1 Data Hasil Pengamatan Ekstraksi Kafein dari Daun Teh
No. Langkah percobaan Hasil pengamatan 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14. 15. Menimbang daun teh Memasukkan ke dalam beakker glass Menambahkan aquades Menimbang CaCO 3 dan mendidihkan larutan. Menyaring dengan kertas saring Memisahkan filtran dari padatannya Memanaskan sampai 1/3 volume Mendinginkan sampai suhu kamar
Memasukkan ke dalam seperator funel+ menambahkan kloroform dan mengocok
Memisahkan kedua lapisan tersebut
Menambahkan kloroform
pada lapisan atas lalu mengocok. Menampung lapisan bawah pada beakker sama Mengevaporasikan sampai kering Menimbang Crude kafein Memasukkan beker gelas dalam desikator selama 15 menit. Menimbang beakker glass 250 ml kosong Menimbang Crude + beker gelas Crude kafein M = 7,5 gram
V = 75 ml
M = 5 gram Berwarna coklat muda.
V awal = 25 ml V akhir = 8,33 ml Warna cokelat kehitaman
V = 15 ml Filtrat berwarna cokelat kehitaman, terbentuk 2 lapisan. Terbentuk lapisan atas ( coklat tua ) dan lapisan bawah ( hijau muda ).
V = 5 ml, larutan berwarna coklat tua.
M = 96,8 gram
M = 97,7 gram M = 0,9 gram
5.4.2. Pembahasan Daun teh kering ditambahkan dengan CaCO 3 dengan tujuan untuk membantu pendesakkan kafein dalam daun teh sehingga melarut dalam air atau dengan kata lain untuk mengikat bahan-bahan yang tekandung dalam teh. Mendidihkan larutan dimaksudkan untuk memisahkan kafein dan zat-zat lain dalam teh karena CaCO 3 larut dalam keadaan panas. CaCO 3 memiliki BM yang tinggi yaitu 100,07 gram/mol akan mengendap apabila dingin sehingga larutan perlu disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang di dapat dari penyaringan dipanaskan hingga 1/3 volume awalnya agar kandungan yang lain dari teh tersebut hilang dan yang tersisa hanya kafein. Proses pemanasan ini sangat berperan dalam mendukung difusivitas yaitu masuknya pelarut air menembus bahan padat daun teh dan melarutkan kafein dari daun karena perbedaan konsentrasi yang besar antara pelarut dn bahan. Difusivitas ini memerlukan perbedaan temperatur dan tekanan yang signifikan yang dapat di peroleh melalui pendidihan larutan. Hasilnya adalah sari daun teh tersebut larut dengan warna larutan coklat tua dan ampas daun teh diatasnya, sedangkan CaCO 3 , menjdi endapan putih di dasar larutan sehingga tidak mengganggu larutan yang di inginkan. Pendingin pada larutan bertujuan agar pelarutan ekstrak daun teh dalam air benar-benar sempurna ( larut secara maksimal ). Jika menyaring saat larutan masih panas, mungkin saja proses pelarutan masih terjadi. Penggunaan kloroform sebagai pelarut ke dua adalah karena kloroform tidak bercampur dengan air dan mudah menguap sehingga pada akhir percobaan dapat terpisah dengan ekstrak kafein. Selain itu, kafein dan kloroform sama-sama bersifat non polar. Pada saat larutan berada di dalam corong pemisah ini terlihat bahwa air dan kloroform tidak dapat bercampur. Air berada di bagian atas, sedangkan kloroform yang kerapatannya lebih tinggi berada di bawah nya. Mulanya kafein hanya terkonsentrasi pada air. Namun setelah corong pemisah di kocok, kafein akan terdistribusi menempati kedua bagian pelarut dan mencapai kesetimbangan sebagian antara fasa bagian atas (dalam air) dan fasa yang lebih rendah (kloroform). Kafein merupakan zat organik yang dapat larut dalam pelarut organik kloroform dan memiliki gugus karbonil yang hidrofilik sehingga juga larut dalam air. Terbentuknya 2 lapisan pada larutan dimana lapisan bawah merupakan campuran kafein dan kloroform penambahan tersebut sebanyak 5 ml. Setelah menampung lapisan bawah pada gelas beker yang sama, maka di evaporasikan hingga kering dan di hasilkan crude berwarna hijau muda. Seharusnya crude kafein berwarna putih. Mungkin terjadi kesalahan dalam pencampuran sehingga warna crude menjadi hijau muda. Adapun guna pemanasan ini adalah untuk menguapkan zat tersebut yaitu kloroform yang dapat dilihat saat pengevaporasian keluar seperti uap dan bau yang menyengat. Dari perhitungan diketahui kadar kafein 12%, sedangkan pada literatur disebutkn bahwa kadar kafein dari teh hanya berkisar antara 2-4%. Kadar kafein yang diperoleh dari perhitungan mungkin belum benar-benar tepat karena daun teh yang digunakan adalah daun teh yang sudah di olah (bukan daun teh yang diambil dari pohon langsung). Mungkin juga hal ini dikarenakan daun teh yang digunakan tidak terlalu halus sehingga saat isolasi dengan CaCO 3 , CaCO 3 sulit untuk mengikat kafein yang terperangkap dalam potongan daun teh sehingga larutan kurang sempurna.
5.1. Penutup 5.5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang di dapat dari percobaan ini adalah : 1. Suatu cara mendapatkan kafein dari daun teh adalah dengan metode ekstraksi pelarut. 2. Ekstraksi pelarut adalah mengambil suatu zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang tidak dapat bercampur dengan air, sehingga dapat dipisahkan. Dalam hal ini pelarut yang digunakan adalah kloroform. 3. Berat kafein dari 7,5 daun teh adalah 0,9 gram. 4. Presentase kadar kafein dalam daun teh sampel sebesar 12%.
Pembahasan Ekstraksi kafein dari daun teh bertujuan untuk mengetahui pengaruh air dan kloroform sebagai pelarut terhadap kafein dalam teh dan mengetahui kadar kafein dalam teh. Pada percobaan, penambahan CaCO 3 agar membantu mendesak kafein dalam daun teh sehingga larut dalam air dan mengikat bahan-bahan yang terkandung dalam teh. Pemanasan bertujuan agar mempercepat reaksi pemisahan antara kafein dengan daun teh. Dalam proses pemanasan, CaCO 3 membentuk endapan berwarna putih didasar gelas beker. Endapan berasal dari zat-zat lain selain kafein dalam teh yang diikat CaCO 3 . Pemanasan ini juga bertujuan menguraikan CaCO 3 menjadi kapur tohor dan karbon dioksida.
Penyaringan larutan bertujuan untuk memisahkan filtrat kafein dengan endapan. Filtrat kafein yang telah dipisahkan harus dipanaskan lagi agar menguapkan kandungan air dalam filtrat, sehingga konsentrasi kafein semakin pekat dan kandungan bahan-bahan lainnya hilang. Kafein tidak ikut menguap pada saat pemanasan karena titik didih kafein yang tinggi yaitu 326C. Pemanasan ini yang menyebabkan volume larutan tinggal volumenya. Sisa larutan inilah yang dimasukan dalam separator funnel. Menuang larutan ke dalam separator funnel saat larutan berada pada suhu kamar, karena jika terlalu dingin, larutan akan mengendap yang disebabkan oleh berat molekul kafein yang besar dan tekanannya juga besar. Penambahan kloroform dalam separator funnel bertujuan untuk mengikat kafein dari larutan agar kafein benar-benar terpisah dari zat-zat lain dalam larutan. Kafein terikat dengan kloroform karena kloroform adalah zat non polar yang dapat terikat oleh zat non polar yaitu kafein sendiri. Pada saat penambahan kloroform, menggunakan hukum distribusi Nersnt. Kloroform menjadi solute yang mendistribusikan diri diantara kafein dan zat pelarut teh. Pengocokan separator funnel yang berisi larutan dan kloroform agar kloroform dapat terdistribusi dengan cepat dan keduanya tercampur sempurna. Dibukanya kran pada saat pengocokan agar mengeluarkan gas didalamnya, karena jika tidak dikeluarkan dapat memberikan tekanan pada tutup separator funnel dan dapat menyebabkan tutup terbuka sendirinya. Larutan yang telah dikocok dalam separator funnel terbagi menjadi 3 lapisan. Lapisan atas berwarna cokelat tua yang mengandung zat sisa, lapisan tengah berwarna coklat muda adalah kafein yang masih bercampur dengan zat sisa sedangkan lapisan bawah yang berwarna bening adalah larutan kafein. Terbentuknya 3 lapisan ini disebakan massa jenis. Semakin kecil massa jenis maka akan berada di lapisan paling atas. Larutan kafein dikeluarkan ke dalam gelas beker agar kafein terpisah dari zat-zat lainnya. Larutan atas ditambah kloroform agar kafein yang masih tertinggal di nlarutan dapat terpisah secara sempurna. Sehingga, kafein terikat dengan kloroform dan dapat dikeluarkan ke gelas beker. Kafein yang telah dipisahkan, dievaporasi agar menguapkan kloroform yang masih terdapat pada kafein. Kloroform menguap saat evaporasi karena sifat kloroform yang mudah menguap. Evaporasi menyisakan crude kafein. Crude kafein yang didapat adalah 0,089 gram. Sehingga dari perhitungan kadar kafeinnya dalah 1,06%. Kadar ini lebih kecil dari kadar kafein dalam teh secara teoritis yaitu 2%-5%. Ini disebabkan teh yang digunakan bukan teh murni. Tetapi sudah tercampur dengan zat lain oleh produsen. Bisa juga disebabkan kafein tidak terlarut sempurna. Pada percobaan kali ini kami menggunakan metode ekstraksi padat-cair untuk memisahkan kafein dari daun teh. Sederhananya, metode ekstraksi padat-cair berarti mengekstraksi suatu zat dari fasa padat (daun teh) kemudian mengubahnya menjadi fasa cair (larutan kafein- diklorometana). Efesiensi ekstraksi padat-cair ditentukan oleh besarnya ukuran partikel zat padat yang mengandung zat organik dan banyaknya kontak dengan pelarut. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan percobaan ekstraksi kafein dari daun teh kami melakukannya dua kali dengan tujuan agar kafein yang terekstraksi semakin banyak. Cara pertama untuk mendapatkan kafein dari daun teh adalah dengan menyeduh teh dengan air panas untuk memperoleh ekstrak teh. Tujuan penggunaan air panas karena pada umumnya suatu zat akan lebih mudah larut dalam pelarut (air) panas dibandingkan dalam pelarut (air) dingin, sehingga semakin banyak ekstrak teh yang diperoleh. Ekstrak teh yang diperoleh tidak hanya mengandung kafein tapi juga ada senyawa-senyawa lain yang ikut larut terutama senyawa tanin. Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Di dalam air, tanin membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat. Senyawa utama yang ingin kami isolasi adalah senyawa kafein, oleh karena itu tanin harus dapat dipisahkan. Cara untuk memisahkan kafein dengan tanin adalah dengan menambahkan natrium karbonat dan diklorometana. Natrium karbonat adalah senyawa yang bersifat basa sehingga akan bereaksi dengan tanin yang bersifat asam membentuk garam, garam ini larut dalam air tapi tidak larut dalam diklorometana. Diklorometana merupakan senyawa non-polar yang dapat melarutkan kafein yang juga merupakan senyawa non-polar. Saat penambahan diklorometana ke dalam ekstrak teh, corong pisah dikocok perlahan dengan sesekali membuka kran corong pisah untuk mengeluarkan uap yang dihasikan oleh senyawa volatile yang terdapat dalam ekstrak teh. Pengocokan ini bertujuan untuk memperbanyak peluang kontak antara kafein dengan diklorometana agar semakin banyak kafein yang larut dalam diklorometana, tapi pengocokan jangan terlalu kuat karena akan mengakibatkan pembentukan emulsi antara diklorometana dengan air oleh garam tanin yang bersifat surfaktan anion. Setelah proses ini selesai akan didapat larutan air-garam dan kafein-diklorometana yang berwarna bening. Untuk memisahkan keduanya ditambahkan kalsium klorida anhidrat kemudian didekantasi atau disaring menggunakan kertas saring biasa. Kalsium klorida anhidrat ini berfungsi untuk absorpsi eksoterm air sehingga setelah dilakukan penyaringan, filtrat yang diperoleh adalah murni larutan kafein-diklorometana. Larutan senyawa kafein-diklorometana kemudian didistilasi dengan metode distilasi sederhana karena perbedaan titik didihnya yang jauh. Distilasi ini berfungsi untuk memisahkan kafein dari diklorometana. Produk dari distilasi adalah kristal kafein. Dari percobaan dihasilkan kristal kafein sebanyak 0,05g dari 37g daun teh, artinya teh tersebut mengandung sekitar 0,135% kafein. Pada literatur, disebutkan bahwa pada umumnya teh mengandung 2-4% kafein, itu berarti ada galat sebesar 95,5% antara hasil percobaan dan literatur. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya saat penambahan diklorometana corong pisah dikocok terlalu pelan sehingga kontak antara kafein dan diklorometana kurang, akibatnya hanya sedikit kefein yang terlarut dalam diklorometana. Penyebab lain adalah mungkin teh yang kami gunakan sebagai sampel telah mengalami proses dekafeinasi, yaitu proses pengurangan senyawa kafein dari benda yang memuatnya (dalam hal ini adalah teh). Dari kristal kafein ini kami dapat menentukan titik leleh kafein, yaitu 221C. Pada literatur, disebutkan bahwa titik leleh kafein adalah 234-236C artinya ada galat sekitar 5,96% dengan hasil percobaan yang kami lakukan. Hal ini dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya mungkin larutan hasil ekstraksi tidak murni 100% kafein-diklorometana sehingga hasil distilasi yang diperoleh tidak murni 100% kristal kafein, atau dapat juga disebabkan kesalahan praktikan saat melakukan uji titik leleh, mengingat metodenya menggunakan pipa kapiler sehingga perlu ketelitian tinggi untuk mengamati sekaligus membaca skala suhunya. Untuk membuktikan bahwa kristal yang diperoleh adalah kristal kafein maka dilakukan uji alkaloid, kafein termasuk dalam senyawa alkaloid. Uji ini dilakukan dengan melarutkan kristal dalam air kemudian ditetesi pereaksi Meyer dan Dragendorff. Dari hasil percobaan didapat larutan kristal + Degendorff menghasilkan warna jingga dan pada larutan kristal + Meyer menghasilkan warna kuning. Hasil ini menunjukkan kristal tersebut mengandung senyawa alkaloid yang artinya kristal tersebut benar merupakan kristal kafein. Seharusnya dari kristal kafein yang diperoleh juga dapat ditentukan Rf dari kafein menggunakan metode uji KLT. Tapi saat percobaan kami tidak berhasil melakukan uji KLT, noda pada pelat KLT tidak menunjukkan hasil yang seharusnya sehingga Rf tidak dapat ditentukan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya kesalahan saat melakukan elusi, baik metodenya atau karena keadaan eluennya yang kurang baik dengan alasan pada uji titik leleh galat yang diperoleh kecil dan pada uji alkaloid hasilnya positif tapi pada uji KLT tidak berhasil.