Вы находитесь на странице: 1из 11

TUGAS MATA KULIAH

VIKTIMOLOGI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PERSPEKTIF
VIKTIMOLOGI

Disusun oleh :
YASIR ADI PRATAMA
(E1A012096)
KELAS A


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2014
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keutuhan dan kerukunan rumahtangga dapat terganggu jika kualitas
pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi
kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakaman atau
ketidakadilan terhadap orang yang berbeda dalam lingkup rumah tangga
tersebut.
Perkembangan dewasa ini menunjukkan bahwa tindak kekerasan
secara fisik, psikis, seksual, dan penelantaran rumah tangga pada
kenyataannya terjadi sehingga dibutuhkan perangkat hukum yang memadai
untuk menghapus Kekerasan dalam Rumah Tangga (disingkat KDRT).
Pembaharuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan, khususnya
perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan dengan banyaknya kasus
kekerasan, terutama KDRT. Dan juga belum ada peraturan yang menjamin
perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.
Oleh sebab itulah diundang undangkannya Undang Undang No.
23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
(PKDRT) yang diharapkan dapat menghapus kekerasan dalam rumah tangga
yang saat ini sedang marak terjadi di lingkungan masyarakat dan juga harus
mendapatkan perlindungan dari negara
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Kekerasan dalam
Rumah Tangga yaitu setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

2


B. Rumusan Masalah
Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT)?

3

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Perlindungan Hukum
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan
terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat
preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi
hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan,
ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.
1

Pengertian Tindak Pidana
Menurut Prof. Moeljatno S.H., Tindak Pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.
2

Tujuan Viktimologi
Viktimologi mempunyai tiga tujuan yang mendasar antara lain:
3

1. To analize the manifold aspect of the victim;s problem
2. To explain the causes for victimization
3. To develop a system of measure for reducing human suffering
Dari semua tujuan viktimologi terletak pada tujuan ke tiga yang menjadi
dasarnya viktimologi untuk mengurangi penderitaan yang ada dalam masyarakat
serta menjamin kehidupa nnya.

1
http://ntanaiu.blogspot.com/2012/09/pengertian-perlindungan-hukum-terhadap.html diakses
tanggal 11 Januari 2014
2
Dikutip dari http://kakpanda.blogspot.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana.html diakses
tanggal 11 Januari 2014
3
http://merah-hitam383.blogspot.com/2013/11/kriminologi-dan-viktimologi-sebagaimana.html
diakses tanggal 11 Januari 2014
4

A. Perlindungan Hukum terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga
Sebelum masuk ke perlindungan hukumnya maka seharusnya tahu
tentang ruang lingkup rumah tangga itu terdahulu. Menurut Pasal 2 Undang
Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga disebutkan bahwa lingkup rumah tangga meliputi:
(a) suami, isteri, dan anak,
(b) orang-orang yang memiliki hubungan keluarga sebagaimana dimaksud
pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga dan atau
(c) orang-orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut sehingga dipandang sebagai anggota keluarga.
Dalam Pasal 4 Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga diantaranya Penghapusan
kekerasan dalam rumah tangga bertujuan:
a. mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
b. melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
c. menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
d. memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Berdasarkan Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adapun bentuk perlindungan
perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah
sebagai berikut ini :
4

1. Perlindungan oleh pihak kepolisian berupa perlindungan sementara yang
diberikan paling lama 7 hari dan dalam waktu 1 x 24 jam sejak
memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan
perintah perlindungan dari pengadilan. Perlindungan sementara oleh
kepolisian ini dapat dilakukan bekerja sama tenaga kesehatan, sosial,
relawan, dan pendamping rohani untuk melindungi korban. Pelayanan

4
Dikutip dari http://tyoznisti87.blogspot.com/2013/01/perlindungan-korban-kdrt-ditinjau-
dari.html?m=1 diakses tanggal 10 Januari 2014
5

terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruangan pelayanan
khusus di kepolisisan dengan system dan mekanisme kerja sama program
pelayanan yang mudah di akes oleh korban. Terhadap pelaku KDRT
berdasarkan tugas dan wewenang kepolisian dapat melakukan
penyelidikan , penangkapan dan penahanan dengan bukti permulaan yang
cukup disertai dengan surat perintah penahanan ataupun tanpa surat
penagkapan dan penahanan yang dapat diberikan setelah 1x 24 jam.
2. Perlindungan oleh pihak avokat, diberikan dalam bentuk konsultasi
hukum, melakukan mediasi ataupun negoisasi diantara para pihak korban
dan pelaku KDRT, serta mendampingi korban pada tingkat penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan, dalam siding pengadilan melalui koordinasi
dengan sesame penegak hukum, relawan pendamping dan pekerja sosial.
3. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk
perintah perlindungan yang diberikan selama 1 tahun dan dapat
diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat
perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 hari setelah pelaku
tersebut melakukan pelangaran atas peryatan yang ditandatanganinya
mengenai kesangupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari
pengadilan.
4. Pelayanan kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya
pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai
profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis
dan membuat visum atas permintaan penyidik polisi atau membuat
keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat
bukti.
5. Pelayanan sosial yang diberikan dalam bentuk konseling untuk
memguatkan dan member rasa aman trhadap korban, member informasi
tentang hak hak korban untuk mendapatkan perlindungan.
6. Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak
hak korban untuk mendapatkan seeorang atau relawan
pendamping,memdapingi seseorang untuk memaparkan secara objektif
KDRT yang dialaminya dalam proses penyidikan, penuntutan dan
6

pemeriksaan di pengadilan, medegarkan dan memberikan pengutan
secara psikologis dan fisik kepada korban.
7. Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan
penjelasan mengenai hak dan kewajiban,memberikan pengutan iman dan
taqwa kepada korban.
Bentuk perlindungan dan pelayanan ini masih besifat normatif, belum
implementatif dan teknis oparasional yang mudah dipahami, mampu
dijalankan dan diakses oleh korban KDRT. Adalah tugas pemerintah untuk
merumuskan kembali pola dan strategi pelaksanaan perlindungan dan
pelayanan dan mensosialisasikan kebijakan itu di lapangan. Tanpa
upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan semua pihak, maka akan sangat
sulit dan mustahil dapat mencegah apalagi menghapus tindak KDRT di muka
bumi Indonesia ini, karena berbagai faktor pemicu terjadinya KDRT di negeri
ini amatlah subur.
Korban kekerasan dalam rumah tangga mempunyai hak hak yang
diatur dalam Pasal 10 Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga untuk mendapatkan diantara
lain:
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun
berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani.
Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga secara selektif membedakan fungsi
perlindungan dengan fungsi pelayanan. Artinya tidak semua institusi
dan lembaga itu dapat memberikan perlindungan apalagi melakukan tindakan
7

hukum dalam rangka pemberian sanksi kepada pelaku. Perlindungan oleh
institusi dan lembaga non-penegak hukum lebih bersifat pemberian
pelayanan konsultasi, mediasi, pendampingan dan rehabilitasi. Artinya tidak
sampai kepada litigasi. Tetapi walaupun demikian, peran masing-masing
institusi dan lembaga itu sangatlah penting dalam upaya mencegah dan
menghapus tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Perlindungan korban kekerasan dalam rumah tangga disamping
perlindungannya diatur dalam Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga tetapi juga bisa meminta
perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban sesuai dengan
keputusan lembaga tersebut. Dan dalam ketentuan Pasal 5 ayat 1 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
menyebutkan hak seorang saksi dan korban. Kemudian, Pasal 5 ayat 2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan
Korban menyatakan, hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan
kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus-kasus tertentu sesuai
dengan Keputusan LPSK.
Selain itu, Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban menyatakan bahwa Korban melalui LPSK
berhak mengajukan ke pengadilan berupa:
a. hak atas kompensasi dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang
berat;
b. hak atas restitusi atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab
pelaku tindak pidana.
Kemudian, hal ini juga terkait dengan ketentuan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang
menyatakan bahwa Perlindungan Saksi dan/atau Korban bertujuan
memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan
keterangan pada setiap proses peradilan pidana.
8

Cara mendapatkan perlindungan oleh Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban menurut Pasal 29 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Perlindungan Saksi dan Korban antara lain:
a. Saksi dan/atau korban, baik atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan
pejabat yang berwenang mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban;
b. Lembaga Saksi dan Korban segera melakukan pemeriksaan terhadap
permohonan;
c. Keputusan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban diberikan secara
tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari sejak permohonan perlindungan
diajukan.






9

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seperti diketahui, bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
telah diatur dalam ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ketentuan Undang-
Undang tersebut telah mengatur sejumlah delik pidana yang dapat terjadi
dalam tindakan kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan demikian, sinkronisasi dalam hal ini adalah terkait, setiap
saksi dan korban dalam tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga, berhak
memperoleh hak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 dan Pasal 7
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006, dan tentunya berhak
mendapat perlindungan dari LPSK, terutama saksi dan korban kekerasan
dalam rumah tangga yang menghadapi situasi yang sangat mengancam
jiwanya.
B. Saran
Dalam hal perlindungan hukum korban kekerasan dalam rumah
tangga (KDRT) pemerintah harus terus berupaya untuk menghapus tindak
pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini dengan melaksanakan
peraturan perundang-undangan dengan tegas dalam hal ini Undang-Undang
No.23 Tahun 2004.

10

DAFTAR PUSTAKA
http://tyoznisti87.blogspot.com/2013/01/perlindungan-korban-kdrt-ditinjau-
dari.html?m=1 diakses tanggal 10 Januari 2014
http://ntanaiu.blogspot.com/2012/09/pengertian-perlindungan-hukum-
terhadap.html diakses tanggal 11 Januari 2014
http://kakpanda.blogspot.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana.html diakses
tanggal 11 Januari 2014
http://merah-hitam383.blogspot.com/2013/11/kriminologi-dan-viktimologi-
sebagaimana.html diakses tanggal 11 Januari 2014
Undang Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga
http://www.duniaesai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=157
:perlindungan-korban-kdrt&catid=39:gender&Itemid=93 tanggal 10 Januari 2014
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt5080e549b11da/hak-korban-kdrt-atas-
perlindungan-dari-lpsk tanggal 10 Januari 2014

Вам также может понравиться