Вы находитесь на странице: 1из 81

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI JAWA BARAT


Jalan Diponegoro No. 22 Tel. 4206270-4206293, Fax. (022) 4239376, 4206312
BANDUNG

PERATURAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT
NOMOR 1 TAHUN 2009

TENTANG

TATA TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI JAWA BARAT,

Menimbang : a. bahwa sejalan dengan perkembangan kehidupan


ketatanegaraan dan politik bangsa, telah
disempurnakan berbagai perundang-undangan yang
terkait dengan bidang politik, diantaranya Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD dan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,
DPR, DPD dan DPRD;
b. bahwa untuk mengembangkan demokrasi, menjamin
keterwakilan rakyat Daerah dalam melaksanakan tugas
dan kewenangannya serta meningkatkan kualitas,
produktifitas dan kinerja pelaksanaan fungsi tugas dan
tanggungjawab DPRD, dipandang perlu menetapkan
Tata Tertib DPRD;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b di atas, dipandang perlu
menetapkan Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa Barat yang
ditetapkan dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Jawa Barat;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat
( Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950)
Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 15) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 93, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744) dan
Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang
Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010);
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana
telah diubah beberapa kali dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
3

Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4801);
9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4836);
10 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis
. Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5043);
11 Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang
. Ketentuan Keprotokolan mengenai Tata Tempat, Tata
Upacara dan Tata Penghormatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
12 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang
. Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan
Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 90 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4416) sebagaimana telah
diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004
tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan
dan Anggota DPRD (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4712);
13 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4045);
14 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2004 tentang
. Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 91, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Republik
Indonesia Nomor 4417), sebagaimana telah di ubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2005
tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib
DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4569);
15 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
. Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun
. 2005 tentang Pembentukan Peraturan Daerah
(Lembaran Daerah Tahun 2005 Nomor 13 seri E);
17 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Sistem
. Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat
(Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 6 Seri E);
18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
. tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
19 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 161.32-556
. Tahun 2009 tentang Peresmian Pemberhentian dan
Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Jawa Barat;
Memperhatik : Rapat Paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat tanggal 20
an Oktober 2009;

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI JAWA BARAT TENTANG TATA TERTIB DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Provinsi Jawa Barat.

2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut azas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
5

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD


adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

4. Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat adalah Penyelenggara


Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsi-
fungsi Pemerintahan Daerah Otonom.

5. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Jawa Barat.

6. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat.

7. Pimpinan DPRD adalah Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

8. Anggota DPRD adalah Anggota Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Provinsi Jawa Barat.

9. Alat Kelengkapan DPRD adalah alat kelengkapan Dewan


Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat yang terdiri atas
Pimpinan DPRD, Badan Musyawarah, Komisi-Komisi, Badan
Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kehormatan, Badan Urusan
Rumah Tangga, Panitia Khusus, dan Alat Kelengkapan lainnya
yang dibentuk oleh Rapat Paripurna.

10.Fraksi merupakan Pengelompokan Anggota Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat berdasarkan Partai Politik
yang memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.

11.Badan Musyawarah adalah Badan Musyawarah Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

12.Komisi adalah pengelompokan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah secara fungsional berdasarkan tugas-tugas yang ada di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

13.Badan Legislasi adalah Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Provinsi Jawa Barat.

14.Badan Anggaran adalah Badan Anggaran Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

15.Badan Kehormatan adalah Badan Kehormatan Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

16.Badan Urusan Rumah Tangga yang selanjutnya disebut BURT


adalah Badan Urusan Rumah Tangga Dewan Perwakilan Rakyat
daerah Provinsi Jawa Barat.

17.Panitia Khusus yang selanjutnya disebut Pansus adalah Panitia


yang dibentuk untuk pembahasan hal yang bersifat khusus.

18.Panitia Angket adalah Panitia yang dibentuk untuk pembahasan


pelaksanaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi Jawa Barat.

19.Badan Pemeriksa Keuangan adalah Lembaga Tinggi Negara yang


berfungsi untuk memeriksa Keuangan.
20.Sekretariat DPRD adalah Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi Jawa Barat.

21.Sekretaris DPRD adalah Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat


Daerah Provinsi Jawa Barat.

22.Kode Etik DPRD adalah suatu ketentuan etika perilaku sebagai


acuan kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
Jawa Barat dalam melaksanakan tugasnya.

23.Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat.

24.Anggaran Daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah Provinsi Jawa Barat.

25.Rapat Paripurna adalah Rapat Paripurna Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

26.Kunjungan Kerja adalah Kunjungan Kerja Dewan Perwakilan


Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat;

27.Masa Sidang dan Masa Reses adalah masa sidang dan masa reses
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat.

28.Pengadilan Tinggi adalah Pengadilan Tinggi Jawa Barat;

29.Komisi Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut KPU adalah Komisi


Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat.

30.Tenaga Ahli adalah seseorang yang mempunyai kemampuan


dalam disiplin ilmu tertentu untuk membantu anggota dalam
pelaksanaan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.

31.Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan


program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara
berencana terpadu dan sistematis.

32.Daerah Pemilihan yang selanjutnya disebut Dapil adalah


pengelompokan Daerah Pemilihan pada Pemilu Legislatif tahun
2009.

BAB II
SUSUNAN KEANGGOTAAN
Bagian Kesatu
Susunan
Pasal 2

DPRD Provinsi Jawa Barat terdiri atas anggota Partai Politik peserta Pemilihan
Umum yang dipilih melalui Pemilihan Umum Tahun 2009.

Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 3
7

1) Anggota DPRD berjumlah 100 (seratus) Orang.

2) Keanggotaan DPRD diresmikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

3) Anggota DPRD berdomisili di Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung.

4) Masa jabatan Anggota DPRD adalah 5 (lima) tahun dan berakhir pada saat
Anggota DPRD yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Pasal 4
1) Anggota DPRD sebelum memangku jabatannya, mengucapkan
sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Pengadilan
Tinggi dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD.

2) Anggota DPRD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-


sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janji
yang dipandu oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD.

Pasal 5
(1) “Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 sebagai berikut :

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji :

bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai Anggota/Ketua/Wakil


Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa Barat dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-


sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan
kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi, seseorang,
dan golongan;

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk
mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.”

(2) Pada waktu pengucapan sumpah/janji, untuk penganut agama Islam


didahului dengan kata “Demi Allah”, untuk penganut agama Kristen
Protestan/Katolik diakhiri kata “Semoga Tuhan Menolong Saya”, untuk
penganut agama Hindu didahului kata “Om Atah Paramawisesa”, untuk
penganut agama Budha didahului kata “Demi Hyang Adi Budha”.

Pasal 6

(1) Tata cara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD sebagaimana dimaksud


pada Pasal 4 terdiri dari tata urutan acara, tata pakaian, dan tata tempat.

(2) Tata urutan acara pelaksanaan pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. menyanyikan lagu Indonesia Raya;

b. mengheningkan Cipta;

c. pembukaan Rapat Paripurna Istimewa oleh Pimpinan DPRD;


d. pembacaan Keputusan Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan
Anggota DPRD oleh Sekretaris DPRD;

e. pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD, dipandu oleh Ketua


Pengadilan Tinggi;

f. penandatanganan berita acara Sumpah/janji Anggota DPRD secara


simbolis oleh satu orang dari perwakilan masing-masing Fraksi;

g. pengumuman Pimpinan Sementara DPRD oleh Sekretaris DPRD;

h. serah terima Pimpinan DPRD dari Pimpinan Lama kepada Pimpinan


Sementara DPRD secara simbolis dengan penyerahan palu pimpinan;

i. sambutan Pimpinan Sementara DPRD;

j. sambutan Gubernur;

k. pembacaan Do’a;

l. penutupan Rapat Paripurna Istimewa oleh Pimpinan Sementara; dan

m. penyampaian ucapan selamat.

(3) Tata Pakaian yang digunakan dalam acara pengucapan sumpah/janji


Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Ketua Pengadilan Tinggi menggunakan pakaian sesuai ketentuan dari


instansi yang bersangkutan;

b. Gubernur menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional;

c. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji menggunakan


pakaian sipil lengkap dengan peci nasional untuk pria dan wanita
menggunakan pakaian kebaya nasional;

d. Undangan bagi Anggota TNI/Polri menggunakan pakaian dinas upacara,


undangan sipil menggunakan pakaian sipil lengkap dengan peci
nasional bagi pria dan wanita menggunakan pakaian kebaya nasional.

(4) Tata tempat dalam acara pengucapan sumpah/janji Anggota DPRD


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. Pimpinan DPRD duduk disebelah kiri Gubernur dan Ketua Pengadilan


Tinggi sebelah kanan Gubernur;

b. Anggota DPRD yang akan mengucapkan sumpah/janji duduk ditempat


yang telah disediakan;

c. Setelah pengucapan sumpah/janji Pimpinan Sementara DPRD duduk


disebelah kiri Gubernur;
9

d. Pimpinan DPRD yang lama dan Ketua pengadilan Tinggi duduk ditempat
yang telah disediakan;

e. Sekretaris DPRD duduk dibelakang Pimpinan DPRD;

f. Para Undangan dan Anggota DPRD lainnya duduk ditempat yang telah
disediakan; dan

g. Pers/Kru TV/ radio disediakan tempat tersendiri.

BAB III
KEDUDUKAN, FUNGSI, TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 7

DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan


sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 8

1) DPRD mempunyai fungsi :

a. legislasi;

b. anggaran; dan

c. pengawasan.

2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan


dalam kerangka representasi rakyat.

Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 9

DPRD mempunyai tugas dan wewenang :

a. membentuk Peraturan Daerah bersama Gubernur;

b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah


mengenai anggaran pendapatan dan belanja daerah yang diajukan oleh
Gubernur;

c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan


anggaran pendapatan dan belanja daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentian Gubernur dan/atau
Wakil Gubernur kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentiannya;

e. memilih Wakil Gubernur dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil


Gubernur;

f. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah provinsi


terhadap rencana perjanjian internasional di daerah;

g. memberikan persetujuan atas rencana kerja sama internasional yang


dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi;

h. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur dalam


penyelenggaraan pemerintahan daerah;

i. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain


atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;

j. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan; dan

k. melaksanakan tugas dan wewenang lain berdasarkan ketentuan peraturan


perundang-undangan.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak DPRD
Paragraf 1
Umum
Pasal 10

DPRD mempunyai hak :

a. interpelasi;

b. angket; dan

c. menyatakan pendapat.

Paragraf 2
Hak Interpelasi
Pasal 11

(1) Hak Interpelasi merupakan Hak DPRD untuk meminta


keterangan kepada Gubernur mengenai kebijakan
pemerintahan yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
11

(2) Paling sedikit 15 (lima belas) orang Anggota DPRD dan lebih
dari satu Fraksi dapat menggunakan hak interpelasi dengan
mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD secara tertulis untuk
meminta keterangan kepada Gubernur mengenai kebijakan
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan


kepada Pimpinan DPRD, disusun secara singkat, jelas, dan
ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor
pokok oleh Sekretariat DPRD yang bersifat administratif.

(4) Usul meminta keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(3), oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna
DPRD, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak
diterima oleh Pimpinan.

(5) Dalam Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (4),


para pengusul diberi kesempatan menyampaikan penjelasan
lisan atas usul permintaan keterangan tersebut.

(6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul meminta keterangan


dilakukan dengan memberi kesempatan kepada :

a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan


melalui Fraksi;

b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan


Anggota DPRD.

(7) Keputusan persetujuan atau penolakan terhadap usul


permintaan keterangan kepada Gubernur ditetapkan dalam
Rapat Paripurna yang dihadiri lebih dari ½ (satu perdua) jumlah
Anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan lebih
dari ½ (satu perdua) jumlah Anggota DPRD yang hadir.

(8) Usul permintaan keterangan DPRD sebelum memperoleh


keputusan, para pengusul berhak mengajukan perubahan atau
menarik kembali usulannya.

(9) Apabila Rapat Paripurna menyetujui terhadap usul Anggota


DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pimpinan DPRD
mengajukan permintaan keterangan kepada Gubernur
selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja.

Pasal 12

1) Gubernur dan/atau pejabat terkait yang ditugaskan oleh Gubernur


wajib memberikan keterangan lisan maupun tertulis terhadap
permintaan keterangan Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11, dalam Rapat Paripurna selambat-lambatnya 15 (lima belas)
hari kerja setelah diterimanya permintaan keterangan.

2) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan atas keterangan


Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3) Terhadap jawaban Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
DPRD dapat menyatakan pendapatnya.

4) Pernyataan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


disampaikan secara resmi oleh DPRD kepada Gubernur.

5) Pernyataan pendapat DPRD atas keterangan Gubernur sebagaimana


dimaksud pada ayat (4), dijadikan bahan untuk DPRD dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan dan untuk Gubernur dijadikan bahan
dalam penetapan pelaksanaan kebijakan.

Paragraf 3
Hak Angket
Pasal 13

1) Hak angket adalah Hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap


kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan masyarakat daerah dan Negara yang diduga bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Paling sedikit 15 (lima belas) orang Anggota DPRD dan lebih dari satu
Fraksi dapat menggunakan hak angket dengan mengajukan usul secara
tertulis kepada Pimpinan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan Pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak
luas pada kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun secara singkat, jelas,
dan ditandatangani oleh para pengusul serta diberikan Nomor pokok oleh
Sekretariat DPRD yang bersifat administratif.

4) Usul melaksanakan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD selambat-
lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak diterima oleh Pimpinan.

5) Pembicaraan mengenai suatu usul mengadakan penyelidikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memberikan kesempatan
kepada :

a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan melalui Fraksi;

b. Para pengusul memberikan jawaban atas pandangan Anggota DPRD.

6) Keputusan atas usul melakukan penyelidikan terhadap Gubernur dapat


disetujui atau ditolak, ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD yang
dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 (tiga perempat) dari jumlah Anggota
DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3
(dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir.

7) Usul melakukan penyelidikan sebelum memperoleh Keputusan DPRD,


pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali usulannya.

8) Apabila usul melakukan penyelidikan disetujui maka DPRD membentuk


Panitia Angket yang terdiri atas unsur Fraksi dan ditetapkan dengan
Keputusan DPRD selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja.
13

9) Dalam hal DPRD Provinsi menolak usul penyelidikan, maka usul


penyelidikan tersebut tidak dapat diajukan kembali.

Pasal 14

(1)Panitia Angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat


(8), dalam melakukan penyelidikan dapat memanggil pejabat
pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga masyarakat
yang dianggap mengetahui atau patut dimintai keterangan
karena mengetahui masalah yang diselidiki untuk
memberikan keterangan serta untuk meminta menunjukan
surat atau dokumen yang berkaitan dengan hal yang sedang
diselidiki.

(2)Pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau warga


masyarakat yang dipanggil sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib memenuhi panggilan DPRD, kecuali ada alasan yang
sah menurut peraturan perundang-undangan.

(3)Dalam hal pejabat pemerintah provinsi, badan hukum, atau


warga masyarakat telah dipanggil dengan patut secara
berturut-turut tidak memenuhi panggilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), DPRD dapat memanggil secara paksa
dengan bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4)Panitia Angket melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada


Rapat Paripurna DPRD paling lama 60 (enam puluh) hari kerja
sejak dibentuknya Panitia Angket.

Pasal 15

1) Apabila hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


13 diterima oleh DPRD dan ada indikasi tindak pidana, DPRD
menyerahkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Apabila dari hasil penyidikan menyatakan Gubernur dan/atau


Wakil Gubernur berstatus sebagai terdakwa karena
melakukan tindak pidana yang ancaman hukumannya 5 (lima)
tahun atau lebih, Presiden memberhentikan sementara
Gubernur dan/atau Wakil Gubernur dari jabatannya.

3) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan


hukum tetap dan menyatakan Gubernur dan/atau Wakil
Gubernur bersalah, Presiden memberhentikan Gubernur
dan/atau Wakil Gubernur dari jabatannya.

4) Apabila Keputusan Pengadilan telah mempunyai kekuatan


hukum tetap dan menyatakan Gubernur dan/atau Wakil
Gubernur tidak bersalah, Presiden mencabut pemberhentian
sementara serta merehabilitasi nama baik Gubernur dan/atau
Wakil Gubernur.

Paragraf 4
Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 16

1) Hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat


terhadap kebijakan Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang
terjadi di daerah.

2) Paling sedikit 20 (dua puluh) orang Anggota DPRD dan lebih dari satu
Fraksi dapat menggunakan hak menyatakan pendapat terhadap kebijakan
Gubernur atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah
disertai dengan rekomendasi penyelesaianya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket dengan mengajukan usul
kepada Pimpinan DPRD.

3) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2), serta penjelasannya


disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD, dengan disertai
daftar nama dan tanda tangan para pengusul serta diberi Nomor
Pokok oleh Sekretariat DPRD yang bersifat administratif.

4) Usul pernyataan pendapat tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan


dalam Rapat Paripurna DPRD setelah mendapat pertimbangan Badan
Musyawarah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja.

5) Dalam Rapat Paripurna DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4),


para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan atas usul
pernyataan pendapat tersebut.

6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan pendapat dilakukan


dengan memberikan kesempatan kepada:

a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan


melalui Fraksi;

b. Gubernur untuk memberikan pendapat;

c. para pengusul memberikan jawaban atas pandangan para


anggota dan pendapat Gubernur.

7) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan


pendapat DPRD apabila mendapat persetujuan dari Rapat Paripurna DPRD
yang dihadiri sekurang-kurangnya ¾ (tiga perempat) dari jumlah Anggota
DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3
(dua pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir.

8) Usul pernyataan pendapat sebelum memperoleh Keputusan DPRD,


pengusul berhak mengajukan perubahan atau menarik kembali
usulnya.

9) Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau


menolak usul pernyataan pendapat tersebut menjadi pernyataan
pendapat DPRD.

10) Apabila DPRD menerima usul pernyataan pendapat, Keputusan DPRD


berupa :

a. pernyataan pendapat;
15

b. saran penyelesaiaannya; dan

c. peringatan.

Bagian Kedua
Hak Anggota
Paragraf 1
Umum
Pasal 17

Anggota DPRD mempunyai hak:

a. mengajukan Rancangan Peraturan Daerah;


b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. mengikuti orientasi dan pendalaman tugas;
h. protokoler;
i. keuangan dan administratif; dan
j. mempunyai ruang kerja.

Paragraf 2
Hak Mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
Pasal 18

(1) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan suatu usul prakarsa


rancangan peraturan daerah yang secara substansial selaras dengan
Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan secara
prosedural memenuhi kaidah-kaidah legal drafting.

(2) Usul prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan


kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk rancangan peraturan daerah
disertai penjelasan secara tertulis dan diberikan nomor pokok oleh
Sekretariat DPRD yang bersifat administratif.

(3) Usul prakarsa tersebut Pimpinan DPRD disampaikan kepada Badan


Legislasi untuk dilakukan pengkajian.

(4) Berdasarkan hasil pengkajian Badan Legislasi, Pimpinan DPRD


menyampaikan kepada Rapat Paripurna DPRD.

(5) Dalam Rapat Paripurna,para pengusul diberi kesempatan


memberikan penjelasan atas usulan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).

(6) Pembicaraan mengenai sesuatu usul prakarsa dilakukan dengan


memberikan kesempatan kepada :

a. Anggota DPRD lainnya untuk memberikan pandangan; dan

b. pada pengusul memberikan jawaban atas pandangan para Anggota DPRD


lainnya.

(7) Usul prakarsa sebelum diputuskan menjadi prakarsa DPRD,para pengusul


berhak mengajukan perubahan dan atau mencabut kembali.

(8) Pembicaraan diakhiri dengan keputusan DPRD yang menerima atau menolak
usul prakarsa menjadi prakarsa DPRD.

(9) Tata Cara pembahasan rancangan peraturan daerah atas prakarsa DPRD
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam pembahasan rancangan peraturan
daerah atas prakarsa Gubernur.

Paragraf 3
Hak Mengajukan Pertanyaan
Pasal 19

1) Hak mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b


adalah hak Anggota DPRD untuk mengajukan pertanyaan secara lisan
maupun tertulis kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan fungsi dan
wewenang DPRD.

2) Setiap Anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah


Daerah berkaitan dengan tugas dan wewenang DPRD secara lisan maupun
tertulis.

3) Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disusun singkat dan jelas
disampaikan kepada Pimpinan DPRD.

4) Pimpinan DPRD setelah mendapat pertimbangan dari Badan Musyawarah


meneruskan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
Gubernur.

5) Apabila jawaban atas pertanyaan dimaksud oleh Gubernur disampaikan


secara tertulis, tidak dapat diadakan lagi rapat untuk menjawab
pertanyaan.

6) Anggota DPRD yang mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dapat meminta supaya pertanyaan dijawab oleh Gubernur secara
lisan.

7) Apabila Gubernur menjawab secara lisan dalam rapat yang ditentukan oleh
Badan Musyawarah, Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
dapat mengemukakan lagi pertanyaan secara singkat dan jelas agar
Gubernur dapat memberikan jawaban yang lebih jelas.

8) Jawaban Gubernur, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diwakilkan


kepada Wakil Gubernur atau Sekretaris Daerah yang didampingi Kepala
Organisasi Perangkat Daerah terkait.
17

Paragraf 4
Hak Mengajukan Usul dan Pendapat
Pasal 20

1) Hak Mengajukan Usul dan Pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17


huruf c adalah hak Anggota DPRD untuk menyampaikan suatu usul dan
pendapat secara leluasa kepada Pemerintah Daerah maupun kepada DPRD
sehingga ada jaminan kemandirian sesuai dengan panggilan hati nurani
serta kredibilitasnya.

2) Setiap Anggota DPRD dalam rapat-rapat DPRD berhak mengajukan usul dan
pendapat kepada Pemerintah Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD.

3) Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan


dengan memperhatikan tatakrama, etika, moral, sopan santun dan
kepatutan sebagai wakil rakyat.

Paragraf 5
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 21

Hak memilih dan dipilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf d adalah
hak setiap Anggota DPRD untuk memilih dan dipilih menjadi anggota atau
Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD di luar Pimpinan DPRD.

Paragraf 6
Hak Membela Diri
Pasal 22

1) Setiap Anggota DPRD berhak membela diri yang karena jabatannya diduga
melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik, dan Tata
Tertib DPRD.

2) Hak membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapat
bantuan hukum yang difasilitasi oleh Sekretariat DPRD.

3) Hak membela diri atas dugaan melanggar Kode Etik dan Tata Tertib DPRD
serta peraturan perundang-undangan lainnya dilakukan sebelum dan
sesudah pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan.

Paragraf 7
Hak Imunitas
Pasal 23

1) Anggota DPRD mempunyai hak imunitas.


2) Anggota DPRD tidak dapat dituntut didepan pengadilan karena pernyataan,
pertanyaan dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan
maupun tertulis di dalam rapat DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang
berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD.

3) Anggota DPRD tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan,


pertanyaan, dan/ atau pendapat yang dikemukakannya baik di dalam rapat
DPRD ataupun di luar rapat DPRD yang berkaitan dengan fungsi serta tugas
dan wewenang DPRD.

4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal
anggota yang bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati
dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal lain yang dimaksud dalam
ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Paragraf 8
Hak mengikuti Orientasi dan Pendalaman Tugas
Pasal 24

1) Setiap Anggota DPRD berhak mengikuti orientasi dan pendalaman tugas.

2) Orientasi dan pendalaman tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


hanya dapat dilakukan oleh :

a. pemerintah pusat;

b. Pemerintah Daerah;

c. sekretariat DPRD;

d. perguruan tinggi; dan

e. Partai Politik.

Paragraf 9
Hak Protokoler
Pasal 25

1) Pimpinan dan Anggota DPRD mempunyai Hak Protokoler.

2) Hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan


peraturan daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 10
Hak Keuangan dan Administratif
19

Pasal 26

1) Pimpinan dan Anggota DPRD mempunyai hak keuangan dan


administratif.

2) Hak keuangan dan administratif pimpinan dan Anggota DPRD


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, pimpinan dan Anggota


DPRD berhak memperoleh tunjangan yang besarannya disesuaikan
dengan kemampuan daerah.

4) Pengelolaan keuangan dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD sesuai dengan
peraturan daerah.

Paragraf 11
Hak mempunyai Ruang Kerja
Pasal 27

1) Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, setiap Anggota DPRD


berhak mempunyai ruang kerja.

2) Ruang Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disesuaikan dengan


kemampuan keuangan daerah.

Bagian Ketiga
Kewajiban Anggota
Pasal 28

Anggota DPRD mempunyai kewajiban:

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila;

b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


dan mentaati peraturan perundang-undangan;

c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara


Kesatuan Republik Indonesia;

d. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok


dan golongan;

e. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat;

f. menaati prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah di daerah;


g. menaati Tata Tertib dan Kode Etik DPRD;

h. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah;

i. menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja


secara berkala;

j. menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat; dan

k. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada


konstituen didaerah pemilihannya.

BAB V
FRAKSI
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Susunan
Pasal 29

1) Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan


wewenang DPRD, serta hak dan kewajiban Anggota DPRD,
dibentuk Fraksi sebagai wadah berhimpun Anggota DPRD.

2) Setiap Anggota DPRD harus menjadi anggota salah satu Fraksi.

3) Setiap Fraksi di DPRD beranggotakan paling sedikit sama


dengan jumlah Komisi di DPRD.

4) Partai Politik yang jumlah anggotanya di DPRD mencapai


ketentuan sebagaimana pada ayat (3) atau lebih dapat
membentuk 1 (satu) Fraksi.

5) Dalam hal Partai Politik yang jumlah anggotanya di DPRD tidak


memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
anggotanya dapat bergabung dengan Fraksi yang ada, atau
membentuk Fraksi gabungan.

6) Dalam hal tidak ada satu Partai Politik yang memenuhi


persyaratan untuk membentuk Fraksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) maka dibentuk Fraksi gabungan.

7) Jumlah Fraksi gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (6)


paling banyak 2 (dua) Fraksi.

8) Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus


mendudukkan anggotanya dalam satu Fraksi.

9) Fraksi mempunyai sekretariat.

10)Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga


ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas Fraksi sesuai dengan
kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD.

11) Tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berjumlah


3 (tiga) orang untuk setiap Fraksi.
21

Pasal 30

1) Pimpinan Fraksi terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris yang
dipilih dari dan oleh Anggota Fraksi.

2) Susunan Pimpinan dan Keanggotaan Fraksi-Fraksi ditetapkan dengan


Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedua
Tugas Fraksi
Pasal 31

Fraksi bertugas :

a. menentukan dan mengatur segala sesuatu yang menyangkut urusan


Fraksi.

b. meningkatkan kualitas, kemampuan, disiplin, daya guna dan hasil guna


para anggotanya dalam melaksanakan tugas yang tercermin dalam
setiap kegiatan DPRD.

c. menyampaikan pemandangan umum dan kata akhir pada setiap


pembahasan Rancangan Peraturan Daerah.

d. menerima, menyalurkan serta memperjuangkan aspirasi daerah dan


masyarakat.

e. menyalurkan aspirasi yang telah diterima untuk disampaikan kepada


Alat Kelengkapan DPRD atau lembaga lainnya sesuai dengan bidang dan
kompetensinya.

f. melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota Fraksinya di Komisi, Badan


dan alat kelengkapan lainnya.

BAB VI
ALAT KELENGKAPAN DPRD
Bagian Kesatu
Susunan
Pasal 32

1) Alat kelengkapan DPRD terdiri atas:

a. Pimpinan;

b. Badan musyawarah;

c. Komisi;

d. Badan Legislasi Daerah;

e. Badan Anggaran;

f. Badan Kehormatan;
g. Badan Urusan Rumah Tangga;

h. Panitia Khusus; dan

i. Alat kelengkapan lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat


paripurna.

2) Dalam menjalankan tugasnya, alat kelengkapan dibantu oleh


sekretariat DPRD.

Bagian Kedua
Pimpinan DPRD
Paragraf 1
Kedudukan dan Susunan
Pasal 33

1) Pimpinan DPRD terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 4 (empat) orang
Wakil Ketua.

2) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari Partai Politik
yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan berikutnya secara
berurutan di DPRD.

3) Ketua DPRD ialah Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang
memperoleh kursi terbanyak pertama di DPRD.

4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi
terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Ketua DPRD
ialah Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh
suara terbanyak.

5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh
suara terbanyak sama sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penentuan
Ketua DPRD dilakukan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara
Partai Politik yang lebih luas secara berjenjang.

6) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi
terbanyak pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wakil Ketua
DPRD ialah Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang
memperoleh suara terbanyak secara berurutan.

7) Apabila masih terdapat kursi Wakil Ketua DPRD yang belum terisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka kursi Wakil Ketua diisi oleh
Anggota DPRD yang berasal dari Partai Politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua.

8) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua sama, Wakil Ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (7), ditentukan berdasarkan urutan hasil perolehan suara terbanyak.

9) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh kursi
terbanyak kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (7), penentuan Wakil
Ketua DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan berdasarkan
persebaran wilayah perolehan suara Partai Politik yang yang lebih luas
secara berjenjang.
23

Paragraf 2
Pimpinan Sementara
Pasal 34

1) Dalam hal Pimpinan DPRD belum terbentuk, DPRD dipimpin oleh Pimpinan
Sementara DPRD.

2) Tugas Pokok Pimpinan Sementara DPRD antara lain :

a. memimpin rapat-rapat DPRD;

b. memfasilitasi pembentukan Fraksi;

c. menyusun rancangan Tata Tertib DPRD; dan

d. memproses pemilihan Pimpinan DPRD Definitif.

3) Pimpinan Sementara DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri


atas 1 (satu) orang Ketua dan 1 (satu) orang Wakil Ketua yang berasal dari
dua Partai Politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di
DPRD.

4) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Partai Politik yang memperoleh
suara terbanyak sama, Ketua dan Wakil Ketua Sementara DPRD
ditentukan secara musyawarah oleh wakil Partai Politik bersangkutan yang
ada di DPRD.

Paragraf 3
Penetapan Pimpinan DPRD
Pasal 35

(1)Partai Politik yang urutan perolehan kursinya terbanyak di DPRD


berhak mengisi kursi Pimpinan DPRD.

(2)Pimpinan Partai Politik mengajukan Anggota DPRD yang akan


ditetapkan menjadi Pimpinan DPRD kepada Pimpinan Sementara
DPRD melalui Fraksi.

(3)Pimpinan Sementara DPRD mengumumkan dalam Rapat Paripurna


adanya usulan pimpinan Partai Politik tersebut untuk ditetapkan
sebagai Pimpinan DPRD.

Paragraf 4
Calon Pimpinan
Pasal 36

1) Pimpinan Partai Politik yang berhak mengajukan calon pimpinan DPRD


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) menyampaikan 1
(satu) orang calon pimpinan DPRD kepada Pimpinan Sementara DPRD
melalui Fraksinya untuk diumumkan dalam Rapat Paripurna DPRD dan
ditetapkan sebagai calon Pimpinan DPRD oleh Pimpinan Sementara
DPRD.

2) Pimpinan sementara DPRD menyampaikan nama-nama calon Pimpinan


DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk
diresmikan pengangkatannya.

3) Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebelum


memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
Ketua Pengadilan Tinggi sebagaimana dimaksud pada Pasal 5.

4) Masa jabatan Pimpinan DPRD mengikuti masa jabatan Anggota DPRD.

Paragraf 5
Pemberhentian Pimpinan
Pasal 37

Pimpinan DPRD berhenti atau diberhentikan dari jabatannya karena :

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;

c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau


berhalangan tetap sebagai Pimpinan DPRD;

d. melanggar Kode Etik DPRD berdasarkan hasil pemeriksaan


Badan Kehormatan dan/atau terbukti tidak mampu melaksanakan
tugas sebagai Anggota DPRD;

e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak
pidana dengan ancaman hukuman serendah-rendahnya 5 tahun
penjara atau melakukan tindak pidana khusus;

f. ditarik keanggotaannya sebagai Anggota DPRD oleh Partai


Politiknya.

Pasal 38

1) Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37


dilaporkan dalam Rapat Paripurna oleh Pimpinan DPRD lainnya.

2) Usul pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) dilaksanakan dalam Rapat Paripurna.

3) Usulan pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dilengkapi
dengan berita acara Rapat Paripurna.

Pasal 39

1) Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian sebagai Pimpinan DPRD,


disampaikan oleh Pimpinan DPRD lainnya kepada Menteri Dalam Negeri
untuk peresmian pemberhentiannya.

2) Keputusan DPRD tentang usul pemberhentian seluruh Pimpinan DPRD


25

disampaikan oleh Pimpinan Sementara DPRD kepada Menteri Dalam


Negeri untuk peresmian pemberhentiannya.

3) Pemberhentian Pimpinan DPRD diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri.

4) Peresmian Pemberhentian Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 40

1) Dalam hal seorang Pimpinan DPRD menjadi terdakwa dan/atau


diberhentikan dari jabatannya, para pimpinan lainnya mengadakan
musyawarah untuk menentukan pelaksanaan tugas sementara sampai
terpilihnya pengganti definitif.

2) Dalam hal pimpinan DPRD dinyatakan bersalah karena melakukan


tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana serendah-rendahnya 5
(lima) tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap, Pimpinan DPRD yang bersangkutan
tidak diperbolehkan melaksanakan tugas, memimpin rapat-rapat DPRD,
dan menjadi juru bicara DPRD.

3) Dalam hal Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


dinyatakan tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan bebas dari segala
tuntutan hukum, Pimpinan DPRD melaksanakan tugas kembali.

Paragraf 6
Pengisian Pimpinan
Pasal 41

1) Pengisian Pimpinan DPRD yang diberhentikan sebagaimana dimaksud


pada Pasal 37 diusulkan oleh Pimpinan Partai Politik asal Pimpinan DPRD
yang berhenti/ diberhentikan.

2) Calon pengganti Pimpinan DPRD yang berhenti atau diberhentikan,


diusulkan oleh pimpinan Partai Politik melalui Fraksi DPRD untuk
diumumkan dalam rapat Paripurna DPRD dan ditetapkan dengan
keputusan DPRD.

3) Pimpinan DPRD mengusulkan peresmian pengangkatan calon pengganti


Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.

Paragraf 7
Tugas Pimpinan DPRD
Pasal 42

1) Pimpinan DPRD mempunyai tugas:

a. memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk


mengambil keputusan;

b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara


Ketua dan Wakil – wakil Ketua dan alat kelengkapan lainnya
berdasarkan pertimbangan Badan Musyawarah;

c. menjadi juru bicara DPRD;

d. melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD;

e. mengadakan koordinasi dengan Gubernur dan Instansi Pemerintah


lainnya sesuai dengan Keputusan DPRD;

f. mewakili DPRD dan/atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan;

g. melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan


sanksi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan

h. mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Rapat


Paripurna DPRD.

2) Pelaksanaan tugas Pimpinan DPRD dilakukan secara kolektif.

3) Dalam hal salah satu unsur Pimpinan DPRD berhenti/diberhentikan atau


berhalangan, unsur pimpinan DPRD yang lainnya mengadakan
musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas unsur pimpinan DPRD
yang berhenti/diberhentikan.

4) Dalam hal Ketua dan Wakil-wakil Ketua meninggal dunia, mengundurkan


diri secara tertulis, tidak dapat melaksanakan tugas secara
berkelanjutan atau berhalangan tetap secara bersama-sama, tugas-
tugas Pimpinan DPRD dilaksanakan oleh Pimpinan Sementara DPRD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.

5) Untuk membantu Pimpinan DPRD dalam melaksanakan tugas dan


wewenangnya disediakan tenaga ahli.
Bagian Ketiga
Badan Musyawarah
Paragraf 1
Kedudukan dan Susunan
Pasal 43

1) Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat


tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan
DPRD.

2) Anggota Badan Musyawarah ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan


DPRD, Fraksi, Komisi-komisi dan Badan Anggaran.

3) Badan Musyawarah terdiri dari para ketua Fraksi, ketua Komisi dan
unsur Fraksi, berdasarkan perimbangan jumlah anggota dan sebanyak-
banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah Anggota DPRD.

4) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan


Badan Musyawarah merangkap anggota.

5) Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam Rapat


Paripurna.
27

6) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan


Musyawarah bukan anggota.

Paragraf 2
Tugas
Pasal 44

1) Badan Musyawarah mempunyai tugas:

a. memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD,


diminta atau tidak diminta;

b. menetapkan kegiatan dan jadual acara rapat DPRD;

c. memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul


perbedaan pendapat;

d. memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan; dan

e. merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus.

2) Setiap anggota Badan Musyawarah wajib:

a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi-Fraksi sebelum mengikuti


rapat Badan Musyawarah; dan

b. menyampaikan pokok-pokok hasil rapat Badan Musyawarah kepada


Fraksi.

Bagian Keempat
Komisi–Komisi
Paragraf 1
Kedudukan dan Susunan
Pasal 45

1) Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan


dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.

2) Setiap Anggota DPRD kecuali Pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota


salah satu Komisi.
3) Jumlah Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah 5 (lima)
komisi.
4) Jumlah anggota setiap Komisi diupayakan sama.
5) Penempatan Anggota DPRD dalam komisi-komisi dan perpindahan ke
Komisi-komisi didasarkan atas usul Fraksinya.
6) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Komisi dipilih dari dan oleh anggota
Komisi dan dilaporkan dalam Rapat Paripurna DPRD.
7) Masa penempatan anggota dalam Komisi dan perpindahan ke Komisi
lain, diputuskan dalam Rapat Paripurna atas usul Fraksi pada awal
tahun sidang.
8) Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota
Komisi yang digantikan.
9) Masa jabatan Pimpinan dan anggota Komisi ditetapkan satu tahun dan
dapat dipilih kembali.
10) Komisi dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya disediakan
tenaga ahli.

Paragraf 2
Tugas
Pasal 46

Komisi mempunyai tugas:

a. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan


Negara Kesatuan Republik Indonesia dan daerah;
b. melakukan pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah, dan
rancangan Keputusan DPRD;
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan,
pemerintahan, dan kemasyarakatan sesuai dengan bidang Komisi
masing-masing;
d. membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah
yang disampaikan oleh Gubernur dan/atau masyarakat kepada DPRD;
e. menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi
masyarakat;
f. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
g. melakukan kunjungan kerja Komisi yang bersangkutan atas persetujuan
Pimpinan DPRD;
h. mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat;
i. mengajukan usul kepada Pimpinan DPRD dalam ruang lingkup bidang tugas
masing-masing Komisi; dan
j. memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil
pelaksanaan tugas Komisi.

Paragraf 3
Bidang Tugas Komisi
Pasal 47

Komisi – Komisi DPRD terdiri atas:

a. Komisi A: Bidang Pemerintahan, meliputi :

Pemerintahan, Ketentraman dan Ketertiban, Kependudukan, Penerangan


29

dan Pers, Hukum Perundang-undangan dan Hak Asasi Manusia,


Kepegawaian, Aparatur dan Penanganan KKN, Perijinan, Partai Politik dan
Organisasi Kemasyarakatan, Pertanahan, Kekayaan Daerah, Telematika,
Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan, Polisi Pamong Praja, Pendidikan
dan Pelatihan Aparatur serta Perlindungan Konsumen.

b. Komisi B: Bidang Perekonomian, meliputi:

Perdagangan dan Perindustrian, Wilayah Kelautan Daerah, Konservasi Alam,


Ketahanan Pangan, Pertanian Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan,
Perkebunan, Kehutanan, Logistik, Koperasi dan Pengusaha Kecil serta
Pariwisata.

c. Komisi C: Bidang Keuangan, meliputi:

Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil BUMD dan
Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Harta lainnya yang dipisahkan, lain-lain
PAD yang sah), Dana Perimbangan (PBB, Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Penerimaan Sektor
Kehutanan, Pertambangan Umum dan Perikanan, Penerimaan dari
Pertambangan Minyak dan Gas Alam ), Pajak Air, Pinjaman Daerah,
Perbankan, Dunia Usaha, Otorita, Pemberdayaan dan Pengembangan
BUMD, serta Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri,
dan lain-lain penerimaan yang sah.

d. Komisi D: Bidang Pembangunan, meliputi:

Pekerjaan Umum (Kebinamargaan, Pengairan, Tata Ruang dan Pemukiman),


Perencanaan dan Pengendalian, Pembangunan Regional, Pengelolaan
Pelabuhan Laut dan Udara Regional, Perhubungan dan Telekomunikasi,
Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat, Penelitian dan
Pengembangan Daerah, Pengendalian dan Perlindungan Lingkungan Hidup.

e. Komisi E: Bidang Kesejahteraan Rakyat, meliputi:

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Industri Strategis,


Ketenagakerjaan termasuk perlindungan TKI, Pendidikan, Kebudayaan,
Pemuda dan Olah Raga, Agama, Sosial, Kesehatan, Keluarga Berencana,
Pemberdayaan Perempuan, Transmigrasi serta Penanganan Penyandang
Cacat dan Anak Terlantar.

Bagian Kelima
Badan Legislasi Daerah
Paragraf 1
Kedudukan
Pasal 48

Badan Legislasi adalah alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan
dibentuk dalam rapat Paripurna DPRD.

Paragraf 2
Susunan
Pasal 49

1) Susunan dan keanggotaan Badan Legislasi dibentuk pada permulaan


masa keanggotaan DPRD dan permulaan tahun sidang.

2) Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan dalam Rapat Paripurna menurut


perimbangan dan pemerataan jumlah anggota komisi.

3) Jumlah anggota Badan Legislasi setara dengan jumlah anggota satu komisi
di DPRD.

4) Anggota Badan Legislasi diusulkan masing-masing Fraksi.

Pasal 50

1) Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang Ketua dan 3 (tiga)
orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.

2) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Legislasi


bukan anggota.

3) Masa jabatan Pimpinan Badan Legislasi paling lama 2,5 (dua


setengah) tahun.

4) Masa keanggotaan Badan Legislasi dapat diubah pada setiap tahun


anggaran.

Paragraf 3
Tugas
Pasal 51

(1) Badan Legislasi bertugas :

a. menyusun rancangan Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang memuat


daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasanya
untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPRD;

b. koordinasi untuk menyusun program legislasi daerah antara DPRD dan


Pemerintah Daerah;

c. menyiapkan rancangan peraturan daerah usul DPRD berdasarkan program


prioritas yang telah ditetapkan;

d. melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi


rancangan peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau
gabungan komisi sebelum rancangan peraturan daerah tersebut
disampaikan kepada Pimpinan DPRD;

e. memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang


diajukan oleh anggota, komisi dan/atau gabungan komisi diluar prioritas
rancangan peraturan daerah tahun berjalan atau diluar rancangan
peraturan daerah yang terdaftar dalam program legislasi daerah;

f. mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan


materi muatan rancangan peraturan daerah melalui koordinasi dengan
31

komisi dan/atau panitia khusus;

g. memberikan masukan kepada Pimpinan DPRD atas rancangan peraturan


daerah yang ditugaskan oleh Badan Musyawarah; dan

h. membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang perundang-


undangan pada akhir masa keanggotaan DPRD.

2) Badan Legislasi dalam melaksanakan tugasnya, sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), dapat :

a. mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah Daerah,


atau pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut
ruang lingkup tugasnya melalui Pimpinan DPRD;

b. memberikan rekomendasi kepada Badan Musyawarah dan Komisi yang


terkait mengenai penyusunan program dan urutan prioritas pembahasan
rancangan peraturan daerah untuk satu masa keanggotaan DPRD dan
setiap Tahun Anggaran;

c. memberikan rekomendasi kepada Badan Musyawarah dan/atau Komisi


yang terkait berdasarkan hasil pengkajian dan penelaahan terhadap materi
rancangan peraturan daerah;

d. mengadakan Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat;

e. mengadakan kunjungan kerja dan/atau study banding dengan persetujuan


Pimpinan DPRD yang hasilnya dilaporkan kepada Rapat paripurna untuk
ditentukan tindak lanjutnya;

f. merekomendasikan hasil pengkajian dan penelaahan rancangan peraturan


daerah kepada Badan Musyawarah.

(3) Sekretariat DPRD menyediakan sarana, anggaran dan tenaga ahli untuk
kelancaran pelaksanaan tugas Badan Legislasi sesuai kebutuhan dengan
memperhatikan kemampuan APBD.

Bagian Keenam
Badan Anggaran
Paragraf 1
Kedudukan dan Susunan
Pasal 52

1) Badan Anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat


tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan
DPRD.

2) Badan Anggaran terdiri dari Pimpinan DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua
Komisi dan unsur Fraksi, berdasarkan perimbangan jumlah anggota
dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah Anggota
DPRD.

3) Ketua Fraksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat menugaskan


anggota Fraksi yang bersangkutan untuk menjadi anggota Badan
Anggaran.

4) Ketua dan Wakil Ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan
Wakil Ketua Badan Anggaran merangkap anggota.

5) Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan Anggaran


bukan anggota.

6) Untuk pelaksanaan tugas Badan Anggaran dibentuk Pimpinan Harian


yang terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, dan 4 (empat) orang Wakil Ketua
yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran.

7) Susunan keanggotaan, Ketua dan Wakil Ketua Badan Anggaran


ditetapkan dalam rapat Paripurna.

8) Ketua dan Wakil Ketua Harian Badan Anggaran menduduki jabatannya


paling lama 2,5 (dua setengah) tahun.

9) Masa keanggotaan Badan Anggaran dapat diubah pada setiap tahun


anggaran.

Paragraf 2
Tugas
Pasal 53

(1) Badan Anggaran mempunyai tugas:

a. memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran


DPRD kepada Gubernur dalam mempersiapkan rancangan
anggaran pendapatan dan belanja daerah selambat-lambatnya
lima bulan sebelum ditetapkannya anggaran pendapatan dan
belanja daerah;

b. memberikan saran dan pendapat kepada Gubernur dalam


mempersiapkan penetapan, perubahan, dan perhitungan anggaran
pendapatan dan belanja daerah sebelum ditetapkan dalam Rapat
Paripurna;

c. memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra


rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah, rancangan
anggaran pendapatan dan belanja daerah, perubahan, dan
perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah yang telah
disampaikan oleh Gubernur;

d. memberikan saran dan pendapat terhadap rancangan perhitungan


anggaran yang disampaikan oleh Gubernur kepada DPRD;

e. menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap


penyusunan anggaran belanja Sekretariat DPRD.

(2) Setiap Anggota Badan Anggaran:

a. mengadakan konsultasi dengan Fraksi/Komisi terkait sebelum


mengikuti Rapat Badan Anggaran;

b. menyampaikan laporan pokok-pokok hasil rapat Badan


33

Anggaran kepada Fraksi/Komisi terkait.

Bagian Ketujuh
Badan Kehormatan
Paragraf 1
Kedudukan dan Susunan
Pasal 54

(1)Badan Kehormatan merupakan Alat Kelengkapan DPRD yang


bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan
keanggotaan DPRD.

(2)Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dipilih dari dan oleh Anggota DPRD dengan ketentuan berjumlah 8
(delapan) orang.

(3)Pimpinan Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


terdiri atas 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil ketua dan 1
(satu) orang Sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota Badan
Kehormatan.

(4)Anggota Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari
masing-masing Fraksi.

(5)Anggota DPRD Pengganti Antar Waktu menduduki tempat anggota


Badan Kehormatan yang digantikan.

(6)Badan Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu


oleh Sekretariat yang secara fungsional dilaksanakan oleh
Sekretariat DPRD.

(7)Masa jabatan keanggotaan Badan Kehormatan ditetapkan satu


tahun dan bisa dipilih kembali.

Paragraf 2
Tugas
Pasal 55

Badan Kehormatan mempunyai tugas :

a. mengamati, mengevaluasi disiplin, etika, dan moral para Anggota DPRD


dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan Kode
Etik DPRD;

b. meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan Anggota DPRD terhadap


Tata tertib dan Kode etik DPRD serta Sumpah/janji;

c. melakukan penyelidikan, verifikasi, dan klarifikasi atas pengaduan


Pimpinan DPRD, masyarakat dan / atau pemilih;
d. menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi, dan
klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi
untuk ditindak lanjuti oleh DPRD; dan

e. menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPRD berupa rehabilitasi


nama baik apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan
Anggota DPRD atas pengaduan Pimpinan DPRD, masyarakat dan/atau
pemilih.

f. menyampaikan laporan atas Keputusan Badan Kehormatan kepada Paripurna


DPRD; dan

g. dapat menjatuhkan sanksi kepada Anggota DPRD yang terbukti melanggar


Kode Etik DPRD.

Pasal 56

Untuk melaksanakan tugasnya, Badan Kehormatan berwenang :

a. memanggil anggota yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan


dan pembelaan terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan; dan

b. meminta keterangan pelapor, saksi, dan/atau pihak-pihak lain yang


terkait termasuk untuk meminta dokumen atau bukti lain.

Pasal 57

(1)Mekanisme pengaduan / pelaporan pelanggaran :

a. pengaduan / pelaporan tentang dugaan adanya pelanggaran


diajukan secara tertulis kepada Pimpinan DPRD disertai
identitas pelapor yang jelas dan bukti permulaan yang cukup
dengan tembusan Badan Kehormatan;

b. pengaduan / pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a,


dikesampingkan apabila tidak disertai dengan identitas
pelapor yang jelas;

c. Pimpinan DPRD menyampaikan pengaduan / pelaporan


kepada Badan Kehormatan untuk ditindaklanjuti; dan

d. apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya


pengaduan / pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a
tidak disampaikan oleh Pimpinan DPRD, Badan Kehormatan
dapat menindaklanjuti.

(2)Mekanisme penelitian dan pemeriksaan pengaduan / pelaporan :

a. Badan Kehormatan melakukan penelitian dan pemeriksaan


pengaduan / pelaporan melalui permintaan keterangan dan
penjelasan pelapor, saksi dan/atau yang bersangkutan serta
pemeriksaan dokumen atau bukti lain; dan

b. Badan Kehormatan membuat kesimpulan hasil penelitian dan


pemeriksaan dengan disertai berita acara penelitian dan
pemeriksaan;

(3) Prosedur penjatuhan sanksi :


35

a. Badan Kehormatan menetapkan jenis sanksi berasarkan


hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2);

b. Badan Kehormatan melaporkan keputusan Badan


Kehormatan sebagaimana dimaksud huruf a pada Rapat
Paripurna DPRD;

c. dalam hal jenis sanksi yang ditetapkan Badan


Kehormatan berupa pemberhentian sebagai Anggota
DPRD, setelah dilaporkan kepada Rapat Paripurna
sebagaimana dimaksud huruf b, juga dilaporkan kepada
Pimpinan DPRD untuk diteruskan kepada pimpinan
Partai Politik yang bersangkutan;

d. dalam hal setelah 30 (tiga puluh) hari kerja sejak


diterimanya keputusan Badan Kehormatan, pimpinan
Partai Politik yang bersangkutan tidak menyampaikan
keputusan pemberhentiannya, Pimpinan DPRD
meneruskan keputusan Badan Kehormatan kepada
Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.

e. Menteri Dalam Negeri paling lama 14 (empat belas) hari


kerja sejak diterimanya keputusan Badan Kehormatan
DPRD meresmikan pemberhentian Anggota DPRD.

(4) Pimpinan DPRD dan/atau Badan Kehormatan menjamin kerahasiaan


pelapor.

Pasal 58

1) Badan Kehormatan menetapkan sanksi kepada Anggota


DPRD yang terbukti bersalah melanggar Kode Etik,
berdasarkan hasil pemeriksaan dan verifikasi oleh Badan
Kehormatan.

2) Sanksi yang diberikan dapat berupa :

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; atau

c. diberhentikan sebagai anggota sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan.

3) Sanksi berupa teguran lisan,teguran tertulis,disampaikan


oleh Pimpinan DPRD kepada anggota yang
bersangkutan,kepada pimpinan Fraksi dan pimpinan Partai
Politik yang bersangkutan secara tertulis.

4) Sanksi berupa pemberhentian sebagai Anggota DPRD,


diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Kedelapan
Badan Urusan Rumah Tangga
Paragraf 1
Kedudukan dan Susunan
Pasal 59

1) Badan Urusan Rumah Tangga merupakan Alat Kelengkapan DPRD yang


bersifat tidak tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan
keanggotaan DPRD.

2) Anggota Badan Urusan Rumah Tangga sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) terdiri atas anggota Komisi yang diusulkan oleh Fraksi berdasarkan
perimbangan jumlah anggota.

3) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris dipilih dari dan oleh anggota Badan
Urusan Rumah Tangga.

4) Susunan keanggotaan, Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Badan Urusan


Rumah Tangga ditetapkan dalam Rapat Paripurna.

5) Keputusan Pimpinan tentang Perpanjangan Masa Tugas Badan Urusan


Rumah Tangga adalah kewenangan Pimpinan DPRD.

Paragraf 2
Tugas
Pasal 60

1) Badan Urusan Rumah Tangga mempunyai tugas :

a. membantu Pimpinan DPRD dalam menentukan kebijaksanaan


kerumahtanggaan DPRD, termasuk kesejahteraan anggota dan
pegawai Sekretariat DPRD berdasarkan hasil rapat Badan
Musyawarah;

b. membantu Pimpinan DPRD dalam melakukan pengawasan


terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan
oleh Sekretariat DPRD, baik atas penugasan oleh Pimpinan
DPRD dan/ atau Badan Musyawarah maupun atas prakarsa
sendiri;

c. membantu Pimpinan DPRD dalam merencanakan dan


menyusun kebijakan anggaran DPRD dengan :

1) meneliti dan menyempurnakan rancangan anggaran DPRD yang


penyusunannya disiapkan oleh Sekretariat DPRD;

2) menetapkan plafon Anggaran DPRD bersama-sama dengan Badan


Anggaran;

3) mengawasi pelaksanaan dan pengelolaan anggaran DPRD;

4) melaksanakan hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah


kerumahtanggaan DPRD yang ditugaskan oleh Pimpinan DPRD
berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.
37

(2)Badan Urusan Rumah Tangga bertanggungjawab kepada Pimpinan


DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).

(3)Badan Urusan Rumah Tangga dapat meminta penjelasan dan data


yang diperlukan kepada Sekretariat DPRD.

Bagian Kesembilan
Panitia Khusus
Kedudukan dan Susunan
Pasal 61

1) Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang


diperlukan berupa Panitia Khusus dengan Keputusan DPRD, atas usul
dan pendapat Anggota DPRD setelah mendengar pertimbangan Badan
Musyawarah dengan persetujuan Rapat Paripurna.

2) Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan alat


kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.

3) Anggota Panitia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri


atas anggota Komisi yang diusulkan oleh Fraksi berdasarkan
perimbangan jumlah anggota.

4) Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Panitia Khusus dipilih dari dan oleh
anggota.

5) Susunan keanggotaan, Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris Panitia


Khusus ditetapkan dalam Rapat Paripurna.

6) Panitia Khusus mempunyai tugas mengkaji hal yang bersifat


khusus, atau suatu masalah yang lingkup pembahasannya lintas
Komisi, yang dituangkan dalam Keputusan DPRD.

7) Keputusan Pimpinan tentang Perpanjangan Masa Tugas Panitia Khusus


adalah kewenangan Pimpinan DPRD.

BAB VII
PERSIDANGAN DAN RAPAT DPRD
Bagian Pertama
Acara Resmi
Pasal 62

(1)Pimpinan dan Anggota DPRD memperoleh kedudukan protokol


dalam acara resmi.

(2)Acara resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. acara resmi pemerintah yang diselenggarakan di


Daerah;

b. acara resmi Pemerintah Daerah yang


menghadirkan Pejabat Pemerintah;

c. acara resmi Pemerintah Daerah yang dihadiri oleh


Pejabat Pemerintah Daerah.

Pasal 63

Tata tempat dalam rapat-rapat DPRD sebagai berikut :

a. Ketua DPRD didampingi oleh Wakil-wakil Ketua DPRD;

b. Gubernur dan Wakil Gubernur ditempatkan sejajar dan


disebelah kanan Ketua DPRD;

c. Wakil-wakil Ketua DPRD duduk disebelah kiri Ketua


DPRD;

d. Anggota DPRD menduduki tempat yang telah


disediakan untuk anggota;

e. Sekretaris DPRD, peninjau, dan undangan sesuai


dengan kondisi ruang rapat.

Pasal 64

i. Tata upacara dalam acara resmi dapat berupa


upacara bendera atau bukan upacara bendera.

ii. Untuk keseragaman, kelancaran, ketertiban dan


kekhidmatan jalannya acara resmi, diselenggaran
tata upacara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 65

(1)Pimpinan dan Anggota DPRD mendapat penghormatan sesuai


dengan penghormatan yang diberikan kepada pejabat pemerintah.

(2)Penghomatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Persidangan
Pasal 66

1) Pada awal masa jabatan keanggotaan, tahun sidang DPRD dimulai


pada saat pengucapan sumpah/janji anggota.

2) Tahun sidang dibagi dalam 3 (tiga) masa persidangan.

3) Masa persidangan meliputi masa sidang dan masa reses, kecuali pada
persidangan terakhir dari satu periode keanggotaan DPRD, masa reses
ditiadakan.

Pasal 67
39

1) DPRD mengadakan rapat secara berkala sekurang-kurangnya enam


kali dalam setahun.

2) Rapat-rapat dapat dilakukan selain sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) atas permintaan sekurang-kurangnya 1/5 (satu per lima) dari
jumlah Anggota DPRD atau dalam hal tertentu atas permintaan
Gubernur.

3) Hasil rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan


dalam Peraturan DPRD, Keputusan DPRD dan hasil rapat Pimpinan
DPRD ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

4) Peraturan DPRD, Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD tidak


boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dan kepentingan umum.

5) Peraturan DPRD dan Keputusan DPRD dilaporkan kepada Menteri


Dalam Negeri selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah
ditetapkan.

6) DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua atau Wakil Ketua DPRD
berdasarkan jadual rapat yang telah ditetapkan oleh Badan
Musyawarah.

Pasal 68

Alat Kelengkapan DPRD mengadakan rapat atas undangan Ketua atau


Wakil Ketua DPRD berdasarkan jadual rapat yang ditetapkan oleh Alat
Kelengkapan DPRD.

Bagian Ketiga
Jenis Rapat
Pasal 69

(1) Jenis Rapat DPRD terdiri atas:

a. Rapat Paripurna merupakan rapat Anggota DPRD dipimpin oleh


Ketua atau Wakil Ketua dan merupakan forum tertinggi dalam
melaksanakan wewenang dan tugas DPRD;

b. Rapat Paripurna Istimewa merupakan Rapat Anggota DPRD yang


dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua untuk melaksanakan suatu
acara tertentu dengan tidak mengambil keputusan;

c. Rapat Pimpinan merupakan rapat unsur Pimpinan yang dipimpin


oleh Ketua DPRD;

d. Rapat Gabungan Pimpinan merupakan rapat antara Pimpinan DPRD


dengan Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD dan/atau Pimpinan Fraksi
dipimpin oleh Pimpinan DPRD;

e. Rapat Badan Musyawarah merupakan rapat anggota Badan


Musyawarah yang dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan
Musyawarah;

f. Rapat Komisi merupakan rapat anggota Komisi dipimpin oleh


Pimpinan Komisi;

g. Rapat Gabungan Komisi merupakan rapat Komisi-Komisi, dipimpin


oleh Ketua atau Wakil Ketua DPRD;

h. Rapat Badan Legislasi merupakan rapat anggota Badan Legislasi,


dipimpin oleh Pimpinan Badan Legislasi;

i. Rapat Badan Anggaran merupakan rapat anggota Badan Anggaran,


dipimpin oleh Ketua atau Wakil Ketua Badan Anggaran;

j. Rapat Badan Kehormatan merupakan rapat anggota Badan Kehormatan,


dipimpin oleh Pimpinan Badan Kehormatan;

k. Rapat Badan Urusan Rumah Tangga merupakan rapat anggota Badan


Urusan Rumah Tangga, dipimpin oleh pimpinan Badan Urusan Rumah
Tangga;

l. Rapat Panitia Khusus merupakan rapat anggota Panitia Khusus, dipimpin


oleh pimpinan rapat Panitia Khusus;

m. Rapat Kerja merupakan rapat antara DPRD atau Alat Kelengkapan DPRD
dengan Gubernur atau Pejabat yang ditunjuk;

n. Rapat Dengar Pendapat merupakan rapat antara DPRD atau Alat


Kelengkapan DPRD dengan Lembaga/Badan Organisasi Kemasyarakatan.

(2). Kecuali rapat Fraksi, rapat-rapat lainnya dilaksanakan atas undangan Ketua
atau Wakil Ketua DPRD.

Bagian Keempat
Sifat Rapat
Pasal 70

1) Rapat Paripurna DPRD dan Rapat Paripurna Istimewa DPRD, bersifat


terbuka.

2) Rapat Pimpinan DPRD dan Rapat Gabungan Pimpinan DPRD, bersifat


tertutup.

3) Rapat – rapat Alat Kelengkapan DPRD bersifat tertutup kecuali apabila


pimpinan rapat menyatakan terbuka.

4) Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat bersifat terbuka.

5) Rapat Fraksi sifatnya ditentukan oleh masing-masing Fraksi.

Pasal 71

Semua rapat di DPRD pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat


tertentu yang dinyatakan tertutup.

Pasal 72

Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah untuk


mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak, merupakan kesepakatan
untuk ditindaklanjuti oleh semua pihak yang terkait dalam pengambilan
41

keputusan.

Pasal 73

1) Pembicaraan dalam rapat tertutup yang bersifat rahasia tidak boleh


diumumkan dengan cara apapun juga.

2) Sifat rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), juga harus dipegang
teguh oleh mereka yang mengetahui atau mendengar pembicaraan rapat
tertutup tersebut.

Pasal 74

1) Rapat-rapat DPRD bersifat terbuka untuk umum, kecuali dinyatakan


tertutup berdasarkan Tata Tertib DPRD atau atas kesepakatan diantara
Pimpinan DPRD.

2) Rapat tertutup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengambil


keputusan, kecuali :

a. pemilihan Ketua/Wakil Ketua DPRD;

b. penetapan pasangan calon Gubernur;

c. persetujuan rancangan peraturan daerah;

d. anggaran pendapatan dan belanja daerah;

e. penetapan, perubahan, penghapusan pajak dan retribusi daerah;

f. utang piutang, pinjaman dan pembebanan Gubernur;

g. Badan Usaha Milik Daerah;

h. penghapusan tagihan sebagian atau seluruhnya;

i. persetujuan penyelesaian perkara perdata secara damai;

j. kebijakan tata ruang;

k. kerjasama daerah;

l. pemberhentian dan penggantian Ketua/ Wakil Ketua DPRD;

m. penggantian antar waktu Anggota DPRD;

n. usulan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur /Wakil Gubernur;


dan

o. meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur dalam


pelaksanaan tugas Desentralisasi.

Pasal 75

(1)Setiap rapat tertutup dibuat laporan secara tertulis tentang


pembicaraan yang dilakukan.
(2)Dalam laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dicantumkan dengan jelas mengenai sifat rapat yaitu “
RAHASIA“.

Bagian Kelima
Waktu dan Hari Kerja
Pasal 76

(1)Waktu dan hari kerja DPRD:

a. Hari kerja Senin – Kamis pukul 09.00 WIB – 16.00 WIB, Hari Jum’at
pukul 08.00 – 11.00 WIB dan pukul 13.30 WIB – 16.00 WIB;

b. Apabila diperlukan kegiatan Alat Kelengkapan DPRD dapat


dilaksanakan pada malam hari pukul 19.00 Wib – selesai.

c. Perubahan hari dan jam kerja adalah kewenangan Pimpinan DPRD atas
usulan alat kelengkapan DPRD.

2) Tempat Rapat di gedung DPRD, apabila diperlukan dapat dilakukan di


tempat lain yang refresentatif yang ditentukan oleh Pimpinan DPRD.

Bagian Keenam
Pengambilan Keputusan
Pasal 77

1) Sebelum menghadiri rapat Anggota DPRD harus menandatangani


daftar hadir.

2) Untuk para undangan, disediakan daftar hadir sendiri.

3) Rapat dibuka oleh pimpinan rapat apabila kuorum telah tercapai


berdasarkan kehadiran secara fisik.

4) Anggota DPRD yang hadir apabila akan meninggalkan ruangan rapat,


wajib memberitahukan kepada pimpinan rapat.

Pasal 78

(1) Pengambilan keputusan merupakan proses penyelesaian akhir suatu


masalah yang dibicarakan dalam setiap jenis rapat DPRD.

(2) Keputusan rapat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
berupa persetujuan atau penolakan.

Pasal 79

1) Pengambilan keputusan dalam rapat DPRD diupayakan dengan cara


musyawarah untuk mencapai mufakat.

2) Apabila cara pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), tidak terpenuhi,Keputusan diambil berdasarkan suara
43

terbanyak.

3) Setiap keputusan rapat DPRD baik berdasarkan musyawarah maupun


berdasarkan pemungutan suara mengikat semua pihak yang terkait.

Pasal 80

Setiap keputusan rapat DPRD, baik berdasarkan musyawarah maupun


berdasarkan pemungutan suara harus dilengkapi daftar hadir dan risalah
rapat yang ditanda-tangani oleh pimpinan rapat.

Pasal 81

Keputusan berdasarkan pemungutan suara diambil apabila keputusan


berdasarkan musyawarah sudah tidak terpenuhi karena adanya pendirian
sebagian Anggota DPRD yang tidak dapat dipertemukan lagi dengan Anggota
DPRD yang lain.

Pasal 82

1) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara dapat dilakukan


secara terbuka atau tertutup.

2) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara terbuka


dilakukan apabila menyangkut kebijakan.

3) Pengambilan keputusan berdasarkan pemungutan suara secara tertutup


dilakukan apabila menyangkut orang atau masalah lain yang dipandang
perlu.

Pasal 83

(1) Pemberian suara secara terbuka atau menyatakan setuju, menolak


atau tidak menyatakan pilihan dilakukan oleh Anggota DPRD yang
hadir dengan cara lisan, mengangkat tangan, berdiri, tertulis, atau
dengan cara lain yang disepakati oleh Anggota DPRD yang hadir.

(2) Perhitungan suara dilakukan dengan menghitung secara langsung


setiap Anggota DPRD.

(3) Anggota DPRD yang meninggalkan ruang sidang dianggap telah hadir
dan tidak mempengaruhi sahnya keputusan.

Pasal 84

1) Setiap rapat DPRD dapat mengambil keputusan apabila


memenuhi kuorum.

2) Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi apabila


:

a. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ (tiga


perempat) dari jumlah angket dan hak
menyatakan pendapat serta untuk mengambil
keputusan mengenai usul pemberhentian
Gubernur dan/atau Wakil Gubernur;

b. rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua


pertiga) dari jumlah Anggota DPRD untuk
memberhentikan Pimpinan DPRD serta untuk
menetapkan peraturan daerah dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah;

c. rapat dihadiri oleh lebih dari ½ (satu perdua)


jumlah Anggota DPRD untuk Rapat Paripurna
DPRD selain rapat sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b.

(3) Keputusan rapat dinyatakan sah apabila:

a. disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua


pertiga) dari jumlah Anggota DPRD yang hadir,
untuk rapat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf a.

b. disetujui lebih dari ½ ( satu perdua) jumlah


Anggota DPRD yang hadir, untuk rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b;

c. disetujui dengan suara terbanyak, untuk rapat


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c.

4) Apabila Kuorum sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) tidak


terpenuhi, rapat ditunda paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang
waktu masing-masing tidak lebih dari 1 ( satu) jam.

5) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagimana dimaksud pada


ayat (4) kuorum belum juga terpenuhi, pimpinan dapat menunda rapat
paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang ditetapkan oleh
Badan Musyawarah.

6) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5),


Kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum juga terpenuhi,
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan
huruf b, rapat tidak dapat mengambil keputusan.

7) Apabila setelah penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)


kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum juga terpenuhi,
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, cara
penyelesaiannya diserahkan kepada Pimpinan DPRD dan pimpinan
Fraksi.

Pasal 85

1) Apabila pada waktu yang ditentukan untuk pembukaan rapat jumlah


Anggota DPRD belum mencapai kuorum, pimpinan rapat membuka dan
sekaligus menunda rapat paling lama 2 (dua) kali masing-masing 1
45

jam.

2) Apabila kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi,


pimpinan rapat dapat melanjutkan rapat dengan dihadiri oleh
sekurang-kurangnya setengah dari jumlah Anggota DPRD.

3) Apabila pada akhir waktu penundaan rapat sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dan ayat (2), kuorum belum juga tercapai, pimpinan
rapat menunda rapat paling lama 3 (tiga) hari atau sampai waktu yang
ditetapkan oleh Badan Musyawarah.

4) Setiap terjadi penundaan rapat, dibuat berita acara penundaan rapat


yang ditandatangani oleh pimpinan rapat.

5) Setelah rapat dibuka pimpinan rapat memberitahukan surat-surat


masuk dan surat keluar yang dipandang perlu untuk diberitahukan atau
dibahas dengan peserta rapat, kecuali surat-surat urusan rumah
tangga DPRD.

Pasal 86

1) Pimpinan rapat menutup rapat setelah semua acara yang ditetapkan


selesai dibicarakan.

2) Apabila acara yang ditetapkan untuk suatu rapat belum terselesaikan,


sedangkan waktu rapat telah berakhir, pimpinan rapat menunda
penyelesaian acara tersebut untuk dibicarakan dalam rapat berikutnya
atau meneruskan penyelesaian acara tersebut atas persetujuan rapat.

3) Pimpinan rapat mengemukakan pokok-pokok keputusan dan/atau


kesimpulan yang dihasilkan oleh rapat sebelum menutup rapat.

Pasal 87

1) Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dilakukan setelah


Anggota DPRD yang hadir diberikan kesempatan untuk menyampaikan
pendapat atau saran dan dipandang cukup sebagai bahan penyelesaian
masalah yang dimusyawarahkan.

2) Untuk dapat mengambil keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


pimpinan rapat menyiapkan rancangan keputusan yang mencerminkan
pendapat dalam rapat.

Pasal 88

Apabila Ketua DPRD berhalangan untuk memimpin rapat, rapat dipimpin oleh
salah seorang Wakil Ketua DPRD dan apabila Ketua dan Wakil Ketua DPRD
berhalangan, Pimpinan Rapat dipilih dari dan oleh peserta rapat yang hadir.

Pasal 89

1) Fraksi, alat kelengkapan DPRD atau Pemerintah Daerah dapat mengajukan


usul perubahan kepada Pimpinan DPRD mengenai acara maupun masalah
yang akan dibahas yang telah ditetapkan oleh Badan Musyawarah.
2) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara
tertulis dengan menyebutkan waktu dan masalah yang diusulkan
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum acara rapat yang bersangkutan
dilaksanakan.

3) Pimpinan DPRD mengajukan usul perubahan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), kepada Badan Musyawarah untuk segera dibicarakan.

4) Badan Musyawarah membicarakan dan mengambil keputusan tentang


usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3).

5) Apabila Badan Musyawarah tidak dapat mengadakan rapat, pimpinan


DPRD menetapkan dan mengambil keputusan perubahan acara rapat
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Pasal 90

1) Dalam keadaan memaksa, Pimpinan DPRD, Pimpinan Fraksi, atau


Pemerintah Daerah dapat mengajukan usul perubahan tentang acara
Rapat Paripurna yang sedang berlangsung.

2) Rapat Paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera


mengambil keputusan tentang usul perubahan acara tersebut.

Pasal 91

1) Pimpinan rapat menjaga agar rapat berjalan sesuai dengan ketentuan


dalam Tata Tertib DPRD.

2) Pimpinan rapat berbicara selaku pimpinan rapat untuk menjelaskan


masalah yang menjadi pembicaraan, menunjukkan duduk persoalan
yang sebenarnya, mengembalikan pembicaraan kepada pokok
persoalan, dan menyimpulkan pembicaraan anggota rapat.

3) Apabila pimpinan rapat hendak berbicara selaku anggota rapat, untuk


sementara pimpinan rapat diserahkan kepada pimpinan yang lain.

Pasal 92

1) Sebelum berbicara, anggota rapat yang akan berbicara menyebutkan


namanya terlebih dahulu.

2) Anggota rapat dapat berbicara setelah memperoleh izin dari pimpinan


rapat.

Pasal 93

1) Giliran berbicara diatur oleh pimpinan rapat.

2) Anggota rapat berbicara di tempat yang telah disediakan, setelah


dipersilahkan oleh pimpinan rapat.
47

Pasal 94

1) Pimpinan rapat dapat menentukan lamanya anggota rapat berbicara.

2) Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan meminta agar pembicara


mengakhiri pembicaraan apabila seorang pembicara melampaui batas
waktu yang telah ditentukan.

Pasal 95

1) Anggota rapat diberikan kesempatan untuk melakukan interupsi, dalam


hal:

a. meminta penjelasan tentang duduk persoalan sebenarnya mengenai


masalah yang sedang dibicarakan;

b. menjelaskan soal yang di dalam pembicaraan menyangkut diri


dan/atau tugasnya;

c. mengajukan usul prosedur mengenai soal yang sedang dibicarakan;


atau

d. mengajukan usul agar rapat ditunda untuk sementara.

2) Pimpinan rapat dapat memperingatkan dan menghentikan pembicara


apabila interupsi tidak ada hubungannya dengan materi yang sedang
dibicarakan.

3) Terhadap pembicaraan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a


dan b, tidak dapat diadakan pembahasan.

4) Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, sebelum


dibahas terlebih dahulu harus mendapat persetujuan anggota rapat.

Pasal 96

1) Seorang pembicara tidak boleh menyimpang dari pokok pembicaraan,


kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1).

2) Apabila seorang pembicara menurut pendapat pimpinan rapat


menyimpang dari pokok pembicaraan, pimpinan rapat
memperingatkannya dan meminta supaya pembicara kembali kepada
pokok pembicaraan.

Pasal 97

1) Pimpinan rapat memperingatkan pembicara, apabila :

a. menggunakan kata-kata yang tidak layak;

b. melakukan perbuatan yang mengganggu ketertiban rapat;


atau

c. menganjurkan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan


dengan hukum.
2) Pimpinan rapat meminta agar pembicara yang bersangkutan
menghentikan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dan/atau memberikan kesempatan kepadanya untuk menarik kembali
kata-katanya dan menghentikan perbuatannya.

3) Apabila pembicara memenuhi permintaan pimpinan rapat, kata-kata


pembicara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap tidak pernah
diucapkan dan tidak dimuat dalam risalah atau catatan rapat.

Pasal 98

1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 97, pimpinan rapat melarang pembicara
tersebut meneruskan pembicaraan dan perbuatannya.

2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masih juga


tidak diindahkan oleh yang bersangkutan, pimpinan rapat meminta
kepada yang bersangkutan untuk meninggalkan rapat.

3) Apabila pembicara tersebut tidak mengindahkan permintaan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), pembicara tersebut dikeluarkan dengan paksa
dari ruangan rapat atas perintah pimpinan rapat.

Pasal 99

1) Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat apabila pimpinan


rapat berpendapat bahwa rapat tidak mungkin dilanjutkan karena
terjadi peristiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dan 98.

2) Lama penundaan rapat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak


boleh lebih dari 24 jam.

Bagian Ketujuh
Risalah Rapat
Pasal 100

1) Untuk setiap Rapat Paripurna, dibuat risalah yang ditandatangani oleh


pimpinan rapat.

2) Risalah merupakan catatan Rapat Paripurna yang dibuat secara


lengkap dan berisi seluruh jalannya pembicaraan yang dilakukan dalam
rapat serta dilengkapi dengan catatan tentang :

a. jenis dan sifat rapat;

b. hari dan tanggal rapat;

c. tempat rapat;

d. acara rapat;

e. waktu pembukaan dan penutupan rapat;

f. ketua dan sekretaris rapat;

g. jumlah dan nama anggota yang menandatangani daftar hadir;


dan
49

h. undangan yang hadir.

3) Sekretaris rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e adalah


Sekretaris DPRD atau pejabat di lingkungan Sekretariat DPRD yang
ditunjuk untuk itu oleh Sekretaris DPRD.

Pasal 101

Sekretaris rapat menyusun risalah untuk dibagikan kepada anggota dan pihak
yang bersangkutan setelah rapat selesai paling lambat 2 (dua) hari kerja .

Pasal 102

1) Dalam setiap rapat DPRD kecuali Rapat Paripurna DPRD, dibuat


catatan rapat dan laporan singkat yang ditandatangani oleh pimpinan
rapat yang bersangkutan.

2) Catatan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat pokok


pembicaraan, kesimpulan dan/atau keputusan yang dihasilkan dalam
rapat.

3) Laporan singkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat


kesimpulan dan/ atau keputusan rapat.

Pasal 103

1) Sekretaris rapat secepatnya menyusun laporan singkat dan catatan


rapat sementara untuk segera dibagikan kepada anggota dan pihak-
pihak yang bersangkutan setelah rapat selesai.

2) Setiap anggota dan pihak yang bersangkutan diberi kesempatan untuk


mengadakan koreksi terhadap catatan rapat sementara dalam waktu 2
(dua) hari sejak diterimanya catatan rapat sementara tersebut, dan
menyampaikannya kepada sekretaris rapat yang bersangkutan.

Pasal 104

1) Dalam risalah, catatan rapat, dan laporan singkat mengenai rapat yang
bersifat tertutup, harus dicantumkan dengan jelas kata "RAHASIA".

2) Rapat yang bersifat tertutup dapat memutuskan bahwa suatu hal yang
dibicarakan dan/atau diputuskan dalam rapat itu tidak dimasukan dalam
risalah, catatan rapat, dan/atau laporan singkat.

Bagian Kedelapan
Undangan Rapat
Pasal 105

1) Undangan rapat terdiri atas:


a. mereka yang bukan Anggota DPRD, yang
hadir dalam rapat DPRD atas undangan
Pimpinan DPRD; dan

b. Anggota DPRD yang hadir dalam rapat


alat kelengkapan DPRD atas undangan
Pimpinan DPRD dan bukan anggota alat
kelengkapan yang bersangkutan.

2) Peninjau dan wartawan adalah mereka yang hadir


dalam rapat DPRD tanpa undangan Pimpinan DPRD
dengan mendapatkan persetujuan dari Pimpinan
DPRD atau Pimpinan Alat Kelengkapan yang
bersangkutan.

3) Undangan dapat berbicara dalam rapat atas


persetujuan/permintaan pimpinan rapat, tetapi
tidak mempunyai hak suara.

4) Peninjau dan wartawan tidak mempunyai hak suara


dan tidak boleh menyatakan sesuatu, dengan
perkataan maupun dengan cara lain.

5) Untuk undangan, peninjau, dan wartawan


disediakan tempat tersendiri.

6) Undangan, peninjau, dan wartawan wajib mentaati


tata tertib rapat dan/atau ketentuan lain yang
diatur oleh DPRD.

Pasal 106

1) Pimpinan rapat menjaga agar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 105 tetap dipatuhi.

2) Pimpinan rapat dapat meminta agar undangan, peninjau, dan/atau


wartawan yang mengganggu ketertiban rapat meninggalkan ruangan rapat
dan apabila permintaan itu tidak diindahkan, yang bersangkutan
dikeluarkan dengan paksa dari ruang rapat atas perintah pimpinan rapat.

3) Pimpinan rapat dapat menutup atau menunda rapat tersebut apabila terjadi
peristiwa, sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

4) Lama penundaan rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak boleh
lebih dari 24 jam.

Bagian Kesembilan
Pakaian
Pasal 107

(1) Dalam menghadiri Rapat Paripurna, pimpinan dan Anggota DPRD


mengenakan pakaian:

b. sipil harian (PSH), dalam hal rapat direncanakan tidak akan mengambil
keputusan DPRD; dan
51

c. sipil resmi (PSR), dalam hal rapat direncanakan akan mengambil


keputusan DPRD.

2) Dalam menghadiri Rapat Paripurna Istimewa, Pimpinan dan Anggota


DPRD mengenakan pakaian sipil lengkap dengan peci nasional bagi
pria dan bagi wanita berpakaian kebaya nasional.

Pasal 108

1) Dalam hal melakukan kunjungan kerja atau peninjauan lapangan,


Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian dinas harian (PDH),
atau pakaian dinas lapangan (PDL).

2) Setiap hari Jum’at Pimpinan dan Anggota DPRD memakai pakaian batik
khas Jawa Barat.

Bagian Kesepuluh
Bentuk Kebijakan DPRD
Pasal 109

1) Kebijakan yang ditetapkan DPRD berbentuk Peraturan DPRD,


Keputusan DPRD dan Keputusan Pimpinan DPRD.

2) Peraturan DPRD dan Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dalam rapat Paripurna DPRD, ditandatangani oleh Ketua atau
Wakil Ketua DPRD yang memimpin Rapat Paripurna pada hari itu juga.

3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


ditetapkan dalam rapat Pimpinan DPRD, ditandatangani oleh Ketua dan
Wakil-Wakil Ketua, setelah mendapat pertimbangan Badan Musyawarah .

BAB VIII
KUNJUNGAN KERJA DAN RESES
Bagian Kesatu
Kunjungan Kerja
Pasal 110

1) Untuk melaksanakan tugas, wewenang, hak dan kewajiban DPRD,


Pimpinan DPRD dan/atau Anggota DPRD dapat melakukan kunjungan
kerja, di dalam Daerah maupun ke luar Daerah atau ke luar negeri.

2) Kunjungan kerja sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

3) Anggota DPRD atau kelompok yang terdiri dari beberapa Anggota DPRD
yang melakukan kunjungan kerja, wajib menyampaikan laporannya secara
tertulis kepada Pimpinan DPRD selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah selesainya kunjungan.

4) Kunjungan kerja harus dengan persetujuan Pimpinan DPRD.

5) Untuk keperluan kunjungan kerja, DPRD menyediakan sarana dan fasilitas.

6) Tata cara pelaksanaan kunjungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), diatur lebih lanjut dalam Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedua
Reses
Pasal 111

(1) Reses dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun paling


lama 6 (enam) hari kerja dalam satu kali reses.

(2) Reses dipergunakan untuk mengunjungi daerah pemilihan


anggota yang bersangkutan dan menyerap aspirasi
masyarakat.

(3) Selama masa Reses berlangsung, tidak dilakukan Rapat oleh


Alat Kelengkapan DPRD, kecuali jika ada hal mendesak yang
memerlukan diadakannya Rapat.

(4) Hasil kegiatan Reses masing-masing Anggota dilaporkan kepada


Pimpinan Fraksinya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kerja setelah selesai Reses.

(5) Pimpinan Fraksi menyampaikan hasil kegiatan Reses kepada


Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja sejak diterimanya laporan.

(6) Pimpinan DPRD menyampaikan hasil kegiatan Reses kepada


Gubernur untuk ditindaklanjuti.

(7) Untuk kegiatan Reses, Sekretariat DPRD menyediakan fasilitas


dan dukungan biaya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(8) Tata cara pelaksanaan Reses diatur dalam Keputusan Pimpinan


DPRD.

BAB IX
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN PERATURAN DAERAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 112

1) DPRD memegang kekuasaan membentuk Peraturan Daerah.

2) Rancangan Peraturan Daerah dan naskah akademik baik yang berasal


dari DPRD atau Gubernur dibahas oleh DPRD dan Gubernur untuk
mendapatkan persetujuan bersama.

3) Rancangan Peraturan Daerah dan naskah akademik sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), terlebih dahulu melalui tahapan pembahasan
di Badan Legislasi.

4) Rancangan peraturan daerah dan naskah akademik yang berasal dari


Gubernur dan telah mendapat rekomendasi dari Badan Legislasi,
disampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan nota pengantar yang
53

ditandatangani oleh Gubernur.

5) Rancangan peraturan daerah dan naskah akademik usul prakarsa


DPRD yang telah mendapat rekomendasi Badan Legislasi, disampaikan
kepada Pimpinan DPRD dan salinannya disampaikan kepada Gubernur.

6) Rancangan peraturan daerah dan naskah akademik sebagaimana


dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) disampaikan oleh Pimpinan DPRD
kepada seluruh Anggota DPRD selambat-lambatnya tujuh hari sebelum
Rancangan Peraturan Daerah tersebut dibahas dalam Rapat Paripurna.

Pasal 113
Apabila terdapat rancangan peraturan daerah yang diajukan mengenai hal
yang sama yang dibicarakan adalah rancangan peraturan daerah yang
diterima terlebih dahulu, sedangkan rancangan peraturan daerah yang
diterima kemudian dipergunakan sebagai pelengkap.

Pasal 114
1) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat
(2) disusun berdasarkan Program Legislasi Daerah.
2) Dalam keadaan tertentu, rancangan peraturan daerah di luar Program
Legislasi Daerah dapat dilakukan pembahasan atas persetujuan DPRD dan
Gubernur.

Bagian Kedua

Tahapan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah

Pasal 115

(1)Pembahasan rancangan peraturan daerah dilakukan oleh Dewan


Perwakilan Rakyat daerah bersama Gubernur.
(2)Pembahasan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan melalui empat tingkat pembicaraan,
kecuali Badan Musyawarah menentukan lain.
(3)Empat tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
adalah:
a. Pembicaraan tahap pertama, meliputi:
1) Penjelasan Gubernur dalam Rapat Paripurna tentang
penyampaian Rancangan Peraturan Daerah yang berasal
dari Gubernur;
2) Pembahasan terhadap penjelasan Gubernur oleh Fraksi dan Komisi.
b. Pembicaraan tahap kedua, meliputi:
1) Pemandangan umum dari Fraksi-Fraksi terhadap Rancangan
Peraturan Daerah yang berasal dari Gubernur;
2) Jawaban Gubernur terhadap pemandangan umum Fraksi-Fraksi.
c. Pembicaraan tahap ketiga, meliputi pembahasan dalam rapat Komisi
atau gabungan Komisi atau rapat Badan Legislasi atau rapat panitia
khusus dilakukan bersama-sama dengan Gubernur atau pejabat
yang ditunjuk dengan melibatkan masyarakat luas.
d. Pembicaraan tahap keempat, meliputi:
1) Pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna yang
didahului dengan:
a) laporan hasil pembicaraan tahap ketiga;
b) pendapat akhir Fraksi;
c) pengambilan keputusan;
d) penandatanganan kesepakatan bersama.
2) penyampaian sambutan Gubernur terhadap pengambilan
keputusan.
(4) Sebelum dilakukan pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diadakan rapat Fraksi.

(5) Apabila dipandang perlu Badan Musyawarah dapat menentukan bahwa


pembicaraan tahap ketiga dilakukan dalam rapat Komisi atau rapat
gabungan Komisi atau rapat Badan Legislasi atau rapat panitia khusus.

Pasal 116

(1)Rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum


dibahas bersama oleh DPRD dan Gubernur.

(2)Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat


ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan
Gubernur.

(3)Rancangan peraturan daerah yang berasal dari Gubernur, sebelum


dibahas dapat ditarik kembali yang disampaikan dengan surat
Gubernur dan disertai alasan-alasan penarikannya.

(4)Penarikan kembali rancangan peraturan daerah sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), dilakukan dalam rapat pembahasan
rancangan peraturan daerah antara DPRD dan Gubernur dengan
disertai persetujuan bersama.

(5)Rancangan peraturan daerah yang ditarik kembali tidak dapat


diajukan kembali dalam masa sidang berjalan.

Pasal 117

(1)Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh


DPRD dan Gubernur disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada
Gubernur untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.

(2)Penyampaian rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tujuh
hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Pasal 118

1) Rancangan peraturan daerah ditetapkan oleh Gubernur dengan


membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga
55

puluh hari sejak Rancangan Peraturan Daerah tersebut disetujui


bersama oleh DPRD dan Gubernur.

2) Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Gubernur dalam waktu
paling lambat tiga puluh hari sejak rancangan peraturan daerah
tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah
tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib diundangkan.

3) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi
peraturan daerah ini dinyatakan sah.

( Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir peraturan
daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah kedalam
Lembaran Daerah.

Pasal 119

(1) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 tidak boleh
bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dan peraturan daerah lain.

(2) Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah
diundangkan dalam Lembaran Daerah.

(3) Peraturan daerah yang bersifat mengatur setelah diundangkan dalam


Lembaran Daerah harus didaftarkan kepada Pemerintah.

Pasal 120

(1)Rancangan peraturan daerah yang mengatur APBD, Pajak Daerah,


Retribusi Daerah dan Tata Ruang Daerah yang telah disetujui
bersama DPRD dan Gubernur, sebelum ditetapkan menjadi
peraturan daerah, paling lambat 3 (tiga) hari disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.

(2)Penyempurnaan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri atas


rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Bagian Keempat
Partisipasi Masyarakat
Pasal 121

(1)Dalam rangka mempersiapkan rancangan peraturan daerah,


masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis
kepada DPRD.

(2)Masukan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


disampaikan kepada Pimpinan DPRD dengan menyebutkan
identitas yang jelas.
(3)Pimpinan meneruskan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Badan Legislasi.

(4)Dalam hal memberikan masukan secara lisan, Pimpinan Badan


Legislasi menentukan waktu pertemuan.

(5)Hasil Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi


bahan masukan terhadap rancangan peraturan daerah yang
sedang dipersiapkan.

BAB X
PEMBAHASAN APBD DAN LAPORAN KETERANGAN
PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR
Bagian Kesatu
Kebijakan Umum APBD
Pasal 122

1) DPRD membahas Rancangan Kebijakan Umum APBD tahun anggaran


berikutnya yang disampaikan oleh Gubernur selambat-lambatnya
pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan sebagai landasan
penyusunan APBD.

2) Rancangan Kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dibahas DPRD bersama Gubernur yang selanjutnya disepakati menjadi
Kebijakan Umum APBD.

3) Mekanisme pembahasan internal DPRD sebelum dibahas bersama


Gubernur atas Rancangan Kebijakan Umum APBD sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedua
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Pasal 123

1) Berdasarkan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama,


DPRD dan Pemerintah Daerah membahas rancangan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara yang disampaikan Gubernur.

2) Pembahasan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat minggu kedua bulan Juni
tahun Anggaran sebelumnya.

3) Mekanisme pembahasan internal DPRD atas rancangan Prioritas dan


Plafon Anggaran Sementara, diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

Pasal 124

1) Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran sementara


yang telah dibahas dan disepakati bersama Kepala Daerah dan DPRD
dituangkan dalan Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh
Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD.
57

2) Bentuk Nota Kesepakatan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diatur tersendiri dengan kesepakatan Kepala Daerah dan Pimpinan
DPRD.

Bagian Ketiga
Penyampaian dan Pembahasan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 125

(1) Gubernur menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD


(RAPBD) kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukungnya
pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya untuk dibahas
dalam rangka memperoleh persetujuan bersama.

(2) Pembahasan pendahuluan RAPBD meliputi :

a. DPRD melalui Fraksi-Fraksi dan Komisi-Komisi terkait membahas


Rencana Kerja dan Anggaran yang diajukan Pemerintah Daerah dalam
pembicaraan pendahuluan RAPBD.

b. Hasil Pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran oleh Komisi-Komisi


terkait disampaikan kepada Badan Anggaran melalui Pimpinan DPRD.

c. Hasil pembahasan Badan Anggaran disampaikan kepada Pimpinan


DPRD untuk dijadikan bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD.

3) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD meliputi :

a. DPRD melalui Fraksi-Fraksi dan Komisi-Komisi terkait


melakukan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD yang diajukan Pemerintah Daerah.

b. DPRD dapat melakukan usul yang mengakibatkan perubahan


jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD.

c. Hasil pembahasan Fraksi-Fraksi dan Komisi-Komisi


disampaikan kepada Badan Anggaran melalui Pimpinan DPRD.

d. Badan Anggaran DPRD bersama Pemerintah Daerah membuat


Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

(4)Penetapan APBD sebagai berikut:

a. Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhir APBD


tahun berjalan, DPRD menyetujui Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD;

b. Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah


disetujui bersama DPRD sebelum ditetapkan oleh Gubernur
paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Menteri
dalam Negeri untuk dievaluasi dan hasil evaluasi diterima
selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari terhitung sejak
disampaikanya Rancangan Peraturan Daerah dimaksud;
c. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi
Peraturan Daerah tentang RAPBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi, Gubernur
menetapkan Rancangan Peraturan Daerah dimaksud menjadi
Peraturan Daerah;

d. Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi


bertentangan dengan kepentingan umum, Peraturan yang
lebih tinggi, DPRD bersama Gubernur melakukan
penyempurnaan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi;

e. Setelah Peraturan Daerah tentang APBD disempurnakan,


Gubernur segera membuat Peraturan Gubernur untuk
menjabarkan Peraturan Daerah dimaksud.

Bagian Keempat
Perubahan Peraturan Daerah tentang APBD
Pasal 126

(1) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan


dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka
penyusunan prakiraan, Perubahan atas APBD Tahun Anggaran berjalan,
dapat dilakukan apabila terjadi:

a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi


kebijakan umum APBD;

b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan


pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;

c. keadaan yang menyebabkan sisa lebih


perhitungan anggaran tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan dalam tahun
anggaran berjalan;

d. keadaan darurat; dan

e. keadaan luar biasa.

(2) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d


sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas


Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan
sebelumnya;

b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;

c. berada diluar kendali dan pengaruh Pemerintah


Daerah; dan

d. memiliki dampak yang signifikan terhadap


anggaran dalam rangka pemulihan yang
disebabkan oleh keadaan darurat.
59

(3) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1


(satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.

(4) Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
e adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan
dan / atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau
penurunan lebih besar dari 50 % (lima puluh persen).

Pasal 127

1) Paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran


berjalan Gubernur wajib menyampaikan rancangan Kebijakan Umum
Perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD kepada DPRD.

2) Rancangan KUA perubahan APBD dan PPAS perubahan APBD yang


telah disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati
menjadi kebijakan umum anggaran perubahan APBD dan PPAS
perubahan APBD paling lambat minggu kedua bulan Agustus tahun
anggaran berjalan.

3) Rancangan peraturan daerah tentang perubahan anggaran


pendapatan dan belanja daerah beserta lampirannya disampaikan
oleh Gubernur kepada DPRD paling lambat akhir bulan September
tahun anggaran berjalan untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Bagian Kelima
Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pasal 128

(1)Gubernur menyampaikan rancangan


Peraturan Daerah tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
kepada DPRD paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(2)Rancangan Peraturan Daerah tentang


Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
sebagaiman dimaksud pada ayat (1)
memuat laporan keuangan yang meliputi
laporan realisasi anggaran, neraca,
laporan arus kas, catatan atas laporan
keuangan, serta dilampiri dengan laporan
kinerja yang telah diperiksa BPK dan
ikhtisar laporan keuangan Badan Usaha
Milik Daerah/Perusahaan Daerah.

Bagian Keenam
Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan
Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD
Pasal 129
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh Gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk
dievaluasi.

(2) Penyampaian rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai


dengan:
a. persetujuan bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD terhadap
rancangan Peraturan Daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara Gubernur dan Pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato Gubernur perihal penyampaian pengantar
nota keuangan pada sidang DPRD.

(3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk


tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,
keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta
untuk meneliti sejauh mana APBD provinsi tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan
daerah lainnya.
(4) Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Menteri Dalam Negeri dapat mengundang pejabat Pemerintah Daerah
terkait.

(5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam
keputusan Menteri Dalam Negeri dan disampaikan kepada Gubernur
paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud.

(6) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi atas


rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan
Gubemur tentang Penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan
umum dan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, Gubernur
menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan
peraturan gubemur.

(7) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi
rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan
Gubernur tentang Penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan
umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Gubemur
bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.

(8) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Gubernur dan DPRD,
Gubernur tetap menetapkan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
dan rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri
membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud
sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya.

(9) Pembatalan peraturan daerah dan peraturan gubernur serta pernyataan


61

berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada


ayat (8) ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 130

(1) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 129 ayat (8) dan ayat (9), Gubernur harus memberhentikan
pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama Gubernur
mencabut peraturan daerah dimaksud.

(2) Pencabutan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan Peraturan Daerah tentang Pencabutan Peraturan Daerah
tentang APBD.

(3) Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (8) ditetapkan dengan
peraturan gubernur.

Pasal 131

Evaluasi rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan rancangan Peraturan


Gubernur tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129
ayat (3), berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri.

Pasal 132

(1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129


ayat (7) dilakukan Gubernur bersama dengan Badan Anggaran DPRD.

(2) Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan


oleh Pimpinan DPRD.

(3) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan
dasar penetapan Peraturan Daerah tentang APBD.

(4) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat
final dan dilaporkan pada Rapat Paripurna berikutnya.

(5) Rapat Paripurna berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yakni
setelah Rapat Paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap
rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

(6) Keputusan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 3 (tiga) hari kerja
setelah keputusan tersebut ditetapkan.

(7) Dalam hal Pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk
dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku Pimpinan Sementara
DPRD yang menandatangani Keputusan Pimpinan DPRD.
Bagian Ketujuh
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD
Pasal 133

1) Pemerintah Daerah menyampaikan kepada DPRD Laporan Realisasi


semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli
tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara
DPRD dan Pemerintah Daerah.

2) Mekanisme pembahasan internal DPRD atas laporan realisasi


semester pertama APBD diatur dengan Keputusan Pimpinan DPRD.

Bagian Kedelapan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur
Paragraf 1
Ruang Lingkup
Pasal 134

(1)Ruang lingkup Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur


menyangkup penyelenggaraaan:

a. urusan desentralisasi;

b. tugas pembantuan; dan

c. tugas umum pemerintahan.

(2)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban terdiri atas:

a. Laporan Kerangan Pertanggungjawaban Akhir Tahun


Anggaran; dan

b. Laporan Kerangan Pertanggungjawaban Akhir Masa


Jabatan.

Pasal 135

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur disusun berdasarkan


Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran
tahunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dengan
berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, sesuai
dengan format sebagaimana diatur oleh ketentuan perundang-undangan.

Pasal 136

(1)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun


Anggaran disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah tahun anggaran berakhir.

(2)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Masa


Jabatan disampaikan kepada DPRD paling lambat 30 (tiga puluh)
hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan
63

Gubernur yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan perundang-


undangan.

(3)Dalam hal penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban


Gubernur Akhir Masa Jabatan waktunya bersamaan dengan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun
Anggaran atau berjarak 1 (satu) bulan, penyampaian Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Tahun Anggaran
bersama dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Gubernur Akhir Masa Jabatan.

Paragraf 2
Muatan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur
Pasal 137

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur sekurang-kurangnya


menjelaskan:

a. arah kebijakan umum Pemerintah Daerah;

b. pengelolaan keuangan daerah secara makro,


termasuk pendapatan dan belanja daerah;

c. penyelenggaraan urusan desentralisasi;

d. penyelenggaraan tugas pembantuan; dan

e. penyelenggaraan tugas umum pemerintahan.

Paragraf 3
Penyampaian Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur
Pasal 138

(1)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban disampaikan oleh


Gubernur dalam Rapat Paripurna DPRD.

(2)Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dibahas oleh DPRD secara internal.

(3)Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) DPRD menetapkan Keputusan DPRD.

(4)Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ
diterima.

(5)Keputusan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


disampaikan kepada Gubernur dalam Rapat Paripurna yang
bersifat istimewa sebagai rekomendasi kepada Gubernur untuk
perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.

(6)Apabila Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggapi dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah LKPJ diterima, maka
dianggap tidak ada rekomendasi untuk penyempurnaan.
Pasal 139

Tahapan pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban dilakukan


melalui tiga tingkat pembicaraan :

a. Rapat Paripurna penyampaian Laporan Keterangan


Pertanggungjawaban oleh Gubenur;

b. Pembahasan oleh Komisi atau Gabungan Komisi atau


Badan Legislasi atau Panitia Khusus; dan

c. Rapat Paripurna penetapan hasil pembahasan Laporan


Keterangan Pertanggung jawaban Gubernur.

Pasal 140

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Akhir Masa Jabatan


merupakan ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban sisa masa jabatan yang belum
dilaporkan.

Pasal 141

Sisa waktu penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang belum dilaporkan dalam


Laporan Keterangan Pertanggungjawaban oleh Gubernur yang berakhir masa
jabatannya, dilaporkan oleh Gubernur terpilih atau penjabat Gubernur atau
pelaksana tugas Gubernur berdasarkan laporan memori serah terima jabatan.

Pasal 142

Apabila Gubernur berhenti atau diberhentikan sebelum masa jabatannya


berakhir, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban disampaikan oleh pejabat
pengganti atau pelaksana tugas Gubernur.

BAB XI
PEMBERHENTIAN ANTAR WAKTU, PENGGANTIAN ANTAR WAKTU, DAN
PEMBERHENTIAN SEMENTARA
Bagian Kesatu
Pemberhentian Antar Waktu
Pasal 143

1) Anggota DPRD berhenti antar waktu karena:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri; atau

c. diberhentikan.

2) Anggota DPRD diberhentikan antar waktu sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf c, apabila:
65

a. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau


berhalangan tetap sebagai Anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan
berturut – turut tanpa keterangan apapun;

b. melanggar sumpah/janji jabatan, dan melanggar Kode Etik DPRD;

c. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih;

d. tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat


kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya
sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;

e. diusulkan oleh Partai Politiknya sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan;

f. tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota DPRD


sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pemilihan umum;

g. melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam tata


tertib ini;

h. diberhentikan sebagai anggota Partai Politik sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan; atau

i. menjadi anggota Partai Politik lain.

Pasal 144

1) Pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143


ayat (1) huruf a, dan huruf b serta ayat (2) huruf c, huruf e, huruf h, dan
huruf i, diusulkan oleh pimpinan Partai Politik kepada pimpinan DPRD
dengan tembusan Menteri Dalam Negeri.

2) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPRD menyampaikan
usul pemberhentian Anggota DPRD kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur untuk memperoleh peresmian pemberhentiannya.

3) Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usul pemberhentian


sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur menyampaikan usul
tersebut Menteri Dalam Negeri.

4) Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya usulan
pemberhentian Anggota DPRD dari Gubernur.

Pasal 145

(1)Pemberhentian Anggota DPRD sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 143 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf d, huruf f, dan huruf
g, dilakukan setelah adanya hasil penyelidikan dan verifikasi
yang dituangkan dalam Keputusan Badan Kehormatan DPRD
atas pengaduan dari pimpinan DPRD , masyarakat, dan/atau
pemilih.

(2)Keputusan Badan Kehormatan DPRD mengenai pemberhentian


Anggota DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaporkan oleh Badan Kehormatan DPRD kepada Rapat
Paripurna.

(3)Paling lama 7 (tujuh) hari sejak keputusan Badan Kehormatan


DPRD yang telah dilaporkan dalam Rapat Paripurna
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD
menyampaikan Keputusan Badan Kehormatan DPRD kepada
pimpinan Partai Politik yang bersangkutan.

(4)Pimpinan Partai Politik yang bersangkutan menyampaikan


keputusan tentang pemberhentian anggotanya kepada
Pimpinan DPRD, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya Keputusan Badan Kehormatan DPRD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dari Pimpinan DPRD.

(5)Dalam hal pimpinan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) tidak memberikan keputusan pemberhentian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pimpinan DPRD paling
lama 7 (tujuh) hari meneruskan Keputusan Badan Kehormatan
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur untuk memperoleh peresmian
pemberhentiannya.

(6)Paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keputusan


pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
Gubernur menyampaikan keputusan tersebut kepada Menteri
Dalam Negeri.

(7)Menteri Dalam Negeri meresmikan pemberhentian


sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 14 (empat
belas) hari sejak diterimanya Keputusan Badan Kehormatan
DPRD atau Keputusan Pimpinan Partai Politik tentang
Pemberhentian anggotanya dari Gubernur.

Pasal 146

(1)Dalam hal pelaksanaan penyelidikan dan verifikasi


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1), Badan
Kehormatan DPRD dapat meminta bantuan dari ahli
independen.

(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelidikan,


verifikasi dan pengambilan keputusan oleh Badan Kehormatan
diatur dengan peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan
Kehormatan.

Bagian Kedua
Penggantian Antar Waktu
Pasal 147
67

1) Anggota DPRD yang berhenti antar waktu sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 143 ayat (1) dan Pasal 144 ayat (1) digantikan oleh calon
Anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya
dalam daftar peringkat perolehan suara dari Partai Politik yang sama
pada daerah pemilihan yang sama.

2) Dalam hal calon Anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak


urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai calon Anggota DPRD, Anggota DPRD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digantikan oleh calon Anggota DPRD yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dari Partai Politik yang sama pada
daerah pemilihan yang sama.

3) Masa jabatan Anggota DPRD pengganti antar waktu melanjutkan sisa


masa jabatan dan tempat alat kelengkapan DPRD yang digantikannya.

Pasal 148

1) Pimpinan DPRD menyampaikan nama Anggota DPRD yang diberhentikan


antar waktu dan meminta nama calon pengganti antar waktu kepada
KPU.

2) KPU menyampaikan nama calon pengganti antar waktu berdasarkan


ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 143 ayat (1) dan ayat (2),
kepada Pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya
surat Pimpinan DPRD.

3) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antar
waktu dari KPU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pimpinan DPRD
menyampaikan nama Anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon
pengganti antar waktu kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.

4) Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon Anggota DPRD
yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Gubernur menyampaikan nama Anggota DPRD
yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu kepada
Menteri Dalam Negeri.

5) Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama Anggota


DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antar waktu dari
Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Dalam Negeri
meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri.

6) Sebelum memangku jabatannya, Anggota DPRD pengganti antar waktu


sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengucapkan sumpah/janji yang
pengucapannya dipandu oleh Pimpinan DPRD, dengan tata cara dan teks
sumpah/janji sebagaimana diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5.

7) Penggantian antar waktu Anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa


masa jabatan Anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam)
bulan.

Bagian Ketiga
Persyaratan dan Verifikasi Persyaratan
Pasal 149

1) Calon Anggota Pengganti Antar Waktu harus memenuhi persyaratan


sebagai berikut :

a. Warga Negara Indonesia yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun
atau lebih;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. cakap berbicara,membaca, dan menulis dalam bahasa indohnesia;

e. berpendidikan paling rendah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA),


Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah
Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat;

f. setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar


Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi 17
Agustus 1945;

g. tidak pernah dijatuhi hukuman pidana penjara berdasarkan putusan


pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih;

h. sehat jasmani dan rohani;

i. terdaftar sebagai pemilih;

j. bersedia bekerja penuh waktu;

k. mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara


Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pengurus pada badan usaha milik Negara dan/atau badan usaha milik
daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari Keuangan
Negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduruan diri dan tidak
dapat ditarik kembali;

l. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik,


advokat/pengacara, notaries, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), dan
tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
berhubungan dengan keuangan Negara serta pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sesuai
peraturan perundang-undangan;

m. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat-negara


lainnya, penguru pada badan usaha milik Negara, dan badan usaha
milik daerah, serta badan lain yang anggarannya bersumber dari
Keuangan Negara;

n. menjadi anggota Partai Politik Peserta Pemilu;


69

o. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilan; dan

p. dicalonkan hanya di 1 (satu) daerah pemilihan.

2) Kelengkapan administrasi bakal calon Anggota DPRD Pengganti Antar


Waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan :

a. Kartu Tanda Penduduk warga Negara Indonesia;

b. bukti kelulusan berupa fotokopi ijazah, STTB, Syahadah, sertifikat, atau


surat keterangan lain yang dilegalisasi oleh satuan pendidikan atau
program pendidikan menengah;

c. surat keterangan tidak tersangkut perkara pidana dari Kepolisian


Negara Republik Indonesia setempat;

d. surat keterangan berbadab sehat jasmani dan rohani;

e. surat tanda bukti telah terdaftar sebagai pemilih;

f. surat pernyataan tentang kesediaan untuk bekerja penuh waktu yang


ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup;

g. surat pernyataan kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai akuntan


publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT),
dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang
berhubungan dengan keuangan Negara serta pekerjaan lain yang dapat
menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak
sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang
ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup;

h. surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali sebagai


Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota
KepolisianNegara republik Indonesia, pengurus pada badan usaha milik
Negara dan/atau badan usaha milik daerah, serta badan lain yang
anggarannya bersumber dari Keuangan Negara;

i. kartu tanda anggota Partai Politik peserta Pemilu;

j. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu)


Partai Politik untuk 1 (satu) lembaga perwakilan yang ditandatangani di
atas kertas bermaterai cukup;

k. surat pernyataan tentang kesediaan hanya dicalonkan oleh 1 (satu)


daerah pemilihan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.

3) Usulan penggantian antar waktu Anggota DPRD dari Gubernur/


Bupati/Walikota harus dilengkapi kelengkapan berkas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) juga melampirkan :

a. foto copy daftar calon tetap yang dilegalisir oleh KPU provinsi untuk
DPRD provinsi dan oleh KPU kabupaten/kota untuk DPRD
kabupaten/kota;

b. foto copy perolehan suara Partai Politik yang mengusulkan penggantian


antar waktu Anggota DPRD yang dilegalisir oleh KPU provinsi untuk
DPRD provinsi dan oleh KPU kabupaten/kota untuk DPRD
kabupaten/kota.
(4) Untuk pemeriksaan kelengkapan berkas penggantian antar waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibentuk kelompok kerja
penelitian berkas yang dipimpin oleh Sekretaris DPRD dan beranggotakan
dari unsur Sekretariat DPRD, biro/bagian pemerintahan, biro/bagian
hukum dan bakesbang linmas serta unsur KPU di Daerah.

Bagian Keempat
Pemberhentian Sementara
Pasal 150

1) Anggota DPRD diberhentikan sementara karena:

a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang


diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; atau

b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.

2) Dalam hal Anggota DPRD dinyatakan terbukti bersalah karena


melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, Anggota DPRD yang bersangkutan diberhentikan
sebagai Anggota DPRD.

3) Dalam hal Anggota DPRD dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak


pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, Anggota DPRD yang bersangkutan diaktifkan kembali.

4) Anggota DPRD yang diberhentikan sementara, tetap mendapatkan hak


keuangan tertentu.

BAB XII
KONSULTASI ANTARA DPRD DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasal 151

1) Konsultasi antara DPRD dengan Pemerintah Daerah dilaksanakan


dalam bentuk pertemuan antara Pimpinan DPRD dan Gubernur.

2) Pertemuan konsultasi sebagaimana ayat (1) dilaksanakan dalam


rangka :

a. pembicaraan awal
mengenai materi muatan
suatu rancangan
peraturan daeran
dan/atau rancangan
kebijakan umum
anggaran (KUA) serta
prioritas dan plafon
anggaran sementara
(PPAS) dalam rangka
penyusunan rancangan
APBD;
71

b. pembicaraan mengenai
penanganan suatu
masalah yang
memerlukan keputusan
bersama DPRD dan
Pemerintah Daerah
berdasarkan peraturan
perundang-undangan;

c. penyelesaian suatu
persoalan yang tidak
dapat diselesaikan
berdasarkan agenda dan
jadwal kerja yang ada;
atau

d. permintaan penjelasan
mengenai kebijakan atau
program kerja tertentu
yang ditetapkan atau
dilaksanakan oleh
Gubernur.

3) Pertemuan konsultasi antara DPRD dengan Pemerintah Daerah


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh Pimpinan DPRD
serta pimpinan alat kelengkapan DPRD yang terkait dengan materi
konsultasi, serta Gubernur yang didampingi oleh pimpinan
perangkat daerah yang terkait.

4) Pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)


dilakukan secara berkala atau sesuai dengan kebutuhan.

5) Pertemuan konsultasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


dilakukan baik atas prakarsa pimpinan DPRD maupun atas
prakarsa Gubernur.

6) Hasil pertemuan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


apabila dipandang perlu dapat dilaporkan dalam Rapat Paripurna.

Pasal 152

(1)Pelaksanaan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150


juga dapat dilakukan dengan pimpinan instansi vertikal.

(2)Pimpinan DPRD dapat membuat kesepakatan dengan pimpinan


instansi vertikal di daerah mengenai mekanisme dan tata cara
pertemuan konsultasi antara DPRD dengan instansi vertikal
tersebut.

BAB XIII
PENERIMAAN PENGADUAN DAN PENYALURAN ASPIRASI MASYARAKAT
Pasal 153

(1)DPRD menerima pengaduan serta menampung dan


menindaklanjuti aspirasi masyarakat tentang suatu permasalahan
sesuai dengan tugas dan wewenang DPRD.
(2)Penerimaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui forum :

a. pertemuan secara langsung antara DPRD yang


diwakili oleh Pimpinan DPRD, alat kelengkapan
DPRD, atau Anggota DPRD tertentu dengan
masyarakat yang memberikan pengaduan; atau

b. penyampaian pengaduan oleh masyarakat secara


tertulis disertai dengan penjelasan mengenai hal
yang diadukan yang ditujukan kepada Pimpinan
DPRD.

(3)penampungan dan penindaklanjutan aspirasi masyarakat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui forum :

a. rapat dengar pendengar umum;

b. rapat dengar pendapat;

c. kunjungan kerja; atau

d. rapat kerja alat kelengkapan DPRD dengan mitra


kerjanya.

Pasal 154

a. Masyarakat yang datang secara langsung ke DPRD untuk menyampaikan


aspirasi dan/atau pengaduan diterima dan disalurkan oleh Sekretariat
DPRD kepada alat kelengkapan DPRD yang membidanginya dan/atau
Fraksi.
b. Penyampaian aspirasi dan/atau pengaduan secara langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh alat
kelengkapan DPRD sesuai dengan bidang tugasnya ataupun oleh Fraksi
untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kebijakan masing-masing Fraksinya.

c. Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penyampaian aspirasi dan


pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung diatur lebih
lanjut oleh Sekretaris DPRD dengan sepengetahuan Pimpinan DPRD.

BAB XIV
PELAKSANAAN TUGAS KELOMPOK PAKAR/AHLI
Pasal 155

a. Dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD, dibentuk


kelompok pakar atau tim ahli.
(1)Kelompok pakar/tim ahli sebanyak-banyaknya berjumlah sesuai
dengan jumlah komisi di DPRD.
(2)Kelompok pakar/tim ahli paling tidak wajib memenuhi persyaratan :

a. berpendidikan serendah-rendahnya S1 dengan


pengalaman tenaga ahli paling sedikit 5 (lima) tahun, S2
dengan pengalaman tenaga ahli paling sedikit 3 (tiga)
tahun, atau S3 dengan pengalaman tenaga ahli paling
73

sedikit 1 (satu) tahun;

b. menguasai bidang pemerintahan; dan


c. menguasai tugas dan fungsi DPRD.
(3)Masa kerja kelompok pakar/tim ahli berlangsung secara tidak
tetap.
(4)Kelompok pakar/tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Sekretaris DPRD
sesuai dengan kebutuhan atas usul anggota dan kemampuan
daerah.
(5)Kelompok pakar/tim ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bekerja sesuai dengan pengelompokan tugas dan wewenang DPRD
yang tercermin dalam alat kelengkapan DPRD

BAB XV
LARANGAN, PENYIDIKAN DAN SANKSI
Bagian Kesatu
Larangan
Pasal 156

(1)Anggota DPRD dilarang merangkap jabatan sebagai:

a. pejabat negara atau pejabat daerah lainnya;

b. hakim pada badan peradilan; atau

c. pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional


Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia,
pegawai pada Badan Usaha Milik Negara, Badan
Usaha Mililk Daerah, atau badan lain yang
anggarannya bersumber dari APBN/APBD.

(2)Anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat


struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik,
konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain
yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang DPRD serta
hak sebagai Anggota DPRD.

(3)Anggota DPRD dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme,


serta dilarang menerima gratifikasi.
Bagian Kedua
Penyidikan
Pasal 157

1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap


Anggota DPRD yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat
persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.

2) Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


tidak diberikan oleh Menteri Dalam Negeri dalam waktu paling lambat
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses
pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan.

3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila


Anggota DPRD:

a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana;

b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang


diancam dengan pidana mati atau pidana seumur
hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap
kemanusiaan dan keamanan Negara berdasarkan
bukti permulaan yang cukup; atau

c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

Bagian Ketiga
Sanksi
Pasal 158

(1)Anggota DPRD yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 28 dikenai sanksi berdasarkan Keputusan
Badan Kehormatan.

(2)Anggota DPRD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 156 ayat (1) dan atau ayat (2) dikenai
sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRD.

(3)Anggota DPRD yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 156 ayat (3) berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dikenai
sanksi pemberhentian sebagai Anggota DPRD.

Pasal 159

Jenis sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) berupa;

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan/atau

c. diberhentikan dari pimpinan pada alat kelengkapan.

Pasal 160

Setiap orang, kelompok, atau organisasi dapat mengajukan pengaduan kepada


Badan Kehormatan DPRD dalam hal memiliki bukti yang cukup bahwa terdapat
Anggota DPRD yang tidak melaksanakan salah satu kewajiban atau lebih
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan atau melanggar ketentuan
larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156.

Pasal 161

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengaduan masyarakat dan


penjatuhan sanksi diatur dengan Peraturan DPRD tentang Tata Beracara Badan
75

Kehormatan.

BAB XVI
KODE ETIK
Pasal 162

DPRD menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap
anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan,
citra, dan kredibilitas DPRD.

Pasal 163

1) Dalam melaksanakan wewenang, tugas dan kewajibannya, Anggota


DPRD wajib mentaati Kode Etik DPRD.

2) Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi norma-norma


atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau
filosofis dengan peraturan sikap, perilaku, ucapan, tatakerja, tata
hubungan antar lembaga pemerintahan daerah dan antar anggota
serta antara Anggota DPRD dengan pihak lain mengenai hal-hal yang
diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota DPRD.

Pasal 164

Kode Etik bertujuan untuk menjaga martabat, kehormatan, citra dan


kredibilitas Anggota DPRD serta membantu Anggota DPRD dalam
melaksanakan tugas, wewenang dan kewajibannya serta
tanggungjawabnya kepada pemilih, masyarakat dan negara.

Pasal 165

Anggota DPRD wajib bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa
Pancasila, taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan, berintegritas tinggi, jujur,
dan transparan dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan,
menjunjung tinggi demokrasi dan hak azasi manusia, mengemban amanat
penderitaan rakyat, mematuhi peraturan tata tertib, profesional dan selalu
berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya.

Pasal 166

1) Anggota DPRD bertanggungjawab mengemban amanat penderitaan


rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum,
menghormati keberadaan lembaga DPRD, melaksanakan tugas dan
wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan
kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan keutuhan bangsa dan
kedaulatan negara.

2) Anggota DPRD bertanggungjawab menyampaikan dan


memperjuangkan aspirasi rakyat kepada Pemerintah Daerah,
lembaga, atau pihak yang terkait secara adil tanpa memandang
suku, agama, ras, golongan, dan gender.
Pasal 167

1) Pernyataan yang disampaikan dalam rapat adalah pernyataan dalam


kapasitas sebagai Pimpinan atau Anggota DPRD.

2) Pernyataan yang disampaikan di luar sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dianggap sebagai pernyataan pribadi.

3) Anggota DPRD yang tidak menghadiri rapat dilarang menyampaikan


hasil rapat dengan mengatasnamakan Anggota DPRD kepada pihak
lain.

Pasal 168

1) Anggota DPRD harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri


secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya.

2) Ketidakhadiran Anggota DPRD secara fisik sebanyak 3 (tiga) kali


berturut-turut dalam rapat sejenis tanpa ijin pimpinan Fraksi,
merupakan suatu pelanggaran yang dapat diberikan teguran tertulis
oleh pimpinan Fraksi.

3) Ketidakhadiran Anggota DPRD secara fisik selama 3 (tiga) bulan


berturut-turut tanpa keterangan apapun dalam kegiatan rapat-rapat
DPRD, merupakan pelanggaran Kode Etik yang dapat menyebabkan
diberhentikannya yang bersangkutan sebagai Anggota DPRD.

Pasal 169

Selama rapat berlangsung setiap Anggota DPRD wajib bersikap sopan,


bersungguh-sungguh menjaga ketertiban dan memenuhi tatacara rapat
sebagaimana diatur dalam Tata Tertib DPRD.

Pasal 170

1) Anggota DPRD melakukan perjalanan dinas dalam negeri dan luar


negeri dengan biaya APBD, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.

2) Anggota DPRD tidak dibolehkan menggunakan fasilitas perjalanan


dinas untuk kepentingan di luar tugas DPRD.

3) Perjalanan dinas dilakukan dengan menggunakan anggaran yang


tersedia

4) Anggota DPRD tidak boleh membawa keluarga dalam suatu perjalanan


dinas kecuali dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang--
undangan.

5) Dalam hal perjalanan dinas atas biaya pengundang, harus


mendapatkan ijin tertulis dari Pimpinan DPRD.

6) Anggota DPRD yang melakukan perjalanan dinas ke luar negeri dengan


anggaran yang tersedia, wajib memperoleh ijin tertulis dari Menteri
Dalam Negeri.
77

Pasal 171

Anggota DPRD dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain
sesuai ketentuan peraturan perudang-undangan.

Pasal 172

1) Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan sesuatu


permasalahan, Anggota DPRD harus menyatakan di hadapan seluruh
peserta rapat apabila ada suatu kepentingan antara permasalahan
yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya, di luar
kedudukannya sebagai Anggota DPRD.

2) Anggota DPRD mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan


kecuali apabila rapat memutuskan lain karena yang bersangkutan
mempunyai konflik kepentingan dalam permasalahan yang sedang
dibahas.

Pasal 173

Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses


peradilan untuk kepentingan pribadi dan atau pihak lain.

Pasal 174

Anggota DPRD dilarang menggunakan jabatannya, untuk mencari kemudahan


dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya yang mempunyai
usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha yang terkait
dengan APBD dan APBN.

Pasal 175

Anggota DPRD wajib menjaga kerahasiaan yang dipercayakan kepadanya


termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai dengan
permasalahan tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum.

Pasal 176

(1) Anggota DPRD wajib bersikap adil, terbuka, akomodatif, responsif


dan profesional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerjanya.

(2) Anggota DPRD dilarang melakukan hubungan dengan mitra kerjanya


dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk
kepentingan pribadi, keluarga, sanak famili dan kroninya.

Pasal 177

(1) Anggota DPRD yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar lembaga
DPRD harus mengutamakan tugas dan fungsinya sebagai Anggota DPRD.

(2) Setiap keikutsertaan dalam suatu organisasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) Anggota DPRD wajib memberitahukan secara tertulis kepada
Pimpinan DPRD.
BAB XVII
SEKRETARIAT DPRD
Pasal 178

1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang DPRD


dibentuk Sekretariat DPRD yang Susunan Organisasi dan Tata kerjanya
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

2) Sekretariat DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh


seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan
Gubernur atas persetujuan Pimpinan DPRD.

3) Persetujuan Pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2),


memperhatikan jenjang kepangkatan, kemampuan dan pengalaman.

4) Sekretaris DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas :

a. menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;

b. menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;

c. mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD; dan

d. menyediakan dan mengkoordinasikan kelompok pakar/ahli dan tenaga


ahli.

5) Sekretaris DPRD dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) secara teknis operasional berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif
bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

6) Sekretaris DPRD dan Pegawai Sekretariat DPRD berasal dari Pegawai Negeri
Sipil.

7) Penyediaan kelompok pakar/ahli dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud


pada ayat (4) huruf d, diusulkan oleh Pimpinan DPRD, Alat Kelengkapan
DPRD dan Fraksi yang ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris DPRD sesuai
dengan kemampuan daerah.

BAB XVIII
KETENTUAN LAIN - LAIN
Pasal 179

Dalam hal terdapat hal – hal yang belum sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan, maka Peraturan Tata Tertib ini akan dilakukan perubahan
sebagaimana mestinya.

BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 180
79

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Tata Tertib ini, ditetapkan dan diatur
lebih lanjut oleh Pimpinan DPRD setelah dilakukan pembahasan dalam Badan
Musyawarah.

Pasal 181

Dengan berlakunya Peraturan DPRD ini, maka Keputusan DPRD Provinsi Jawa
Barat Nomor 1 Tahun 2004 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa
Barat sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan
DPRD Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas
Keputusan DPRD Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004 tentang Peraturan
Tata Tertib DPRD Provinsi Jawa Barat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ditetapkan di Bandung
pada tanggal 20 Oktober 2009

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI JAWA BARAT
Ketua,

Ir. IRFAN SURYANAGARA


13-10-2009 Pukul 17.30 WIB

RANCANGAN
PERATURAN
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT
TENTANG
TATA TERTIB
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT
81

SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH


PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2009

Вам также может понравиться