Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Name
Charles
Aaron sign
Specialty
Dettie
Aaron
Jacob
Surgery
Boas' sign
Epigastric
Appendicitis
pain
with
pressure
on
McBurney's point
Moritz
Surgery
Peritonitis
Isidor
Boas
Gastroenterology
Rebound tenderness
Dermal hyperaesthesia at inferior angle
Acute cholecystitis
of right scapula
Supine patient lifts head from bed;
John
Berton
Surgery
abdominal
wall ;
pain
intraperitoneal
Jean-Martin
Charcot's triad Charcot
Surgery
Courvoisier's
Ludwig
law
Courvoisier
Thomas
Cullen's sign
Cullen
Turner
Georg
Gastroenterology
S.
Surgery
Grey
Surgery
Retroperitoneal
hemorrhage
Flank ecchymosis
Surgery
to acute appendicitis
on toes to heels
Gastroenterology
right
Acute appendicitis
knee
medially
(hip
internal
rotation)
Surgery,
Psoas sign
Gastroenterology
Reynolds'
pentad
Appendicitis
pain
Charcot's triad + hypotension and
Rosenstein's
sign
Acute appendicitis
Surgery
Niels
Thorkild
General surgery
Appendicitis
Splenomegaly
DISPEPSIA
Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "-" (Dys-), berarti sulit , dan ""
(Pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu:
1. Dispepsia Organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan
pada usia lebih dari 40 tahun . Istilah dispepsia organik baru dapat dipakai bila
penyebabnya sudah jelas.
Yang dapat digolongkan dispepsia organik yaitu:
Dispepsi tukak (ulcer-like dyspepsia),
Dispepsi bukan tukak,
Refluks gastroesofageal,
Penyakit saluran empedu,
Karsinoma (lambung, kolon, pancreas),
Pankreaitis,
Sindroma melabsorpsi.
2. Dispepsia fungsional
Dispepsia fungsional merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik
tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan . Termasuk dispepsia
anorganik yaitu dispepsia dismotilitas (Dysmotility like dispesia).
Etiologi
A. Dispepsia fungsional atau idiopatik
B. Dispepsia organik
I. Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil,
Narkotik, Quinidine, Theophiline
II. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi
susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa
jenis buah-buahan
b. Non-alergi
produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten,
kafein, dll.
Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan
PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.
III.Kelainan struktural
A. Penyakit oesophagus
hernia
Akhalasia
Obstruksi esophagus
Pankreatitis
Karsinoma pankreas
Malabsorbsi
Obstruksi intestinal intermiten
Sindrom kolon iritatif
Angina abdominal
Karsinoma kolon
D. Penyakit pankreas
E. Penyakit usus
Tuberculosis
Gagal ginjal
Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
Diabetes melitius
Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
Ketidakseimbangan elektrolit
Penyakit jantung kongestif
a.
b.
V. Lain-lain
Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang sifatnya
hilang timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan udara
(aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung
(gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus duodenalis, kanker lambung, peradangan
kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu
dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam lambung berlebih
pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori ( sejenis bakteri
yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika asam lambung yang
Patofisiologi
lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba
menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih
buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang
normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional ditemukan lebih banyak ansietas,
depresi dan neurotik.
b.
c.
d.
daerah korpus.
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui,
tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih
kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak
berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional
menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia
fungsional dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari
beberapa dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori positif.
gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala
ekstra gastrointestinal seperti migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif
seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar
atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air
besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia,yaitu perut
kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh
kembung yang lebih parah.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu
muncul pada semua penderita.
Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulcus like dyspepsia), dengan gejala:
Nyeri epigastrium terlokalisasi,
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid,
Nyeri saat lapar,
Nyeri episodik.
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (Dysmotility like dyspepsia), dengan
gejala:
Mudah kenyang,
Perut cepat terasa penuh saat makan,
Mual,
Muntah,
Upper abdominal bloating,
Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et
al, 2007).
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi
penyakit organik/struktural.
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan
dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.
Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan
hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena
atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur
peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau
keganasan pankreas empedu.
Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini
berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dyspepsia:
i.
Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid.
ii.
Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum.
iii.
Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.
iv.
Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.
v.
Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus
duodenum.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa
darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak
cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya
diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa
pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan
kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 . Dan lain lain pemeriksaan
laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma
dispepsia.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di
saluran makan. Setidak tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap
saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang
menurun terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk
ke intestine.
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk
niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak
terlihat peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda
seperti terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
yeyenum yang disebut Sentinel loops.
3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak
membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan
di esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan
warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas.
Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di
antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau
ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di
lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus, antrum, dan prepilorus,
diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas.
Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan
(duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung maupun di
duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak
ditemukan tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis
dispepsia bukan tukak.
4. Ultrasonografi
5. Sidik abdomen
6. Manometri Esofago-gastro-duodenum
Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak
dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III
migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia
merupakan gangguan pengosongan lambung.
Penatalaksanaan Umum
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia antara lain:
1. Diet
Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah
cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula
Sippy Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan
dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali,
makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang
dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat
menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali.
Dilarang makan pedas, masam, alkohol.
2.
Antasida
Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan
untuk sindroma dyspepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi
rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
3. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki
efek sitoprotektif.
4. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
6. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain
bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat
berfungsi
meningkatkan
sekresi
prostoglandin
endogen,
yang
Pencegahan
Olahraga teratur.
Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,
semangka, dan lain-lain).
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga, Jakarta (2007): 488491
2.
3.
http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html,
reviewed/updated: 12/06
4.
http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html
5.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm
6.
7.
http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/295/13/1612?maxtoshow=&HITS=10&
hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcet
ype=HWCIT
8.
http://www.bmj.com/cgi/reprint/318/7187/833?maxtoshow=&HITS=
10&hits=
10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=
HWCIT
9.
http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/832
GERD
Pendahuluan
GERD merupakan suatu penyakit yang mana terjadi kegagalan mekanisme antirefluks (lower
esophageal sphincter, crural diaphragm, dan lokasi anatomi dari gastroesophageal junction
yang berada di bawah diafragma) untuk mencegah terjadinya gastroesofageal refluks, dengan
gejala khas heartburn dan regurgitasi asam.
Epidemiologi
Prevalensi GERD pada pria dan wanita hampir sama, namun pria lebih banyak terkena
esofagitis dan Barrett esophagus. Bertambahnya umur juga merupakan faktor yang penting
terhadap prevalensi komplikasi GERD, yang mungkin disebabkan oleh akumulasi kerusakan
akibat asam di esofagus yang lama. Prevalensi GERD lebih rendah di Asia dan Afrika bila
dibandingkan dengan prevalensi di Amerika maupun Eropa. Hal ini mungkin disebabkan oleh
lebih rendahnya konsumsi makanan berlemak dan indeks massa tubuh yang lebih rendah.
Prevalensi komplikasi dari GERD yaitu ulserasi esofageal (5%), striktura peptik (4%-20%),
dan Barrett esophagus (8%-20%).
Patofisiologi
GERD terjadi akibat ketidakseimbangan antara faktor pertahanan pelindung esofagus (barrier
antirefluks, esophageal acid clearance,tissue resistance) dan faktor perusak seperti asam
lambung.
Antirefluks barrier
LES merupakan komponen utama dari antirefluks barrier. Batas proksimal dari LES sekitar
1,5-2 cm dari squamocolumnar junction dan segmen distal berada dalam kavitas abdomen.
Lokasi dari LES distal ini yang berperan dalam perannya mempertahankan kompetensi
gastroesofageal meskipun terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. LES sendiri
mempunyai variasi diurnal pada tekanan basalnya, yaitu akan berkurang sesudah makan dan
terkuat saat malam. Kerjanya pun dipengaruhi oleh hormon, makanan (lemak), dan beberapa
obat (teofilin, calcium channel blocker, narkotika).
Diafragma krural berperan dari ekstrinsik menekan LES intrinsik, yang mana berkontribusi
tekanan istirahat saat inspirasi dan meningkatkan tekanan LES saat terjadi peningkatan
tekanan intrabdomen (batuk, bersin)
Mekanisme refluks
Peristaltis esofagus dapat berfungsi membersihkan volume asam baik saat tegak
maupun supinasi. Satu atau 2 gerakan peritaltis primer (saat menelan) dapat
membersihkan bolus cairan sebanyak 15mL dari esofagus. Untuk acid clearance,
saliva berperan sebagai basa lemah yang akan berikatan dengan asam yang tertinggal
di esofagus setelah peristaltis. Pada beberapa penelitian dikatakan xerostomia kronis
berhubungan dengan pemanjangan waktu pajanan asam di esofagus dan terjadinya
esofagitis. Rokok juga menyebabkan seseorang mengalami hiposalivasi, sehingga
menimbulkan gangguan pembersihan asam.
Resistensi jaringan
Pada orang sehat pun, pajanan terhadap asam di esofagus sekitar 1-2 jam, namun
hanya beberapa orang yang mengalami gangguan GERD. Ini diakibatkan karena
perbedaan pada resistensi jaringan. Secara konseptual, resistensi jaringan ini dibagi
menjadi 3 yaitu faktor preepitel, epitel, dan postepitel. Pertahanan pada preepitel di
esofagus kurang berkembang sebaik di gaster. Pertahanan epitelial di esofagus terdiri
dari 25-30 ketebalan sel epitel gepeng non keratin dan kemampuan buffer asam.
Pertahanan postepitel yaitu perdarahannya, karena aliran darah akan menyerap H+.
Faktor gaster
Skleroderma : 90% mempunyai GERD yang merupakan hasil dari fibrosis otot polos
menyebabkan tekanan LES turun dan tidak adanya peristaltis.
Pemasangan NGT yang lama tabung NGT secara mekanik mengganggu fungsi
LES
Manifestasi Klinis
a. Gejala klasik:
Endoskopi
Biopsi esofagus
Barium esofagram
Manometri esofagus
Analisis gaster
Radionuclide technetium 99m
Gambaran Endoskopi
Gambaran Endoskopi
Mukosa normal
II
III
IV
Barrett esofagus
c. Monitor pH esofagus:
Episode GERD menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. Episode ini data di monitor
dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus. Pengukuran pH
pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya GERD. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di
atas LES dianggap diagnostik untuk GERD.
d. Tes Bernstein:
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan
perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat
pelengkap terhada monitor pH pada pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini
menimbulkan rasa nyeri dada, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini
dianggap positif. Tes Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari
esofagus.
e. Manometri esofagus:
Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika ada pasien-pasien dengan gejala nyeri
epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkna esofagografi barium dan endoskopi yang normal.
Manometri esofagus menilai secara akurat tekanan dan relaksasi LES, serta aktivitas peristaltik.
Diferensial Diagnosis
akalasia
divertikulum Zenker
gastroparesis
batu empedu
ulkus pemtikum
dyspepsia fungsional
angina pektoris
Clinical course
a. Nonerosive reflux disease:
Nonerosive reflux disease biasanya terjadi pada pasien wanita, usia muda, kurus dan tanpa
hiatal hernia. Tiga gambaran yang dapat dilihat pada pemeriksaan monitor pH esofagus:
1. Pasien dengan abnormal acid exposure yang responsif terhadap terapi antisekretori
2. Pasien dengan parameter refluks yang normal, memiliki hubungan antara episode refluks
asam dan gejala
3. Pasien dengan normal acid exposure dan tidak ada hubungan antara episode refluks asam dan
gejala
b. Erosive reflux disease:
Clinical course pasien dengna erosive esofagitis dapat lebih di prediksi dan berkaitan dengan
komplikasi GERD. Penelitian mengatakan bahwa pada pasien tanpa terapi maintenance, >80% pasien
dengan erosive GERD akan kambuh dalam 6 bulan, dan kemungkinan kambuh akan semakin tinggi
pada derajat esofagitis yang berat.
Komplikasi
a. Perdarahan dan perforasi:
Perdarahan dan perforasi esofagus merupakan komplikasi yang jarang terjadi, yang biasanya
berkaitan dengan ulkus yang dalam atau esofagitis difusa yang berat.
b. Striktur peptik esofagus:
Striktur terjadi pada 7-23% pasien dengan esofagitis reflux yang tidak diobati, terutama lakilaki usia tua. Mekanisme terbentuknya strikur dimulai dengna proses inflamatori reversible dengan
edema, infiltrasi selular, dan kongesti vaskular , yang progress kepada deposit jaringan ikat dan
kolagen, dan berakhir dengan fibrosis yang irreversible. Striktur ini berfungsi sebagai barier terhadap
reflux, oleh karena itu biasanya pasien dengan disfagia, keluhan rasa terbakar akan berkurang. Secara
c. Barret Esophagus
Barret Esophagus adalah kondisi bagian distal esophagus digantikan oleh specializes
columnar epithelium seperti pada usus halus dan mengandung sel goblet. Beberapa pasien
GERD memiliki kondisi Barret Esophagus. Percobaaan pada hewan menunjukan pada
kondisi refluks asam, akan terbentuk sel epithel columnar pada daeral epitel pipih. Prevalensi
barret esophagus meningkat sesuai dengan usia, esophagus refluks, namun daerah columnar
dapat tetap stabil . Dapat asimptomatik pada pasien, namun terutama pasien mengeluhkan
adanya nyeri ulu hati dan regurgitasi. Dua puluh lima persen pasien Barret Esophagus tidak
bergejala.
Barret esophagus dapat diagnosis dengan endoscopy dan di konfirmasi dengan biopsy
dan pemeriksaan histologist. Epitel lambung berwarna merah kemerah jambuan (reddish
pink) sedangkan epitel pipih pada esophagus berwarna putih. Pada Barret Esophagus, bagian
distal dari esophagus dilapisi oleh epithel columnar biasanya 3-10 cm, namun dapat juga
melibatkan sebagian besar esophagus. Klasifikasi Barret Esophagus :
1. Long segment Barret esophagus
Esophagus dilapisi minimal 3 cm epitel columnar. Terdapat peningkatan 30-125 kali
terjadinya adenocarnima pada klasifikasi ini.
2. Short segment Barret Esophagus
Esophagus dilapisi oleh < 3 cm epitel columnar. Resiko terjadinya adenocarcinoma lebih
sedikit.
Adenocarcioma merupakan setengah dari kanker esophageal di Amerika Serikat.
Lebih dari 95% pasien yang mengalami gejala tidak menyadari esophageal baarret pada awal
perjalanan penyakit. Data epidemiologis menunjukan interval rata-rata dari Barret esophagus
menuju kanker adalah20-30 tahun.
Pengobatan dan Terapi
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam dan relaps.
1. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup dilakukan dengan posisi kepala lebih tinggi saat tidur, tidak
menggunakan pakaian ketat, menurunkan berat badan, tidak konsumsi alkohol, tidak
merokok, tidak berbaring setelah makan dan tidak memakan makana ringan sebelum tidur.
2. Over the counter medication
Over the counter medication yang biasa digunakan adalah antacid. H2RA. Antacid akan
meningkatkan LES namun bekerja utama dalam menetralkan asam lambung di esophagus
dan lambung.
Antacid diminum 1-3 jam setelah makan dan sebelum tidur. Gaviscon
mengandung alginic acid dan antacid. Gaviscon akan bersatu dengan saliva untuk
membentuk larutan viscous yang berfungsi sebagai mechanical barrier.Kedua obat tersebut
efektikuntuk mngurangi nyeri yang ringan dan sedang namun obat tersebut tidak
menyembuhkan esophagitis.H2RA walaupun kerjanya tidak secepat antacid namun durasi
kerjanya lebih lama yaitu 6-10 jam.
3. Prescription medication therapy
-
Obat Prokinetik
Obat prokinetik yang tersedia untuk mengobati GERD : Betanechol (cholinergic agonist),
Metoclopramide (Dopamine antagonis), Cisapride (Serotonin receptor agonist). Obat tersebut
dapat meningkat tekanan LES, acid clearance dan pengosongan lambung.
Semua obat
Cimetidine, ranitidine, famotidin dan nizatidin mengurangi sekreai asam pada sel parietal.
Efektif untuk mengurangi gejala malam hari.
-
Mengurangi sekresi asam lambun denngan menceah H,K ATPase pump. PPI
dapat
mengurangi gejala harian, nocturnal dan yang dipengaruhi makanan. PPI yang tersedia
adalah: omeprazole, lansoprazole, rabeprazole, dan esomeprazole. Beberapa penelitian
menunjukan efikasi esomeprazole (40mg) lebih baik dari omeparazole (20mg) dan
lansoprazole (30mg) dalam mengobati esophagitis.
Maintenance therapy
Penelitian menunjukan PPI lebih baik dibandingkan dengan H2RA atau prokinetik.
Penguunaan jangka lama PPI dapat mensupresi produksi asam lambung sehingga harus
dinilai vitamin B12. Selain itu asam lambung juga diperlukan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri, pencernaan lemak dan protein.
Penanganan komplikasi
1. Ekstraesophageal
Nyeri dada dapat cepat diobati dengan H2RA atau PPI.Penelitian menunjukan PPI lebih baik
dalam mengatasi gejala ekstraesophageal.
2. Esophageal striktur
Penanganan dysphagia pada orang dengan esophageal striktur berkaitan dengan diameter dari
striktur dan keparahan esophagitis. Bila diameter kurang dari 13 mm maka harus dilakukan
dilatasi esophagus. Sebelum dan sesudah terapi harus diberikan PPI.
3. Barret Esophagus
ant. Barret Esophagus dapat disembuhkan dengan cepat dengan PPI. Esophagel reseksi dapat
mencegah terjdinya progresi keganasan, namuan hal ini memerlukan total esophagotomy,
yang tinggal angka mortalitasnya. Seningga direkomendasikan ablasi dari epitehelium dengan
penggunaan PPI yang ketat. Efek samping dari terapi ablasi antara llain nyeri dada, sakit
tenggorokan, ordynophagia, perforasi esophagus dan kematian. Pada Barret esophagus
direkomendasikan dilakukan endoskopi. Biopsi dilakukan dengan mengambil sample dari
setiap quadr
Surgical treatment
Antirefluks surgery dapat menurunkan GER dengan meningkatkan tekanan basal LES,
menurunkan kejadian LESR, dan mencegah komplit LESR. Hal ini dilakukan dengan cara
mengurangi hiatal hernia kembali ke abdomen sehingga terdapat panjang yang cukup dari
intraabdominal spinchter. Operasi yang paling sering dilakukan adalah Nissen fundoplication
dan Toupet partial fundoplication. Antirefluks surgery dapat dilakukan pada pasien-psien
berikut :
1. Pasien GERD yang sehat terkontrol dengan PPI yang menginginkan pengobatan
alternative karena kepatuhan minum obat yang kurang, takut akan efek samping
jangka panjang obat.
2. Pasien dengan atypical GERD yang respon dengan PPI
3. Pasien dengan volume regurgitasi dan aspirasi yang tidak terkontrol dengan PPI.
Treatment Baru
Treatment terbaru untuk GERD ialah obat yang mempengaruhi LESR namun tidak
menebabkan dysphagia. Baclofen, GABA-B agonist, menunjukan penurunan gejala refluks
dan meningkatkan PH. Treatment dengan endoskopi terbaru adalah dengan endoskopi
suturing system, energy radiofrekuensi yang ditransmisikan ke gastroesophageal junction dan
penyuntikan polimer yang tidak bisa diserap kedalam submukosa sekitar LES.
DAFTAR PUSTAKA
Yamada, T. Textbook of Gastroenterology. 5th ed. Wiley-Blackwell. 2009
PENDAHULUAN
lobulus-lobulus. Sebuah lobulus terdiri atas sel-sel epitel yang disebut sel-sel hati atau
hepatosit. Disusun secara tak beraturan, bercabang, berlapis-lapis dan dihubungkan
langsung ke sebuah vena pusat. Sel-sel ini mensekresikan cairan empedu. Diantara
lapisan-lapisan sel tersebut ada ruang endothelial-lined yang disebut sinusoid-sinusoid
yang diteruskan ke aliran darah. Sinusoid-sinusoid juga sebagian terdiri atas sel-sel
fagosit dan sel-sel kupffer yang merombak sel-sel darah merah dan sel darah putih yang
telah rusak, bakteri-bakteri dan senyawa-senyawa beracun. Hati terdiri atas sinusoidsinusoid yang bergantung pada tipe pembuluh kapilernya.
Sel hepatosit juga berperan dalam mempertahankan homeostasis, yaitu melalui
pembentukan protein darah antara lain albumin, protein carrier, faktor koagulasi,
hormonal dan growth factor. Dan juga berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein serta dalam proses konjugasi senyawa yang bersifat lipofilik (bilirubin, anion,
cation, dan obat-obatan) sehingga dapat diekskresikan melalui bile atau urine.
Hati menerima darah dari usus dan jantung. Pembuluh darah kecil (kapiler) di
dinding usus mengalirkan darahnya ke dalam vena porta, yang akan masuk ke dalam
hati. Selanjutnya darah mengalir melalui saluran-saluran kecil di dalam hati, dimana zat
gizi yang dicerna dan berbagai zat yang berbahaya diproses. Arteri hepatika membawa
darah dari hati ke jantung. Darah ini membawa oksigen untuk jaringan hati, kolesterol,
dan zat lainnya. Darah dari usus dan jantung kemudian bercampur dan mengalir kembali
ke dalam jantung melalui vena hepatika.
Kelainan pada hati bisa dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama yaitu:
Kelainan yang disebabkan oleh gangguan fungsi sel-sel di dalam hati (misalnya
sirosis atau hepatitis)
II. Pembahasan
A. DEFINISI DAN ETIOLOGI HEPATITIS
Hepatitis yaitu suatu kelainan oleh virus maupun mekanisme lain yang
menyebabkan inflamasi sel-sel liver, sehingga terjadi jejas atau kerusakan. Pada
sebagian besar kasus, proses inflamasi dipicu oleh infeksi virus, namun dapat juga
disebabkan oleh suatu proses autoimun, obat-obatan, alkoholisme, bahan-bahan kimia
dan toksin.
Hepatitis dibagi menjadi dua golongan, berdasarkan perjalanan penyakitnya,
yaitu:
a. Akut
b. Kronis
Hepatitis viral akut dapat dibagi menjadi 5 tipe, berdasarkan etiologinya, yaitu hepatitis
A, B, C, D, E. Sedangkan manifestasi klinis yang dapat ditimbulkannya bisa berupa
asimptomatik (anikterik) ataupun simptomatik (ikterik).
Pada beberapa kasus, hepatitis akut dapat berkembang menjadi hepatitis kronik.
kapsid
(VP1
VP4).
Aktivitas
virus
dapat
dihilangkan
dengan
cara
2. Hepatitis B
Termasuk DNA virus yang diklasifikasikan ke dalam hepadna virus. Mengekspresikan
struktur protein di permukaan luar virion yang berbentuk sferis dan tubuler dengan
ukuran lebih kecil, dinyatakan sebagai antigen permukaan hepatitis B (HbsAg). HbsAg
mengelilingi inti nukleokapsid dalam berbentuk virion bulat yang mengandung HbcAg.
Melalui penambahan detergen, partikel inti dapat melepaskan suatu antigen yang
terlarut, disebut HbeAg.
Setelah terinveksi virus hepatitis B (HBV), masa inkubasi berkisar antara 30-180 hari
(rata-rata 60-90 hari), muncul HbsAg dalam serum, sebagai penanda virologik pertama
yang terdeteksi, kemudian setelah HbsAg hilang muncul Anti-HBs terdeteksi dalam
serum, sampai waktu yang tidak terbatas. Karena HbcAg tersembunyi dalam mantel
HbsAg, HbcAg tidak terdeteksi secara rutin dalam serum pasien yang terinfeksi. Di lain
pihak, antibodi terhadap HbcAg (Anti HBc) dengan cepat terdeteksi dalam serum, dimulai
1-2 minggu sejak munculnya HbsAg, dan mendahului terdeteksinya kadar Anti HBs.
Terdapat rentang waktu antara hilangnya HbsAg dengan timbulnya Anti HBs. Tenggang
waktu ini disebut window period . Selama window period bukti infeksi HBV ditandai
dengan adanya Anti HBc.
HbeAg timbul segera setelah munculnya HbsAg dalam serum. Penampakannya
sementara bertepatan dengan tingkat replikasi virus yang tinggi dan menyatakan
adanya virion yang utuh dalam sirkulasi tubuh. HbeAg hilang sebelum hilangnya HbsAg,
yang kemudian muncul anti Hbe yang menandakan suatu periode infektivitas yang
rendah. Apabila HbsAg masih tinggi dalam periode waktu lebih dari 6 bulan tanpa
adanya anti Hbs dalam serum atau kadarnya rendah sekali, disertai dengan Anti Hbc dari
kelas IgG menandakan terjadinya infeksi kronuik HBV.
3. Hepatitis D
4. Hepatitis C
HCV diklasifikasikan ke dalam virus RNA Flavivirus. Infeksi virus lebih sering
menyebabkan terjadinya infeksi hepatitis kronis. Masa inkubasi berkisar antara 15 160
hari (rata-rata 50 hari). Indikator yang sensitif pada pajanan infeksi virus ini adalah
dengan ditemukannya RNA HCV, sedangkan Anti HCV belum cukup untuk mendeteksi
semua orang yang terinfeksi HCV.
5. Hepatitis E
Virus hepatitis E (HEV) adalah virus seperti HAV yang tidak bermantel dsengan
genom RNA tunggal. Diklasifikasikan ke dalam alfavirus yang memiliki masa inkubasi 1460 hari (rata-rata 40 hari). Pada infeksi akut dapat dideteksi aedanya IgM antiHEV dan
IgG antiHEV, namun keduanya segera turun kadarnya setelah fase akut, mrncapai kadar
terendah dalam 9 sampai 12 bulan.
II. Patogenesis
Virus-virus hepatitis secara primer tidak bersifat sitopatik ( merusak) pada sel-sel
hepar. Gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi virus ini disebabkan oleh respons imun
penderita terhadap infeksi tersebut.
Pada infeksi virus hepatitis B, partikel virus ini secara utuh masuk ke dalam
tubuh. DNA, genom virus kemudian diangkut ke dalam inti sel hati, dimana akan terjadi
transkripsi genom virus B dan terjadi replikasi dari DNA virus B dalam inti sel hati. Sel
hati yang terkena infeksi akan membuat partikel virus B. Partikel ini dibuat dalam inti sel
hati sedangkan HbsAg dibuat dalam sitoplasma hati. Kedua bagian tersebut akan
bergabung dan membentuk partikel virus B utuh.
Pembentukan HbsAg lebih banyak dibandingkan dengan pembentukan partikel
inti sehingga banyak terdapat partikel virus B lengkap (partikel Dane) yang diproduksi,
3. fase ikterik
gejala timbul sangat khas, berlangsung kurang lebih 1-8 minggu, dengan gejalagejala seperti:
mata kuning
segar kembali
Anoreksia
Kelelahan
Malaise
Sakit kepala
Fotofobia
Faringitis
Demam derajat rendah lebih sering ditemukan pada infeksi HaAV dan HEV.
Peningkatan aminotransferase serum AST dan ALT (SGOT, SGPT) selama fase
prodormal dari hepatitis virus akut mendahului peningkatan bilirubin
disertai
limfositosis relatif
Hipoglikemia
urobilinogen
menghilang,
munculnya
kembali
urobilinogen
dalam
urin
IgM
IgM
Anti HAV
Anti HBc
Interpretasi diagnostik
Anti
HCV
--
--
Hepatitis B akut
--
--
--
Hepatitis B kronik
--
--
--
--
--
--
--
--
--
--
Hepatitis A akut
Hepatitis A dan B akut (HbsAg di
bawah ambang deteksi)
Hepatitis B akut (HbsAg di bawah
ambang deteksi)
--
--
--
Hepatitis C akut
VII. Pengelolaan
Tujuan Terapi
Pencegahan:
Penyuluhan mengenai perlunya deteksi dini dan cara penularan infeksi sangat
diperlukan, umpamanya kontaminasi makanan dan minuman, penjalaran penyakit
melalui hubungan seksual atau melalui donor darah.
Efektivitas pemberian vaksin dalam mencegah infeksi HBV adalah 90-95%,
menetap sampai dengan 12 tahun.
Medikamentosa
Fitofarmaka, obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan hasil uji coba
Departemen Kesehatan Kurkuma kompleks yang mengandung 20 mg kurkuminoid
efektif terhadap hepatitis akut dan kronik, karena bersifat antihepatotoksik, antioksidatif,
anti inflamasi, melindungi sel kupfer dan meningkatkan kapasitas sintesa sel hati.
Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat nekrosis sel hati, tidak mempercepat
penyembuhan, ataupun mempertinggi imunisasi hepatitis viral. Hepatitis condong
Pemantauan lanjutan:
Pasien perlu diperiksa 3-4 minggu setelah pulang dari rumah sakit, dan jika perlu,
kontrol setiap bulan selama tiga bulan berturut-turut. Perhatian khusus perlu diberikan
pada kekambuhan ikterus dan pada ukuran hati dan limfa. Pemeriksaan yang perlu
dikerjakan adalah bilirubin, transaminase, dan petanda hepatitis B jika belum positif.
Alkohol sebaiknya dihindari selama 6 bulan sebab dapat menyebabkan kekambuhan.
pada
hepatitis
viral
akut.
Perubahan
biokimiawi
menunjukan
Terjadi bridge necrosis pada hepar dari hasil biopsi selama hepatitis virus
akut yang lama dan berat
Tetap adanya HbsAg dan HbeAg selama 6 bulan atau lebih setelah
hepatitis akut.
IX. Prognosis
Pada infeksi hepatitis akut tipe A dapat sembuh sempurna tanpa gejala sisa.
Pasien usia tua cenderung mengalami perjalanan klinis yang berlarut-larut dan lebih
berat. Gambaran dini adanya asites, edema perifer, dan gejala enselofati hati memberi
kesan prognosis yang lebih buruk. Selain itu, waktu protrombin yang memanjang, kadar
albumin yang rendah, hipoglikemia, dan nilai bilirubin yang tinggi mengesankan penyakit
hepatoseluler yang sangat berat.
X. Kesimpulan
HAV
HBV
HCV
HDV
HEV
Masa
inkubasi
14-45 hari
(30)
30-180
(ratarata 60-90)
15-160
(rata-rata
50 hari)
30-180,
rata rata
60-90 hari
14-60,
rata-rata
40 hari
Umur
Anak dan
dewasa
Dewasa
Semua
umur
Semua
umur
Dewasa
(20-40)
Onset
akut
Akut
kronis
kronuis
Akut atau
kronis
akut
Transmisi
Fekal oral
Perkutan
Perkutan
Perkutan
Fekal oral
Perinatal
perinatal
Perinatal
seksual
seksual
seksual
dan
Ringan
Umumnya
parah
Sedang
Jarang
menjadi
parah
Ringan
5-20%
Fulminan
Kronis
0,1%
------
Karier
--
Kanker
--
0,1%
0,1-1%
Jarang(1-10%)
Sering
Sering(5070%)
+
0,1-30%
Sedang
sedang
1-2%
-------
Variabel
+/-
--
Akut: baik
--
Kronis:
buruk
Baik
Prognosis
baik
Profilaksis
Ig Vaksin
HbIg
vaksin
rekombinan
--
Vaksin HbV
Tdk diket
--
Interferon
Interferon
+ ribavirin
interferon
---
Terapi
Semakin buruk
dengan
bertambahnya
usia
lamivudin
DAFTAR PUSTAKA
Rahardja, H. Hepatitis Viral Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga
volume I. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Don Ganem, M.D., and Alfred M. Prince, M.D. Hepatitis B Virus Infection
Natural History and Clinical Consequences. 2004. New England of Journal
Medicine, download on January 22, 2008
Perdarahan liver berasal dari hepatic arteri (oksigen) dan vena porta
(nutrisi)
Sirosis : fibrosis pada space of disse, nekrosis sel hepar melepas
banyak NO ini yang menyebabkan manifestasi sistemik vena
porta dilatasi aliran darah ke liver >> tekanan >> semakin
dilatasi
Vena porta akan aliran balik ke
o Vena lienalis : splenomegali
o Kolateral terbuka
Vena coronary vena gastric dan azygous gastropati
hipertensi portal, varises esofagus tekanan >>
lokus minorus pecah
Vena umbilical
Vena
Asites terjadi jika ada hambatan di pre, parenkim, dan post
parenkim (obstruksi hepatic vein)
Perdarahan SMBA
asites refrakter
dihentikan dulu dengan PPI (menyebabkan alkali lambung, suasana basa mengaktifkan
faktor coagulasi)
o lansoprazole
o trabeprazole
yang sudah ada dalam bentuk iv
o omeprazole : cuman bisa bolus
o esomeprazole : bisa bolus bisa drip
o pantoprazole : bisa bolus bisa drip
bolus 80 mg terus drip 8mg/jam
sediaan satu ampul 40 mg
INR
>
1,5)
dan
adanya
abnormalitas koagulasi
gangguan
mental/kesadaran
PH arteri < 7.3 (mengikuti volume resusitasi yang adekuat) tidak berhubungan
dengan gradasi koma atau
PT > 100 detik (INR > 6.5) + serum creatinine > 300 umol/L (3.4 mg/dL) pada
pasien dengan coma grade III/IV
Untuk acute liver failure dapat diatasi dengan transplantasi hepar, namun
prosedur ini membutuhkan waktu yang lama dan mahal. Pasien dengan Acute
liver failure harus dirawat di ruang ICU untuk hemodinamik dan ventilator
support. Pemberian N-Acetyl cystein (dengan dosis yang sama untuk
asetaminofen) pada semua pasien dengan hepatic failure dan grade 1-2
encefalopati akan meningkatkan cerebral blood flow dan transplant free
survival.
Variabel
ANA or SMA
ANA or SMA
Or LKM
Or SLA
IgG
Cut Off
>1 : 40
>1 : 80
>1 : 40
Positif
> Upper normal limit
> 1 : 10 time upper
normal limit
Compatible with AIH
Tipical AIH
Point
1
2
1
2
Liver Histologi
1
(evidence of hepatitis is a
2
necessary condition)
Abscence
of
Viral
yes
2
Hepatitis
Score > 6 : probable AIH. Score > 7 definit AIH. ANA : antinuclear antibodi,
SMA : smooth muscle antibodi. LKM : liver-kidney microsomal antibodi.
SLA : Soluble Liver Antigen
Abnormal WBC count, increase of serum C-reactive protein (CRP) level, and other changes
indicating inflammation
b
Increased serum ALP, r-GTP (GGT), AST, and ALT levels
References:
1. Lee CC, Chang IJ, Lai YC, Chen SY, Chen SC. Epidemiology and prognostic
The diagnosis of a Functional Bowel Disorder always presumes the absence of a structural or
biochemical explanation for the symptoms.
References:
1. Douglas A. Drossman. ROME II: The Functional Gastrointestinal Disorders, Second
Edition
Bristol stool chart atau dalam bahasa Indonesia artinya tabel tinja Bristol adalah tabel yang
menunjukan ukuran kepadatan tinja dari yang terpadat (model yang pertama) hingga tercair
(model yang terakhir). Tabel ini dibuat oleh Universitas Bristol di Inggris.
Berikut ini adalah penjelasan dan terjemahan dari tabel tersebut:
Model tinja 1
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk bulat-bulat kecil seperti kacang, sangat keras, dan sangat
sulit untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita konstipasi kronis.
Model tinja 2
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis,permukaanya menonjol-nonjol dan tidak rata, dan
terlihat seperti akan terbelah menjadi berkeping-keping. Biasanya tinja jenis ini dapat
menyumbat WC, dapat menyebabkan ambeien, dan merupakan tinja penderita konstipasi
yang mendekati kronis.
Model tinja 3
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk sosis, dengan permukaan yang kurang rata, dan ada
sedikit retakan. Tinja seperti ini adalah tinja penderita konstipasi ringan.
Model tinja 4
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti sosis atau ular. Tinja ini adalah bentuk tinja
penderita gejala awal konstipasi.
Model tinja 5
Tinja ini mempunyai ciri berbentuk seperti bulatan-bulatan yang lembut, permukaan yang
halus, dan cukup mudah untuk dikeluarkan. Ini adalah bentuk tinja seseorang yang ususnya
sehat.
Model tinja 6
Tinja ini mempunyai ciri permukaannya sangat halus, mudah mencair, dan biasanya sangat
mudah untuk dikeluarkan. Biasanya ini adalah bentuk tinja penderita diare.
Model tinja 7
Tinja mempunyai ciri berbentuk sangat cair (sudah menyerupai air) dan tidak terlihat ada
bagiannya yang padat. Ini merupakan tinja penderita diare kronis.
Kesimpulannya adalah sebagai berikut:
IBS
IBS
IBS
IBS
Patients with IBS-M, formerly classed as IBS-A, or alternating, have both hard and loose
stools over periods of hours or days, whereas IBS patients with alternating bowel habits
change subtype over periods of weeks and months. They base stool form on the Bristol stool
scale, which categorizes stool form and correlates best with colon transit times. Stability and
association with other features, such as visceral sensitivity and response to treatment, remain
to be determined.
Future plans for the Rome Foundation include global educational programs, support for
validation studies, partnering with regulatory agencies, working team initiatives (e.g.
guidelines for brain imaging and guidelines for severity in FGID working teams), and
diversification of structure.