Вы находитесь на странице: 1из 14

INDEKS KASUS WABAH MENINGITIS JAMUR DI AMERIKA

SERIKAT
April C. Pettit, M.D., M.P.H., Jonathan A. Kropski, M.D.,
Jessica L. Castilho, M.D., M.P.H., Jonathan E. Schmitz, M.D., Ph.D.,
Carol A. Rauch, M.D., Ph.D., Bret C. Mobley, M.D., Xuan J. Wang, M.D.,
Steven S. Spires, M.D., and Meredith E. Pugh, M.D., M.S.C.I.


RINGKASAN
Meningitis neutrofil yang persisten menyajikan tantangan dalam
mendiagnosis, dikarenakan diagnosis bandingnya yang luas dan mencakup
penyebab infeksi yang atipikal. Kami menggambarkan suatu kasus meningitis
neutrofil yang persisten disebabkan oleh Aspergillus fumigatus pada pasien
imunokompeten yang tidak memiliki bukti mengalami penyakit sinopulmoner
atau penyakit kulit. Injeksi epidural glukokortikoid terindentifikasi sebagai rute
potesial untuk masuknya mikroorganisme ini ke dalam sistem saraf pusat, dan
kasus ini dilaporkan ke Departemen Kesehatan Negara.


LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki usia 50-an tahun dengan riwayat penyakit degeneratif
sendi dan diskus lumbal menunjukkan keluhan sakit kepala dan leher yang
semakin memburuk dalam 8 hari. Gejala penyerta antara lain mual, malaise,
kelelahan, menggigil dan nafsu makan menurun. Pasien melaporkan tidak ada
demam, ruam, fotofobia dan gangguan penglihatan. Empat minggu sebelum
timbulnya gejala, pasien mendapatkan injeksi epidural metilprednisolon yang
terakhir untuk penyakit low back pain yang dideritanya. Pasien tidak memiliki
riwayat kondisi imunosupresi dan tidak mendapatkan pengobatan tambahan
imunomodulator.

Pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu 36,7C, nadi 101 kali/menit,
dan tekanan darah 144/88 mmHg, pemeriksaan fisik yang penting hanya
meningismus. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah leukosit darah
perifer adalah 7800 sel per mm
3
, dengan 88% berupa sel polimorfonuklear. Hasil
pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan metabolik lainnya, termasuk
pemeriksaan fungsi hati, menunjukkan dalam batas normal. Computed
tomography (CT) kepala tanpa pemberian kontras menunjukkan dalam batas
normal. Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan, dan diambil 8 ml cairan
serebrospinal. Analisis cairan serebrospinal menunjukkan level protein meningkat
(147 mg per dl [kisaran normal, 25 sampai 55]), konsentrasi glukosa rendah (31
mg per dl[1,7 mmol per liter] dengan kisaran normal 45 sampai 75 mg per dl [2,5
sampai 4,2 mmol per liter]) dan pleositosis neutrofil (2304 sel darah putih per
mm
3
; 72% sel polimorfonuklear) (Tabel 1). Pengecatan gram tidak ditemukan
organisme. Pasien dimulai dengan terapi vancomycin, ceftriaxone, ampicillin, dan
glukokortikoid dan dirawat di rumah sakit. Kultur bakteri rutin dari darah dan
cairan serebrospinal adalah negatif dan pemberian glukokortikoid dihentikan.
Gejala gejala pasien membaik dengan teraapi antimikroba, serta terapi analgetik
opioat dan obat anti-inflamasi non steroid. Pasien diperbolehkan pulang tetapi
tetap melengkapi terapi vancomycin dan ceftriaxone karena meningitis diaggap
didapat dari komunitas.

*Penelitian cairan serebrospinal tambahan, termasuk pemeriksaan untuk virus herpes
simplex 1 dan 2 (dengan cara pemeriksaan polymeraase-chain-reaction [PCR]); virus
varicela zoster (PCR); virus West Nile (antibodi IgM dengan pemeriksaan enzyme-
linked immunosorbent [ELISA] dan PCR); enterovirus (PCR); Mycobacterium
tuberculosis (PCR); antigen histoplasma dan antigen kriptokokus, 14-3-3, dan tau
protein (ELISA); dan akantamoeba dan naegleria (Pewarnaan Giemsa), serta pewarnaan
Tinta India, pemeriksaan sitologi, dan kultur acid-fast dan kultur virus, yang dilakukan
dan hasilnya tetap negatif sampai saat ini. Untuk mengkonversi nilai glukosa dalam
milimol per liter, kalikan dengan 0,05551. EVD menunjukkan saluran eksternal
ventrikulostomi.
Kisaran referensi untuk protein adalah 25 sampai 55 mg/dl
Kisaran referensi untuk glukosa adalah 45 sampai 75 mg/dl
Kultur cairan serebrospinal positif pada hari ke-7 perawatan di rumah sakit
Antigen Aspergillus pada cairan serebrospinal dinilai secara retrospektif pada sampel
beku cairan serebrospinal yang diperoleh pada saat pertama kali pasien masuk rumah
sakit dan hari ke 1 sampai ke 6 saat pasien masuk ke rumah sakit yang kedua kali.
Indeks antigen serum Aspergillus dinilai pada hari ke-7 di rumah sakit. Indeks < 0,5
dianggap negatif.

Setelah 1 minggu pasien pulang ke rumah pasien menunjukkan gejala
munculnya sakit kepala dan low back pain yang dirasakan semakin memburuk
selama 2 hari sebelumnya. Pada pemeriksaan, suhu 36,9C dan pasien mengeluh
sakit, perasaan tidak nyaman, dan gelisah, dengan percakapan yang tidak dapat
dimengerti. Tidak ditemukan eritema atau drainase pada daerah lumbal bawah.
Pemeriksaan neurologi terbatas oleh ketidakmampuan pasien untuk berpartisipasi
saat pemeriksaan, tetapi tidak terdapat defisit neurologis yang nyata. Magnetic
resonance imaging (MRI) otak dengan bahan kontras gadolinium menunjukkan
peningkatan pial dan ventrikulitis; spinal imaging menunjukkan peningkatan pial
thorakal dan lumbal serta rangkaian epidural L4 sampai L5 yang kurang dari 1
cm. Dilakukan lumbal pungsi (Tabel 1). Temuan termasuk level protein 319
mg/dl, konsentrasi glukosa 2 mg/dl (0,1 mmol/liter) dan jumlah sel darah putih
4422/mm
3
(89% sel polimorfonuklear). Pengobatan vancomycin, meropenem, dan
levofloxacin intravena dimulai. Pada hari ke-2, status mental pasien tampak nyata
membaik.
Pada hari ke-6 di rumah sakit, pasien menjadi somnolen, terbata-bata
memulai percakapan, dan tampak perkembangan kelamahan pada wajah.
Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras menujukkan gambaran hidrosefalus
ringan. Sebuah pemeriksaan electroencephalogram (EEG) tidak menunjukkan
adanya aktifitas kejang. Pemeriksaan lumbal pungsi dilakukan ulang (Tabel 1),
dan pengobatan empiris dengan liposomal amphotericin B dimulai. Hari
berikutnya, pemeriksaan laboratorium mikrobiologi menunjukkan bahwa pada
sampel cairan serebrospinal pada hari pertama masuk rumah sakit tampak
pertumbuhan aspergillus fumigatus. Pemberian voriconazole intravena dan
pemberiaan liposomal amphotericin B dilanjutkan. Pada pemeriksaan CT Scan
dada tidak menunjukkan temuan infeksi jamur pada pulmo. Dilakukan
pemeriksaan antigen Aspergillus (galactomannan) dari tiga sampel cairan
serebrospinal yang tersedia. Pemeriksaan antigen Aspergillus (galactomannan)
pada serum menunjukkan hasil negatif. Pemeriksaan MRI otak ulang
menunjukkan infark baru di otak tengah dan serebelum; pemeriksaan sinus
paranasal dalam batas normal.
Pada hari ke-11 di rumah sakit, pasien tiba-tiba menjadi tidak responsif,
dengan kepala yang bergetar secara konsisten disertai dengan kejang. Pasien
dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik dimulai. CT Scan kepala menunjukkan
perdarahan intraserebral yang melibatkan ventrikel lateral, perdarahan
subarachnoid pada perimesencephalic cistern dan hidrosefalus yang memburuk
(Gambar 1A dan 1B). Drainase ventrikulostomi eksternal dipasang. Hasil
pemeriksaan yang dilakukan pada sampel cairan serebrospinal ditunjukkan pada
Tabel 1. Cerebral angiographic imaging menunjukkan vasospasme yang luas dan
dilatasi fokal pada arteri serebral superior dextra yang mengarah kepada
aneurisma mikotik (Gambar 1C dan 1D) dan tidak sesuai dengan intervensi. Hasil
pemantauan EEG mengarah kepada aktivitas kejang, dan terapi antiepilepsi
dimulai. Temuan dari analisis ulangan cairan serebrospinal ditunjukkan pada
Tabel 1.
Meskipun peningkatkan temuan dari pemeriksaan cairan serebrospinal
dan pengendalian aktifitas kejang, tidak tampak adanya perbaikan neurologis yang
berarti. Pada hari ke-15 di rumah sakit, pemeriksaan MRI otak ulang
menunjukkan infark serebral dan serebelar yang bertambah (Gambar 1E dan 1F).
Mengingat keparahan cedera neurologis, keluarga pasien memilih untuk tidak
mengejar pengobatan yang intensif dan alat bantu dukungan hidup dihentikan.
Pasien meninggal pada hari ke-22 di rumah sakit dan autopsi pun dilakukan.

Gambar 1. Studi Pencitraan
Gambaran Computed Tomographic (CT) kepala tanpa pemberian bahan kontras,
diperoleh pada hari ke-11 saat di rumah sakit, menunjukkan perdarahan yang luas ke
dalam ventrikel empat (Gambar A, tanda panah) dan perdarahan subarachnoid pada
perimesencephalic cistern (Gambar B, tanda panah putus-putus). Gambaran angiographic
arteri vertebral dextra (Gambar C) menunjukkan penyempitan segmental fokal arteri
basiler dengan vasospasme yang konsisten dan daerah dilatasi fokal pada arteri serebral
superior dextra yang menunjukkan gambaran aneurisma mikotik yang jelas (tanda
panah); tampilan diperbesar menunjujjan aneurisma mikotik yang lebih jelas (Gambar D).
Gambar penyebaran yang lebih berat (Gambar E dan F) dari magnetic resonance imaging
otak dilakukan pada hari ke-16 di rumah sakit menunjukkan beberapa daerah difus yang
terbatas (putih) dalam daerah kortikal dan struktur dalam, yang konsisten dengan infark
serebral.




METODE
Kultur dan Identifikasi Jamur
Dari kultur jamur, sampel cairan serebrospinal dan spesimen jaringan
diperoleh dari otopsi yang disuntikkan langsung pada media agar yang padat,
termasuk agar dekstose Sabouraud; infus otak jantung dengan darah domba
10%, kloramfenikol, dan gentamisin; dan Mikosel (BBL; Becton Dickinson).
Piringan diikubasi dengan suhu 30C. Identifikasi jamur yang terisolasi dibuat
melalui metode morfologi secara makroskopis dan mikroskopis (persiapan dengan
reagen lactophenol cotton-blue), dengan suhu tiggi untuk mendukung
pertumbuhan.

Pemeriksaan Antigen dan Kelemahannya
Pemeriksaan antigen aspergillus (galactomannan) pada serum dilakukan
dengan menggunakan enzim immunoassay di Laboratorium Associated Regional
and University Pathologist (ARUP), Kota Salt Lake. Pemeriksaan antigen
aspergillus (galactomannan) pada cairan serebrospinal dilakukan dengan
menggunakan enzim immunoassay (Platelia, BioRad) di MiraVista Diagnostics,
Indianapolis. Pemeriksaan kelemahannya secara in vitro dilakukan dengan
menggunakan metode mikrodelusi kaldu pada cendawan di Laboratorium ARUP.

Spesimen Autopsi
Spesimen jaringan yang tertanam pada paraffin yang telah diberi
formalin diperoleh dari tempat yang rutin diambil, serta dari aneurisma arteri
serebral superior dextra, sumsum tulang belakang, dan leptomeningen lumbal.
Pewarnaan Gomori methenamine dan pewarnaan Fontana Masson juga
dilakukan selain pewarnaan rutin hematoxylin dan eosin.





HASIL
Kultu Jamur dan Identifikasi Cendawan/Jamur
Cendawan/jamur diamati setelah hari ke-6 inkubasi dari kultur jamur
yang berasal dari cairan serebrospinal yang diperoleh selama pasien masuk rumah
sakit yang kedua kalinya (Gambar 2A). Isolat ini diidentifikasi sebagai A.
Fumigatus.
1
Sampel mikrobiologi yang luas pada autopsi tidak menunjukkan
adanya pertumbuhan A. Fumigatus. Suatu koloni tunggal spesies cladosporium,
secara klinis tidak jelas, diisolasi dari spesimen autopsi bagian atas duramater dari
lobus frontalis.

Pemeriksaan Antigen dan Kelemahannya
Pemeriksaan antigen aspergillus (galactomannan) dari serum
menunjukkan hasil negatif (indeks 0,23; jika indeks < 0,5 berarti negatif). Hasil
pemeriksaan antigen galactomannan dari cairan serebrospinal ditunjukkan pada
Tabel 1. Isolat menunjukkan konsenterasi hambatan minimum sebagai berikut:
amphotericin B, 1 g per milliliter; itraconazole, 0.25 g per milliliter;
posaconazole, 0.06 g per milliliter atau kurang; dan voriconazole, 0.5 g per
milliliter. Konsentrasi efektif minimum adalah 0.06 g per milliliter atau kurang
untuk anidulafungin, caspofungin, and micafungin.

Spesimen Autopsi
Pemeriksaan tulang belakang yang besar mengungkapkan perubahan
warna abu-abu pada kompartemen epidural lumbal setinggi L4 sampai L5. Tidak
ada abses epidural definitif yang teridentifikasi. Sejumlah kecil cairan tampak
diantara epidural L4 dan L5; persiapan penghubung dan pewarnaan gram dari
cairan epidural menunjukkan septate, dengan percabangan elemen hifa yang sama
dengan A. Fumigatus. Tempat pungsi dural tidak terlalu jelas untuk diambil
sampelnya. Insisi dura menunjukkan leptomeningeal yang berwarna coklat di
sepanjang sumsum tulang belakang.
Pemeriksaan mikroskopis sumsum tulang belakang setinggi T12
mengungkapkan infark lokal yang melibatkan daerah white matter.
Leptomeningeal yang luas di sepanjang sumsum tulang belakang teridentifikasi
terlibat dengan elemen hifa (Gambar 2D). Hasil pewarnaan Fontana Masson
negatif.
Pemeriksaan otak yang luas menunjukkan edema serebral difus, girus
yang tampaknya membengkak dan difus, serta terjadi kekeruhan ringan pada
meningen otak. Perdarahan subarachnoid tampak di pons, otak tengah dan bagian
superior serebelum. Bagian koronal dari hemisfer otak menunjukkan perdarahan
di dalam ventrikel lateral dan ventrikel tiga serta tampak infark di lobus frontalis
dextra. Dua aneurisma dari arteri sserebral superior dextra teridenitifikasi;
aneurisma yag kecil sesuai dengan yang ditunjukkan pada Gambar 1C dan yang
kedua, aneurisma yang lebih besar dengan bukti adanya bekuan darah dan
pembuluh darah yang pecah.
Pemeriksaan mikroskopis otak mengungkapkan infark yang multipel
pada otak yang melibatkan lobus frontalis, lobus oksipital dextra, dan globus
palidus sinistra. Aneurisma pada arteri serebral superior dengan bukti rutur yang
luas diperiksa secara mikroskopis dan menunjukkan adanya inflamasi nekrotik
pada adventitia dan perdarahan (Gambar 2B). Tampak sel foreign body yang
berukuran besar. Pewarnaan Gomori methenamine silver mengungkapkan adanya
hifa di dalam dinding pembuluh darah serta dalam perdarahan yang terkait
(Gambar 2C), temuan ini menunjukkan adanya aneurisma mikotik. Pada
pemeriksaan yang luas, tidak terdapat bukti adanya infark jaringan di luar sistem
saraf pusat.




Gambar 2. Studi Patologi
Gambar A menunjukkan karakteristik morfologi dari Aspergillus fumigatus dalam isolat
yang berasal dari sampel cairan cerebrospinal pertama yang diperoleh saat pasien masuk
rumah sakit yang kedua kali. Gambar B dan C menunjukkan bagian arteri cerebellar
superior kanan. Dalam Gambar B (hematoxylin dan eosin), inflamasi nekrotik yang jelas
tampak di dalam adventitia (tanda bintang), dengan reaksi sel foreign body yang besar di
daerah aneurisma (tanda panah). L menunjukkan lumen pembuluh darah. Dalam Gambar
C (pewarnaan Gomori methenamine silver), hifa jamur dapat dilihat dalam dinding arteri
(tanda panah), serta dalam area peradangan nekrotik (tanda panah). Gambar D
(pewarnaan Gomori methenamine silver) menunjukkan jamur hifa padat yang seperti
anyaman tikar di leptomeningen bagian tulang belakang lumbal.

DISKUSI
Laporan kasus ini menggambarkan presentasi klini meningitis neutrofil
pada pria imunokompeten yang tidak membaik meskipun telah diberikan terapi
antibiotik spektrum luas. Bakteri, terutama Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis, menjelaskan sebagian besar kasus meningitis neutrofilik
akut.
2
Meningitis neutrofilik persisten adalah suatu sindrom yang didefinisikan
sebagai gambaran klinis meningitis , pleositosis cairan serebrospinal dengan lebih
dari 50 % sel polimorfonuklear, kadar protein yang tinggi, dan kadar glukosa yang
rendah selama lebih dari 7 hari meskipun terapi antimikroba empiris yang sesuai
sudah diberikan.
3
Diagnosis banding meningitis neutrofilik persisten cukup luad
dan termasuk penyakit yang menular maupun yang tidak menular. Diantara
penyebab infeksi yang paling umum adalah organisme bakteri atipikal, seperti
Nocardia dan Actinomyces, dan organisme jamur, termasuk candida, aspergillus,
dan Mucorales (sebelumnya zygomycetes).
3
Dalam hal ini, dilakukan evaluasi
yang luas untuk penyebab yang berpotensi pada meningitis neutrofilik persisten,
dan akhirnya, kultur jamur dari cairan cerebrospinal dari hari pertama masuk
rumah sakit yang kedua kalinya tampak pertumbuhan tumbuh A. fumigatus.
Spesies Aspergillus terdapat di udara, tanah, dan bahan organik.
4

Penyakit invasif, yang paling sering disebabkan oleh A. fumigatus, jarang terjadi
diantara pasien imunokompeten.
5,6
Organisme biasanya masuk ke dalam tubuh
melalui saluran sinopulmonari atau melalui luka terbuka di kulit. Invasi sistem
saraf pusat dapat terjadi baik melalui saluran langsung dari sinus paranasal atau
dengan penyebaran hematogen meski bersumber dari kulit atau paru.
7
Dalam hal
ini, tidak adanya bukti infeksi di bagian tersebut yang menyebabkan pertimbangan
jalan masuk alternatif ke dalam sistem saraf pusat. Suatu pungsi dural dapat
membiarkan perpindahan langsung suatu organisme dari ruang duramater ke
dalam kompartemen intradural. Dalam hal ini ,dareah pungsi dural tidak terlalu
jelas. Namun, tingkat keterlibatan lumbar meninges oleh hifa jamur sesuai dengan
penyaluran langsung. Selain itu, tidak adanya infark pada jaringan di luar sistem
saraf pusat yang sesuai dengan penyaluran langsung daripada penyebaran
hematogen. Mengingat identifikasi eksposur yang berpotensi adalah melalui
suntikan epidural, sehingga departemen kesehatan negara perlu diberitahu.
Aspergillosis dalam sistem saraf pusat membawa prognosis yang buruk,
meskipun tersedia agen antijamur dengan aktivitas yang baik terhadap spesies
aspergillus dan penetrasi ke sistem saraf pusat.
8,9
Diagnosis premortem
membutuhkan indeks kecurigaan klinis yang tinggi. Pasien biasanya datang
dengan defisit neurologis fokal; tanda-tanda meningeal jarang.
10
Meskipun
pencitraan radiografi mungkin berguna untuk mengidentifikasi lesi fokal atau
komplikasi sekunder, aspergillus meningitis biasanya ditandai oleh adanya lesi di
parenkim.
10
Angioinvasion oleh organisme ini umum terjadi dan menyebabkan
trombosis vaskular, infark jaringan, dan perdarahan.
10
Pengujian kimiawi cairan
serebrospinal tidak spesifik, sering menunjukkan pleositosis dengan proporsi yang
bervariasi dari sel polimorfonuklear dan mononuklear, kadar protein tinggi, dan
kadar glukosa yang rendah sampai normal.
10
Isolasi aspergillus dari cairan
cerebrospinal sulit dan sering memerlukan pengujian berulang dengan volume
sampel yang banyak.
11
Deteksi galactomannan aspergillus dalam sampel serum
melalui suatu enzim immunoassay telah divalidasi untuk diagnosis aspergillosis
invasif. Pemeriksaan ini juga telah menjanjikan diagnosis awal aspergillosis di
sistem saraf pusat dengan spesimen cairan serebrospinal, meskipun nilai ambang
batas untuk diagnosis belum ditentukan.
12

Diagnosis dini dan memulai pengobatan yang tepat dapat meningkatkan
hasil dari aspergillosis sistem saraf pusat.
13
Vorikonazol adalah terapi utama yang
direkomendasikan untuk kondisi ini. Pemberian intratekal agen antimikroba tidak
dianjurkan dan mungkin rumit jika dengan chemical arachnoiditis, kejang, sakit
kepala, dan perubahan status mental.
7
Reseksi bedah lesi fokal, jika ada, harus
dipertimbangkan.
14

Pemeriksaan diagnostik untuk aspergillus mungkin tidak dilakukan
secara rutin dalam kasus-kasus meningitis neutrofilik akut. Pemeriksaan
diagnostik tambahan untuk patogen atipikal harus dikejar jika gejala menetap
meskipun terapi empiris yang tepat telah diberikan. Jika patogen atipikal seperti
A. fumigatus teridentifikasi, pencarian secara hati-hati untuk potensi sumber
paparan harus dilakukan. Dalam hal ini, identifikasi potensi eksposur melalui
suntikan epidural dan pelaporan kasus ini ke departemen kesehatan negara
menyebabkan penyelidikan epidemiologi yang mengidentifikasi wabah multistate
meningitis jamur yang terkait dengan suntikan glukokortikoid epidural.






REFERENSI
1. Larone DH. Medically important fungi: a guide to identification. 5th ed.
Washington, DC: ASM Press, 2011.
2. van de Beek D, de Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EF. Community-acquired
bacterial meningitis in adults. N Engl J Med 2006;354:44-53.
3. Peacock JE Jr, McGinnis MR, Cohen MS. Persistent neutrophilic meningitis:
report of four cases and review of the literature. Medicine (Baltimore)
1984;63:379-95.
4. Denning DW. Invasive aspergillosis. Clin Infect Dis 1998;26:781-803.
5. Marr KA, Patterson T, Denning D. Aspergillosis: pathogenesis, clinical
manifestations, and therapy. Infect Dis Clin North Am 2002;16:875-94.
6. Patterson TF, Kirkpatrick WR, White M, et al. Invasive aspergillosis: disease
spectrum, treatment practices, and outcomes. Medicine (Baltimore)
2000;79:250-60.
7. Walsh TJ, Anaissie EJ, Denning DW, et al. Treatment of aspergillosis:
clinical practice guidelines of the Infectious Diseases Society of America.
Clin Infect Dis 2008;46:327-60.
8. Lin SJ, Schranz J, Teutsch SM. Aspergillosis case-fatality rate: systematic
review of the literature. Clin Infect Dis 2001;32:358-66.
9. Schwartz S, Ruhnke M, Ribaud P, et al. Improved outcome in central nervous
system aspergillosis, using voriconazole treatment. Blood 2005;106:2641-5.
10. Walsh TJ, Hier DB, Caplan LR. Aspergillosis of the central nervous system:
clinicopathological analysis of 17 patients. Ann Neurol 1985;18:574-82.
11. McGinnis MR. Detection of fungi in cerebrospinal fluid. Am J Med 1983;75:
129-38.
12. Klont RR, Mennink-Kersten MA, Verweij PE. Utility of Aspergillus antigen
detection in specimens other than serum specimens. Clin Infect Dis
2004;39:1467-74.
13. Denning DW. Therapeutic outcome in invasive aspergillosis. Clin Infect Dis
1996;23:608-15.
14. Denning DW, Stevens DA. Antifungal and surgical treatment of invasive
aspergillosis: review of 2,121 published cases. Rev Infect Dis 1990;12:1147-
201. [Erratum, Rev Infect Dis 1991;13:345.]

Вам также может понравиться