Вы находитесь на странице: 1из 19

BAB I LAPORAN KASUS

1.1 Laporan Anestesi a. Pendahuluan Tanggal Nama Umur BB : 24 oktober 2012 : Ny. Rohani ; 28 Tahun : 47 Kg

Jenis Kelamin :Perempuan Diagnosa Tindakan Ahli Bedah : G1P0A0 gravida aterm JTH intrauteria preskep +HIV : Sectio sesaria : dr. Ade Permana Sp OG

Ahli Anestesi : dr. Sulistiowaty Sp An

b. Keterangan prabedah i. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Alamat Agama MRS ii. Anamnesis Keluhan Utama : Perut terasa mules : Rohani : 28 tahun : Wanita : IRT : Kenali : Islam : 23 Oktober 2012

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke RSUD Raden Mattaher dengan keluhan perut terasa mules sejak 1 jam yang lalu. Pasien hamil anak pertama dengan usia kehamilan 31-32 minggu dengan suami ODHA. Riwayat penyakit dahulu : Riwayat Hipertensi: disangkal Riwayat DM: disangkal Riwayat penyakit: alergi disangkal Riwayat penyakit: asma disangkal

Riwayat penyakit keluarga : suami pasien ODHA iii. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum: Lemah Kesadaran: Composmentis GCS Vital Sign : E4M6V515 :TD : 110/70mmHg

Nadi : 80 x/m RR T Kepala Mata THT Mulut Leher membesar Thorax Paru : : 20 x/m : 36,5C : normocephali : CA -/-, SI -/-, Pupil Isokhor, RC +/+ : discharge (-), dbn : Mukosa tidak anemis, lidah kotor (-), dbn : JVP 5-2 cmH2O, KGB tidak teraba

o Inspeksi o Palpasi o Perkusi

: Simetris kanan kiri, retraksi (-) : Vocal Fremitus normal, kanan kiri sama : Sonor di kedua lapangan paru

o Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), Wheezing (-/-) Jantung Abdomen o Inspeksi o Auskultasi o Palpasi : BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-) : : Cembung : BU (+) Normal : Palpasi TFU 29 cm Leopold I :Teraba bagian besar, bulat, lunak Leopold II: Teraba tahanan memanjang di kiri, teraba bagian kecil di kanan. Leopold III: Teraba bagian bulat, keras, besar Leopold IV: konvergen Ekstremitas: o Superior o Inferior : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-) : akral hangat, sianosis (-/-), edema (-)

iv. Pemeriksaan Penunjang EKG Laboratorium WBC RBC HGB HCT PLT PCT MCV : 10,8 103/mm3 : 4,68 106/mm3 : 13,2 g/dl : 41,7 % :161 103/mm3 : .130% : 89 m3 (3,5-10,0 103/mm3) (3,80-5,80 106/mm3) (11,0-16,5 g/dl) (35,0-50%) (150-390 103/mm3) (0,100-0,500 %) (80-97 m3) : Normal

v. vi.

MCH MCHC RDW MPV PDW Diff: % LYM

: 28.42pg : 31,7g/dl : 13,8% : 8,1m3 : 16,1%

(26,5-33,5 pg) (31,5-35,0 g/dl) (10,0-15,0 %) (6,5-11,0 m3) (10,0-18,0 %)

: 17,8 %

(17,0-48,0 %) (4,0-10,0 %) (43,0-76,0 %) (1,2-3,2 103/mm3) (0,3-0,8 103/mm3) (1,2-6,8 103/mm3)

% MON : 4,9% % GRA # LYM # MON # GRA : 77,3% : 1,9 103/mm3 : 0,5 103/mm3 : 8,4103/mm3

Penyakit Penyerta : HIV Status Fisik : ASA II

c. Tindakan anestesi 1. Metode a. Tekhnik anestesi b. Lokasi penusukan c. Analgesia setinggi d. Obat anestesi lokal e. Adjuvans f. Tambahan 2. Premedikasi mg 3. Medikasi: a. Oksitosin 10 IU drip b. Metergin 0,2 mg c. Tramadol 100 mg d. Ketorolac 30 mg : Anestesi regional : Spinal : L3-L4 : Segmen (dermatom) T4-T5 : Bupivakain 0,5% (hiperbarik)10 mg : Catapres 0,5g : Midazolam 1 mg : Inj Ranitidin 50 mg. Inj Ondancentron 4

e. Ketoprofen suppositoria 4. Cairan Loading cairan dengan RL 3 kolf, fima hes 1 kolf

d. Keadaan Selama Operasi 1. Letak penderita 2. Intubasi 3. Penyulit waktu anestesi 4. Keadaan bayi : Supine : Tidak dilakukan : Tidak ada : Baik BB 3200 gram

e. Ruang Pemulihan 1. Keadaan umum Kesadaran GCS Tanda vital TD HR RR : 120/80 mmhg : 84 x/menit : 22 x/menit : Tidak ada : 1415 ke zaal kebidanan : Tampak sakit sedang : Composmentis : E4M6V515

2. Penyulit 3. Pindah

f. Instruksi Anestesi 1. Observasi KU, tanda vital tiap 15 menit dalam 1 jam pertama 2. Tidur terlentang menggunakan bantal 24 jam 3. Boleh minum gelas per jam 4. Terapi sesuai operator.

g. Observasi Peri Op Jam 1230HR : 90x/menit, TD;120/70 mmHg Jam 1245HR: 80x/menit, TD:110/65 mmHg Jam 1300HR: 75x/menit, TD:100/80 mmHg

Jam 1315HR: 80x/menit, TD:110/50 mmHg Jam 1330HR: 80x/menit, TD:115/60 mmHg Jam 1345HR: 75x/menit, TD:103/41 mmHg Jam 1400HR: 80x/menit, TD:108/66 mmHg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembagian Anestesi Regional1 Anesthesia regional terbagi atas blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural dan kaudal serta blok perifer misalnya blok pleksus brakhialis, aksiler, analgesia regional intravena dan lain-lain. 2.1.1 Anatomi Medula Spinalis

Columna vertebralis terbagi atas 7 vertebra servikal, 12 vertebra thorakal, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sacral menyatu pasa dewasa dan 4-5 vertebrae koksigeal menyatu pada dewasa. Prosesus spinosus C2 teraba langsung di bawah oksipital. Prosesus spinosus C7 menonjol dan disebut sebagai vertebra prominens. Garis lurus yang menghungkan kedua Krista iliaka setinggi akan memotong prosesus spinosus vertebra L4 atau antara L4-L5.1-5 Peredaran darah untuk medulla spinalis di perdarahi oleh a.spinalis anterior dan a. spinalis posterior. Untuk mencapai cairan serebrospinal maka jarum suntik akan menembus kulit ke subkutis kemudian ligamentum

supraspinosum ke ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan ruang subarachnoid.1-5 Medulla spinalis berada dalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus meningens ( duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3 dan sakus duralis berakhir setinggi S2.1-5 Cairan serebrospinalis merupakan ultrafiltrasi dari plasma yang berasal dari pleksus aryeria koroidalis yang terletak di ventrikel 3-4 dan lateral. Caitran ini jernih tak berwarna mengisi ruang subaracnoid dengan jumlah total 100-150 ml, sedangkan yang ada di punggung sekitar 25-45 ml.1-5 2.1.2 Analgesia Spinal Analgesia spinal (intratekal, intradural,subdural, subarachnoid) ialah pemberian abat anestetik local ke dalam ruang subarachnoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik local ke dalam ruang subarachnoid. Tekhnik ini sederhana, cukup efektif dan mudah dikerjakan.1 2.1.3 Fisiologi Anestesi Spinal Ada 3 kelas saraf: motorik, sensorik dan otonom. Stimulasi saraf motorik menyebabkan otot berkontraksi ketika terjadi blok saraf, otot mengalami kelumpuhan. Saraf sensorik mengirimkan sensasi seperti sentuhan dan nyeri dari sumsum tulang belakang ke otak, sedangkan sarf otonom mengontrol caliber pembuluh darah, denyut jantung, kontraksi usus dan fungsi lainnya yang tidak berhubungan dengan kendali kesadaran. Umumnya saraf otonom dansensorik terblok sebelum saraf motorik. Vasodilatasi dan penurunan tekanan darah pun dapat terjadi ketika saraf otonom di blok.6 2.1.4 Penilaian dan Persiapan Pra Anestesia1 Anamnesis Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat aesthesia sebelumnya sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat

perhatian khususs, misalnya alergi, mual, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas asca bedah sehingga kita dapat merencanakan anesthesia berikutnya dengan lebih baik. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan rutin lain secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewakan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Klasifikasi status fisik Klasifikasi yang azim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA) Kelas I Kelas II KelasIII : Pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik dan biokimia : Pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang : Pasien dengan penyakit sistemik berrat, sehingga aktivitas rutin Terbatas Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam Masukan oral Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan bayi 3-4 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anesthesia. Minum bening, air putih, the menis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi.

10

Premedikasi Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia. Obat peredam kecemasan biasanya diazepam oral 10-15 mg beberapa jam sebelum indksi. Jika disertai nyeri dapat diberikan petidin 50 mg intramuscular.

Induksi anestesi Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tida sadar, sehinggamemungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan. Induksi anesthesia dapat dikerjakan dengan intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur akibat induksi anesthesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anesthesia sampai tindakan pembedahan selesai.

2.1.5 Indikasi dan kontraindikasi Indikasi:1 Bedah ekstremitas bawah Bedah panggul Tindakan sekitar rectum-perineum Bedah obsetri-genekologi Bedah urologi Bedah abdomen bawah Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasi dengan anesthesia umum ringan Kontraindikasi Absolut1 Pasien menolak Infeksi pada tempat suntikan Hipovolemia berat, syok Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

11

Tekanan intracranial meninggi Fasilitas resusitasi minim Kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anesthesia

Kontraindikasi relatif1 Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi) Infeksi sekitar tempat suntikan Kelainan neurologis Kelainan psikis Bedah lama Penyakit jantung Hipovolemia ringan Nyeri pinggang kronis

Indikasi anesthesia spinal pada seksio sesarea (-) Kontraindikasi pada seksio sesarea meliputi:7 Adanya infeksi pada tempat penyuntikan Terdapat gangguan fungsi hepar Terdapat gangguan koagulasi Tekanan intracranial meninggi Alergi terhadap anashesia local Hipertensi tak terkontrol Pasien menolak Syok hipovolemik

2.1.6 Komplikasi anestesi spinal7 Komplikasi spinal pada seksio sesarea meliputi: Hipotensi Bradikardia Sakit kepala spinal (pasca pungsi)

12

Menggigil Muntah-muntah Depresi napas Total spinal Sequel neurologic Penurunan tekanan intracranial Meningitis Retensio urin

2.1.7 Keuntungan Anestesi Spinal6 1. Biaya Biaya minimal 2. Kepuasan pasien Pasien sangat senang dengan teknik ini karena pemulihannya yang cepat dan tidak ada efek samping. 3. Pernapasan Efek samping sedikit pada system pernapasan selama blockade yang terlalu tinggi dihindari. 4. Jalan napas Control jalan napas tidak terganggu, sehingga menurunkan resiko penyumbatan saluran napas atau aspirasi isi lambung.keuntungan ini bias hilang jika obat penenang terlalu banyak diberikan. 5. Relaksasi otot Anesthesia spinal memberikan relaksasi otot yang sangat baik pada ekstremitas bawah dan perut bawah. 6. Perdarahan Kehilangan darah selama operasi minimal bila dibandingkan dengan anestesi umum. Hal ini karena penurunan tekanan darah dan denyut jantung dan peningkatan draenase vena menyebabkan aliran. 7. Koagulasi

13

8. Pada umumnya pasca operasi jarang terjadi thrombosis vena dan emboli paru. 2.1.8 Kekurangan Anestesi Spinal6 Kekurangan anestesi spinal diantaranya adalah sebagai berikut: Terkadang akan sulit untuk menemukan ruang dural dan mendapatkan CSF. Hipotensi dapat terjadi pada saat blockade. Beberapa pasien tidak cocok secara psikologis untuk tetap sadar, bahkan jika dibius, selama operasi. Ada risiko teoritis bahwa infeksi ke dalam ruang subarachnoid dan menyebabkan meningitis. Ini seharusnya tidak pernah terjadi jika peralatan disterilkan dengan benar dan teknik aseptic digunakan. Sakit kepala postural dapat terjadi pasca operasi.

Implikasi praktis dari perubahan fisiologis. Pasien harus terhidrasi dengan baik sebelum anesthesia local di suntikkan dan harus memiliki infuse intravena ditempat sehingga cairan lebih lanjut atau vasokonstriktor dapat diberikan jika terjadi hipotensi. 2.1.9 Persiapan Analgisia Spinal8 Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada analgesia umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal berikut 1. Informed Consent (izin dari pasien) Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal 2. Pemeriksaan fisik Tidak ada kelainan spesifik seperti tulang punggung dan lain-lain.

14

3. Pemeriksaan laboratorium anjuran Hemoglobin, hematokrit, PT (protrombin time) dan PTT (partial tromboplastine time) 2.1.10 Peralatan Analgesia Spinal1 1. Peralatan monitor Tekanan darah, nadi, oksimetri, denyut (pulse oksimeter) dan EKG 2. Peralatan anetesia/resusitasi umum 3. Jarum spinal Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke bobcock) atau jarum spinal denga ujung pensil (pensil poit whitecare)

2.1.11 Tekhik analgesia spinal Pasien duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan pada meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1,8 1. Setelah dimonitor tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakan stabil. Buat pasien membungkuk maksima agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah duduk. 2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan tulang punggung ialah L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada L1 dan L-2 atau diatasnya beresiko trauma terhadap medulla spinalis. 3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alcohol 4. Beri anestesi local pada tempat tusukan misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml 5. Cara tusukan median atau para median

15

Unuk jarum spinal besar 22G, 23G, atau 25 G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G aytau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum biasanya 10cc. Tusukan intoducer sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya kelubang jarum tersebut. JIka menggunakan jarum tajam irisan jarum harus sejajar dengan duramater yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah untuk menghindari kebocoran liquor yang dapat berakibat timbulnya nyeri pasca spinal. Setelah resistensi menghilang mandarin jarum spinal juga harus dicabut dan dikeluarkan likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dikeluarkan pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit hanya untuk menyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin posisi jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar putar arah jarum 90% biasanya likuor keluar. Untuk analgetik spinal kontinu dapat dimasukkan kateter 6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid dengan anestik hiperbarik. Jarak kulit ligamentum flavum dewasa lebih kurang 6 cm

2.2 HIV/AIDS 2.2.1 Definisi AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi kuman HIV (Human immunodeficiency virus)9 2.2.2 Diagnostik Seseorang dinyatakan terinveksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.9

16

Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 2.2.3 Tatalaksana9 HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total. Namun, data selam 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral di singkat obat ARV) bermanfaat menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri dari beberapa jenis yaitu: 1. Pengobatan untuk menekan reflikasi virus dengan obat antiretroviral 2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai HIV/AIDS, seperti jamur, tuberkulosis, hepetitis, toksoplasma, sarkoma kaposi, limfoma, kanker serviks 3. Pengobatan suportif yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan pendukung seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Upaya pencegahan dan penanggulangan 9 Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan dibeberapa negara dan amat dianjurkan oleh badan kesehatan dunia, WHO untuk di laksanakan secara sekaligus yaitu; 1. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda 2. Program penyuluhan sebaya untuk berbagai kelompok sasaran 3. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik 4. Paket pencegahan kompeherensif untuk pengguna narkotika, termasuk pengadaan jarum suntik steril 5. Program layanan infeksi menular seksual.

2.2.4

17

BAB III PEMBAHASAN Pada pasien ini dilakukan teknik anestesi spinal yang sudah sesuai dengan teori, dengan menggunakan jarum spinal yang berukuran 27 G dan dilkukan tusukan pada VL3-VL4 dan pasien dalam posisi duduk. Serta sebelum dilakukan tindakan anestesi tempat tusukan telah disterilkan dengan betadin dan alcohol. Selama melakukan anestesi spinal ini tidak ditemui adanya kendala. Sebagai premedikasi diberikan ranitidine 50 mg dan ondansetron 4 mg, Tujuannya untuk meminimalkan pneumonitis asam yang disebabkan oleh cairan lambung 25 ml dengan Ph 2,5. Kemudian induksi dengan bupivakain 0,5% (hiperbarik) 10 mg dan catapres. Pada pasien ini juga diberikan midazolam 1 mg dengan tujuan memberikan efek hipnotik sedative. Oxiytocin 10 IU (drip) yang bertujuan untuk mencegah perdarahan dengan merangsan kontraksi uters secara ritmik untuk mempertahankan tonus uterus post partum dan metergin 0,2 mg juga diberikan dengan tujuan membantu dalam proses kala III persalinan. Untuk analgetik diberikan Tramadol 100 mg yang merupakan analgetik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor dan kelemahan analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulag 4-6 jam dengan dosis maksimal 400 mg. perhari, berdasarkan teori tersebut pemberian sudah tepat. Ketorolak 30 mg diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut, sedang, berat setelah pembedahan. Dosis awal 10 mg diikuti denga 10-30 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan , serta pemberian ketoprofen suppositoria yang juga berperanan sebagai analgetik dan antiinflamasi non steroid, Loading cairan dengan RL 3 kolf , fima hes 1 kolf. Dengan BB 47 kg. Dapat diketahui bahwa

18

Puasa= P x BB x 2cc 6 x 47 x 2 564cc

Maintenance = BB x 2cc 47 x 2 94cc

Operasi = BB x 8 = 48 x 8 = 384cc

Perdarahan = 3 X 300 cc = 900 cc

Kebutuhan cairan 1 jam pertama= x P + M + O + P x 564 +94 + 384 + 900 1660 cc Pada pasien ini diberikan RL 3 kolf dan fima hes 1 kolf (2000cc) seharusnya pasien ini mendapatkan pengganti cairan sebanyak 1660 cc, dengan jumlah cairan yang diberikan sudah dapat menggantikan hilangnya cairan yang terjadi pada pasien.

19

DAFTAR PUSTAKA 1. Latief S.A dkk. Petunjuk praktis Anestesiologi Edisi 2. Jakarta; FKUI;2001 2. Mardjono Mahar, Neurology Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003 3. Snell RS. Neuroanatomi klinik. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2006. hal 3-7. 4. Snell RS. Anatomi klinik. Edisi keenam. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2006 hal. 897 5. Moore K, Agur. Amr. Anatomi klinis dasar. Edisi pertama. Jakarta; Hipokrates; 2002 6. Casey WF. Spinal anesthesia A Practical Guide. United Kingdom: Consultant Anaesthetist. 2000; Diunduh dari URL: http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/ul208-02.htm 7. adli J. Kontraindikasi Anestesi spinal pada pasien multigravida dengan section caesaria. Yogyakarta: FKUMY. 2010 8. Nugroho AM. Anestesia Obstetrik. Soenarto RF, Chandra S, editor. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi dan Intensive Care; 2012. hal 33-34. 9. Djoerban Z, Djauzi S. Dalam Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata Mk, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Balai penerbit FK-UI; 2006. hal. 1803-07.

Вам также может понравиться