Вы находитесь на странице: 1из 15

Laporan Hari / Tanggal : Jumat, 9 Mei 2014

Teknologi Suplementasi dan Fortifikasi Dosen : Elzha Nurfadhila, SKM








PEMBUATAN MIE BASAH DENGAN FORTIFIKASI FE (BESI)
AP2 / Kelompok 6

Lia Verani J3E112068
Emily SW J3E212128
Qurrotulaini BP J3E112028
Agung Novreza J3E112023












SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mie belakangan ini menjadi salah satu makanan yang digemari oleh sebagai pengganti
beras. Mie basah merupakan makanan yang digemari oleh masyarakat, karena rasanya yang enak
dan praktis. Mie yang beredar di pasaran dikenal beberapa jenis yaitu mie basah dan mie kering.
Mie kering merupakan mie yang berbentuk kering dengan kadar air yang rendah sehingga lebih
awet dibandingkan dengan mie mentah dan mie basah. Sedangkan mie basah adalah jenis mie
yang mengalami proses perebusan dan memiliki kadar air yang tinggi mencapai 52% sehingga
memiliki daya tahan yang singkat. Hal-hal yang, mempengaruhi pembuatan mie basah adalah
pemilihan tepung. Tepung yang digunakan sebaiknya mengandung 8-12% gluten. Gluten adalah
protein yang terdapat pada terigu dan bersifat elastic sehingga akan mempengaruhi sifat
elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan. Prinsip pembuatan mie basah pada dasarnya memiliki
prinsip yang sama dengan pembuatan mie pada umumnya. Pada pembuatan mie basah biasanya
ditambahkan sifat fisiko kimia untuk meningkatkan daya awet mie.
Berbagai teknologi pengolahan mie berbahan baku tepung ini telah berkembang meski
pada skala kecil. Salah satu peningkatan mutu mie yaitu dengan cara fortifikasi. Fortifikasi
adalah penambahan suatu komponen zat yang ditambahkan secara sengaja terhadap suatu produk
yang telah memiliki kandungan tersebut atau belum. Pada pembuatan mie biasanya diikut
sertakan dengan penambahan zat besi (Fe) merupakan jenis mineral mikro esensial yang
mempunyai fungsi penting di dalam tubuh. Dibutuhkan dengan jumlah konsumsi sekitar 1.5-2.2
mg per harinya.

1.2 Tujuan
Pada praktikum pembuatan mie basah dengan fortifikasi mineral bertujuan untuk
mengetahui proses pembuatan mie basah serta pengaruh yang dihasilkan dari penambahan zat
fortifikan melalui pengujian secara organoletik.



BAB II
METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Pada proses pembuatan mie basah dengan fortifikasi zat besi (Fe) alat yang digunakan
adalah wadah, timbangan, bakom, nampan, sendok, piring, mesin penggiling. Bahan yang
digunakan pada proses pembuatan mie basah adalah tepung terigu, air, garam, telur, premix
vitamin dan mineral, minyak.
2.2 Prosedur Kerja
Proses pembuatan mie basah (25, 75, 125 ppm)


















Tp. Terigu + Larutan
premix
Amati dan Orlep
Pembuatan lembar
adonan dan pencetakan
(+) minyak (perebusan mie
dalam air mendidih)
(+) Garam, telur, air
Aduk hingga kalis
Masukkan ke dalam air
50 ml
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil uji organoleptik mie fortifikasi Fe, Zn, B1, B2 dan B9

















123 223 323 123 223 323 123 223 323
1 Meylinda 6 6 5 6 4 6 5 6 6
2 Gaby C 6 5 4 5 4 4 6 5 4
3 Emily 5 4 5 5 4 5 5 4 5
4 Nigita 7 5 7 6 7 6 7 6 6
5 Nurul Nazmi 5 4 6 5 6 6 6 5 5
6 Indra S 5 4 5 5 4 4 5 4 4
7 Nurdiani 7 4 5 7 5 4 7 5 4
8 M.Randy 6 5 4 3 5 3 6 4 3
9 Novi A 7 5 6 6 5 6 6 6 6
10 Elisabeth 6 5 6 6 5 5 7 5 5
11 Retno A 5 5 6 6 5 5 5 5 6
12 Hosnariyah 7 4 5 7 4 3 7 5 4
13 Devi S 3 4 5 4 3 4 4 3 5
14 Monalisa 5 4 4 4 4 4 4 4 4
15 Made Jk 6 5 4 3 2 4 3 2 4
16 Nindia A 6 5 6 6 3 3 6 5 5
17 Qurratulaini 7 4 5 7 5 4 7 6 5
18 Lia Verani 7 5 6 7 4 6 7 6 4
19 Han Aidi 6 5 5 4 5 6 4 4 4
20 Agung N 4 5 5 4 4 4 4 5 4
21 Sitra W 6 4 5 5 5 4 5 5 5
JUMLAH 122 97 109 111 93 96 116 100 98
Uji Hedonik Mie Basah
no. panelis
warna rasa tekstrur(kekenyalan)
7 Sangat Suka
6 Suka
5 Agak Suka
4 Biasa
3 Agak Tidak suka
2 Tidak Suka
1 Sangat Tidak Suka
Keterangan
123 25 ppm
223 75 ppm
323 125 ppm
Kode Uji
3.2 Pembahasan
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie. Sekitar empat
puluh persen konsumsi gandum di Asia adalah mie. Mie basah adalah mie yang mengalami
proses perebusan air mendidih setelah tahap pemotongan dan sebelum dipanaskan. Kadar airnya
dapat mencapai 52% sehinga daya simpananya relative singkat (40 jam pada suhu kamar). Bahan
yang dibutuhkan untuk membuat mie adalah tepung terigu, kuning telur, putih telur dan garam.
Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie sebaiknya yang mengandung gluten
8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran dikenal sebagai Segitiga Biru
atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis
sehingga akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang dihasilkan (Widyaningsih dan
Murtini,2006).
Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur berfungsi member rasa, memperkuat
tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu
garam dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga pasta tidak
bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Secara umum, penambahan telur
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat
sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan saus mie
waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja karena pemakaian yang
berlebihan akan menurunkan kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu direbus.
Penggunaan air pada pembuatan mie berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan
karbohidrat (akan mengembang),melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Air
yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan air minum, yaitu tidak berwarna, tidak
berbau,dan tidak berasa (Astawan, 2006).
Pada pembuatan mie ini digunakan premix yang terdiri dari Fe, Zn, B1, B2dan B9. Besi
merupakan mineral mikro yang paling banyak didalam tubuh. Besi mempunyai beberapa fungsi
essensial di dalam tubuh, yaitu alat angkut oksigen sebagai alat angkut elektron dan sebagai
bagian terpadu reaksi enzim dalam tubuh. Se n g be r pe r a n da l a m f ungs i ke ke ba l a n
t ubuh. Se ba ga i j e ni s mi ne r a l mi kr o esensial, kekurangan zat besi di dalam
tubuh dapat mengakibatkan beberapa dampak negatif antara lain berkurangnya
kekebalan tubuh, menurunnya daya kons e nt r a s i , me n ur u nn ya da ya i nga t ,
me nur u nn ya pe r f or ma be l a j a r , mud a hmarah, berkurangnya nafsu makan, dan
menurunnya kebugaran tubuh (Almatsier,2009).
S e n g ( Z n ) m e l i n d u n g i s e l a p u t s e l d a r i k e r u s a k a n
o k s i d a t i f d a n me n s t a b i l k a n s t r u k t u r p r o t e i n s e l . S e n g ( Z n )
p r o t e i n me n g i k a t DNA d a n membantu gen memerintahkan sel-sel tentang apa yang
harus dilakukan. Beberapa ma ka na n ya n g ka ya a ka n ka ndun ga n Se n g ( Zn)
t e r ma s uk di a nt a r a nya a da l a h daging merah, daging unggas, kepiting, lobster,
kacang tanah, kacang panjang,susu, yogurt, keju, roti gandum, dan sereal sarapan
yang dilengkapi Seng (Zn). Makanan dengan kandungan Seng (Zn) tertinggi adalah tiram,
satu porsi (sekitar 6tiram) memiliki kandungan Seng (Zn) 76,7 mg. Tingkat asupan Seng (Zn)
paling tinggi yang masih dapat ditol eransi untuk orang dewasa adalah 40 mg,
sehingga disarankan untuk tidak makan lebih dari 3 tiram per hari (Almatsier, 2009).
Thi a mi n ( B1 ) me mi l i ki pe r a na n pe n t i n g da l a m t r a ns f o r ma s i
e ne r gy, konduksi membrane dan saraf serta tesis pentose. Thiamin bersumber di
produk serelia, tiamin juga merupakan vitamin yang tidak rusak oleh panas.
Ribloflavin (B2) terdapat luas dalam produk hewani dan nabati, yitu dalam susu,
keju, hati, daging dan sayuran. Asam folat (B9) berperan dalam transportasi pecahan karbon
t ungga l da l a m me t a bo l i s me a s a m a mi no da n s i n t e s i s a s a m nuk l e a t
( Al ma t s i e r , 2009).
Salah satu uji sensori yang sering dilakukan adalah uji kesukaan. Uji
kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan
responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji.Pengujian ini
umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Pada
uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau t i da k s uka ,
di s a mpi ng i t u j uga me nge muka ka n t i ngka t ke s uka a nn ya . Ti ngka t kesukaan
disebut juga skala hedonik. Skala hedonik ditransformasi ke dalam skala numerik dengan
angka menaik menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik tersebut dapat
dilakukan analisa statistik. Terdapat 7 tingkatan skala untuk uji hedonik ini yaitu
sangat suka [7], suka [6], agak suka [5], biasa [4], agak tidak suka [3], tidak suka
[2], dan sangat tidak suka [1].
Pada praktikum ini akan dibahas tentang pengujian hedonik mutu tekstur
mie fortifikasi yang diikuti oleh 21 panelis. Para penelis diharuskan member i
kesan dengan menggunakan skala uji hedonik pada sampel tersebut.
3.2.1 Warna
Pada praktikum uji hedonik dengan parameter warna didapatkan hasil
bahwa tekstur mi e dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai. Hal ini
dapat dilihat pada hasil penilaian yang diberikan oleh panelis dengan jumlah
nilai 122 rata-rata 5, 81 menggunakan konsentrasi garam 25 ppm. Pada kode
223 (kelompok 2) mendapat respon penilaian sebesar 97 dengan rata-rata
4,62 dengan konsenstrasi garam 75 ppm, pada kode 323 (kelompok 3)
mendapat respon penilaian sebesar 109 dengan rata-rata 5,69. Dapat
dinyatakan bahwa warna mie dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai
karena memiliki warna yang putih.
Menurut Winarno (2004), warna pada makanan dapat disebabkan oleh
beberapa sumber diantaranya pigmen, pengaruh panas pada gula
(karamel),adanya reaksi antara gula dan asam amino (Maillard), dan adanya
pencampuran bahan lain. Warna adalah kesan pertama yang ditangkap
panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna sangat
penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat
penerimaan panelis.
3.2.2 Rasa
Rasa merupakan sensasi yang diproduksi oleh material
yangdimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya oleh indera perasa
dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan
komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan
mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test
compensation). Pada praktikum ini, dilakukan uji hedonik dengan penilaian
1 sampai 7 dimana nilai tersebut termasuk dari yang sangat tidak suka
hingga sangat suka. Pengujian hedonik ini diikuti oleh 21 panelis yang akan
menilai dari segi parameter rasa produk mie dengan kode -kode yang
berbeda. Hasil dari pengujian didapatkan rasa mie yang paling disukai yaitu
mie kode 123 jumlah nilai sebesar 111 rata-rata 5, 29 dengan penambahan
garam 25 ppm, lalu mie kode 323 rata-rata 4,57 garam 125 ppm . Setelah itu
mie kode 223 nilai sebesar 93 rata-rata 4, 43 dengan garam 75 ppm . Faktor
yang membuat rasa mie memiliki perbedaan mungkin disebabkan karena
proses pembuatan mie basah fortifikasi tidak dilakukan bersamaan. Saat uji
organoleptik dilaksanakan sebagian mie dalam kondisi dingin dan sebagian
mie masih hangat. Faktor ini sangat nyata mempengaruhi karena mie yang
dalam kondisi hangat lebih enak untuk dikonsumsi seperti pada kelompok 1
yang paling t erakhir memberikan sampel uji organoleptik. Sedangkan pada
kelompok 2 yang paling pertama mengumpulkan mie,kondisi mie sudah
sangat dingin sehingga kurang enak untuk dicicip.
Hal lain yang juga sangat mungkin mempengaruhi rasa mie yaitu
proses pengadukan adonan. Pengadukan seluruh komponen dengan sempurna
akan membantu menghasilkan rasa yang lebih enak karena tidak
adakomposisi yang tidak tercampur. Selanjutnya faktor penyebab yang
jugamungkin membuat rasa mie menjadi kurang enak yaitu proses
perebusan. Jikawaktu perebusan belum cukup maka mie akan menghasilkan
ras sepertitepung. Jika waktu perebusan terlalu lama maka mie yang akan
dihasilkanmengembang dan begitu dikonsumsi menjadi tidak enak kerena
telahmenyerap air ( hampir tidak ada rasa).
Selain itu, rasa mie dipengaruhi oleh bahan baku yang ada pada
pembuatan mie. Bahan baku yang ada pada mie adalah tepung terigu
proteintinggi, air, garam, putih dan kuning telur. Air sangat menent ukan
konsistensidan karakteristik rheologi dari adonan. Air juga berfungsi
sebagai pelarut bahan-bahan tambahan dalam pembuatan mie, sehingga
dapat terdispersisecara merata. Penambahan garam dapur (NaCl) disamping
memberikan rasa pada mie juga untuk memper kuat tekstur, membantu reaksi
gluten dankarbohidrat dalam mengikat air. Garam dapur juga dapat
menghambataktifitas enzim protease dan amylase sehingga mie tidak
bersifat lengket danmengembang secara berlebihan (Winarno, 2004).
Selain itu garam berfungsi untuk meningkatkan temperaturegelatinasi
pati. Garam berpengaruh kepada aktifitas air selama gelatinasi yaitu
penurunan aw untuk gelatinasi. Garam merupakan bahan penyedap
yangdapat digunakan dalam makanan. Garam digunakan untuk memberikan
rasa gurih dan untuk meningkatkan keliatan gluten. Selain itu garam
merupakan bahan pemadat (pengeras). Apabila adonan tidak memakai garam
maka adonan tersebut akan terlihat agak basah garam memperbaiki butiran
dansusunan pati menjadi lebih kuat.
3.2.3 Tekstur
Pada prakt ikum uji hedonik dengan parameter tekstur didapatkan
hasil bahwa tekstur mie dengan kode 123 (kelompok 1) lebih disukai. Hal
ini dapat dilihat pada hasil penilaian yang diberikan oleh panelis dengan
jumlah nilai 116 rata-rata 5,52 menggunakan konsentrasi garam 25 ppm.
Pada kode 223 (kelompok 2) mendapat respon penilaian sebesar 100 dengan
rata-rata 4,76, pada kode 323 (kelompok 3) mendapat respon penilaian
sebesar 98 dengan rata-rata 4,67. Dapat dinyatakan bahwa tekstur mie
dengan kode 123 (kelompok 1) lebi h disukai karena memiliki tekstur yang
kenyal dan baik.
Pada proses pembuatan mie, tepung terigu yang digunakan adalah
tepung terigu yang mengandung glutein 8-12%. Tepung terigu ini tergolong
dalam tepung terigu medium hard flour. Gluten adalah protein yang
terdapat dalam terigu yang bersifat elastis, sehingga tepung terigu yang
digunakan akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang
dihasilkan ( Harahap, Nur Astina. 2007). Protein dalam gluten juga berperan
dalam sifat perenggangan mie, semaki n kecil kandungan protein maka
kemampuan pemanjangannyapun akan semakin menurun (Widanungrum,
dkk. 2005).
Selain tepung terigu, dalam pembuatan mie fortifikasi ini juga
menggunakan bahan lainnya, diantaranya kuning telur putih telur.
Secaraumum, penambahan telur dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat sehingga tidak mudah
terputus- putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah kekeruhan mie pada
waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus secukupnya saja kare na
pemakaian yang berlebihan akan menurunkan kemampuan mie dalam
menyerap air pada saat perebusan.
Kuning telur dipakai sebagai pengemulsi karena dalam kuning telur
terdapat Lesitin. Selain sebagai pengemulsi, lesitin juga dapat mempercepat
hidrasi air pada tepung dan untuk mengembangkan adonan. Penambahan
kuning telur juga akan memberikan warna yang seragam. Penambahan
minyak goreng pada proses pembuatan mie yang digunakan pada saat
perebusan berfungsi menambah kolesterol serta memperbaiki tekstur dan
cita rasa dari bahan pangan. Selain minyak, penambahan garam dapur
(NaCl) disamping memberikan rasa pada mie juga untuk memperkuat
tekstur, membantu reaksi gluten dan karbohidrat dalam mengikat air.
Garam merupakan bahan penyedap yang dapat digunakan dalam
makanan. Garam digunakan untuk member rasa gurih dan untuk
meningkatkan pembentukan gluten. Selain itu garam merupakan bahan
pemadat (pengeras). Apabila adonan tidak memakai garam maka adonan
tersebut akan terlihat agak basah garam memperbaiki butiran dan susunan
pati menjadi lebih kuat serta secara tidak langsung membantu pembentukan
warna. Dalam pembuatan mie basah yang ditambah dengan fortifikasi Fe,
B1 ataupun kandungan gizi yang lainnya relatif tidak berpengaruh dalam
pembentukan tekstur mie.
Kandungan dalam premix kelompok 6 (75 ppm)
Fe = 50 mg
Zn = 30 mg
B1 = 2,5 mg
B2 = 4 mg
B9 = 2 mg +
88,5 mg




Jumlah premix yang digunakan = 75 ppm






Kadar Fe dalam tepung = 20% AKG


Tepung yang digunakan 400 gr 5,2 mg x 4 = 20,8 mg

Berat adonan = 589,9 gr
mg Fe pada adonan mg Fe pada premix + mg Fe pada tepung
2,12 mg + 20,8 mg = 22,92 mg
ppm Fe =


=




Estimasi kehilangan = 50%



Tabel 2 Perhitungan semua kelompok
% Fe
Premix
Premix Yang
Ditambahkan
Fe
Pada
Premix
Fe
Pada
Tepung
Berat
Adonan
Fe Pada Adonan Estimasi
Kehilangan
ppm mg mg Ppm
56,5 %
25
ppm
1,25
mg
0,71
mg
20,8 mg 575 gr
21,51
mg
37,41 ppm 18,70 ppm
56,5 %
75
ppm
3,75
mg
2,12
mg
20,8 mg 589,9 gr
22,92
mg
38,85 ppm 19,42 ppm
56,5 %
125
ppm
6,25
mg
3,53
mg
20,8 mg 580,7 gr
24,33
mg
41,9 ppm 20,95 ppm

Pada praktikum ini dibuat mie basah yang difortifikasi dengan zat besi. Teknik fortifikasi
yang digunakan adalah mixing yaitu pencampuran premix Fe dengan adonan mie basah.
Penambahan premix Fe dalam jumlah yang berbeda-beda, yaitu 25 ppm, 75 ppm, dan 125 ppm.
Premix yang digunakan merupakan campuran beberapa mineral (Fe dan Zn) dan vitamin (B1,
B2, dan B9). Bobot campuran premix tersebut adalah 88,5 mg dan bobot Fe dalam premix
tersebut adalah 50 mg sehingga kadar Fe dalam premix adalah 56,5%. Ketiga mie basah tersebut
menggunakan premix yang sama hanya jumlah premix yang ditambahkan dalam adonan yang
berbeda. Banyaknya premix yang ditambahkan sebesar 25 ppm, 75 ppm, dan 125 ppm yang
dilarutkan dalam 50 ml air matang. Larutan premix ini kemudian dimasukkan dalam adonan
yang terdiri dari tepung terigu, telur, garam, dan air. Pada tepung terigu sebenarnya telah
mengandung Fe tetapi dalam jumlah yang sedikit yaitu sebesar 20% AKG atau setara dengan 5,2
mg/100 gram. Oleh karena tepung yang digunakan sebanyak 400 gram, kadar Fe dalam tepung
terigu yang digunakan untuk adonan mie basah adalah sebesar 20,8 mg.
Jumlah Fe dalam adonan mie basah didapat dengan menambahkan jumlah Fe dari premix
dan tepung terigu. Sedangkan untuk kadar Fe didapat dengan membagi berat Fe dalam adonan
dengan berat seluruh adonan dalam satuan ppm. Selama proses pembuatan, kadar Fe dapat
berkurang karena terjadi proses pemanasan. Fe merupakan mineral ynag mudah menguap oleh
adanya panas sehingga selama proses pemanasan dengan asumsi estimasi kehilangan sebesar
50%. Oleh karena proses yang dilakukan sama, estimasi kehilangannya juga sama pada setiap
penambahan premix. Dengan demikian, kadar Fe dalam mie basah adalah kadar Fe pada adonan
yang telah dikalikan dengan estimasi kehilangan.
Berdasarkan tabel di atas, diketahui mie basah yang ditambahkan premix Fe terbesar
akan menghasilkan adonan mie basah dengan kadungan Fe yang tinggi pula. Begitu pula dengan
kadar Fe pada mie basah setelah dikalikan dengan estimasi kehilangan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak premix Fe yang ditambahkan dalam adonan mie basah akan
menghasilkan kandungan Fe yang semakin tinggi pula.





















BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada praktikum pembuatan mie fortifikasi dilakukan uji kesukaan dengan
parameter warna, rasa, tekstur dan aroma. Pengujian ini umumnya digunakan
untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Berdasarkan hasil uji
kesukaan tersebut dapat diketahui bahwa pada parameter warna dan parameter
tekstur panelis menyukai mie yang dibuat oleh kelompok 2 dengan penambahan 25
ppm premix. Pada parameter aroma, para panelis lebih menyukai mie yang dibuat
oleh kelompok 3 dengan penambahan premix sebesar 75 ppm. Pada parameter rasa,
mie yang dibuat oleh kelompok 5 dengan penambahan premix 125 ppm lebih
disukai oleh panelis. Dari hasil uji yang dilakukan terlihat semakin besar
kandungan premix yang ditambah maka semakin warna, tekstur, dan aroma dari
mie tersebut tidak disukai panelis. Akan tetapi untuk parameter rasa dapat
dinyatakan bahwa penambahan konsentrasi premix yang lebih tinggi lebih disukai
oleh panelis.
4.2 Saran
Pada proses pembuatan Mie, dalam waktu perebusan diharapkan agar waktu
perebusan tidak terlalu lama. Karena jika perebusan terlalu lama maka akan
merusak kandungan dari mie tersebut. Selain itu juga dapat merusak tekstur mie.






DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta.
Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta.
Harahap, Nur Astina. 2007. Pembuatan Mie Basah Dengan Penambahan Wortel.
Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara
Juniawati.2003. Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instant Berdasarkan
Kajian Prefensi Konsumen [Skripsi]. Departemen Teknologi Pangan dan
Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rianto,B. F.2006. Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jagung Berbahan
Baku Tepung Jagung [Skripsi]. Departemen Teknologi Pangan dan
Gizi.Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press
Widaningrum, Sriwidowati dan Soewarno T. 2005. Pengayaan Tepung Kedelai
Pada Pembuatan Mie Basah Dengan Bahan Baku Tepung Terigu Yang
Disubstitusi Tepung Garut. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian IPB
Subarna. 1992.Baking Technology. Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip Teknologi
Pangan bagi Food Inspector Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi, IPB.
Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama,Jakarta.

Вам также может понравиться