Вы находитесь на странице: 1из 15

CLINICAL SCIENCE SESSION

KAKI DIABETES
Disusun oleh : Jeevanisha Patmanathan Fitrie Desbassarie W Indra Bramanditia 130112123511 130112120550 130112120562

Preseptor : Prof. H Hendro Sudjono Yuwono, dr., PHD., SpB-(K)V

BAGIAN ILMU BEDAH VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG 2014

KAKI DIABETES

I.

PENDAHULUAN Prevalensi diabetes terus mengalami peningkatan di seluruh dunia. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan WHO, dalam beberapa dekade terakhir, prevalensi diabetes terus mengalami peningkatan dan diperkirakan akan mencapai 439 juta individu pada tahun 2030. Jumlah penderita diabetes di Indonesia diperkirakan pada tahun 2025 akan menempati peringkat nomor 5 di dunia dengan jumlah penderita sebanyak 12,4 juta orang. Diabetes yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi. Komplikasi diabetes dapat berupa gangguan pada makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular menyebabkan terjadinya penyakit serebrovaskular dan penyakit arteri koroner. Sedangkan komplikasi mikrovaskular dapat menyebabkan kebutaan, gagal ginjal, dan kaki diabetik. Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti karena dapat berakhir dengan amputasi dan kematian. Prevalensi ulkus diabetik mencapai 4-10% dari seluruh populasi penderita diabetes. Semasa hidupnya, penderita diabetes memiliki risiko 15% mendapat komplikasi ini. Sekitar 60-80% penderita ulkus dapat pulih, 10-15% tetap aktif, dan 5-24% berakhir dengan amputasi.

I.

DEFINISI Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes melitus, pada kaki diabetik terjadi infeksi, ulserasi dan atau destruksi pada jaringan yang berhubungan dengan kelainan neurologis dan kelainan vaskular pada ekstremitas bawah.

II.

FAKTOR RESIKO Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki. Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri, lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang). Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteribakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.

Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob berkembang biak. Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat). III. PATOFISIOLOGI Akibat peninggian abnormal kadar gula darah yang khronik akan terjadi proses nonensimatik glikosilasi (non-enzymatic glycosylation atau glycation, yaitu penggabungan glukosa dengan protein dalam lingkungan kadar glukosa yang tinggi tanpa bantuan ensim) protein dalam bentuk advanced glycation end products (AGE). Proses tersebut akan menghasilkan radikal bebas yang selanjutnya akan menimbulkan dampak pada percepatan aterosklerosis (makroangiopati) dan mikroangiopati yang merupakan perubahan-perubahan patologis yang biasa ditemukan pada penderita penyakit diabetes mellitus yang menimbulkan gangguan fungsi (disfungsi) sel endotel pembuluh darah (LoGerfo,1995; Bouskela, Bottino, Tavares 2003). Kecepatan pembentukan radikal bebas sangat tergantung pada kecepatan terjadinya proses glikosilasi protein. (Jennings and Belch 2000)

Terdapat 3 gejala patologis yang bekerja saling berinteraksi

bersama secara

kompleks dan jarang sekali muncul sendirian, yaitu : (1) neuropati, (2) infeksi, (3) iskhemia. Penyebab dari iskemia pada kaki diabetik adalah oklusi arteri akibat gangguan

aterosklerosis. Proses terjadinya gangguan aterosklerosis lebih cepat dan lebih berat pada penderita diabetes dibandingkan dengan penderita aterosklerosis non-diabetes. Infark miokardium yang disebabkan aterosklerosis pada arteri Coronaria merupakan penyebab kematian yang tersering. Gangren pada kaki lebih sering timbul hampir 100 kali dibandingkan pada populasi penderita non-diabetes. Dijumpai peningkatan adesi trombosit kepada lapisan endotel pembuluh arteri, yang mungkin disebabkan oleh peningkatan sintesa tromboxan-A2 dan penurunan produksi prostasiklin (prostacycline). Selain bahwa hipertensi, yang sering dijumpai pada penderita diabetes, merupakan faktor risiko aterosklerosis. Semua jenis ukuran arteri akan dikenai oleh proses aterosklerosis tersebut. Lokasi anatomik oklusi arteri pada diabetes menurut hasil penelitian prospektif dari Strandness dan Conrad adalah biasanya menyangkut arteri bagian distal dari arteri Poplitea dan arteri Tibialis. Selain itu hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa walaupun sering dijumpai oklusi pada arteri Tibialis dan arteri Peroneus , tetapi lebih jarang dijumpai oklusi arteri pada kaki terutama arteri dorsalis pedis sebagai outflow (atau disebut distal run-off , yaitu pembuluh darah yang menerima aliran darah dari protesa pembuluh) untuk operasi bedah pintas (by pass) . Hasilhasil tersebut diperkuat oleh hasil penelitian arteriografi dari Menzoian pada tahun 1989. Pada penderita diabetes, terutama yang bukan perokok sering dijumpai arteri Femoralis superfisialis atau arteri Poplitea yang tidak tersumbat, sehingga arteri tersebut dapat

digunakan sebagai inflow (arteri proksimal) yang mengalirkan darah ke distal (outflow) melalui pembuluh darah pengganti (graft, dapat berupa vena Saphena magna atau

sejenisnya atau pembuluh darah buatan) pada tindakan operasi rekonstruksi arteri. Pada percabangan arteri Tibialis, termasuk pembuluh arteri arkus pedis dan metatarsal,

umumnya dijumpai peningkatan kalsifikasi disekitar lamina elastika interna, tetapi keadaan ini seringkali tidak menimbulkan oklusi (LoGerfo,1995).

Diabetes seringkali menyebabkan penyakit vaskular perifer yang menghambat sirkulasi darah. Dalam kondisi ini, terjadi penyempitan di sekitar arteri yang sering menyebabkan penurunan sirkulasi yang signifikan di bagian bawah tungkai dan kaki. Sirkulasi yang buruk ikut berperan terhadap timbulnya kaki diabetik dengan menurunkan jumlah oksigen dan nutrisi yang disuplai ke kulit maupun jaringan lain, sehingga menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Kondisi kaki diabetik berasal dari suatu kombinasi dari beberapa penyebab seperti sirkulasi darah yang buruk dan neuropati. Berbagai kelainan seperti neuropati, angiopati yang merupakan faktor endogen dan trauma serta infeksi yang merupakan faktor eksogen yang berperan terhadap terjadinya kaki diabetik. Angiopati diabetes disebabkan oleh beberapa faktor yaitu genetik, metabolik dan faktor risiko yang lain. Kadar glukosa yang tinggi (hiperglikemia) ternyata mempunyai dampak negatif yang luas bukan hanya terhadap metabolisme karbohidrat, tetapi juga terhadap metabolisme protein dan lemak yang dapat menimbulkan pengapuran dan penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis), akibatnya terjadi gaangguan peredaran pembuluh darah besar dan kecil yang mengakibatkan sirkulasi darah yang kurang baik, pemberian makanan dan oksigenasi kurang dan mudah terjadi penyumbatan aliran darah terutama derah kaki. Neuropati diabetik dapat menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi

komplikasi dan menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat menyebabkan deformitas seperti Bunion, Hammer Toes (ibu jari martil), dan Charcot Foot.

IV.

Penemuan klinis: Infeksi jaringan lunak. Bakteri yang berkembang pada infeksi kaki diabetes sering bersifat polimikrobial. Seperti yang telah dijelaskan dimuka bahwa trauma yang terjadi tidak menimbulkan rasa nyeri, karena kehilangan refleks nyeri, reaksi inflamasi (nyeri, eritema, indurasi, pembengkakan) menjadi tumpul, akibat proses neropati. Akibat infeksi yang terlambat ditangani akan menimbulkan kerusakan jaringan yang berat, sehingga
7

sering harus dilakukan amputasi jari kaki. Kultur bakteri yang berasal dari cairan nanah pada luka infeksi harus dilakukan disertai pemeriksaan kepekaan bakteri terhadap antibiotika. Sebelum dilakukan kultur, antibiotika yang berspektrum luas harus diberikan sejak awal, dan selanjutnya berdasarkan hasil kultur dan tes resistensi.

Osteomielitis. Penderita diabetes mellitus terancam infeksi tulang oleh bakteri yang masuk melalui luka pada kulit atau ulkus. Infeksi pada tulang dapat diawali oleh infeksi pada permukaan kartilago sendi yang avaskular atau pada tulang-tulang sesamoid. Diagnosis osteomielitis dilakukan dengan foto sinar X.

Iskhemi. Nekrosis kulit terjadi akibat penurunan perfusi jaringan yang bersifat lokal maupun sistemis akibat trauma tekanan (claw foot) sebagai konsekwensi dari gangguan sensibilitas dan berkurangnya reaksi aktivitas bakterisidal lekosit terhadap inflamasi akibat peninggian kadar gula darah, mikrosirkulasi yang terganggu pada daerah tekanan. Keadaan tersebut memperburuk daya pertahanan tubuh penderita kaki diabetes. Pada daerah yang tidak mengalami neropati tekanan oksigen (transcutaneous PO2 diperiksa dengan cara menempelkan transducer khusus pada permukaan kulit ) pada kapilar kulit lebih tinggi pada penderita diabetes mellitus dibandingkan dengan penderita non-diabetes. Ulkus yang letaknya superfisial pada penderita kaki diabetes akan sembuh bila tekanan O2 kapilar paling sedikit sama dengan orang non-diabetes. Sebaliknya pada ulkus yang dalam dan mencapai tulang disertai infeksi, biasanya keadaan mekanisme pertahanan tubuhnya rendah, membutuhkan perbaikkan perfusi jaringan melalui operasi rekonstruksi arteri untuk penyembuhannya.

V.

KLASIFIKASI Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi ke dalam enam derajat menurut Klasifikasi Wagner

Klasifikasi lesi kaki diabetik juga dapat didasarkan pada dalamnya luka dan luasnya daerah iskemik yang dimodifikasi oleh Brodsky dari klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner. Sistem Klasifikasi Kaki Diabetik, modifikasi Brodsky. - Kedalaman luka 0 Kaki berisiko, tanpa ulserasi 1 Ulserasi superfisial, tanpa infeksi 2 Ulserasi yang dalam sampai mengenai tendon 3 Ulserasi yang luas/abses

- Luas daerah Iskemia A. Tanpa iskemia B. Iskemia tanpa gangrene C. Partial gangrene D. Complete foot gangrene

VI.

PENATALAKSANAAN Pengelolaan kaki diabetes mencakup pengendalian gula darah, pencegahan terjadinya ulkus, pencegahan infeksi, debridemen/pembuangan jaringan yang sudah mati, misalnya dengan amputasi. A. Pengendalian Diabetes. Langkah awal penanganan pasien dengan kaki diabetik adalah dengan melakukan manajemen medis terhadap penyakit diabetes secara sistemik karena kebanyakan pasien dengan kaki diabetik juga menderita malnutrisi, penyakit ginjal kronik, dan infeksi kronis, Diabetes melitus jika tidak dikelola dengan baik akan dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik diabetes, salah satunya adalah terjadinya gangren diabetik. Jika kadar glukosa darah dapat selalu dikendalikan dengan baik, diharapkan semua komplikasi yang akan terjadi dapat dicegah, paling sedikit dihambat.

Mengelola diabetes melitus langkah yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis, berupa perencanaan makanan dan kegiatan jasmani. Baru kemudian kalau dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai, dilanjutkan dengan langkah berikutnya, yaitu dengan penggunaan obat atau pengelolaan farmakologis. Perencanaan makanan pada penderita diabetes melitus masih tetap merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan diabetes melitus, meskipun sudah

10

sedemikian majunya riset di bidang pengobatan diabetes dengan ditemukannya berbagai jenis insulin dan obat oral yang mutakhir. Sarana pengendalian secara farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa : a. Pemberian Insulin. b. Pemberian Obat Hipoglikemik Oral (OHO). Golongan Sulfonylurea. Golongan Biguanid. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase. Golongan Insulin Sensitizing.

B. Penanganan Kelainan Kaki. 1) Strategi Pencegahan. Fokus utama penanganan kaki diabetik adalah pencegahan terhadap terjadinya luka. Strategi pencegahan meliputi edukasi kepada pasien, perawatan kulit, kuku dan kaki dan penggunaan alas kaki yang dapat melindungi. Pada penderita dengan risiko rendah diperbolehkan menggunakan sepatu, hanya saja sepatu yang digunakan tidak sempit atau sesak. Sepatu atau sandal dengan bantalan yang lembut dapat mengurangi resiko terjadinya kerusakan jaringan akibat tekanan langsung yang dapat memberi beban pada telapak kaki. Pada penderita diabetes melitus dengan gangguan penglihatan sebaiknya memilih kaos kaki yang putih karena diharapkan kaos kaki putih dapat memperlihatkan adanya luka dengan mudah. Perawatan kuku yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus adalah kuku-kuku harus dipotong secara transversal untuk mengurangi risiko terjadinya kuku yang tumbuh kedalam dan menusuk jaringan sekitar.

11

Edukasi tentang pentingnya perawatan kulit, kuku dan kaki serta penggunaan alas kaki yang dapat melindungi dapat dilakukan saat penderita datang untuk kontrol. Kaidah pencegahan kaki diabetik, yaitu; Setiap infeksi meskipun kecil merupakan masalah penting sehingga menuntut perhatian penuh. Kaki harus dibersihkan secara teliti dan dikeringkan dengan handuk kering setiap kali mandi. Kaki harus diinspeksi setiap hari termasuk telapaknya, dapat dengan menggunakan cermin. Kaki harus dilindungi dari kedinginan. Kaki harus dilindungi dari kepanasan,batu atau pasir panas dan api. Sepatu harus cukup lebar dan pas. Dianjurkan memakai kaus kaki setiap saat. Kaus kaki harus cocok dan dikenakan secara teliti tanpa lipatan. Alas kaki tanpa pegangan, pita atau tali antara jari. Kuku dipotong secara lurus. Berhenti merokok.

2) Penanganan Ulkus. Di klinik dibedakan 2 bentuk ulkus diabetik pada kaki, yaitu kaki neuropati dan kaki neuroiskemik. Kaki Neuropati Panas Pulsasi besar Sensorik menurun Warna kemerahan Kaki Neuro-Iskemik Dingin Pulsasi tidak ada Sensorik biasanya ada Pucat bila diangkat dan merah bila digantung

12

Ulkus pada kaki neuropati biasanya terjadi pada kalus yang tidak terawat dengan baik. Kalus ini terbentuk karena rangsangan dari luar pada ujung jari atau penekanan oleh ujung tulang. Nekrosis terjadi dibawah kalus yang kemudian membentuk rongga berisi cairan serous dan bila pecah akan terjadi luka yang sering diikuti oleh infeksi sekunder.

Penanganan ulkus diabetik dapat dilakukan dalam beberapa tingkatan, yaitu :

a) Tingkat 0 Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan penggunaan alas kaki buatan umumnya memerlukan tindakan pemotongan tulang yang menonjol (exostectomy) atau dengan pembenahan deformitas. b) Tingkat I. Memerlukan debridemen jaringan nekrotik atau jaringan yang infeksius, perawatan lokal luka dan pengurangan beban. c) Tingkat II. Memerlukan debridemen, antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti. d) Tingkat III. Memerlukan debridemen jaringan yang sudah menjadi gangren, amputasi sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang sesuai dengan hasil kultur.

13

e) Tingkat IV. Pada tahap ini biasanya memerlukan tindakan amputasi sebagian atau amputasi seluruh kaki.

VII.

PROGNOSIS Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis.

VIII. o

KESIMPULAN Kaki diabetik adalah kelainan pada tungkai bawah yang merupakan komplikasi kronik diabetes mellitus. Dengan manifestasi berupa dermopati, selulitis, ulkus, osteomielitis dan gangren. o Faktor utama yang memegang peranan dalam patogenesis kaki diabetik adalah adanya angiopati/iskemi dan neuropati. o o Menurut Wagner kaki diabetik diklasifikasikan menjadi 5 derajat. Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian (pengontrolan) penyakit secara umum mencakup pengendalian kadar gula darah, status gizi, tekanan darah, kadar kolesterol, pola hidup sehat. o Prinsip terapi bedah pada kaki diabetik adalah mengeluarkan semua jaringan nekrotik untuk maskud eliminasi infeksi sehingga luka dapat sembuh. Terdiri dari tindakan bedah kecil seperti insisi dan penaliran abses, debridemen dan nekrotomi. Tindakan bedah dilakukan berdasarkan indikasi yang tepat.

14

DAFTAR PUSTAKA

Yuwono H. S, 2010, Ilmu Bedah Vaskular Sains dan Pengalaman Praktis, Bandung, PT refika Aditama. Frykberg R.G, 2002, Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management, American Family Physician. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, 1994, Harrisons Principles of internal medicine, International edition, Singapore, Mcgraw Hill Book Co. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, Driver VR, Giurini JM, Kravitz SR, et al. Diabetic Foot Disorders: A Clinical Practice Guideline (2006 Revision). The Journal of foot and ankle surgery : official publication of the American College of Foot and Ankle Surgeons. 2006;45(5):S1-S66. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, Driver VR, Giurini MSJM, Kravitz SR, et al. Surgery DIABETIC FOOT DISORDERS : A CLINICAL PRACTICE GUIDELINE ( 2006 revision ) DIABETIC FOOT DISORDERS. Diabetic Foot. 2006:1-66. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global estimates of the prevalence of diabetes for 2010 and 2030. Diabetes research and clinical practice. 2010;87(1):4-14. Suyono S. Diabetes Melitus Di Indonesia. In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 1873 - 9.

Adi S. Diabetic Complications: Does Prevention Really Works? In: Adi S, Tjokroprawiro A, Stutjahjo A, Nasronudin, Widodo, editors. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XXIII. Surabaya: Departemen - SMF Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 2008. p. 474 - 86. Tentolouris N. Introduction. In: Katsilambros N, Dounis E, Makrilakis K, Tentolouris N, Tsapogas P, editors. Atlas Of The Diabetic Foot. United Kingdom: WileyBlackwell; 2010. p. 1-10.

15

Вам также может понравиться