menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal struktur anatomi yang penting seperti syaraf, pembuluh darah, tendo dan tulang. Debridement adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati sehingga luka menjadi bersih. Untuk melakukan debridement yang adekuat, luka lama dapat diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips , untuk mengangkat kulit, fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati. 2. Fraktur kominutif (comminuted multifragmented) adalah fraktur dengan jumlah fragmen lebih dari dua. Fraktur kominutif dapat berupa spiralwedge fracture akibat gaya memutar atau akibat trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur comminuted adalah fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur. 3. Suatu fraktur disebut stable, bila kolumna vertebralis masih mampu menahan beban fisik dan tidak tampak tanda tanda pergeseran atau deformitas dari struktur vertebra dan jaringan lunak. 4. Suatu fraktur disebut unstable, bila kolumna vertebralis tidak mampu menahan beban normal, kebanyakan menunjukkan deformitas dan rasa nyeri serta adanya ancaman untuk terjadi gangguan neurologik. 5. Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari suatu tekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut (Ahmad Ramali, 1987) Fraktur kompresi adalah suatu keretakan pada tulang yang disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi bersamaan. INDIKASI FIKSASI INTERNAL: Indikasi fiksasi internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di perlukan. Indikasi utamanya adalah: 1. Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi 2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah reduksi (misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan kaki yang bergeser); selain itu, juga fraktur yang cenderung perlu di tarik terpisah oleh kerja otot (misalnya fraktur melintang pada patella atau olecranon) 3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur pada leher femur. 4. Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan. 5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurani resiko komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem. 6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan cedera multiple) dan sangat lansia. INDIKASI FIKSASI EKSTERNAL Indikasi fiksasi eksternal sangat berguna untuk: 1. Fraktur yang di sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di mana luka dapat dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau pencangkokan kulit. 2. Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf atau pembuluh. 3. Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil, sehingga sebujur tulangnya dapat dipertahankan hingga mulai terjadi penyembuhan. 4. Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi; kadang-kadang fraktur ini di kombinasi dengan pemanjangan. 5. Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat di atasi dengan metode lain. 6. Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. 7. Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi resiko komplikasi yang berbahaya (phillips dan contreras, 1990) Teknik prinsip fiksasi eksternal sederhana: tulang di tranfiksikan di atas dan di bawah fraktur dan sekrup atau kawat di transfiksikan bagian proksimal dan distal kemudian di hubungkan satu sama lain dengan suatu batang yang kaku. Terdapat berbagai teknik dan alat fiksasi: transfiksi dengan pen, sekrup atau kawat; batang penghubung pada kedua sisi tulang atau pada satu sisi saja.
FRAKTUR TIBIAL PLATEAU Fraktur tibia plateau merupakan fraktur sebagai akibat kompresi bagian atas tibia terhadap femur, sehingga terjadi kerusakan pada satu sisi. Fraktur tibia plateau terjadi karena condylus lateralis femoris terdorong ke arah tibia, dan ligamenta cruciatum dan medialis sering kali robek. Mekanisme Cidera Fraktur tibia plateau disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama-sama dengan pembebanan aksial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekkan ligamen). Keadaan ini kadang-kadang akibat jatuh, dimana lutut dipaksa masuk ke dalam valgus atau varus. Sehingga kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan, yang tetap utuh. Pasien biasanya berumur antara 50 dan 60 tahun dan sedikit mengalami osteoporosis, tetapi fraktur ini juga dapat terjadi pada orang dewasa pada setiap umur. Gambaran Klinik Lutut membengkak dan mungkin mengalami deformitas. Memar biasanya luas dan jaringan terjadi hemartrosis. Dalam pemeriksaan dapat menunjukkan ketidakstabilan medial atau lateral. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya tanda-tanda cedera pembuluh darah atau neurologik. Tanda yang menunjukan adanya fraktur tibia lateu tidak jauh berbeda dengan tanda fraktur secara umum yaitu adanya nyeri, odema, deformitas dan gangguan fungsi, namun pada fraktur tibia plateu ini mempunyai ciri-ciri yang khas adanya pembegkaanpada lutut dan sedikit deformitas, memar biasanya luas dan jaringan terasa adonan karena hemathrosis. Pada pemeriksaan secara hati-hati ( dibawah anesthesia) dapat menunjukan ketidakstabilan kearah medial maupun lateral. Kaki dan ujung kaki harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya tanda tanda cidera pembuluh darah dan neurulogi ( Apley, 1996). Komplikasi 1. Dini Sindroma kompartemen pada fraktur bikondilus tertutup terdapat banyak perdarahan dan resiko munculnya sindroma kompartemen.kaki dan ujung kaki harus diperiksa secara terpisah unuk mencari tanda-tanda iskemia.
2. Belakangan Kekakuan Sendi Pada fraktur kominutif berat,dan setelah operasi kompleks,terdapat banyak risiko timbulnya kekakuan lutut,resiko ini dicegah dengan (1) menghindari imobilisasi gips terlalu lama (2) mendorong dilakukannya gerakan secepat mungkin. Deformitas Deformitas varus atau valgus yang tersisa amat sering ditemukan,baik karena reduksi fraktur yang tak sempurna ataupun karena pergeseran ulang selama terapi.untungnya deformitas yang moderate dapat member fungsi yang baik,meskipun pembebanan berlebihan pada satu kompartement secara terus menerus dapat menyebabkan predisposisi untuk osteoarthritis dikemudian hari. Komplikasi yang sering muncul akibat fraktur tibia plateu adalah (1) kekakuan sendi lutut, (2) deformitas sendi lutut, (3) osteoarthritis lutut. (Apley, 1995). PEMERIKSAAN SINAR X Sinar X anteroposterior, lateral, dan oblik biasanya dapat memperlihatkan fraktur,tetapi tingkat kominusi atau depresi dataran tidak terlihat jelas tanpa tomografi.foto tekanan(dibawah anestesi) kadang kadang bermanfaat untuk menilai tingkat ketidakstabilan sendi.bila kondilus lateralis remuk,ligamen medial sering utuh,tetapi apabial epikondilus medial remuk, ligament lateral sering robek. Dalam perencanaan terapi,perlu diketahui terlebih tipe frakurnya,yang terdiri dari 6 tipe,yaitu: 1. Tipe 1 (fraktur biasa pada kondilus tibia lateralis) Pada pasien yang lebih muda,mungkin terdapat retakan vertical dengan pemisahan fragment tunggal.fraktur ini mungkin sebenarnya tidak bergeser,atau jelas sekali tertekan dan miring. Kalau retakannya lebar,fragmen yang lepas atau meniscus lateral dapat terjebak dalam celah. 2. Tipe 2 (peremukan kominutif pada kondilus lateralis dengan depresi pada fragmen) Biasanya terjadi pada orang tua dengan osteoporosis. 3. Tipe 3 (peremukan kominutif dengan fragment luar utuh) Mirip dengan tipe 2,tetapi segment tulang sebelah luar memberikan selembar permukaan sendi yang utuh.fragment yang tertekan dapat melesak ke dalam tulang subkondral. 4. Tipe 4 (fraktur pada kondilus media) Terkadang akibat cedera berat,dengan perobekan ligament kolateral lateral. 5. Tipe 5 (fraktur pada kedua kondilus) Dengan batang tibia yang melesak diantara keduanya. 6. Tipe 6 (kombinasi fraktur kondilus dan subkondilus) Biasanya akibat daya aksial yang hebat
TERAPI Terapi dengan traksi dapat dilakukan dengan sederhana saja dan sering menghasilkan fungsi lutut yang baik,tetapi sering tersisa sedikit angulasi.disisi lain,tindakan pembedahan untuk pemulihan permukaan yang hancur dapat menghasilkan penampilan sinarX yang baik dan kekauan lutut. Fraktur yang tak bergeser atau yang sedikit bergeser. Hemartrosis diaspirasi dan pembalut kompresi dipasang. tungkai diistirahatkan pada mesin CPM (Continuous Passive Motion) dan gerakan lutut dimulai.segera setelah nyeri dan pembengkakan akut telah mereda(biasanya dalam seminggu),gips penyangga berengsel dipasang dan pasien diperbolehkan menahan beban sebagian dengan kruk penopang.pembebanan bebas ditunda hingga fraktur telah sembuh (6-8 minggu). 1. Tipe 1-fraktur yang bergeser. Fragment kondilus yang besar harus benar- benar direduksi dan difiksasi pada posisinya.ini yang terbaik dilakukan dengan operasi terbuka. 2. Tipe 2-frakut kominutif Pada dasarnya ini adalah fraktur kompresi,mirip dengan fraktur kompresi pada vertebra.kalau depresi ringan (kurang dari 5mm) dan lutut stabil,atau kalau pasien telah tua dan lemah atau mengalami osteoporosis,fraktur diterapi secara tertutup dengan tujuan memperoleh kembali mobilitas dan fungsi dan bukannya restitusi anatomis. setelah aspirasi dan pembalutan kompresi,traksi rangka dipasang lewat pen berulir melalui tibia,7cm dibawah fraktur. Kondilus dicoba untuk dibentuk, lutut kemudian difleksikan dan diekstensikan beberapa kali untuk membentuk tibia bagian atas pada kondilus femur yang berlawanan.kaki diletakan dibantal dengan 5kg traksi, latihan aktif harus dilakukan tiap hari. Pilihan lainnya, lutut dapat diterapi sejak permulaan dengan mesin CPM, untuk semakin meningkatkan rentang gerakan. seminggu setelah terapi ini,penggunaan mesin dihentikan dan latihan aktif dimulai. segera setelah frakturlengket(biasanya setelah 3-4minggu) , pen traksi dilepas,g ips-penyangga berengsel dipasang dan pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang.pembebanan penuh ditunda selama 6 minggu lagi. Pada pasien muda dengan fraktur tipe 2,terapi ini dianggap terlalu konservatif,dan reduksi terbuka dengan peninggian plateau dan fiksasi internal sering menjadi pilihan. 3. Tipe 3-kominusi dengan fragment lateral yang utuh Prinsipnya hampir sama dengan terapi tipe 2. tetapi,fragment lateral dengan kartilago artikular yang utuh merupakan permukaan berpotensi mendapat pembebanan, maka reduksi yang sempurna lebih penting. cara ini kadang kadang dilakukan secara tertutup dengan traksi yang kuat dan kompresi lateral. jika berhasil, fraktur diterapi dengan traksi atau CPM. kalau reduksi tertutup gagal, reduksi terbuka dan fiksasi dapat dicoba. pasca operasi,latihan dimulai secepat mungkin dan 2 minggu kemudian pasien dibiarkan bangun dengan gips-penyangga yang dipertahankan hingga fraktur telah menyatu. 4. Tipe 4-dapat diterapi dengan gips-penyangga. kalau fragment nyata sekali bergeser atau miring, reduksi terbuka dan fiksasi diindikasikan. kalau ligament lateral juga terobek, ini harus diperbaiki sekligus. 5. Tipe 5 dan 6- cedera berat yang menambah risiko sindroma kompartement. fraktur bikondilus sering direduksi dengan traksi dan pasien kemudian diterapi seperti pada cedera tipe 2. fraktur yang lebih komplek dengan kominusi yang berat lebih baik ditangani secara tertutup, meskipun traksi dan latihan mungkin harus dilanjutkan selama 4-6 minggu hingga fraktur cukup lengket untuk memungkinkan penggunaan gips-penyangga.kalau terdapat beberapa fragment yang dengan jelas bergeser, fiksasi interna dapat dibenarkan.
TRAUMA SPINAL DISTRIBUSI DARI TRAUMA SPINAL Letak trauma berdasarkan jenis vertebra: 1. Cervical Spine (55%) 2. Thoracic Spine (15%) 3. Thoracolumbar Spine (15%) 4. Lumbosacral Spine (15%) Didalam penatalaksanaan trauma spinal 3 ada dua hal yang sangat penting yaitu, 1. Instabilitas dari Kolumna Vertebralis (Spinal Instability) 2. Kerusakan jaringan saraf baik yang terancam maupun yang sudah terjadi (actual and potential neurologic injury). INSTABILITASKOLUMNA VERTEBRALIS Yang dimaksud dengan instabilitas kolumna vertebralis (spinal instability) ialah hilangnya hubungan normal antara strukturstruktur anatomi dari kolumna vertebralis sehingga terjadi perubahan dari fungsi alaminya. Kolumna vertebralis tidak lagi mampu menahan beban normal. Deformitas yang permanen dari kolumna vertebralis dapat menyebabkan rasa nyeri; keadaan ini juga merupakan ancaman untuk terjadinya kerusakan jaringan saraf yang berat (catastrophic neurologic injury). Instabilitas dapat terjadi karena fraktur dari korpus vertebralis, lamina dan atau pedikel. Kerusakan dari jaringan lunak juga dapat menyebabkan dislokasi dari komponen- komponen anatomi yang pada akhirnya menyebabkan instabilitas. Fraktur dan dislokasi dapat terjadi secara bersamaan. KLASIFIKASI FRAKTUR Klasifikasi fraktur dapat mengambil berbagai bentuk tergantung dari besar kecilnya kerusakan anatomis atau berdasarkan stabil atau tidak stabil. Major Fracture bila fraktur mengenai pedikel, lamina atau korpus vertebra. Minor Fracture bila fraktur terjadi pada prosesus transversus, prrosesus spinosus atau prosesus artikularis. Suatu fraktur disebut stable, bila kolumna vertebralis masih mampu menahan beban fisik dan tidak tampak tanda tanda pergeseran atau deformitas dari struktur vertebra dan jaringan lunak. Suatu fraktur disebut unstable, bila kolumna vertebralis tidak mampu menahan beban normal, kebanyakan menunjukkan deformitas dan rasa nyeri serta adanya ancaman untuk terjadi gangguan neurologik. METODE KLASIFIKASI DENNIS Metode ini dipakai untuk menilai fraktur didaerah torakolumbal dan daerah cervical. Penilaian ini berdasarkan Teori 3 Kolom dari vertebra. 1. Bagian Anterior adalah ligamentum longitudinale anterior dan 2/3 bagian depan dari korpus vertebra dan diskus. 2. Bagian Tengah (Middle) adalah 1/3 bagian posterior dari korpus vertebra dan diskus serta ligamentum longitudinale posterior. 3. Bagian Posterior adalah pedikel, lamina, facets, dan ligamentum posterior. Kolom Tengah (Middle Column) adalah kunci dari stabilitas. KLASIFIKASI MAGERL Klasifikasi ini dipakai untuk menilai fraktur daerah torakolumbal. Terdapat 3 jenis fraktur berdasarkan mekanismenya (mechanism of failure): 1. Type A (Compressive loads) 2. Type B (Distraction forces) 3. Type C (Multidirectional forces and translation)
GANGGUAN NEUROLOGIK Yang dimaksud dengan gangguan neurologik (neurologic injury) ialah trauma yang mengenai medula spinalis, cauda equina dan radices (nerve roots). Keadaan ini mungkin terjadi karena kompresi dari vertebra, fragmen tulang, atau diskus terhadap struktur neurologik. Dalam hal ini semua struktur atau organ yang dipersarafi oleh saraf yang terkena/terganggu akan kehilangan fungsinya baik sebagaian taupun secara keseluruhan. Penilaian terhadap gangguan motorik dan sensorik dipergunakan Frankel Score. 1. FRANKEL SCORE A: kehilangan fingsi motorik dan sensorik lengkap (complete loss) 2. FRANKEL SCORE B: Fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh. 3. FRANKEL SCORE C: Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna (dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan). 4. FRANKEL SCORE D: Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal gait). 5. FRANKEL SCORE E: Tidak terdapat gangguan neurologik.
PRINSIP UTAMA PENATALAKSANAAN TRAUMA SPINAL 1. Immobilisasi 2. Stabilisasi Medis 3. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment) 4. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal 5. Rehabilitasi. IMMOBILISASI Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat kejadian/kecelakaan sampai ke unit gawat darurat.. Yang pertama ialah immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal; dengan menggunakan cervical collar. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita dalam posisi terlentang (supine) pada tempat/alas yang keras. Pasien diangkat/dibawa dengan cara 4 men lift atau menggunakan Robinsons orthopaedic stretcher. STABILISASI MEDIS Terutama sekali pada penderita tetraparesis/ etraplegia. 1. Periksa vital signs 2. Pasang nasogastric tube 3. Pasang kateter urin 4. Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu monitor AGDA (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock. Pemberian megadose Methyl Prednisolone Sodium Succinate dalam kurun waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki konntusio medula spinalis.
SPINAL ALIGNMENT Bila terdapat fraktur servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau Gardner- Wells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi. DEKOMPRESI DAN STABILISASI SPINAL Bila terjadi realignment artinya terjadi dekompresi. Bila realignment dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan open reduction dan stabilisasi dengan approach anterior atau posterior. REHABILITASI Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam program ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan, pencapaian optimal fungsifungsi neurologik dan program kursi roda bagi penderita paraparesis/paraplegia.