Tugas dibuat Dalam rangka mengikuti mata kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3)
Disusun oleh: Nama : Usman Fadli NIM : 21060112060036
Jurusan Teknik Elektro Program Studi Diploma III Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang atas seizin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Karyawan Angkasa Pura I. Penulis menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga penulis berharap akan mendapat masukan dari semua pihak (dosen, rekan-rekan dari kelompok lain, dan pembaca) guna perbaikan di masa-masa yang akan datang. Dalam penulisan makalah ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitan ini, khususnya kepada Fko selaku dosen mata Kuliah Keselamatan dan Kesehatan Kerja(K3). Semoga apa yang telah penulis kerjakan dapat bermanfaat bagi pengembangan diri penulis dan bagi siapa saja yang membacanya.
Semarang , 25 April 2013
Usman Fadli
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakut oleh karyawan yang masih aktf bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politk yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tkar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tdak terencana. Begitu halnya dengan salah satu dari perusahaan BUMN di Indonesia,PT.Angkasa Pura yang mem-PHK para karyawanya pada tahun 2008 silam dikarenakan ada suatu masalah antara PT.Angkasa Pura dengan karyawan.
1.2 Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1. Apa Defnisi dari Pemutusan Hukuman Kerja? 2. Jelaskan Mekanisme dan Penyelesaian PHK? 3. Bagaimana bentuk Penyelesaian Kompensasi PHK? 4. Apa yang menyebabkan PT.Angkasa Pura mem-PHK para karyawanya? 5. Bagaimana
1.3 Tujuan Masalah 1. Mengetahui dengan jelas defnisi dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 2. Mengetahui Jenis-jenis dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 3. Mengetahui Mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian perselisihan yang akan tmbul setelah Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan. 4. Mengetahui penyebab PHK oleh PT.Angkasa Pura 5. Mengetahui
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemutusan Hubungan Kerja(PHK) PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. Apabila kita mendengar istlah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki konotasi negatf. Padahal, kalau kita tlik defnisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intnya tdak persis sama dengan pengertan dipecat. Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panita Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara. Beberapa alasan Pemutusan Hubungan Kerja : Undang-Undang Keinginan perusahaan Keinginan karyawan Pensiun Kontrak kerja berakhir Kesehatan karyawan Meninggal dunia Perusahaan dilikuidasi. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena: 1. kemauan karyawan, 2. kemauan perusahaan, atau 3. kemauan kedua belah pihak. Alasan pemutusan hubungan kerja antara lain: 1. Undang-Undang Undang-undang dapat menyebabkan seorang karyawan harus diberhentkan dari suatu perusahaan, misalnya karyawan anak-anak, karyawan WNA, atau karyawan yang terlibat organisasi terlarang. 2. Keinginan Perusahaan: -karyawan tdak mampu menyelesaikan pekerjaannya -perilaku dan disiplinnya kurang baik -melanggar peraturan-peraturan dan tata tertb perusahaan -tdak dapat bekerja sama dan terjadi konfik dengan karyawan lain -melakukan tndakan amoral dalam perusahaan 3. Keinginan karyawan Pemberhentan atas keinginan karyawan sendiri dengan mengajukan permohonan untuk berhent dari perusahaan tersebut. Pada umumnya karyawan mengajukan permohonan berhent karena beberapa alasan, antara lain: -Pindah ke tempat lain -Kesehatan yang kurang baik -Untuk melanjutkan pendidikan -Berwiraswasta -Turnover karyawan akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. jika banyak karyawan berhent atas keinginan sendiri, maka manajemen perusahaan dapat dikatakan kurang baik dan perlu dilakukan instrospeksi diri dari manajer. (Hasibuan, 2001: 208-209). 4. Pensiun Pensiun adalah pemberhentan karyawan atas keinginan perusahaan, undang-undang, ataupun keinginan karyawan sendiri. Keinginan perusahaan mempesiunkan karyawan karena produktvitas kerjanya rendah sebagai akibat usia lanjut, cacat fsik, kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaan, dsb. 5. Kontrak kerja berakhir Pemberhentan berdasarkan berakhirnya kontrak kerja tdak menimbulkan konsekuensi karena telah diatur terlebih dahulu dalam perjanjian saat mereka diterima. 6. Kesehatan karyawan Kesehatan karyawan dapat menjadi alasan untuk pemberhentan karyawan. Inisiatf pemberhentan bisa berdasarkan keinginan perusahaan ataupun keinginan karyawan. 7. Meninggal dunia Karyawan yang meninggal dunia secara otomats putus hubungan kerjanya dengan perusahaan. Perusahaan memberikan pesangon atau uang pensiun bagi keluarga yang ditnggalkan sesuai dengan pearturan yang ada. 8. Perusahaan dilikuidasi Karyawan akan dilepas jika perusahaan dilikuidasi atau ditutup karena bangkrut. Bangkrutnya perusahaan harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, sedangkan karyawan yang dilepas harus mendapat pesangon sesuai dengan ketentuan pemerintah.
2.2 JENIS-JENIS PHK 2.2.1. PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela) Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tnggi atas jerih payah dan usahanya tersebut.Akan tetapi hal ini tdak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tngkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketka seseorang mengalami kepuasan yang tnggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positf, artnya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutnya hampir lebih separuh hidupnya. Ketka seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tdak nyaman, tdak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang digelutnya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama ini. Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intmidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, sepert pindah ke tempat lain, berhent dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat : (a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (b) tdak ada ikatan dinas, (c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri. Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tdak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tdak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila perusahaan harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakat. Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi sepert sisa cut yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja.
2.2.2 PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela) Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan- perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politk global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi.
2.3 MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK 2.3.1 Mekanisme PHK Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tdak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI). Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah : a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya. b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intmidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan. d. Karyawan meninggal dunia. e. Karyawan ditahan. f. Pengusaha tdak terbukt melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK. Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan.
2.3.2 Perselisihan PHK Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentngan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK tmbul karena tdak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tdaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
2.3.3 Penyelesaian Persilisihan PHK Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang. 1. Perundingan Bipartt Perundingan Bipartt adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didafarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddafarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartt.
2. Perundingan Tripartt Dalam pengaturan UUK, terdapat tga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak: a. Mediasi Forum Mediasi difasilitasi oleh insttusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tdak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran. b. Konsiliasi Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Sepert mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tdak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran. c. Arbitrase Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tdak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu- satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.
3. Pengadilan Hubungan Industrial Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tap ibukota provinsi. Nantnya, PHI juga akan didirikan di tap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar. Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang tmbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihan kepentngan dan perselisihan antar serikat karyawan. 2.8 KOMPENSASI PHK Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantan hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut : Masa Kerja Uang Pesangon Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah. Masa kerja 1 2 tahun, 2 (dua) bulan upah. Masa kerja 2 3 tahun, 3 (tga) bulan upah. Masa kerja 3 4 tahun 4 (empat) bulan upah. Masa kerja 4 5 tahun 5 (lima) bulan upah. Masa kerja 5 6 tahun 6 (enam) bulan upah. Masa kerja 6 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah. Masa kerja 7 8 tahun 8 (delapan) bulan upah. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut : Masa Kerja UPMK Masa kerja 3 6 tahun 2 (dua) bulan upah. Masa kerja 6 9 tahun 3 (tga) bulan upah. Masa kerja 9 12 tahun 4 (empat) bulan upah. Masa kerja 12 15 tahun 5 (lima) bulan upah. Masa kerja 15 18 tahun 6 (enam) bulan upah. Masa kerja 18 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah. Masa kerja 21 24 tahun 8 (delapan) bulan upah. Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah. Uang penggantan hak yang seharusnya diterima (UPH) meliput : Cut tahunan yang belum diambil dan belum gugur. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja. Penggantan perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.