Вы находитесь на странице: 1из 21

PENGUJIAN ORGANOLEPTIK KACANG MERAH SEBAGAI SUBSTITUSI

PEMBUATAN TEMPE SERTA PENGARUH PEMBUNGKUS YANG


DIGUNAKAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Pengolahan Pangan Lokal

KELOMPOK 6
Husnul Khuluqiyah (121710101033)
Riska Wulandari (121710101016)
Dinar Maharani (121710101046)
Annisa Mardianti (121710101017)
Jannatun Naim (121710101010)
Feri Defriyanto (121710101022)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
RED BEANS ORAGNOLEPTIC TESTING AS THE EFFECT OF SUBSTITUSION OF MAKING
TEMPE WRAPPERS USED

Husnul Khuluqiyah
1
, Riska Wulandari
1
, Annisa Mardianti
1
, Dinar Maharani
1
, Feri Derfriyanto
1
,
Jannatun Naim
1

1
Student Departement Technology of Food and Agricultural Products, Faculty of Food and Agricultur
Technology, Universitas of Jember, Kalimantan 1 No. 37, Jember 68121

ABSTRACT
Usually, tempe is fermented food use soya beans as main ingredient. The limited amount of soy beans, is
needed solutions other ingredient as subtitutor to reduce depedence. Subtitute one ingredient is red beaan.In
study, use two kinds of tempe, they are 100% sot beans, and 80% soy beans and 20% red beans. Moreover, the
wrap use two kind, they are plastic and banana leaf. It has purpose to tnow the best quality of tempe with
organoleptic test an to know the resulting effect. As for the method of making tempe are, submersion, washing,
boiling until 15 minutes, pelling rewashing, boiling untul 5 minutes to sterillitation, cooling, fermentation,
wrapping, aging, so it wil observed that tempe produced using organoleptic qualities with some parameters,
they are colour, flavor, apperarance and overall likking. From observation and organoleptic test can be seen
that, sample 80% soy bean and 20% red beans wrapped with banana leaf has the best quality than other
sampels, and the worst quality has sample 100% soy bean wrapped with plastuc. It caused by different
treatment and kinds of wrap.
Key words : soy bean, red bean, tempe, organoleptic tes, quality
PENDAHULUAN
Tempe merupakan sumber estrogen alami
yaitu isoflavon, proses fermentasi mengakibatkan
kedelai menjadi lebih mudah dicerna dalam bentuk
tempe, sehingga dapat dikatakan tempe adalah
makanan semua usia. Dibandingkan dengan bahan
nabati lainnya, tempe merupakan bahan pangan
yang kaya akan vitamin B
12
yang terbentuk dari
aktifitas bakteri Klebsiella pneumonia. Selain itu
hasil penelitian membuktikan tempe mengandung
senyawa antibakteri (antibiotik) yang didapat dari
hasil fermentasi (Wirakusumah, 2004). Kadar
protein tempe tidak kalah dibanding daging. Oleh
karena itu dapat dikatakan tempe merupakan
pengganti daging yang baik.
Pada saat ini, pembuatan tempe yang
beredar di masyarakat hampir semua menggunakan
bahan baku kedelai. Padahal produksi kedelai di
Indonesia jumlahnya tidak cukup memenuhi
kebutuhan konsumsi masyarakat sehingga
pemerintah harus mengimpor kedelai untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut.
Sebagian besar kedelai di Indonesia diolah menjadi
tempe yang merupakan makanan sehari-hari
masyarakat Indonesia. Sehingga diperlukan
subsitusi bahan lain yang dapat digunakan untuk
pembuatan tempe agar konsumsi kedelai dapat
dikurangi. Salah satu bahan yang dapat menjadi
pensubsitusi kedelai dalam pembuatan tempe adalah
kacang merah.
Kacangkacangan mengandung banyak
antioksidan, semakin tinggi kacang yang kita
konsumsi, akan semakin banyak juga radikal bebas
dalam tubuh yang berhasil dihancurkan. Selain itu,
kacang-kacangan juga baik untuk menambah fungsi
memori. Jenis kacang-kacangan yang
direkomendasikan adalah kacang merah. Kacang
jenis ini mengandung serat rendah kolesterol dan
membantu menyuplai energi terus-menerus ke otak,
asam folat dapat memperbaiki kesigapan, memori,
dan mood. Zat besinya membantu meningkatkan
kesadaran dengan membuat enzim esensial untuk
fungsi neurotransmiter. Thiaminnya (vitamin B
1
)
membantu meningkatkan konsentrasi serta memori.
Selain dapat menurunkan kolesterol, kacang merah
juga baik untuk mencegah tingginya gula darah
karena memiliki kandungan serat yang tinggi.
Dalam 100 gram kacang merah kering, dapat
menghasilkan 4 gram serat terdiri dari serat larut
dalam air dan serat yang tidak larut air.
Selain itu, pada umumnya dalam membuat
tempe masyarakat menggunakan dua jenis
pembungkus yang berbeda yakni daun pisang dan
plastik. Kedua pembungkus ini memiliki
keunggulan masing-masing, namun dalam
pembuatan tempe, belum diketahui pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas yang dihasilkan.
Oleh karena itu, praktikum ini mempunyai
tujuan yaitu untuk mengetahui pengaruh
penggunaan bahan pensubstitusi pada pembuatan
tempe dan pengaruh perbedaan penggunaan bahan
pembungkus pada pembuatan tempe.
TINJAUAN PUSTAKA
Ciri-ciri Fisiologi dan Morfologi Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional khas
Indonesia yang berpotensi sebagai makanan
fungsional karena mempunyai gizi tinggi yang
diperlukan oleh tubuh. Beberapa khasiat tempe bagi
kesehatan antara lain memberikan pengaruh
hipokolesterolemik, antidiare, antioksidan,
meningkatkan penyerapan kalsium dan zat besi,
sebagai senyawa antitrombotik, menurunkan
kolesterol dan sebagainya (Cahyadi, 2007). Menurut
SNI No. 01-3144-2009 tempe adalah produk
makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang
tertentu, berbentuk padatan kompak dan berbau khas
serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan.
Pembuatan Tempe dilakukan dengan proses
fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan kapang
Rhizopus spp. pada kedelai matang yang telah
dilepaskan kulit epidermisnya (Haryoko dan Nova,
2009).
Tempe mengandung berbagai nutrisi yang
diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,
karbohidrat, dan mineral. Tempe mengandung gizi
yang cukup tinggi, mencakup 25% protein, 5%
lemak, 4% karbohidrat serta kaya akan mineral dan
vitamin B12. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap,
dan dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan dengan
zat gizi kedelai yang dikonsumsi secara langsung
(Dwinaningsih, 2010). Hal ini dikarenakan pada
fermentasi tempe terjadi proses penguraian zat-zat
makro molekul (seperti karbohidrat, protein dan
lemak) dalam kedelai oleh aktivitas enzim-enzim
jamur sehingga menghasilkan senyawa yang lebih
sederhana dan lebih mudah dimanfaatkan oleh tubuh
(Koswara, 1992).
Tempe tergolong produk fermentasi kedelai
yang keberhasilannya ditentukan oleh interaksi
kegiatan mikroorganisme dan lingkungannya. Proses
fermentasi menyebabkan terdegradasinya protein
menjadi senyawa-senyawa dengan berat molekul
yang lebih sederhana. Proses degradasi senyawa-
senyawa yang terdapat dalam kotiledon kedelai pada
saat fermentasi menyebabkan tempe mempunyai
flavor yang spesifik (Koswara, 1997).
Kelompok jamur yang paling berperan dalam
pembuatan tempe adalah genus Rhizopus. Jamur
Rhizopus sp telah diketahui sejak lama sebagai
jamur yang memegang peranan utama pada proses
fermentasi kedelai menjadi tempe. Jamur Rhizopus
sp akan membentuk padatan kompak berwarna putih
yang disebut sebagai benang halus/biomasa. Benang
halus/biomasa disebabkan adanya miselia jamur
yang tumbuh pada permukaan biji kedelai dan
menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Jenis
Rhizopus sp sangat beragam sehingga perlu diisolasi
serta diidentifikasi morfologi dan sifat-sifatnya.
Identifikasi berdasarkan morfologi jamur yaitu
dengan mengamati sporangiofor, sporangium dan
sporangio-spora.
Masyarakat umumnya menyebut inokulum
jamur untuk membuat tempe dengan laru atau laru
tempe. Jenis Rhizopus yang dapat digunakan sebagai
inokulum dalam pembuatan tempe yaitu R.
oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer dan kombinasi
dua jenis atau ketiga-tiganya (Kusuma, 2005).
R. oligosporus dimanfaatkan dalam
pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang
kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan
enzim fitase yang memecah fitat membuat
komponen makro pada kedelai dipecah menjadi
komponen mikro sehingga tempe lebih mudah
dicerna dan zat gizinya lebih mudah terserap tubuh
(Jennessen et al., 2008).
Manfaat Tempe Bagi Kesehatan
Tempe memiliki manfaat yang cukup banyak
dalam bidang kesehatan, diantaranya sebagai
berikut:
1. Mampu menyembuhkan diare.
2. Menurunkan tekanan darah.
3. Menurunkan kadar kolesterol yang ada di dalam
tubuh kita.
4. Merupakan salah satu makanan antikanker.
5. Mampu mencegah osteoporosis.
6. Mencegah anemia.
7. Kaya antioksidan alami yang mampu
meningkatkan kekebalan tubuh.
8. Kaya akan serat yang mampu melancarkan
pencernaan.
9. Mampu mencegah timbulnya hipertensi.
10. Mencegah penyakit jantung.
Kandungan Gizi Tempe
Kandungan gizi tempe juga diperkaya
dengan vitamin B kompleks yang terdiri dari B12
atau sianokobalamin, B1 atau tiamin, B2 atau
riboflavin, B6 atau piridoksin dan lain-lain.
Kandungan vitamin B12 tempe sangat tinggi dan
mampu mencukupi kebutuhan vitamin tubuh. Selain
vitamin B kompleks, pada dasarnya tempe juga kaya
akan vitamin A, D, E dan juga K. Selain vitamin dan
asam lemak, tempe juga diperkaya dengan mineral
antara lain kalsium, Fe atau zat besi, mangan, zink,
fosfor, inositol, magnesium dan lain-lain. Hal lain
yang penting dari tempe adalah keberadaan zat anti-
oksidan yang populer disebut isoflavon. Zat ini
mampu melawan pengaruh radikal bebas yang
merusak sel-sel tubuh (Rahayu, 1988).
Syarat Mutu Tempe
Seperti halnya produk yang lainnya, tempe juga
memiliki syarat mutu agar aman dikonsumsi. Syarat
mutu tempe yang digunakan merupakan syarat mutu
yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3144-2009),
seperti tercantum pada Tabel 1. berikut ini.
Tabel 1. Syarat Mutu Tempe menurut SNI 01-3144-
2009
Parameter Syarat Mutu
Bau, warna, rasa Normal (khas tempe)
Kadar air, b/b Maks. 65%
Kadar abu, b/b Maks. 1,5%
Kadar protein (N x
6,25), b/b
Min. 16%
Kadar lemak, b/b Min. 10%
Serat kasar, b/b Maks. 2,5%
Cemaran mikroba :
Escherichia coli
Salmonella

Maksimum 10%
Maks. Negative (per 25 kg)
Cemaran logam
Cadmium
Timbal (Pb)
Timah (Sn)
Merkuri (Hg)

Maks. 0,2 mg/kg
Maks. 2 mg/kg
Maks. 40 mg/kg
Maks. 0,03 mg/kg
Cemaran arsen Maks. 0,25 mg/kg
Sumber : BSN (2009)

METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum Pangan Lokal diselenggarakan
pada tanggal 12 Mei 2014 di laboratorium Kimia
dan Biokimia Pangan, Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Alat dan Bahan
Peralatan yang dibutuhkan pada praktikum
pembuatan tempe yaitu kompor, panci, baskom,
loyang, sendok, tampah, lap kain, neraca analitik,
jarum, pnetrometer, colorreader, siller dengan bahan
yang digunakan yaitu kedelai, kacang merah, daun
pisang, plastik, ragi tempe (PAPRIMA), air.


100% kedelai
(kontrol)
Pencucian
Perebusan selama 15 menit
Pengupasan
kulit
Pencucian
Perebusan 5 menit
Penirisan / pendinginan
Inokulasi / peragian
(1%)
Pembungkusan
Pemeraman 24, 48 dan 72 jam pada suhu ruang
(dokumentasi 24 dan 48, jam, organoleptik 72 jam)
Tempe
Perendaman
48 jamkacang merah, 24 jamkedelai

Daun
pisang
Plastik
80% kedelai
dan 20%
kacang merah

Proses Pembuatan
Pada proses pembuatan tempe yang pertama
dilakukan yaitu menyiapkan kedelai dan kacang
merah. Kedelai dan kacang merah yang telah
disiapkan selanjutnya direndam selama 24 jam
untuk kedelai dan 48 jam untuk kacang merah.
Adanya perbedaan lama perendaman ini
dikarenakan tekstur dari kacang merah lebih keras
dibandingkan kedelai. Setelah dilakukan
perendaman dilanjutkan dengan pencucian dan
perebusan. Perebusan ini dilakukan selama 15 menit
sebagai waktu optimal untuk pelunakan sel dan
memudahkan dalam pengupasan kulit. Pengupasan
kulit bertujuan untuk memudahkan mikroba dalam
mendegradasi protein di dalam biji kedelai.
Selanjutnya, setelah pengupasan dilanjutkan dengan
perebusan selama 5 menit untuk proses sterilisasi.
Setelah sterilisasi, dilanjutkan dengan pendinginan
dan pemberian ragi sebanyak 1%.
Proses pendinginan perlu dilakukan sebelum
peragian karena untuk menghindari agar mikroba
tidak mati kepanasan sehingga fermentasi dapat
berjalan dengan maksimal dan pemberian ragi harus
dilakukan secara merata. Proses akhir setelah
peragian yaitu pengemasan. Jenis kemasan yang
digunakan yaitu daun pisang dan plastik. Plastik
yang akan digunakan sebelumnya dilubangi sebagai
tempat masuknya oksigen agar terjadinya kondisi
aerob fakultatif dan daun yang digunakan juga harus
dalam keadaan bersih.








Uji Organoleptik
Uji organoleptik kepada panelis ditujukan
untuk mengetahui tingkat kesukaan suatu produk
dengan parameter yang disesuaikan dengan sampel
yang diuji, dalam hal ini adalah warna, aroma,
kenampakan dan kesukaan secara keseluruhan. Uji
organoleptik ini sangat cocok untuk menilai
komoditi baru atau suatu produk yang akan
dikembangkan. Menurut Kartika (1988) tujuan dari
uji organoleptik adalah untuk mengetahui tingkat
penerimaan pada produk tertentu.
Uji kesukaan ditentukan dengan rentangan nilai 1-5,
dimana 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak
suka), 4 (suka), 5 (sangat suka suka). Sehingga dari
uji kesukaan ini dapat diketahui sampel yang paling
disukai panelis dengan merata-rata nilainya. Oleh
karena itu dalam pembuatan tempe kedelai dengan
substitusi dengan kacang merah dilakukan uji
organoleptik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warna

Gambar 1. Diagram Pengujian Warna
Berdasarkan Gambar 1. Diagram Pengujian
Warna dapat diketahui bahwa panelis lebih
menyukai sampel dengan kode 341 (80% kedelai
dan 20% kacang merah dibungkus daun pisang)
dengan nilai 2,6. Nilai terkecil diperoleh pada
sampel dengan kode 192 (100% kedelai dibungkus
plastik). Panelis lebih menyukai sampel kode 341
karena warna yang dihasilkan pada tempe sedikit
putih dan terlihat bagus. Sedangkan panelis tidak
menyukai kode sampel 192 karena warna dari tempe
yang dihasilkan hitam dan sedikit berair.
Warna hitam dan adanya sedikit air pada
tempe dikarenakan terdapat dua alasan yang
mendasar yang pertama dari perlakuan bahan dan
sifat pembungkus. Untuk perlakuan bahan, pada saat
perebusan kedua, kedelai yang akan diberi ragi
masih sedikit basah sehingga kondisi menjadi
lembab yang menyebabkan mikroba tidak dapat
memetabolisme dengan maksimal. Selain itu, hal ini
juga dapat disebabkan oleh faktor penggunaan
peralatan yang tidak steril, ragi yang digunakan,
adanya kontaminasi yang terjadi pada proses
perendaman atau fermentasi, serta dapat pula
disebabkan kondisi lingkungan yang basa pada saat
proses perendaman berlangsung. Kondisi basah
dapat menyebabkan terjadinya penghambatan
pertumbuhan atau kematian jamur tempe sehingga
pertumbuhan miselia pada tempe tidak optimal.
Namun untuk pengaruh bahan subtitusi yang
digunakan tidak terlalu menyebabkan perbedaan
yang signifikan, karena perbandingan yang
dilakukan hanya sedikit. Walaupun kacang merah
yang digunakan memiliki sifat sebagai antioksidan
alam tertinggi sehingga dapat menghambat bakteri
Streptococcus, tetapi dimungkinkan fungsi tersebut
tidak berjalan optimal. Hal tersebut juga berlaku
pada parameter yang lain, seperti kenampakan, dan
aroma.
Faktor kedua, yang menjadi faktor penentu
utama adalah pengaruh pembungkus yang
digunakan, dimana menurut literatur tempe yang
menggunakan pembungkus plastik lebih mudah
busuk daripada menggunakan daun pisang. Hal
tersebut dikarenakan plastik memiliki molekul yang
kecil dan padat sehingga sirkulasi udara pada saat
proses fermentasi tidak dapat berjalan lancar.
Sirkulasi udara yang lancar diperlukan untuk
memaksimalkan fermentasi, karena mikroba yang
digunakan bersifat aerob obligat, yakni
membutuhkan sedikit oksigen untuk proses
pertumbuhannya. Walaupun dalam proses
pembuatan tempe plastik ditusuk jarum, namun
ketersediaan oksigen yang kurang dibanding dengan
pembungkus daun pisang menyebabkan fermentasi
berjalan lebih cepat dan banyaknya mikroba yang
mati sehingga tidak dapat memetabolisme dengan
baik dan meryebabkan warna hitam dari tempe yang
dihasilkan.
Sedangkan untuk pembungkus daun pisang
proses fermentasi dapat berjalan maksimal. Hal
tersebut dikarenakan kandungan polifenol yang
berperan sebagai antioksidan dalam daun pisang
juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus dan akan lebih memaksimalkan
proses fermentasi pada tempe karena kapang tumbuh
dengan baik, sehingga kualitas tempe yang
dihasilkan lebih baik, dalam hal ini adalah warna
yang cerah dibanding dengan plastik dalam waktu
pemeraman yang sama.
Selain itu, dengan lamanya proses fermentasi
yaitu 72 jam, maka suhu didalam ruang pemeraman
akan semakin meningkat karena ditutup oleh kain
dan tampah, sehingga menyebabkan panas yang
berlebih dan panas tersebut dapat mempercepat
proses pembentukan spora kapang. Spora kapang
memiliki karakteristik warna hitam, sehingga tempe
yang dihasilkan juga berwarna serupa. Dari
perubahan tersebut dapat diketahui bahwa mutu
tempe yang dilakukan semakin menurun.

Aroma
Gambar 2. Diagram Pengujian Aroma
Berdasarkan Gambar 2. Diagram Pengujian
Aroma, dapat diketahui bahwa panelis lebih
menyukai sampel dengan kode 341 (80% kedelai
dan 20% kacang merah dibungkus daun pisang)
dengan nilai 1,8. Nilai terkecil diperoleh pada
sampel dengan kode 192 (100% kedelai dibungkus
plastic) yaitu sebesar 1,1.
Pada saat pengujian aroma secara
organoleptik, untuk keseluruhan tempe memiliki
aroma busuk yang menyengat, dengan intensitas
tergantung pembungkusnya. Timbulnya bau busuk
pada pengujian aroma ini dikarenakan waktu
fermentasi yang terlalu lama, sehingga berakibat
terjadinya degradasi protein oleh enzim-enzim
proteolitik menghasilkan amoniak yang berbau
busuk (NH) (Nout dan Rambots, 1990).
Intensitas aroma busuk dimiliki oleh
pembungkus plastik karena kondisi lembab saat
peragian dan molekul plastik yang kecil dan padat
sehingga memperbesar kelembapan pada tempe.
Semakin lembab dan semakin lama fermentasi,
maka pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4,
sehingga kapang semakin menurun karena pH tinggi
kurang sesuai untuk pertumbuhan kapang. Secara
umum kapang juga membutuhkan air untuk
pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air pada kapang
lebih sedikit dibandingkan dengan bakteri.
Keberadaan air yang cukup tinggi akan merusak
jaringan di dalam kedelai sehingga menyebabkan
kebusukan yang ditandai dengan aroma busuk yang
menyengat.

Kenampakan

Gambar 3. Diagram Pengujian Kenampakan
Berdasarkan Gambar 3. Diagram Pengujian
Kenampakan, dapat diketahui bahwa panelis lebih
menyukai sampel dengan kode 341 (80% kedelai
dan 20% kacang merah dibungkus daun pisang)
dengan nilai 2,3. Nilai terkecil diperoleh pada
sampel dengan kode 192 (100% kedelai dibungkus
plastic) sebesar 1,1.
Kenampakan pada tempe dengan sampel 341
yaitu hitam, basah, lunak dan tidak terlihat
miselianya. Hal ini dikarenakan proses fermentasi
yang berlangsung terlalu lama. Semakin lama
fermentasi, maka pH tempe semakin meningkat
sampai pH 8,4, sehingga kapang semakin menurun
karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan
kapang. Kenampakan yang tidak sesuai ini juga
dikarenakan peragian dilakukan saat kondisi kedelai
masih dalam keadaan lembab. Secara umum kapang
juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya,
tetapi kebutuhan air pada kapang lebih sedikit
dibandingkan dengan bakteri. Keberadaan air yang
cukup tinggi akan merusak jaringan di dalam kedelai
sehingga menyebabkan kebusukan yang ditandai
dengan tempe yang basah.
Sedangkan untuk sampel 192, memiliki
kenampakan yang lebih buruk lagi. Hal tersebut
dikarenakan karakteristik plastik yang kecil dan
padat sehingga sirkulasi udara tidak berjalan dengan
maksimal, sehingga intensitas kelembapan semakin
besar.
Keseluruhan
Gambar 4. Diagram Pengujian Kesukaan
Keseluruhan.
Berdasarkan Gambar 4. Diagram Pengujian
Kesukaan Keseluruhan, dapat diketahui bahwa
panelis lebih menyukai sampel dengan kode 341
(80% kedelai dan 20% kacang merah dibungkus
daun pisang) dengan nilai 2,4. Nilai terkecil
diperoleh pada sampel dengan kode 192 (100%
kedelai dibungkus plastic) sebesar 1,2. Secara
keseluruhan, panelis lebih menyukai sampel 341
(80% kedelai dan 20% kacang merah dibungkus
daun pisang) karena warna, aroma, dan kenampakan
yang dihasilkan sudah khas dengan tempe. Namun
panelis tetap tidak menyukai sampel kedelai 100%
yang dibungkus dengan menggunakan plastic. Hal
ini dikarenakan aroma yang dihasilkan busuk, warna
hitam, dan kenampakannya sangat tidak menyerupai
tempe pada umumnya.
Hal ini dikarenakan saat peragian
berlangsung, kondisi kedelai masih dalam keadaan
lembab. Adanya fermentasi yang sangat lama yaitu
72 jam akan menyebabkan pH tempe semakin
meningkat sampai pH 8,4, sehingga kapang semakin
menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk
pertumbuhan kapang. Selain itu semakin lama maka
kondisi tempe akan semakin panas dan
menghasilkan uap air yang banyak. Semakin banyak
uap air, maka pertumbuhan kapang akan semakin
terhambat pula, dan dengan menggunakan pengemas
plastic, maka uap air tersebut tidak dapat keluar
secara optimal karena ruang untuk sirkulasi udara
tidak sebanyak pada daun. Hal inilah penyebab
kegagalan tempe,sehingga dapat berpengaruh pada
kualitas.
Sedangkan dalam hal proses pembuatan
tempe dengan subtitusi kacang merah, tidak terlalu
berpengaruh terhadap perbedaan parameter kualitas.
Hal tersebut dikarenakan jumlah penggunaan yang
terlalu sedikit, walaupun ditinjau dari segi
kandungan kacang merah yang memiliki antioksidan
alam yang paling tinggi untuk jenis kacang-
kacangan, namun dimungkinkan hal tersebut kurang
memberikan pengaruh. Tetapi apabila perbandingan
diperbesar maka, dimungkinkan hal tersebut akan
bersifat integral.
Bahan pengemas yang digunakan juga
mempengaruhi tempe yang dihasilkan. Hal ini
dikarenakan tempe yang dibungkus dengan daun
pisang lebih memiliki banyak pori-pori yang dapat
menjadi tempat sirkulasi udara. Sedangkan
pembungkus dengan menggunakan plastik tidak
memiliki rongga udara seperti daun. Adanya rongga
atau pori-pori untuk masuknya oksigen diperoleh
dari lubang-lubang plastik, namun hal tersebut tidak
berpengaruh yang besar. Dengan demikian,
pengemas yang menggunakan plastik lebih mudah
busuk dibandingkan dengan menggunakan daun
karena ketersediaaan oksigen yang kurang sehingga
sirkulasi udara tidak berjalan secara lancar. Hal
inilah yang menjadi pemicu bau busuk pada tempe
pengemas plastik.
Selain itu karakteristik kimia daun pisang
juga mempengaruhi parameter kualitas tempe yang
dihasilkan. Hal tersebut dikarenakan kandungan
polifenol yang berperan sebagai antioksidan dalam
daun pisang juga dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Streptococcus dan akan lebih
memaksimalkan proses fermentasi pada tempe
karena kapang tumbuh dengan baik, sehingga
kualitas tempe yang dihasilkan lebih baik dibanding
dengan plastik dalam waktu pemeraman yang sama.



KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas dapat diketahui
bahwa kualitas tempe yang baik dalam segala
parameter yang meliputi warna, aroma,
kenampakan, dan kesukaan keseluruhan dimiliki
oleh sampel 341 yakni tempe kedelai (80%) dengan
subtitusi kacang merah sebanyak 20%.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional . 2009. SNI 01-3144-
2009 Syarat Mutu Tempe. Jakarta: BSN
Cahyadi, W. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi,
Jakarta : Bumi Aksara.
Dwinaningsih, E. A., 2010, Karakteristik dan
sensori tempe dengan variasi bahan baku
kedelai/beras dan penambahan angka serta
variasi lama fermentasi, Skripsi (tidak
dipublikasikan). Surakarta : Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Haryoko, M. dan K. Nova. 2009. Pembuatan tempe
saga (Adenanthera pavonia L) menggunakan
ragi tepung tempe dan ragi instan, Laporan
Penelitian (tidak dipublikasikan). Semarang :
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Jennessen, J., J. Schnurer, J. Olsson, R.A. Samson,
and J. Dijksterhuis, 2008, Morphological
characteristics of sporangiospores of the
tempe fungus Rhizopus oligosporus
differentiate it from other taxa of the R.
microsporus group. Mycol. Res, Vol.112,
547-63.
Koswara, S., 1992, Daftar Komposisi Bahan
Makanan, Jakarta : Penerbit Bharata.
Koswara, S,. 1997, Mengenal makanan tradisional,
Prosiding Teknologi dan Industri Pangan,
Vol.8, 74-78.
Kusuma, Y. D., 2005, Kemampuan Rhizopus
Oligosporus pada Fermentasi Tempe
Kedelai Sindoro Americana Dan Campuran
Masing-Masing Kedelai Dengan Kecipir
Dalam Menghasilkan Isoflavon Aglikon,
Skripsi (tidak dipublikasikan). Purwokerto :
Fakultas Biologi Universitas Jenderal
Soedirman.
Nout, M. J. R dan F. M. Rambout. 1990. A Review:
Recent developments in tempe research. Journal
of Applied Bacteriology 69.609-633.
Rahayu, K. 1988. Bahan Pengajaran Mikrobiologi
Pangan PAU Pangan dan Gizi. Yogyakarta :
UGM.
Wirakusumah, E. 2004. Buah dan Sayur untuk
Terapi. Jakarta : Penebar Swadaya.


LAMPIRAN FOTO

Pencucian Kedelai Perebusan Kedelai

Penirisan Kedelai Pengupasan Kulit Kedelai

Perebusan Kedua Untuk Sterilisasi Pendinginan Kedelai

Bungkus dalam Pembuatan Tempe Penimbangan Ragi







Tempe Hari ke - 0 Tempe Hari ke 2 (Bungkus Plastik -
100% Kedelai)

Tempe Hari ke 2 (80% Kedelai + 20%
Kacang Merah)
Tempe Hari ke -2 (100% Kedelai)


Tempe Hari ke 2 (80% Kedelai + 20%
Kacang Merah)
Tempe Hari ke 3 (100% Kedelai)


Tempe Hari ke 3 (80% Kedelai + 20% Tempe Hari ke 3 (100% Kedelai)


Tempe Hari ke 3 (80% Kedelai +
20% Kacang Merah)
Pengujian Oleh Panelis


HASIL PENGAMATAN

a. Warna
No. Panelis
Kode Sampel
263 192 415 341
1. Victoria 2 1 1 2
2. Reny 1 1 2 3
3. Fatimah W. 3 4 2 4
4. Susi Dwi Y. 2 1 1 2
5. Gunda Eko P. 1 1 2 3
6. Nurus Zahro 2 1 2 2
7. Radya Tantri D. 1 1 2 3
8. Naili M. R 2 2 2 3
9. Feny Dyah F. 2 1 2 2
10. Fitri Noer M. 2 1 2 2

b. Aroma
No. Panelis
Kode Sampel
263 192 415 341
1. Victoria 2 1 1 2
2. Reny 1 1 1 2
3. Fatimah W. 1 2 1 1
4. Susi Dwi Y. 2 1 1 2
5. Gunda Eko P. 1 1 1 3
6. Nurus Zahro 1 1 2 2
7. Radya Tantri D. 1 1 1 1
8. Naili M. R 1 1 1 1
9. Feny Dyah F. 1 1 1 2
10. Fitri Noer M. 1 1 2 2


c. Kenampakan
No. Panelis
Kode Sampel
263 192 415 341
1. Victoria 2 1 1 2
2. Reny 1 1 1 3
3. Fatimah W. 3 1 2 3
4. Susi Dwi Y. 2 1 1 2
5. Gunda Eko P. 1 2 2 3
6. Nurus Zahro 1 1 2 2
7. Radya Tantri D. 1 1 2 2
8. Naili M. R 1 1 1 2
9. Feny Dyah F. 2 1 1 2
10. Fitri Noer M. 2 1 2 2

d. Keseluruhan
No. Panelis
Kode Sampel
263 192 415 341
1. Victoria 2 1 1 2
2. Reny 1 1 1 3
3. Fatimah W. 3 2 2 3
4. Susi Dwi Y. 2 1 1 2
5. Gunda Eko P. 1 1 2 4
6. Nurus Zahro 1 1 2 2
7. Radya Tantri D. 1 1 2 2
8. Naili M. R 3 2 2 2
9. Feny Dyah F. 2 1 1 2
10. Fitri Noer M. 2 1 2 2

HASIL PERHITUNGAN

a. Warna
No. Kode Sampel Rata-rata
1. 263 1,8
2. 192 1,4
3. 415 1,8
4. 341 2,6

b. Aroma
No. Kode Sampel Rata-rata
1. 263 1,2
2. 192 1,1
3. 415 1,2
4. 341 1,8

c. Kenampakan
No. Kode Sampel Rata-rata
1. 263 1,6
2. 192 1,1
3. 415 1,5
4. 341 2,3

d. Keseluruhan
No. Kode Sampel Rata-rata
1. 263 1,8
2. 192 1,2
3. 415 1,6
4. 341 2,4
LAMPIRAN PERHITUNGAN
A. Warna
Kode Sampel 263
Rata-rata = = 1,8
Kode sampel 192
Rata-rata = = 1,4
Kode sampel 415
Rata-rata = = 1,8
Kode sampel 341
Rata-rata = = 2,6
B. Aroma
Kode Sampel 263
Rata-rata = = 1,2
Kode sampel 192
Rata-rata = = 1,1
Kode sampel 415
Rata-rata = = 1,2
Kode sampel 341
Rata-rata = = 1,8
C. Kenampakan
Kode sampel 263
Rata-rata = = 1,6
Kode sampel 192
Rata-rata = = 1,1


Kode sampel 415
Rata-rata = = 1,5
Kode sampel 341
Rata-rata = = 2,3
D. Keseluruhan
Kode sampel 263
Rata-rata = = 1,8
Kode sampel 192
Rata-rata = = 1,2
Kode sampel 415
Rata-rata = = 1,6
Kode sampel 341
Rata-rata = = 2,4

Вам также может понравиться