Вы находитесь на странице: 1из 57

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

PEMERIKSAAN KHAS ABDOMEN


Sign

Name
Charles

Aaron sign

Specialty
Dettie

Aaron
Jacob

Surgery

Boas' sign

Epigastric
Appendicitis

pain

with

pressure

on

McBurney's point

Moritz

Blumberg sign Blumberg


Ismar

Associated conditions Description

Surgery

Peritonitis

Isidor

Boas

Gastroenterology

Rebound tenderness
Dermal hyperaesthesia at inferior angle

Acute cholecystitis

of right scapula
Supine patient lifts head from bed;

John

Berton

Carnett's sign Carnett

Surgery

Abdominal mass and/or pain


pain

abdominal

wall ;

pain

intraperitoneal

Jean-Martin
Charcot's triad Charcot

Surgery

Courvoisier's

Ludwig

law

Courvoisier
Thomas

Cullen's sign

Cullen

Grey Turner's George


sign

Turner

Ascending cholangitis Jaundice, fever and chills, RUQ pain

Georg
Gastroenterology
S.
Surgery
Grey
Surgery

Palpable gall bladder with painless


Obstructive jaundice
Intraabdominal
haemorrhage

jaundice unlikely to be cholelithiasis


Ecchymosis around umbilicus predicts
onset of acute pancreatitis

Retroperitoneal
hemorrhage

Flank ecchymosis

Localised eritonitis due RLQ pain on dropping from standing


Markle sign

Surgery

to acute appendicitis

on toes to heels

Patient lies supine with right thigh


flexed 90 degrees
Examiner immobilizes right ankle with
right hand
Left hand rotates right hip by pulling
Surgery,
Obturator sign

Gastroenterology

right
Acute appendicitis

knee

medially

(hip

internal

rotation)

Patient lies on their left side


Hyperextend patients right thigh
Positive test if results in abdominal

Surgery,
Psoas sign

Gastroenterology

Reynolds'
pentad

Appendicitis

pain
Charcot's triad + hypotension and

B.M. Reynolds Gastroenterology

Ascending cholangitis altered mental state

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Tenderness in the RLQ increases


when the patient moves from
the supine position to a recumbent

Rosenstein's
sign

Acute appendicitis

Surgery
Niels

Rovsing's sign Rovsing

posture on the left side

Thorkild
General surgery

Traube's sign Ludwig Traube Various

Appendicitis

Palpation of LLQ elicits pain in RLQ

Splenomegaly

Dull percussion over Traube's space

DISPEPSIA

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "-" (Dys-), berarti sulit , dan ""
(Pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu:

1. Dispepsia Organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan
pada usia lebih dari 40 tahun . Istilah dispepsia organik baru dapat dipakai bila
penyebabnya sudah jelas.
Yang dapat digolongkan dispepsia organik yaitu:
Dispepsi tukak (ulcer-like dyspepsia),
Dispepsi bukan tukak,
Refluks gastroesofageal,
Penyakit saluran empedu,
Karsinoma (lambung, kolon, pancreas),
Pankreaitis,
Sindroma melabsorpsi.

2. Dispepsia fungsional
Dispepsia fungsional merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik
tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan . Termasuk dispepsia
anorganik yaitu dispepsia dismotilitas (Dysmotility like dispesia).

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Etiologi
A. Dispepsia fungsional atau idiopatik
B. Dispepsia organik
I. Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil,
Narkotik, Quinidine, Theophiline
II. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi
susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa
jenis buah-buahan
b. Non-alergi
produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten,
kafein, dll.

bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin),


asam benzoat, nitrit, nitrat, dll.

Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan
PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.

III.Kelainan struktural
A. Penyakit oesophagus

Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa

hernia

Akhalasia
Obstruksi esophagus

B. Penyakit gaster dan duodenum


Gastritis erosif dan hemorhagik; sering
disebabkan oleh OAINS dan sakit keras (stres fisik)
seperti luka bakar, sepsis, pembedahan, trauma, shock

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Ulkus gaster dan duodenum


Karsinoma gaster

Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis


Kholesistitis

Pankreatitis
Karsinoma pankreas

Malabsorbsi
Obstruksi intestinal intermiten
Sindrom kolon iritatif
Angina abdominal
Karsinoma kolon

C. Penyakit saluran empedu

D. Penyakit pankreas

E. Penyakit usus

IV.Penyakit metabolik / sistemik


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Tuberculosis
Gagal ginjal
Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
Diabetes melitius
Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
Ketidakseimbangan elektrolit
Penyakit jantung kongestif

a.
b.

Penyakit jantung iskemik


Penyakit kolagen

V. Lain-lain

Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang sifatnya
hilang timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan udara
(aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung
(gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus duodenalis, kanker lambung, peradangan
kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu
dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam lambung berlebih
pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori ( sejenis bakteri
yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika asam lambung yang

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

dihasilkan keluar lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi


lemah, bakteri ini bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan
makanan yang kurang, gangguan gerakan saluran cerna dan strees psikologis.

Patofisiologi

Abnormalitas Motorik Gaster


Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia
fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian
pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi
hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab
terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik
saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan
makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur
oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak
berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.

Perubahan sensitivitas gaster


Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap distensi
gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit
mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster
intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri
pada bagian ini.

Stres dan faktor psikososial


Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas
psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada
subyek kontrol yang sehat.
Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa
studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat
gangguan akomodasi dan motilitas gaster.
Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan
dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba
menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih
buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang
normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional ditemukan lebih banyak ansietas,
depresi dan neurotik.

Gastritis Helicobacter pylori


Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis non-erosif
non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada
tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan.
Diagnosa endoskopik gastrtitis akibat infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena
sering kali gambarannya tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik
tampak berat tetapi gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal.
Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi
Helicobacter pylori adalah :
a.

Erosi kronik di daerah antrum.

b.

Nodularitas pada mukosa antrum.

c.

Bercak-bercak eritema di antrum.

d.

Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di

daerah korpus.
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui,
tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih
kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak
berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional
menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia
fungsional dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari
beberapa dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori positif.

Kelainan fungsional gastrointestinal


Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional
gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan
nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita
dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala
ekstra gastrointestinal seperti migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif
seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar
atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air
besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia,yaitu perut
kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh
kembung yang lebih parah.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu
muncul pada semua penderita.

Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulcus like dyspepsia), dengan gejala:
Nyeri epigastrium terlokalisasi,
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid,
Nyeri saat lapar,

Nyeri episodik.
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (Dysmotility like dyspepsia), dengan

gejala:
Mudah kenyang,
Perut cepat terasa penuh saat makan,
Mual,
Muntah,
Upper abdominal bloating,
Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et

al, 2007).

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi
penyakit organik/struktural.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan
dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan
hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena
atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur
peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau
keganasan pankreas empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini
berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dyspepsia:
i.

Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid.

ii.

Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum.

iii.

Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.

iv.

Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.

v.

Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus
duodenum.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


vi.

Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal,


ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice
tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.

Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa
darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak
cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya
diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa
pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan
kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 . Dan lain lain pemeriksaan
laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma
dispepsia.

2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di
saluran makan. Setidak tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap
saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang
menurun terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk
ke intestine.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk
niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak
terlihat peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda
seperti terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
yeyenum yang disebut Sentinel loops.

3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak
membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan
di esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan
warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas.
Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di
antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau
ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di
lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus, antrum, dan prepilorus,
diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas.
Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan
(duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung maupun di
duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak
ditemukan tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis
dispepsia bukan tukak.

4. Ultrasonografi

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir


akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostic
dari sesuatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat
digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang beratpun dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan
kearah kelainan di traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada
dugaan tumor di esofagus dan lambung.

5. Sidik abdomen

Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik.

6. Manometri Esofago-gastro-duodenum
Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak
dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III
migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia
merupakan gangguan pengosongan lambung.

7. Waktu Pengosongan Lambung


Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia terdapat perlambatan pengosongan lambung 30-40%.

Penatalaksanaan Umum
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia antara lain:
1. Diet

Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah
cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula
Sippy Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan
dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali,
makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang
dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat
menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali.
Dilarang makan pedas, masam, alkohol.

2.

Antasida
Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan
untuk sindroma dyspepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi
rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

3. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki
efek sitoprotektif.
4. Antagonis reseptor H2

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
6. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat

berfungsi

meningkatkan

sekresi

prostoglandin

endogen,

yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan


meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna
bagian atas (SCBA).
7. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance)

Pencegahan

Atur pola makan seteratur mungkin.

Olahraga teratur.

Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung


(coklat, keju, dan lain-lain).

Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,
semangka, dan lain-lain).

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Hindari makanan yang terlalu pedas.

Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.

Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-inflammatory,


misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen.
Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak
mengakibatkan iritasi pada dinding lambung.

Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

1.

Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga, Jakarta (2007): 488491

2.

Hadi, Prof.Dr.dr. Sujono. Gastroenterologi. Bandung (2002): 156, 159

3.

http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html,
reviewed/updated: 12/06

4.

http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html

5.

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm

6.

http://www.kiatsehat.com, copyright 2007

7.

http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/295/13/1612?maxtoshow=&HITS=10&
hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcet
ype=HWCIT

8.

http://www.bmj.com/cgi/reprint/318/7187/833?maxtoshow=&HITS=

10&hits=

10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=
HWCIT
9.

http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/832

GERD

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Pendahuluan
GERD merupakan suatu penyakit yang mana terjadi kegagalan mekanisme antirefluks (lower
esophageal sphincter, crural diaphragm, dan lokasi anatomi dari gastroesophageal junction
yang berada di bawah diafragma) untuk mencegah terjadinya gastroesofageal refluks, dengan
gejala khas heartburn dan regurgitasi asam.
Epidemiologi
Prevalensi GERD pada pria dan wanita hampir sama, namun pria lebih banyak terkena
esofagitis dan Barrett esophagus. Bertambahnya umur juga merupakan faktor yang penting
terhadap prevalensi komplikasi GERD, yang mungkin disebabkan oleh akumulasi kerusakan
akibat asam di esofagus yang lama. Prevalensi GERD lebih rendah di Asia dan Afrika bila
dibandingkan dengan prevalensi di Amerika maupun Eropa. Hal ini mungkin disebabkan oleh
lebih rendahnya konsumsi makanan berlemak dan indeks massa tubuh yang lebih rendah.
Prevalensi komplikasi dari GERD yaitu ulserasi esofageal (5%), striktura peptik (4%-20%),
dan Barrett esophagus (8%-20%).
Patofisiologi
GERD terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor pertahanan pelindung esofagus (barrier
antirefluks, esophageal acid clearance,tissue resistance) dan faktor perusak seperti asam
lambung.
Antirefluks barrier
LES merupakan komponen utama dari antirefluks barrier. Batas proksimal dari LES sekitar
1,5-2 cm dari squamocolumnar junction dan segmen distal berada dalam kavitas abdomen.
Lokasi dari LES distal ini yang berperan dalam perannya mempertahankan kompetensi
gastroesofageal meskipun terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. LES sendiri
mempunyai variasi diurnal pada tekanan basalnya, yaitu akan berkurang sesudah makan dan
terkuat saat malam. Kerjanya pun dipengaruhi oleh hormon, makanan (lemak), dan beberapa
obat (teofilin, calcium channel blocker, narkotika).
Diafragma krural berperan dari ekstrinsik menekan LES intrinsik, yang mana berkontribusi
tekanan istirahat saat inspirasi dan meningkatkan tekanan LES saat terjadi peningkatan
tekanan intrabdomen (batuk, bersin)

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Mekanisme refluks

Relaksasi sementara LES


Pada orang sehat, refluks terjadi karena adanya relaksasi sementara ini. Namun pada
orang dengan GERD kejadian refluksnya meningkat saat terjadi relaksasi. Kejadian
relaksasi sementara ini meningkat dengan adanya distensi gaster baik itu dari
makanan, gas maupun stres. Kejadian ini juga berhubungan dengan beberapa macam
obat (antikolinergik, morfin, GABA agonis).

Hipotensi dari LES


Hal ini berhubungan dengan terjadinya stress refluks. Pada saat terjadi peningkatan
tekanan intra abdomen, terjadi pembukaan tiba-tiba sfingter akibat keadaam tekana
LES yang relatif sudah rendah.

Esophageal acid clearance


Terdiri dari 2 hal yaitu volume clearance (pembersihan sesungguhnya material refluks
dari esofagus)

dan acid clearance (restorasi pH normal setelah paparan asam).

Peristaltis esofagus dapat berfungsi membersihkan volume asam baik saat tegak
maupun supinasi. Satu atau 2 gerakan peritaltis primer (saat menelan) dapat
membersihkan bolus cairan sebanyak 15mL dari esofagus. Untuk acid clearance,
saliva berperan sebagai basa lemah yang akan berikatan dengan asam yang tertinggal
di esofagus setelah peristaltis. Pada beberapa penelitian dikatakan xerostomia kronis
berhubungan dengan pemanjangan waktu pajanan asam di esofagus dan terjadinya
esofagitis. Rokok juga menyebabkan seseorang mengalami hiposalivasi, sehingga
menimbulkan gangguan pembersihan asam.

Resistensi jaringan
Pada orang sehat pun, pajanan terhadap asam di esofagus sekitar 1-2 jam, namun
hanya beberapa orang yang mengalami gangguan GERD. Ini diakibatkan karena
perbedaan pada resistensi jaringan. Secara konseptual, resistensi jaringan ini dibagi
menjadi 3 yaitu faktor preepitel, epitel, dan postepitel. Pertahanan pada preepitel di
esofagus kurang berkembang sebaik di gaster. Pertahanan epitelial di esofagus terdiri
dari 25-30 ketebalan sel epitel gepeng non keratin dan kemampuan buffer asam.
Pertahanan postepitel yaitu perdarahannya, karena aliran darah akan menyerap H+.

Faktor gaster

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Kondisi yang berkaitan dengan GERD

Kehamilan : 30-40% wanita hamil mengeluh adanya heartburn, terutama pada


trimester pertama. Hal ini berkaitan dengan efek merelaksasi LES dari estrogen dan
progesteron.

Skleroderma : 90% mempunyai GERD yang merupakan hasil dari fibrosis otot polos
menyebabkan tekanan LES turun dan tidak adanya peristaltis.

Zollinger-Ellison syndrome hipersekresi asam dan peningkatan volume gaster.

Pemasangan NGT yang lama tabung NGT secara mekanik mengganggu fungsi
LES

Manifestasi Klinis
a. Gejala klasik:

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Gejala klasik GERD adalah rasa terbakar (Heartburn) yang dirasakan di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah, dan meradiasi ke arah leher, tenggorokan dan punggung. Gejala tersebut
biasanya terjadi setelah makan, terutama setelah makan makanan dalam jumlah banyak atau memakan
makanan yang pedas, berlemak, sitrus, coklat, dan alkohol. Berbaring akan semakin memperberat
gejala. Diagnosis GERD biasanya berdasarkan adanya rasa terbakar dalam 2 hari selama 1 minggu,
akan tetapi jika gejala muncul < 2 hari tidak bisa menyingkirkan kemungkinan GERD.
Rasa terbakar disebabkan adanya rangsangan pada ujung saraf sensorik oleh zat asam pada
bagian terdalam dari lapisan epitel esofagus. Gejala lain GERD adalah sulit menelan (disfagia), rasa
asam ditenggorokan, water brash (terdapat sedikit cairan asam atau asin dilidah yang berasal dari
sekresi kelenjar saliva), dan mual. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan tidak berkorelasi
dengan temuan endoskopik. Disfagia yang timbul saat makan makanan padat mungkin terjadi karena
striktur atau keganasan yang berkembang dari Barretts esophagus. Odinofagia (rasa sakit saat
menalan makanan) bisa timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat.
b. Gejala ekstraesofagus:
GERD dapat juga meimbulkan gejala ekstraesofagus yang atipik dan sangat bervariasi mulai
dari nyeri dada non-kardiak (nyeri akan bertambah buruk setelah makan atau dalam keadaan pasien
stress emosional), suara serak, laringitis, batuk karena aspirasi (pneumonia aspirasi), sampai
timbulnya bronkiektasis atau asma. Pasien asma akan dicurigai GERD jika asma terjadi pada usia
dewasa tanpa faktor intrinsic dan tidak merespon terhadap bronkodilator atau steroid.
Diagnosis
Berbagai macam tes dapat dilakukan untuk mengevaluasi GERD, antara lain:
Tabel macam-macam tes untuk GERD
Tes untuk refluks
Monitor pH intraesofagus/ impedansi
Monitoring bilirubin ambulatori
Radionuklida technetium 99m
Barium esofagram
Tes untuk menilai gejala
Tes supresi asam
Monitor pH intraesofagus/impedansi
Tes Bernstein (perfusi asam)
Tes untuk menilai kerusakan esofagus

Endoskopi
Biopsi esofagus
Barium esofagram

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Tes untuk menilai patogenesis

Manometri esofagus
Analisis gaster
Radionuclide technetium 99m

a. Tes empiris supresi asam:


Tes ini bertujuan menilai gejala GERD dengan memberikan PPI dosis tinggi (40-80 mg/hari)
selama 1-2 minggu sambil melihat respons yang terjadi. Tes ini terutama dilakukan jika tidak tersedia
modalitas diagnostik lainnya. Tes ini dianggap positif jika terdapat perbaikan (50-75%) gejala selama
pengobatan, dan gejala muncul kembali ketika pengobatan dihentikan. Tes ini merupakan salah satu
langkah yang dianjurkan untuk pasien yang tidak disertai dengan gejala alarm (berat badan turun,
perdarahan saluran cerna, disfagia, odinofagia), dan umur > 40 tahun.
b. Endoskopi:
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk diagnosis
GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan pemeriksaan ini
dapat dinilai perubahan makroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirikan keadaan
patologis lain yang menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pasien
dengan gejala khas GERD makan disebut non-erosive reflux disease (NERD).
Tanda awal adanya refluks asam adalah edema dan eritema. Temuan lain yang lebih
terpercaya adalah mukosa yang mudah berdarah karena adanya pembesaran kapiler mukosa akibat
adanya asam, red streaks, dan erosi yang dicirikan dengan adanya penipisan mukosa dengan eksudat
putih atau kuning mengelilingi bagian yang eritema.
Terdapat beberapa klasifikasi kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien
GERD, antara lain klasifikasi Los Angeles dan klasifikasi Savarry-Miller.
Tabel klasifikasi Los Angeles
Derajat kerusakan

Gambaran Endoskopi

Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan D <5 mm

Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan D >5 mm tanpa saling


berhubungan

Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Tabel klasifikasi Savarry-Miller
Derajat kerusakan

Gambaran Endoskopi

Mukosa normal

Erosi single atau lesi eksudatif pada 1 lipatan longitudinal mukosa


(edema, hyperemia, mudah berdarah)

II

Erosi multiple superfisial (10% permukaan mukosa distal esofagus)


pada >1 lipatan longitudinal

III

Erosi sirkumferensial yang melibatkan 10-15% distal esofagus

IV

Ulkus (ulkus dalam yang melibatka 50% distal esofagus), striktur


atau pemendekkan esofagus

Barrett esofagus

c. Monitor pH esofagus:
Episode GERD menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. Episode ini data di monitor
dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus. Pengukuran pH
pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya GERD. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di
atas LES dianggap diagnostik untuk GERD.
d. Tes Bernstein:
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan
perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat
pelengkap terhada monitor pH pada pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini
menimbulkan rasa nyeri dada, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini
dianggap positif. Tes Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari
esofagus.
e. Manometri esofagus:
Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika ada pasien-pasien dengan gejala nyeri
epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkna esofagografi barium dan endoskopi yang normal.
Manometri esofagus menilai secara akurat tekanan dan relaksasi LES, serta aktivitas peristaltik.
Diferensial Diagnosis

akalasia

divertikulum Zenker

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

gastroparesis

batu empedu

ulkus pemtikum

dyspepsia fungsional

angina pektoris

Clinical course
a. Nonerosive reflux disease:
Nonerosive reflux disease biasanya terjadi pada pasien wanita, usia muda, kurus dan tanpa
hiatal hernia. Tiga gambaran yang dapat dilihat pada pemeriksaan monitor pH esofagus:
1. Pasien dengan abnormal acid exposure yang responsif terhadap terapi antisekretori
2. Pasien dengan parameter refluks yang normal, memiliki hubungan antara episode refluks
asam dan gejala
3. Pasien dengan normal acid exposure dan tidak ada hubungan antara episode refluks asam dan
gejala
b. Erosive reflux disease:
Clinical course pasien dengna erosive esofagitis dapat lebih di prediksi dan berkaitan dengan
komplikasi GERD. Penelitian mengatakan bahwa pada pasien tanpa terapi maintenance, >80% pasien
dengan erosive GERD akan kambuh dalam 6 bulan, dan kemungkinan kambuh akan semakin tinggi
pada derajat esofagitis yang berat.

Komplikasi
a. Perdarahan dan perforasi:
Perdarahan dan perforasi esofagus merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang biasanya
berkaitan dengan ulkus yang dalam atau esofagitis difusa yang berat.
b. Striktur peptik esofagus:
Striktur terjadi pada 7-23% pasien dengan esofagitis reflux yang tidak diobati, terutama lakilaki usia tua. Mekanisme terbentuknya strikur dimulai dengna proses inflamatori reversible dengan
edema, infiltrasi selular, dan kongesti vaskular , yang progress kepada deposit jaringan ikat dan
kolagen, dan berakhir dengan fibrosis yang irreversible. Striktur ini berfungsi sebagai barier terhadap
reflux, oleh karena itu biasanya pasien dengan disfagia, keluhan rasa terbakar akan berkurang. Secara

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


radiografik akan tampak dinding striktur peptik yang sirkumferensial pada bagian bawah esofagus
(panjang 1-8 cm). Jika striktur terjadi pada bagian tengah dan atas esofagus maka curigai adanya
Barrett esofagus atau keganasan.

c. Barret Esophagus
Barret Esophagus adalah kondisi bagian distal esophagus digantikan oleh specializes
columnar epithelium seperti pada usus halus dan mengandung sel goblet. Beberapa pasien
GERD memiliki kondisi Barret Esophagus. Percobaaan pada hewan menunjukan pada
kondisi refluks asam, akan terbentuk sel epithel columnar pada daeral epitel pipih. Prevalensi
barret esophagus meningkat sesuai dengan usia, esophagus refluks, namun daerah columnar
dapat tetap stabil . Dapat asimptomatik pada pasien, namun terutama pasien mengeluhkan
adanya nyeri ulu hati dan regurgitasi. Dua puluh lima persen pasien Barret Esophagus tidak
bergejala.
Barret esophagus dapat diagnosis dengan endoscopy dan di konfirmasi dengan biopsy
dan pemeriksaan histologist. Epitel lambung berwarna merah kemerah jambuan (reddish
pink) sedangkan epitel pipih pada esophagus berwarna putih. Pada Barret Esophagus, bagian
distal dari esophagus dilapisi oleh epithel columnar biasanya 3-10 cm, namun dapat juga
melibatkan sebagian besar esophagus. Klasifikasi Barret Esophagus :
1. Long segment Barret esophagus
Esophagus dilapisi minimal 3 cm epitel columnar. Terdapat peningkatan 30-125 kali
terjadinya adenocarnima pada klasifikasi ini.
2. Short segment Barret Esophagus
Esophagus dilapisi oleh < 3 cm epitel columnar. Resiko terjadinya adenocarcinoma lebih
sedikit.
Adenocarcioma merupakan setengah dari kanker esophageal di Amerika Serikat.
Lebih dari 95% pasien yang mengalami gejala tidak menyadari esophageal baarret pada awal
perjalanan penyakit. Data epidemiologis menunjukan interval rata-rata dari Barret esophagus
menuju kanker adalah20-30 tahun.
Pengobatan dan Terapi
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam dan relaps.
1. Modifikasi gaya hidup

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Modifikasi gaya hidup dilakukan dengan posisi kepala lebih tinggi saat tidur, tidak
menggunakan pakaian ketat, menurunkan berat badan, tidak konsumsi alkohol, tidak
merokok, tidak berbaring setelah makan dan tidak memakan makana ringan sebelum tidur.
2. Over the counter medication
Over the counter medication yang biasa digunakan adalah antacid. H2RA. Antacid akan
meningkatkan LES namun bekerja utama dalam menetralkan asam lambung di esophagus
dan lambung.

Antacid diminum 1-3 jam setelah makan dan sebelum tidur. Gaviscon

mengandung alginic acid dan antacid. Gaviscon akan bersatu dengan saliva untuk
membentuk larutan viscous yang berfungsi sebagai mechanical barrier.Kedua obat tersebut
efektikuntuk mngurangi nyeri yang ringan dan sedang namun obat tersebut tidak
menyembuhkan esophagitis.H2RA walaupun kerjanya tidak secepat antacid namun durasi
kerjanya lebih lama yaitu 6-10 jam.
3. Prescription medication therapy
-

Obat Prokinetik

Obat prokinetik yang tersedia untuk mengobati GERD : Betanechol (cholinergic agonist),
Metoclopramide (Dopamine antagonis), Cisapride (Serotonin receptor agonist). Obat tersebut
dapat meningkat tekanan LES, acid clearance dan pengosongan lambung.

Semua obat

prokinetik memiliki manfaat menghilangkan heartburn namun tidak mengobati esophagitis.


-

Histmain type 2 receptor antagonists.

Cimetidine, ranitidine, famotidin dan nizatidin mengurangi sekreai asam pada sel parietal.
Efektif untuk mengurangi gejala malam hari.
-

Proton Pump Inhibitor

Mengurangi sekresi asam lambun denngan menceah H,K ATPase pump. PPI

dapat

mengurangi gejala harian, nocturnal dan yang dipengaruhi makanan. PPI yang tersedia
adalah: omeprazole, lansoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. Beberapa penelitian
menunjukan efikasi esomeprazole (40mg) lebih baik dari omeparazole (20mg) dan
lansoprazole (30mg) dalam mengobati esophagitis.
Maintenance therapy
Penelitian menunjukan PPI lebih baik dibandingkan dengan H2RA atau prokinetik.
Penguunaan jangka lama PPI dapat mensupresi produksi asam lambung sehingga harus
dinilai vitamin B12. Selain itu asam lambung juga diperlukan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri, pencernaan lemak dan protein.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Penanganan komplikasi
1. Ekstraesophageal
Nyeri dada dapat cepat diobati dengan H2RA atau PPI.Penelitian menunjukan PPI lebih baik
dalam mengatasi gejala ekstraesophageal.
2. Esophageal striktur
Penanganan dysphagia pada orang dengan esophageal striktur berkaitan dengan diameter dari
striktur dan keparahan esophagitis. Bila diameter kurang dari 13 mm maka harus dilakukan
dilatasi esophagus. Sebelum dan sesudah terapi harus diberikan PPI.
3. Barret Esophagus
ant. Barret Esophagus dapat disembuhkan dengan cepat dengan PPI. Esophagel reseksi dapat
mencegah terjdinya progresi keganasan, namuan hal ini memerlukan total esophagotomy,
yang tinggal angka mortalitasnya. Seningga direkomendasikan ablasi dari epitehelium dengan
penggunaan PPI yang ketat. Efek samping dari terapi ablasi antara llain nyeri dada, sakit
tenggorokan, ordynophagia, perforasi esophagus dan kematian. Pada Barret esophagus
direkomendasikan dilakukan endoskopi. Biopsi dilakukan dengan mengambil sample dari
setiap quadr
Surgical treatment
Antirefluks surgery dapat menurunkan GER dengan meningkatkan tekanan basal LES,
menurunkan kejadian LESR, dan mencegah komplit LESR. Hal ini dilakukan dengan cara
mengurangi hiatal hernia kembali ke abdomen sehingga terdapat panjang yang cukup dari
intraabdominal spinchter. Operasi yang paling sering dilakukan adalah Nissen fundoplication
dan Toupet partial fundoplication. Antirefluks surgery dapat dilakukan pada pasien-psien
berikut :
1. Pasien GERD yang sehat terkontrol dengan PPI yang menginginkan pengobatan
alternative karena kepatuhan minum obat yang kurang, takut akan efek samping
jangka panjang obat.
2. Pasien dengan atypical GERD yang respon dengan PPI
3. Pasien dengan volume regurgitasi dan aspirasi yang tidak terkontrol dengan PPI.

Treatment Baru
Treatment terbaru untuk GERD ialah obat yang mempengaruhi LESR namun tidak
menebabkan dysphagia. Baclofen, GABA-B agonist, menunjukan penurunan gejala refluks

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

dan meningkatkan PH. Treatment dengan endoskopi terbaru adalah dengan endoskopi
suturing system, energy radiofrekuensi yang ditransmisikan ke gastroesophageal junction dan
penyuntikan polimer yang tidak bisa diserap kedalam submukosa sekitar LES.

DAFTAR PUSTAKA
Yamada, T. Textbook of Gastroenterology. 5th ed. Wiley-Blackwell. 2009

HEPATITIS VIRAL AKUT

PENDAHULUAN

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


1. Anatomi dan fisiologis hati
Hati adalah sebuah kelenjar terbesar dan kompleks dalam tubuh, berwarna merah
kecoklatan, yang mempunyai berbagai macam fungsi, termasuk perannya dalam
membantu pencernaan makanan dan metabolisme zat gizi dalam sistem pencernaan.
Hati manusia dewasa normal memiliki massa sekitar 1,4 Kg atau sekitar 2.5% dari massa
tubuh. Letaknya berada di bagian teratas rongga abdominal, disebelah kanan, dibawah
diagfragma dan menempati hampir seluruh bagian dari hypocondrium kanan dan
sebagian epigastrium abdomen. Permukaan atas berbentuk cembung dan berada
dibawah diafragma, permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura
transverses. Permukaannya dilapisi pembuluh darah yang keluar masuk hati.
Organ hati terbagi menjadi dua buah lobus, yakni lobus kanan yang lebih besar
serta lobus kiri, dipisahkan oleh ligament falciform.

Lobus-lobus dari hati terdiri atas

lobulus-lobulus. Sebuah lobulus terdiri atas sel-sel epitel yang disebut sel-sel hati atau
hepatosit. Disusun secara tak beraturan, bercabang, berlapis-lapis dan dihubungkan
langsung ke sebuah vena pusat. Sel-sel ini mensekresikan cairan empedu. Diantara
lapisan-lapisan sel tersebut ada ruang endothelial-lined yang disebut sinusoid-sinusoid
yang diteruskan ke aliran darah. Sinusoid-sinusoid juga sebagian terdiri atas sel-sel
fagosit dan sel-sel kupffer yang merombak sel-sel darah merah dan sel darah putih yang
telah rusak, bakteri-bakteri dan senyawa-senyawa beracun. Hati terdiri atas sinusoidsinusoid yang bergantung pada tipe pembuluh kapilernya.
Sel hepatosit juga berperan dalam mempertahankan homeostasis, yaitu melalui
pembentukan protein darah antara lain albumin, protein carrier, faktor koagulasi,
hormonal dan growth factor. Dan juga berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein serta dalam proses konjugasi senyawa yang bersifat lipofilik (bilirubin, anion,
cation, dan obat-obatan) sehingga dapat diekskresikan melalui bile atau urine.
Hati menerima darah dari usus dan jantung. Pembuluh darah kecil (kapiler) di
dinding usus mengalirkan darahnya ke dalam vena porta, yang akan masuk ke dalam
hati. Selanjutnya darah mengalir melalui saluran-saluran kecil di dalam hati, dimana zat
gizi yang dicerna dan berbagai zat yang berbahaya diproses. Arteri hepatika membawa
darah dari hati ke jantung. Darah ini membawa oksigen untuk jaringan hati, kolesterol,
dan zat lainnya. Darah dari usus dan jantung kemudian bercampur dan mengalir kembali
ke dalam jantung melalui vena hepatika.
Kelainan pada hati bisa dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama yaitu:

Kelainan yang disebabkan oleh gangguan fungsi sel-sel di dalam hati (misalnya
sirosis atau hepatitis)

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Kelainan yang disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran empedu dari hati

melalui saluran empedu (misalnya batu empedu atau kanker)

Gambar 1: Penampakan Hati Manusia (dilihat dari depan)

II. Pembahasan
A. DEFINISI DAN ETIOLOGI HEPATITIS
Hepatitis yaitu suatu kelainan oleh virus maupun mekanisme lain yang
menyebabkan inflamasi sel-sel liver, sehingga terjadi jejas atau kerusakan. Pada
sebagian besar kasus, proses inflamasi dipicu oleh infeksi virus, namun dapat juga
disebabkan oleh suatu proses autoimun, obat-obatan, alkoholisme, bahan-bahan kimia
dan toksin.
Hepatitis dibagi menjadi dua golongan, berdasarkan perjalanan penyakitnya,
yaitu:

a. Akut
b. Kronis

Hepatitis viral akut dapat dibagi menjadi 5 tipe, berdasarkan etiologinya, yaitu hepatitis
A, B, C, D, E. Sedangkan manifestasi klinis yang dapat ditimbulkannya bisa berupa
asimptomatik (anikterik) ataupun simptomatik (ikterik).
Pada beberapa kasus, hepatitis akut dapat berkembang menjadi hepatitis kronik.

HEPATITIS VIRAL AKUT

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Hepatitis viral akut yaitu infeksi sistemik yang terutama menyerang liver.
Hepatitis virus akut terutama disebabkan oleh virus hepatitis ( A,B,C,D,E ), dan dapat
juga disebabkan oleh virus seperti Cytomegalovirus, herpes simpleks, coxasackie,
adenovirus. Hepatitis A dan E bersifat limitting disseases , sedangkan infeksi oleh virus
hepatitis B dan C dapat bersifat kronis.

HEPATITIS VIRAL KRONIK


Hepatitis kronis ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati
yang berlangsung terus-menerus tanpa penyembuhan dalam waktu paling sedikit 6
bulan. Stadium akhir dari hepatitis kronik yaitu sirosis hati, bersifat ireversibel ditandai
fibrosis dan pembentukan nodulus-nodulus regeneratif, sehingga hati kehilangan
arsitektur yang normalnya.
Hepatitis viral memberikan suatu spektrum tanda-tanda klinis dan manifestasi
laboratorium yang luas. Ini dapat berkisar menurut parahnya penyakit, dari penyakit
yang tak jelas (innapparent), tanpa gejala (asimptomatik), sampai penyakit yang sangat
berat (fulminan), yang dapat menyebabkan kematian yang sangat cepat.

B. Virologi dan Etiologi Hepatitis Akut


Lima agen virus yang telah diketahui dapat menyebabkan hepatitis akut adalah:
1. Hepatitis A
Suatu virus RNA yang tidak berkapsul, berukuran 27 nm, tahan asam, panas, dan
eter. Termasuk picornavirus dari genus virus heparna. Virionnya memiliki empat
polipeptid

kapsid

(VP1

VP4).

Aktivitas

virus

dapat

dihilangkan

dengan

cara

mendidihkannya selama satu menit, dengan formaldehid atau klor.


Masa inkubasi virus ini berkisar antara 15 45 hari (rata-rata 4 minggu).
Replikasinya terbatas pada hati, dan selama akhir masa inkubasi dan fase praikterus
aktif virus terdapat dalam hati, empedu, feses dan darah.
Pada fase akut terdapat respon atibodi berupa IgM yang menetap selama
beberapa bulan, kadang sampai 6 atau 12 bulan. Akan tetapi, selama masa konvalescen
terdapat anti HAV dari kelas IgG yang menjadi dominan. Oleh karena itu, diagnosis
infeksi hepatitis A dapat ditegakan berdasarkan ditemukannya titer anti-Hav dari kelas
IgM.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

2. Hepatitis B
Termasuk DNA virus yang diklasifikasikan ke dalam hepadna virus. Mengekspresikan
struktur protein di permukaan luar virion yang berbentuk sferis dan tubuler dengan
ukuran lebih kecil, dinyatakan sebagai antigen permukaan hepatitis B (HbsAg). HbsAg
mengelilingi inti nukleokapsid dalam berbentuk virion bulat yang mengandung HbcAg.
Melalui penambahan detergen, partikel inti dapat melepaskan suatu antigen yang
terlarut, disebut HbeAg.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Gambar4.Perrjalanan akut hepatitis tipe B (harrison 16th edition)

Gambar5. Perjalanan kronik hepatitis B Sumber : Harrison. Textbook of Internal


Medicine

Setelah terinveksi virus hepatitis B (HBV), masa inkubasi berkisar antara 30-180 hari
(rata-rata 60-90 hari), muncul HbsAg dalam serum, sebagai penanda virologik pertama
yang terdeteksi, kemudian setelah HbsAg hilang muncul Anti-HBs terdeteksi dalam
serum, sampai waktu yang tidak terbatas. Karena HbcAg tersembunyi dalam mantel
HbsAg, HbcAg tidak terdeteksi secara rutin dalam serum pasien yang terinfeksi. Di lain
pihak, antibodi terhadap HbcAg (Anti HBc) dengan cepat terdeteksi dalam serum, dimulai
1-2 minggu sejak munculnya HbsAg, dan mendahului terdeteksinya kadar Anti HBs.

Terdapat rentang waktu antara hilangnya HbsAg dengan timbulnya Anti HBs. Tenggang
waktu ini disebut window period . Selama window period bukti infeksi HBV ditandai
dengan adanya Anti HBc.
HbeAg timbul segera setelah munculnya HbsAg dalam serum. Penampakannya
sementara bertepatan dengan tingkat replikasi virus yang tinggi dan menyatakan
adanya virion yang utuh dalam sirkulasi tubuh. HbeAg hilang sebelum hilangnya HbsAg,
yang kemudian muncul anti Hbe yang menandakan suatu periode infektivitas yang
rendah. Apabila HbsAg masih tinggi dalam periode waktu lebih dari 6 bulan tanpa
adanya anti Hbs dalam serum atau kadarnya rendah sekali, disertai dengan Anti Hbc dari
kelas IgG menandakan terjadinya infeksi kronuik HBV.

3. Hepatitis D

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Merupakan RNA virus yang infeksinya memerlukan bantuan atau bersamaan
dengan HBV. Jadi HDV dapat menginfeksi manusia secara simultan dengan HBV
(koinfeksi) atau memperberat pasien yang telah terinfeksi HBV (superinfeksi). Selama
infeksi HDV akut, anti HDV dari kelas IgM dominan, dan berlangsung selama 30-40 hari
setelah timbulnya gejala. Pada infeksi HDV kronik, titer anti HDV tinggi dalam darah, baik
IgM ataupun IgG.

4. Hepatitis C
HCV diklasifikasikan ke dalam virus RNA Flavivirus. Infeksi virus lebih sering
menyebabkan terjadinya infeksi hepatitis kronis. Masa inkubasi berkisar antara 15 160
hari (rata-rata 50 hari). Indikator yang sensitif pada pajanan infeksi virus ini adalah
dengan ditemukannya RNA HCV, sedangkan Anti HCV belum cukup untuk mendeteksi
semua orang yang terinfeksi HCV.

5. Hepatitis E
Virus hepatitis E (HEV) adalah virus seperti HAV yang tidak bermantel dsengan
genom RNA tunggal. Diklasifikasikan ke dalam alfavirus yang memiliki masa inkubasi 1460 hari (rata-rata 40 hari). Pada infeksi akut dapat dideteksi aedanya IgM antiHEV dan
IgG antiHEV, namun keduanya segera turun kadarnya setelah fase akut, mrncapai kadar
terendah dalam 9 sampai 12 bulan.

II. Patogenesis
Virus-virus hepatitis secara primer tidak bersifat sitopatik ( merusak) pada sel-sel
hepar. Gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus ini disebabkan oleh respons imun
penderita terhadap infeksi tersebut.
Pada infeksi virus hepatitis B, partikel virus ini secara utuh masuk ke dalam
tubuh. DNA, genom virus kemudian diangkut ke dalam inti sel hati, dimana akan terjadi
transkripsi genom virus B dan terjadi replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati. Sel
hati yang terkena infeksi akan membuat partikel virus B. Partikel ini dibuat dalam inti sel
hati sedangkan HbsAg dibuat dalam sitoplasma hati. Kedua bagian tersebut akan
bergabung dan membentuk partikel virus B utuh.
Pembentukan HbsAg lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan partikel
inti sehingga banyak terdapat partikel virus B lengkap (partikel Dane) yang diproduksi,

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


sedang pada fase nonreplikatif produksi partikel virus B utuh hanya sedikit, sehingga
hanya didapatkan partikel HbsAg yang cukup berimbang.
Bila tidak terjadi respon imun maka tidak terjadi kelainan sel hati, tetapi sintesis
partikel virus B tetap berlangsung dan infeksi menjadi persisten. Hal inilah yang terjadi
pada pengidap HbsAg yang sehat.
Sedangkan hepatitis virus akut timbul sebagai akibat respon imun yang normal,
sehingga terjadi peradangan sel hati dan sintesis partikel virus B dapat ditekan. Bila
respon ini berlebihan, maka terjadi hepatitis fulminan dan bila respon ini tidak sempurna
maka terjadi peradangan hati tetapi sintesis partikel virus B tidak dapat ditekan secara
efektif sehingga terjadi hepatitis kronik disertai virus B yang persisten.

III. Perjalanan Penyakit


1. Masa tunas (inkubasi)
Masa tunas masing-masing penyebab hepatitis akut berbeda. Sering saat
terserangnya infeksi virus tidak diketahui dengan pasti, sehingga masa tunas
hanya perkiraan saja.
2. fase pre-ikterik
keluhan yang timbul umumnya tidak khas, berlangsung sekitar 2-7 hari. Ditandai
dengan gejala seperti:

demam tidak terlalu tinggi

gejala malaise (flu like syndrome)

Anoreksia, mual, dan muntah

nyeri perut bagian kanan atas

3. fase ikterik
gejala timbul sangat khas, berlangsung kurang lebih 1-8 minggu, dengan gejalagejala seperti:

mata kuning

buang air kecil seperti air teh pekat

dapat timbul gatal-gatal (pruritus)

gejala-gejala prodromal berkurang atau menghilang

4. fase konvalesens (fase penyembuhan)


ditandai dengan:

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

ikterus berkurang atau menghilang

nafsu makan baik

segar kembali

Hepar mengecil kembali

IV. Manifestasi Klinis


Pada umumnya hepatitis tipe A, B, dan tipe C mempunyai perjalanan klinis yang
sama. Gejala prodormal dari hepatitis virus akut bersifat sistemik dan cukup bervariasi.
Gejala konstitusional dapat berupa:

Anoreksia

Mual dan muntah

Kelelahan

Malaise

Atralgia dan mialgia

Sakit kepala

Fotofobia

Faringitis

Flu like syndrome

Demam derajat rendah lebih sering ditemukan pada infeksi HaAV dan HEV.

Urin yang berwarna hitm (teh pekat)

Feses yang berwarna dempul

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemuka gambaran;

Ikterik terutama pada sklera dan bagian tubuh lain

Hepatomegali disertai nyeri tekan, mungkin terdapat di kuadran kanan atas


disertai perasaan yang tidak nyaman

Hepar yang memebesar teraba lunak dengan pinggiran yang tajam

Splenomegali dan adenopati servikal dapat dijumpai

Jarang ditemukan spider angioma

Mungkin dapat timbul bradikardi

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


V. Gambaran laboratorium
a. hematologis:

Peningkatan aminotransferase serum AST dan ALT (SGOT, SGPT) selama fase
prodormal dari hepatitis virus akut mendahului peningkatan bilirubin

Peningkatan bilirubin baik yang terkonjugasi ataupun yang tidak terkonjuugasi,


jika kadar serum bilirubin >2,5 mg/dL dapat bermanifestasi ikterus

Neutropenia, leukopenia dapat ditemukan pada fase preikterik. Dapat

disertai

limfositosis relatif

Limfosit atipis dapat ditemukan pada fase akut

Waktu protrombin dapat memanjang pada gangguan fungsi liver

Hipoglikemia

Fosfatase alkali serum dapat normal atau meningkat sedikit

Penurunan albumin bila terdapat komplikasi

b. Urin dan Tinja:


Bilirubin muncul dalam urin sebelum timbul ikterus, kemudian menghilang
walaupun kadar dalam darah masih tinggi. Urobilinogenuria dapat ditemukan pada fase
akhir preikterus, pada puncak ikterus sangat sedeikit bilirubin sampai di usus, dengan
demikian

urobilinogen

menghilang,

munculnya

kembali

urobilinogen

dalam

urin

menandakan mulainya penyembuhan. Permulaan munculnya ikterus menyebabkan tinja


menjadi pucat. Munculnya kembali warna tinja menandakan dalam fase penyembuhan.

Tes serologik pada pasien hepatitis akut:


HbsAg

IgM

IgM

Anti HAV

Anti HBc

Interpretasi diagnostik
Anti
HCV

--

--

Hepatitis B akut

--

--

--

Hepatitis B kronik

--

--

--

Hepatitis A akut + hepatitis B


kronik

--

--

--

Hepatitis A dan B akut

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


--

--

--

--

--

Hepatitis A akut
Hepatitis A dan B akut (HbsAg di
bawah ambang deteksi)
Hepatitis B akut (HbsAg di bawah
ambang deteksi)

--

--

--

Hepatitis C akut

Biopsi Hati dengan Jarum:


Biopsi hati jarang diperlukan pada stadium akut, pada orang dewasa tua kadang
diperlukan untuk membedakan hepatitis dan kolestasis ekstra hepatik atau kolestasis
intra hepatik jenis lain dan dari ikterus karena obat. Biopsi hati dapat digunakan untuk
mendiagnosa adanya komplikasi kronik beserta tipenya. Jangan sekali-sekali melakukan
biopsi kurang dari enam bulan setelah episode akut, sebab sukar membedakan
gambaran penyembuhan normal dan hepatitis kronik.

VI. Diagnosis Banding


Pada stadium pre ikterik, hepatitis dapat dikacaukan dengan penyakit infeksi akut
lain, dengan penyakit abdomen akut yang perlu pembedahan, terutama apendisitis akut,
dan dengan gastroenteritis akut. Hal yang paling membantu adalah cairan empedu
dalam urin, pembesaran hati yang nyeri dan kenaikan transaminase serum. Pemeriksaan
serologi petanda viral sangat diperlukan.
Pada stadium ikterik, perbedaan perlu dibuat dengan kolestasis yang perlu
pembedahan. Diagnosis hepatitis viral akut dibedakan dari ikterus karena obat-obatan
dari riwayat penyakitnya.
Biopsi hati melalui jarum mungkin diperlukan pada kasus problematik. Usaha
untuk diagnosis melalui pembedahan tidak diperlukan. Pada stadium pasca ikterik untuk
membedakan diagnosis komplikasi organik dari yang non organik, memerlukan
pemeriksaan rutin untuk diagnosis hepatitis kronik, termasuk biopsi hati.

VII. Pengelolaan
Tujuan Terapi

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Tujuan terapi pada pasien Hepatitis B adalah mengurangi penyebaran virus dalam
darah, dan membatasi kerusakan hepar. Pada pasien dengan HbeAg positif merupakan
indikasi utama untuk dilakukan terapi, karena mereka mempunyai risiko lebih tinggi
menjadi hepatitis kronik aktif, Cirrhosis, dan hepatocellular carcinoma.

Pencegahan:
Penyuluhan mengenai perlunya deteksi dini dan cara penularan infeksi sangat
diperlukan, umpamanya kontaminasi makanan dan minuman, penjalaran penyakit
melalui hubungan seksual atau melalui donor darah.
Efektivitas pemberian vaksin dalam mencegah infeksi HBV adalah 90-95%,
menetap sampai dengan 12 tahun.

Pengobatan serangan akut:


Pengobatan hanya memberikan efek sedikit pada perjalanan penyakit. Pada
permulaan penyakit, hal ini sukar dikatakan dan ada baiknya mengobati semua serangan
sebagai suatu yang kemungkinan fatal dan mendesak, dengan istirahat mutlak di tempat
tidur. Secara tradisional ini berlaku hingga pasien bebas dari ikterus. Suatu cara
pengobatan yang tidak terlalu ketat dimungkinkan pada pasien yang masih muda dan
sehat sebelumnya.
Fase konvalesens ditandai sampai pasien bebas gejala, hari tidak lagi nyeri dan
bilirubin dalam serum kurang dari 1,5 mg/dL. Diet rendah lemak, tinggi karbohidrat yang
ternyata cocok untuk pasien yang anoreksia. Kalau nafsu makan sudah kembali, diet
tinggi protein dapat mempercepat penyembuhan. Protein yang terlalu banyak merugikan
untuk pasien sakit keras yang menghadapi koma hepatik.

Medikamentosa
Fitofarmaka, obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan hasil uji coba
Departemen Kesehatan Kurkuma kompleks yang mengandung 20 mg kurkuminoid
efektif terhadap hepatitis akut dan kronik, karena bersifat antihepatotoksik, antioksidatif,
anti inflamasi, melindungi sel kupfer dan meningkatkan kapasitas sintesa sel hati.
Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat nekrosis sel hati, tidak mempercepat
penyembuhan, ataupun mempertinggi imunisasi hepatitis viral. Hepatitis condong

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


kepada penyembuhan spontan dan tak ada faedah menggunakan steroid, kecuali untuk
hepatitis A kolestatik.

Penatalaksanaan pada pasien yang terinfeksi HBV:


1. interferon dosis 5-10 juta unit, secara sub cutan, dosis 3 kali dalam satu minggu,
selama minimal 3 bulan. Pada 30 % pasien yang mendapat terapi interferon,
memiliki response yang baik, antara lain Hbe Ag hilang, terbentuknya antibodi
anti Hbe, dan penurunan kadar serum alanine aminotransferase
2. Anti virus
A. Lamivudine
bekerja menghambat replikasi Genome HBV. Lamivudine tidak bersifat
sebagai imunomodulator , tetapi berperan dalam mendukung daya tahan
tubuh penderita.
B. Analog nucleotida lainnya (Adefovir)
Merupakan prodrug yang bekerja pada fase phosphorilasi intracellular
sehingga menjadi active drug , yang berperan dalam menginhibisi
polymerase virus.

Pemantauan lanjutan:
Pasien perlu diperiksa 3-4 minggu setelah pulang dari rumah sakit, dan jika perlu,
kontrol setiap bulan selama tiga bulan berturut-turut. Perhatian khusus perlu diberikan
pada kekambuhan ikterus dan pada ukuran hati dan limfa. Pemeriksaan yang perlu
dikerjakan adalah bilirubin, transaminase, dan petanda hepatitis B jika belum positif.
Alkohol sebaiknya dihindari selama 6 bulan sebab dapat menyebabkan kekambuhan.

VIII. Komplikasi dan Gejala Sisa


1. Relaps hepatitis
Relaps lebih sering pada penderita HAV akut setelah beberapa minggu
atau beberapa bulan pasca sembuh. Ditandai dengan timbulnya kembali gejala
penyakit, peningkatan aminotransferase, kadang ikterus, dan ekskresi HAV dalam
feses.
2. hepatitis kolestasis

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Pada hepatitis akut oleh virus tipe A. Ditandai dengan ikterus kolestasis
dan pruritus yang berkepanjangan.
3. Hepatitis fulminan
Keadaan ini terutama dijumpai pada hepatitis B, hepatitis D, dan hepatitis E. Dan
jarang sekali pada hepatitis A. Penyakit ini dapat mematikan dalam kurun waktu
10 hari, dapat berkembang demikian cepatnya sehingga ikterus tidak mencolok
dan penyakit dapat dikacaukan

dengan suatu psikosis akut atau suatu

meningoencephalitis. Di lain pihak, setelah mengalami suatu seranganakut yang


khas, pasien akan menjadi sangat kuning, gejala-gejala yang membahayakan
adalah muntah yang berulang, fetor hepatik, kebingungan dan rasa mengantuk,
flapping tremor, yang kemudian timbul kekakuan, kemudian pasien secara cepat
timbul ke dalam stadium koma, dan pasien jatuh ke dalam kegagalan hati akut,
temperatur tubuh menuingkat, ikterus bertambah, hati mengecil, serta dapat
timbul perdarahan yang luas.
Terdapat leukositosis, ini justru sebaliknya dari leukopenia yang biasa
didapatkan

pada

hepatitis

viral

akut.

Perubahan

biokimiawi

menunjukan

gambaran kegagalan hati akut, tingginya bilirubin dan transaminase serum


merupakan petunjuk yang kurang baik sebagai prognosis, kadar transaminase
dalam serum akan menurun kalau keadaan pasien bertambah buruk, koagulasi
darah akan sangat terganggu dan protrombin merupakan indikator terbaik untuk
prognosis. Frekuensi perjalanan penyakit tergantung dari jenis pasien, dan
prevalensi pembawa.
4. Ensefalopati
Hati pasien biasanya mengecil dan waktu protrombin dapat sangat
memanjang. Kombinasi dari keadaan tersebut dengan peningkatan kadar bilirubin
yang cepat, bersama dengan tanda klinis konvulsi, disorientasi, somnolen, asiotes
dan edema, menunjukan bahwa pasien-pasien tersebut mengalami ensefalopati.
Edema otak lazim ditemukan, kompresi batang otak, perdarahan saluran
makanan, sepsis, gagal pernafasan, kolaps kardiovaskuler dan gagal ginjal
merupakan peristiwa terminal.
5. Hepatitiis kronik aktif
Merupakan komplikasi major yang sangat lambat dari hepatitis B akut . Gambaran
klinis dan laboratorium dapat memperlihatkan:

Gejala konstitusi yang menetap dan hepatomegali

Terjadi bridge necrosis pada hepar dari hasil biopsi selama hepatitis virus
akut yang lama dan berat

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Tetap tingginya kadar aminotransferase, bilirubin, dan globulin serum


selama 6-12 bulan setelah perjalanan yang akut

Tetap adanya HbsAg dan HbeAg selama 6 bulan atau lebih setelah
hepatitis akut.

HAV dan HEV tidak menimbulkan hepatitis kronik.


6. Superinfeksi
Terjadi pada infeksi virus hepatitis B yang disertai virus hepatitis D,
menyebabkan manifestasi klinis yang lebih berat.
7. komplikasi lain berupa: pankreatitis, miokarditis, pneumonia atipik, anemia
aplastik, mielitis transversa, dan neuropati perifer.

IX. Prognosis
Pada infeksi hepatitis akut tipe A dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa.
Pasien usia tua cenderung mengalami perjalanan klinis yang berlarut-larut dan lebih
berat. Gambaran dini adanya asites, edema perifer, dan gejala enselofati hati memberi
kesan prognosis yang lebih buruk. Selain itu, waktu protrombin yang memanjang, kadar
albumin yang rendah, hipoglikemia, dan nilai bilirubin yang tinggi mengesankan penyakit
hepatoseluler yang sangat berat.

X. Kesimpulan
HAV

HBV

HCV

HDV

HEV

Masa
inkubasi

14-45 hari
(30)

30-180
(ratarata 60-90)

15-160
(rata-rata
50 hari)

30-180,
rata rata
60-90 hari

14-60,
rata-rata
40 hari

Umur

Anak dan
dewasa

Dewasa

Semua
umur

Semua
umur

Dewasa
(20-40)

Onset

akut

Akut
kronis

kronuis

Akut atau
kronis

akut

Transmisi

Fekal oral

Perkutan

Perkutan

Perkutan

Fekal oral

Perinatal

perinatal

Perinatal

seksual

seksual

seksual

dan

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


Klinis:
Severity

Ringan

Umumnya
parah

Sedang

Jarang
menjadi
parah

Ringan

5-20%
Fulminan
Kronis

0,1%
------

Karier

--

Kanker

--

0,1%
0,1-1%
Jarang(1-10%)

Sering

Sering(5070%)
+

0,1-30%

Sedang

sedang

1-2%
-------

Variabel
+/-

--

Akut: baik

--

Kronis:
buruk

Baik

Prognosis

baik

Profilaksis

Ig Vaksin

HbIg
vaksin
rekombinan

--

Vaksin HbV

Tdk diket

--

Interferon

Interferon
+ ribavirin

interferon

---

Terapi

Semakin buruk
dengan
bertambahnya
usia

lamivudin

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

DAFTAR PUSTAKA

Dienstag, J.L., Isselbacher K.J., Acute Viral Hepatitis. Harrisons Principles of


Clinical Medicine 16th edition. Volume II. 2001. McGrawHill Co.

Rahardja, H. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga
volume I. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hadi, Sujono. Hepatitis Virus Akut. Gastroenterologi Edisi ketujuh. 2002.


Bandung: Penerbit P.T Alumni.

Jawetz at al. Virus Hepatitis. Mikrobiologi Kedokteran. 1995. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Lee. William. Hepatitis B virus infection.1998. New England of Journal


Medicine, download on January 22, 2008

Don Ganem, M.D., and Alfred M. Prince, M.D. Hepatitis B Virus Infection
Natural History and Clinical Consequences. 2004. New England of Journal
Medicine, download on January 22, 2008

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

SIROSIS DAN PERDARAHAN Saluran Makan (PERSEPTORAN)

Perdarahan liver berasal dari hepatic arteri (oksigen) dan vena porta
(nutrisi)
Sirosis : fibrosis pada space of disse, nekrosis sel hepar melepas
banyak NO ini yang menyebabkan manifestasi sistemik vena
porta dilatasi aliran darah ke liver >> tekanan >> semakin
dilatasi
Vena porta akan aliran balik ke
o Vena lienalis : splenomegali
o Kolateral terbuka
Vena coronary vena gastric dan azygous gastropati
hipertensi portal, varises esofagus tekanan >>
lokus minorus pecah
Vena umbilical
Vena
Asites terjadi jika ada hambatan di pre, parenkim, dan post
parenkim (obstruksi hepatic vein)

Perdarahan SMBA

Variseal bleeding : klo karena sirosis


Non variseal bleeding

Terapi varises esofagus

definitif : ligasi, klo ulkus di katerisasi atau suntik adrenalin


sementara : untuk varises dikasi somastostatin atau nukleotid
(vasokonstriksi)
bisa di kompresi atau tampon dengan SB tube (max dipasang 24
jam- bisa nekrosis)
cek Hb, PT awasi komplikasi (DIC, sepsis)
evakuasi darah : cuci lambung, pake laxan yang mengandung
laktulase

asites refrakter

karena resistensi (dosis max SO 400mg, FUR 160mg, sediaan


25,50,100mg)
ada efek samping : gangguan ginjal, ganggua elektrolit
kalau ada ini terapi large volume paracentesis (harus diberi
albumin)

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


pendarah karena ulkus

dihentikan dulu dengan PPI (menyebabkan alkali lambung, suasana basa mengaktifkan
faktor coagulasi)
o lansoprazole
o trabeprazole
yang sudah ada dalam bentuk iv
o omeprazole : cuman bisa bolus
o esomeprazole : bisa bolus bisa drip
o pantoprazole : bisa bolus bisa drip
bolus 80 mg terus drip 8mg/jam
sediaan satu ampul 40 mg

ACUTE LIVER FAILURE (ALF)


ALF adalah kondisi yang jarang dimana terjadi perburukan yang cepat
dari fungsi liver dengan mengakibatkan perubahan mental (kesadaran) dan
koagulopati pada pasien yang sebelumnya normal. Di Amerika tercatat 2000
kasus per tahun. Kriteria menurut AASLD yaitu
(biasanya

INR

>

1,5)

dan

adanya

abnormalitas koagulasi

gangguan

mental/kesadaran

(ensefalopati) pada pasien tanpa penyakit sirosis hari sebelumnya dan


dengan durasi penyakit kurang dari 26 minggu.
Penyebab yang menonjol pada ALF adalah obat-obatan (drug induced
liver injury) hepatitis virus, autoimmune liver disease dan shock atau
hipoperfusi, banyak kasus yang tidak jelas (sekitar 20 %). Pada pasien ini tidak
diketahui riwayat penggunaan obat-obatan terutama asetaminofen dan tidak ada
infeksi virus tapi kemungkinan menderita autoimmune liver disease. Secara
klinis berdasarkan kriteria King College sebagai berikut :
a. ALF yang diinduksi Asetaminofen:
-

PH arteri < 7.3 (mengikuti volume resusitasi yang adekuat) tidak berhubungan
dengan gradasi koma atau

PT > 100 detik (INR > 6.5) + serum creatinine > 300 umol/L (3.4 mg/dL) pada
pasien dengan coma grade III/IV

b. ALF yang diinduksi Non-acetaminophen:


-

PT > 100 detik tidak berhubungan dengan gradasi koma atau


Tiga dari berikut ini, tidak berhubungan dengan gradasi koma

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..


-

Toksik obat, penyebab ALF yang tidak dapat ditentukan

Umur < 10 tahun atau > 40 tahun

ikterik sampai koma terjadi > 7 hari

PT > 50 detik (INR > 3.5)

Serum bilirubin > 300 umol/L (17.5 mg/dL)

Untuk acute liver failure dapat diatasi dengan transplantasi hepar, namun
prosedur ini membutuhkan waktu yang lama dan mahal. Pasien dengan Acute
liver failure harus dirawat di ruang ICU untuk hemodinamik dan ventilator
support. Pemberian N-Acetyl cystein (dengan dosis yang sama untuk
asetaminofen) pada semua pasien dengan hepatic failure dan grade 1-2
encefalopati akan meningkatkan cerebral blood flow dan transplant free
survival.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Autoimmune hepatititis (AIH)


AIH adalah inflamasi pada hati yang dapat terjadi pada semua usia, jenis
kelamin dan ras. Diagnosis perlu dipertimbangkan pada setiap pasien
dengan peningkatan aminotransferase. AIH banyak terjadi pada wanita
(70 %). AIH yang tidak diobati mempunyai angka kematian dalam 5 tahun
> 50 %. Untuk menegakkan diagnosa AIH berdasarkan score yang
diajukan International Autoimmune Hepatitis Group (IAHG) sebagai
berikut :

Variabel
ANA or SMA
ANA or SMA
Or LKM
Or SLA
IgG

Cut Off
>1 : 40
>1 : 80
>1 : 40
Positif
> Upper normal limit
> 1 : 10 time upper
normal limit
Compatible with AIH
Tipical AIH

Point
1
2
1
2

Liver Histologi
1
(evidence of hepatitis is a
2
necessary condition)
Abscence
of
Viral
yes
2
Hepatitis
Score > 6 : probable AIH. Score > 7 definit AIH. ANA : antinuclear antibodi,
SMA : smooth muscle antibodi. LKM : liver-kidney microsomal antibodi.
SLA : Soluble Liver Antigen

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Pasien dengan autoimmune hepatitis diberikan terapi dengan indikasi


sebagai berikut :
a. Absolut :
- Serum AST > 10 kali diatas normal
- Serum AST > 5 kali diatas normal dan Gamma globulin > 2 kali normal
- Bridging Necrosis atau multiacinar necrosis pada pemeriksaan histologis
b. Relatif :
- Simtomatik (Fatigue, Atralgia, Ikterik)
- Serum AST dan atau gamma-globulin < kriteria absolut
- Ada hepatitis
Terapi yang diberikan pada Autoimmune hepatitis sebagaimana
tergambar pada tabel berikut:

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Target terapi AIH tergambar dalam tabel berikut ini :

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Diagnostic criteria of acute cholangitis: Tokyo


Guidelines
A. Clinical context and clinical manifestations
1. History of biliary disease
2. Fever and/or chills
3. Jaundice
4. Abdominal pain (right upper quadrant or upper abdominal)
B. Laboratory data
5. Evidence of inflammatory responsea
6. Abnormal liver function testsb
C. Imaging findings
7. Biliary dilatation, or evidence of an etiology (stricture, stone, stent etc)
Suspected diagnosis Two or more items in A
Definite diagnosis

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

(1) Charcots triad (2 + 3 + 4)


(2) Two or more items in A + both items in B and item C
a

Abnormal WBC count, increase of serum C-reactive protein (CRP) level, and other changes
indicating inflammation
b
Increased serum ALP, r-GTP (GGT), AST, and ALT levels

Criteria for severity assessment of acute cholangitis: Tokyo Guidelines


Severity of acute cholangitis
Criterion
Mild (grade I) Moderate (grade II) Severe (grade III)
Onset of organ dysfunction
No
No
Yes
a
Response to initial medical treatment
Yes
No
No
a

Consisting of general supportive care and antibiotics

Definitions of severity assessment criteria for acute cholangitis


Mild (grade I) acute cholangitis
Mild (grade I) acute cholangitis is defined as acute cholangitis which responds to the initial
medical treatmenta
Moderate (grade II) acute cholangitis
Moderate (grade II) acute cholangitis is defined as acute cholangitis that does not respond
to the initial medical treatmenta and is not accompanied by organ dysfunction
Severe (grade III) acute cholangitis
Severe (grade III) acute cholangitis is defined as acute cholangitis that is associated with
the onset of dysfunction at least in any one of the following organs/systems:
1. Cardiovascular system: Hypotension requiring dopamine >/= 5 ug/kg per min, or any dose
of dobutamine
2. Nervous system: Disturbance of consciousness
3. Respiratory system: PaO2/FiO2 ratio < 300
4. Kidney: Serum creatinine > 2.0 mg/dl
5. Liver: PT-INR > 1.5
6. Hematological system: Platelet count < 100 000 /ul
Note: compromised patients, e.g., elderly (>75 years old) and patients with medical
comorbidities, should be monitored closely
a
General supportive care and antibiotics

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

References:
1. Lee CC, Chang IJ, Lai YC, Chen SY, Chen SC. Epidemiology and prognostic

determinants of patients with bacteremic cholecystitis or cholangitis. Am. J.


Gastroenterol. 2007 Mar;102(3):563-9. [Medline]
2. Wada K, Takada T, Kawarada Y, Nimura Y, Miura F, Yoshida M, Mayumi T,
Strasberg S, Pitt HA, Gadacz TR, Bchler MW, Belghiti J, de Santibanes E, Gouma
DJ, Neuhaus H, Dervenis C, Fan ST, Chen MF, Ker CG, Bornman PC, Hilvano SC,
Kim SW, Liau KH, Kim MH. Diagnostic criteria and severity assessment of acute
cholangitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007;14(1):52-8.
[Medline]

The diagnosis of a Functional Bowel Disorder always presumes the absence of a structural or
biochemical explanation for the symptoms.

C1. Irritable Bowel Syndrome


At least 12 weeks, which need not be consecutive, in the preceding 12 months of abdominal
discomfort or pain that has two out of three features:
1. Relieved with defecation; and/or
2. Onset associated with a change in frequency of stool; and/or
3. Onset associated with a change in form (appearance) of stool.
Symptoms that Cumulatively Support the Diagnosis of Irritable Bowel Syndrome

Abnormal stool frequency (for research purposes abnormal may be defined as


greater than 3 bowel movements per day and less than 3 bowel movements per week);
Abnormal stool form (lumpy/hard or loose/watery stool);
Abnormal stool passage (straining, urgency, or feeling of incomplete evacuation);
Passage of mucus;
Bloating or feeling of abdominal distension.

C2. Functional Abdominal Bloating


At least 12 weeks, which need not be consecutive, in the preceding 12 months of:
1. Feeling of abdominal fullness, bloating, or visible distension; and

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

2. Insufficient criteria for a diagnosis of functional dyspepsia, irritable bowel syndrome,


or other functional disorder.
C3. Functional Constipation
At least 12 weeks, which need not be consecutive, in the preceding 12 months of two or more
of:
1.
2.
3.
4.
5.

Straining >1/4 of defecations;


Lumpy or hard stools >1/4 of defecations;
Sensation of incomplete evacuation >1/4 of defecations;
Sensation of anorectal obstruction/blockage >1/4 of defecations;
Manual maneuvers to facilitate >1/4 of defecations (e.g., digital evacuation, support
of the pelvic floor); and/or
6. < 3 defecations per week.
Loose stools are not present, and there are insufficient criteria for IBS.

C4. Functional Diarrhea


At least 12 weeks, which need not be consecutive, in the preceding 12 months of:
1. Loose (mushy) or watery stools
2. Present >3/4 of the time; and
3. No abdominal pain.
C5. Unspecified Functional Bowel Disorder
Bowel symptoms in the absence of organic disease that do not fit into the previously defined
categories of functional bowel disorders.

References:
1. Douglas A. Drossman. ROME II: The Functional Gastrointestinal Disorders, Second
Edition

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Bristol stool chart atau dalam bahasa Indonesia artinya tabel tinja Bristol adalah tabel yang
menunjukan ukuran kepadatan tinja dari yang terpadat (model yang pertama) hingga tercair
(model yang terakhir). Tabel ini dibuat oleh Universitas Bristol di Inggris.
Berikut ini adalah penjelasan dan terjemahan dari tabel tersebut:

Model tinja 1

Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang, sangat keras, dan sangat
sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita konstipasi kronis.

Model tinja 2

Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis,permukaanya menonjol-nonjol dan tidak rata, dan
terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-keping. Biasanya tinja jenis ini dapat

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

menyumbat WC, dapat menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja penderita konstipasi
yang mendekati kronis.

Model tinja 3

Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang rata, dan ada
sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita konstipasi ringan.

Model tinja 4

Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah bentuk tinja
penderita gejala awal konstipasi.

Model tinja 5

Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan yang lembut, permukaan yang
halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini adalah bentuk tinja seseorang yang ususnya
sehat.

Model tinja 6

Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah mencair, dan biasanya sangat
mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita diare.

Model tinja 7

Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah menyerupai air) dan tidak terlihat ada
bagiannya yang padat. Ini merupakan tinja penderita diare kronis.
Kesimpulannya adalah sebagai berikut:

Model 1 sampai model 4 merupakan bentuk tinja penderita konstipasi.


Model 5 adalah tinja seseorang yang ususnya sehat.
Model 6 sampai model 7 merupakan bentuk tinja penderita diare.
Model 1 dan model 7 adalah tinja seseorang yang menderita gangguan pada usus
dengan tingkat yang berbahaya dan dapat berakibat fatal.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Rome III: New Diagnosis criteria for IBS


Top gastrointestinal disease experts collaborated in 2006 on new diagnostic criteria and subtyping for irritable bowel syndrome (IBS). Since the first collaboration in 1978, resulting in
the Manning Criteria, doctors have continually updated diagnostic criteria based on ongoing
research. Having diagnostic criteria for IBS is particularly important because there is no
laboratory test for this condition.
Medical professionals are increasingly accepting functional gastrointestinal disorders
(FGIDs), which are prevalent throughout the world, as legitimate health conditions. The
Rome Foundation has taken on the challenge of establishing symptom-based diagnostic
criteria. The newest modification of the criteria, Rome III, was recently completed and
presented at a symposium at this years Digestive Diseases Week (DDW) meeting. Through a
series of presentations, Rome Foundation Board members revealed new rationales prepared
by 100 international experts involved in the Rome III process. Dr. Douglas Drossman,
President of the Rome Foundation, chaired the DDW symposium.
The proposed new sub-typing of IBS based on stool consistency alone is:

IBS
IBS
IBS
IBS

with constipation (IBS-C),


with diarrhea (IBS-D),
mixed type (IBS-M), and
unsubtyped (IBS-U).

Patients with IBS-M, formerly classed as IBS-A, or alternating, have both hard and loose
stools over periods of hours or days, whereas IBS patients with alternating bowel habits
change subtype over periods of weeks and months. They base stool form on the Bristol stool
scale, which categorizes stool form and correlates best with colon transit times. Stability and
association with other features, such as visceral sensitivity and response to treatment, remain
to be determined.
Future plans for the Rome Foundation include global educational programs, support for
validation studies, partnering with regulatory agencies, working team initiatives (e.g.
guidelines for brain imaging and guidelines for severity in FGID working teams), and
diversification of structure.

Rome III Diagnostic Criteria for Irritable Bowel


Syndrome
At least three months, with onset at least six months previously, of recurrent abdominal pain
or discomfort* associated with two or more of the following:

Improvement with defecation; and/or


Onset associated with a change in frequency of stool; and/or
Onset associated with a change in form (appearance) of stool.

HAND BOOK GASTRO by ARDY MOEFTY..

Вам также может понравиться