Вы находитесь на странице: 1из 4

DALAM CERITA RINGKAS

PANGERAN DIPONEGORO (11 Nov1785 - 8 Jan1855).


Panglima tertinggi dalam Perang Diponegoro (1825-1830) yang dalam buku-buku sejarah karangan
penulis Belanda disebut Java Oorlog (= Perang Jawa).
Nama kecilnya Ontowiryo, putra sulung Sultan Hamengku Buwono III. Diponegoro lebih tertarik
pada kehidupan keagamaan dan berdiri di pihak rakyat sehingga ia lebih suka tinggal di Tegalrejo daripada
di keraton. Pemberontakannya terhadap keraton dimulai sejak kepemimpinan HB V (1822) dimana
Diponegoro menjadi salah satu anggota perwalian yang mendampingi HB V yang berusia 3 tahun,
sedangkan pemerintahan sehari-hari dipegang oleh Patih Danurejo bersama Residen Belanda. Cara
perwalian itu tidak disetujui Diponegoro.Dalam perkembangan selanjutnya Belanda berusaha menangkap
Diponegoro dan meletus Perang Diponegoro pada tanggal 20 Juli 1825.
28 Maret 1830 P. Diponegoro menemui Jenderal De Kock di Magelang. De Kock memaksa
mengadakan perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak
Diponegoro. Tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga Diponegoro
ditangkap dan dibuang ke Ungaran, kemudian ke Semarang, dan langsung ke Jakarta.
8 April 1830 sampai di Jakarta dan ditawan di Stadhuis. 3 Mei 1830 diberangkatkan dengan kapal
Pollux ke Manado dan ditawan di benteng Amsterdam. 1834 dipindahkan ke benteng Rotterdam di
Makassar, Sulawesi Selatan. 8 Januari 1855 Diponegoro wafat dan dimakamkan di kampung.











BABAK I
DALAM PENGASUHAN RATU AGENG
(SANG RATU AGENG
Hamengku Buwono I, Sang Kakek Buyut Ontowiryo mengamanahkan pendidikan untuk Ontowiryo kepada
permaisurinya, Sang Ratu Ageng di Puri Tegalrejo, permaisuri HB I, Eyang Buyut Ontowiryo,

Berkata Ratu Ageng, permaisuri HB I, Eyang Buyut Ontowiryo,

RATU AGENG : Ya, Belanda Setan. Sekarang ini pemerintahan Sultan HB II sudah sangat rawan. Belanda
makin seenaknya, seenak udel, sesuai seleranya mengatur-atur pemerintahan Ngayogyakarto Hadiningrat.
Penyelenggara negara, raja dan mentri hanya dibikin oleh Belanda sebagai pong-pongan.
ONTOWIRYO : Kalau begitu nenek harus mengingatkan lagi.
RATU AGENG : Sudah aku bilang, putraku itu tidak lagi menghiraukan kata-kata ibunya.
ONTOWIRYO : Kalau begitu, di-rem, Nek.
RATU AGENG : Di-rem berarti perang, cucuku.
ONTOWIRYO : Kenapa tidak? (dengan nada yang tegar )
RATU AGENG : Memang betul, suka cita, namun juga digondeli bayang-bayang prihatin dalam
pikirannya. Tapi belum ada sorang Herucokro yang sanggup memimpin bangsa kita untuk menghalau,
mengusir dan mengenyahkan Belanda dari Bumi Pertiwi.
ONTOWIRYO : Aku ingin jadi Herucokro itu, Nek.
RATU AGENG : Oh? Insya Allah. (terkesiap, terharu, terhibur, memandangnya dengan hati
berpengharapan)
ONTOWIRYO : Demi Restu Nenek.
RATU AGENG : Aku ingin-maka aku berdoa- Ontowiryo yang menyikat semua.
(BEBERAPA TAHUN KEMUDIAN)
RATU AGENG : Jika nenek diberi umur panjang dan insya Allah, satu-satunya yang ingin Nenek lihat
hanyalah tampilmu sebagai Herucokro yang amirulmukminin.
ONTOWIRYO : Tapi dalam setiap waktu ada waktunya masing-masing. Umurku baru akan menginjak
seperempat abad. Padahal, aku rasa-begitu yang aku lihat dalam mata yang terpejam di setiap tapaku- usia
yang paling tepat untuk menjadi Amirulmukminin sekaligus panotogomo yang kalifatullah di tanah jawa ini
adalah angka 40.
RATU AGENG : Pada tahun itu barangkali nenek sudah kembali ke tanah.
ONTOWIRYO : Kalaupun nenek sudah tiada, roh dan jiwa nenek akan terus hidup dalam suksmaku.

(lalu Sultan Raja , ayahanda Ontowiryo dan istrinya : Raden Ajeng Mangkarawati, bunda Ontowiryo pun
menghampiri putranya)

SULTAN RAJA : Kalau kamu diminta memilih nama yang ingin kamu sandang, nama apa yang kira-kira
yang paling kamu sukai?
ONTOWIRYO : Aku suka pada nama moyangku, putra Pangeran Sungkawa
SULTAN RAJA : Nama yang mana?
ONTOWIRYO : Pangeran Diponegoro
SULTAN RAJA : Pangeran Diponegoro? Ya, ya...Pangeran Diponegoro. Itu nama pilihanmu yang bagus.
Seratus tahun lalu, bersama-sama Jayapuspita dinobatkan sebagai Panembahan Senopati, memerintah di
timur Gunung Lawu, Madiun.Jadi kamu ingin memakai nama Pangeran Diponegoro?
ONTOWIRYO : Kalau ayah membolehkan.
SULTAN RAJA : Kenapa tidak. Itu hakmu. Itu pilihanmu. Dan nama leluhurmu. Kamu harus bangga
padanya.
SULTAN RAJA: Putraku, aku bermaksud melaksanakan kewajibanku. Ini bagian dari nazarku. Aku
bermaksud memberimu kedudukan sebagai Adipati
ONTOWIRYO : Terima kasih ayah
SULTAN RAJA Aku akan umumkan besok. Sekarang juga dipersiapkan semuanya.
ONTOWIRYO : Tapi, ayah...
SULTAN RAJA Kenapa? Apa besok terlalu lama? Kamu ingin sekarang saja aku maklumkan?
ONTOWIRYO Bukan itu maksudku, Ayah. Aku rasa harkat yang ayahanda berikan untukku itu terlalu :
tinggi. Bukan aku yang layak menjadi Adipati, melainkan adikku Ibnu Jarot.
SULTAN RAJA : Oh.... seru sang ayah yang Sultan Raja. Aku heran, ternyata ada putraku dari darah
dagingku sebagai raja yang kini berkuasa, bisa-bisanya menolak kedudukan dari kepatutan kodratnya yang
sebenarnya, yang demikian mesti diterimanya sebagai takdir ilahi untuk dijadikan Adipati.
(lalu sang ibu pun mulai ikut bergabung dalam percakapan ayah dan anak itu.)
IBU ONTOWIRYO : Kenapa kamu tolak keputusan ayahmu itu, nak? Sungguh aku tidak mengerti.
Bukankah ini berarti juga mengangkat harkat ibumu yang selir?
ONTOWIRYO : Masalahnya, aku merasa terpanggil untuk menjadi Herucokro yang panatagama dan yang
khalifatullah di Bumi Pertiwi ini.
IBU ONTOWIRYO : Kamu terlalu memberi perhatian pada anganan
ONTOWIRYO : Ini bukan anganan, Bunda. Ini cita-cita
IBU ONTOWIRYO : Apa tidak ada dari cita-citamu yang terpanggil untuk sekedar memberi perhatian
pada harkat ibumu yang selir ini?
ONTOWIRYO : Tidak ada selir atau permaisuri bagi seorang anak kepada ibunya. Atas nama cinta,
hormat dan tanggung jawab, aku sujud di hadapan ibu.
IBU ONTOWIRYO : kalau benar cintamu pada ibumu, ibu kandungmu, terimalah kedudukan yang
diberikan ayahmu itu
ONTOWIRYO : Kedudukan hanya peristiwa di dalam waktu, di mana seseorang berpamrih memberi
kesenangan kepada orang yang memberinya kedudukan tanpa tanggung jawab untuk mencintainya. Suara
rakyat adalah suara surgawi. Aku rindu berada di tengah-tengahnya. Aku harap Bunda mengerti
IBU ONTOWIRYO : Lantas mana cintamu yang besar terhadap ibumu, ibu kandungmu ini?
ONTOWIRYO : Cintaku pada ibuku, ibu kandung, tidak pernah luntur di semua musim. Tapi, bukan
lantaran cintaku pada ibu kandung tidak besar sehingga aku menolak kata-kata ayahku, melainkan lantaran
cintaku pada ibu pertiwi tidak kecil sehingga aku menerima kata-kata nuraniku
IBU ONTOWIRYO : Aku terharu. Tapi aku sedih
ONTOWIRYO :Lebih sedih lagi kalau ibu kandung melihat ibu pertiwi telah diinjak-injak oleh Belanda
dan tidak ada putra bangsa yang terpanggil untuk melawan itu.

TAHUN PERLAWANAN
PANGERAN DIPONEGORO : Sekarang inilah waktunya yang sudah saya tunggu selama ini. Di usia 4o
tahun ini jangan harap Belanda bisa bermain-main api lagi dengan kita. Dengan dukungan saudara-saudara
saya siap maju, terus maju, pantang mundur, tidak mengenal kamus mundur. Tidak boleh ada sejengkal pun
tanah air kita yang boleh diambil dan dikuasai Belanda. Mari kita perang di jalan Allah. Fi sabilillah!
RAKYAT : Kami juga selalu mendukungmu pangeran. Kami selalu ada di belakang anda.

CATATAN KAKI :
Herucokro : sosok ideal yang tangguh, sakti, sanggup memerdekakan bangsa dari kelaliman penjajahan,
kemudian memimpin bangsa ini dan membawanya ke cita-cita sebuah tatanan pemerintahan yang adil
makmur gemah ripah loh jinawi.
Ontowiryo : nama Pangeran Diponegoro sewaktu kecil dan sebelum menerima gelar Pangeran Diponegoro.

Вам также может понравиться