapogenin rimpang Costus sebaiknya digunakan metoda ekstraksi sapogenin hasil hidrolisa langdung dengan heksan pada waktu yang bersamaan. Pemisahan dan analisa sapogenin dengan metoda kromatografi lapis tipis dengan sistem pelarut benzen-aseton (2:1) dab sebagai penampak noda pereaksi anisaldehid atau pereaksi Carr-Price. Analisa kuantitatif kandungan diosgenin rimpang tumbuhan costus dengan cara spektrofotometri menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada metoda densitometri. Penyebaran diosgenin dalam rimpang costus ternyata pada bagian luar yang dibatasi oleh endodermis mengandung diosgenin yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian dalam yang dibatasi oleh lapisan endodermis (Wunas,2011).

BAB III METODE PERCOBAAN


3.1 Alat Alat yang digunakan adalah pipet tetes, sudip, lumpang, alu, spatula, corong, kertas saring, water bath, cawan penguap, erlenmeyer, beker gelas, corong pisah, cutter, kertas lakmus, statif, klem, kertas kartil, pensil warna, chamber, plat para lapis silikal GF254, plastik, dan karet. 3.2 Bahan Bahan yang digunakan adalah air, CHCl3, HCl pekat, etanol 95%, dan larutan Liberman-Bouchart. 3.3 Bahan Tumbuhan Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rimpang pacing ( Costus speciosus Smith). 3.4. Prosedur 3.4.1.1 Isolasi Piperin dari Lada hitam Sebanyak 10 gr lada hitam diserbuk, kemudian diekstraksi dengan 150 ml etanol 96 % memakai alat sokhlet selama 2 jam. Filtrat disaring dan dipekatkan kemudian ditambah sebanyak 10 ml larutan KOH 10% dalam alkohol dan residu yang terbentuk dibuang. Larutan didiamkan sehari semalam (24 jam), piperin akan menghablur berupa Kristal jarum berwarna kuning. 3.4.1.2 Uji Kemurnian Ditentukan dengan memeriksa titik leburnya pada 125C, mengukur panjang gelombang maksimumnya dengan spektrofotometer-UV pada panjang gelombang 245 nm dan dapat pula dengan melakukan kromatografi lapis tipis (KLT) dua arah.

3.4.3 Isolasi diosgenin dari rimpang pacing Ditimbang 15 gr bahan segar/kering rimpang pacing, dihaluskan dengan blender dengan 20 ml air.Campuran direfluks dengan penambahan 5 ml HCl pekat (sehingga konsentrasi akhir HCl 2-3 N) selama 4 jam, kemudian disaring, ampas dibuang.Filtrat dimasukkan kedalam corong pisah, disaridengan 20 ml CHCl sebanyak 3x ( hati- hati pengocokan yang terlalu kuat dapat membentuk emulsi yang sukar pecah).Kumpulkan sari CHCl dan diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh sari kasar diosgenin.

3.4.3.2 Identifikasi sari kasar diosgenin dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Chamber dijenuhkan dengan pelarut pengembang, caranya chamber dilapisi kertas saring. Dimasukkan pelarut pengembang kedalamnya, chamber dinyatakan jenuh apabila seluruh kertas saring telah basah oleh pelarut pengembang (dicatat waktu jenuh chamber oleh uap fase gerak).Ditotolkan larutan ekstrak yang mengandung alkaloida kasar( titik penotolan : 1,5 cm dari batas bawah) pada plat KLT (bentuk noda atau pita)sampai plat KLT jenuh oleh larutan ekstrak, diamkan plat KLT selam 15 menit, kemudian plat KLT dimasukkan kedalam chamber yang sudah jenuh. Noda dari titik penotolanakan merambat sampai ke garis batas pengembangan (catat/ukur batas pengembang) (batas pengembang :0,5 cm dari batas atas), dikeluarkan plat KLT lalu dikeringkan. Disemprot plat KLT dengan larutan penampak bercak, di amati noda yang terjadi, dihitung harga Rfnya.

3.5. Flowsheet 3.5.1. Isolasi Piperin Dari Lada Hitam 10 g lada hitam diserbuk diektraksi dengan 150 ml etanol 96 % memakai alat Sokhlet selama 2 jam disaring

Filtrat dipekatkan

Residu

ditambahkan 10 ml larutan KOH 10% dalam alkohol didiamkan sehari semalam (24 jam) Kristal jarum kuning uji kemurnian dengan memeriksa titik leburnya pada 125C diukur panjang gelombang maksimumnya dengan spektrofotometerUV pada maks 245 nm KLT dua arah Hasil

3.5.2 Isolasi Alkaloid dari kecubung

10 gram daun kecubung dihaluskan ditambahkan 20 ml etanol 96% dihaluskan hingga diperoleh masa kental disaring

Filtrat

Residu ditambah 10ml etanol diaduk disaring

endapan

filtrat ditambah dengan filtrat 1 diuapkan hingga setengan bagian sisa dibasakan dengan beberapa tetes NH4OH Dimasukan ke dalam corong pisah Disari 2x dengan 10ml CHCl3 Sari

Dikocok 2x dengan 10 ml HCl 1N Sari CHCl3 sari asam Dibasakan dengan NH4OH sampai alkalis Dikocok 2x dengan 20ml kloroform Lapisan kloroform Diuapkan Ekstrak

3.5.2.2. Identifikasi alkaloid Chamber

Dijenuhkan dengan pelarut pengembang yang telah dilapisi kertas saring Dimasukkan pelarut pengembang kedalamnya (chamber jenuh jika seuluruh kertas saring telah basah oleh pelarut pengembang) Hasil

Ekstrak

ditotolkan ke dalam plat KLT (titik 1,5cm dari bawah plat KLT) hingga plat KLT jenuh oleh larutan ekstrak. diamkan plat KLT 15 menit. dimasukkan plat KLT kedalam chamber yang sudah jenuh. noda akan merambat ke batas pengembang, batasnya 0,5cm dari bawah. Dikeluarkan plat KLT lalu dikeringkan. Disemprotkan plat KLT dengan larutan penampak bercak. Diamati noda yang terjadi. Dihitung harga Rf nya. Hasil

3.5.3. Isolasi Diosgenin Dari Rimpang Pacing


15 g Rimpang pacing segar

Dihaluskandengan blender dengan 20 ml air Direfluksdengan 1penambahan 5 ml HClpekat (sehinggakonsentrasiakhirHCl 2-3 N) selama 4 jam Disaring
Residu Filtrat

dimasukkankedalamcorongpisah disaridengan 20 ml CHCl3sebanyak 3 x disaring


Hasilsarian Residu

diuapkan
Ekstrak kasar

ditotolkanpada plat lapis tipis yang sudahdiaktifkan dimasukkankedalam chamber yang telahdijenuhkan dibiarkannaiksampaigarisbataspengembangan dikeluarkandari chamber dikerinngkan diamatinodadandicatathargaRf dilihatdibawahsinar UV diamatinodadandicatathargaRf

disemprotdenganpenampaknodalarutan SbCl3dalam CHCl3 diamatinodadandicatathargaRf


Hasil

DAFTAR PUSTAKA Adnan, M. (1997). Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 10, 15-16. Anonim. (2003). Kecubung. http: iptek.net Depkes. (1995). Materia Medika, Indonesia. Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 300. Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan Pertama. Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 10-11. Goeswin, A. (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 21-22. Gritter, R.J., Bobbit, J.M. dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi. Terbitan Kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 115, 160-169. Harbone, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 13, 234-236. Mulyana. (2002). Ekstraksi Senyawa Aktif Alkaloid, Kuinon, dan Saponin Dari Tumbuhan Kecubung Sebagai Larvisida dan Insektisida Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Bogor: IPB. Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi VI. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 281. Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Halaman 226228, 323, 353. Sastrohamidjojo, H. (1991). Kromatografi. Yogyakarta : Penerbit Liberty. Halaman 28, 3435. Sastrohamidjojo, H. (1996). Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta : Penerbit UGM. Halaman 205-206.

Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Penerjemah Padmawinata, K dan Sudiro, I. Bandung : ITB. Halaman 6, 16-17. Trease, G.E., and Evans, W.C. (1983). Pharmacognosy. Twelfth Edition. London : Bailliere Tindall. Pages 537-544. Waller, G. R. dan Nowacki E. K. (1978). Alkaloid Biology And Metabolism In Plants. New York : Plenum Press. Page 9. Yoga, T. (2010). Bahaya dan Manfaat Daun Kecubung.

http://health.kompas.com/read/2010/10/21/13450463/Bahaya.dan.Manfaat.Daun.Kecu bung.

Вам также может понравиться