Вы находитесь на странице: 1из 3

BAB IV ANALISA KASUS

Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun, BB 17 kg dan TB 132 cm datang dengan keluhan demam sejak Sejak 10 hari SMRS keluarga baru menyadari pasien mengalami demam. Demam dirasakan terutama pada sore dan malam hari dan turun pada pagi hari. Selama demam pasien tidak menggigil, tidak ada kejang, dan sering berkeringat malam. Menurut keluarga, pasien sering merasa meriang bila sudah terasa lemas namun hilang timbul. Pasien mengalami batuk yang sudah lama, namun tidak berdahak. pasien tidak pernah batuk lama sebelumnya. Nafsu makan menurun, tidak ada mual dan muntah. Nyeri kepala tidak diketahui. Perut kembung. BAK normal. Semenjak 1 minggu, tidak BAB. Dua hari SMRS pasien terlihat bingung dan selalu mengiggau. Riwayat penyakit dalam keluarga, dicurigai ayahnya mengalami penyakit paru. Dari anamnesis, didapatkan gejala-gejala yang mengarah pada diagnosis demam tifoid yaitu gejala khas demam yang dirasakan terutama pada sore dan malam hari, namun 2 hari SMRS, pada pasien menginggau. Ini artinya curiga sudah terjadi gangguan sistem saraf yang terjadi karena toksin yang menembus Blood Brainn Barier akibat tifoid, curiga adanya tifoid ensefalopati. Dari hasil anamnesis juga bisa didapatkan skoring TB pada pasien ini, nilainya 6. Namun gejala tersebut, masih belum jelas. Pada pasien ini suspected TB Paru. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran apatis, nadi 98 kali/menit, pernafasan 24 kali/menit, suhu 37,8C. Data antropometri dari tabel NCHS didapatkan BB/U : 42.5%, TB/U : 89.7%, DAN BB/TB : 62.9%. Pada pemeriksaan khusus didapatkan konjungtiva anemis (+/+), pada telinga terdapat sekret warna putih, membran timpani tidak utuh. Pada mulut didapatkan typoid tounge, keilitis angularis dan Bibir kering. Pada pemeriksaan thoraks dalam batas normal. Abdomen didapatkan perut kembung, nyeri tekan epigastrium, hipocondrium sinistra et dextra, bising usus meningkat, hipertimpani. Pada pemeriksaan neurologis tidak didaptkan kelainan. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan tanda khas dari penyakit demam typoid. Untuk status gizi pada pasien ini menunjukkan gizi buruk. Dari hasil laboratorium didapatkan Hb 9,6 g/dl yaitu anemia. Ht 28% yaitu rendah, dimana hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma
56

57

darah. Secara kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin. Trombosit 56.000/ul,yaitu trombositopenia. Bila disesuaikan dengan kasus, pada demam typhoid pasien akan mengalami gejala gastrointestinal akibat karena adanya peredaran bakteri atau endotoksin pada sirkulasi. Pasien dapat mual, muntah, tidak nafsu makan, bila hal tersebut berlangsung lama, maka pasien juga dapat mengalami anemia defisiensi besi akibat kekurangan asupan nutrisi. Pada kasus anemia tuberculosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, adanya malabsorpsi dan ketidakcukupan zat gizi baik anemia kronik maupun anemia defisiensi besi dapat terjadi pada penderita tuberkulosis. Pada leukosit 2.300/ul yaitu leukopenia. Salah satu penyebab leukopenia, bisa disebabkan karena infeksi. LED 22 mm/jam yaitu meningkat, dimana telah terjadi infeksi. Pada elektrolit, Na, K, Cl nilainya tidak terlalu menunjukkan hasil elektrolit yang rendah. Pada pemeriksaan tes widal titer O Ag 1/320, yang artinya 1/200, maka positif typoid. Pada pemeriksaan rontgen, tampak limfadenopati hilus sinistra. Literatur menyebutkan bahwa pembesaran kelenjar limfe tidak khas pada kasus TB. Dengan demikian, diagnosis penderita ini adalah typoid ensefalopati + TB paru + gizi buruk. Maka penatalaksanaan pada penderita ini adalah dengan pemberian cairan dan elektrolit Dekstrose 5% 1/5NS dengan jumlah cairan 1350 cc dalam 24 jam. Paracetamol sirup dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali pemberian setiap 6-8 jam, pada pasien ini dengan dosis 3 x 180 mg, bila sirup 120 mg/5ml, dalam 5 ml (1 sendok takar) terdapat 120 mg, yang artinya pasien ini dapat 3 x 1 cth. Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari IV dosis tunggal selama 5-7 hari, pada pasien ini dosisnya 1 x 1,4 gr. Pada kasus ini, tipoid ensefalopati maka diberikan Inj. Dexamethason 3mg/kgBB 51mg (satu kali pemberian). Kemudian 6 jam berikutnya diberikan 1mg/kgBB 17 mg sebanyak 8 kali pemberian selama 48 jam. Kemudian stop tanpa tapering off. Untuk OAT nya, isoniazid 5 10mg/kgBB/hari, pada kasus 1 x 150mg. Rifampisin 10-20mg/kgBB/hari, pada kasus 1 x 225 mg. pirazinamid dosis 20-30mg/kgBB/hari, pada kasus 2 x 250 mg. selain itu juga, yang paling penting pasien ini harus diberikan asupan gizi yang baik, sesuai dengan kebutuhan kalorinya per hari.

58

Prognosis pada kasus ini, tifoid encepalopati merupakan komplikasi tifoid dengan gejala dan tanda klinis berupa kesadaran menuru, kejang-kejang, muntah, demam tinggi dan pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal. Bila disertai kejang maka biasanya prognosa jelek dan bila sembuh sering diikuti oleh gejala sisa sesuai dengan lokasi yang terkena. Pada kasus ini tidak didapatkan kejang dan pemeriksaan neurologis baik, artinya penderita ini quo ad vitam adalah bonam dan quo ad functionam adalah dubia ad bonam.

Вам также может понравиться