Вы находитесь на странице: 1из 5

3.

Gejala Klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun. Oleh
karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan
apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina,
seperti perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat, akan mengalami edema pupil. Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun berupa :
1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranial.
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.
3. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat.
4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
5. Oedema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala,
keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain. (Rohaendi dalam
Syukraini, 2009).


4. Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi diperoleh melalui anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu
dan penyakit keluarga, pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah; pemeriksaan
funduskopi; pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT); pemeriksaan lengkap jantung dan paru-paru;
pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa intra abdominal, dan pulsasi aorta
yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk melihat adanya edema dan denyut nadi, serta
penilaian neurologis (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2006).

Selain pemeriksaan fisik diperlukan juga tes laboratorium dan prosedur diagnostik lainnya. Tes
laboratorium meliputi urinalisis rutin; Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum untuk
memeriksa keadaan ginjal, pengukuran kadar elektrolit terutama kalium untuk mendeteksi
aldosteronisme, pemeriksaan kadar glukosa darah untuk melihat adanya diabetes mellitus,
pemeriksaan kadar kolesterol dan trigliserida untuk melihat adanya risiko aterogenesis, serta
pemeriksaan kadar asam urat berkaitan dengan terapi yang memerlukan diuretik. Sedangkan
prosedur diagnostik lain seperti rontgen bagian dada (elektrokardiografi) juga diperlukan untuk
melihat keadaan jantung dan pembuluh darah aorta serta memberikan informasi tentang status
kerja jantung (Departement of Health and Human Service,2010).
5. Komplikasi Hipertensi

Komplikasi hipertensi menurut Sustrani (2006) adalah:
Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan semakin mengeras, terutama
di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.
b. Payah jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung tidak mampu lagi memompa
darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik
jantung.
Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena tekanan darah yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada
pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga
dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh yang sudah
menyempit.
Kerusakan pada ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang menuju ginjal, yang berfungsi
sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit
cairan dan membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal
baru.
Gangguan pada mata
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata, sehingga mengakibatkan mata
menjadi kabur atau kebutaan.





6. Pencegahan Hipertensi

Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik seperti konsumsi makanan kaya
serat, kurangi konsumsi garam dan pola diet rendah lemak jenuh, total lemak dan
kolesterol serta aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan
mengkonsumsi alkohol yang diduga berpengaruh dalam meningkatkan resiko hipertensi,walaupun
mekanisme timbulnya belum diketahui pasti. Disarankan untuk mengurangi konsumsi
natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur),
penyedap masakan (monosodium glutamat= MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam dapur
(mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok
teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih disebabkan oleh budaya masak-memasak masyarakat
kita yang umumnya boros menggunakan garam.

Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi
terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi
garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung,
restoran, hotel, dan lain-lain).Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal
dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat
mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering
selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual
bakso, bubur ayam, soto,dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok
tanpa takaran yang jelas. Beberapa bentuk pencegahan penyakit hipertensi antara lain :
Pencegahan primordial
Promosi kesehatan
Proteksi dini : kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko
Diagnosis dini : screening, pemeriksaan/check-up
Pengobatan tepat : segera mendapatkan pengobatan komprehensif dan kausal awal
keluhan
Rehabilitasi : upaya perbaikan dampak lanjut hipertensi yang tidak bisa diobati.

7. Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan farmakologis

Pada umumnya pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat antihipertensi untuk mencapai
target tekanan darah yang diinginkan. Penambahan obat kedua dari kelas yang berbeda dimulai
apabila pemakaian obat tunggal dengan dosis lazim gagal mencapai target tekanan darah. Apabila
tekanan darah melebihi 20/10 mm Hg diatas target, dapat dipertimbangkan untuk memulai terapi
dengan dua obat. Hal yang harus diperhatikan adalah risiko untuk hipotensi ortostatik, terutama
pada pasien-pasien dengan diabetes, disfungsi autonomik, dan lansia (Ayu, 2008).

Golongan obat yang digunakan untuk pengobatan hipertensi adalah (Ayu, 2008; Sani, 2008; Tjay dan
Rahardja, 2002):

a. Diuretik
Diuretik tiazid merupakan terapi lini pertama yang diberikan untuk mengobati hipertensi. Diuretik
membantu ginjal membuang garam dan air, yang akan mengurangi volume cairan di seluruh tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah dan juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Di sisi lain
diuretik menyebabkan hilangnya kalium melalui air kemih, sehingga kadang diberikan tambahan
kalium atau obat penahan kalium. Diuretik sangat efektif pada orang kulit hitam, lanjut usia,
kegemukan, penderita gagal jantung atau penyakit ginjal menahun. Contoh: hidroklortiazid,
indapamid, dan klortalidon.
b. Adrenergik Inhibitors

Penghambat adrenergik merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker, beta-blocker dan
alfa-beta-blocker labetalol, yang menghambat efek sistem saraf simpatis. Sistem saraf simpatis
adalah sistem saraf yang dengan segera akan memberikan respon terhadap stres, dengan cara
meningkatkan tekanan darah. Yang paling sering digunakan adalah beta-blocker, yang efektif
diberikan pada penderita usia muda, penderita yang pernah mengalami serangan jantung, penderita
dengan denyut jantung yang cepat, angina pektoris (nyeri dada) dan sakit kepala migrain. Sedangkan
golongan alfa bloker yang sering digunakan adalah prazosin, doxazosin dan terazosin. Selain itu
penghambat adrenergik juga ada obat-obat golongan agonis alfa yang biasa digunakan seperti
klonidin, reserpin, dan guanfasin.


c. Angiotensin Converting Enzim Inhibitors (ACE Inhibitors)

ACE-inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan arteri. Obat ini
efektif diberikan kepada orang kulit putih, usia muda, penderita gagal jantung, penderita dengan
protein dalam air kemihnya yang disebabkan oleh penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal
diabetik, pria yang menderita impotensi sebagai efek samping dari obat yang lain. Beberapa contoh
obat ini adalah kaptopril, analapril maleat, benazepril, imidapril, dan silazapril.

d. Angiotensis II Blocker

Menyebabkan penurunan tekanan darah dengan suatu mekanisme yang mirip dengan ACE-inhibitor.
Contoh: losartan, valsartan, irbesartan, dan kandesartan.


e. Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah dengan mekanisme yang benar-benar
berbeda. Sangat efektif diberikan kepada orang kulit hitam, lanjut usia, penderita angina pektoris
(nyeri dada), denyut jantung yang cepat sakit kepala migren. Contoh: amlodipin maleat, amlodipin
busilat, diltiazem HCl, nifedipin, felodipin, dan nimodipin.

Вам также может понравиться