Вы находитесь на странице: 1из 16

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN



V.I Gambaran Rumah sakit Buah Hati
RSIA Buah Hati berdiri pada tahun 2005 di J l. Aria Putra No. 399
Ciputat Tangerang Selatan yang berawal dari sebuah klinik Praktek Dokter
bersama. Berkembangnya kebutuhan masyarakat untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang lebih baik dan lengkap mendorong konsorsium
dokter-dokter spesialis untuk mengembangkan RSIA Buah Hati menjadi
salah satu rumah sakit pilihan masyarakat, maka pada tanggal 19 april 2011
berdiri RSIA Buah Hati di jl. Raya Siliwangi No. 189 Pamulang Tangerang
Selatan. RSIA Buah Hati mempunyai kapasitas ruang perawatan Ibu 44 bed
di Ciputat dan 75 bed di Pamulang. Visi : RSIA Buah Hati sebagai rumah
sakit dengan mutu pelayanan berkualitas, terpadu dan mengutamakan patien
savety. Misi : Menyediakan dan mengembangkan secara terus menerus
seluruh sarana dan prasarana penunjang pelayanan, bekerjasama dengan
berbagai pihak agar dapat meluaskan jaringan pelayanan, mengembangkan
potensi tenaga secara keseluruhan bagi tercapainya pelayanan kesehatan
yang baik, mewujudkan kinerja efektif, efisien dan dapat dipertanggung
jawabkan secara profesional.
Kebijakan Mutu
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional berorientasi pada
kepuasaan pelanggan dengan meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan
SDM
2. RSIA Buah Hati menyediakan ruang konsultasi dan ruang persalinan yang
nyaman untuk ibu karena RSIA Buah Hati mengedepankan privasi tinggi
dan sentuhan khusus bagi wanita.
3. RSIA Buah Hati memberikan perhatian istimewa kepada anak-anak oleh
karena itu RSIA Buah Hati menyediakan fasilitas dan pelayanan yang
terintegrasi khusus untuk anak.
69
4. RSIA Buah Hati sebagai rumah sakit yang mendukung program nasional
SAYANG IBU, SAYANG BAYI mengusung program IMD( Inisiasi
Menyusui Dini) dan Rooming In (rawat bersama ibu dan bayi). Program
ini adalah salah satu bentuk keperdulian RSIA Buah Hati kepada bayi
untuk mendapatkan ASI pada awal kehidupannya.
Filisofi Hospital with homny and Loving care. Tata nilai adalah five pillars
of excelent (Quality Of Medical Care, Quality People, Quality servis, Quality
work place and Quality Relation).

V.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan Univariat

1. Distribusi frekuensi berdasarkan data demografi
Tabel 5.1
Distribusi responden berdasarkan data demografi di RSIA Buah Hati
tahun 2012 (n=90)
Variabel Kategori Frekuensi Persen
(%)
Umur <20
5 5.6
20 - 35
77 85.6
>35
8 8.9
Total
90 100.0
Paritas Primipara
42 46.7
Multipara
48 53.3
Total
90 100.0

Distribusi umur responden sebagian besar adalah usia reproduktif.
Untuk usia reproduktif (20-35) tahun adalah (85,6%), sedangkan diatas 35
tahun 8,9% dan kurang dari 20 tahun adalah 5,6%.
Distribusi paritas responden hampir merata untuk masing-masing
paritas. Untuk responden paling banyak adalah multipara 53,3%
sedangkan responden primipara 46,7%.


2. Distribusi frekuensi berdasarkan posisi menyusui responden
Tabel 5.2
Distribusi responden berdasarkan posisi menyusui di RSIA Buah Hati
tahun 2012 (n=90)
Posisi Menyusui Frekuensi Persen
(%)
Tidak tepat 49 54,4
Tepat 41 45,6
Total 90 100,0

Distribusi posisi menyusui hampir merata untuk masing-masing
posisi menyusui. Paling banyak posisi menyusui dengan tidak tepat
(54,4%) responden, sedangkan posisi menyusui dengan tepat (45.6%)
responden.
Hasil penelitian posisi menyusui tidak tepat pada post partum
seksio sesarea dikarenakan adanya keterbatasan gerak dan nyeri post
operasi seksio sesarea sehingga perlu dukungan dari suami,
keluarga/kerabat dekat dan petugas kesehatan.
Menurut Wulandari & Handayani (2011) bahwa cara
pengamatan teknik menyusui yang benar yaitu: bayi tampak tenang,
badan bayi menepel pada pada perut ibu, mulut bayi terbuka lebar,
dagu menempel pada payudara ibu, sebagian besar areola mammae
masuk kedalam mulut bayi, bayi tampak menghisap kuat dengan
irama perlahan, puting susu ibu tidak terasa nyeri, putting susu ibu
tidak lecet/luka, telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
dan kepala bayi tidak mengadah. Posisi saat pemberian ASI pada Ibu
melahirkan dengan bedah sesar: Ibu dapat dalam posisi berbaring
miring dengan bahu dan kepala yang ditopang bantal, sementara bayi
disusukan dengan kakinya ke arah ibu, dan apabila ibu sudah dapat
duduk, bayi dapat ditidurkan di bantal di atas pangkuan ibu dengan
posisi kaki bayi mengarah ke belakang ibu di bawah lengan ibu.
3. Distribusi frekuensi berdasarkan nyeri post operasi seksio sesarea
pada responden
Tabel 5.3
Distribusi responden berdasarkan nyeri post operasi di RSIA Buah Hati
tahun 2012 (n=90)
Variabel n Mean Median Modus SD SE
Nyeri 90 8,14 8 7 1,001 0,105

Distribusi rata-rata nyeri post operasi pada responden dengan
skala nyeri 8, median skala nyeri 8, modus skala nyeri 7, standar
deviasi 1,001 (skala nyeri 9-7), standar eror 0,105.
Hasil penelitian bahwa rata-rata nyeri yang dirasakan oleh
responden skala nyeri 8, menurut Bourbanis skala nyeri tersebut
tergolong nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
Berdasarkan hasil wawancara kepada responden nyeri akan berkurang
dan terasa nyaman apabila setelah diberikan terapi analgetik dan
relaksasi nafas dalam, di RSIA Buah Hati terapi analgetik diberikan
secara intravena dan supositoria post seksio sesarea sampai 24 jam,
kemudian diganti dengan terapi analgetik secara oral.
Defenisi Nyeri International Association for the Study of Pain,
IASP mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan (IASP, 1986
dikutip dari Carrol dan Browsher, 1993). Menurut Ganong (2003)
nyeri pasca operasi merupakan nyeri menetap selagi luka dalam
proses penyembuhan yang ditandai dengan nyeri yang berlebihan bila
daerah luka tersebut terkena rangsangan yang biasanya hanya
sebabkan nyeri ringan.
4. Distribusi frekuensi berdasarkan mobilisasi post operasi
responden
Tabel 5.4
Distribusi responden berdasarkan mobilisasi post operasi di RSIA Buah
Hati tahun 2012 (n=90)
Mobilisasi Frekuensi Persen (%)
Pasif 50 55.6
Aktif 40 44.4
Total 90 100.0

Tabel 5.4 diatas menunjukkan bahwa dari 90 responden lebih
banyak yang melakukan mobilisasi pasif (55,6%) dibandingkan yang
melakukan mobilisasi aktif (44,4%).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara rata-rata pasien di
RSIA Buah Hati setelah 36 jam post partum seksio sesarea pasien
belum berani melakukan mobilisasi secara mandiri, mobilisasi
dilakukan dengan bantuan keluarga dan tenaga kesehatan dengan
alasan karena nyeri pada luka operasi.
Menurut Kasdu, 2003, mobilisasi dini dapat dilakukan pada
kondisi pasien yang membaik. Pada pasien post operasi seksio sesarea
6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan anggota
tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
lengan, tangan, kaki dan jari jarinya agar kerja organ pencernaan
segera kembali normal. Menurut Carpenito, 2000. Tujuan mobilisasi
dini yaitu membantu proses penyembuhan ibu yang telah melahirkan,
untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka sayatan setelah
operasi seksio sesarea, mengurangi resiko terjadinya konstipasi,
mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot
otot di seluruh tubuh, mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah,
pernafasan, peristaltik maupun berkemih).

5. Distribusi frekuensi berdasarkan rooming in responden
Tabel 5.5
Distribusi responden berdasarkan rooming in di RSIA Buah Hati tahun
2012 (n=90)
Rooming in Frekuensi Persen (%)
Intermiten 53 58,9
kontinu 37 41,1
Total
90 100.0

Tabel 5.5 diatas menunjukkan hasil penelitian 90 responden
lebih banyak yang melakukan rooming in intermiten (58,9,0%) dan
rooming in kontinu (41,1%).
Hasil penelitian rata-rata pasien di RSIA Buah Hati melakukan
rooming intermitten walaupun dari RSIA Buah Hati sudah
memberikan kebijakan rooming in, sebagian besar pasien belum tahu
tentang tujuan dan keuntungan dari rooming in oleh karena itu ibu
mimilih bayi ditempatkan diruang bayi agar ibu dapat istirahat setelah
menjalani proses persalinan seksio sesarea.
Rooming in adalah suatu sistem perawatan ibu dan anak
bersama-sama atau pada tempat yang berdekatan sehingga
memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat, ibu tersebut dapat
menyusui anaknya. Rawat gabung dapat bersifat: kontinu: dengan
bayi tetap berada disamping ibunya terus menerus, atau Intermiten:
dimana bayi sewaktu-waktu ingin menyusui, atau atas permintaan
ibunya dapat dibawa kepada ibunya (Soetjiningsih, 1997).



6. Distribusi frekuensi berdasarkan pengeluaran ASI (jam) post
seksio sesarea responden
Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan pengeluaran ASI (jam) di RSIA Buah
Hati tahun 2012 (n=90)
Variabel Mean Median Modus SD SE
Pengeluaran ASI post SC 38,12 48 72 28,157 2,968

Distribusi rata-rata waktu percepatan pengeluaran ASI pada
responden adalah 38 jam, median percepatan pengeluaran ASI adalah
48 jam, modus percepatan pengeluaran ASI adalah 72 jam, standar
deviasi 28,157( 10 jam- 66 jam) dan standar error 2,968.
Proses terjadinya pengeluaran air susu dimulai atau dirangsang
oleh isapan mulut bayi pada putting susu ibu. Gerakan tersebut
merangsang kelenjar Pictuitary Anterior untuk memproduksi sejumlah
prolaktin, hormon utama mengandalkan pengeluaran air susu. Proses
pengeluaran air susu juga tergantung pada let down replex, dimana
hisapan putting dapat merangsang kelenjar pictuitary posterior untuk
menghasilkan hormon oksitosin, yang dapat merangsang serabut otot
halus didalam dinding saluran susu agar membiarkan susu dapat
mengalir secara lancar. Kegagalan dalam perkembangan payudara
secara fisiologis untuk menampung air susu sangat jarang terjadi.
Payudara secara fisiologis merupakan tenunan yang tersusun seperti
pohon tumbuh didalam putting cabang yang menjadi ranting semakin
mengecil.
Susu diproduksi pada akhir ranting dan mengalir kedalam
cabang-cabang besar mennuju saluran ke dalam putting. Secara visual
payudara dapat digambarkan sebagai setangkai buah anggur, mewakili
tenunan kelenjar yang mengeksresi dimana setiap selnya mampu
memproduksi susu, bila sel-sel myopithelial di dalam dinding alveoli
berkontraksi, anggur tersebut terpencet dan mengeluarkan susu ke
dalam ranting yang mengalir ke cabang-cabang lebih besar, yang
secara perlahan-lahan bertemu di areola dan membentuk sinus
lactiferous. Pusat dari areola adalah putingnya, yang tidak kaku
letaknya dan dengan mudah menghisap mulut bayi. Kolostrum yang
dihasilkan ibu umumnya diproduksi dalam jumlah yang sangat kecil,
yaitu sekitar 7,4 sendok teh(36.23ml) perharinya atau sekitar 1,4
hingga 2,8 sendok teh (6.86-13.72ml) sekali menyusu(http://askep-
askeb.cz.cc/2010/03/agar-asi-lancar-di-awal-masa menyusui).
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa
produksi ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih darai 5 kali
perhari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan
dilakukan bayi prematur belum dapat menyusu (Hopskinston et
al,1988 dalam ACC/SCN, 1991). Studi lain yang dilakukan pada ibu
dengan bayi cukup bulan menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10
kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan
berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (de Carvalho, et al,
1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan
penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah
melahirkan. Frekuensi penyusunan ini berkaitan dengan kemampuan
stimulasi hormon dalam kelenjar payudara. Setelah areola dan rolling
massase ASI lebih cepat keluar dibanding sebelum dilakukan tindakan
tersebut dalam satuan 12 jam pertama kelahiran (Desmawati, 2008).
Badriul (2010). Menyatakan dua puluh empat jam setelah ibu
melahirkan adalah saat yang sangat penting untuk keberhasilan
menyusui selanjutnya. Pada jam-jam pertama setelah melahirkan
dikeluarkan hormon oksitosin yang bertanggung jawab terhadap
produksi ASI. Ibu yang menjalani bedah Caesar mungkin belum
mengeluarkan ASI nya dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
Kadang kala perlu waktu hingga 48 jam. Walaupun demikian, bayi
tetap dianjurkan untuk dilekatkan pada payudara ibu untuk membantu
merangsang produksi ASI. Secara keseluruhan proses menyusui
melibatkan 4 faktor, yaitu (1) Bayi, (2) Payudara, (3) Air Susu Ibu dan
(4) Otak Ibu. Kita sering kali meremehkan peran otak ibu dalam
proses menyusui. Proses menyusui merupakan jalinan ikatan batin
anatara ibu dan bayi. Ibu harus menyiapkan dirinya agar berada dalam
keadaan baik saat menyusui. Perasaan depresi, marah dan nyeri harus
dihindarkan saat menyusui karena dapat menghambat produksi air
susu ibu.

V.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan Bivariat
1. Hubungan posisi menyusui dengan pengeluaran ASI (jam) post
seksio sesarea
Posisi menyusui merupakan variabel independen berupa data
kategorik yaitu posisi menyusui tepat dan tidak tepat menggunakan
skala ukur ordinal, sedangkan pengeluaran ASI merupakan variabel
dependen dengan data numerik menggunakan skala ukur rasio, karena
itu menggunakan analisa data Uji T-Test Independent.
Tabel 5.7
Analisis hubungan posisi menyusui dengan pengeluaran ASI (jam)
pada post partum seksio sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012 (n=90)

Variabel n Pengeluaran ASI(jam) post
operasi
P
Value
Mean SD SE
Posisi
menyusui
Tepat 41 9,29 6,306 0,985
0,000 Tidak tepat 49 62,24 11,528 1,647


Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rata-rata percepatan
pengeluaran ASI pada ibu post partum seksio sesarea di RSIA Buah
Hati yang menyusui dengan posisi tepat adalah 9 jam dengan standar
deviasi 6 jam (3-15 jam), standar error 0,985, sedangkan rata-rata
percepatan pengeluaran ASI dengan posisi menyusui yang tidak
tepat yaitu 62 jam dengan standar deviasi 11 jam (51-72jam) dan
standar error 1,647. Hasil uji statistik nilai P value =0,000 (<0,05),
berarti ada hubungan yang bermakna antara posisi menyusui dengan
pengeluaran ASI pada post partum seksio sesarea di RSIA Buah Hati
Tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa ibu post partum seksio
sesarea yang menyusui dengan posisi menyusui yang tepat,
pengeluaran ASInya lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang
menyusui dengan posisi yang tidak tepat.
Menurut Wulandari & Handayani, 2011. Seorang ibu dengan
bayi pertamanya mungkin mengalami berbagai masalah, hanya
karena tidak mengetahui cara-cara yang sebenarnya sangat
sederhana, seperti misalnya cara menaruh bayi pada payudara ketika
menyusui, isapan bayi yang mengakibatkan puting susu terasa nyeri,
dan masih banyak lagi masalah lain. Terlebih pada minggu pertama
setelah persalinan seseorang, ibu lebih peka dalam emosi. Untuk itu
seorang ibu butuh sesorang yang dapat membimbingnya dalam
merawat bayi termasuk dalam menyusui. Orang yang dapat
membantunya terutama adalah orang berbengaruh besar dalam
kehidupannya atau yang disegani, seperti suami, keluarga/kerabat
terdekat, atau kelompok ibu-ibu pendukung ASI dan dokter/tenaga
kesehatan. Seorang dokter atau tenaga kesehatan yang berkecimpung
dalam bidang laktasi, seharusnya mengetahui bahwa walaupun
menyusui itu merupakan proses alamiah, namun untuk mencapai
suatu keberhasilan menyusui diperlukan pengetahuan mengenai
teknik-teknik menyusui yang benar. Sehingga pada suatu saat nanti
dapat disampaikan pada ibu yang membutuhkan bimbingan laktasi.
2. Hubungan nyeri post operasi dengan pengeluaran ASI (jam) pada
ibu post partum seksio sesarea
Nyeri post operasi merupakan variabel independen berupa
data kategorik yaitu nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat terkontrol
dan nyeri berat tidak terkontrol menggunakan skala ukur interval,
sedangkan pengeluaran ASI merupakan variabel dependen dengan
data numerik menggunakan skala ukur rasio, karena itu
menggunakan analisa data Uji T-Test Dependent.

Tabel 5.8
Analisis hubungan nyeri dengan pengeluaran ASI (jam) pada post
partum seksio sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012 (n=90)

Variabel n Mean SD SE P
value
Nyeri
90
8,14 1,001 0,105
0,000 Pengeluaran ASI (jam) post SC 38,12 28,157 2,968

Tabel 5.8 hasil penelitian dari 90 responden rata-rata
mengalami nyeri post operasi seksio sesarea dengan skala nyeri 8
dengan standar deviasi 1,001 (skala nyeri 7-9) dan standar error
0,105. Sementara itu nilai rata-rata percepatan pengeluaran ASI pada
responden tersebut adalah 38 jam dengan standar deviasi 28 jam (10-
66 jam) dan standar error 2,968. Hasil uji statistik nilai P value =
0,000 (< 0,05), berarti terdapat hubungan yang bermakna antara
nyeri post operasi dengan pengeluaran ASI pada post partum seksio
sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012. Berarti semakin tinggi nyeri
yang dialami ibu post partum seksio sesarea maka semakin lambat
pengeluaran ASI nya.
Menurut Saleha (2009). Apabila bayi disusui, maka gerakan
yang menghisap akan berirama yang akan menghasilkan rangsangan
saraf yang terdapat didalam glandula pitutiari posterior. Akibat
rangsang reflex ini ialah dikeluarkannya oksitosin dan pitutiari
posterior. Hal ini akan menyebabkan sel-sel miopitel disekitar
alveoli akan berkontraksi dan mendorong air susu masuk ke dalam
pembuluh darah ampulae. Refleks ini dapat dihambat oleh adanya
rasa sakit, misalnya jahitan luka operasi. Dengan demikian, penting
untuk menempatkan ibu dalam posisi yang nyaman,santai dan bebas
dari rasa sakit terutama pada jam-jam menyusukan bayi.
3. Hubungan mobilisasi dengan pengeluaran ASI pada post partum
seksio sesarea
Mobilisasi merupakan variabel independen berupa data
kategorik yaitu pasif dan aktif menggunakan skala ukur ordinal,
sedangkan pengeluaran ASI merupakan variabel dependen dengan
data numerik menggunakan skala ukur rasio, karena itu
menggunakan analisa data Uji T-Test Independent.
Tabel 5.9
Analisis hubungan mobilisasi dengan pengeluaran ASI (jam) pada post
partum seksio sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012 (n=90)

Variabel N Pengeluaran ASI(jam)
post operasi
P
Value
Mean SD SE
Mobilisasi Aktif 40 18,68 21,62 3,42 0,000
Pasif 50 53,68 22,62 3,20

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rata-rata percepatan
pengeluaran ASI pada ibu post partum seksio sesarea di RSIA Buah
Hati yang melakukan mobilisasi aktif adalah 18 jam dengan standar
deviasi 21 jam, standar error 3,42, sedangkan rata-rata percepatan
pengeluaran ASI dengan mobilisasi pasif yaitu 53 jam dengan
standar deviasi 22 jam dan standar error 3,20. Hasil uji statistik nilai
P value =0,000 (<0,05), berarti ada hubungan yang bermakna
antara mobilisasi dengan pengeluaran ASI pada post partum seksio
sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa
ibu post partum seksio sesarea yang melakukan mobilisasi aktif,
pengeluaran ASInya lebih cepat dibandingkan dengan ibu yang
melakukan mobilisasi pasif.
Cunningham (2005) menyatakan bahwa ambulasi pada
sebagian besar kasus, pada hari pertama setelah pembedahan, pasien
dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar-
bentar sekurang-kurangnya 2 kali. Ambulasi dapat ditentukan
waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru
saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien
dapat berjalan kekamar mandi dengan pertolongan. Dengan ambulasi
dini, trombosis vena dan emboli pulmoner menerapkan peristiwa
yang jarang terjadi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Carpenito (2000)
bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita
untuk mempertahankan fungsi fisiologi. Dengan melakukan
mobilisasi dini membantu mempercepat pengeluaran ASI secara
fisiologis dan dapat melakukan persiapan untuk memperlancar
pengeluaran ASI. Menurut Saleha (2009) persiapan yang dilakukan
untuk memperlancar pengeluaran ASI yaitu (1) membersihkan
putting susu dengan air atau minyak, sehingga epitel yang lepas tidak
menumpuk. (2) puting susu ditarik setiap mandi, sehingga menonjol
untuk memudahkan isapan bayi, dan bila putting susu belum
menonjol, dapat menggunakan pompa susu atau menggunakan jarum
suntik yang dipotong ujungnya.
4. Hubungan rooming in dengan pengeluaran ASI pada post partum
seksio sesarea
Rooming in merupakan variabel independen berupa data
kategorik yaitu intermiten dan kontinu menggunakan skala ukur
ordinal, sedangkan pengeluaran ASI merupakan variabel dependen
dengan data numerik menggunakan skala ukur rasio, karena itu
menggunakan analisa data Uji T-Test Independent.
Tabel 5.10
Analisis hubungan rooming in dengan pengeluaran ASI ( jam) pada
post partum seksio sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012 (n=90)

Variabel N Pengeluaran ASI(jam) P
Value Mean SD SE
Rooming
in
Kontinu 37 23,54 25,29 4,16 0,000
Intermitten 53 48,30 25,63 3,52

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat rata-rata percepatan
pengeluaran ASI pada ibu post partum seksio sesarea di RSIA Buah
Hati yang melakukan rooming in kontinu adalah 23 jam dengan
standar deviasi 25 jam, standar error 4,16, sedangkan rata-rata
percepatan pengeluaran ASI dengan rooming in intermitten yaitu 48
jam dengan standar deviasi 25 jam dan standar error 3,52. Hasil uji
statistik nilai P value =0,000 (<0,05), berarti ada hubungan yang
bermakna antara rooming in dengan pengeluaran ASI pada post
partum seksio sesarea di RSIA Buah Hati Tahun 2012. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu post partum seksio sesarea yang melakukan
rooming in kontinu, pengeluaran ASInya lebih cepat dibandingkan
dengan ibu yang melakukan rooming in intermitten.
Riset terakhir menunjukkan bahwa jika tidak ada masalah
medis, tidak ada alasan untuk memisahkan ibu dari bayinya,
meskipun sesaat (Yamauchi and Yamanouchi 1990; Buranasin 1991;
Oslislo and Kaminski 2000). Bahkan makin seringnya ibu
melakukan kontak fisik langsung (skin-to-skin contact) dengan bayi
akan membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi
ASI (Hurst 1997). Karena itu pada tahun 2005, American Academy
of Pediatrics (AAP) mengeluarkan kebijakan agar ibu dapat terus
bersama bayinya di ruangan yang sama dan mendorong ibu untuk
segera menyusui bayinya kapanpun sang bayi menginginkannya.
Semua kondisi tersebut akan membantu kelancaran dari produksi
ASI.
Menurut Soetjiningsih, 1997. Keuntungan rawat gabung:
menggalakan pemakaian ASI, kontak emosi ibu dan bayi lebih dini
dan lebih rapat, Ibu dapat segera melaporkan keadaan-keadan bayi
yang aneh ditemuinya, Ibu dapat belajar cara merawat bayi,
mengurangi ketergantungan ibu pada perawat/bidan dan
membangkitkan kepercayaan diri yang lebih besar dalam perawatan
bayi, dapat tukar pengalaman dengan ibu-ibu lain, termasuk juga
dapat menimbulkan motivasi penggunaan KB, berkurangnya infeksi
silang dan berkurangnya infeksi nosokomial, mengurangi beban
perawatan terutama dalam pengawasan sehingga paramedis bisa
melakukan pekerjaan lain yang bermanfaat misalnya penyuluhan
serta cara-cara perawatan payudara dan cara perawatan bayi.
Kebijakan Mutu RSIA Buah Hati sebagai rumah sakit yang
mendukung program nasionanl SAYANG IBU, SAYANG BAYI
mengusung program IMD( Inisiasi Menyusui Dini) dan Rooming In
(rawat bersama ibu dan bayi). Program ini adalah salah satu bentuk
keperdulian RSIA Buah Hati kepada bayi untuk mendapatkan ASI
pada awal kehidupannya. Tetapi tidak semua pasien menyadari
betapa pentingnya rooming in sehingga rata-rata pasien di RSIA
Buah Hati melakukan rooming intermitten dikarenakan ingin
istirahat setelah menjalani persalinan post seksio sesarea.
V.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan keterbatasan-
keterbatasan dalam melakukan penelitian sebagai berikut :
1. Keterbatasan Responden dan Waktu Penelitian
Selama penelitian responden yang melakukan persalinan seksio
sesarea di RSIA Buah Hati terdapat 90 responden, dimana respoden ini
terdapat pasien yang ODC (One Day Care) sedangkan kriteria
inklusinya yaitu 36 jam post seksio sesarea sehingga peneliti meminta
bantuan kepada bidan yang merujuk pasien tersebut untuk mengisi
kuesioner yang di berikan oleh peneliti setelah pasien 36 jam post
seksio sesarea beserta hasil obsevasinya sesuai dengan point yang
diperlukan peneliti. Data dalam penelitian ini adalah dengan mengisi
kuisioner dan lembar observasi, karena pada responden waktu post
seksio sesarea yang berdeda-beda dan keterbatasan waktu peneliti,
maka bantuan perawat atau bidan setempat diperlukan untuk
memberikan kuisioner dan mengisi lembar observasi sesuai point yang
diperlukan peneliti. Pengumpulan data ini dilakukan selama 4 minggu,
karena melihat dari komposisi pasien yang datang sebelumnya, maka
dalam waktu 4 minggu sudah dapat memenuhi jumlah sampel.


2. Keterbatasan Desain Penelitian
Desain penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan cross sectional. Hal ini berarti pengukuran
terhadap variabel independent dan variabel dependent dilakukan secara
bersama sehingga hasil penelitian tidak menujukkan sebab akibat.
Dalam penelitian ini, pengukuran yang dilakukan peneliti adalah
dengan kuisioner dan observasi terstruktur. Dalam penelitian ini peneliti
lebih cermat mendefinisikan apa yang akan di observasi melalui suatu
perencanaan yang matang. Peneliti tidak hanya mengobservasi fakta-
fakta yanng ada pada subjek, tetapi lebih didasarkan pada perencanaan
penelitian yang sudah disusun sesuai pengelompokannya, pencatatan,
pemberian kode terhadap hal-hal yang sudah ditetapkan

3. Keterbatasan kuesioner
Dalam pembuatan kuesioner penelitian tentang analisis faktor-
faktor yang berhubungan dengan pengeluaran ASI pada post partum
seksio sesarea, peneliti belum menemukan standar baku instrumen
variabel tersebut sehingga instrumen tersebut di buat berdasarkan
pemahaman dan pengalaman dari peneliti dengan mengacu pada
sumber-sumber yang relevan tetapi tentunya sebagai peneliti pemula
masih terbatas dengan penetahuannya.

Вам также может понравиться