Salah satu teknologi yang dapat mendisinfeksi bakteri adalah fotokatalisis.
Teknologi ini merupakan teknologi terintegrasi yang melibatkan reaksi
fotokimia oleh suatu katalis. Reaksi ini mengakibatkan dinding dan membran sel bakteri rusak, sehingga bakteri mati. Katalisnya disebut sebagai fotokatalis karena hanya akan aktif ketika terkena cahaya, termasuk cahaya matahari. Katalis yang digunakan, yaitu titanium oksida (TiO 2 ), tergolong aman dan ramah lingkungan karena non toksik. Selain itu, karena menggunakan energi radiasi sinar matahari, fotokatalisis termasuk teknologi hemat energi. Dengan demikian, fotokatalisis merupakan teknologi yang cukup solutif untuk mendisinfeksi bakteri. Dalam upaya pengaplikasian teknologi ini, saya dan teman-teman saya, Ayuko Cheeryo Sinaga dan Ikha Muliawati, di bawah bimbingan Dosen Ahli Fotokatalisis Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, yaitu Dr. Ir. Slamet, MT., telah melakukan riset kecil-kecilan untuk disinfeksi bakteri dengan teknologi fotokatalisis. Dengan menggunakan air keran rumahan yang mengandung bakteri sebagai sampel, kami melakukan eksperimen dengan tiga macam variasi kondisi, yaitu: pertama, sampel diradiasi dengan sinar UV saja dan kedua, sampel diradiasi dengan sinar UV dan terdapat fotokatalis. Masing-masing eksperimen dilakukan pada kotak uji acrylic berlapiskan aluminium foil yang berisi 6,75 L air sampel, dengan 1g fotokatalis, sebuah lampu UV-A dengan daya 8 W yang diradiasikan selama 80 menit. Dalam penelitian ini, kami menggunakan TiO 2 Degussa P-25 berukuran nano sebagai katalis yang kemudian dilapiskan ke batu apung. Batu apung yang digunakan terdiri dari dua variasi ukuran, yaitu diameter 0,5-1 cm, dan diameter 1-3 mm. Dengan memvariasikan ukuran batu apung, akan terdapat batu apung yang tenggelam di dasar kotak uji dan mengapung di permukaan sampel. Selain itu, dengan ukuran yang batu apung yang lebih kecil, maka luas permukaan kontak antara fotokatalis dengan sampel akan semakin besar, sehingga proses disinfeksi bakteri akan semakin efektif. Hasil penelitian kami cukup memuaskan, sampel pertama menunjukkan penurunan jumlah bakteri sebanyak 7,74% dan sampel kedua 27,83%. Dengan demikian, terbukti bahwa dengan adanya fotokatalisis proses disinfeksi bakteri menjadi tiga setengah kali lebih cepat dibandingkan dengan tanpa fotokatalis. Untuk mencapai proses disinfeksi bakteri secara sempurna (mematikan seluruh bakteri di dalam air), kita dapat menambah jumlah katalis dan juga menambah intensitas cahaya yang digunakan. Secara teori, proses disinfeksi bakteri berbanding lurus dengan intensitas cahaya yang digunakan. Jadi, jika kita menggunakan matahari yang notabene intensitasnya sangat jauh lebih besar dibandingkan dengan lampu UV yang digunakan dalam penelitian ini, maka proses disinfeksi juga seharusnya jauh lebih cepat. Kesimpulannya, jika kita mengombinasikan teknologi filtrasi yang telah ada dengan teknologi fotokatalisis, air hujan yang selama ini jarang kita manfaatkan dapat kita olah menjadi air siap minum. Kedua teknologi ini merupakan teknologi yang sangat potensial untuk menyelesaikan masalah yang terkait dengan ketahanan air nasional secara komprehensif.
Skema ide rancangan sistem pengolahan air hujan menjadi air minum
Dalam kesempatan tersebut Rudi Nugroho sebagai Chief Enginer menjelaskan tentang Sistem Pemanfaatan Air Hujan, dimana system tersebut bertujuan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap/genting di dalam tangki PAH. Jika PAH sudah sudah penuh dengan air hujan sementara musim hujan masih berlangsung maka kelebihan air hujan yang tak tertampung dalam PAH akan melimpas ke dalam sumur serapan. Air yang tertampung di dalam tangki PAH dapat dimanfaatkan sebagai air minum dengan teknologi pengolahan Air Siap Minum. Dalam sambutannya Bupati mengatakan bahwa teknologi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat pandeglang yang masih rawan akan air bersih. Kami sebagai masyarakat Pandeglang sangat berterima kasih atas Teknologi Pemanfaatan air ini, dan mudah-mudahan kerjasama Pemda Pandeglang dengan BPPT dapat terus berlanjut, sehingga kami dapat memanfaatkan segala hasil temuan yang di ciptakan oleh BPPT, ungkapnya. Selain menyerahkan Teknologi SPAH, BPPT juga menyerahkan Software SITPA (Sistem Informasi Teknologi Pengolahan Air) yang dapat digunakan untuk mengelola database teknologi pengolahan air. Dalam acara tersebut dihadiri pula oleh Ketua TP PKK Hj. Siti Erna Erwan, Pimpinan Ponpes Daar El Falah Muhammad Mamun, Kepala Bappeda H. Aah Wahid Maulany, Direktur Umum PDAM Pandeglang Tatang Muhtasar, Kepala Distamben Ir. Girgijantoro, serta para Alim Ulama dan santriwan santriwati ponpes Daar El Falah.