Вы находитесь на странице: 1из 15

EFEK CACAT PENDENGARAN BAWAAN DAN IMPLANTASI KOKLEA PADA

KEMAMPUAN AUDIOVISUAL DAN BERBICARA PADA BAYI DAN ANAK-ANAK


Tonya R. Bergeson, Derek M. Houston and Richard T. Miyamoto
Restorative Neurology and Neuroscience 28 (2010) 157165
Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, Indiana University School of Medicine,
Indiana, IN, USA

Abstrak.
Tujuan: implantasi koklea baru-baru ini menjadi salah satu strategi intervensi bagi anak-anak
dengan cacat pendengaran. Pada kenyataannya, bayi dengan usia kurang dari 6 bulan yang
menerima implantasi koklea (CIs), dan bayi yang usianya lebih muda yang mendapat alat
bantu dengar (HAs). Karena kemampuan audiovisual secara dini menjadi penting untuk
perkembangan normal didalam kemampuan bicara, hal ini sangat penting untuk diketahui
efek dari periode pendengaran yang hilang dan tipe kekuatan (frekuensi) suara sebagai salah
satu proses kemampuan yang dimiliki oleh bayi dan anak-anak. Tujuan dari percobaan ini
adalah untuk mengetahui kemampuan audiovisual pada bayi dan anak-anak dengan
pendengaran normal serta bayi dan anak-anak yang cacat pendengaran tapi disertai implantasi
koklea (CIs) dan alat bantu dengar (HAs) dalam kronologi dan usia yang sama.
Metode: kami menggunakan Intermodal Preferential Looking Paradigm untuk menyajikan
artikulasi wajah perempuan yang sama dan memiliki dua kata yaitu judge dan back
secara bersamaan pada kedua sisi monitor TV dengan presentasi pendengaran salah satu kata
tersebut.
Hasil: dari percobaan menunjukkan bahwa bayi dan anak-anak yang memiliki pendengaran
normal secara spontan dapat menyesuaikan informasi audio dan visual yang diucapkan; bayi
dan anak yang mengalami cacat pendengaran dengan mendapat alat bantu dengar tidak dapat
mengintegrasikan dengan informasi audiovisual; bayi dan anak dengan cacat pendengaran
yang mendapat implantasi koklea awalnya tidak mampu mengintegrasikan informasi
audiovisual tetapi dia berangsur-angsur dapat mencocokkan informasi yang didengar dan
dilihat di dalam beberapa kata yang diucapkan.
Kesimpulan: hasil ini menunjukkan bahwa periode pendengaran yang berkurang berdampak
pada proses persepsi multimodal yang dapat mempengaruhi perkembangan secara normal
setelah beberapa bulan dalam kemampuan mendengar.
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan bayi, sistem audio berkembang sangat baik sedangkan sistem
visual membutuhkan beberapa bulan untuk berkembang dengan baik (Bahrick and Lickter,
2000; Dobson and Teller, 1978; Gottlieb, 1976). Meskipun begitu, bayi

memiliki

kemampuan untuk mengintegrasikan pendengaran, penglihatan, dan kemampuan berbicara


dalam menangkap suatu informasi pada saat usia yang sangat muda (Kuhl and Meltzoff,
1982; Patterson and Werker, 2003). Ada perdebatan yang mengatakan bahwa pengalaman
bermain adalah cara termudah untuk mendapatkan kemampuan dalam mengintegrasikan
kemampuan audio visual untuk berbicara. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan untuk menggambarkan audiovisual adalah melalui pembelajaran yang luas untuk
mendengar, melihat, dan secara tidak langsung berdampak pada kemampuan berbicara. Satu
1

cara untuk mengukur efek seperti pengalaman untuk membandingkan kemampuan


audiovisual dan berbicara pada bayi yang memiliki pendengaran normal dan bayi yang
kehilangan pendengaran yang mendapatkan bantuan alat pendengaran dan implantasi koklea
untuk menghasilkan kemampuan pendengaran yang maksimal. Tujuan untuk dilakukan
percobaan ini adalah untuk melihat perkembangan kemampuan audiovisual dari kata-kata
yang diucapkan pada bayi dengan pendengaran yang normal dan bayi yang memiliki
kehilangan pendengaran pada berbagai usia, durasi pendengaran, dan durasi alat suara yang
digunakan.
Bayi yang masih sangat muda memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
pendengaran dan penglihatan dari sebuah informasi yang secara natural secara bersamaan
dari lingkungannya (Bahrick and Lickliter, 2000; Lewkowicz and Kraebel, 2004). Untuk
percobaan pertama dari bayi melihat sinkronisasi audiovisual, sebagai contoh, Spelke
(1976), secara serentak memperlihatkan dua pertunjukan. Satu diantaranya film yang berjudul
A Woman Playing with Peek-a-boo dan di sisi lain dilakukan pertunjukan permainan
instrumen perkusi pada bayi berumur 4 bulan. Beliau kemudian mengukur waktu masingmasing film yang ditonton oleh bayi, dan ternyata bayi lebih senang menonton film yang
dilengkapi dengan soundtrek. Pada satu pertemuan penelitian kemampuan audiovisual dan
kemampuan berbicara bayi (Aldridge et al., 1999; Dodd, 1979; Lewkowicz, 2000; Walton
and Bower, 1993). Kuhl dan Meltzof (1982) melakukan penelitian pada bayi yang berusia 1820 minggu dengan melihat visualisasi artikulasi A, I, dan satu sountrek yang dihubungkan
dengan artikulasi wajah. Mereka menemukan kesesuaian wajah yang lebih lama
dibandingkan dengan ketidak sesuaian wajah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi
yang berusia kurang dari 2,5 bulan telah dapat mengintegrasikan audiovisual dan huruf vokal
dengan tetap (Patterson and Werker, 1999, 2003). Kesimpulannya, bayi yang baru lahir lebih
menyukai tampilan audiovisual dan huruf vokal yang normatif (Aldridge et al.,1999;Walton
and Bower, 1993).
Meskipun

bayi

menunjukkan

kemampuan

audiovisual

yang

baik

melalui

perangsangan pembicaraan yang simpel, seperti huruf vokal yang tetap, ada beberapa
penilitian lain yang mengatakan bahwa adanya keterbatasan terhadap kesesuaian kemampuan
mereka pada pemberian perangsangan yang lebih komplek. Ketika diperlihatkan atau
diperdengarkan dengan konsonan atau kombinasi konsonan dengan vokal, bayi harus
menggabungkan sinyal audio dan visual sehingga secara cepat mengubah waktu artikulasi
mereka dengan pembicaraan. Mugitani, Hirai, Shimada, and Hiraki (2002) menemukan
bahwa bayi usia 8 bulan memiliki kesulitan dalam menyesuaikan audiovisual dalam
2

konsonan. Disisi lain, MacKain, Studdert-Kennedy, Spieker, and Stern (1983), menemukan
bayi yang berusia 5-6 bulan lebih menyukai untuk melihat tayangan CVCV tetapi hanya pada
posisi tertentu saja. Meskipun mereka menginterpretasikan hasil ini sebagai indikasi
kemampuan hemisfer kiri dalam proses berbicara, hasilnya juga bisa menyarankan bahwa
bayi tidak bisa mengintegrasikan informasi audiovisual rangsangan yang kompleks tidak
semudah mengenali huruf vokal. Meskipun memiliki kemampuan dalam menyesuaikan
stimulus audiovisual dengan pembicaraan dalam sebuah informasi, hal ini memungkinkan
bahwa anak-anak dan bayi masih memiliki komponen audiovisual yang tidak lengkap dalam
berbicara. Lewkowicz (2000) memaparkan bahwa bayi dengan usia 4,6 dan 8 bulan dengan
audiovisual suku kata (ba/dan/sha) dan telah diukur daya kemampuan dari audio, visual, atau
audiovisual, dan ternyata mereka dabat merubah suku kata yang ada. mereka menemukan
bahwa semua umur telah terdeteksi dapat merubah audio dan audiovisual dengan merubah
sukukata. Tetapi yang usia 8 bulan yang dapat merubah daya visual, kecuali diberikan dalam
gaya pembicaraan secara langsung. Dari sini didapatkan bahwa pendapat bayi tentang
komponen visual dari kemampuan berbicara AV dapat meningkat lebih lambat daripada
komponen pendengaran. Sebenarnya, terdapat sedikit kejadian dari pengaruh visual pada
gambaran kemampuan berbicara audiovisual dibandingkan dengan usia dewasa oleh anakanak yang masih dalam masa pre-sekolah (Desjardins et al., 1997; McGurk and MacDonald,
1976; van Linden and Vroomen, 2008).
Beberapa penelitian terkait dengan bayi terdapat perkembangan yang tidak merata
antara auditori dan visual pada percobaan yang mengalami perkembangan secara lambat
dengan pendengaran, penglihatan, dan produksi suara (e.g., Desjardins et al., 1997; Mugitani
et al., 2008). Didalam pengamatan kemampuan anak-anak presekolah didapatkan bahwa
kemampuan gerakan berbicara dan penglihatan seperti pada anak-anak yang memiliki banyak
pengalaman yang lebih baik dalam memproduksi konsonan seperti th dibandingkan dengan
anak-anak yang sulit memproduksi konsonan. Penulis mengajurkan bahwa representatif
artikulasi penglihatan terbangun tidak hanya dengan memprodksi konsonan yang baik dan
benar tetapi juga dengan memproduksi konsonan dalam waktu yang lama. Dugaan ini
menjadi satu hal yang penting untuk bayi dan anak-anak dengan tuli bawaan yang menerima
implantasi koklea dan yang tidak bisa memproduksi konsonan dengan baik hingga beberapa
bulan atau tahun dibawah implantasi.
Satu faktor yang sangat penting untuk mempermudah pendengaran pada anak-anak
tuli adalah implantasi. Bayi dan anak-anak yang diimplantasi pada usia yang lebih cepat
sehingga memiliki durasi tuli yang lebih pendek dan pengalaman pengucapan bahasa yang
3

lebih panjang. Pada analisis yang dilakukan baru-baru ini, pengenalan pengucapan kata dan
kalimat pada anak-anak dengan implantasi koklea dalam penelitian kemampuan berbicara
dan pengembangan bahasa, kita menemukan bahwa kemampuan berbicara pada anak-anak
tuli bawaan menunjukkan peningkatan yang lebih pada audiovisual dan kemampuan audio
dibandingkan kemampuan visual selama periode 5 tahun setelah implantasi koklea (Bergeson
et al., 2003, 2005). Kami juga menemukan bahwa anak-anak yang diimplantasi dibawah
umur 5 tahun memiliki performa lebih baik dalam kemampuan audiovisual dan audio
daripada anak-anak yang diimplantasi pada usia lebih dari 5 tahun. Sedangkan anak-anak
yang diimplantasi belakangan memiliki kemampuan visual lebih baik daripada anak-anak
yang diimplantasi lebih cepat.
Kesimpulannya, pre-implantasi memiliki performa kondisi visual dan audiovisual
yang lebih kuat jika dihubungkan dengan performa 3 tahun setelah implantasi pada variasi
klinik yang dapat diukur dari kemampuan berbicara dan bahasa. Dari hasil ini, disarankan
bahwa bayi dan anak-anak dengan tuli bawaan supaya belajar banyak bicara dari informasi
yang mereka tangkap, tanpa terkecuali. Anak-anak dengan kemampuan pendengaran yang
lebih sulit (implantasi setelah umur 5 tahun) sebenarnya lebih berpengaruh pada komponen
visual dari bahasa dibandingkan anak-anak yang memiliki pengalaman pendengaran yang
lebih cepat. Demikian pula pada penelitian McGurk, kemampuan konsonan pada anak-anak
tuli bawaan dengan implantasi koklea, Schorr, Fox, van Wassenhove, and Knudsen (2008)
ditemukan bahwa implantasi setelah umur 2,5 tahun sangat berpengaruh pada komponen
visual yang tidak sebanding dengan kemampuan suku katanya dibandingkan dengan anakanak yang diimplantasi sebelum umur 2.5 tahun. Dengan demikian, kemampuan audio dan
audiovisual yang lebih cepat dapat berdampak pada penghambatan proses komponen visual,
begitupun sebaliknya, kemampuan visual yang lebih cepat dapat meningkatkan
ketergantungan komponen visual terhadap informasi audiovisual.
Satu tujuan utama dari percobaan ini adalah menyajikan pengujian untuk melihat
kemampuan berbicara audiovisual pada bayi dan anak-anak yang memiliki pendengaran
normal serta pendengaran yang tidak normal pada bayi dan anak-anak pengguna alat bantu
dengar atau implantasi koklea. Pengujian yang baru-baru ini dilakukan telah memperlihatkan
bahwa ketulian pada bayi dapat mengakibatkan perangsangan dalam mengintegrasikan
audiovisual setelah 12 bulan dilakukan implantasi koklea, tetapi kemampuan mendengar
(audio) dapat diintegrasi setelah kemampuan dalam mengintegrasi audiovisual berjalan
dengan baik (Barker and Bass-Ringdahl, 2004; Barker and Tomblin, 2004). Dengan
demikian, kita dapat menarik suatu dugaan bahwa bayi dan anak-anak memiliki tuli bawaan
4

sebelum menerima alat bantu dengar dan implantasi koklea mengalami kesulitan dalam
menerima sinyal visual dan audio secara bersamaan Kuhl and Meltzoffs (1982).
Tujuan lain dari penelitian ini adalah melihat durasi dari efek pendengaran yang kuat
sampai lemah dari kemampuan berbicara dalam mengintegrasikan kemampuan audiovisual.
Jika waktu yang dibutuhkan untuk kehilangan pendengaran hingga peningkatan kesulitan
dalam mengintegrasi audiovisual sangat lama lalu implantasi pada bayi dan anak-anak lebih
cepat dilakukan maka memiliki performa

lebih bagus dibandingkan implantasi yang

dilakukan belakangan.
Mayoritas, pengujian sebelumnya, kemampuan audiovisual digunakan untuk
merangsang kemampuan huruf vokal meskipun suara jarang terjadi pada kemampuan
berbicara bayi dan anak-anak setiap hari. Hal ini penting untuk mengukur kemampuan dalam
menangkap audiovisual pada bayi dan anak-anak dari lingkungan sekitar yang dibandingkan
dengan huruf vokal, pengucapan kata dengan kode-kode tertentu, pendengaran khusus dan
informasi visual seperti perubahan spektrum dengan cepat dan pergerakan dinamika
artikulasi.
Untuk itu, tujuan ketiga dari pengujian ini adalah mengukur perkembangan
kemampuan audiovisual kata pada bayi dan anak-anak yang memiliki pendengaran normal
serta bayi dan anak-anak yang memiliki tuli bawaan dengan alat bantu pendengaran atau
implantasi koklea pada beberapa usia.
METODE PENELITIAN
Subyek
Anak-anak dan bayi dengan pendengaran normal (n=20, 11 perempuan) usia 11.539.5 bulan (m=23.9)diambil dari komunitas lokal. Beberapa bayi dengan tiga atau lebih
infeksi telinga per tahun tetapi telah melalui uji tympanogram dan otoacoustic untuk
memastikan bahwa masih memiliki pendengaran yang normal.
Bayi dan anak-anak dengan tuli bilateral yang direkrut dari Indiana University School
of Medicine (lihat tabel 1). Pengguna alat bantu dengar : 20 anak-anak (9 perempuan)
penerima alat bantu dengar pada usia 2-19 bulan (m=6.2 bulan) dan usia 8-28 bulan (m=15.6
bulan)) pada saat dilakukan tes. Kekuatan suara awal (pre-amplification) yang dapat mereka
dengar murni rata-rata berkisar 38-120 dB (61.5 dB). Penambahan tiga anak-anak dengan alat
bantu dengar ditiadakan sebab mereka tidak lulus pengujian. Implantasi koklea : 19 anakanak (5 perempuan) telah menerima implantasi koklea saat berusia 10-24 bulan (m=15.6
bulan) dan usia 16-39 bulan (m=26.6 bulan) pada saat dilakukan tes. Kekuatan suara awal
5

(pre-amplification) yang dapat mereka dengar murni 67-120 dB (m=112.0 dB). Penambahan
8 orang dengan implantasi koklea ditiadakan sebab mereka tidak lulus pengujian. Subyek
yang mengalami tuli dites pada 3-20 bulan post amplification. Beberapa dites pada lebih dari
satu interval post-amplification.
Semua subyek memiliki kemampuan visual yang normal seperti yang dilaporkan oleh
orang tua mereka. Keluarga mndapat bayaran 10 dollar tiap jam untuk partisipasi mereka.
Keluarga yang memiliki bayi tuli bawaan mendapatkan ganti untuk biaya transportasi dan
biaya penginapan ketika berpergian dengan jarak jauh.

Material Perangsang (stimulus)


Perangsang audiovisual berasal dari Hoosier Audiovisual Multitaker Database of
Spoken Words. Yang mana pembicara adalah seorang perempuan melalui CVC dengan suku
kata tunggal dari kata yang diucapkan secara alami dan secara langsung dilihat melalui
sikap/gaya ekspresi wajah secara alami (Lachs and Hern andez, 1998; Sheffert et al., 1996).
Kata judge dan backdigunakan untuk dalam penelitian ini. Ada dua kata yang telah
6

diseleksi karena artikulasi keduanya memiliki visual yang khusus dan durasi kecepatan
audiovisualnya cepat. (judge=0.595 s, back=0.512 s). Rangsangan suara juga
diperdengarkan pada kekuatan 65-70Db HL, dengan interval suara untuk semua kelompok
bayi.
Peralatan dan Prosedur
Tes diadakan dalam suatu rangkaian, double-walled IAC sound booth. Bayi
diletakkan di pangkuan perawat bayi dan berada pada jarak 55 inch dari depan muka monitor
TV. Pengujian diadakan dengan menggunakan HABIT software (Cohen et al., 2004). Video
klip dari dua tes kata (judge dan back) disajikan secara serempak pada sisi kiri dan kanan
monitor TV. Presentasi visual dari tes beberapa kata diimbangi dengan sesi tes yang
berseberangan (judge-left, back right versus judge-right, back-left). Selama fase awal tes
(pre-test), dua percobaan dirahasiakan untuk dipertunjukkan untuk melihat apakah bayi
menunjukkan respon untuk artikulasi visual dari satu kata kepada kata yang lain. Selama fase
tes, videoklip yang sama dipresentasikan pada setiap 16 percobaan (8 pengulangan kata
setiap percobaan). Setengah dari percobaan juga disertai dengan sountrek dari satu kata yang
diucapkan (contoh : judge) dan setengah percobaan menggunakan kata lain yang diucapkan
(contoh : back) dalam perintah acak. Sebelum percobaan dimulai, perhatian bayi dialihkan
ke arah monitor TV yang digunakan untuk menarik perhatian (attention getter) (contoh :
video muka bayi tertawa).
Beberapa percobaan dimulai ketika bayi melihat ke arah attention getter dan
dilanjutkan hingga 8 pengulangan kata hingga komplit. Untuk menilai reaksi dan durasi bayi
adalah dengan memperhatikan tingkah laku selama fase tes, kita mengkode bayi merespon
secara tertutup dengan menggunakan video perekam digital selama tes. Semua ketentuan
dilakukan oleh asisten yang terlatih dan tidak tahu terhadap hipotesa dan kondisi
perangsangan.

HASIL PENELITIAN
Tak ada satupun bayi dan anak-anak yang menunjukkan preferensi waktu untuk kata
(judge dan back) selama pertunjukan percobaan awal dan hanya visual. Hal ini
disebabkan karena bayi dan anak yang berusia masih muda sering mengalami kesulitan dalam
mempertahankan perhatian untuk periode waktu tertentu, kita menganalisis hasil dari
kelompok pertama yang diuji coba (pengujian 1-8) dan pengujian pada kelompok kedua
(pengujian 9-16) untuk melihat perhatian dan tingkat minat yang dimiliki anak-anak pada sesi
7

percobaan. Selain itu, juga dapat dikarenakan bayi dan anak-anak dengan gangguan
pendengaran mungkin tidak segera mendeteksi korespondensi audiovisual dan begitupun
sebaliknya sehingga membutuhkan waktu tambahan untuk mempelajari bahwa sinyal
pendengaran hanya cocok dengan satu sinyal visual.
Jumlah waktu melihat (s)- rata-rata di setiap percobaan. Kondisi untuk setiap
kelompok dan setiap individu bayi dan anak-anak disajikan dalam grafik berikut :

Bayi dan anak-anak yang memiliki pendengaran normal


Seperti yang telah ditunjukkan pada gambar grafik di atas bahwa bayi dengan
pendengaran normal lebih memilih untuk menyesuaikan wajahnya (m=3.78, sd=0.55)
dibandingkan dengan bayi yang tidak menyesuaikan wajahnya (m=3.42, sd=0.55) pada
percobaan yang dilakukan di kelompok pertama. Pada kelompok percobaan kedua, bayi
dengan pendengaran normal tidak menunjukkan preferensi waktu untuk menyesuaikan wajah
(m=3.18, sd=0.87) atau tidak menyesuaikan wajah (m=3.17, sd= 0.57).
Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan pendengaran dengan alat bantu pendengaran
Karena subyek yang mengalami gangguan pendengaran dengan alat bantu dengar
diuji pada lebih dari satu interval post-amplification sehingga kami menyelesaikan dengan
menggunakan analisis SPSS 16. Gambar 1 memperlihatkan bahwa bayi cacat pendengaran
dengan alat bantu dengar memilih untuk tidak terlihat menyesuaikan wajah dalam jangka
waktu lama (m=3.69, sd= 0.62) dibandingkan dengan bayi yang tidak menyesuaikan
wajahnya (m=3.55, sd=0,78) pada kelompok 1. Pada kelompok kedua, bayi cacat
pendengaran dengan alat bantu dengar tidak lagi menunjukkan preferensi waktu dalam
8

menyesuaikan wajah (m=3.29, sd=0.76) atau tidak lagi menyesuaikan wajah (m=3.26,
sd=0.79). Untuk meneliti efek pre-amplification murni pada kemampuan audiovisual. Kami
membandingkan preferensi waktu di anak-anak dengan gangguan ringan sampai sedang
(ambang pendengaran dari 25-70 dB, n=12) dibandingkan dengan mereka yang memiliki
gangguan pendengaran berat (ambang pendengaran lebih dari 70 dB, n=7). Untuk setiap
kelompok uji coba (lihat gambar 2). Dari analisis diungkapkan bahwa preferensi waktu pada
anak-anak dengan gangguan pendengaran ringan sampai sedang dan gangguan pendengaran
berat ternyata berbeda signifikan pada kelompok satu tetapi tidak pada kelompok 2. Analisis
lebih lanjut mengatakan bahwa hanya anak-anak dengan gangguan pendengaran ringan
sampai sedang yang tampak secara signifikan lebih lama dalam menyesuaikan wajah
daripada yang tidak menyesuaikan wajah pada kelompok 1. Sedangkan mereka yang
memiliki gangguan pendengaran yang berat tidak menunjukkan preferensi waktu yang
signifikan pada kelompok 1 ataupun 2.
Hasil ini menunjukkan bahwa, bayi dan anak-anak yang memiliki gangguan
pendegaran ringan sampai sedang yang dapt memberikan penyesuaian pendengaran dan
informasi pada audiovisual.

Anak-anak dan bayi yang mengalami kacacatan tuli dengan implantasi koklea
Karena subyek yang mengalami kecacatan pendengar dangan impalntasi koklea
diujikan pada lebih dari satu interval post-amplification, maka kita menganalisis dengan
menggunakan SPSS 16. Gambar 1. Pada gambar 1 menunjukkan pola preferensi pada dua
kelompok uji yang kontras dengan pola preferensi pada bayi dan anak-anak yang
pendengarannya normal. Dalam kelompok percobaan 1, analisis mengungkapkan bahwa bayi
yang cacat pendengaran dngan implantasi koklea memiliki preferensi waktu yang lebih
panjang dengan wajah yang tidak sesuai (m=3.93, sd=0.54) dibandingkan dengan bayi yang
menyesuaikan wajah (m=3.36, sd=0.55) meskipun secara statistik tidak berbeda signifikan.
Di sisi lain, di kedua kelompok percobaan, bayi yang cacat pendengaran dengan implantasi
koklea, tampak memiliki preferensi waktu lebih lama (m=3.67, sd=0.85) dalam
menyesuaikan wajah dibandingkan dengan bayi yang tidak menyesuaikan wajah (m=3.05,
sd=0.62). sebuah ANCOVA dengan tipe wajah (sesuai vs tidak sesuai) sebagai variabel
independen, waktu pencarian (s) sebagai variabel dependen, dan pra amplifikasi (preamplification) PTA (dB) sebagai sebuah kovariat yang menunjukkan tidak adanya efek atau
interaksi dengan pre-amplifier tingkat sedang. Untuk melihat efek usia pada bayi dengan
implantasi koklea dan durasi penggunaan implantasi koklea dalam kemapuan audiovisual,
kami membandingkan kelompok percobaan satu dan dua pada bayi dan anak-anak yang
menerima implantasi koklea sebelum perangsangan usia 15 bulan (lebih cepat, n=10) dan
setelah usia 15 bulan (lebih lambat, n=9) pada 3, 6, 12, 18, dan 20 bulan setelah mendapatkan
10

implantasi koklea. Gambar 3 menunjukkan bahwa anak-anak pada kedua kelompok awalnya
memiliki preferensi waktu yang lama pada saat tidak menyesuaikan wajah dibandingkan
dengan wajah yang sesuai. Tapi kemudian preferensinya mulai beralih menjadi lebih lama
membentuk wajah yang sesuai dibandingkan wajah yang tidak sesuai pada kelompok kedua
dari percobaan. Berdasarkan analisis Linear-Mixed didapatkan bahwa performa tidak berbeda
signifikan pada kelompok 1, tetapi berbeda signifikan pada kelompok 2. Hanya kelompok
yang terakhir yang berbeda yang terlihat signifikan lama dalam menyesuaikan wajah
dibandingkan dengan wajah yang tidak sesuai. Ada pula efek yang signifikan dari postimplantasi pada kelompok 2. Berdasarkan analisis post hoc, didapatkan perbedaan yang
signifikan performa yang buruk pada bayi yang 3 bulan mengalami post-implantasi
dibandingkan dengan 6 bulan post-implantasi. Dari sini didapatkan bahwa performa sangat
dipengaruhi oleh usia saat implantasi dan durasi implantasi koklea. Namun, efek usia saat
dilakukan implantasi berlawanan dari hipotesa diperkirakan. Dari hasil didalam percobaan
ini, anak yang melakukan implantasi lebih awal memiliki performa lebih buruk dari yang
dilakukan implantasi belakangan.

DISKUSI
Berdasarkan pengujian sebelumnya, kemampuan audiovisual pada bayi yang
memiliki pendengaran normal dan bayi yang memiliki cacat pendengaran, serta anak-anak
yang dengan implantasi koklea (Barker and Tomblin, 2004; Bergeson et al., 2003, 2005;
Kuhl and Meltzoff, 1982; Patterson and Werker, 2003) diprediksi bahwa kemampuan
audiovisual dapat dipengaruhi oleh cacat pedengaran. Bagaimanapun juga, kita menemukan
bahwa bayi dan anak-anak yang masuk ke dalam tiga kelompok yakni, pendengaran normal,
cacat pendengaran dengan alat bantu dengar, dan cact pendengaran dengan implantasi koklea,
tidak terlihat memiliki perbedaan yang signifikan dari segi preferensi waktu saat bayi
menyesuaikan atau tidak menyesuaikan wajah ketika mendengarkan kata judge atau
back.
Namun demikian, hal yang menarik dari performa muncul ketika membandingkan
preferensi waktu saat melihat pada kelompok 1 dengan kelompok 2. Bayi dengan
pendengaran normal dan anak-anak dengan gangguan pendengaran ringan hingga sedang
11

awalnya lebih senang menyesuaikan wajah dibandingkan dengan bayi yang tidak
menyesuaikan wajah. Ada kemun gkinan bahwa hanya mereka yang mampu mengintegrasi
sinyal audio dan visual secara baik, mereka kemudian menjadi bosan dengan pencocokan
wajah. Bahkan preferensi waktu pada percobaan kedua terjadi penurunan. Menariknya, bayi
dan anak-anak yang memiliki cacat pendengaran sebelum memiliki alat bantu dengar tidak
memiliki kemampuan untuk mencocokkan wajah. Dengan demikian, tampak bahwa
kemampuan pedengaran dapat berpengaruh terhadap kemampuan audiovisual.
Bukti tambahan untuk ide ini adalah bayi tuli dengan implantasi koklea tidak dapat
menyesuaikan kemampuan audio dan visual hingga percobaan kedua dan memiliki performa
yang buruk pada post implantasi koklea yang lebih cepat. Sebuah ANCOVA juga
menyatakan bahwa jumlah pre-implantasi cacat pendengaran tidak berefek pada hasil ini.
Hal ini disebabkan ada sedikit variasi pada level cacat pendengaran. Menariknya, bayi dan
anak-anak yang diimplantasi lbh dahulu tidak sebaik anak-anak dan bayi yang diimplantasi
belakangan pada kemampuan audiovisual. Berdasarkan Bergeson, menemukan bahwa anakanak yang diimplantasi belakangan memiliki kemampuan visual lebih baik pada pengukuran.
Sedangkan anak-anak yang diimplantasi lebih cepat memiliki performa kemampuan audio
dan audiovisual yang baik. Selain itu, menurut Schoor (2008) menemukan bahwa terdapat
kesamaan efek dari faktor usia saat dilakukan implantasi pada pengulangan tes audiovisual.
Mereka mengemukakan bahwa periode sensitif sekitar usia 2.5 tahun untuk terjadinya
peleburan. Setelah periode sensitif, cacat pendengaran pada anak-anak lebih dipengaruhi
input visual dibandingkan input audio. Dalam penelitian ini dimungkinkan bahwa anak-anak
dengan implantasi koklea akan memproses komponen visual tetapi harus belajar
menghubungkan antara sinyal visual dan audio sebagaimana dibuktikan pada perangsangan
dengan penyesuaian lewat audiovisual pada percobaan 2. Berdasarkan hasil pengamatan juga
dudapatkan yakni terjadi peleburan yang sama pada bayi dan anak-anak dengan implantasi
yang lebih cepat pada kelompok satu dan periode yang sama antara bayi yang memiliki
pendengaran normal dengan bayi cacat pendengaran dengan implantasi koklea.
Kejadian dari percobaan dengan hewan dan percobaan pada manusia bahwa tidak
adanya respon saraf pendengaran pada kehidupan beberapa bulan pertama yang dapat
mempengaruhi perkembangan saraf di beberapa titik di perifer sepanjang jalur pendengaran
dan area kortikal (Kral et al., 2000; Leake and Hradek, 1988; Neville and Bruer, 2001;
Ponton et al., 1996; Ponton and Eggermont, 2001; Ponton et al., 2000; Ponton et al., 1999;
Sharma et al., 2002). Sambungan antara kortex pendengaran dan struktur otak yang lain
mungkin tidak berkembang secara normal pada bayi cacat pendengaran bawaan sehingga
12

kemampuan visual, perhatian, dan saraf kognitif tidak dapat terhubung dengan kuat pada
proses pendengaran setelah implantasi koklea. Terlebih lagi, kemampuan terlalu cepat dan
aktivitas dengan rangsangan multimodal menjadi kebutuhan untuk perkembangan sistem
sensori visual dan audio serta integrasi informasi dari setiap sesuatu yang dilakukan
(Lewkowicz and Kraebel, 2004). Hal ini dimungkinkan bahwa anak-anak yang kehilangan
pendengaran sebelum input sensori dan segera setelah lahir karena cacat pendengaran
kemungkinan tidak dapat mengucapkan bahasa meskipun sensor audiovisual normal.
Singkatnya,

hasil

penelitian

ini

mengungkapkan

bahwa

tingkat

gangguan

pendengaran dan usia saat implantasi koklea dilakukan sebenarnya mempengaruhi


perkembangan kemampuan audiovisual. Anak-anak dengan pendengaran normal, anak-anak
dengan pendengaran sebelum menerima alat bantu dengar, dan anak-anak yang mendapatkan
implantasi

koklea

belakangan

daripada

yang

lebih

cepat

adalah

yang

berhasil

menggabungkan komponen visual dan audio dalam kalimat percakapan. Temuan ini
menunjukkan

bahwa

kemampuan

pendengaran

sejak

dini

sangat

penting

untuk

mengembangkan kemampuan audiovisual. Namun, bayi dan anak-anak dengan cacat


pendengaran dapat belajar dari kemampuan visual untuk memperoleh kemampuan
audiovisual.
REFERENSI
Aldridge, M. A., Braga, E. S., Walton, G. E. & Bower, T. G. R. (1999). The intermodal
representation of speech in newborns. Developmental Science, 2(1), 42-46.
Bahrick, L. E.&Lickliter, R. (2000). Intersensory redundancy guides attentional selectivity
and perceptual learning in infancy. Developmental Psychology, 36(2), 190-201.
Barker, B.A.&Bass-Ringdahl, S. M. (2004). The effect of audibility on audio-visual speech
perception in very young cochlear implant recipients. In Cochlear Implants: Proceedings
of the VIII International Cochlear Implant Conference: International Congress Series R.
T. Miyamoto Ed., Vol. 1273, pp. 316-319. San Diego: Elsevier Inc.
Barker, B. A. & Tomblin, J. B. (2004). Bimodal speech perception in infant hearing aid and
cochlear implant users. Archives of Otolaryngology-Head & Neck Surgery, 130, 582586.
Bergeson, T. R., Pisoni, D. B. & Davis, R. A. O. (2003). A longitudinal study of audiovisual
speech perception by children with hearing loss who have cochlear implants. The Volta
Review, 103, 347-370.
Bergeson, T. R., Pisoni, D. B. & Davis, R. A. O. (2005). Development of audiovisual
comprehension skills in prelingually deaf children with cochlear implants. Ear and
Hearing, 26, 149-164.
Cohen, L. B., Atkinson, D. J.&Chaput, H. H. (2004). Habit X:Anew program for obtaining
and organizing data in infant perception and cognition studies (Version 1.0). Austin:
University of Texas.
13

Desjardins, R. N., Rogers, J. & Werker, J. F. (1997). An exploration of why preschoolers


perform differently than do adults in audiovisual speech perception tasks. Journal of
Experimental Child Psychology, 66, 85-110.
Dobson, V. & Teller, D. Y. (1978). Visual acuity in human infants: A review and comparison
of behavioral and electrophysiological studies. Vision Research, 18, 1469-1483.
Dodd, B. (1979). Lip reading in infants: Attention to speech presented in- and out-ofsynchrony. Cognitive Psychology, 11, 478-484.
Gottlieb, G. (1976). Conceptions of prenatal development: Behavioral embryology.
Psychological Review, 83(3), 215-234.
Kral, A., Hartmann, R., Tillein, J., Held, S. & Klinke, R. (2000). Congenital auditory
deprivation reduces synaptic activity within the auditory cortex in a layer-specific
manner. Cerebral Cortex, 10, 714-726.
Kuhl, P. K. & Meltzoff, A. N. (1982). The bimodal perception of speech in infancy. Science,
218(4577), 1138-1141.
Lachs, L. & Hernandez, L. R. (1998). Update: The Hoosier Audiovisual Multitalker
Database. In Research on Spoken Language Processing Progress Report No.22, pp. 377388. Bloomington, IN: Speech Research Laboratory, Indiana University.
Leake, P. A. & Hradek, G. T. (1988). Cochlear pathology of long term neomycin induced
deafness in cats. Hearing Research, 33, 11-34.
Lewkowicz, D. J. (2000). Infants perception of the audible, visible, and bimodal attributes of
multimodal syllables. Child Development, 71, 1241-1257.
Lewkowicz, D. J.&Kraebel, K. S. (2004). The value of multisensory redundancy in the
development of intersensory perception. In The Handbook of Multisensory Processes, G.
A. Calvert, C. Spence & B. E. Stein Eds., pp. 655-678). Cambridge, Massachusetts: The
MIT Press.
MacKain, K., Studdert-Kennedy, M., Spieker, S. & Stern, D. (1983). Infant intermodal
speech perception is a left-hemisphere function. Science, 219(4590), 1347-1349.
McGurk, H.&MacDonald, J. (1976). Hearing lips and seeing voices. Nature, 264, 746-748.
Mugitani, R., Hirai, M., Shimada, S. & Hiraki, K. (2002). The audiovisual speech perception
of consonants in infants. Paper presented at the 13th Biennial International Conference
on
Infant Studies, Toronto, Canada.
Mugitani, R.,Kobayashi, T.&Hiraki, K. (2008). Audiovisual matching of lips and noncanonical sounds in 8-month-old infants. Infant Behavior and Development, 31, 307-310.
Neville, H. J. & Bruer, J. T. (2001). Language Processing: How experience affects brain
organization. In Critical Thinking about Critical Periods, J. D. B. Bailey & J. T. Bruer
Eds., pp. 151-172. Baltimore: Paul H. Brookes.
Patterson, M. L. &Werker, J. F. (1999). Matching phonetic information in lips and voice is
robust in 4.5-month-old infants. Infant Behavior and Development, 22(2), 237-247.
Patterson, M. L. & Werker, J. F. (2003). Two-month old infants match phonetic information
in lips and voice. Developmental Science, 6(2), 191-196.
Ponton, C.W., Don, M., Eggermont, J. J.,Waring, M. D., Kwong, B. & Masuda, A. (1996).
Auditory system plasticity in children after long periods of complete deafness.
Neuroreport, 8, 61-65.
Ponton, C.W.&Eggermont, J. J. (2001). Of kittens and kids: Altered cortical maturation
following profound deafness and cochlear implant use. Audiology & Neuro-Otology, 6,
363-380.
Ponton, C. W., Eggermont, J. J., Don, M., Waring, M. D., Kwong, B., Cunningham, J., et al.
(2000). Maturation of the mismatch negativity: Effects of profound deafness and
cochlear implant use. Audiology & Neuro-Otology, 5, 167-185.
14

Ponton, C. W., Moore, J. K. & Eggermont, J. J. (1999). Prolonged deafness limits auditory
system developmental plasticity: Evidence from an evoked potentials study in children
with cochlear implants. Scandinavian Audiology, 28(Suppl 51), 13-22.
Schorr, E. A., Fox, N. A., van Wassenhove, V. & Knudsen, E. I. (2008). Auditory-visual
fusion in speech perception in children with cochlear implants. Proceedings of the
National Academy of Sciences, 102, 18748-18750.
Sharma, A., Dorman, M. F. & Spahr, A. J. (2002). A sensitive period for the development of
the central auditory system in children with cochlear implants: Implications for age of
implantation. Ear and Hearing, 23, 532-539.
Sheffert, S. M., Lachs, L. & Hernandez, L. R. (1996). The Hoosier Audiovisual Multitalker
Database. In Research on Spoken Language Processing Progress Report No. 21, pp.
578-583. Bloomington, IN: Speech Research Laboratory, Indiana University.
Spelke, E. S. (1976). Infants intermodal perception of events. Cognitive Psychology, 8, 553560.
van Linden, S.&Vroomen, J. (2008). Audiovisual speech calibration in children. Journal of
Child Language, 35, 809-822.
Walton, G. E. & Bower, T. G. R. (1993). Amodal representations of speech in infants. Infant
Behavior and Development, 16(2), 233-243.

15

Вам также может понравиться