Вы находитесь на странице: 1из 15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Sinus Paranasal
Sinus atau lebih dikenal dengan sinus paranasal merupakan rongga di dalam
tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala.
7
Sinus
paranasal terdiri dari empat pasang sinus yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus
etmoid, dan sinus sfenoid kanan dan kiri.
23
Sinus paranasal berfungsi sebagai
pengatur kondisi udara, penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu
resonansi suara, peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mukus
untuk membersihkan rongga hidung.
7

Secara embriologik sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga
hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal. Semua rongga sinus dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan dari mukosa hidung, berisi udara dan semua sinus mempunyai muara
(ostium) di dalam rongga hidung.
7

Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok
anterior dan posterior. Kelompok anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan
sel anterior sinus etmoid. Kelompok posterior terdiri dari sel-sel posterior sinus
etmoid dan sinus sfenoid.
24
Berikut adalah gambar anatomi sinus paranasal.


Universitas Sumatera Utara

2.2. Pemb
2.2.1. Sinu
Sin
tulang ma
berkemban
15-18 tahu
menghadap
Da
premolar (
molar M3.
gigi geligi
2.2.2. Sinu
Sin
fetus, bera
agian Sinu
us Maksila
nus maksila
aksila.
7
Saa
ng mencapa
un.

Bentuk s
p ke lateral
sar sinus m
(P1 dan P2)
. Akar-akar
mudah naik
us Frontal
nus frontal t
asal dari sel-
Gamb
s Paranasa
merupakan
at lahir sin
ai ukuran ma
sinus maksi
dan meluas
maksila sang
), molar (M
r gigi terseb
k ke atas me
terletak di o
-sel resesus
bar 2.1. Ana
al
n sinus para
nus maksila
aksimal yai
ila ini adala
ke arah pro
gat berdeka
1 dan M2),
but dapat m
enyebabkan
os frontal d
frontal atau
atomi Sinus

anasal terbe
a bervolum
itu 15 ml (3
ah seperti pi
osesus zygom
atan dengan
kadang-kad
menonjol ke
rinosinusiti
dan mulai te
u dari sel-se
Paranasal
esar dan ter
me 6-8 ml,
4 x 33 x 23
iramid deng
matikus dar
n akar gigi
dang juga g
dalam sinu
is.
7

erbentuk sej
el infundibu
rdapat pada
, sinus kem
3 mm) saat
gan bagian
ri maksila.
25
rahang atas
gigi taring d
us sehingga
jak bulan k
ulum etmoid

daerah
mudian
berusia
puncak

s, yaitu
dan gigi
infeksi
keempat
d. Sinus
Universitas Sumatera Utara
frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal
sebelum usia 20 tahun.
7
Volume sinus ini sekitar 67 ml (28 x 24 x 20 mm).
25

Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak
adanya gambaran lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya
infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan
fosa serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah
ini.
7
2.2.3. Sinus Etmoid
Sinus etmoid merupakan struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru
dilahirkan. Pada saat janin yang berkembang pertama adalah sel anterior diikuti oleh
sel posterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai umur 12 tahun. Gabungan
sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14 mm). Bentuk sinus
etmoid seperti piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang tipis.
25

Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal yang berhubungan dengan sinus frontal. Di dalam etmoid anterior
terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium
sinus maksila. Peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal
dan peradangan di infindibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.
7

2.2.4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid merupakan rongga yang terletak di dasar tengkorak, tidak
berhubungan dengan dunia luar sehingga jarang terkena infeksi.
26
Sinus ini terletak
dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
7
Sinus sfenoid dibentuk di dalam
kapsul rongga hidung dari hidung janin dan tidak berkembang hingga usia 3 tahun.
Universitas Sumatera Utara
Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun dengan volume sekitar 7,5 ml (23 x
20 x 17 mm).
25

Sebelah superior sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media dan
kelenjar hipofisa, sebelah inferior dengan atap nasofaring, sebelah lateral dengan
sinus kavernosus dan a. karotis interna dan sebelah posteriornya berbatasan dengan
fosa posterior di daerah pons.
7


2.3. Defenisi Rinosinusitis Kronik
Rinosinusitis kronik adalah suatu peradangan mukosa hidung dan sinus
paranasal yang terjadi lebih dari 12 minggu.
27
Kriteria rinosinusitis kronik menurut
International Conference on Sinus Disease 1993 yaitu lama gejala > 12 minggu,
jumlah episode serangan akut > 4 kali/tahun dan > 6 kali/tahun (pada anak), serta
reversibilitas mukosa tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan
medikamentosa.
10
Rinosinusitis kronik diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena yaitu
rinosinusitis maksila, rinosinusitis frontal, rinosinusitis etmoid dan rinosinusitis
sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila
mengenai semua sinus disebut pansinusitis.
7


2.4. Etiologi
Rinosinusitis terjadi akibat proses inflamasi yang umumnya disebabkan
infeksi bakteri. Bakteri seperti Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza,
Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides,
Universitas Sumatera Utara
Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri, rinosinusitis
juga dapat disebabkan oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus
dan Adenovirus) dan jamur (Aspergillus dan Candida).
27

Rinosinusitis kronik umumnya merupakan lanjutan dari rinosinusitis akut
yang tidak terobati secara adekuat. Bakteri yang paling umum menjadi penyebab
rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis.
7

2.5. Patofisiologi
Pada dasarnya patofisiologi rinosinusitis kronik terkait dua faktor yaitu
patensi ostium dan klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks
ostiomeatal. Gangguan salah satu faktor atau kombinasi faktor-faktor tersebut
merubah fisiologi sinus dan menimbulkan rinosinusitis. Kegagalan transport mukus
dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis
kronik.
28

Rinosinusitis kronik berawal dari adanya sumbatan akibat oedem hasil proses
radang di daerah kompleks ostiomeatal. Sumbatan di daerah kompleks ostiomeatal
menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus sehingga silia menjadi kurang
aktif dan lendir yang diproduksi oleh mukosa sinus menjadi lebih kental.
7

Sumbatan yang berlangsung terus-menerus akan mengakibatkan terjadinya
hipoksia dan retensi lendir yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob
untuk berkembang biak. Selain itu, bakteri juga memproduksi toksin yang akan
Universitas Sumatera Utara
merusak silia sehingga terjadi hipertrofi mukosa dan memperberat sumbatan di
kompleks ostiomeatal yang selanjutnya dapat menyebabkan polip atau kista.
29


2.6. Gejala Klinis
Menurut The American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
(AAO-HNS) 1997, gejala rinosinusitis kronik dapat dibagi menjadi gejala mayor dan
gejala minor. Gejala mayor yaitu obstruksi hidung/hidung tersumbat, sekret hidung
purulen, nyeri/rasa tertekan pada wajah, gangguan penciuman (hyposmia/anosmia),
dan iribilitas/rewel (pada anak). Gejala minor yaitu sakit kepala, sakit gigi, batuk,
nyeri/rasa penuh ditelinga, demam dan halitosis/bau mulut.
10


2.7. Epidemiologi Rinosinusitis Kronik
2.7.1. Distribusi Rinosinusitis Kronik
a. Distribusi Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Orang
Penelitian Hedayati et al tahun 2010 di Rumah Sakit Boo Ali Iran, proporsi
penderita rinosinusitis kronik tertinggi yaitu pada kelompok umur 20-29 tahun 42%
(21 orang). Penderita terdiri dari 26 laki-laki (52%) dan 24 perempuan (48%), dimana
keluhan terbanyak yaitu hidung tersumbat 48 orang (96%).
30

Penelitian Nasution A.T tahun 2007 di RSUP H. Adam Malik Medan
didapatkan 30 penderita rinosinusitis maksila kronik yang terdiri dari 18 (60 %)
perempuan dan 12 (40 %) laki-laki. Setelah dilakukan pemeriksaan kultur jamur dari
sekret sinus maksila didapatkan 15 penderita rinosinusitis maksila kronik dengan
Universitas Sumatera Utara
hasil kultur jamur positif. Penderita terdiri dari 6 laki-laki (40,1%) dan 9 perempuan
(59,9%).
31

Penelitian Darmawan dkk tahun 2005, jumlah penderita rinosinusitis pada
anak di RSCM Jakarta tahun 1998-2004 adalah 163 orang, terdiri dari 90 lelaki
(55,2%) dan 73 perempuan (44,8%). Kelompok umur terbanyak yaitu >6 tahun 113
orang (69,3%) dan manifestasi klinis terbanyak adalah batuk 152 orang (93,3%).
Asma ditemukan pada 84 orang (51,5%) dan rinitis alergi 44 orang (27%).
32

b. Distribusi Rinosinusitis Kronik Berdasarkan Tempat dan Waktu
Rinosinusitis mempengaruhi sekitar 35 juta orang per tahun di Amerika.
Menurut National Ambulatory Medical Care Survey (NAMCS), sekitar 14 %
penderita dewasa mengalami rinosinusitis yang bersifat episode per tahunnya.
27
Prevalensi rinosinusitis kronik di Kanada tahun 1997 pada perempuan yaitu 5,7% dan
laki-laki 3,4%. Prevalensi rinosinusitis kronik di Scotlandia Utara dan Karibia Selatan
tahun 1999 yaitu 9,6% dan 9,3%.
33

Penelitian Staikuniene et al (2000-2005) di Lithuania, dari 121 penderita
rinosinusitis kronik didapatkan 84 orang (69,4%) menderita polip hidung dan 48
orang (39,6%) menderita asma.
34
Penelitian See Goh et al (April 2001 Agustus
2002) di Malaysia didapatkan 30 penderita rinosinusitis kronik dimana 8 orang
(26,7%) disebabkan oleh infeksi jamur.
35

Di bagian THT RS dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar dilaporkan tindakan
bedah sinus endoskopi fungsional pada periode Januari 2005 - Juli 2006 yaitu 21
kasus atas indikasi rinosinusitis, 33 kasus pada polip hidung disertai rinosinusitis dan
30 kasus atas indikasi rinosinusitis dan septum deviasi.
10
Universitas Sumatera Utara
2.7.2. Determinan Rinosinusitis Kronik
a. Faktor Host
a.1. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
Rinosinusitis kronik merupakan penyakit yang dapat mengenai semua
kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua ras.
10
Hasil penelitian Sogebi et al
(2002-2006) di Sagamu Nigeria didapatkan 110 penderita rinosinusitis kronik dengan
distribusi umur yaitu < 18 tahun 21 orang (19,1%) dan 18 tahun 89 orang (80,9%).
Penderita terdiri dari 54 laki-laki (49,09%) dan 56 perempuan (50,91%), dimana
lokasi rinosinusitis terbanyak yaitu sinus maksila 55 (70,51%).
36

a.2. Riwayat Rinosinusitis Akut
Rinosinusitis akut biasanya didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan
atas seperti batuk dan influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan
edema pada mukosa hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar.
27

Rinosinusitis akut yang tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi
epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan
mengeluarkan sekret sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.
28

a.3. Infeksi Gigi
Infeksi gigi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis
maksila. Hal ini terjadi karena sinus maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat
dengan akar gigi premolar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah
klinis seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan
menimbulkan infeksi sinus maksila.
37

Universitas Sumatera Utara
Penelitian Farhat tahun 2004 di RSUP H. Adam Malik Medan, penyakit gigi
yang terbanyak menyebabkan rinosinusitis maksila adalah abses apikal (71,43%),
diikuti oleh periodontitis (34,29%), gingivitis (20%), fistula oroantal (8,75%), kista
dentigerous (2,86%) dan granuloma periapikal (2,86%).
38
Penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang dengan menggunakan desain
Cross Sectional, hasil analisis statistik menunjukkan infeksi gigi berhubungan secara
bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,000) dan diperoleh nilai
RP=12,36 (CI 95%=3,75-40,75).
18

a.4. Rinitis Alergi
Alergi merupakan suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan
asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada
kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun.
39
Rinitis alergi adalah suatu
penyakit manifestasi reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell & Comb) yang diperantarai
oleh IgE dengan mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa
hidung beringus, bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal.
40

Peranan alergi pada rinosinusitis kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi
menimbulkan pembengkakan mukosa sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang
membengkak dapat menyumbat ostium sinus dan mengganggu drainase sehingga
menyebabkan timbulnya infeksi, yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan.
Kejadian yang berulang terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronis.
39

Penelitian Eko tahun 2008 di Yogyakarta dengan menggunakan desain Case
Control, hasil analisis statistik menunjukkan rinitis alergi berhubungan secara
Universitas Sumatera Utara
bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,003) dan diperoleh nilai
OR=3,95 (CI 95%=1,55-10,11).
41

a.5. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan penderita diabetes mellitus berada dalam
kondisi immunocompromised atau turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga lebih
rentan terkena penyakit infeksi seperti rinosinusitis.
27
Hasil penelitian Primartono
tahun 2003 di Semarang, dari 31 penderita rinosinusitis maksila kronik didapatkan 3
orang (9,7%) dengan diabetes mellitus.
18

a.6. Asma
Asma merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik.
Sebesar 25-30 % penderita asma dapat berkembang menjadi polip hidung sehingga
mengganggu aliran mukus.
26
Hasil penelitian Seybt et al tahun 2003 di Georgia, dari
145 penderita rinosinusitis kronik didapatkan 34 orang (23,4%) menderita asma.
42

a.7. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi seperti septum deviasi, bula etmoid yang membesar,
hipertrofi atau paradoksal konka media dan konka bulosa dapat mempengaruhi aliran
ostium sinus, menyebabkan penyempitan pada kompleks osteomeatal dan menggangu
clearance mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis.
33

Penelitian Munir tahun 2000 di RSUP H. Adam Malik Medan, dari 67 kasus
rinosinusitis maksila kronik ditemukan 58 kasus (86,6 %) dengan kelainan kompleks
ostiomeatal diantaranya adalah pembesaran bula etmoid 21 kasus (36 %), polip pada
konka bulosa dan konka paradoxal 16 kasus (27,6 %), kelainan prosesus unsinatus 10
Universitas Sumatera Utara
kasus (17,3), polip pada metus media dan hiatus seminularis 7 kasus (12 %) serta
septum deviasi 4 kasus (6,9 %).
43
Penelitian Primartono tahun 2003 di Semarang dengan menggunakan desain
Cross Sectional, hasil analisis statistik menunjukkan deviasi septum berhubungan
secara bermakna dengan kejadian rinosinusitis maksila kronik (p=0,019) dan
diperoleh nilai RP=4,90 (CI 95%=1,19-20,11).
18

a.8. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapat
mengganggu transport mukosiliar (sistem pembersih). Sindrom kartagener atau
sindrom silia immortal merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik, dimana
terjadi kekurangan/ketiadaan lengan dynein sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan pada koordinasi gerakan silia dan disorientasi arah dari denyut silia.
Gangguan pada transport mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi
kronis yang berulang sehingga terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis.
Pada fibrosis kistik terjadi perubahan sekresi kelenjar yang menghasilkan
mukus yang kental sehingga menyulitkan pembersihan sekret. Hal ini menimbulkan
stase mukus yang selanjutnya akan terjadi kolonisasi kuman dan timbul infeksi.
44
b. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti
Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus,
Fusobacterium dan Basil gram (-). Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan
Universitas Sumatera Utara
oleh virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan
jamur (Aspergillus dan Candida).
27
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi terjadinya rinosinusitis kronik yaitu
polusi udara dan udara dingin. Paparan dari polusi udara dapat mengiritasi saluran
hidung, menyebabkan perubahan mukosa dan memperlambat gerakan silia. Apabila
berlangsung terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin
akan memperparah infeksi karena menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini
membuat jalannya mukus terhambat dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian
menyebabkan bakteri berkembang di daerah tersebut.
29


2.8. Pencegahan
2.8.1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.
45
Upaya
yang dapat dilakukan yaitu memberikan imunisasi lengkap kepada bayi,
meningkatkan daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi, dan
meminimalkan kontak dengan orang yang sedang mengalami influenza atau penyakit
saluran pernafasan lainnya untuk menghindari penularan.
46

2.8.2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua merupakan upaya untuk mencegah orang yang
telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, dan menghindari
komplikasi.
45
Upaya yang dilakukan antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
7
Anamnesis yaitu riwayat gejala yang diderita sudah lebih
dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor.
10
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan dengan rinoskopi
anterior dan posterior serta pemeriksaan nasoendoskopi. Tanda khas ialah adanya pus
di meatus media (pada rinosinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau
meatus superior (pada rinosinusitis etmoid posterior dan sfenoid).
7

Beberapa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diantaranya
adalah foto polos, CT Scan (Computed Tomography Scanning), sinuskopi,
pemeriksaan mikrobiologi, tes resistensi, tomografi komputer dan MRI (Magnetic
Resonance Imaging). Foto polos umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus
besar seperti sinus maksila dan frontal. Jika terjadi kelainan akan terlihat
perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.
Penegakaan diagnosis rinosinusitis dapat dilakukan lebih sempurna dengan
menggunakan alat CT Scan karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus serta
adanya penyakit pada hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun
karena harganya mahal, CT Scan hanya digunakan sebagai penunjang diagnosis
rinosinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai
panduan operator saat melakukan operasi sinus.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
sekret dari meatus medius/superior untuk mendapatkan antibiotik yang tepat guna.
Sinuskopi dilakukan dengan menggunakan alat endoskop dengan cara menembus
Universitas Sumatera Utara
dinding medial sinus maksila melalui meatus inferior untuk melihat kondisi sinus
maksila dan selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Pemeriksaan
tomografi komputer dan MRI hanya dilakukan jika ada kecurigaan kompilkasi orbita
dan intrakranial.
b. Pengobatan
Pengobatan pada rinosinusitis kronik pada prinsipnya adalah memperbaiki
drainase dan menormalkan kembali atau membuang lapisan mukosa yang telah
mengalami kerusakan. Pengobatan pada rinosinusitis kronik terbagi 2 yaitu :
b.1. Penggunaan obat
Obat yang digunakan meliputi obat anti alergi dan dekongestan, obat
mukolitik untuk mengencerkan sekret, obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri,
dan obat antibiotik. Antibiotik yang diberikan biasanya adalah golongan pinisilin
seperti amoksilin, diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
7

b.2. Operasi
Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi pembedahan, yaitu
mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drainase dari sinus yang terkena.
Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-Luc, sedangkan untuk sinus etmoid
dilakukan etmoidektomi yang biasa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau
dari luar hidung (ekstranasal). Drainase sekret pada sinus sfenoid dapat dilakukan
dari dalam hidung (intranasal) dan sinus frontal dapat dilakukan dengan operasi
Killian.
29

Universitas Sumatera Utara
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan operasi terkini untuk
rinosinusitis kronik yang memerlukan operasi. Prinsipnya ialah membuka sumbatan
di daerah kompleks osteomeatal dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.
7

2.8.3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi.
45
Upaya yang dapat dilakukan antara lain : makan makanan
yang bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh untuk mempercepat
penyembuhan pasca operasi dan pengobatan dengan antibiotik.
46


2.9. Komplikasi
Kompikasi yang terjadi pada rinosinusitis kronik yaitu berupa komplikasi
orbita dan intrakranial. Komplikasi orbita biasanya disebabkan oleh rinosinusitis
etmoid, frontal dan maksila. Hal ini dikarenakan letak sinus yang berdekatan dengan
mata (orbita) sehingga infeksi pada sinus dapat menyebar ke mata melalui
tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang timbul yaitu berupa edema
palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, dan abses orbita.
Komplikasi intarakranial dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. Selain itu, komplikasi yang
dapat terjadi pada rinosinusitis kronik yaitu osteomilitis yang timbul akibat
rinosinusitis frontal dan maksila.
7




Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться

  • Premature Ventricular ContractionsPPT FIX
    Premature Ventricular ContractionsPPT FIX
    Документ31 страница
    Premature Ventricular ContractionsPPT FIX
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Pasien Anak Yang Berkunjung Ke Klinik Alatara Dari Tanggal 04
    Pasien Anak Yang Berkunjung Ke Klinik Alatara Dari Tanggal 04
    Документ1 страница
    Pasien Anak Yang Berkunjung Ke Klinik Alatara Dari Tanggal 04
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Hub DM Dan CKD
    Hub DM Dan CKD
    Документ14 страниц
    Hub DM Dan CKD
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • B Han
    B Han
    Документ2 страницы
    B Han
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Tof 5
    Tof 5
    Документ4 страницы
    Tof 5
    jlorhara13
    Оценок пока нет
  • Borang HD Bram
    Borang HD Bram
    Документ12 страниц
    Borang HD Bram
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Disfungsi Seksual - PPT 1
    Disfungsi Seksual - PPT 1
    Документ12 страниц
    Disfungsi Seksual - PPT 1
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Borang Portfolio Bram
    Borang Portfolio Bram
    Документ8 страниц
    Borang Portfolio Bram
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • KOLONOSKOPI
    KOLONOSKOPI
    Документ4 страницы
    KOLONOSKOPI
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Pengimplementasi Sistem
    Pengimplementasi Sistem
    Документ16 страниц
    Pengimplementasi Sistem
    Ismiraa
    Оценок пока нет
  • Askeb Bersalin
    Askeb Bersalin
    Документ5 страниц
    Askeb Bersalin
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Cerpen Bahasa
    Cerpen Bahasa
    Документ4 страницы
    Cerpen Bahasa
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Modul Skills Lab Famed 2011
    Modul Skills Lab Famed 2011
    Документ26 страниц
    Modul Skills Lab Famed 2011
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Laporan Kasus Seorang Penderita Henoch Schonlein Purpura (HSP) Dengan Manifestasi Nefritis HSP
    Laporan Kasus Seorang Penderita Henoch Schonlein Purpura (HSP) Dengan Manifestasi Nefritis HSP
    Документ18 страниц
    Laporan Kasus Seorang Penderita Henoch Schonlein Purpura (HSP) Dengan Manifestasi Nefritis HSP
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Ipa Fisika SMP Un 2013 (Paket 2)
    Ipa Fisika SMP Un 2013 (Paket 2)
    Документ14 страниц
    Ipa Fisika SMP Un 2013 (Paket 2)
    Jefri Jumadi
    Оценок пока нет
  • OPTIMAL TUMOR ESOFAGUS
    OPTIMAL TUMOR ESOFAGUS
    Документ23 страницы
    OPTIMAL TUMOR ESOFAGUS
    Bramanda Sml Tobing
    100% (1)
  • TE Presen
    TE Presen
    Документ8 страниц
    TE Presen
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Cover TE
    Cover TE
    Документ3 страницы
    Cover TE
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Konsep Luka Dan Perawatan Luka
    Konsep Luka Dan Perawatan Luka
    Документ8 страниц
    Konsep Luka Dan Perawatan Luka
    Sang Pengembara
    100% (1)
  • Laporan Kegiatan KKP
    Laporan Kegiatan KKP
    Документ25 страниц
    Laporan Kegiatan KKP
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Lapkas EDH FIX
    Lapkas EDH FIX
    Документ42 страницы
    Lapkas EDH FIX
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Atresia Ani: Disusun Oleh
    Atresia Ani: Disusun Oleh
    Документ1 страница
    Atresia Ani: Disusun Oleh
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • ATRESIA ANI PENANGANAN
    ATRESIA ANI PENANGANAN
    Документ7 страниц
    ATRESIA ANI PENANGANAN
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Power Point BRAM
    Power Point BRAM
    Документ26 страниц
    Power Point BRAM
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Документ2 страницы
    Kata Pengantar
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • K23-Adeno Carcinoma Rectum
    K23-Adeno Carcinoma Rectum
    Документ19 страниц
    K23-Adeno Carcinoma Rectum
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Lapkas TE
    Lapkas TE
    Документ4 страницы
    Lapkas TE
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • Lapkas TE
    Lapkas TE
    Документ4 страницы
    Lapkas TE
    Bramanda Sml Tobing
    Оценок пока нет
  • BEDAH DADA
    BEDAH DADA
    Документ64 страницы
    BEDAH DADA
    Ayie Ajah
    100% (1)