Вы находитесь на странице: 1из 12

KATARAK SENILIS, RISIKO BAGI ORANG YANG BERUSIA LANJUT

SENILE CATARACTS, RISK OF THE ELDERLY PEOPLE

Amanda Nazira1, Rigen Adi Kowara2, Nuke Amalia3, Anik Yunaidah4, Rizky Ananda Putri5, Rahayuningtias6, Mariatul Fithriasari7 S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Jl. Mulyorejo Kampus C FKM UNAIR, Surabaya 60115
ABSTRAK Penyakit katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia, khususnya negara berkembang seperti Indonesia. Tingginya angka kebutaan di Indonesia yang mencapai 1,4% merupakan angka tertinggi di wilayah regional asia tenggara. Menurut WHO pada tahun 2008, katarak menyebabkan kebutaan di dunia sebesar 48 % dari seluruh kebutaan yang ada. Di indonesia sendiri berdasarkan survei kesehatan indera 20042005 oleh Depkes RI, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52 %. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa kristalina dan penyebab pada umumnya berkaitan dengan usia tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter. Salah satu jenis katarak adalah katarak senilis yang terbagi dalam empat tingkatan yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur. Katarak senilis (katarak pada orang tua) disebut juga katarak yang berhubungan dengan usia. Katarak jenis ini adalah katarak yang paling banyak menyerang orang yang berusia di atas 50 tahun. Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun. Selain umur atau usia ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, jenis kelamin, penyakit diabetes mellitus, paparan dengan radikal bebas, merokok, defisiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma pada mata, infeksi, dan lain-lain. Katarak sendiri juga memiliki gejala klinis, diantaranya adalah pandangan silau, penglihatan menurun tajam, titik hitam di depan mata, poliopia unikular dan gambaran berwarna. Kata Kunci : katarak senilis, faktor risiko, usia tua, jenis katarak, gejala klinis

ABSTRACT Cataract is main cause of blindness in this world, especially developing country like Indonesia. The numbers of blindness in Indonesia that reached 1.4% is the highest in the region of southeast Asia. According to WHO in 2008, cataract cause most of blindness in the world with 48% number. In Indonesia itself, based on a survey of senses health 2004-2005 by RI Department of health, cataracts also causes most major blindness which amounted to 52% . Cataract is a cloudiness that occurs on kristalina lens and generally associated with age but a lot of other things that can get involved such as trauma, toxin, systemic diseases (such as diabetes), smoking and hereditary. One type of cataract is senile, this cataract classified in four stadium, namely incipient, immature, mature, and hypermature. Senile cataract, also called as age-related cataracts. This type of cataract mostly attacked person over the age of 50 years. Based on studies of the cataract, prevalence in the age of 65 years is 50% and it is increasing up to 70% on over 75 years of age. In addition to the ages, there are many factors that will increase the risk of cataracts. These factors include exposure to ultraviolet light, gender, diabetes mellitus, exposure to free radicals, smoking, vitamin deficiency (A, C, E, niacin, thiamine, riboflavin, and beta carotene), dehydration, trauma on the eye, infections, and others. Cataract also has clinical symptoms, such as glare, vision decreased, black dots in front of the eye, poliopia unicular and the colored image. Key Words : senile cataract, risk factor, senile, cataract stadium, clinical symptoms

PENDAHULUAN Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2008 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama didunia sebesar 48 % dari seluruh kebutaan yang ada di dunia. Di indonesia sendiri berdasarkan survei kesehatan indera oleh Depkes RI tahun 2004-2005, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52 %. Kebutaan merupakan bencana nasional, Sebab kebutaan menyebabkan kualitas sumber daya manusia rendah. Hal ini berdampak pada kehilangan produktifitas serta membutuhkan biaya untuk rehabilitasi dan pendidikan orang buta. Perubahan pengelihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi, konstriksi pupil, akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak. Semakin bertambahnya usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilia atau biasanya ditemukan pada lansia hingga sekarang sering disebut katarak sinilis. Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia adalah sebesar 0,9 % dengan penyebab utama katarak. Walaupun katarak sinilis adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20 % buta katarak telah dialami oleh penduduk indonesia pada usia 40-50 tahun, yang menurut kriteria Biro Pusat Statistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif. Makin tingginya angka harapan hidup penduduk Indonesia maka jumlah penderita katarak sinilis makin meningkat, sehingga pelayanan bedah katarakpun makin bertambah. Masalah kebutaan di Indonesia yang sudah mencapai 40 % tidak hanya menjadi masalah kesehatan, namun sudah menjadi masalah sosial, swasta dan partisipasi aktif dari masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Sehingga perlu suatu usaha yang harus dilakukan untuk menetapkan suatu visi, yaitu gambaran prediksi atau keadaan masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang . Tanggal 18 februari 2008 WHO mencanangkan komitmen global vision 2020 : The Right to Sight. Beberapa upaya untuk mewujudkan hal itu adalah menanggulangi gangguan pengelihatan dan kebutaan di masyarakat, memfasilitasi pemerataan pelayanaan kesehatan mata yang bermutu dan terjangkau. Yang sebenarnya dapat dicegah melalui rehabilitasi. Pencanangan itu berarti pemberian hak bagi setiap penduduk didunia termasuk indonesia untuk mendapatkan penglihatan yang optimal 2020. Penyakit katarak Lansia (katarak sinilis) adalah masalah yang serius dan penyakit ini merupakan salah satu penyebab kebutaan terutama di negara Indonesia (Ilyas, 2007). Dari tahun ke tahun penyakit katarak sinilis selalu meningkat. Maka dari itu, perlu suatu tindakan pencegahan dan pengendalian supaya masalah katarak sinilis dapat ditangani. Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa tidak bisa menerima cahaya dari luar. lensa kristalina yang normalnya jernih biasanya terjadi akibat penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Donoghue, 2010). Lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Kejadian katarak Lansia lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki karena pada wanita terjadi monopause, saat itu biasanya ada gangguan hormonal sehingga ada jaringan tubuh yang mudah rusak (Nkumbe, 1999). Katarak sinilis merupakan penyakit tidak menular tapi dapat menyerang siapa saja, katarak sinilis banyak terjadi pada umur diatas 40 tahun, dan faktor resiko penyebab katarak sinilis adalah umur dan jenis kelamin. Katarak di Indonesia merupakan salah satu penyebab kebutaan di perkirakan setiap tahun meningkat 210. 000 orang. pada tahun 2009 tercatat sekitar 40 % yang menderita penyakit katarak ( SKRTSURKERNAS 2009 ). Penggunaan pelayanan kesehatan mata oleh masyarakat masih kurang. Penyebabnya dikarenakan sikap masyarakat yang tidak benar terhadap pelayanan kesehatan sebagai contoh berupa rasa takut terhadap pelayanan kesehatan dan merasa bahwa pemeriksaan kesehatan mata tidak penting. Beberapa paradigma itu muncul di kalangan masyarakat terutama para orang tua atau lansia yang cenderung tidak mengetahui tentang penyakit katarak. Sehingga semakin banyaknya penyakit katarak sinilis yang semakin lama kejadian kasus ini semakin banyak. Penyebab lainnya dapat dikarenakan biaya, jarak dan transportasi. Permasalahan di atas dapat ditangani dengan adanya sikap masyarakat yang benar terhadap pelayanan kesehatan mata serta adanya suatu pembrdayaan masyarakat atau konseling kepada para lansia agar mengetahui dan mampu mengetahui apa itu katarak sinilis dan bagaimana cara pencegahannya. Sikap itu sendiri memiliki berbagai faktor determinan yang berupa faktor internal dan faktor eksternal. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas antara lain bagaimana gambaran kejadian katarak pada Lansia atau katarak sinilis, cara pencegahan katarak sinilis, dan 2

upaya apa yang harus dilakukan agar meminimalisir jumlah penderita katarak sinilis. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian katarak pada Lansia (katarak sinilis) serta bagaimana cara pencegahan dan penanggulangannya. Selain itu, juga ingin mengetahui faktor risiko apa saja yang dapat mempengaruhi terjadinya katarak sinilis dan menghubungkannya dengan Segitiga Epidemiologi. Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui angka kejadian katarak Lansia ,serta mengetahui bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan katarak Lansia baik secara spesifik atau menyeluruh. Selain itu untuk mengetahui kejadian katarak Lansia ditinjau dari jenis kelamin penderitanya dan untuk mengetahui apakah ada faktor-faktor yang mempengaruhi lainnya pada katarak Lansia. EPIDEMIOLOGI KATARAK SENILIS Jika ditinjau dari asal kata, Epidemiologi berasal dari bahasa Yunai yang terdiri dari 3 kata dasar, yaitu epi yang berarti pada atau tentang, demos yang berati penduduk dan kata terakhir adalah logos yang berarti Ilmu pengetahuan. Jadi Epidemilogi adalah Ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan dalam pengertian modern pada saat ini epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta determinan masalah kesehatan pada sekelompok orang atau masyarakat serta faktor faktor yang mempengaruhinya. Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit infeksi menular. Tapi dalam perkembangannya hingga saat ini masalah yang dihadapi penduduk tidak hanya penyakit menular saja, melainkan juga penyakit tidak menular, penyakit degenaratif, kanker, penyakit jiwa, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya. Oleh karena itu, epidemiologi telah menjangkau hal tersebut. Salah satu penyakit degeneratif yang menjadi kajian epidemiologi adalah katarak. Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa kristalina dan pada umumnya, penyebabnya adalah berkaitan dengan usia. Katarak senilis disebut juga katarak yang berhubungan dengan usia karena biasanya diderita oleh orang tua. Katarak jenis ini adalah katarak yang paling banyak menyerang orang yang berusia di atas 50 tahun. Makin lanjut usia seseorang makin besar kemungkinan mendapat katarak (Katarak Senilis). KATARAK SENILIS DI DUNIA

Katarak senilis adalah penyebab kebutaan di dunia sebesar 48% atau sekitar 18 juta orang. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan jumlah operasi katarak. Jumlah operasi katarak per 100.000 populasi per tahun disebut dengan Cataract Surgery Rate (CSR), digunakan sebagai indikator untuk menilai usaha pemberantasan kebutaan akibat katarak. Di Negara maju (Amerika Utara, Eropa Barat, Australia dan Selandia Baru) CSR lebih dari 4000. Dimana Australia paling tinggi di dunia, mencapai 6500. Di Afrika dan Cina CSR kurang dari 500. Di Amerika Tengah dan Selatan, Eropa Timur dan Timur Tengah CSR kurang dari 1000. Di India, lebih dari 4000. Kebutaan akibat katarak (<3/60) jarang dijumpai pada Negara dengan CSR lebih dari 4000, kecuali India, dimana prevalensi kataraknya sangat tinggi.
Tabel dibawah ini menunjukkan prevalensi beberapa penyakit atau penurunan kondisi tubuh yang mengakibatkan cacat sedang dan berat dalam kurun usia tertentu, yang terjadi di Negara maju dan sedang berkembang (WHO, 2004). Dalam tabel tersebut, katarak merupakan penyakit keempat di dunia yang menyumbang kecacatan sedang dan berat, baik itu di Negara maju maupun Negara berkembang. Namun dapat pula diketahui jika prevalensi terjadinya katarak di Negara berkembang jauh lebih banyak daripada di Negara maju. Hal ini dikarenakan banyak faktor. Salah satunya adalah tingkat ekonomi dan pendidikan di Negara maju sudah cukup baik sehingga dapat meminimalisir terjadinya katarak. Berbeda dengan Negara berkembang, faktor ekonomi dan pendidikan yang rendah, dapat menjadikan penyakit katarak banyak terjadi di Negara tersebut.

Tabel 1. Prevalensi Penyakit Penyebab Kecatatan di Negara maju dan berkembang WHO (2004) juga menggambarkan terjadinya perbedaan penderita katarak menurut golongan jenis kelamin. Tabel di bawah ini menunjukkan presentasi terjadinya katarak berdasarkan jenis kelamin. Dari tabel di bawah ini, bisa disimpulkan jika prevalensi terjadinya katrak pada laki-laki dan perempuan berbeda di dunia. Pada laki-laki presentasenya mencapai 2,7 % dari total akulmulasi YLD. Sementara pada perempuan presentasenya mencapai 3,2 % dari total akumulasi YLD. Hal ini membuat katarak berada pada urutan peringkat keenam dari penyakit yang menyebabkan kecacatan pada golongan laki-laki. Sebaliknya pada golongan perempuan, katarak menjadi penyakit dengan peringkat keempat sebagai penyakit yang menyebabkan kecacatan di dunia.

Tabel 2. Prevalensi dan Presentase Penyakit Penyebab Kecatatan menurut Jenis Kelamin KATARAK SENILIS DI INDONESIA Di Indonesia , katarak merupakan penyebab utama kebutaan dimana prevalensi buta katarak 0.78 % dari prevalensi kebutaan 1,5 % menurut hasil survey pada tahun 1996. Walaupun katarak umumnya adalah penyakit usia lanjut , namun 16-20% buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun, yang menurut kriteria Biro Pusat Statistik (BPS) termasuk dalam kelompok usia produktif . Buta katarak ini seharusnya tidak terjadi bila diketahui factor risiko yang menyebabkannya sehingga upaya penundaan dapat dilakukan. Berbeda dengan kebutaan lainnya , buta katarak merupakan kebutaan yang direhabilitasi dengan tindakan bedah. Namun , pelayanan bedah katarak di Indonesia belum tersedia secara merata yang mengakibatkan sampai tahun 2002 timbunan buta katarak ( cataract backlog ) mencapai jumlah 1,5 juta , terutama diderita oleh penduduk berpenghasilan rendah. Bila upaya penanggulangan buta katarak yang terdiri dari manajemen penyakit dan manajemen risiko tidak berhasil dilaksanakan , maka dapat dipastikan bahwa jumlah buta katarak di Indonesia akan meningkat dua kali pada tahun 2020 sesuai dengan peningkatan jumlah kebutaan dunia dari 25 juta menjadi 50 juta.

ANATOMI Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa, sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Nukleus ini bersifat lembek yang berangsur-angsur mengeras dengan bertambahnya usia. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Dibagian peifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.

Gambar 1. Anantomi Mata Normal

ETIOLOGI Penyebab katarak senil sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Tetapi, seiring dengan menigkatnya usia, maka lensa seseorang akan mengalami perubahan perubahan yaitu bertambahnya tekanan dan ketebalan lensa, serta berkurangnya kekuatan akomodasi dari lensa. Cristalin atau protein lensa dirubah oleh modifikasi dan agregasi bahan kimia menjadi molekul protein. Hasil dari terjadinya agregasi protein ini menyebabkan berfluktuasinya indeks refraksi, penghamburan cahaya, serta lensa menjadi kurang transparan. Adanya modifikasi bahan kimia pada protein nuklear lensa juga dapat memproduksi pigmen secara progresif.

PATOLOGI Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela.

Gambar 2. Katarak Senilis GEJALA KLINIS Gejala klinis yang sering dialami oleh penderita katarak, antara lain: 1. Pandangan silau Penglihatan untuk membaca dirasakan silau bila pencahayaan terlalu kuat sehingga merasa senang membaca di tempat dengan enerangan kurang. Pandangan silau juga merupakan gangguan penglihatan paling awal yang menyertai katarak. Selain itu penglihatan menjadi lebih terang pada waktu senja dibandingkan pada siang hari. 2. Menurunnya tajam penglihatan Bila letak kekeruhan di tengah lensa maka penglihatan tidak akan menjadi jernih. Bila telah terbentuk katarak yang menutupi pupil telah sedemikian keruh dan tidak bening maka akan mengganggu penyaluran sinar masuk selaput jala lebih nyata. 3. Titik hitam di depan mata Keluhan ini biasanya terjadi pada stadium permulaan (insipien). Pasien perlahan-lahan akan mengeluh seperti terhalang tabir asap yang makin lama makin tebal. 4. Poliopia unikular (melihat obyek seperti ganda/ dobel tiga) Hal ini terjadi karena refraksi yang tidak teratur oleh lensa dimana indeks refraksi yang juga berbeda sebagai akibat dari proses katarak. 5. Gambaran berwarna Gejala ini dialami oleh beberapa pasien yang memperlihatkan pecahnya cahaya putih menjadi spektrum berwarna karena keberadaan droplet air dalam lensa.

STADIUM Katarak senilis dibagi dalam 4 stadium, yaitu : 1. Katarak insipien Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak terlihat bercak-bercak yang membentuk gerigi dasar di perifer. Kekeruhan ini awalnya hanya tampak jika pupil dilebarkan. Biasanya stadium ini tidak menimbulkan gangguan tajam penglihatan dan masih bias dikoreksi. 2. Katarak imatur Katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada stadium ini lensa menyerap cairan sehingga lensa mencembung. Dengan mencembungnya lensa, akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan, dan mengakibatkan bilik mata dangkal. Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test, maka akan terlihat bayangan iris pada lensa. 3. Katarak matur Lensa kehilangan cairan yang berlebihan. Lensa menipis dan kekeruhan menjadi lebih jelas dan sudah mengenai seluruh lensa. Warna menjadi putih keabu-abuan. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif 4. Katarak hipermatur Proses degenerasi lanjut lensa, sehingga mata lensa yang mengalami degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut dengan katarak Morgagni. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT Riwayat alamiah penyakit merupakan perjalanan penyakit yang alami dan tanpa pengobatan apapun, yang terjadi mulai dari keadaan sehat hingga timbul penyakit. Meskipun setiap penyakit mempunyai riwayat alamiah yang berbeda, karena kerangka konsep yang bersifat umum perlu dibuat untuk menjelaskan riwayat perjalanan penyakit pada umumnya. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007). Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, genetik dan myopia. Beberapa faktor-faktor resiko ini tentunya ada yang dapat dihindari masyarakat untuk mencegah percepatan terjadinya katarak, misalnya merokok. Katarak senilis selalu mengenai kedua mata dan pada umumnya mata yang satu prosesnya lebih lanjut daripada mata lainnya. Perjalanan katarak senilis progresif lambat, biasanya mulai timbul kekruhan sampai menjadi keruh merata memerlukan waktu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Stadium katarak senilis menurut tahap perkembangan : a. Stadium Insipien (Incipient Stage) Kekruhan lensa tampak terutama adanya garis-garis di bagian perifer korteks menuju sentral lensa yang menyerupai jeruji sebuah roda. Pada stadium ini biasanya tidak menimbulkan gangguan tajam pada penglihatan dan masih bisa dikoreksi sehingga mencapai virus 6/6. Refleks fundus relatif cemerlang. b. Stadium Imatur (Intumescent Stage) Pada stadium ini lensa menyerap cairan sehingga lensa mencembung. Iris terdorong ke depan dan kamera okuli anterior dangkal sehingga dapat menyebabkan glaucoma sekunder. Visus lebih menurun karena selain kekeruhan yang bertambah juga lensa mencembung sehingga mata menjadi miopisasi. Tampak bayangan iris pada lensa saat pemeriksaan dengan penyinaran samping karena bagian superfisial lensa masih jernih sedang bagian belakangnya sudah keruh, refleks fundus suram. c. Stadium Matur (Mature Stage) 8

Lensa kehilangan cairang yang berlebihan. Lensa menipis dan kekeruhan menjadi lebih jelas dan sudah mengenai seluruh lensa. Warna menjadi putih keabu-abuan. Tajam penglihatan menurun tinggal melihat gerakan tangan atau persepsi cahaya. Refleks fundus negatif. d. Stadium Hipermatur (Hypermatur Stage) Stadium matur dapat berlangsung lama dan apabila masuk ke stadium hipermatur permukaan lensa menjadi homogen atau bercak-bercak ireguler. Lensa dapat kehilangan air dan mengering, tipis sehingga kamera okuli anterior lebih dalam. Bagian korteks lensa dapat pula menjadi lunak, cair seperti susu dan intinya meluncur ke bawah dan keadaan ini disebut katarak Morgagni, atau lensa akan terus kehilangan cairan dan keriput disebut Shruken cataract. FAKTOR RESIKO 1. Umur Dengan meningkatnya umur maka ukuran lensa akan bertambah dengan timbulnya serat-serat lensa yang baru. Serat-serat yang terbentuk lebih dahulu akan terdorong ke arah tengah membentuk nukleus. Nukleus ini akan memadat dan mengalami dehidrasi sehingga terjadi sklerosis. Sklerosis ini menyebabkan lensa tidak elastis dan daya kesanggupan untuk berakomodasi menurun. Bertambahnya usia maka berkurang juga kebeningan lensa. Keadaain ini akan berkembang dengan bertambahnya berat katarak. 2. Jenis kelamin Hasil survey yang dilakukan NHANES, Framingham Eye Study, Punjab menunjukkan bahwa wanita prevalensi katarak lebih meningkat daripada pria. Belum diketahui secara pasti apa penyebabnya, tetapi ada yang meyebutkan karena umur harapan hidup wanita lebih lama dibanding dengan pria. 3. Penyakit Diabetes Melitus Pada umumnya katarak merupakan masalah bagi orang usia lanjut. Tetapi tidak dengan penderita Diabetes Melitus (DM), katarak dapat terjadi pada usia muda. Proses terjadinya katarak pada penderita DM adalah akibat penumpukan zat-zat sisa metabolisme gula oleh sel-sel lensa mata. Dalam keadaan normal, penumpukan zat-zat sisa ini tidak terjadi. Bila kadar gula darah meningkat, maka perubahan glukosa oleh aldose reduktase menjadi sarbitol meningkat. Selain itu, perubahan sorbitol menjadi fruktose relatif lambat dan tidak seimbang sehingga kadar sarbitol dalam lensa mata meningkat. 4. Sinar ultraviolet Seseorang dengan paparan sinar ultraviolet tinggi dapat meningkatkan faktor risiko katarak. Sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa mata. Berbagai penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara radiasi ultra violet yang berasal dari sinar matahari dengan kejadian katarak. Sinar ultra violet akan diserap oleh protein lensa terutama asam amino aromatik, yaitu triptofan, fenil alanin dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi fotokimia dan menghasilkan fragmen molekul yang disebut radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan spesies oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida yang semuanya bersifat toksis. Radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi patologis dalam jaringan lensa dan senyawa toksis lainnya sehingga terjadi reaksi oksidatif pada gugus sulfhidril protein. Reaksi oksidatif ini akan mengganggu struktur protein pada lensa sehingga terjadi cross link antar dan intra protein dan menambah jumlah high molecular weight protein sehingga terjadi agregasi protein, kemudian akan menimbulkan kekeruhan lensa atau yang disebut katarak (Cumming, 1997). 5. Merokok Seseorang yang merokok 20 batang atau lebih per harinya mempunyai risiko 2 kali lebih banyak mengalami katarak. 6. Nutrisi Faktor nutrisi merupakan salah satu risiko untuk terjadinya katarak. Diet kaya laktosa atau galaktosa dapat menyebabkan katarak. Begitu juga dengan diet rendah riboflabin, triptofan dan berbagai asam amino lainnya. 7. Trauma mata Trauma pada mata menyebabkan katarak pada semua umur, pukulan keras, tembus, sayatan, panas tinggi, atau bahan kimia dapat mengakibatkan kerusakan lensa atau katarak traumatik. Trauma katarak dapat meliputi sebagian atau seluruh lensa. Pada beberapa kasus, kapsul lensa pecah oleh kekuatan luka tumpul. 8. Obat-obatan Faktor obat-obatan kataraktogenik mempengauhi kejadian katarak. Penggunaan obat corticosteroid terbukti sebagai faktor resiko katarak sub capsuler posterior (Urban, 1986). 9

9. Status Pekerjaan Pekerjaan dalam hubungannya dengan paparan sinar matahari, sinar ultraviolet, yang berasal dari sinar matahari akan diserap oleh protein lensa dan kemudian akan menimbulkan reaksi fotokimia sehingga terbentuk radikal bebas atau spesies oksigen yang bersifat sangat reaktif. Reaksi tersebut akan mempengaruhi struktur protein lensa, selanjutnya menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak.

10. Tingkat Pendidikan Pendidikan hubungannya dengan status sosial ekonomi seseorang, yang mempengaruhi asupan nutrisi sesorang. Kekurangan riboflavin yang terdapat dalam makanan yang berasal dari produk ternak (seperti susu, daging, telur) dan sayuran hijau (seperti bayam, brokoli, dan asparagus) (Vitale, 1993) (Taylor, 1993).

Gambar 3. Kerangka Konsep Faktor Penyebab Katarak

10

PENCEGAHAN Berdasarkan pengetahuan yang berkembang akhir-akhir ini, tidak ada upaya pencegahan katarak dan memperlambat kebutaan yang berarti, terutama untuk katarak senile (WHO). Katarak tidak dapat dicegah tetapi dapat disembuhkan hanya dengan operasi katarak. Dan tidak ada upaya pencegahan yang efektif untuk katarak (Arimbi, 2011). Namun, meskipun demikian yang dapat kita lakukan adalah mencoba beberapa upaya penundaan terjadinya katarak. Upaya-upaya tersebut antara lain adalah dengan melakukan penyuluhan gizi tentang manfaat konsumsi sayuran hijau, buah dan protein hewani seperti ikan, telur dan daging. Dengan adanya penyuluhan tersebut diharapkan dapat mengubah perilaku konsumsi masyarakat, terutama yang sudah berusia lanjut, untuk rutin mengkonsumsi sayuran, buah dan protein hewani agar zat gizi mereka tercukupi dan terhindar dari katarak sedini mungkin. Selain itu, program skrining katarak di masyarakat juga merupakan program yang harus dijalankan untuk mengetahui siapa saja yang beresiko maupun terkena katarak sebagai proses deteksi dini dan pengobatan kasus katarak di masyarakat (Pujiyanto, 2004). Katarak yang disebabkan oleh faktor resiko lain dapat diusahakan pencegahannya, misalnya dengan memberikan perlindungan khusus pada mata seperti kacamata untuk menghindari radiasi sinar ultra violet. Penyakit Diabetes Mellitus harus diobati secara teratur untuk mencegah katarak komplikata dan menghindari cedera pada mata atau perilaku merokok dan minum alkohol. Upaya pencegahan ini dibutuhkan untuk menghindari datangnya katarak pada usia dini. PENGOBATAN Pengobatan pada Katarak Senilis dapat diupayakan dengan beberapa cara sebagai berikut : 1. Obat-obatan lokal sistemik belum ada yang dilaporkan pembuktiannya. 2. Operasi atau pembedahan, yakni esktrasi katarak merupakan terapi yang paling tepat 3. Tindakan setelah operasi Pada pasca operasi akan terjadi : a. Penglihatan tidak jelas dan perlu lensa pengganti. b. Mata tidak dapat melihat dekat atau berakomodasi. Sehingga diperlukan bantuan untuk memulihkan kembali tajam penglihatan pada katarak senilis, untuk itu ada tiga pilihan : 1. Esktrasi katarak disusul dengan pemakaian kacamata afakia. 2. Esktrasi katarak dengan pemasangan lensa kontak. 3. Esktrasi katarak langsung penanaman lensa intra okuler. Namun ada pula keuntungan dan kerugian dari alat bantu tersebut seperti : a. Kacamata Afakia (ukuran 120-140 dioptri) Keuntungan : tidak terlalu mahal, cukup aman, tajam penglihatan sentral pulih kembali. Kerugian : efek pembesaran 30% lebih besar, ada distorsi bayangan, melihat harus lurus melalui pusat lensa, kacamata terlalu tebal (beban dan kosmetik). b. Lensa Kontak Keuntungan : tajam penglihatan sentral pulih kembali, efek pembesaran bayangan lebih kecil (5-10%), lapangan pandang menjadi agak luas. Kerugian : tidak semua orang dapat memakai lensa kontak terus menerus karena teknik pemasangan yang sulit terutama pada orang-orang tua, kebersihan harus tetap dijaga, pemasangan terasa mengganjal atau tidak enak. c. Lensa Intra Okuler Keuntungan : tidak ada distorsi bayangan, tidak ada efek pembesaran, lapangan pandang luas karena lensa buatan ditanam pada lokasi lensa mata sesuai mata asli. Kerugian : biaya yang mahal.

11

KESIMPULAN Katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa kristalina dan penyebab pada umumnya berkaitan dengan usia. Katarak senilis (katarak pada orang tua) disebut juga katarak yang berhubungan dengan usia. Katarak jenis ini adalah katarak yang paling banyak menyerang orang yang berusia di atas 50 tahun. Makin lanjut usia seseorang makin besar kemungkinan mendapat katarak. Gejala klinis dari katarak antara lain, pandangan silau, menurunnya tajam penglihatan, titik hitam didepan mata, paliopia unikular atau melihat objek seperti ganda, dan gambaran berwarna. Katarak yang di derita lansia biasa disebut dengan katarak senilis. Katarak senilis dibagi dalam 4 stadium yaitu, katarak insipien, katarak imatur, katarak matur, dan katarak hipermatur. Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. SARAN Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi. Penggunaan pelindung mata ketika melakukan pekerjaan yang beresiko menimbulkan katarak atau rutin berolah raga dapat menurunkan insiden terjadinya katarak traumatic. Disarankan agar banyak mengkonsumsi buahbuahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.
DAFTAR PUSTAKA 1. Arimbi, A. T., 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Katarak Degeneratif di RSUD Budhi Asih. p. Depok: Universitas Airlangga. 2. Cumming, R. G., 1997. Use of Inhealed Corticosteroids and The Risk of Cataract. The New England Journal of Medecine, pp. 5-10. 3. Donoghue, 2010. People Who Don't Use Eye Services : Making the Invisible Visible. Community Eye Health Journal, 12(31), pp. 36-38. 4. Ilyas, 2007. Ilmu Penyakit Mata. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 5. Nkumbe, 1999. Helping Older People Get The Eye Care They Need. Community Eye Health Journal, 12(3), pp. 36-38. 6. Notoatmodjo, 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. 3 ed. Jakarta: Rineka Cipta. 7. Pujiyanto, T. I., 2004. Faktor-faktor Resiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Katarak Senilis. In: Semarang: Universitas Diponegoro. 8. Taylor, 1993. Cataract : Relationships between Nutrititon and Oxidation. Am Cell of Nutrition, Volume 12, pp. 138-146. 9. Taylor, 1993. Cataract:Relationships between Nutrition and Oxidation. Am Cell of Nutritition, Volume 12, pp. 138-146. 10. Urban, 1986. Corticosteroids-Induced Catarac, Survey Opthalmologi. pp. 102-110. 11. Vitale, S., 1993. Plasma Antioxidant and Risk of Cortical and Nuclear Cataract. Epidemial, Volume 4, pp. 195-203. 12

Вам также может понравиться