Вы находитесь на странице: 1из 11

Relevansi Model Von Thunen Posted on 4 April 2008 by Indra Jaya Adriand Tugas Mata Kuliah TEORI LOKASI

DAN POLA RUANG DOSEN PENGAMPU : Dra.BITTA PIGAWATI.,M.T. Menurut pendapat saya teori yang dikemukakan oleh Von Thunen masih ada yang relevan dengan kondisi saat ini dan ada juga yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini (untuk kasus-kasus tertentu). 1. Teori Von Thunen yang masih relevan dengan kondisi sekarang contohnya adalah :KELANGKAAN persediaan sumber daya lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi supply and demand semakin langka barang di satu pihak semakin meningkat permintaan di pihak lain akibatnya harga melambung. Demikian yang terjadi terhadap lahan yang ada di daerah perkotaan, dimana nilai sewa atau beli lahan yang letaknya dipusat kegiatan, semakin dekat ke pusat semakin tinggi nilai sewa atau beli lahan tersebut. Kelangkaan lahan di kota-kota besar seperti untuk pertokoan misalnya, banyak sekali toko toko yang terletak di pusat kota biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalau naik, mengikuti perkembangan yang terjadi dari tahun ketahunnya. Ini mengindikasikan bahwa teori Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah perkotaan. Selain itu teori Von Thunen juga masih berlaku untuk wilayah pertanian yang jauh dari kota dimana akses prasarana jalan yang kurang mendukung dan pasar masih bersifat tradisional. Ini banyak terjadi di wilayah perdesaan daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dimana wilayah pertanian sangat terisolir sehingga teori sewa lokasi Von Thunen ini masih sangat relevan. 2. Teori Von Thunen kurang relevan lagi dengan kondisi sekarang. Berikut adalah Teori Model Von Thunen :Johann Heinrich Von Thunen adalah orang yang pertama kali mengemukakan teori ekonomi lokasi modern. Lahir pada tanggal 24 Juni 1783, Von Thunen mengenyam pendidikan di Gottingen dan sebagian besar menghabiskan waktu hidupnya mengelola daerah pinggiran di Tellow. Pada volume pertama risalatnya, The Isolated State (1826), Von Thunen menjabarkan mengenai ekonomi keruangan (spatial economics), yang menghubungkan teori ini dengan teori sewa (theory of rent). Von Thunen adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar

dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak. Dalam menjelaskan teorinya ini, Von Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai contoh kasusnya. Dia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Gambar model Von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan isolated area yang terdiri dari dataran yang teratur, kedua adalah, kondisi yang telah dimodifikasi (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota). Model tersebut, membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini, dibuat sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut :Kota terletak di tengah antara daerah terisolasi (isolated state). Isolated State dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya datar. Tidak terdapat sungai dan pegunungan. Kualitas tanah dan iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya ke pasar lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota. Tidak terdapat jalan penghubung, petani mencari untung sebesar-besarnya.Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada keadaan saat ini, dimana prasarana transportasi sudah begitu maju, alat tranportasi sebagai alat angkut hasil pertanian juga banyak dan murah. Penggunaan teknologi modern dalam bidang pertanian menyebabkan teori Von Thunen ini sudah kurang relevan dengan kondisi saat ini. Tetapi bagaimanapun kita harus mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional. Selain itu ada beberapa kelemahan teori Von Thunen yaitu : Merupakan model keseimbangan yang sifatnya parsial, tidak memuat interelasi antara variabel yang telah di khususkan, perhitungan akan susah dilakukan bila terjadi perubahan di masa mendatang; Tidak memperhatikan faktor non ekonomis yang mempengaruhi produksi;

Tidak memperhitungkan perbedaan luas perusahaan pertanian atau luas pasaran yang tak menghasilkan ekonomi berskala produksi atau pasaran yang bersangkutan sehingga dapat merusak zona tata guna lahan.Kelemahan teori Von Thunen terletak pada : Keterkaitannya pada waktu Keterkaitannya pada wilayah karena :1. Kemajuan di bidang transportasi telah menghemat banyak waktu dan uang (mengurangi resiko busuk komoditi);2. Adanya berbagai bentuk pengawetan, memungkinkan pengiriman jarak jauh tanpa resiko busuk;3. Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota;4. Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasaran (tidak selalu memanfaatkan jasa kota dalam pemasarannya). 3. Faktor yang bisa mempengaruhi komposisi keruangan selain biaya transport adalah: a. Prasarana jalan yang baik dan kemudahana akses ke pasar kota menjadi faktor penentu komposisi keruangan; b. Mekanisme pasar yang terbuka hingga menimbulkan terjadinya supply dandemand, memungkinkan terjadinya economic landscape sebagai faktor penting mempengaruhi

komposisi keruangan; c. Adanya lokasi alternatif juga bisa berpengaruh pada komposisi keruangan; d. Skala produksi: biaya/unit vs jumlah produk; localisation economies danurbanisation economies; e. Lingkungan bisnis: kebijakan pemerintah, lokasi pesaing, dsb; f. Faktor Kesejarahan. Kasus yang berkaitan dengan teori lahan Von Thunen Saat ini, rumah toko (ruko) merupakan satu jenis properti yang banyak dibangun dan ditemui di wilayah perkotaan. Pesatnya pembangunan ruko menyebabkan berbagai pihak ingin mengetahui lebih banyak informasi tentang properti. Dari aspek bisnis, investor membutuhkan informasi tentang biaya investasi, nilai sewa dan harga jual. Dari aspek penerimaan negara, pemerintah perlu mengoptimalkan penerimaan pajak, baik di pusat maupun di daerah, dimana pajak tersebut dapat diperoleh dari pembangunan properti ini. Informasi yang menjembatani kepentingan-kepentingan tersebut di atas antara lain adalah Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). NJOP merupakan nilai pasar yang

digunakan oleh pemerintah sebagai dasar pengenaan pajak properti, seperti PBB dan BPHTB. Dalam perkembangan saat ini, NJOP digunakan sebagai nilai acuan untuk berbagai kepentingan (single value for multipurpose) sehingga diperlukan suatu metode penilaian yang tepat. Nilai sewa dapat dijadikan dasar penentuan nilai jual obyek pajak dengan menggunakan metode pendapatan, yaitu salah satu metode penilaian properti yang menghasilkan pendapatan (income producing property) seperti halnya ruko. Pada metode pendapatan diperlukan informasi nilai sewa dan tingkat kapitalisasi. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh faktor lokasi dan fisik properti terhadap nilai sewa ruko. Variabel-variabel dari faktor lokasi yang diteliti adalah jarak dari jalur transportasi umum, jarak dari terminal angkutan kota, lebar jalan dan jalan dua arah (Toeri Von Thunen). Variabel-variabel dari faktor fisik yang diteliti adalah luas bangunan, jumlah lantai bangunan dan lebar depan bangunan. Penelitian ini menggunakan 150 sampel ruko di Kelurahan Unggang Hanan Bak Jadoh. Dari hasil penelitian, diperoleh bahwa variabel-variabel faktor lokasi yaitu jarak dari terminal angkutan kota, lebar jalan dan jalan dua arah serta variabel faktor fisik properti yaitu lebar depan bangunan mempengaruhi variasi nilai sewa ruko secara signifikan. Keempat variabel tersebut membentuk model faktor penentu nilai sewa ruko yang secara bersama-sama menjelaskan variasi nilai sewa ruko dengan daya jelas (R2) sebesar 85,2%. Dari analisis tingkat kapitalisasi diperoleh angka tingkat kapitalisasi 3,7%. Penilaian metode pendapatan dengan simulasi diperoleh peningkatan NJOP yang cukup signifikan dibandingkan NJOP dari Kantor Pelayanan PBB. Permasalahan diatas bisa dijelaskan dengan Model Nilai SewaStruktur perkotaan bisa juga dilihat dari nilai tanah. Didasari pada asumsi yang sama dari model von Thunen mengenai penggunaan lahan pedesaan yang didasari pada nilai lokasi (locational rent). Asumsi dasarnya adalah tawaran tertinggi akan mendapatkan lokasi tanah yang paling tinggi aksesibilitasnya. Penawar tanah tertinggi adalah mereka yang bisa mendapatkan keuntungan maksimum dari lokasi tersebut dan ini berarti sanggup membayar nilai (sewa) tertingginya. Ini menunjukan bahwa pengguna yang memiliki kurva yang paling tajam akan menempatkan posisi pusat kota, dalam hal ini adalah perusahaan perdagangan dan dunia usaha. Sedangkan yang paling datar kurvanya, pemukiman akan menempati bagian tepi. Jadi sebagaimana telah

diungkapkan Richard Ratcliff:Secara ringkas kita bisa mengatakan bahwa struktur kota

ditentukan

oleh

nilai

uang

dari

pentingnya

kenyamanan.

Pada pusat kota atau KPB nilai sewa tanah untuk perdagangan, industri dan pemukiman merupakan nilai tertinggi dari golongannya. Sedangkan pada kawasan kedua nilai sewa tanah untuk masing-masing jenis penggunaan tanah ini adalah lebih rendah dari di lokasi pusat kota atau KPB. Sedangkan pada bagian ketiga penggunaan tanah perdagangan bukan lagi dominan, dan nilai sewa merupakan yang terendah.Pada pusat kota jenis penggunaan tanah didominasi oleh perdagangan. Demikian seterusnya pada lingkaran kedua dimana dominasi penggunaan tanah oleh industri. Dan pada lingkaran terluar didominasi oleh pemukiman.Jika kondisi perkotaan telah mencapai keadaan seperti dalam asumsi Ullman dan Harris maka akan dijumpai titik-titik temu nilai sewa tertinggi kedua pada seputar kota. Penggambaran dalam tiga dimensi akan sebagai berikut ini.Dalam model struktur kota terdapat dua perbedaan utama. Pertama adalah adanya satu pusat kota (Burgess, Hoyt, dan Mann) dan lainnya Ullman dan Harris menyatakan adanya lebih dari satu pusat kota. Pada model nilai sewa juga dikemukakan adanya satu pusat kota, dimana nilai sewa tertinggi digunakan untuk perdagangan. Namun pada penelitian lebih lanjut kerap ditemukan kenaikan nilai tanah pada lokasi-lokasi selain dari apa yang pada disebut KPB. Nilai tanah yang meninggi kembali ini, walau tidak setinggi di KPB kota disebut Nilai Sewa Tertinggi Kedua (secondary peak value).Nilai Sewa Tertinggi Kedua ini terjadi pada pertemuan jalan utama menuju pusat kota dengan jalan lingkar kota. Pada lokasi ini juga dijumpai dominasi penggunaan tanah perdagangan dan disusul oleh industri kemudian pemukiman. Pada kota yang besar, seperti DKI Jakarta dengan penduduk mencapai 7 juta, dapat dijumpai lebih dari satu Nilai Sewa Tertinggi Kedua, seperti contohnya gambar diatas. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai lahan pertanian dan perkotaan A. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai lahan pertanian adalah : 1. Letak dari lokasi pertanian, makin dekat lokasi pertanian tersebut dengan sarana transportasi, atau jalan, makin tinggi harga lahan pertanian tersebut, juga berpengaruh terhadap lokasi penduduk yang mendiami daerah pertanian tersebut, makin dekat dengan lokasi penduduk yang mendiami daerah tersebut, maka makin tinggi pula harga dari lahan pertanian tersebut;

2. Tingkat Kesuburan dari lahan pertanian tersebut, makin subur lahan pertanian, maka harga lahan pertanian tersebut makin tinggi dan dimininati oleh orang lain; 3. Drainase atau Jaringan Irigasi yang baik akan mempengaruhi harga dari lahan pertanian tersebut; 4. Lingkungan sekitar lokasi pertanian tersebut, mendukung tidak terhadap keberlangsungan kegiatan pertanian, dalam hal ini lingkungan dari lokasi pertanian tersebut aman tidak terhadap segala macam gangguan yang dapat mempengaruhi kegiatan pertanian. B. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai lahan perkotaan adalah : 1. Letak lokasi, makin dekat lokasi dengan kegiatan perekonomian, maka makin tinggi harga lahan tersebut; 2. Akses menuju lokasi lahan tersebut, makin sterategis lokasi tersebut, maka makin tinggi harga lahan tersebut; 3. Tingkat Keamanan dan Kenyaman dari lokasi lahan perkotaan tersebut, dapat mempengaruhi harga lahan perkotaan tersebut. 4. Kemudahan pergerakan antar lokasi atau pasar dapat mempengaruhi nilah lahan di perkotaan.

Relevansi Teori Van Thunnen A. PENDAHULUAN Von Thunen adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak .Teori Von Thunnen adalah salah satu dari Teori Lokasi yang banyak diperbincangkan oleh para ilmuwan professional. Teori ini cukup mendapat perhatian public karena teorinya yang dianggap masih relevan dengan sekarang. Walau pun dari teorinya ada juga yang kurang relevan dengan kondisi sekarang karena tidak lagi sesuai dengan perjalanan waktu yang membawa begitu banyak perubahan atau pada suatu kondisi masalah tertentu. Teori lokasi akan selalu berhubungan dengan tata ruang (spatial order) dan keberadaan berbagai macam usaha baik kegiatan ekonomi maupun social. Sehingga keruangan ini akhrnya memiliki faktor-faktor yang mampengaruhi komponen yang meliputinya dan menjadikannya sebagai suatu yang harus dipenuhi agar terciptanya keruangan yang tepat atau baik, seperti factor biaya taransportasi yang dibutuhkan untuk menjangkau tempat tersebut dan prasarana jalan yang ada di tempat tersebut. B. RELEVANSI MODEL VAN THUNNEN DENGAN KONDISI SEKARANG DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMPONEN KERUANGAN

1. Relevansi Model Van Thunnen dengan Kondisi Sekarang a. Teori Von Thunnen yang masih relevan dengan kondisi sekarang contohnya adalah : Langkanya lahan yang tersedia di daerah perkotaan ditimbulkan dari banyaknya permintaan dari masyarakat sendiri yang ingin tinggal di lokasi tersebut. Sehingga mengakibatkan harga atau sewa dari nilai lahan tersebut menjadi sangat tinggi (sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran tentang semakin langka suatu barang dan permintaan juga meningkat dari pihak lain, maka harga barang akan mengalami kenaikan atau semakin tinggi). Dan orang-orang yang mempunyai kemampuan untuk tinggal atau mendirikan usahanya di daerah perkotaan adalah orang yang berkemampuan untuk membayar sewa tanah. Hal ini lah yang dikemukakan Von Thunnen dengan teorinya yang menyatakan bahwa tingkat sewa tanah adalah yang paling mahal di pusat pasar (kota) dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar dan tidak semua orang dapat membayar harga dari sewa tanah/lahan yang diberikan. Asumsinya yang mengatakan bahwa terdapat suatu daerah terpencil atau pedesaan di sekitar daerah perkotaan yang cocok untuk tanaman dan peternakan dalam menengah dan akses prasarana jalan yang kurang mendukung. Wilayah dengan kondisi seperti ini banyak ditemui di daerah Sumatera dan Sulawesi. b. Teori Von Thunnen yang kurang relevan dengan kondisi sekarang ini diantaranya adalah: Asumsinya tentang pengolahan tanah yang manghasilkan diagram cincin dimana market center hanya ada satu saja. Padahal di daerah pengamatan tidak lagi hanya satu , tetapi ada dua pusat dimana petani menjual setiap komoditinya. Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Pada isolated area dikatakan bahwa kualitas tanah dan iklim adalah tetap atau sama. Tentu saja ini kurang benar karena kondisi topografi dan kesuburan tanah tidak lah selalu sama. Karena pada dasarnya kondisi ini selalu berbedabeda untuk tiap-tiap wilayah pertanian. Jadi untuk hasil pertanian yang diperoleh juga akan berbeda. Petani membawa hasil komoditinya dengan menggunakan gerobak menuju langsung pusat kota. Oleh karenya petani mencari keuntungan sebesar-besarnya. Hal ini cukup sulit diterima keseragaman biaya transportasi ke segala arah dari pusat kota yang sudah tidak relevan lagi, karena tergantung dengan jarak pemasaran dan bahan baku, dengan kata lain tergantung dengan biaya transportasi itu sendiri (baik transportasi bahan baku dan distribusi barang). Sehingga petani berhak untuk menjual komoditinya berdasarkan dari perhitungan pengeluaran yang dikeluarkan dan memperoleh keuntungan yang sewajarnya. Lagi pula sekarang teknolgi sudah berkembang, jadi tidak mungkin petani menggunakan gerobak saja untuk menjual produksinya. 2. Faktor yang bisa mempengaruhi komposisi keruangan selain biaya transport adalah : a. Adanya market center yang nantinya akan menjadi tempat orang untuk menjalankan kegiatan usahanya, dapat berupa bisnis atau pun kantor-kantor pemerintah.

b. Prasarana jalan yang baik dan kemudahan akses transportasi ke pasar kota juga menjadi salah satu dari faktor penentu komponen keruangan. c. Kesejahteraan masyarakat Teori lahan Von Thunnnen berkaitan dengan komponen keruangan. Misalnya pada nilai lahan pertanian. Jika letak dari lokasi pertanian tidak terlalu jauh dengan daerah perkotaan, maka harga dari lahan pertanian tersebut akan semakin tinggi (sesuai dengan teori Von Thunnen yang menyatakan bahwa harga tanah akan semakin tinggi bila semakin dekat dengan daerah pusat). Selain berada di daerah perkotaan (pusat), harganya yang tinggi juga dipengaruhi oleh lokasi penduduk yang dekat dengan daerah lahan pertanian tersebut. Harga lahan pertanian juga akan semakin tinggi jika mempunyai jaringan drainase atau irigasi yang baik, letak dari lahan pertanian tersebut yang artinya aman tidaknya terhadap segala ancaman yang dapat mengganggu, dan yang tidak kalah pentingnya juga adalah kualitas dari kesuburan tanah itu sendiri. C. KESIMPULAN Teori model Von Thunnen ternyata masih cukup relevan dengan kondisi sekarang yaitu pendapatnya harga tanah yang mahal atautinggi di jalan-jalan utama atau yang dekat dengan pusat dan akan makin rendah apabila menjauh dari jalan utama atau pusat. Namun ada juga yang lagi tidak relevan dengan sekarang karena adanya perubahan waktu yang jauh berbeda dan kurangnya diperhitungkannya perkembangan dari teknologi. Komposisi dari keruangan selain dipengaruhi faktor biaya tansportasi, juga di pengaruhi market center, prasarana jalan, kemudahan transportasi dan kesejahteraan masyarakat.
Diposkan oleh Fransisca Situmorang di 21.35

Relevansi teori von thunnen


Kecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan Terletak pada jalan utama menuju pusat pemerintahan Kabupaten Pekalongan. Sumber mata pencaharian penduduknya adalah pada bidang pertanian karena di Kecamatan Bojong masih banyak terdapat areal lahan sawah yang cukup luas dan berapa pada datararan rendah yaitu 50 mdpl. Hal tersebutlah yang mendukung adanya hasil produksi pertanian yang cukup tinggi. Profil Wilayah Kecamatan Bojong
Uraian Data Jml/Satuan/Keterangan

Tinggi dari permukaan laut (m) Letak Posisi Kecamatan Letak Posisi Desa

50 Dataran Rendah 22 Dataran Rendah

Lahan Sawah (ha) Lahan Bukan Sawah (ha) Jumlah Desa Jumlah Dusun Jumlah RW Jumalah RT Jumlah Penduduk Jumlah laki - laki Jumlah Perempuan

2.143,7 1.862,02 22 67 92 288 62.460 30.976 31.484

Rata - Rata Produksi Padi Sawah (ku/ha)

58,27

Rata - Rata Produksi Padi Ladang (ku/ha)

73,04

Rata - Rata Produksi Jagung (ku/ha)

46,67

Rata - Rata Produksi Ketela Pohon (ku/ha)

196,92

Rata - Rata Ketela Rambat (ku/ha) Rata - Rata Kacang Tanah (ku/ha) Rata - Rata Kedelai (ku/ha) Rata - Rata Kacang Hijau (ku/ha) (sumber : pekalongankab.go.id : 2010)

105 13,33 10 9,22

Kerelevansian Teori Sewa Lahan (Von Thunen) Von Thunen menghubungkan antara jarak lokasi produksi dan pemasaran terhadap sewa lahan

berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan yaitu : 1. Wilayah model yang terisolasikan adalah bebas dari pengaruh pasar kota-kota lain; 2. Wilayah model membentuk tipe permukiman perkampungan yang kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah; 3. Wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam (produktifitas tanah secara fisik adalah sama); 4. Wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam; 5. Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan. Dapat dilihat bahwa semakin bertambahnya jarak lokasi dari pusat kota, fungsi sewa lahan semakin menurun. Hal tersebut juga terjadi di Kecamatan Bojong karena semakin dekat lokasi produksi dengan pasar, maka semakin bertambah pula fungsi sewa lahannya. Sesuai juga untuk biaya transportasinya, semakin jauh lokasi produksi dengan pasar, maka semakin bertambah pula biaya transportasinya. Masih relevannya teori von Thunen juga dapat dilihat di wilayah ini, beberapa asumsi yang relevan adalah Wilayah model membentuk tipe permukiman perkampungan yang kebanyakan keluarga petani hidup pada tempat-tempat yang terpusat dan bukan tersebar di seluruh wilayah; Masih sesuai karena permukiman di sekitar pusat produksi lebih padat daripada wilayah lainnya. Hal tersebut dikarenakan adanya harga sewa lahan yang semakin mahal mendekati pusat produksi sehingga petani lebih memilih tinggal di permukiman sekitar daerah pertaniannya dan kemudian membentuk permukiman yang dekat dengan lokasi pertanian. Wilayah model memiliki iklim, tanah, topografi yang seragam (produktifitas tanah secara fisik adalah sama); Kondisi lahan bersifat sama karena masih dalam satu wilayah kecamatan yang mempunyai iklim, tanah, dan topografi yang seragam. Sehingga produktifitas tanah bisa diasumsikan sama. Faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah konstan. Hal tersebut didukung dengan adanya hasil produksi pertanian yang tidak begitu mengalami perubahan drastis dalam panennya per musim. Kurang Relevan Dengan Kondisi Saat Ini Wilayah model yang terisolasikan adalah bebas dari pengaruh pasar kota-kota lain; Tak hanya terdapat satu pasar untuk petani menjual komoditi pertaniannya. Diantaranya adalah dengan adanya ricemill, KUD, serta pasar di luar wilayah Kecamatan Bojong sebagai bagian dari lokasi jual beli hasil pertanian. Wilayah model memiliki fasilitas transportasi tradisional yang relatif seragam; Kemajuan ilmu pengetahuan mengembangkan adanya kemajuan teknologi pada bidang transportasi seperti mobil angkutan terbuka, truk, dan lain sebagainya. Sehingga tiap wilayah memiliki angkutan tersendiri sesuai banyaknya hasil produksi yang diangkut dan bidang jalan yang dilalui yang selanjutnya mempengaruhi biaya transportasi. Misalnya di Desa Randumuktiwaren karena terletak jauh dari pasar produksi tak jarang menggunakan truk dalam pengangkutan hasil produksinya. Sedangkan pada wilayah Desa Rejosari masih banyak terdapat angkutan mobil bak terbuka sebagai media pengangkutan hasil produksi ke pasar.

Faktor yang bisa mempengaruhi komposisi keruangan selain biaya transport adalah: a. Prasarana jalan yang baik dan kemudahan akses ke pasar kota menjadi faktor penentu komposisi keruangan, yang bisa berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat karena kegiatan ekonomi yang lancar; b. Mekanisme pasar yang terbuka hingga menimbulkan terjadinya supply dan demand, yang selanjutnya terjadi persaingan barang homogeny baik lokal, nasional, ataupun internasional dengan adanya ekspor-impor; c. Adanya lokasi alternatif juga bisa berpengaruh pada komposisi keruangan, sehingga pasar tujuan produksi tak hanya satu atau terpusat; d. Skala produksi: biaya/unit dengan jumlah produk, yang bisa mempengaruhi pada pemenuhan kebutuhan pokok atau ketahanan pangan bagi masyarakat; e. Lingkungan bisnis: kebijakan pemerintah, lokasi pesaing, dsb, yang bisa mempengaruhi ketika terdapat perubahan lingkungan bisnis secara tiba-tiba, misalnya adanya kebijakan pemerintah tentang ekspor-impor; f. Kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.

Вам также может понравиться