Вы находитесь на странице: 1из 7

PERCOBAAN I PENGUJIAN TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BATANG CEMPEDAK (Artocarpus champeden), DAUN TAPAK DARA (Catharanthus Roseus L.

G Don) DAN BIJI PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

A.

Tujuan 1. Mengetahui toksisitas ekstrak kulit batang cempedak (Artocarpus champeden), daun tapak dara (Catharanthus Roseus L.G Don) dan biji pepaya (Carica papaya L) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2. Mengetahui nilai LC50 ekstrak kulit batang cempedak (Artocarpus champeden), daun tapak dara (Catharanthus Roseus L.G Don) dan biji pepaya (Carica papaya L).

B.

Dasar Teori 1. Uraian Tanaman a. Cempedak (Artocarpus champeden) Sistematika tanaman cempedak yakni: Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Urticales : Moraceae : Artocarpus : Artocarpus champeden

Tanaman cempedak tumbuh di tempat yang memiliki kelembaban yang tinggi. Daerah yang memnuhi kelembaban tersebut tersebar luas di beberapa tempat seperti Burma, Semenanjung Thailand, Semenajung Malaya, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Di Jawa, tanaman ini banyak dibudidayakan

di Jawa Barat, tetapi di Jawa Timur tanaman ini kurang bagus pertumbuhannya. Pohon cempedak yang ditanam dari biji mulai berbunga pada umur 3 6 tahun, sedangkan pohon asal grafting berbunga lebih awal yaitu 2 4 tahun. Tanaman cempedak muda mempunyai akar tunjang yang cepat tumbuhnya dan menghujam ke dalam tanah. Jarak tanam antara 12 - 14 meter. Telah banyak dilakukan penelitian terhadap tanaman tanaman yang memiliki khasiat sebagai antimalaria. Salah satu tanaman Indonesia yang potensial dikembangkan sebagai bahan antimalaria adalah

Artocarpus champeden yang dikenal dengan nama lokal cempedak. Pada penelitian awal telah diketahui adanya aktivitas antimalaria dari fraksi kloroform kulit batang Artocarpus champeden pada mencit terinfeksi Plasmodium berghei. Hasil penelitian menunjukkan adanya senyawa aktif tanin, alkaloid dan steroid pada ekstrak etil asetat. (Hafid, 2011) b. Tapak dara (Catharantus Roseus L.G Don) Berdasarkan sistem taksonomi, tanaman tapak dara dikenal dengan nama ilmiah Catharantus Roseus L.G Don, dari family Apocynaceae. Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut : Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Gentianales : Apocynaceae : Catharanthus : Catharanthus Roseus L.G Don (Soenanto, 2009) Tapak dara (Catharanthus roseus L.G Don) merupakan famili Apocynaceae. Memiliki nama daerah rutul-rutul, usia, cakar ayam, kembang serdadu, dan kembang sari cina. Tapak dara termasuk

tanaman semak atau terna tahunan yang tingginya bisa mencapai 120 cm. Batangnya berbentuk bulat tidak berkayu. Daunnya merupakan daun tunggal bertangkai pendek. Helai daun berbentuk elips dengan ujung runcing dan tepi rata. Tumbuhan ini mengandung alkaloid yang berefek antikanker dan alkaloid yang berefek menurunkan kadar gula dalam darah seperti leurosin, katarantin, loknerin, tetrahidroalstonin, vindilin, dan vindolinin. Tanaman ini bersifat sedikit pahit dan sejuk. Berkhasiat sebagai antikanker (antineoplastik), penenang (hipotensif),

sitostatika, menyejukkan darah, menghilangkan racun tubuh, menghentikan perdarahan, dan menurunkan gula darah. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun dan batangnya yang dikeringkan. Digunakan untuk mengobati kanker limfa, diabetes mellitus, hipertensi, serta perdarahan akibat penurunan jumlah trombosit. (Dewani, 2008) c. Biji papaya ( Carica papaya L ) Klasifikasi tanaman biji pepaya adalah sebagai berikut: Kingdom Devisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledonae : Carecales : Carecaceae : Carica : Carica papaya L (Suparapti, 2005) Tanaman pepaya termasuk perdu yang tinggi pohonya dapat dicapai 10 m. Batang pepaya tidak berkatu, bentuknya silidris dan berongga. Daun pepaya berwarna hijau dengan bentuk daun bertoreh

dan mempunyai penulangan daun yang membentuk jari. Bentuk bunga pepaya seperti bintang, warnanya putih kekuningan. Buah pepaya bentuknya bulat memanjang. Warnanya hijau pada saat masih muda dan berubah jingga setelah matang. Bagian tanaman pepaya yang dapat digunakan sebagi obat adalah akar, biji getah, daun dan buah . (Saadah, 2008) 2. Toksisitas Toksisitas suatu bahan didefinisikan sebagai kapasitas suatu bahan untuk mencederai suatu organisme hidup. Toksisitas suatu bahan kimia dapat diketahui dengan mempelajari pengaruh pemaparan dari bahan kimia terhadap binatang percobaan, organisme tingkat rendah seperti bakteri dan kultur sel dari mamalia di laboratorium. Toksisitas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain komposisi dan jenis toksikan, durasi dan frekuensi pemaparan, serta lingkungan (Ningsih, 2010). Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok yakni: a. Uji toksisitas akut Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dengan jangka waktu 24 jam. b. Uji toksisitas jangka pendek (sub kronik) Uji ini dilakukan dengan memberikan bahan tersebut berulangulang biasanya setiap hari atau lima kali seminggu selama jangka waktu kurang dari 10% dari masa hidup hewan itu yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 bulan untuk anjing. c. Uji toksisitas jangka panjang (kronik) Percobaan jenis ini mencakup pemberian obat secara berulang selama 3 6 bulan atau seumur hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus dan 7 10 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronik untuk lebih dari 6 bulan

tidak akan bermanfaat kecuali untuk percobaan karsinogenik atau senyawa penyebab kanker. (Lu, 2006)

3. Metode BSLT Respon berbagai hewan coba terhadap uji toksisitas dapat juga digunakan larva udang (Artemia salina L.) untuk mengetahui sifat toksik bahan dan metode yang menggunakan larva udang untuk toksisitas disebut Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). BSLT adalah salah satu metode uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa bioaktif yang bersifat toksik dari bahan dan metode ini dapat digunakan sebagai bioassay. Beberapa senyawa biaoktif yang telah berhasil diisolasi dan dimonitor aktivitasnya dengan BSLT

menunjukkan adanya suatu korelasi terhadap suatu uji spesifik antikanker. Penggunaan BSLT sebagai bioassay pertama kali dilaporkan oleh tarplay untuk menentukan keberadaan residu untuk insektisida, menentukan senyawa anastetik, serta menentukan tingkat toksisitas air laut. Toksisitas ditentukan dengan melihat nilai LC50 yang dihitung berdasarkan analisis probit. Ekstrak ditentukan dengan melihat LC50nya lebih kecil atau sama dengan 100 mg/ml (LC50 < 1000 mg/dl). LC50 dapat didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik diharapkan akan membunuh 50% hewan coba. Bila pemberian suatu zat terrjadi melalui inhalasi maka yang harus ditentukan adalah kadar letal median untuk masa pemberian tertentu atau waktu letal median (LC50) untuk kadar tertentu di udara (Lu, 2006). Senyawa bioaktifitas hampir selalu toksik pada dosis tinggi. Oleh karena itu daya bunuh invivo dari senyawa terhadap organisme hewan dapat digunakan untuk menapis ekstrak tumbuhan yang mempunyai bioaktivitas dan juga monitor bioaktif (Juniarti, 2009). 4. Uraian Hewan Uji

Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan yang dilakukan untuk mengetahui efek toksik dan ambang batas penggunaan suatu tumbuhan sebagai obat. Uji toksisitas dapat dilakukan dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test terhadap larva Artemia salina. Artemia salina merupakan udang-udangan primitif yang termasuk dalam filum Arthropoda. Udang ini hidup sebagai plankton di perairan dengan kadar garam 5 150 ppm, dengan suhu sekitar 25-30C, kadar oksigen 2 7 ppm dan pH 7,3 8,4 (Tampungan, 2011). Artemia atau Brine Shrimp termasuk filum Arthropoda kelas Crustaceace, subkelas Branchiopoda, ordo Anostrace, famili Artamidae, genus Artemia, spesies Artemia salina Leach. Apabila telur-telur Artemia yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu 25C atau menetas dalam waktu 24 36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah banyak larva yang juga dikenal dengan istilah naupilis. Dalam perkembangan selanjutnya akan mengalami 15 kali perubahan bentuk (metamorfosis). Proses ini biasanya berlangsung antara 1 3 minggu dan rata-rata sekitar 2 minggu (14 hari). Artemia dewasa dapat hidup selama beberapa bulan (sampai 6 bulan). Sementara itu setiap 4 5 hari sekali mereka dapat beranak (pada lingkungan yang baik) atau bertelur (pada lingkungan yang buruk) sebanyak 50 300 ekor atau butir. Untuk pertumbuhan telur, dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah daripada suatu batas tertentu. Batas ini berbeda-beda untuk setiap jenis artemia. (Mudjiman, 2004)

DAFTAR PUSTAKA Dewani dan Maloedyn Sitanggang. 2008. Terapi Jus dan 38 Ramuan Tradisional untuk Diabetes. AgroMedia Pustaka: Jakarta. Hafid, Achmad Fuad. 2011. Model Terapi Kombinasi Ekstrak Etanol 80% Kulit Batang Cempedak (Artocarpus champeden) Dan Artesunat Pada Mencit Terinfeksi Parasit Malaria. Jurnal Fakultas Farmasi Vol. 61 No.4. Juniarti. 2009. Uji Brine Shrimp Lethality Test Dengan Artemia Salina Leach. Media Press: Jakarta. Lu, Frank. 2006. Toksikologi Dasar Edisi VI. UIP: Jakarta. Mudjiman, Ahmad. 2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya: Jakarta. Ningsih, Fitria. 2010. Kandungan Flavonois Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla) Dan Toksisitas Akutnya Terhadap Mencit. Jurnal Institut Pertanian Bogor Vol. 3 No. 3. Saadah, sumiati. 2008. Mengenai Tanaman Yang Berkhasiat Obat. AZKA Press : Yogyakarta. Soenanto, Hardi. 2009. 100 Resep Sembuhkan Hipertensi, Asam Urat, dan Obesitas. PT Elex Media Komputindo: Jakarta. Supraptii, Lipis. 2005. Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal. Kanisius : Yogyakarta. Tampungan, Astuti Windy. 2011. Uji Toksisitas Ekstrak Batang Pinang Yaki (Area vestiaria) Pada Artemia salina Leach. Jurnal Fakultas MIPA Vol. 4 No. 1.

Вам также может понравиться