Вы находитесь на странице: 1из 5

BAB IV

PEMBAHASAN
Langkah awal dalam mengelola syok pada penderita trauma adalah
mengetahui tanda-tanda klinisnya. Diagnosis awal didasarkan pada gejala dan
tanda yang timbul akibat dari perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat.
8
Pemeriksaan fisik diarahkan kepada keadaan yang mengancam
nyawa, meliputi penilaian dari A!D". #anda $ital awal %baseline recordings&
penting untuk memantau respons penderita terhadap terapi. 'ang harus
diperiksa adalah tanda-tanda $ital, produksi urin, dan tingkat kesadaran.
8
Pada pasien, dari primary sur$ey, didapatkan (!) *+,, frekuensi nadi
-*8./menit, #D0,,/12 mm3g, dan 44 *5./menit dengan saturasi 67 278. 3al ini
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa syok umumnya memberi gejala
klinis berupa hipotensi, takikardia, penurunan produksi urin dan penurunan
kesadaran. 9umpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala
sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh.

(ejala umum yang timbul saat syok
dapat berupa kulit kering, pucat dan dengan diaphoresis. Pasien menjadi
bingung, agitasi dan tidak sadar.
,
)econdary sur$ey dilakukan,yaitu berupa pemeriksaan fisik yang lebih
mendalam untuk mengetahui atau mengarahkan penyebab syok yang terjadi.
Periksa abdomen dari tanda perdarahan intra-abdominal, misal0 distensi, nyeri
palpitasi, dan perkusi redup. Periksa panggul apakah ada memar/ekimosis yang
mengarah ke perdarahan retroperitoneal. Adanya distensi, nyeri saat palpasi dan
ekimosis mengindikasikan adanya perdarahan intra-abdominal.
,
Pada
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, didapatkan abdomen yang
distensi dengan perkusi yang redup. ising usus terdengar menurun yang dapat
menjadi suatu tanda adanya hipoksia pada usus, sebagai mekanisme
kompensasi syok yang terjadi.
Langkah kedua dalam pengelolaan awal terhadap syok adalah mencari
penyebab syok, yang untuk penderita trauma berhubungan dengan mekanisme
cedera. 9ebanyakan penderita trauma akan mengalami syok hipo$olemik.
8
Anamnesis dilakukan apabila kondisi emergensi pada pasien sudah ditangani.
Anamnesis yang dilakukan dapat mengarahkan kita pada penyebab syok yang
terjadi. Pentingnya digali yaitu adanya riwayat trauma, pembedahan, atau riwayat
31
penyakit terdahulu untuk membdakan jenis syok.
+
Pada pasien didapatkan
riwayat pembedahan sebelumnya %operasi sectio& yang dilakukan 7 jam ):4),
hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terbesar syok yang terjadi pada pasien
akibat perdarahan.
Pada kasus syok hemorragik, penting untuk mencari sumber perdarahan.
9ontrol terhadap perdarahan merupakan langkah penting dalam tatalaksana
syok perdarahan. Perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan pencitraan berupa ultrasonografi dianjurkan untuk dilakukan rutin
pada pasien dengan kecurigaan trauma abdomen ;)( dapat menilai apakah
terdapat cairan bebas intrabdomen atau ruptur pada organ $isceral
intraabdomen.
,
Pada pasien, dilakukan pemeriksaan ;)( dan didapatkan
gambaran cairan bebas pada :orrison pouch dan splenorenal, dengan estimasi
jumlah perdarahan sebanyak 7555cc.
Pemeriksaan laboratorium, rutin dilakukan pada kasus-kasus syok.
Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan kondisi medis pasien, respon
terhadap terapi, omplikasi yang terjadi serta penyebab syok. Pemeriksaan
laboratorium yang sering dilakukan, diantaranya darah lengkap, analisa urin,
pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, (A, faal hemostasis, serta serum
elektrolit.
8
Dari pemerikaan laboratorium yang dilakukan, didapatkan anemia
normokrom-normositer % 3b07,+ g/dl& dengan hemokonsentrasi %3ct 0 8,78&.
9edua hasil tersebut menunjukkan kemungkinan terdapat suatu perdarahan akut
yang terjadi dalam jumlah besar. Didapatkan juga faal hemostasis yang
memanjang, kemungkinan terlah terjadi D<! sebagai suatu komplikasi dari syok
perdarahan. 3asil (A menunjukkan suatu asidosis metabolik, yang diduga juga
merupakan suatu tanda laboratoris terjadinya syok pada pasien ini.
Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah menghentikan
perdarahan dan mengganti kehilangan $olume.
8
Prioritas pertama adalah
menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran $entilasi dan
oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 2+8.
,
Pada pasien, pertama kali datang diberikan tambahan
67 dengan menggunakan =4: sebanyak -5 lpm. Akan tetapi, pada
perjalanannya, kondisi pasien terus menurun, sehingga akhirnya dipasang "##
dengan 67 sebanyak -5 lpm.
#ermasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas
terlihat terlihat, memperoleh akses intra$ena yang cukup, dan menilai perfusi
32
jaringan. !ukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang
diperlukan. 3arus segera didapat akses ke sistem pembuluh darah, dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intra$ena ukuran besar sebelum
dipertimbangkan jalur $ena sentral.
8
Pada kasus, sumber perdarahan yang terjadi
kemungkinan besar merupakan perdarahan inraabdomen. Dilakukan
pemasangan kateter $ena 7 jalur %double-line& untuk memaksimalkan resusitasi
cairan yang akan dilakuan.
Pemasangan =(# pada pasien dilakukan untuk dekomplesi lambung.
Dilatasi lambung sering terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-
anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi dan disritmia berupa bradikardi dari
stimulasi saraf $agus yang berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok
menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan
risiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi
fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kedalam
perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung.
8
9ateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya
hematuria dan e$aluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin.
8
Pada
pasien juga dipasan kateter urin untuk menge$alusai respon terapi yang
diberikan.
erdasarkan klasifikasi syok hemorragik, pasien pada kasus ini berada
pada syok derajat *-1 dengan jumlah perdarahan >7555cc. Pada syok derajat ini
diperlukan resusitasi dengan mengunakan cairan kristalloid, koloid, dan
komponen darah. Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal.
?enis cairan ini mengisi intra$askular dalam waktu singkat dan juga menstabilkan
$olume $askular dengan cara menggantikan cairan berikutnya ke dalam ruang
interstitial dan intraselular. Larutan ringer laktat adalah cairan pilihan pertama.
=a!l fisiologis adalah pilihan kedua. @alupun =a!l fisiologis merupakan
pengganti yang baik namun cair ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis
hiperkloremik. 9emungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya kurang
baik. Pada saat awal, cairan hangat diberikan dengan tetesan cepat sebagai
bolus. Dosis awal adalah - sampai 7 liter pada dewasa dan 75 ml/kg pada anak.
4espons penderita terhadap pemberian cairan ini dipantau, dan keputusan
pemeriksaan diagnostik atau terapi lebih lebih lanjut akan tergantung pada
33
respons ini.
8
Pada pasien cairan resusitasi yang diberikan berupa 4L dan =A!l
5,28 dengan jumlah masng-masing sebanyak 7555cc.
Perhitungan kasar untuk jumlah total $olume kristaloid yang secara akut
diperlukan adalah mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan * ml
cairan kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi $olume plasma yang hilang
kedalam ruang interstitial dan intraselular. <ni dikenal sebagai Ahukum * untuk -B
%* for - rule&. =amun lebih penting untuk menilai respons penderita kepada
resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-organ yang memadai,
misalnya produksi urin, tingkat kesadaran dan perfusi perifer. ila, sewaktu
resusitasi, jumlah cairan yang diperlukan untuk memulihkan atau
mempertahankan perfusi organ jauh melebihi perkiraan tersebut, maka
diperlukan penilaian ulang yang teliti dan perlu mencari cedera yang belum
diketahui atau penyebab lain untuk syok.
8
Lebih dahulu dihitung "C %Estimated
Blood Volume& penderita, ,+ D E5 ml/kg berat badan. 9ehilangan sampai -58
"C dapat ditolerir dengan baik. 9ehilangan -58 - *58 "C memerlukan cairan
lebih banyak dan lebih cepat. 9ehilangan lebih dari *58 - +58 "C masih dapat
ditunjang untuk sementara dengan cairan saja sampai darah transfusi tersedia.
#otal $olume cairan yang dibutuhkan pada kehilangan lebih dari -58 "C
berkisar antara 7 D 1 . $olume yang hilang.
E
#ransfusi darah diberikan dengan tujuan untuk menaikkan kapasitas
pengangkutan oksigen dan $olume intra$askular. <ndikasi transfusi darah pada
kasus syok hemorragik antara lain perdarahan akut sampai 3b F 8 gr/dL atau 3t
F *58.
E
Pada pasien diberikan transfusi berupa @hole lood sebanyak 7 labu,
atau dengan dosis -5 ml/kg.
#erapi emergensi yang dilakukan harus dilakukan monitoring respon
terhadap terapi. 4espon terapi dapat dilihat melalui tanda-tanda $ital, produksi
urin, tingkat kesadaran, serta perfusi perifer.
8
Dalam batas tertentu, produksi urin
dapat digunakan sebagai pemantau aliran darah ginjal. Penggantian $olume
yang memadai seharusnya menghasilkan keluaran urin sekitar 5,+ ml/kg/jam
pada orang dewasa. erdasarkan e$aluasi, respon pasien terhadap terapi,
pasien pada kasus berada pada kelompok respon sementara, yatu penderita
yang berespons terhadap pemberian cairan, namun bila tetesan diperlambat
hemodinamik penderita menurun kembali karena kehilangan darah yang masih
berlangsung, atau resusitasi yang tidak cukup. ?umlah kehilangan darah pada
kelompok ini adalah antara 75 - 158 $olume darah. Pemberian cairan pada
34
kelompok ini harus diteruskan, demikian pula pemberian darah. 4espons
terhadap pemberian darah menentukan penderita mana yang memerlukan
operasi segera.
8
@alaupun sudah diberikan cairan dan darah cukup, kondisi hemodinamik
pasien tetap buruk dengan respons minimal atau tanpa respons, ini menandakan
perlunya operasi segera.
8
Pendarahan saat trauma kadang sulit ditaksir
jumlahnya. 4ongga pleura, ka$um abdominalis, mediastinum dan
retroperitoneum bisa menampung darah dalam jumlah yang sangat besar dan
dapat menyebabkan kematian.
,

35

Вам также может понравиться