Вы находитесь на странице: 1из 1

Saat kecil, biasanya kita pasti pernah memanjat sebuah pohon yang tinggi untuk

mengambil buah yang dihasilkan pohon tersebut. Saat-saat yang mengasyikkan dan
penuh ketegangan. Bagaimana tidak, bisa jadi buah yang hendak kita ambil berada
dalam posisi yang berbahaya, entah sangat tinggi atau bisa jadi dahannya menjorok
mengarah ke sebuah sungai, sehingga bukan tak bila dahan itu patah akan membuat
kita terjatuh kedalam sungai. Atau berbagai kemungkinan lain.

Sewaktu masih memanjat batang pohon yang besar, kendala tidak begitu banyak dan
kita juga tak punya banyak pilihan karena batang pohon hanya satu. Yang perlu kita
lakukan hanya memilih pohon mana yang kita ambil buahnya.

Ketika kita memanjat makin keatas, kita akan menjumpai beberapa pilihan dahan
pohon, pilihan yang harus dipertimbangkan matang-matang, kesalahan sekecil apapun
bisa membuat kita gagal! Terjatuh! Makin keatas, akan makin banyak pilihan karena
dahan memecah menjadi ranting. Ketika dihadapkan pada pilihan sulit, memilih buah
terdekat yang tidak begitu besar dan matang, atau memilih buah yang besar dan
matang namun posisinya sulit, kita menjumpai hal yang pelik... kita dihadapkan
pasa dua pilihan berbeda, mendapat yang terbaik, atau termudah. Logika kita
mungkin mengajak kita memilih yang termudah karena resiko besar yang menghadang.
Namun hasrat kita yang menggebu mungkin bisa mendorong kita untuk terus berupaya
meraih yang terbaik, dengan segala konsekuensinya.

Ternyata...

Sebuah pohon dapat mengajarkan kita memilih jalan kehidupan.


Itulah hidup. Hidup penuh pilihan. Takdir adalah hasil akan pilihan yang kita
jalani.

Kita memang harus memilih, dengan kebebasan memilih dan menjalani pilihan yang
ada. Kita bebas memilih, jambu, mangga, jeruk, duren atau buah lainnya. Kita juga
bebas memilih, buah yang masih muda, sedang atau matang, besar atau kecil. Dan
begitu pula hidup.

Kita bebas memilih, mengikuti pikiran kita atau mengikuti nurani kita. Dan begitu
pula hidup.

Ketika kita memilih yang terbaik menurut kita, maka pikiran kita yang akan
mendominasi jalan yang akan kita tempuh. Ketika kita memutuskan untuk mengikuti
nurani kita, maka kehendak terbaik menurut Tuhanlah yang akan kita hadapi.

Akibat dari mengikuti yang terbaik menurut Tuhan, tentu kadang tidak sesuai dengan
yang ada didalam pikiran kita. Bisa jadi resikonya seseorang akan dikucilkan,
dinistakan, dianggap gila, sesat atau lainnya.

Pilihan tetap kembali pada si pemanjat pohon...


Sebagian takdir tak punya pilihan, sebagian yang lain adalah pilihan.

Вам также может понравиться