Вы находитесь на странице: 1из 27

Mengapa meng-‗Ghibah‘

serta menggunakan
kata-kata ‗keras‘ dan ‗pedas‘?

Mungkin timbul pertanyaan demikian di benak para pembaca sekalian, bukankah


Islam ini mengajarkan Akhlak yang terpuji ???,

    

― Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.‖ (QS. Al-Qalam: 4)

Dan juga sebagaimana yang dinasehatkan oleh Denie Asseif dalam salah satu komentarnya di
facebook,

Mari kita simak penjelasan pada kata komentar bergaris merah di atas..:
Kami katakan: ―Benar sekali apa yang engkau nasehatkan, namun tentunya untuk memahami
itu semua kita perlu merujuk, bagaimana penerapan Rasulullah dan Salafush Shalih dalam
memahami ayat-ayat dan hadits diatas.
Pernahkah engkau mendengar istilah ‫ اىحة في اهلل و اىثغض في اهلل‬Hubbu fillah wal bughdhu fillah
)cinta karena Allah dan benci karena Allah). Jika belum... maka dengan sukarela kami akan
menjelaskannya sedikit, kami nukilkan penjelasan dari seorang ulama besar yang diminta
fatwa-fatwa darinya oleh seluruh kaum muslimin pada masa ini Asy Syaikh Dr. Shalih bin
Fauzan Al Fauzan (anggota lembaga fatwa kerajaan Saudi Arabia). Dalam muhadhorah Beliau
yang telah dibukukan dengan judul muhadharah fil aqidah dan da‘wah .

Makna Al Wala‘ : saling berdekatannya antara kaum muslimin pada hati-hati mereka dan
saling mencintai karena Allah , saling tolong menolong karena Allah , saling
berdekatannya qalbu-qalbu ahli iman walaupun tubuh mereka berjauhan, dan inilah pokok
dari wala‘.

Tanda-tanda wala‘
Syaikh menyebutkan bahwasanya tanda-tanda wala‘ diantaranya ada tiga,
1. Saling menngunjungi untuk menyambung silaturahmi
2. Berkumpul dan duduk-duduk bersama kaum mukminin yang lainnya
3. Menasehati dengan perkara yang ma‘ruf dan melarang dari yang mungkar

Sebagaimana firman Allah dalam surat At Taubah ayat 71:

          

             

  

― Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.‖ (QS. At Taubah: 71).
Maka dengan itu, karena sikap kepedulian kami terhadap penyimpangan yang engkau
lakukan untuk itulah kami menasehatkan kepada engkau dengan perkara yang ma‘ruf dan
melarang engkau dari perkara yang mungkar.

Atau jika nasehat itu engkau tolak, maka lihatlah kembali hadits tentang naungan Allah pada
hari kiamat dalam riwayat yang lain,
Rasulullah mengabarkan dalam hadits yang shohih : " Ada tujuh golongan yang
mendapatkan naungan Allah, saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya (di Hari
Kebangkitan);

1.Penguasa yang adil,


2. Seseorang yang ketika dalam keadaan sendirian dia teringat dosa-dosanya dan mengingat
Allah kemudian mengalir air matanya,
3. Seorang laki-laki yang hatinya selalu tertambat di masjid saat ia keluar darinya sampai dia
kembali ke masjid tersebut,
4. Dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena
Allah,
5. Seorang yang senantiasa sembunyi-sembunyi dalam bersedekah, sehingga tangan kirinya
tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh tangan kanannya,
6. Pemuda yang tumbuh (dengan senantiasa) beribadah kepada Allah dan menjalankan
ketaatan kepada-Nya,
7. Seorang laki-laki yang diajak oleh wanita yang mempunyai kedudukan dan cantik jelita
untuk melakukan suatu perbuatan yang diharomkan, tetapi dia mengatakan "Sesungguhnya
aku takut kepada Allah". [H.R. Bukhari dan Muslim].

Maka tolong perhatikan pada point keempat di atas pada kata yang bercetak tebal, ―mereka
berkumpul dan berpisah karena Allah‖ maka seorang mukmin adalah orang yang menjaga
dirinya untuk bergaul dengan seorang yang dapat membahayakan agamanya, maka itu
berpisah karena Allah adalah sebuah jalan keluar ketika keyakinan sudah tidak bisa disatukan,
sebagaimana tidak akan bersatu antara kebenaran dan kebatilan, Allah menegaskan dalam
kitab-Nya:

             

              
                

          

― Kamu tidak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga
mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka
dan menguatkan mereka dengan pertolongan, yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-
Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan
rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan
Allah itu adalah golongan yang beruntung.‖ (QS. Al Mujadillah: 22).

Maka bagaimana bisa bersatu seorang yang mengikuti bimbingan Sunnah dalam menyikapi
penguasa yang dzalim dengan seorang yang menjadikan hawa nafsu serta perasaannya sebagai
landasan dalam menghukumi setiap perkara. ???

                

                 

      

― Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya
Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".‖ (QS. Ali Imraan: 31-32)

Maka sudahkan engkau mengikuti bimbingan Rasulullah dalam menyikapi setiap perkara
yang ada..???
dibawah ini kami sertakan lafadz asli dari kutipan hadits yang engkau sampaikan kepada kami
di atas,

,‫ اىيىً أظيهٌ في ظيي‬.‫ أيِ اىَرحاتّىُ تجالىي‬:‫ ئُ اهلل يقىه يىً اىقياٍح‬:‫ قاه سسىه اهلل‬:‫ػِ أتي هشيشج قاه‬
.‫يىً ال ظو ئال ظيي‬

―dari Abu Hurairoh berkata: berkata Rasulullah : ‗Sesungguhnya Allah berkata pada hari
kiamat nanti: ‗dimana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku ?. Pada hari
ini Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku, yang tidak ada lagi pada hari ini satupun
naungan kecuali naungan-Ku.‘‖. [HR. Muslim no.2566].

berikut ini penjelasannya:


Perlu diketahui bahwa secara hukum asal, da‘wah dan nasehat itu dilakukan di atas hikmah
dan penggunaan kata-kata yang lemah lembut. Namun ketika kata-kata lembut sudah tidak
bermanfaat lagi, sementara kesesatan dan penyimpangan tetap dia lakukan, bahkan
ditebarkan ditengah-tengah umat, sehingga semakin banyak korban yang termakan oleh
kesesatannya, maka dalam kondisi seperti itu dengan terpaksa digunakanlah kata-kata ‗keras‘
dan ‗pedas‘.
Sebagaimana halnya seseorang yang ingin membersihkan noda yang melekat di pakainnya
yang putih bersih , ketika dengan cara yang halus dan lembut noda tersebut tidak juga hilang,
maka dilakukanlah dengan cara disikat dan digosok dengan keras dan kasar. Bukan berati hal
itu menafikan adanya kasih sayang terhadap sesama muslim. Perhatikan nasehat Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah seorang ulama besar yang tidak diragukan lagi keilmuannya:

ٍِ ‫ وقذ ال يْقيغ اىىسخ ئال تْىع‬,‫اىَإٍِ ىيَإٍِ ماىيذيِ ذغسو ئحذهَا األخشي‬
.ِ‫ ىنِّ رىل يىجة ٍِ اىْظافح و اىْؼىٍح ٍا ّحَذ ٍؼه رىل اىرخشي‬,‫اىخشىّح‬
―Seorang mu‘min terhadap mu‘min yang lainnya bagaikan kedua tangan, salah satunya
mencuci tangan yang lain, namun bisa saja kotoran (yang melekat di tangan) tidak bisa
hilang kecuali dengan bentuk cara (pembersihan) yang keras/kasar. Namun (cara keras/kasar
seperti) itu benar-benar mendatangkan kebersihan dan kehalusan (pada tangan) yang
membuat kita memuji cara yang kasar tersebut .‖ [Majmu‘ul Fatawa XXVIII/53-54].

Dan Imam Muslim , pengarang Kitab Shahih Muslim, Beliau telah menempatkan bab
khusus dalam muqaddimah kitabnya sebuah bab dengan judul yang panjang berisi
pengupasan tentang bolehnya mengkritik dan menyebutkan aib/cacat seorang periwayat
hadits, sehingga dengan itu kemurnian dan keabsahan hadits itu dapat terjaga
keotentikannya. Yaitu bab:

‫تاب تياُ أُّ اإلسْذ ٍِ اىذيِ و أُّ اىشوايح ال ذنىُ ئال ػِ اىصقاخ و أُّ جشح اىشواج‬
ِ‫ تو ٍِ اىزب ػ‬,‫ وأّه ىيس ٍِ اىغيثح اىَحشٍّح‬,‫ تو واجة‬,‫تَا هى فيهٌ جائز‬
‫اىششيؼح اىَنشٍّح‬
Yang artinya: ―Bab penjelasan bahwa sanad adalah termasuk dalam agama, dan bahwasanya
riwayat tidaklah diambil kecuali dari orang yang tsiqah (terpercaya) dan bahwasanya men jarh
(mengkritik dengan keras) seorang periwayat hadits pada hal-hal (penyimpangan) yang ada
pada mereka adalah boleh, bahkan wajib. Dan bahwasanya yang demikian itu bukanlah
termasuk ghibah yang diharamkan, bahkan termasuk pembelaan kepada syariat yang mulia).
[lihat Shahih Muslim hal. 14 Cet. Darul Kutub Al Ilmiyyah]

Al-JARH WAT TA‘DIL1


Adalah sebuah metode pengkritikan/bantahan dan dukungan/rekomendasi terhadap
paham atau aliran tertentu beserta para tokohnya dikritik, dibantah, dan umat diperingatkan
dari bahayanya. Sementara kebenaran dan para pembelanya didukung, direkomendasikan,
dan umat dihimbau untuk selalu merujuk kepadanya.

1
Istilah Al Jahr wat Ta’dil pada awalnya digunakan untuk sebuah metode penyeleksian seorang periwayat hadits
atau atsar, apakah nantinya riwayatnya/berita yang disampaikannya diterima (dipercaya kebenarannya) atau ditolak.
 Al-Jahr adalah: suatu sifat atau kriteria tertentu yang ada pada seorang periwayat hadits yang
berkonsekuensi dilemahkannya atau ditolaknya periwayatan dia
 At-Ta’dil adalah: suatu sifat atau kriteria tertentu yang ada pada seorang perawi yang berkonsekuensi
diterimanya periwayatan dia (lihat Dhawabitul Jarhi wat Ta’dil, hal. 10-11)
Metode ini adalah salah satu bagian dari praktek amar ma‘ruf nahi munkar serta
nasehat yang telah dianjurkan bahkan diwajibkan dalam Islam.
Alllah dan Rasul-Nya serta para ‗ulama Ahlus Sunnah , sejak masa para
shahabat dan seudahnya, telah memberikan contoh nyata penerapan metode Al Jahr wat
Ta‘dil serta meletakkannya diatas kaidah-kaidah yang bersumber dari Al-Qur‘an dan As-
Sunnah. Kemudian, penerapan metode ini terus dilanjutkan oleh para ulama Ahlus Sunnah
wal Jama‘ah secara berkesinambungan hingga hari ini.
Namun Ahlul Batil dan para pengikut paham serta aliran yang sesat lagi menyimpang,
dengan berbagai bentuk dan warnanya, tidak rela dengan adanya penerapan prinsip Al Jahr
wat Ta‘dil tersebut. Karena itu mereka berupaya merobohkan pilar-pilar prinsip yang mulia
ini demi mempertahankan kesesatan dan paham-pahamnya. Mereka sangat khawatir jika
prinsip ini tetap diterapkan akan mempersempit ruang gerak mereka dalam upayanya
menjajakan kesesatannya di tengah-tengah umat. Upaya merobohkan pilar-pilar Al Jahr wat
Ta‘dil ini berlangsung dari masa ke masa, dengan berbagai cara dan syubhat (tipu muslihat)
yang terus berlanjut secara berkesinambungan hingga hari ini.
Diantara pihak yang gencar merobohkan metode Al Jahr wat Ta‘dil di masa ini adalah
kelompok IM (Ikhwanul Muslimin), kelompok yang lahir di Mesir dengan pendirinya
seorang shufi bernama Hasan Al-Banna yang di negeri kita tercinta ini bermetamorfosa
dalam tubuh sebuah partai bernama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mempunyai angka
‗keramat‘ 8 itu. Upaya tersebut mereka selubungi dengan kaidah dan slogan yang selalu
mereka dengung-dengungkan, yaitu:

―Kita bekerja sama dalam perkara yang kita sepakati dan


saling mentolerir dalam perkara yang kita perselisihkan‖ .
Dalam kitabnya yang sudah sangat dikenal dan sangat mudah untuk didapatkan, yaitu
kitab Riyadhus Shalihin , Al-Imam An-Nawawi (w. 676 H) telah menyebutkan sebuah bab
yang berjudul: ‫ ما يباح مه انغيبة‬artinya: Bentuk Ghibah yang Diperbolehkan.
Mungkin para pembaca ada yang mengira bahwa Al-Imam An-Nawawi tidak
mengetahui haramnya Ghibah. Perlu diketahui bahwa Beliau telah meletakkan 2 (dua) bab
secara berurutan yang berjudul: ‫ تذريم انغيبة‬artinya: Haramnya Ghibah , kemudian disusul
dengan bab: ‫ تذريم سماع انغيبة‬artinya: Haramnya mendengarkan Ghibah. Kedua bab tersebut
beliau letakkan secara berurutan tepat sebelum bab: ‫ ما يباح مه انغيبة‬artinya: Bentuk Ghibah
yang Diperbolehkan. Dalam kedua bab tersebut beliau menyebutkan dalil-dalil, baik dari Al-
Qur‘an dan As-Sunnah tentang haramnya ghibah, toh ternyata dengan keilmuan dan
ketaqwaannya, beliau merinci permasalahan tersebut dengan meletakkan bab yang
menunjukkan adanya jenis-jenis ghibah yang diperbolehkan.
Sebelum kita mengikuti dalil-dalil yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi , mari
kita perhatikan terlebih dahulu pernyataan beliau pada muqqadimah bab tersebut. Beliau
berkata:
―Ketahuilah bahwa perbuatan ghibah diperbolehkan untuk maksud yang benar dan syar‘i,
yang tidak memungkinkan untuk sampai pada tujuan tersebut kecuali dengan melakukan
ghibah. Hal itu ada enam sebab, yaitu:

Pertama: At-Tazhallum (pengaduan). Boleh bagi seorang yang terzhalimi untuk


mengadu kepada seorang penguasa atau seorang hakim atau yang lainnya dari pihak-pihak
yang memiliki kekuasaan atau kemampuan (polisi misalnya, pent) untuk bersikap sportif
terhadap pihak yang menzhalimi, dengan berkata: ―Si Anu telah menzhalimi saya dengan
(perbuatan) demikian.‖

Kedua: Permintaan tolong untuk merubah sebuah kemungkaran, dan


mengembalikan seseorang yang berbuat kemaksiatan kepada kebenaran.

Ketiga: Al-Istifta‘ (upaya meminta fatwa), tentang suatu permasalahan.

2
Al-Imam Al-Hafizh Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf bin Muriy bin Hasan bin Husain bin
Hizam An-Nawawi. Seorang Imam besar, yang sangat besar jasa dan sumbangsihnya terhadap Islam dan kaum
muslimin. Dikenal dengan zuhud, teladan dalan dalam sifat wara’ , dan terdepan dalam amar ma’ruf nahi munkar.
Beliau memiliki banyak karya tulis yang sangat bermanfaat bagi kaum muslimin. di antara yang terkenal adalah Al-
Minhaj Syarh Shahih Muslim, Riyadhus Shalihin, Arba’in An-Nawawi, dan masih banyak lagi.
Keempat: Dalam memberikan tahdzir (peringatan keras) bagi kaum muslimin dari
kejahatan dan memberikan nasehat kepada mereka. Hal ini bisa dilakukan dalam beberap a
bentuk, diantaranya:
o Memberikan Jahr (Kritikan Pedas) terhadap pihak-pihak yang berhak
mendapatkannya dari kalangan para periwayat hadits, serta para saksi. Ini hukumnya
boleh berdasarkan Ijma‘ (kesepakatan) kaum muslimin. Bahkan wajib untuk sebuah
kemaslahatan.
o Jika seseorang melihat seorang pelajar yang sering mendatangi mubtadi‘ (pengusung
bid‘ah) atau seorang fasik untuk menimba ilmu darinya. Kemudian dia
mengkhawatirkan si pelajar tersebut terpengaruh karenanya, maka wajib atasnya
nasehat dalam bentuk penjelasan tentang kondisi orang (mubtadi‘) tersebut. Dengan
syarat dia memaksudkannya sebagai nasehat.

Kelima: Seseorang yang menampakkan secara terang-terangan kefasikan dan


kebid‘ahannya.... maka diperbolehkan penyebutan nama orang tersebut secara langsung
dalam perkara-perkara yang dia menampakkannya secara terang-terangan.

Keenam: Dalam rangka pengenalan. Jika seseorang lebih dikenal dengan julukan
tertentu. (seperti si Black ‗orang yang hitam‘, si Gatel ‗orang yang lucu‘, si Bom-mbom
‗orang yang imut‘, si Mbote ‗orang yang lemah-lembut‘. pent).

--- sekian An-Nawawi ----

‫ىيس ألهو اىثذع غيثح‬

―Tidak berlaku larangan ghibah untuk pengusung bid‘ah‖ [lihat Lammud Durril Mantsur,
hal.182]

3
Beliau adalah Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri (w.110 H), seorang tokoh besar tabi’in. Beliau seorang yang tsiqah,
faqih, dan memiliki keutamaan yang sangat terkenal. Al-Hafizh Adz-Dzahabi berkata: “Beliau adalah pimpinan
dalam ilmu dan amal.”
ّ‫تعهوا وغتاب في اهلل عزّ و جم‬

―Kemarilah, kita berbuat ghibah demi (membela agama) Allah ‖

Dalam riwayat Abu Zaid Al Anshari, bahwasanya Al Imam Syu‘bah berkata :

ِ‫ اىيىً يىً غيثح ذؼاىىا حرً ّغراب اىنزاتي‬,‫ىيس هزا يىً حذيس‬
―Hari ini bukan hari menyampaikan hadits, api hari ini adalah hari ghibah. Kemarilah, kita
berbuat ghibah terhadap para pendusta .‖

‫انشكاية و انتذرير نيس مه انغيبة‬

―Pengaduan dan Tahdzir (peringatan keran dari ahlul bid‘ah) keduanya bukan termasuk
perbuatab ghibah‖ [Syu‘abul Iman, karya Al-Baihaqi (6791)]

‫ يا أبا عبد انردمه‬:‫ فقال نه بعض انصوفيّة‬.‫انمعهّى به هالل هو إال أوّه إذا جاء انذديث يكرب‬
‫ إذا نم وبيّه كيف يعرف انذقّ مه انباطم ؟‬,‫ أسكت‬:‫تغتاب؟ فقال‬

4
Beliau adalah Imam terkemuka dari kalangan tabi’ut tabi’in. Beliau adalah (w. 198 H di Makkah). Al Imam Asy-
Syafi’i mengatakan: “Kalau tidak karena Malik bin Anas (Imam Malik) dan Sufyan (bin Uyainah) niscaya
hilanglah ilmu di negeri hijaz (Madinah), dan tidaklah aku melihat seorang pun yang memiliki ilmu yang banyak
seperti ilmu yang ada pada Sufyan bin Uyainah. Dan tidaklah aku melihat orang yang mampu menahan diri dari
berfatwa dibandingkan dia.”
5
Imam besar dari kalangan tabi’ut tabi’in, yang mendapatkan gelar amirul mu’minin dalam bidang hadits.
6
Beliau adalah tokoh besar Tabi’ut Tabi’in (w. 181 H)
―Al-Mu‘alla bin Hilal dialah orangnya, hanya saja apabila dia meriwayatkan hadits berdusta.‖
Sebagian orang shufi mengatakan kepada beliau: ―Wahai Abu Abdirrahman (nama kunyah
dari Al-Imam Abdullah Ibnul Mubarak) engkau telah berbuat ghibah‖! maka Al Imam
Abdullah Ibnul Mubarak menjawab: ―Diam Kamu! Jika kami tidak menjelaskan maka
bagaimana bisa diketahui antara kebenaran dan kebatilan ?!‖. [Al-Kifayah I/45, Tadribur Rawi
II/369]

Al-Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Al-Imam Asy-Syafi‘i :

―Jika seorang belajar tasawuf (sufi) di pagi hari, sebelum datang waktu dhuhur engkau akan
dapati dia menjadi orang yang DUNGU.‖

Juga beliau berkata :


―Aku tidak pernah melihat seorang shufi yang berakal. Seorang yang telah bersama kaum
shufiyah selama 40 hari, tidak mungkin kembali akalnya .‖

Beliau juga berkata, : ― Asas (dasar shufiyah) adalah MALAS .‖


[Lihat Mukhalafatush Shufiyah lil Imam Asy-Syafi‘i / (Majalah Asy-Syari‘ah
No.55/V/1430/2009)]

―Aku telah menelaah keadaan shufiyah dan aku dapati kebanyakan mereka menyimpang dari
syariat. Antara BODOH tentang syariat atau KEBID‖AHAN dengan akal pikiran.‖
[Lihat Mukhalafatush Shufiyah lil Imam Asy-Syafi‘i / (Majalah Asy-Syari‘ah
No.55/V/1430/2009)]

Muhammad bin Bundar Al Jurjani berkata kepada Al Imam Ahmad bin Hanbal :

7
Beliau adalah Imam Ahlus Sunnah, sangat gigih dalam berpegang teguh diatas sunnah. Salah seorang murid Imam
Asy-Syafi’i
‫ئّّه ىيشرذّ ػييّ أُ أقىه فالُ مزا و مزا‬
―Sesungguhnya sangatlah berat bagiku untuk mengatakan bahwa si fulan begini dan si fulan
begitu‖. 8

Maka Al Imam Ahmad bin Hanbal menjawab :

‫إذا سكتّ أوت و سكتّ أوا فمتى يعرف انجاهم انصذيخ ن\مه انسقيم ؟‬

―Jika anda diam dan akupun diam, maka kapan seorang yang jahil dapat mengetahui mana
(hadits) yang shahih dan mana yang lemah ?‖ [Majmu‘ul Fatawa XXVIII/231]

Mengkhabarkan pula putra Imam Ahmad yakni, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal:

‫ "فالُ ضؼيف و‬:‫ فجؼو أتي يقىه‬,‫جاء أتى ذشاب اىْخشثي ػسنش تِ اىحصيْاىً أتي‬
: ‫ فاىرفد أتي ئىيه فقاه‬: ‫ قاه‬,‫ يا شيخ ال ذغرة اىؼيَاء‬: ‫ فقاه أتى ذشاب‬,‫فالُ شقح‬
.‫ويحل ! هزا ّصيحح هزا ىيس غيثح‬

―Telah datang Abu Turob –Askar bin Al Hushain- menemui ayahku (yakni Ahmad bin
Hanbal), ketika ayahku sedang berkata bahwa si fulan adalah perawi yang dho‘if (lemah) dan
si fulan adalah perawi yang tsiqah (terpercaya).‖ Maka berkatalah Abu Turob (kepada Al
Imam Ahmad): ―Wahai Syaikh, janganlah engkau melakukan ghibah terhadap para ulama.‖
Maka ayahku menoleh kepada orang tersebut, seraya berkata ―CELAKA ENGKAU ! INI
ADALAH SEBUAH NASEHAT, DAN INI BUKANLAH TEGOLONG PERBUATAN
GHIBAH.‖ [Al KifayahI/45; Tadribur Rawi II/369]

Perhatikan, para imam besar dari kalangan as-salafush shalih yang dikenal dengan taqwa,
zuhud, wara‘, dan sangat takut kepada Allah . Mereka adalah orang-orang yang senantiasa
menjaga hati, lisan, dan seluruh anggota badannya dari berbuat dosa dan kemaksiatan.
Namun ternyata toh mereka tetap mencerca para pengusung kebatilan, bahkan mereka
menegaskan bahwa yang demikian itu tidaklah termasuk ghibah.

8
Maksudnya adalah berat baginya untuk menyebutkan sisi kekurangan dan cela para perawi hadits
Perlu diketahui bahwa tindakan seperti di atas, yaitu mengkritisi dan membantah pengusung
bid‘ah dan kebatilan serta mengingatkan umat dari bahaya mereka, dilakukan oleh para
ulama salafush shalih dalam rangka amar ma‘ruf nahi munkar dan melindungi umat dari
bahaya paham dan aliran-aliran sesat. Tindakan tersebut mereka ambil terkhusus karena
setelah munculnya fitnah di tengah-tengah umat dan lahirnya berbagai aliran dan paham
bid‘ah, seperti paham Syi‘ah dan Khawarij, dan Qadariyyah. Hal ini sebagaimana ditegaskan
oleh salah satu ulama salaf yang terkenal keimanan, ketaqwaan, dan keilmuannya, yaitu:

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab Shahih


beliau, bahwa Al Imam Muhammad bin Sirin berkata:

‫ىٌ ينىّىا يسأىىُ ػِ اإلسْاد فيَّا وقؼد اىفرْح قاىىا سَّىا ىْا سجاىنٌ فيْظش‬
.ٌ‫ئىً أهو اىسّْح فيإخز حذيصهٌ ويْظش ئىً أهو اىثذع فال يإخز حذيصه‬
―Dahulu mereka (para shahabat dan pembesar Tabi‘in) tidak menanyakan sanad 10

(hadits), namun ketika telah terjadi fitnah 11, mereka berkata: ‗Sebutkanlah kepada kami
(siapa) orang yang meriwayatkan (hadits/atsar) tersebut kepada kalian‘. Maka dilihat, jika
orang yang meriwayatkan tersebut dari kalangan ahlus sunnah maka diterimalah hadits
(riwayat) mereka. Jika ternyata orang-orang yang meriwayatkannya dari kalangan ahlul
bid‘ah maka tidak diterima hadits mereka .‖

Dalam kesempatan lain masih dalam muqaddimah Shahih Muslim --- beliau juga
berkata:

ٌ‫ئُّ هزا اىؼيٌ ديِ فاّظشوا ػَِّ ذأخزوُ ديْن‬


9
Beliau adalah tokoh dan imam besar generasi tabi’in (w. 110 H)
10
Silsilah mata rantai seorang periwayat hadits/atsar yang bersambung sampai teks hadits yang sesuai dengan apa
yang diucapkan, atau diperbuat oleh Rasulullah maupun para Shahabat [Ta‘liqat Al Atsriyyah ‗ala
Mandhumah Al Baiquniyyah, hal.25]
11
Fitnah yang dimaksud disini adalah munculnya para ahlul bid’ah dan ahlul ahwa’ (pengikut hawa nafsu) yang
kerap memalsukan hadits. [Ta’liq (catatan pinggir) pelajaran ilmu hadits kitab Ta’liqat Al Atsriyyah Ala
Mandhumah Al Baiquniyyah oleh Ustadzuna Kholiiful Hadi (salah seorang murid Asy-Syaikh Muqbil bin
Hadi Al Wadi’ie), ketika penulis belajar di Ma’had Darul Atsar Al Islamy Gresik]
―Sesungguhnya ilmu ini adalah
agama, maka telitilah dari
siapa kalian mengambil
(mempelajari) agama kalian. ‖
Setelah kita menyimak bersama pernyataan sederetan ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama‘ah
yang tidak diragukan lagi keilmuan, ketaqwaan, kezuhudan, serta nasehat dan perjuangan
mereka untuk umat ini, mungkinkah kita yang jauh dari keilmuan, sedikit ketaqwaan, dan
hampir-hampir tidak memiliki kezuhudan, akan menuduh para ulama tersebut sebagai
orang-orang yang tidak mengerti tentang haramnya ghibah? Atau menuduh mereka
mencari-cari dan mengoleksi kesalahan orang atau ulama yang tidak disukai untuk kemudian
disebar-luaskan dengan cara yang TIDAK ―BERAKHLAK‖ dan ―TIDAK BERADAB‖. Sungguh
ini suatu sikap seorang yang sombong dan tidak mengerti tentang kedudukan dan nilai
dirinya.

Atau akan ada yang mengatakan, mungkin saja para ulama tersebut tidak mengerti ayat-ayat
atau hadits-hadits yang menunjukkan nasehat untuk SANTUN dan BERADAB sebagaimana
yang disebutkan oleh saudara Cak Mus bin Musykilah???. La Haula wala Quwwata Illabillah .

Itulah beberapa atsar/keterangan ulama generasi salafush shalih dan generasi sesudahnya yang
dapat kami nukilkan dalam kesempatan yang singkat ini, yang menjelaskan kepada kita
semua BAHWA MEMBICARAKAN ATAU MENYEBUT AIB SERTA MENGKRITIK
PENYIMPANGAN PAHAM MEREKA BUKANLAH TERGOLONG JENIS PERBUATAN
GHIBAH YANG TERLARANG SERTA BUKAN PULA HANYA SEKEDAR CACIAN SARAT
EMOSI DAN TENDENSI TERTENTU YANG TIDAK BERAKHLAK DAN TIDAK BERADAB,
NAMUN ITU SEMUA MERUPAKAN UPAYA NASEHAT SERTA MENYELAMATKAN
UMAT DARI JERAT-JERAT KESESATAN YANG DITEBARKAN OLEH PARA
PENYERUNYA.
Untuk melengkapi pernyataan para ulama tersebut, sekarang akan kami tampilkan pernyataan
Imam Ahlus Sunnah Abad ini, seorang yang amat faqih dan alim ketua pimpinan majelis
fatwa ulama besar Saudi Arabia, Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz :

―Jika seseorang menampakkan kebid‘ahannya atau kemaksiatannya maka tidak berlaku


hukum larangan ghibah baginya. Seseorang yang terang-terangan menampakkan dia
meminum khamr (arak), maka dikatakan bahwa dia adalah seorang yang fajir (jahat), atau
terang-terangan merokok dan mencukur jenggotnya, maka tidak berlaku hukum larangan
ghibah baginya, karena dia sendirilah yang telah membongkar aib dirinya. Begitu pula
seseorang yang menampakkan kebid‘ahannya seperti mereka yang melakukan bid‘ah dalam
bentuk perayaan maulid, atau malam ke-27 Sya‘ban, atau malam Isra‘ Miraj menurut
keyakinan mereka, atau dengan membangun di atas kubur dan mengapurinya, serta
meletakkan bangunan kubah di atasnya, (atau terang-terangan mencaci maki dan
mengumbar aib pemerintah dan memprovokasi umat untuk ikut mencela dan mengkritik
setiap kebijakan mereka, -ed) maka mereka harus diingkari dan dikatakan : ―Perbuatan ini
tidak boleh, dan tergolong perbuatan bid‘ah.‖

maksud dari itu semua adalah menampakkan kebid‘ahan dan kemaksiatannya sehingga tidak
berlaku lagi hukum (larangan) ghibah bagi yang menampakkan hal itu, dengan anda
mengatakan: ―Coba lihat si fulan itu, dia telah menampakkan sebuah bid‘ah tertentu dan
menyeru umat untuk mengikutinya, maka waspadailah dia.‖ [Lammud Durril Mantsur 548
hal.185 / Menebar Dusta Membela Teroris Khawarij, penerbit Pustaka Qaulan Sadida Malang
hal. 96]

--------------sekian Asy Syaikh Bin Baz------------------

Daliil- dalil yang menunjukkan tentang adanya


ghibah yang dibolehkan

Sekarang mari kita ikuti bersama, beberapa hadits yang menggambarkan tentang sikap
dan perkataan Rasulullah yang menunjukkan bahwa menyebutkan aib saudara muslim
dalam kondisi yang dibutuhkan, tidak tergolong perbuatan ghibah, atau kalau mau dikatakan
ghibah maka itu adalah ghibah yang dibolehkan.

Diantara dalil-dalil tersebut adalah:

a) Hadits Aisyah , bahwa seorang pria meminta izin untuk menemui Rasulullah ,
maka beliau berkata:

))‫((ائذّ٘ا ىٔ ثئض أخ٘ اىعشٍزح‬


―Izinkanlah orang tersebut, sesungguhnya dia sejelek-jelek sanak saudara‖ [HR.
Bukhari no. 6032, 6054, 6131; Muslim no. 2591]

Al Imam Al-Bukhari telah berhujjah (berdalil) dengan hadits ini tentang


bolehnya melakukan ghibah terhadap pembawa kerusakan dan pengusung syubhat
(kerancuan berpikir).
Al Imam Al-Qurthubi , berkata: ―Pada hadits tersebut terkandung hukum
bolehnya melakukan ghibah atau yang semisal itu dariterhadap orang yang
melakukan kefasikan atau kekejian secara terang-terangan serta seruan kepada
bid‘ah...‖ [Fathul Bari Kitabul Adab di bawah hadits no. 6032]

b) Hadits Fathimah bintu Qais :


‫ فقبه رط٘ه اهلل‬,ًّ‫ إُ أثب اىجٌٖ ٗ ٍعبٌٗخ خطجب‬:‫أرٍذ اىْجًّ صيّى اهلل عئٍ ٗ طيٌ فقيذ‬
‫ ٗ أٍب أث٘ اىجٌٖ قال ٌضع‬,ٔ‫ ((أٍب ٍعبٌٗخ فصعي٘ك ال ٍبه ى‬:ٌ‫صيّى اهلل عئٍ ٗ طي‬
.))‫ ((ٗ أٍب أث٘ اىجٌٖ فضزاة ىيْظبء‬: ٌ‫اىعصب عِ عبرقٔ)) ٗ فً رٌٗخ ىَظي‬

Fathimah bintu Qais berkata, ―Aku datang menemui Rasulullah kemudian aku
katakan kepada beliau bahwa Abul Jahm dan Muawiyah telah melamarku. Maka
berkatalah Rasulullah : ―Kalau Muawiyah adalah seorang yang suluk (faqir) yang
tidak mempunyai harta, sedangkan Abul Jahm adalah seorang yang tidak pernah
meletakkan tongkatnya dari pundaknya (sering bepergian).‖ Dalam riwayat Muslim:
―Kalau Abu Jahm adadlah seorang yang suka memukul wanita.‖ [HR. Bukhari
Riyadush Shalihin hadits no. 1533]

Penjelasan Rasulullah kepada seorang wanita yang sangat membutuhkan


informasi tentang kondisi dua orang yang akan melamarnya agar dia dapat menentukan
sikap. Jika perkara yang terkait dengan urusan dan kemaslahatan seorang wanita padahal dia
hanya seorang saja, lalu bagaimana dengan perkara yang terkait dengan urusan dan
kemaslahatan umat (orang banyak), yang dengan keawamannya umat ini sangat mudah
untuk tertarik dan tertipu dengan berbagai bid‘ah dan kesesatan yang dilakukan oleh tokoh-
tokohnya dan dipromosikan oleh para pengikutnya. Maka sudah barang tentu, sebagaimana
telah dijelaskan para ulama di atas, adalah sesuatu yang wajib untuk dijelaskan kepada umat
tentang kesesatan dan kebid‘ahan yang dapat mebinasakan mereka.

c) Hadits Aisyah :
ٍْٔ ‫ إال ٍب أخذد‬,‫ ٗ ىٍض ٌعطًٍْ ٍب ٌنفًٍْ ٗ ٗىذي‬,‫ ٌب رط٘ه اهلل إُ أثب طفٍبُ رجو شحٍح‬:‫أُ ْٕذ ثْذ عزجٔ قبىذ‬
.))‫ ((خذي ٍب ٌنفٍل ٗ ٗىذك ثبىَع٘رف‬:‫ٗ ٕ٘ ال ٌعيٌ؟ فقبه‬

―Bahwa Hindum bintu Utbah (Istri Abu Sufyan) berkata: ―Wahai Rasulullah
sesungguhnya Abu Sufyan adalah pria yang sangat kikir, dan sesungguhnya dia tidak
memberikan nafkah yang dapat mencukupiku dan anakku, kecuali apa yang aku ambil
darinya dalam keadaan dia tidak mengetahuinya?‖ maka Rasulullah berkata:
―Ambillah apa yang cukup buat kamu dan anakmu dengan cara yang baik .‖ [HR.
Bukhari no. 5364; Muslim no. 1714].

Al Hafizh Ibnu Hajar Al As Qalani berkata ketika mengomentari hadits ini:


―Hadits ini dijadikan sebagai dalil tentang bolehnya menyebutkan pribadi
seseorang tentang suatu yang tidak disukai oleh orang tersebut, jika dilakukan dalam
rangka mencari fatwa atau pengaduan dan yang semisalnya. Ini adalah salah satu
keadaan yang diperbolehkan dengannya perbuatan ghibab.‖ [Fathul Bari, penjelasan
hadits no. 5364].

Setelah penjelasan di atas, kita mengetahui bagaimana Rasulullah r bersikap dan


berkata. Apakah kita berani menuduh Rasulullah r telah berbuat ghibah? Padahal
kepada beliaulah ayat-ayat Al-Qur‘an –termasuk ayat larangan tentang ghibah-
diturunkan. Beliau sendiri, melalui haditsnya melarang umat ini untuk berbuat
ghibah. Tapi toh ternyata hal itu tidak menghalangi beliau untuk menyebutkan
kekurangan dan aib pihak-pihak yang memang harus disebutkan.
- ‗ ‘
‗ ‘ - ‘

             

           

― Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada


memikulnya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah
buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada
memberi petunjuk kepada kaum yang zalim .‖ (QS. Al Jumu‘ah: 5).

             

               

              

  

― Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat
Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat
itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-
orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya
dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada
mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.‖ (QS. Al A‘raaf: 175-176)
                    

            

― Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan
manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-
ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.‖ (QS. Al A‘raaf: 179)

      

― Mereka tuli, bisu dan buta (Walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli,
bisu dan buta oleh karena tidak dapat menerima kebenaran), Maka tidaklah mereka akan
kembali (ke jalan yang benar) ,‖ (QS. Al Baqarah: 18).

- ‗ ‘
‗ ‘ -
Berikut ini beberapa bentuk kata-kata ‗keras‘ dan ‗pedas‘ yang digunakan oleh Rasulullah
dalam memperingatkan umatnya dari kesesatan paham-paham menyimpang, yang
membahayakan aqidah umat, serta beberapa bentuk kata-kata ‗keras‘ dan ‗pedas‘ yang beliau
gunakan dalam mengingkari beberapa kekeliruan yang terjadi pada sebagian shahabatnya,
antara lain:

a) Perkataan Nabi terhadap kaum khawarij:


,ٌٕ‫إُ ٍِ ضئضىء ٕذا أٗ فً عقت ٕذا قٍ٘ب ٌقزؤُٗ اىقزآُ ال ٌجبٗس حْبجز‬...
‫ ٗ ٌذعُ٘ إٔو‬,ً‫ٌقزيُ٘ إٔو اإلطال‬,ٔ‫ٌَزقُ٘ ٍِ اإلطالً ٍزٗق اىظٌٖ ٍِ اىزٍٍّز‬
.‫ ىئِ أّب أدرمزٌٖ قزيزٌٖ قزو عبد‬,ُ‫األٗثب‬

"......akan keluar dari keturunan orang ini (Dzulkhuwaishirah) suatu kaum yang
mereka itu ahli membaca Al-Qur‘an, namun bacaan tersebut tidaklah melewati
tenggorokan mereka. Mereka melesat keluar dari batas-batas agama seperti
melesatnya anak panah dari sasaran buruannya. Mereka membunuhi ahlul Islam dan
membiarkan hidup (tidak membunuh) ahlul Autsan (orang-orang kafir). Jika aku
sempat mendapati mereka, akan aku bunuh mereka dengan cara pembunuhan
terhadap kaum ‗Ad . [HR. Al Bukhari no. 3344; Muslim no. 1064; Abu Dawud no.
4764 dari shahabat Abu Said Al Khudri]

Beliau juga berkata sebagaimana dibawakan oleh Abu Umamah :

‫ ٗ خٍز‬,‫ ٕؤالء شزّ قزيى قزي٘ا رحذ أدٌٌ اىظَبء‬.‫ مالة اىْبر‬,‫ مالة اىْبر‬,‫مالة اىْبر‬
.‫قزيى قزي٘ا رحذ أدٌٌ اىظَبء اىذٌِ قزيٌٖ ٕؤالء‬

―Anjing-anjing Neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka! Mereka adalah


sejelek-jelek mayat di bawah kolong langit. Sementara sebaik-baik mayat di bawah
kolong langit adalah mayat orang-orang yang dibunuh oleh mereka (khawarij). [HR.
Ahmad, Ibnu Majah].

b) Perkataan Nabi terhadap kaum Qadariyyah 12

.))ٌٕٗ‫((اىقذرٌّخ ٍج٘ص ٕذٓ األٍخ إُ ٍزض٘ا فال رع٘دٌٕٗ ٗ إُ ٍبر٘ا فال رشٖذ‬
―Al-Qadariyyah itu majusinya umat ini. Jika mereka sakit maka jangan dijenguk, jika
mereka mati jangan disaksikan (dihadiri pemakamannya).‖
c) Perkataan Rasulullah terhadap orang yang menarik kembali pemberiannya:

.))ٔ‫((ىٍض ىْب ٍثو اى٘ء اىعبئذ فً ٕجزٔ مبىنيت ٌقًء ثٌ ٌع٘د فً قٍئ‬

Tidak sepantasnya bagi kita untuk memiliki sifat jelek. Seorang yang menarik kembali
pemberiannya bagaikan seekor anjing yang muntah kemudian dia menjilat kembali

12
[HR. Abu Dawud no. 4691, Ibnu Abi Ashim]
Qadariyah adalah suatu kaum yang mereka mengingkari takdir, mereka meyakini bahwa segala yang yang
terjadi itu tanpa didahului taqdir Allah dan bahwa Allah tidak menentukan taqdir kejadian tersebut sebelum
terjadinya, melainkan terjadi karena kehendak makhluk secara mutlak. Dalam beberapa riwayat mereka kaum
Qadariyyah adalah orang-orang yang berakhlak baik.
Paham dan aliran ini ternyata masih bertahan hingga masa ini. Bahkan didukung dan diperbaharui oleh
orang-orang yang dikenal sebagai “cendekiawan muslim”. Diantaranya di negeri ini ditokohi oleh Prof. Harun
Nasution, yang dengan gencar dia menjejalkan paham ini kepada para mahasiswanya di lembaga pendidikan IAIN
(yang sekarang berganti nama menjadi UIN), mereka adalah kaum yang juga mengucapkan Laa ilaha illaallah dan
bersaksi pula bahwa Muhammad Rasul Allah.
muntahannya tersebut. [HR. Bukhari no. 2589, 2622, 6975; Muslim no. 1622 dari
shahabat Ibnu Abbas ].

d) Perhatikan beberapa contoh kata-kata ‗keras‘ dan ‗pedas‘ atau ‗kasar‘ yang digunakan
oleh Rasulullah terhadap beberapa shahabatnya sendiri, antara lain:

Peringatan Rasulullah kepada seorang shahabat Abu Dzar ketika mencela seseorang
dengan cara mencaci ibu dari orang tersebut, dengan mengatakan:

‫ئّل اٍشؤ فيل جاهييّح‬

Sesungguhnya pada dirimu (Abu Dzar) terdapat sifat-sifat kejahiliyyahan. [HR.


Bukhari no. 30; Muslim no. 1661]

Peringatan Rasulullah kepada shahabat Muadz bin Jabal ketika Muadz mengimami
kaumnya dalam sholat isya‘ dengan bacaan yang sangat panjang, sampai-sampai ada
salah seorang makmum yang keluar dari shalat jama‘ah dan melakukan shalat sendiri.
Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah r maka marahlah beliau kepada Muadz
dengan mengatakan:

))‫ أفراُ يا ٍؼار‬,‫ أفراُ يا ٍؼار‬,‫(( أفراُ يا ٍؼار‬

―Apakah engkau tukang fitnah, wahai Muadz, Apakah engkau tukang fitnah, wahai
Muadz, Apakah engkau tukang fitnah, wahai Muadz (beliau mengulanginya 3 kali).‖ [HR.
Bukhari, no. 6106; Muslim no. 465; An Nasa‘i no. 831 dari shahabat Jabir bin Abdillah].

e) Perkataan Rasulullah kepada Aisyah , isteri beliau yang paling beliau cintai, yaitu
ketika Aisyah cemburu kepada beliau, maka beliau berkata:
)) ‫(( قذ جاءك شيطاّل‬
―Sungguh syaithanmu telah datang kepadamu‖ [HR. An Nasa‘i no. 3970]
Kami mengajak para pembaca untuk melihat ulang dengan seksama kata-kata yang
dilontarkan oleh Baginda Nabi :
- akan aku bunuh mereka,
- Anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka!
- Sejelek-jelek mayat
- Jika mereka sakit, maka jangan dijenguk, jika mereka mati maka jangan disaksikan
(dihadiri) jenazah mereka,
- Bagaikan seekor anjing,
- Sesungguhnya pada dirimu terdapat sifat-sifat kejahiliyyahan,
- Engkau tukang fitnah,
- Sesungguhnya dia adalah sejelek-jelek sanak saudara,
- syaithanmu

padahal siapa yang dituju oleh Rasulullah dengan ucapan-ucapan tersebut? Kaum
kafirkahmereka??? Yahudikah mereka??? Tidak lain mereka adalah orang-orang yangmasih
bersyahadat La ilaha illallah dan menyatakan diri mereka sebagai muslim.
Tidak bisakah Rasulullah mengatakan dengan kepada Aisyah sebagai isteri beliau
dengan nasehat yang ‗lembut‘ dan ‗santun‘??? tanpa harus berucap: ―Sungguh syaithanmu
telah datang kepadamu.‖.
Padahal kita semua tahu bahwa Rasulullah adalah manusia terbaik akhlaq dan
sikapnya terhadap seluruh manusia, terkhusus terhadap isteri-isterinya. Sebagaimana telah
beliau khabarkan dalam sebuah hadits, yang diriwayatkan dari Aisyah , bahwa Rasulullah
berkata:

‫خيشمٌ خيشمٌ ألهيه و أّا خيشمٌ ألهيهي‬

―Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling berbuat baik terhadapkeluarganya ( isterinya),
dan aku adalah orang yang paling berbuat baik terhadap keluargaku (isteriku).‖ [At Tirmidzi
no. 3895].

Tentunya –na‘udzubillah- kita semua berlindung kepada Allah untuk lancang dan
berani mengatakan bahwa Rasulullah berkata dengan kata-kata yang tidak santun atau
tidak beretika dan yang semisal itu. Tentu barangsiapa yang berani mengatakan hal itu, maka
dia tergolong orang yang lancang terhadap Nabi dan jahil terhadap syariat yang beliau
bawa sekaligus tergolong orang yang merasa diri dan kelompoknya yang lebih bisa bersikap
lembut, santun, dan beretika.
- ‗ ‘
‗ ‘ -

Penyematan gelar-gelar bahwa ―si fulan sesat‖, ―si fulan ahlul bid‘ah‖, ―si fulan khawarij‖ tidak
sesuai dengan contoh as-salafush shalih.

Untuk menjawab statement di atas, kami akan mencoba menukilkan beberapa pernyataan
para ulama dari generasi salafush shalih, -yang telah diakui umat keilmuan, ketaqwaan, serta
kebenaran manhaj dan aqidah mereka- dalam menyikapi para pengusung bid‘ah dan
kesesatan. Dalam rangka menyelamatkan umat dari bahaya paham dan aliran sesat. Agar kita
mengetahui hakekat sebenarnya tentang metode para as-salafush shalih dalam menyikapi
para pengusung paham sesat serta para periwayat hadits yang tidak boleh diterima
periwayatannya.

 Shahabat Abdullah bin Abbas :

‫ قيذ إلثِ عجبص إُّ ّ٘فب اىجنبىًّ ٌشعٌ أُّ ٍ٘طى ثًْ إطزائٍو‬:‫قبه طعٍذ ثِ ججٍز‬
.‫ىٍض ثَ٘ص اىخضز فقبه مذة عذّٗ اهلل‬

Sa‘id bin Jubair menceritakan : ― Aku menyampaikan kepada Ibnu Abbas bahwa Nauf Al-
Bakali berkeyakinan bahwa Musa (yang berasal dari) Bani Isra‘il bukanlah Musa (kawan Nabi)
Khidir.‖ Maka Ibnu Abbas menjawab: ―Kadzaba ‗Aduwwullah (telah berdusta musuh Allah
ini).‖ 13

Oleh Ibnu Abbas, Nauf Al Bakali disebut dengan julukan musuh Allah dan telah berdusta,
padahal Nauf adalah salah seorang ulama dan salah seorang Imam di Damaskus.

13
Al Bukhari no. 122, 4727 – Muslim no. 2380
Al Imam An-Nawawi berkata ketika menjelaskan makna pernyataan keras dan pedas Ibnu
Abbas: ―Kadzaba ‗Aduwwullah‖ :

―Ini diucapkan dalam rangka menunjukkan sikap keras dan larangan serius, lantaran
ucapan dia (Nauf). Bukan berarti beliau meyakini bahwa orang itu sebagai musuh Allah yang
sebenarnya. Namun (kata-kata keras) itu beliau ucapkan dalam rangka menunjukkan betapa
besarnya pengingkaran beliau terhadap pernyataan orang itu yang menyelisi hadits Rasulullah
. ucapan itu terjadi dalam keadaan beliau marah, karena sikap pengingkarannya yang sangat
keras‖. [Syarah Shohih Muslim penjelasan hadits no. 2380]

 Al-Imam Muhammad bin Ka‘b Al-Qurazhi 14berkata:

.ٌ‫ إلتييس أػيٌ تاهلل ٍْه‬,‫قاذو اهلل اىقذسيح‬

―Semoga Allah membinasakan kaum Qadariyyah 15. Sungguh Iblis lebih berilmu /
lebih mengetahui tentang kekuasaan Allah daripada mereka‖.

 Al-Imam Asy-Sya‘bi 16 berkata:

‫حذّشْي اىحاسز األػىس اىهَذاّي و ماُ مزاتا‬

―Al-Harits Al-A‘war Al-Hamdani telah memberitakan kepadaku dan dia (Al Harits) adalah
KADZDZAB (Seorang Pendusta).‖ [Muqaddimah kitab Shahih Muslim]

14
Tinggal di Kufah (wafat 120 H). Beliau adalah seorang yang shalih, yang dikenal dengan keilmuannya dalam
bidang Al-Qur’an. [Al Bidayah wa Nihayah]
15
Qadariyah adalah suatu kaum yang mereka mengingkari takdir, mereka meyakini bahwa segala yang yang
terjadi itu tanpa didahului taqdir Allah dan bahwa Allah tidak menentukan taqdir kejadian tersebut sebelum
terjadinya, melainkan terjadi karena kehendak makhluk secara mutlak. Dalam beberapa riwayat mereka kaum
Qadariyyah adalah orang-orang yang berakhlak baik.
Paham dan aliran ini ternyata masih bertahan hingga masa ini. Bahkan didukung dan diperbaharui oleh
orang-orang yang dikenal sebagai “cendekiawan muslim”. Diantaranya di negeri ini ditokohi oleh Prof. Harun
Nasution, yang dengan gencar dia menjejalkan paham ini kepada para mahasiswanya di lembaga pendidikan IAIN
(yang sekarang berganti nama menjadi UIN), mereka adalah kaum yang juga mengucapkan Laa ilaha illaallah dan
bersaksi pula bahwa Muhammad Rasul Allah.
16
Al-Imam Asy-Sya’bi, beliau adalah Amir bin Syarahil Asy-Sya’bi, seorang imam besar dari kalangan tabi’in
(wafat. setelah tahun 100 H). Sufyan bin Uyainah berkata: “Manusia-manusia unggulan setelah shahabat Rasulullah
r adalah: Ibnu Abbas pada masanya, Asy-Sya’bi pada masanya, Ats Tsauri pada masanya.”
Padahal Al Harits Al A‘war adalah seorang yang faqih. Namun karena kejelekan dan
kejahatan madzhabnya –yaitu Syi‘ah—maka Al Imam Asy-Sya‘bi mencercanya.

 Al –Imam Hasan Al-Bashri berkata, ketika beliau mentadzir (memperingati dengan


keras) Ma‘bad Al-Juhani:

ّ‫ال ذجاىسىا ٍؼثذا فاّه ضاهّ و ٍضو‬

―Janganlah kalian berteman dengan Ma‘bad, karena sesungguhnya dia adalah seorang yang
DHALUN MUDHILL (SESAT MENYESATKAN).‖ [Tahdzibul Kamal, Biografi Ma‘bad]

Padahal Ma‘bad Al-Juhani (wafat 80 Hijriah) adalah seorang yang dikenal jujur dalam
periwayatan hadits, sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan beribadah serta beberapa
nilai kebaikan yang lainnya. Namun Ma‘bad Al-Juhani adalah pencetus dan pembesar paham
Qadariyyah.

 Al Imam Ahmad bin Hanbal berkata tentang Husain Al Karabisi

. َٔ‫ٌني‬ ٍِ ٌ‫ ال رنئَ ٗ ال رني‬,ً‫إٌبك إٌبك ٗ ٕذا اىنزاثٍظ‬

―Waspadalah kamu dari Husain Al Karabisi ini, jangan kau ajak bicara dia dan jangan pula kau
ajak bicara siapapun yang berbicara dengannya‖.

‫ هرنه اهلل اىخثيس‬,‫مزب‬

―Sungguh dia telah berdusta, semoga Allah membongkar kedoknya. Dia adalah seorang yang
JAHAT‖. [Tarikh Baghdad Al-Khatib Al-Baghdadi VIII/65-66]

Perhatikan, betapa kerasnya sikap Al-Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal terhadap
Husain Al-Karabisi, dan betapa pedas kata-kata yang beliau gunakan. Atau menurut istilah
Al-Ustadz Cak Mus bin Musykilah betapa ―TIDAK BERAKHLAK‖ dan ―TIDAK
BERADABNYA‖. Padahal Husain Al-Karabisi adalah seorang yang faqih dan memiliki nilai-
nilai kebaikan. Bahkan dia mempunyai karya tulis yang sangat banyak dalam berbagai disiplin
ilmu, baik dalam bidang fiqih, ushul, dll. Yang mana itu menunjukkan kedalaman dan
kematangan ilmunya. Namun karena dia (Husain) pengusung paham sesat, maka Imam
Ahmad menvonisnya sebagai Ahlul Bid‘ah. Dan berbicara keras dan kasar terhadapnya, yang
kalu menurut bahasa para hizbiyyah sikap Imam Ahmad ini adalah sikap ―MEMBID‘AH-
BID‘AHKAN SESAMA KAUM MUSLIMIN YANG BERBEDA PENDAPAT‖.

 Al-Imam Asy-Syafi‘i berkata tentang Ibrahim bin Isma‘il bin Ulayyah :

‫ٕ٘ ضبهّ جيض ثجبة اىظ٘اه ٌضوّ اىْبص‬

―Dia (Ibrahim) adalah seorang yang SESAT. Duduk di pintu As-Suwal untuk menyesatkan
manusia.

‫مصيش تِ ػثذ اهلل اىَزّي سمِ ٍِ أسماُ اىنزاب‬

―Katsir bin Abdillah Al-Muzani adalah salah satu pilar di antara pilar-pilar kedustaan"
[Mizanul I‘tidal karya Adz-Dzahabi V/493]

Demikianlah Imam Syafi‘i mencerca orang lain dengan kata-kata keras dan pedas, yaitu dalam
kondisi ketika memang penggunaan kata-kata keras dan pedas dibutuhkan, dalam rangka
memberikan peringatan kepada umat dari bahaya kesesatan pengusung kebatilan.

Maka tentunya, jika kita menuruti pendapat atau perasaan seorang Cak Mus bin Musykilah
yang memang Subhanallah begitu BERADAB dan BERAKHLAK MULIA senantiasa ―menjaga
hati jangan kau nodai‖ tentulah akan dikatakan pula olehnya bahwa para Imam di atas TIDAK
BERAKHLAK dan TIDAK BERADAB. Wah... jika memang begitu betapa LUAR BIAZAnya
tingkat keilmuan Asy-Syaikh Cak Mus bin Musykilah ini. Qod Ta‘ajjabtu... ‗Ajib.....bbbbe‘

Mari kita perhatikan bersama beberapa pernyataan para ulama besar Ahlus Sunnah wal
Jama‘ah, yang secara keilmuan tidak diragukan lagi, untuk mengukur sejauh mana kebenaran
dan keilmiahan pernyataan saudara Cak Mus bin Musykilah tentang pentingnya AKHLAK
dan ADAB dan PENERAPANNYA. Dalam kehidupan ―persaudaraan‖ umat.

InsyaAllah kita semua tahu dan yakin bahwa Al Imam Asy-Syafi‘i sebagai salah satu Imam
besar Ahlus Sunnah, lebih mengetahui ayat Al-Qur‘an dan hadits-hadits Rasulullah yang
melarang pebuatan ghibah dan mencela dengan penuh ketidak-beradaban serta ketidak-
berakhlakan, serta beliau lebih memahami cara mengaplikasikannya, dan tentunya tidak bisa
dibandingkan dengan kita semua yang jauh dan terbatas keilmuan dan ketaqwaannya.

 Imam Ahlus Sunnah Abad ini Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz :

―...Yang wajib atas para ulam kaum muslimin adalah menjelaskan hakekat sebenarnya serta
berdialog dengan setiap kelompok atau organisasi serta menasehati semua pihak tersebut
untuk berjalan di atas garis yang telah Allah tentukan terhadap hamba-hamba-Nya dan
apa yang telah dida‘wahkan oleh Nabi kita Muhammad . Barangsiapa melampaui batas
ketentuan ini, dan masih terus bersikeras (di atas sikapnya yang salah) demi kepentingan
pribadi atau tujuan-tujuan yang tidak ada tahu kecuali Allah, MAKA WAJIB UNTUK
MENYIARKAN KESALAHAN ORANG TERSEBUT SERTA MEMBERI PERINGATAN
KERAS TERHADAPNYA, oleh pihak-pihak yang mengetahui hakekat sebenarnya. Agar
kaum muslimin menjauhi paham / aliran mereka, dan agar tidak terjerumus bergabung
bersama mereka pihak-pihak yang tidak mengerti hakekat yang sebenarnya dari kesalahan
para penyeru kesesatan tersebut, yang akhirnya dapat dapat menyesatkan orang tersebut atau
memalingkan dari jalan-Nya yang lurus yang telah Allah perintahkan kepada kita untuk
mengikutinya.‖

              

    

― Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan
kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.‖ (QS. Al-
An‘aam: 153)

Вам также может понравиться