Вы находитесь на странице: 1из 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan dan Pertumbuhan Orofocial 2.1.1 Perkembangan Regio Orofacial A. Perkembangan Wajah Setelah ujung caput embrio membengkok di sekitar ujung anterior notochorda dan mencapai panjang rata-rata 3mm (sekitar hari ke-25 setelah pembuahan), cavum oris primitivum (stomatodeum) akan berkembang sebagai suatu celah kecil yang dikelilingi oleh capsula otak di bagian atas, pericardium di bagian bawah, processus mandibula dan maxilla pada bagian samping (Dixon, 1993). Processus mandibula dengan cepat akan meluas ke medial untuk membentuk rahang bawah primitif dan memisahkan stomatodeum dari pericardium. Pada saat bersamaan, capsula otak akan terpisah dari cavum oris primitivum melalui pembentukan processus frontonasalis. Sel-sel crista neuralis akan bermigrasi dari posisi semula di bagian samping tubus neuralis dan membentuk lembaran sel jauh di dalam ectoderma embryonicum, bila sudah mencapai regio mata yang sedang berkembang, akan terpisah menjadi dua bagian. Aliran sel-sel ke anterior akan masuk membentuk mesoderma embryonicum dari processus frontonasalis, sedangkan perluasan posterior akan ikut membentuk mesoderma dari arcus pharyngeus. Pembesaran processus facialis embryonicum merupakan akibat proliferasi mesoderma embryonicum yang berkesinambungan, dimana akan terjadi pembentukan tulang-tulang. Batas-batas processus facialis dipisahkan oleh sulcus-sulcus atau lipatan yang terletak diantaranya. Sulcus terisi oleh processus yang kecepatan proses pertumbuhannya tidak sama, menyebabkan terbentuknya wajah khas seperti yang biasa kita temukan pada bayi (Dixon, 1993). Kegagalan processus facialis untuk tumbuh dengan akurat dan untuk saling bergabung satu terhadap yang lain, dimana melibatkan penggabungan atau penutupan selubung ectoderma yang berkontak dengannya, akan menimbulkan

cacat perkembangan, dikenal sebagai celah wajah. Celah merupakan akibat terganggunya salah satu atau beberapa tahap penggabungan processus, termasuk induksi normal oleh sel-sel crista neuralis, beberapa keabnormalan pada tahap migrasi atau penggabungan mesoderma embryonicum (Dixon, 1993).

B. Perkembangan Labium Oris Superius Perkembangan labium oris superius pada manusia sampai sekarang ini masih belum diketahui dengan jelas dan bahkan ada dua pendapat yang saling berlawanan tentang apa peranan mesoderma maxillaris pada pembentukan labium oris ini. Salah satu pendapat tersebut diformulasi berdasarkan hasil penelitian klasik dari Frazer yaitu labium oris terbentuk seluruhnya dari processus maxillaris. Pendapat lain yag sudah diterima kalangan luas tentang perkembangan labium oris manusia adalah berdasarkan konsep klasik His, bersama-sama dengan pakar embriologi lainnya pada abad tersebut, menganggap bahwa bagian sentral labium oris, termasuk daerah cekungan yang disebut philtrum, berasal dari processus frontonasalis sedangkan bagian lateral berasal dari processus maxillaris (Dixon, 1993).

C. Perkembangan Palatum Pada tahap perkembangan ini, celah nasalis akan meluas ke belakang dan membentuk orifisium posterior sekunder yang mengarah ke stomatodeum. Jadi melalui cara inilah akan terbentuk cavum nasi primitivum. Cavum nasi dikelilingi di bagian bawah oleh perluasan ke mesial dari processus maxillaris dan juga oleh mesoderma frontonasalis (Dixon, 1993). Walaupun demikian mesenchyma maxillaris juga meluas ke medial di balik otak sedang berkembangan pada atap cavum oris primitivum. Perluasan mesoderma embyonicum dari setiap sisi akan bertemu di garis median dan kemudian mulai meluas ke bawah sebagai processus septal, berhubungan di bagian depan dengan septum nasi primer dari processus frontonasalis. Processus septal ikut membentuk sebagian besar septum nasi definitif (Dixon, 1993). Palatum terbentuk dalam dua bagian, pertama palatum primer dan kedua palatum sekunder. Bagian bawah processus frontonasalis kadang-kadang disebut

sebagai segmen intermaxillaris, ikut membentuk regio philtrum dari labium oris superium; segmen premaxillaris yang mengandung empat gigi incisivus dan sebuah processus kecil berbentuk segitiga yang meluas ke belakang sebagai palatum primer. Pada sekitar minggu perkembanga keenam, dua perluasan processus maxillaris akan tumbuh ke arah dalam dan ke bawah sebagai processus palatinus atau lereng yang nantinya akan terletak pada kedua sisi lingua yang sedang berkembang (Dixon, 1993). Pada minggu kedelapan, processus palatinus akan menjadi horizontal, saling berkontak satu sama lain, akan bergabung tepat di bawah ujung bebas septum nasi. Dengan terjadinya perubahan orientasi dari processus palatinus, cavum oris primitivum akan terbagai menjadi tiga bagian: cavum nasi kiri dan kanan diatas palatum sedang berkembang pada kedua sisi septum nasi, dan cavum oris definitif yang terletak di bawah palatum. Pembentukan palatum ini biasanya

mengakibatkan orifisium posterior dari cavum nasi bergeser ke belakang, sehingga orifisium ini tidak lagi membuka ke cavum oris tetapi malahan membuka ke bagian atas pharynx (nasopharynx) (Dixon, 1993). Baik septum nasi maupun palatum tampaknya berkembang dalam dua tahapan: a. Septum nasi primer berasal dari processus frontonasalis; palatum primer terbentuk dari perluasan ke belakang processus frontonasalis b. Bagian septum nasi lainnya dan palatum sekundder terbentuk dari jaringan processus maxillaris yang terletak di belakang processus frontonasalis (Dixon, 1993). Bagian-bagian wajah yang terbentuk dari processus frontonasalis

mempunyai persarafan sensorik dari cabang-cabang n. opthalmicus cabang n. trigeminus (n. ethmoidalis dan n. nasalis externa). Sedangkan bagian yang terbentuk dari processus maxillaris mempunyai persarafan sensorik berupa cabang-cabang n. maxillaris cabang n. trigeminus (n. nasalis, n. nasopalatinus, n. palatinus dan n. infraorbitalis) (Dixon, 1993).

Gambar Pembentukan palatum

D. Cartilago Rangka Wajah Sebelum pembentukan tulang dan juga selama tahap awal pembentukan tulang, rangka wajah umumnya terbentuk dari cartilago. Cartilago Meckel terbentuk di dalam arcus mandibularis dan meluas dari basis cranii sedang berkembang pada regio capsula optica ke garis median bakal regio dagu, dan bergabung dengan cartilago dari sisi berlawanan. Cartilago capsula nasalis terbentuk pada jaringan processus maxillaris dan meluas ke depan menuju processus frontonasalis. Di bagian belakangnya berhubungan dengan cartilago dari basis cranii. Di dalam bagian cavum nasi primer dan sekunder cartilago ini akan membentuk anyaman skeletal primordial (Dixon, 1993). Bagian lateral capsula dari kedua sisi wajah yang sedang berkembang akan membentuk rangka skeletal bagian luar dari cavum nasi; ujung bebas bagian bawahnya akan membelok ke dalam sebagai suatu concha nasalis inferior yang sedang berkembang. Di dalam kedua bagian septum nasi, processus ini akan membentuk cartilago septi nasi (Dixon, 1993). Pada tahap berikut akan terbentuk os maxilla dan premaxilla pada bagian luar cartilago capsula nasalis dan mandibula berkembang pada bagian luar cartilago Meckel. Vomer akan terbentuk dalam hubungannya dengan tepi bawah cartilago septal (Dixon, 1993).

E. Lingua

Menurut Dixon (1993), lingua terbentuk dalam dua bagian, yaitu: a. Pars anterior lingua (oral), berasal dari tiga tonjolan mesoderma arcus mandibularis, terletak tepat di dalam cavum oris. Ketiga tonjolan ini terdiri dari tonjolan lingual lateral dan struktur garis median di dasar mulut, yang sering disebut sebagai tuberculum impar, terletak di dlam sulcus diantara arcus mandibularis dan arcus hyoideus b. Pars poterior (pharyngeus) tertius berasal terutama dari arcus pharyngeus tertius dan akan tumbuh ke depan. Ke atas arcus pharyngeus secundus (hyoideus) pada dasar mulut untuk bergabung dengan ujung belakang pars anterior lingua. Daerah ini disebut juga sebagai copula atau aminentia hypobranchialis. Bagian belakang eminentia hypobranchialis ini nantinya akan membentuk epiglotis. Perbedaan daerah origo dari bagian-bagian lingua ini menyebabkan terjadinya perbedaan persarafan sensorik pada membrana mukosa dorsum lingua; dua pertiga anterior lingua dipersarafi n. lingualis cabang n. trigeminus, sedangkan sepertiga posterior lingua dipersarafi oleh n. glossopharyngeus saraf dari arcus pharyngeus primus dan tertius (Dixon, 1993). Saraf yang keluar dari arcus secundus (n. facialis) ikut memberi persarafan sensorik bagi serabut-serabut indra pengecap pada pars anterior lingua. Otot-otot lingua mulai terbentuk diantara minggu perkembangan keenam dan kedelapan, dan pada saat ini lingua sudah mengisi sebagian besar cavum oris. Pada sulcus antara lingua dan processus mandibularis akan terbentuk glandula sublingualis dan submandibularis yang merupakan perluasan pertumbuhan ke bawah dari epitel yang menutupinya. Glandula diperkirakan berasal dari jaringan endoderma embryonicum (Dixon, 1993).

F. Pipi Pipi terbentuk dari jaringan yang berasal baik dari processus mandibularis maupun processus maxillaris. Pada kedua sisi cavum oris pada regio pipi terlihat adanya kantung kecil dari cavum oris yang meluas keluar, terletak tidak terlalu jauh antara processus maxillaris di bagian atasnya dan processus mandibularis di bagian bawahnya. Batas luar dari kantung tersebut yang terletak pada kedua sisi

wajah terletak pada epithelium cavum oris, meluas dari processus maxillaris ke processus mandibularis dan mengelilingi permukaan dalam pipi. Baru kemudian, tinggi vertikal dari bagian cavum oris ini (vestibulum) akan makin meningkat. Pada belakang regio vestibularis di kedua sisi cavum oris akan terbentuk glandula parotidea sebagai suatu proyeksi seperti gemma epitel cavum oris yang mengarah ke mesoderma di sekitarnya (Dixon, 1993).

2.1.2 Saraf Sistem Orofasial 1. Saraf Trigeminus Saraf trigeminus adalah saraf yang berperan dalam mengirimkan sensasi dari kulit bagian anterior kepala, rongga mulut dan hidung, gigi dan meninges (Lapisan otak). Saraf Trigeminus memiliki tiga divisi (mata / oftalmik, rahang atas / maksilaris dan rahang bawah / mandibula) yang selanjutnya diperlakukan sebagai saraf-saraf terpisah. Pada divisi mandibula terdapat juga serabut saraf motorik yang mensarafi otot-otot yang digunakan dalam mengunyah (STANLEY MONKHOUSE MA, MB, BChir, PhD, 2006).

Saraf Trigeminus merupakan saraf campuran dimana sebagian besar merupakan serat saraf sensoris wajah, dan sebagian yang lain merupakan serat saraf motoris dari otot mastikasi (M Baehr and M Frotscher, 2005). Perlekatan saraf trigeminus dan pembagian divisi :

Saraf trigeminus menempel di ke aspek lateral pons, dekat pedunculus cerebellar tengah. Kemudian saraf trigeminus melewati bagian bawah bawah tentorium cerebelli, menuju fosa kranial bagian tengah.

Ganglion sensoris dari saraf trigemus dapat ditemukan pada bagian bawah dari tulang temporal. Untuk serat saraf sensoris terbagi menjadi 3, yakni: oftalmik (Va), maksilaris (Vb), dan mandibula (Vc) (STANLEY MONKHOUSE MA, MB, BChir, PhD, 2006).

2. Saraf Fasialis Saraf fasialis adalah saraf kranialis ke-7 berperan besar dalam mengatur ekspresi dan indra perasa di kulit wajah manusia. Saraf fasialis memiliki 2 komponen utama. Komponen yang lebih besar merupakan murni saraf motorik dan berperan dalam persarafan otot ekspresi wajah. Komponen ini yang merupakan saraf fasialis sesungguhnya. Akan tetapi sepanjang perjalanan komponen besar terdapat komponen yang lebih tipis yang disebut saraf intermedius. Saraf intermedius mengandung serabut saraf viseral dan serabut aferen somatis (M Baehr and M Frotscher, 2005). Fungsi : Saraf fasialis utamanya berperan dalam memasok impuls untuk otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu saraf fasialis juga berfungsi sebagai: Penyalur sensasi dari bagian anterior lidah dan rongga mulut Melalui persarafan parasimpatis saraf facialis, kelenjar

saliva,lakrimal, hidung dan kelenjar palatina bisa menghasilkan sekret (STANLEY MONKHOUSE MA, MB, BChir, PhD, 2006).

3. Saraf Glossofaringeus adalah saraf kranial ke-9 tidak memiliki peran yang cukup penting kecuali terkait peranannya dalam gag reflex.

Dari sudut pandang klinis, saraf kranial ke-9 tidak memiliki peran yang cukup penting kecuali terkait peranannya dalam gag reflex. Fungsi utama dari saraf glosofaringeal adalah suplai persarafan sensoris dari orofaring dan bagian posterior (belakang) dari lidah. Selain itu saraf glosofaringeal juga memiliki fungsi motorik terhadap otot stilofaringeus, fungsi otonom parasimpatis pada kelenjar parotis, serta fungsi sensoris dari sinus karotis, badan karotis, dan terkadang kulit dari meatus acusticus externus dan membran timpani (STANLEY MONKHOUSE MA, MB, BChir, PhD, 2006).

10

4. Saraf Vagus Saraf vagus adalah saraf kranialis ke-10 yang sebagian besar serat sarafnya merupakan saraf parasimpatis.

Fungsi utama dari vagus adalah untuk fonasi/ berbicara dan menelan. Saraf vagus juga berperan dalam mentransmisikan serat sensorik dari kulit bagian posterior dari meatus auditori eksternal dan membran timpani. Saraf ini juga meyarafi lajur usus sejauh lengkungan lienalis dari usus besar transversal (kasar), dan jantung, cabang trakeobronkial dan bagian interna abdomen (STANLEY MONKHOUSE MA, MB, BChir, PhD, 2006).

5. Saraf Hipoglosus adalah saraf yang berperan dalam memberikan persarafan pada otot-otot lidah. Gerakan lidah memiliki berbagai macam peranan mulai dari untuk mengunyah, menelan, dan bahkan berbicara. Selain itu saraf ini juga menyalurkan serat saraf dari C1 yang berfungsi mensarafi otot-otot tali (STANLEY MONKHOUSE MA, MB, BChir, PhD, 2006).

2.1.3 Otot yang berpengaruh terhadap orofasial Perkembangan normal dentofasial tergantung pada fungsi normal otot sekitar mulut. Keseimbangan antara otot bibir, pipi dan lidah perlu dipelihara. Adanya ketidakseimbangan antara ketiga struktur otot orofasial tersebut Deteksi akan dini

mempengaruhi

perkembangan

dentofasial.

ketidakseimbangan otot orofasial pada anak sangat diperlukan sebagai upaya pencegahan maloklusi. Ketidakseimbangan otot orofasial ditandai dengan adanya penempatan posisi lidah yang salah saat istirahat, pola penelanan yang salah, kelainan anatomi lidah. Keseimbangan otot orofasial dapat dideteksi dari pola penelanan yang benar dan posisi lidah pada saat istirahat. Anatomi otot-otot orofasial meliputi Otot-otot bibir dan pipi.

11

1. Otot spincter bibir Otot spincter bibir adalah orbicularis oris yang membentuk sebagian jaringan pada bibir. Memiliki koneksi yang luas terhadap muskulus-muskulus yang terdapat dalam rongga mulut. Origo dan insersio (Snell,1991) Serat-serat berjalan melingkari orificium oris di dalam substansi bibir. Beberapa serat berawal di tengah garis maxilla dan berjalan serong ke membran mukosa permukaan dalam bibir. Umumnya serat-serat ini berasal dari muskulus buccinator. Persarafan (Snell,1991). Cabang bukal dan mandibular n.fasialis Fungsi (Snell,1991) Merapatkan bibir 2. Otot dilator bibir a. M.levator labii superior b. M.zygomaticus mayor dan minor c. M.levator anguli oris d. M.risorius e. M.depressor anguli oris f. M.depressor labii inferior g. M.mentalis

3. Otot pipi Muskulus buccinator berada di maksila dan mandibula pada daerah molar dan masuk kedalam muskulus-muskulus di sekitar sudut mulut. Membentuk sebagian besar dinding lateral pipi. Menyimpan makanan di dalam rongga mulut pada saat proses mastikasi. Muskulus buccinator diinervasi oleh cabang bukal nervus fasialis dan mendapat suplai darah dari maksila dan arteri fasial.

12

Untuk lebih memehaminya dapat dilihat pada table lengkap dibawah ini : No 1. Otot M.occipitofrontalis 2. M.temporoparietalis 3. M.auricularis anterior 4. M.auricularis superior 5. M.auricularis posterior 6. M.orbicularis oculi Menutup kelopak mata, menekan saccus lacrimalis, menggerakkan alis mata Menarik turun kulit dahi dan alis, menciptakan kerutan miring tepat di atas pangkal hidung Menggerakkan kulit dahi dan alis mata ke arah pangkal hidung, menciptakan kerut vertikal tepat di atas pangkal hidung Menarik turun kulit dahi dan alis mata Menggerakkan cuping hidung dan hidungnya sendiri Pars alaris: membuka lebar cuping hidung Pars transversa: mengecilkan lubang hidung Menggerakkan cuping hidung dan hidungnya sendiri Menutup bibir, sehingga juga menggerakkan cuping hidung, pipi dan kulit dagu Menegangkan bibir, meningkatkan tekanan intraoral (ketika meniup dan mengunyah) Menarik bibir atas ke lateral dan ke atas Menggerakkan daun telinga ke belakang Menggerakkan daun telinga ke belakang dan ke atas Menggerakkan daun telinga ke depan dan ke atas Menggerakkan kulit kepala Fungsi Menggerakkan kulit kepala, menciptakan kerut miring di dahi

7. M.depressor supercilii 8. M.corrugator supercilii

9. M.procerus 10. M.nasalis (pars alaris dan pars transversa) 11. M.depressor septi nasi 12. M.orbicularis oris 13. M.buccinator 14. M.levator labii superioris 15.

13

M.depressor labii inferioris 16. M.mentalis 17. M.transversus mentii 18. M.depressor anguli oris 19. M.risorius 20 M.levator anguli oris 21. M.zygomaticus major

Menarik bibir bawah ke lateral dan ke bawah Membentuk lekuk di dagu, eversi bibir bawah (bersama dengan m.orbicularis oris) Menggerakkan kulit dagu Menarik sudut mulut ke bawah Menarik sudut mulut ke lateral dan atas, membentuk lesung pipi Menarik sudut mulut ke arah medial dan ke atas Menarik sudut mulut ke arah lateral dan ke atas Menggerakkan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu, memperdalam sulcus nasolabialis Menggerakkan bibir, alae nasi, pipi dan kulit dagu Menegangkan kulit leher, menciptakan kerutkerut vertikal

22. M.zygomaticus minor 23. M.levator labii superioris alaeque nasi 24. Platysma

2.1.3 Kelainan pada Orofocial 1. Gangguan Perkembangan Rahang Agnathia (tidak memiliki maksila atau mandibula) Micrognathia (ukuran rahang lebih kecil dari normal) Macrognathia (ukuran rahang lebih besar dari normal) 2. Gangguan Perkembangan Bibir dan Palatum Celah palatum Celah bibir Celah bibir dan celah palatum

3. Gangguan Perkembangan Lidah Microglossia (ukuran lidah lebih kecil dari normal) Macroglossia (ukuran lidah lebih besar dari normal)

14

Ankyoglossia (frenululum lingual pendek) Celah lidah 4. Gangguan Perkembangan Gigi (Ukuran, Bentuk, Jumlah, Struktur, Pertumbuhan) Ukuran (microdontia, macrodontia) Bentuk (fusi, dislaserasi) Jumlah (anodonsia, supernumerary) Struktur (amelogenesis imperfekta,enamel hipoplasia) Pertumbuhan (erupsi premature, erupsi yang tertunda, embedded, dan impaksi) 2.2 Tahap Perkembangan Gigi Setiap gigi mengalami tahap yang berturut-turut dari perkembangan selama siklus kehidupannya, yaitu (Harshanur, 1991): a. Tahap pertumbuhan 1) Tahap inisiasi adalah permulaan pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan epitel mulut. (epitelial bud stage). 2) Tahap ploreferasi adalah spesialisasi dari sel-sel dan perluasan dari organ enamel (cap stage). 3) Tahap histodeferensiasi adalah spesialisasi dari sel-sel, yang mengalami perubahan histologi dalam susunannya (sel-sel epitel bagian dalam dari organ enamel menjadi ameloblas, sel-sel perifer dari organ dentin pulpa menjadi odontoblas). 4) Tahap morfodeferensiasi adalah susunan dari sel-sel pembentuk sepanjang dentino enamel dan dentino cemental junction yang akan datang, yang memberi garis luar dari bentuk dan ukuran korona dan akar yang akan datang. b. Erupsi intraoseus 1) Tahap aposisi adalah pengendapan dari matriks enamel dan dentin dalam lapisan tambahan. 2) Tahap kalsifikasi adalah pengerasan dari matriks oleh pengendapan garam-garam kalsium (Harshanur, 1991). c. Erupsi

15

Erupsi gigi adalah munculnya tonjolan gigi atau tepi insisal gigi menembus gingiva. Erupsi gigi dapat terjadi pada gigi susu maupun gigi permanen (Purba, 2004). Tahap erupsi gigi dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu (Purba, 2004): 1) Tahap praerupsi Tahap praerupsi dimulai saat pembentukan benih gigi sampai mahkota selesai dibentuk. Pada tahap praerupsi rahang mengalami pertumbuhan pesat di bagian posterior dan permukaan lateral yang mengakibatkan rahang mengalami peningkatan panjang dan lebar ke arah anterior- posterior. Untuk menjaga hubungan yang konstan dengan tulang rahang yang mengalami pertumbuhan pesat ini maka benih gigi bergerah ke arah oklusal. 2) Tahap prafungsional Tahap prafungsional dimulai dari pembentukan akar sampai gigi mencapai daratan oklusal. Pada tahap prafungsional gigi bergerak lebih cepat ke arah vertikal. Selain bergerak kearah vertikal, pada tahap prafungsional gigi juga bergerak miring dan rotasi. Gerakan miring dan rotasi dari gigi ini bertujuan untuk memperbaiki posisi gigi berjejal di dalam tulang rahang yang masih mengalami pertumbuhan. 3) Tahap fungsional Tahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal.selama tahap fungsional gigi bergerak ke arah oklusal, mesial dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap funfsional ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dari gigi dapat dipertahankan. d. Kegagalam Erupsi Kegagalan erupsi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh sesuatu sebab sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi (Purba, 2004).

16

Ada dua faktor yang mempengaruhi kegagalan erupsi yaitu (Purba, 2004): a) Faktor-faktor kegagalan erupsi yang berasal dari gigi yaitu: 1) Kelainan dalam perkembangan benih gigi Pada kondisi kelainan perkembangan benih gigi ini, benih gigi yang sudah terbentuk tidak mengalami perkembangan dengan sempurna sehingga gigi gagal dalam bererupsi. 2) Kegagalan dalam pergerakan praerupsi dan prafungsional Pada kondisi ini, pembentukan gigi berlangsung dengan sempurna tetapi gigi yang sudah terbentuk tidak mengalami pergerakan selama tahap praerupsi dan prafungsional sehingga gigi tetap pada tempatnya di dalam tulang alveolar. 3) Letak benih yang abnormal Letak benih yang abnormal seperti letak benih yang terlalu miring ke arah lingual, bukal dapat menyebabkan gigi tersebut mengalami kesulitan dalam pergerakan erupsi sehingga gigi gagal bererupsi.

b) Faktor-faktor kegagalan gigi yang berasal dari sekitar gigi 1) Tulang yang tebal dan padat Gagalnya gigi bererupsi pada kondisi ini disebabkan konsistensi tulang yang sangat keras dan padat sehingga tekanan erupsi normal tidak mencukupi untuk menembus tulang yang tebal dan padat tersebut (Purba, 2004). 2) Tempat untuk gigi tersebut kurang Kurangnya tempat untuk gigi yang disebabkan oleh berbagai hal seperti ukuran yang terlalu besar, tulang rahang yang tidak berkembang juga dapat menyebabkan gigi tidak muncul di rongga mulut (Purba, 2004). 3) Posisi gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut

17

Posisi gigi tetangga yang menghalangi jalanya erupsi dapat menyebabkan gigi tidak muncul kepermukaan (Purba, 2004). 4) Adanya gigi susu yang persistensi Gigi susu yang tidak tanggal pada waktunya dapat menyebabkan kegagalan erupsi pada gigi permanen . kegagalan erupsi gigi permanen pada kondisi gigi persistensi ini disebabkan oleh tidak tersedianya ruangan untuk gigi permanen yang akan erupsi menggantikan gigi susu yang persistensi tersebut (Purba, 2004).

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erupsi Gigi Erupsi gigi adalah proses yang bervariasi pada setiap anak. Variasi ini masih dianggap sebagai suatu keadaan yang normal jika lamanya perbedaan waktu erupsi gigi masih berkisar antara 2 tahun. Variasi dalam erupsi gigi dapat disebabkan oleh faktor yaitu (Harahap, 2010) : a. Faktor Genetik Faktor genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi yaitu sekitar 78%, termasuk proses kalsifikasi.

b. Faktor Jenis Kelamin Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibandingkan anak laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan. Waktu erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding dengan anak laki-laki disebabkan faktor hormon yaitu estrogen yang memainkan peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan sewaktu anak perempuan mencapai pubertas.

c. Faktor Ras Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam ras yang

18

sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu besar.

d. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan tidak banyak mempengaruhi pola erupsi. Faktor tersebut adalah: 1. Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan seseorang. Anak dengan tingkat ekonomi rendah cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi yang lebih lambat dibandingkan anak dengan tingkat ekonomi menengah. 2.Nutrisi Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi.(2,3,6,13,17,28,30) Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar endokrin.

e. Faktor lokal Faktor-faktor lokal yang dapat mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, persistensi gigi desidui, adanya gigi berlebih, trauma terhadap benih gigi, mukosa gusi yang menebal, ankilosis pada akar gigi, dan gigi sulung yang tanggal sebelum waktunya.

f. Faktor Penyakit Gangguan pada erupsi gigi desidui dan gigi permanen dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis, Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan Hemifacial atrophy. 1. Atrisi Yaitu ausnya permukaan gigi karena lamanya pemakaian waktu berfungsi (Harshanur, 1991). 2. Resobsi Yaitu penghapusan dari akar-akar gigi susu oleh aksi dari osteoclast (Harshanur, 1991).

19

2.2.2 Macam Macam Kelainan Pertumbuhan dan Perkembangan gigi

Ada banyak jenis kelainan pada gigi dan mulut. Saking banyaknya, sampai-sampai harus ada Fakultas Kedokteran Gigi yang didirikan otonom, terpisah dari Fakultas Kedokteran. Kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan salah satu macam kelainan yang sering ditemukan. Pada umumnya, kelainan tersebut disebabkan oleh faktor herediter (keturunan), perkembangan, dan gangguan metabolik. gangguan

Kelainan pertumbuhan dan perkembangan gigi diklasifikasikan menjadi : 1. Kelainan Jumlah Gigi. Disebabkan adanya gangguan selama proses inisiasi ketika terjadi perkembangan lamina dental dan tahap tuntas. Kelainan bersifat herediter. Macam macam kelainan jumlah gigi :

Supernumerary teeth.

Adalah bentuk gigi tambahan di antara dua gigi dengan bentuk dan ukuran abnormal.

Anodontia.

Adalah tidak berkembangnya sebagian atau seluruh gigi. Anodontia ada yang sifatnya total yakni tidak ada sama sekali gigi pada rahang. Dan ada juga yang sifatnya parsial yakni masih terdapat sejumlah gigi pada rahang. Gigi yang sering mengalami anodontia parsial adalah insisivus lateral atas, molar (geraham belakang) tiga atas dan bawah, dan premolar (geraham depan) dua bawah. 2. Kelainan Bentuk Gigi. Macam macam kelainan bentuk gigi :

Geminasi : Adalah kelainan gigi yang terjadi karena satu benih gigi terbagi dua pada proses invaginasi, sehingga terbentuk dua gigi yang tidak sempurna.

20

Fusi : Adalah penyatuan sebagian atau seluruh dua benih gigi selama pertumbuhan. Secara klinis terlihat sebuah gigi yang besar dan jumlah gigi dalam rahang kurang.

Konkresens : Adalah salah satu bentuk fusi yang terjadi setelah akar terbentuk sempurna, sehingga penyatuan hanya terjadi pada sementum akar gigi.

Dilaserasi

Adalah

penyimpangan

pertumbuhan

gigi

sehingga

hubunganaksial antara mahkota dan akar berubah.

Dens in dente : Adalah gigi yang terbentuk dalam gigi. Kelainan ini dapat menyebabkan retensi sisa makanan, sehingga timbul karang gigi.

Taurodontia : Adalah pelebaran ruang pulpa dengan karakteristik seperti tanduk sapi.

Akar dan Tonjol Gigi Tambahan : yaitu terdapat cabang atau akar tambahan dengan saluran akar utama pada 1/3 apeks akar.

Akar Bersegmen : Adalah akar yang terpisah dari bagian yang lain sehingga menjadi dua segmen.

Akar Pendek : Pertumbuhan akar yang tidak sempurna karena kelenjar hipofisis kurang aktif, sehingga akar pendek sedangakan mahkota normal.

Hipersementosis : Adalah sementum yang berlebihan di sekitar akar gigi karena kelainan lokal atau sistemik, misalnya akibat inflamasi pulpa atau gangguan metabolik.

Mutiara Enamel ( Enameloma ) : Adalah suatu endapan email kecil disekitar apikal dentin akibat pertautan sementum dan email seperti mutiara.

Gigi Hutchinson : Adalah bentuk gigi abnormal pada sifilis kongenital. Odontoma : Adalah pembentukan abnormal jaringan gigi karena gangguan pada folikel akibat trauma atau infeksi.

3. Kelainan Warna Gigi. Di klasifikasikan menjadi :


Gigi Kuning. Gigi Coklat. Gigi Biru sampai biru kehijauan.

21

Gigi putih atau opak kekuningan. Gigi Coklat Kemerahan. Gigi Coklat Keabu abuan. Diskolorasi beberapa warna.

4. Kelainan Struktur Jaringan Gigi. Terjadi karena ketidakseimbangan pertumbuhan sebagian atau seluruh jaringan gigi. Kelainan ini di klasifikasikan :

Sindrom Herediter.

Pada enamel berupa amelogenesis imperfekta, yaitu hipokalsifikasi enamel herediter dan hipoplasia enamel herediter.

Manifestasi Penyakit Lain.

Dental fluorosis, hipoplasia akibat penyinaran dengan radiasi, hipoplasia karena kekurangan vitamin D. 5. Kelainan Erupsi Gigi. Di klasifikasikan menjadi :

Erupsi Prematur.

Erupsi yang terjadi sebelum waktunya. Terdapat gigi sulung atau gigi tetap pada waktu bayi dilahirkan atau pada usia beberapa hari.

Erupsi Lambat.

Erupsi yang terjadi melewati waktu yang seharusnya.

Ankilosis.

Adalah tidak terdapat membran periodontal diantara akar gigi dan tulang, sehingga gigi langsung melekat pada tulang. 6. Kelainan Ukuran Gigi. Di klasifikasikan menjadi :

Mikrodontia ( dwarfisme ).

Adalah ukuran gigi lebih kecil dari normal.

Makrodontia.

Adalah ukuran gigi lebih besar daripada gigi normal. Terbagi menjadi, True mcrodontia terjadi pada seluruh gigi penderita gigantisme, sedangakan False macrodontia terjadi pada beberapa gigi dan biasanya insisivus dan kaninus.

22

2.3 2.3.1

Resorbsi Akar Pengertian Resorpsi Akar Dalam ilmu kedokteran gigi, resorpsi akar adalah pengrusakan atau

penghancuran yang menyebabkan kehilangan struktur gigi. Hal ini disebabkan oleh kerja sel tubuh yang menyerang bagian dari gigi. Bila kerusakan meluas ke seluruh gigi, dinamakan resorpsi gigi. Kerusakan akar yang parah dapat terjadi bila kerusakan sudah mencapai pulpa, sehingga sangat sulit untuk dirawat dan biasanya memerlukan ekstraksi gigi. Resorpsi akar terjadi akibat diferensiasi makrofag menjadi odontoklas yang akan meresorpsi sementum permukaan akar serta dentin akar. Tingkat keparahannya bervariasi dapat dilihat dari bukti-bukti berupa lubang mikroskopis yang dapat menyebabkan kehancuran pada permukaan akar. Resorpsi akar dapat disebabkan oleh tekanan pada permukaan akar gigi. Tekanan tersebut dapat berasal dari trauma, erupsi gigi ektopik yang mengenai akar gigi tetangga, infeksi, beban oklusal yang berlebihan , pertumbuhan tumor yang agresif, maupun yang tidak dapat diketahui penyebabnya atau idiopatik. Menurut Weiland, penyebab yang paling umum adalah kekuatan ortodonti. Akar gigi dilindungi oleh sementum. Sementum merupakan struktur yang menyerupai tulang. Namun sementum lebih resisten terhadap resorpsi daripada tulang. Ada sejumlah teori yang menjelaskan mengapa ini terjadi. Hipotesis yang paling umum adalah bahwa sementum lebih keras dan lebih termineralisasi dibandingkan dengan tulang. Sementum juga bersifat antiangiogenik, sehingga dapat mencegah akses osteoklas. Walaupun demikian, bila kekuatan besar diberikan pada apeks gigi, sementum juga dapat mengalami resorpsi. 2.3.2 Klasifikasi Resorpsi Akar Resorpsi akar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu resorpsi akar internal yang dimulai dari pulpa, dan resorpsi akar eksternal yang dimulai dari luar gigi. 1. Resorpsi Internal Resorpsi internal diduga terjadi akibat pulpitis kronis. Tronstad (1988) berpendapat adanya jaringan nekrotik menyebabkan resorpsi internal menjadi progresif. Pada kebanyakan kasus, kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit

23

sehingga cenderung hanya dapat didiagnosa sewaktu pemeriksaan radiografi rutin. Pulpitis kronis dapat terjadi akibat trauma , karies atau prosedur iatrogenik seperti preparasi gigi yang salah, ataupun idiopatik. Resorpsi internal jarang terjadi, namun dapat muncul pada setiap gigi, baik gigi yang telah direstorasi ataupun gigi yang bebas karies. Defeknya bisa terdapat di mana saja di dalam saluran akar. Bila hal tersebut terjadi pada ruang pulpa, dinamakan pink spot karena pulpa yang membesar terlihat melalui mahkota. Resorpi internal biasanya berjalan lambat. Namun bila tidak dirawat, maka lesi akan menjadi progresif dan menyebabkan perforasi dinding saluran akar sehingga pulpa menjadi mati. Penghancuran dentin yang parah dapat menyebabkan gigi fraktur. Perawatan untuk resorpsi internal tanpa perforasi adalah dengan perawatan saluran akar. Kasus ini memiliki prognosis yang baik dan resorpsi tidak akan terjadi lagi.

Gambar Pink spot pada incisivus sentral kiri atas

2. Resorpsi Eksternal Resorpsi akar dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik umum maupun lokal. Adanya perubahan keseimbangan antara osteoblas dan osteoklas pada ligamen periodontal dapat menghasilkan sementum tambahan pada permukaan akar (hipersementosis) atau menyebabkan hilangnya sementum bersama dengan dentin, yang dinamakan resorpsi eksternal. Resorpsi dapat didahului oleh peningkatan suplai darah ke suatu daerah yang berdekatan dengan permukaan akar. Proses inflamasi mungkin disebabkan oleh infeksi, kerusakan jaringan pada ligamen periodontal, atau gingivitis hiperplastik pasca trauma dan epulis. Osteoklas diduga berasal dari derivat monosit darah. Inflamasi meningkatkan permeabilitas dari pembuluh darah, sehingga memungkinkan pelepasan monosit yang akan bergerak ke tulang atau permukaan akar yang cedera. Penyebab lain dari resorpsi meliputi tekanan, bahan kimia, penyakit sistemik dan gangguan

24

endokrin. Menurut Tronstad, resorpsi akar eksternal dapat dibagi menjadi enam jenis 1. Resorpsi Permukaan Resorpsi permukaan merupakan temuan patologis yang umum terjadi pada permukaan akar. Aktivitas osteoklas merupakan respon terhadap injuri pada ligamen periodontal atau sementum. Resorpsi permukaan biasanya dapat dilihat melalui Scanning Electron Microscopy (SEM). Permukaan akar menunjukkan resorption lacunae superfisial. Kondisi ini dapat mengalami perbaikan spontan berupa pembentukan sementum baru 2. Resorpsi Akibat Inflamasi Resorpsi akibat inflamasi diduga terjadi karena infeksi jaringan pulpa. Daerah yang terinfeksi biasanya berada di sekitar foramen apikal dan canalis lateralis. Sementum, dentin, dan jaringan periodontal yang berdekatan juga dapat terlibat. Pada pemeriksaan radiografi terlihat adanya radiolusen pada daerah Resorption Lacunae5.

3. Resorpsi Penggantian Resorpsi penggantian (Gambar 4) biasanya terjadi pada trauma yang berat. Resorpsi penggantian sering terjadi setelah replantasi, terutama bila replantasi terlambat dilakukan. Cedera pada permukaan akar biasanya berat, sehingga penyembuhan dengan sementum tidak dapat terjadi, yang menyebabkan kontak langsung antara tulang alveolar dan permukaan akar (Gambar 4A). Proses ini dapat bersifat reversibel apabila permukaan akar yang terlibat kurang dari 20%. Karena osteoklas berkontak langsung dengan dentin, maka resorpsi dapat terus berlangsung tanpa stimulasi hingga tulang alveolar mengggantikan dentin

25

ankylosis dapat digunakan pada kasus ini karena tulang alveolar melekat langsung ke dentin.Secara radiografis, ruang ligamen periodontal tidak akan terlihat karena penggabungan tulang dengan dentin. Pada kasus ini, saluran akar harus diobturasi untuk mencegah resorpsi akar akibat infeksi pulpa. 4. Resorpsi Akibat Tekanan Tekanan pada akar gigi dapat menyebabkan resorpsi yang merusak jaringan ikat diantara dua permukaan. Tekanan dapat disebabkan oleh gigi yang erupsi atau impaksi (Gambar 5), pergerakan ortodonti, trauma karena oklusi, atau jaringan patologis seperti kista atau neoplasma. Resorpsi akibat tekanan, misalnya akibat perawatan ortodonti dapat terjadi pada apeks gigi , dengan cedera berasal dari tekanan pada sepertiga apeks sewaktu menggerakkan gigi (Gambar 6). Akibatnya dapat terjadi pemendekkan akar gigi (Gambar 6A). Rangsangan terhadap aktivitas osteoklas di apeks akibat tekanan berlebihan selama perawatan ortodonti dapat menyebabkan terjadinya resorpsi akar (Gambar 6B). Osteoklas dapat meluas sampai ke dentin dan mengenai tubulus dentin tanpa adanya bakteri. Menurut Newman, gigi yang paling sering mengalami resorpsi akibat tekanan adalah gigi insisivus karena gigi insisivus lebih sering digerakkan. Tekanan yang diberikan dapat membangkitkan pelepasan sel-sel monosit dan pembentukan osteoklas sehingga terjadi resorpsi. Apabila penyebab tekanan dihilangkan, maka resorpsi dapat dihentikan.

Resorpsi inflamasi A.Foto radiografi resorpsi akar eksternal akibat infeksi pulpa. B. Ilustrasi proses terjadinya resorpsi akar akibat infeksi pulpa

26

Resorpsi penggantian A. Foto radiografi dari gigi ankylosis akibat resorpsi penggantian. B. Ilustrasi proses terjadinya resorpsi akar akibat infeksi pulpa

Ilustrasi resorpsi akar akibat dorongan dari gigi impaksi

27

Resorpsi akibat perawatan ortodonti A. Foto radiografi dari resorpsi akar akibat perawatan ortodonti. B. Ilustrasi proses terjadinya resorpsi akar akibat perawatan ortodonti 5. Resorpsi Sistemik Resorpsi sistemik adalah resorpsi yang diakibatkan adanya gangguan sistemik. Jenis ini dapat terjadi pada sejumlah penyakit dan gangguan endokrin seperti : Pagets disease, calcinosis, Gauchers disease dan Turners syndrome. Selain itu, resorpsi ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani terapi radiasi.

6. Resorpsi Idiopatik Etiologi resorpsi akar idiopatik sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Pada beberapa kasus dapat terjadi resorpsi akar yang penyebabnya bukan karena faktor sistemik maupun lokal . Resorpsi ini dapat terjadi pada satu gigi maupun beberapa gigi. Laju resorpsi bervariasi dari lambat (bertahun-tahun), sampai cepat dan agresif (beberapa bulan) yang melibatkan sejumlah besar kerusakan jaringan. Letak dan bentuk defek resorpsi juga bervariasi. Resorpsi idiopatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu resorpsi apikal dan resorpsi servikal. Resorpsi apikal biasanya lambat dan dapat berhenti secara spontan, yang mungkin akan mempengaruhi satu atau beberapa gigi, dengan pemendekan akar secara bertahap, dan apeks gigi tetap bulat. Sedangkan resorpsi servikal terdapat pada bagian servikal gigi. Defek dapat melebar dan berbentuk lekukan dangkal Tipe ini dapat juga disebut sebagai resorpsi perifer , resorpsi tersembunyi, pseudo pink spot, atau ekstrakanal invasif. Defek dapat juga dijumpai pada permukaan eksternal gigi yang kemudian berlanjut ke dentin berupa ramifikasi. Hal ini tidak mempengaruhi dentin dan predentin pada sekitar pulpa. Resorpsi tipe ini sering dianggap keliru sebagai resorpsi internal. Resorpsi servikal dapat disebabkan oleh inflamasi kronis ligamen periodontal atau trauma. Resorpsi servikal paling baik ditangani dengan pembedahan dan pembuangan jaringan granulasi. Defek tersebut lalu dibentuk untuk direstorasi. Usia rata-rata pasien yang mengalami resorpsi idiopatik pada wanita adalah berusia

28

Foto periapikal resorpsi servikal idiopatik 2.4 Persistensi Gigi 2.4.1 Definisi Gigi sulung yang belum tanggal pada waktunya, sehingga gigi tetap yang akan bererupsi mulai muncul keluar kemudian gigi permanen ini akan mencari arah. Hal itu disebabkan benih gigi permanen tidak terletak persis dibawah gigi susu yang digantikannya melainkan terletak didepan atau dibelakang gigi susu sehingga biasa timbul variasi seperti ini. 2.4.2 Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya persistensi Gigi susu tidak tanggal walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens). Kelainan gigi ini merupakan kebalikan dari kelainan premature loss. Dimana gigi tetap muncul diluar lengkung rahang dan tampak berjejal (Shari, 2008). 2.4.3 Penyebab tidak langsung Segala hal yang menyebabkan terjadinya gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh, secara tidak langsung juga berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi geligi, seperti (Shari, 2008) : a. Faktor keturunan (genetika) Seorang anak yang mengalami kelainan posisi gigi bisa diturunkan dari kedua orang tuanya. Contohnya orang tua dengan kelainan skelatal (tulang rahang) kelas III Angle (cakil) kemungkinan akan mempunyai anak dengan

29

kondisi gigi yang serupa. Faktor keturunan itu tidak bisa dicegah karena setiap orang tua pasti akan mewariskan gen-gen (sifat menurun) kepada anak-anaknya.

b. Faktor gangguan pada janin (kongenital) Berbagai gangguan dari luar yang dapat mempengaruhi keadaan janin pada saat berada di dalam kandungan, misalnya ; mengkonsumsi obat-obatan pada saat hamil, menderita trauma /penyakit tertentu dan kurang gizi. Faktor kongenital ini harus menjadi perhatian bagi para calon orang tua. Terutama bagi ibu hamil agar hati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan pada usia 8 - 14 minggu masa kehamilan. Sebab menurut para ahli saat usia inilah terjadinya pembentukan rahang atas dan bawah.

c. Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjar-kelenjar tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh termasuk rahang dan gigi.Contohnya, bila hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary berlebih mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh melebihi normalnya atau gigantisme, dan gigi geligi menjadi renggang (diastema). Begitupula sebaliknya bila hormon yang dihasilkan kelenjar pituitary berkurang, maka pertumbuhan akan terhambat. Penderita menjadi kerdil dan creatism serta gigi geligi menjadi berjejal (crowding).Setelah mengetahui penyebab gigi tidak teratur, maka perlu langkah-langkah untuk mencegahnya. Ketidakteraturan gigi dapat dicegah pada saat usia anak prasekolah dan sekolah dasar (3-11 tahun). Ada tiga langkah yang perlu dilakukan dalam mencegah gigi tidak teratur yaitu (Shari, 2008) : 1. Pendekatan psykologis. Secara psykologis anak-anak belum peduli dengan keberhasilan dan kesehatan giginya. Oleh karena itu peran orang tualah untuk mengajarkan pada anak tentang perlunya menjaga kebersihan dan kesehatan gigi. Misalnya, memberi contoh dan membiasakan menyikat gigi setelah makan dan sebelum tidur pada si anak.

30

2. Perawatan gigi anak. Setelah si anak secara psykologis sudah dapat menerima perawatan, maka butuh konsultasi ke dokter gigi untuk diambil tindakan bila dipandang perlu. Seperti mencabut gigi susu yang belum tanggal sedangkan gigi tetapnya sudah tumbuh. Penambalan gigi susu yang berlubang agar tidak tanggal sebelum waktunya. Pembuatan alat (space maintainer) untuk mempertahankan posisi ruangan gigi yang telah tanggal sebelum waktunya. 3. Mencegah dan menghilangkan kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh anak-anak, seperti mengisap jari, bernapas melalui mulut dan proses penelanan yang salah. Oleh karena itu orang tualah harus mengetahui kebiasaan buruk si anak dan mencegahnya sejak dini. Bila anak sudah melakukan kebiasaan buruk, maka orang tua segera berkonsultasi ke dokter gigi untuk menghilangkan kebiasaan buruk tersebut sebelum terjadi kelainan gigi (Shari, 2008). 2.4.4 Penanganan gigi persistensi Yang harus dilakukan orang tua dalam hal ini adalah membawa anak kedokter gigi untuk dilakukan pencabutan gigi susu (Maulani, 2005). 1. Pencabutan gigi susu yang masih kuat membutuhkan obat anestesi (penghilang rasa sakit). 2. Orang tua tidak perlu mengkhawatirkan pencabutan ini, karena berkat kemajuan teknologi, saat ini telah diciptakan alat suntik yang mempunyai jarum sangat kecil, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit Contoh alat ini:

31

a. Sitoject 1. alat suntik berbentuk bolpen yang mengeluarakan suara ctik. . .ctik. . . bila digunakan 2. Alat ini bias memakai jarum dengan diameter kecil menacapai 0,28 mm. karena jarumnya sangat kecil, friksi yang terjadi menjadi berkurang, sehingga tidak akan terasa sakit . 3. Apalagi bila sebelum disuntik dioleskan anestesi topical (penghilang rasa sakit yang bekerja dipermukaan kulit) yang mempunyai keharuman buah-buahan orange, strawberry atau anggur yang sekaligus bias menjadi salah satu pengalih perhatian anak, anestesi dapat berjalan dengan lancer tanpa rasa sakit. Namun demikian kasus pencabut gigi anak yang pertama sekitar usia 6 tahun padaakhir masa TK atau awal masuk SD biasa menimbulkan trauma apabila tidak ditangani dengan baik. Anak perlu dialihkan perhatian selama duduk di kursi gigi dengan berbagai cara (Maulani, 2005) : a. Dengan menanyakan dimana sekolahnya, diajari pap saja disekolah, dan lain sebagainya. b. sementara dokter gigi mempersiapkan sepengetahuan anak alatnya-alatnya tanpa

32

Pencabutan gigi yang sudah goyang berbeda dengan pencabutan gigi yang masih kuat tertanam didalam gusi. Pada kasus ini yang dipergunakan hanya anatesi topikal, biasanya memakai chlor Ethyl. Anestesi ini menimbulkan rasa dingin. 1. Sebelum pemberian Chlor Ethyl, anak diberitahu terlabih dahulu bahawa giginya akan menjadi dingin, seperti makan es. 2. Saat gigi tercabut, umumnya anak tidak merasakan sakit dan biasanya pada saat itu dia baru merasa ketakutan. 3. Seakarang si anak bisa turun dari kursi perawataan gigi sambil tersenyum, terkadang sambil mengusap air mata yang semapat menetes (Maulani, 2005)

Вам также может понравиться