Вы находитесь на странице: 1из 24

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. JAHE MERAH
1. Taksonomi tanaman jahe merah
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Roxb.
(Backer dan Van den Brink, 1965)
2. Morfologi dan Karakteristik Jahe Merah
Morfologi jahe secara umum terdiri atas struktur rimpang, batang, daun,
bunga dan buah. Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30-
100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna
kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan
panjang 15-23 mm dan panjang 8-15 mm. Berdasarkan ukuran, bentuk,
10
dan warna rimpangnya ada tiga jenis jahe yang dikenal, yaitu: jahe gajah
(Zingiber officinale var. Roscoe) atau jahe putih, jahe putih kecil atau jahe
emprit (Zingiber officinale var. Amarum), dan jahe merah (Zingiber
officinale var. Rubrum) atau jahe sunti (Wardana at al., 2002).
Jahe merah atau jahe sunti memiliki rimpang berwarna merah dan lebih
kecil daripada jahe putih kecil. Daging rimpangnya berwarna jingga muda
sampai merah. Diameter rimpang dapat mencapai 4 cm dengan panjang
rimpang hingga 12.5 cm. Sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu
dipanen setelah tua. Jahe ini memiliki kandungan minyak atsiri yang sama
dengan jahe kecil sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan (Syukur,
2002; Hamiudin, 2007).







Gambar 3. Rimpang Jahe Merah (Anonim, 2011)





11








Gambar 4. Tanaman Jahe Merah (Anonim, 2011)
Karakteristik Jahe Merah:
Tabel 1. Karakteristik Jahe Merah (Wardana et al., 2002)

Oleoresin merupakan campuran resin dan minyak atsiri yang diperoleh
dari ekstraksi menggunakan pelarut organik. Jahe mengandung resin yang
cukup tinggi sehingga dapat dibuat sebagai oleoresin. Kelebihan oleoresin
adalah lebih higienis dan memberikan rasa pedas (pungent) yang lebih
kuat dibandingkan bahan asalnya. Jahe merah juga mengandung senyawa
Bagian Tanaman Jahe Merah
Struktur Rimpang
Warna Irisan
Berat Rimpang (kg)
Diameter Rimpang (cm)
Kadar minyak atsiri (%)
Kadar Pati (%)
Kadar Serat (%)
Kecil berlapis
Jingga muda sampai merah
0,20-1,40
4,20-4,26
2,58-3,90
44,99
-
12
polifenol berupa gingerol dan shogaol yang merupakansenyawa yang
bersifat antioksidan (Dewi, 2011).
Minyak atsiri adalah minyak yang terdiri atas campuran zat yang mudah
menguap dengan komposisi dan titik didih yang berbeda. Guzman dan
Siemonsma (1999), menyebutkan minyak atsiri jahe berbentuk cairan
kental berwarna kehijauan sampai kuning dan berbau harum khas jahe.
Sebagian minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan dan
hidrodestilasi. Minyak atsiri jahe memberikan aroma harum dan umumnya
minyak atsiri rempah digunakan sebagai bahan citarasa dalam makanan
(Anonim, 2011).
Komponen utama minyak atsiri jahe adalah seskuiterpen, monoterpen, dan
monoterpen teroksidasi. Beberapa kandungan minyak atsiri jahe yaitu,
zingiberen, kurkumin, borneol, geraniol, dan linalool. Komponen utama
minyak atsiri yang membuat harum adalah zingiberen dan zingiberol.
Zingiberen merupakan seskuiterpen hidrokarbon, sedangkan zingiberol
merupakan seskuiterpen alkohol (Koswara, 1995).
3. Kandungan Kimia
Kandungan aktif ekstrak jahe merah (Zingiber officinale Roxb. var
Rubrum) : gingerol, 6-gingerdione, limonene, farnesol, 1,8-cineole,
farnesal, 10-dehydrogingerdione, aspartic arginin, caprylic acid, alpha
olenic acid, beta sitosterol. Kandungan aktif rimpang Zingiber officinale
Roxb. var Rubrum yang berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi adalah
arginin. Arginin merupakan asam amino non-esensial yang berperan
13
dalam sistem ketahanan tubuh dan imunitas seluler. Selain itu, arginin
juga berperan aktif dalam proses pembentukan spermatozoa
(spermatogenesis) (Srivastava at al., 2006).


Gambar 5. Struktur Senyawa Kimia Pada Komponen Jahe
(Nybe at al,. 2007)

Pengolahan jahe seperti pengeringan dapat mengubah gingerol menjadi
shogaol. Shogaol juga memiliki sifat pungent. Shogaol diketahui dapat
menghambat biosintesis prostaglandin dan leukotriena melalui supresi
enzim prostaglandin sintase atau 5-lipoksigenase (Surh, 2002).
Gingerol dapat berubah menjadi zingeron dan heksanal melalui reaksi
pemecahan retroaldol serta menjadi shogaol melalui dehidrasi pada
pemanasan di atas 200C (Grosch, 1999). Kepedasan jahe semakin
berkurang selama penyimpanan karena transformasi gingerol menjadi
shogaol (Anonim, 2010).

14
4. Khasiat Jahe
Jahe (zingiber officinale.) selain digunakan sebagai bumbu masak,
minuman, serta permen juga digunakan dalam ramuan obat tradisional,
yang berfungsi sebagai stimulansia, karminativa, diaforetika, mengatasi
kolik dan batuk kering (Rukmana, 2000). Hasi penelitian Kikuzaki dan
Nakatani, (1993) dengan menggunakan asam linoleat sebagai substrat,
jahe yang mengandung gingerol memiliki daya antioksidan diatas
tokoferol. Jahe merah memiliki daya antioksidan unuk menangkal radikal
bebas (Stoilova et al, 2007). Senyawa bioaktif rimpang jahe seperti
gingerol, shogaol dan resin yang terkandung dalam oleoresin dapat
menurunkan kadar MDA plasma dan meningkatkan kadar Vitamin E
plasma (Zakaria, 2000).
Menurut Zhonggou et al (2003) menyatakan bahwa senyawa yang
terkandung didalam jahe dapat melindungi DNA dari kerusakan yang
diinduksi oleh H2O2. Karbon dioksida dari ekstrak zingiber officinale
rosc. mengandung polyphenol yang menunjukkan kapasitas tinggi sebagai
chelator sehingga dapat mencegah inisiasi radikal hidroksil yang
diketahui sebagai pencetus terjadinya peroksidasi lipid, dengan demikian
ekstrak CO2 dari jahe dapat digunakan sebagai antioksidan (Stoilova et
al., 2007).
Dari hasil penelitian Kamtchouing et al., (2002) ekstrak zingiber
officinale secara signifikan meningkatkan kadar serum testosterone, berat
testis serta aktifitas alpha-glukosida epididimis hewan tikus. Ekstrak jahe
15
dapat meningkatkan kualitas spermatozoa, kadar LH dan FSH serta
menurunkan kadar MDA testis mencit (Morakinyo A.O et al, 2008; Khaki
A et al, 2009). Pemberian secara oral ekstrak jahe juga dapat
memperbaiki kerusakan sel spermatogenik tikus jantan yang dipapari oleh
fungisida mancozeb (Sakr et al. 2009). Penelitian modern telah
membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat jahe, antara lain :
Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang
pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah,
akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan
kerja jantung memompa darah (Anonim, 2011).
Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan
yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan
lemak (Ambar, 2011).
Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah
penggumpalan darah. Jadi mencegah tersumbatnya pembuluh darah,
penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga
membantu menurunkan kadar kolesterol (Ambar, 2011).
Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu
senyawa kimia yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga
timbul rasa mual. Termasuk mual akibat mabok perjalanan (Faleh
2009).
Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan
membantu mengeluarkan angin (Faleh 2009).
16
Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek
merusak yang disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh (Chitra,
2007).
Betha-sitosterol memiliki manfaat merangsang hormon adrogen dan
menghambat hormon esterogen (Morakinyo, 2008).
Arginin memiliki manfaat memperkuat daya tahan sperma dan
mencegah kemandulan (Morakinyo, 2008).
B. Seng
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar dihampir semua sel.
Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal,otot, dan tulang.
Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar
prostat, spermatozoa, kulit, rambut, dan kuku. Seng di dalam plasma hanya
0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh.
Seng mempunyai peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh, antara lain
sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor. Seng berperan dalam aspek
metabolisme seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan
degradasi karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat. Seng berperan dalam
pemeliharaan keseimbangan asam basa dengan cara membantu mengeluarkan
karbon dioksida dari jaringan serta mengangkut dan mengeluarkan karbon
dioksida dari paru-paru pada pernapasan.
Peranan penting lainnya adalah sebagai bagian integral enzim DNA
polimerase dan RNA polimerase yang diperlukan dalam sintesis DNA dan
RNA. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki
17
dan pembentukan sperma. Seng tampaknya juga berperan dalam
metabolisme tulang, transpor oksigen, dan pemunahan radikal bebas,
pembentukan struktur dan fungsi membran serta proses penggumpalan darah
(Almatsier 2004).
Seng berperan penting terhadap organ reproduksi pria. Seng juga berperan
dalam mempertahankan integritas sel dan memainkan peran penting dalam
stabilisasi biomembran (Taylor et al., 1988).
1. Kebutuhan Seng (Zn)
Kebutuhan seng sangat bervariasi tergantung fisiologik, patologik, dan
menu sehari-hari. Pada orang dewasa sehat, jumlah seng yang hilang
melalui urin, feses, kulit, semen, rambut dan kuku adalah 2,6 mg/hari.
Dengan asumsi bahwa daya serap usus terhadap seng hanya sekitar 25%
dan adanya variasi individual, maka jumlah kecukupan seng yang
dianjurkan adalah 15 mg/hari. Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 1998
menetapkan angka kecukupan seng untuk Indonesia sebagai berikut:
a. Bayi : 3 5 mg.
b. 1 9 tahun : 8 10 mg.
c. 10 - > 60 tahun : 15 mg ( baik pria maupun wanita )
d. Ibu hamil : + 5 mg
e. Ibu menyusui : + 10 mg
(Kacaribu, 2008)
Umumnya seng diperoleh dari bahan makanan asal hewani seperti daging,
hati dan ayam. Bahan makanan asal hewani yang diperoleh dari laut
18
seperti tiram, kerang dan ikah haring mengandung seng dalam jumlah
sangat tinggi. Sebaliknya kadar seng dalam bahan makanan nabati seperti
kacang-kacangan dan padi-padian selain ditemukan rendah, juga
mengandung zat fitat yang menghambat absorbsi seng. Kadar seng pada
buah-buahan juga rendah (Kacaribu, 2008).
2. Metabolisme dan asorbsi seng
Metabolisme dan absorpsi seng menyerupai metabolisme dan absorpsi
besi. Absorpsi membutuhkan alat angkut dan terjadi di bagian atas usus
halus (duodenum). Seng diangkut oleh albumin dan transferin masuk ke
aliran darah dan dibawa ke hati. Kelebihan seng disimpan di hati dalam
bentuk metalotionein.Selebihnya di bawa ke pankreas dan jaringan tubuh
lain. Seng di dalam penkreas digunakan untuk membuat enzim
pencernaan (Budi, 2009).
Absorpsi seng diatur oleh metalotionein yang disintesis di dalam sel
dinding saluran cerna. Apabila konsumsi seng tinggi, di dalam sel dinding
saluran cerna sebagian diubah menjadi metalotionein sebagai simpanan,
sehingga absorpsi berkurang. Bentuk simpanan ini kana dibuang bersama
sel-sel dinding usus halus yang umurnya adalah 2-5 hari. Metalotionein di
dalam hati mengikat seng hingga dibutuhkan oleh tubuh. Distribusi seng
antara cairan ekstraseluler, jaringan dan organ dipengaruhi oleh
keseimbangan hormon dan situasi stres. Hati memegang peranan penting
dalam redistribusi ini (Almatsier 2004).

19
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan seng
Banyaknya seng yang diabsorpsi berkisar antara 15-40%. Seperti halnya
besi, absorpsi seng dipengaruhi oleh status seng tubuh. Apabila lebih
banyak seng yang dibutuhkan, lebih banyak pula jumlah seng yang
diabsorpsi. Selain itu, jenis makanan juga mempengaruhi absorpsi seng.
Serat dan fitat menghambat ketersediaan biologik seng. Sebaliknya,
protein histidin membantu absorpsi seng. Albumin dalam plasma
merupakan penentu utama absorpsi seng. Albumin merupakan alat
transpor seng. Absorpsi seng menurun apabila nilai albumin darah
menurun, misalnya dalam keadaan gizi kurang atau kehamilan
(Pamungkasiwi, 2006).
Sebagian besar seng mengguankan transferin sebagai alat transpor yang
juga merupakan alat transpor besi. Pada keadaan normal kejenuhan
transferin akan besi biasanya kurang dari 50%. Apabila perbandingan
antara besi denagn seng lebih dari 2:1, maka transferin yang tersedia
untuk seng berkurang, sehingga menghambat absorpsi seng (Almasier,
2001).
4. Defisiensi Seng
Penyebab terjadinya defisiensi seng diduga karena makanan penduduk
sedikit mengandung daging, ayam dan ikan yang merupakan sumber
utama seng dan tinggi konsumsi serat dan fitat. Mengingat banyaknya
enzin yang mengandung seng, maka pada keadaan defisiensi seng reaksi
biokimia dimana enzim seng berperan akan terganggu. Defisiensi seng
20
dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibuhamil dan
menyusui serta orang tua (Kacaribu, 2008).
Manifestasi klinis defisiensi seng pada manusia, dapat terlihat sebagai
berikut :
a. Kecepatan pertumbuhan menurun
b. Nafsu makan dan masukan makanan menurun
c. Lesi epitel lain seperti glositis, kebotakan
d. Gangguan sistem kekebalan tubuh
e. Perlambatan pematangan seksual dan impotensi
f. Fotofobia dan penurunan adaptasi dalam gelap
g. Hambatan penyembuhan luka, dekubitus, luka bakar
h. Perubahan tingkah laku
(Kacaribu, 2008)
5. Akibat kelebihan seng
Akibat kelebihan seng yaitu dapat menyebabkan degenerasi otot jantung.
Kelebihan sampai sepuluh kali AKG mempengaruhi metabolisme
kolesterol, mengubah nilai lipoprotein, dan dapat memeprcepat timbulnya
aterosklerosis. Dosis sebanayak 2 gram atau lebih dapat menyebabkan
muntah, diare, demam, kelelahan, anemia, dan gangguan reproduksi.
Suplemen seng dapat menyebabkan keracunan, begitupun makanan yang
asam dan disimpan di dalam kaleng yang dilapisi seng (Almatsier 2004).

21
C. Sistem Reproduksi jantan
1. Organ Reproduksi Jantan
a. Testis
Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat
sintesis hormon androgen (terutama tetosteron) dan tempat
berlangsungnya proses spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini
menepati lokasi terpisah di dakam testis. Biosintesis anndrogen
berlangsung dalam sel Leydig di jaringan interlobuler, sedangkan
proses spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus
(Syahrum, 1994). Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval,
agak gepeng, dengan panjang sekitar 4cm dan diameter sekitar 2,5 cm,
bersama epididimis, testis berada di dalam skrotum yang merupakan
sebuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah penis (Riza, 2008)
Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis
disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritonium
intra abdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitif selama
perkembangan genetalia interna pria. Setelah migrasi ke dalam
skrotum, saluran tempat turunya testis (prosesus vaginals) akan
menutup (Heffner at al., 2006).
Testis banyak mengandung tubulus seminiferus. Tubulus seminiferus
tersebut terdiri atas deretan sel epitel yang akan mengadakan
pembelahan mitosis dan meiosis sehingga menjadi sperma. Sel-sel
22
yang terdapat di antara tubulus seminiferus disebut inerstitisl (leyding).
Sel ini menghasilakn hormon seks pria yang disebut tetosteron
(Syahrum, 1994).
Menurut saryono (2008), sel yang berperan dalam testis adalah:
1. Tubulus seminiferus, bagian utama dari massa testis yang
bertanggung jawab terhadap produksi sekitar 30 juta spermatozoa
per hari selama masa produksi. Sel ini terdiri dari sperma dan sel
sertoli.
2. Sel leyding (sel interstitial), menyusun komponen endokrin utama
yang bertanggung jawab menghasilkan sel sertoli.
3. Sel sertoli
Ditinjau secara histologis, testis tikus putih terdidi atas jaringan
epitel seminiferus, jaringan pengikat dinding tubulus seminiferus,
jaringan pengikat intertubuler testis dan jaringan pengikat
pembungkus testis. Sebagaimana fungsi testis pada umumnya,
maka testis tikus juga berfungsi selain merupakan kelenjar
endokrin yang mengahasilkan hormon steroid, juga bersifat sebagai
kelenjar eksokrin karena menghasilkan spetmatozoa (Burkitt et al.,
1993).
Secara embriogenesis, testis berkembang dari gonadal ridge yang
terletak di dalam rongga abdomen. Pada bulan-bulan terakhir
kehidupan janin, testis perlahan mulai turun keluar dari rongga
abdomen melalui kanalis semi inguinalis masuk ke dalam skrotm.
23
Meskipun waktunya bervariasi proses penurunan testis biasanya selesai
pada bulan ke tujuh masa gestasi (Sherwood, 2004).
Testis melaksanakan dua fungsinya yaitu mengghasilkan sperma dan
mengeluarkan tetosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus
seminiferosa yang di dalamnya berlangsung proses spermatogenesis.
Sel leyding atau sel interstitium yang terletak di jaringan ikat antara
tubulus-tubulus seminiferus inilah yang mengelauarkan testosteronn
(Sherwood, 2004). Setelah di sekresikan oleh testis, kurang lebih 97%
dari testosteron berikatan lemah debgan plasma albumin atau berikatan
kuat dengan beta globulin yang yang disebut hormon seks binding
globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai
satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke jaringan atau
didegradasikan mrnjadi produk yang tidak aktif yang kemudian
diekskresikan (Sherwood, 2004).
b. Epididimis
Epididmis merupakan suatu strktur berbentuk koma yang menahan
batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran yang
berlekuk-lekuk secar tidak teratur yang disebut duktus epididimis.
Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600 cm. Duktus ini
berawal pada puncak testis yang merupakan kepala epididimis. Setelah
melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor
epididimis yang kemudian menjadi va deferens (Heffner and schust,
2006). Epididimis terletak pada bagian dorsal lateral testis, merupakan
24
suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis.
Orgn ini terdiri dari kaput, korpus dan kauda epididimis (Rugh, 1968).
Epitel epididimis memiliki dua fungsi. Pertama, mensekresikan plasma
epididimis yang bersifar kompleks tempat sperma tersuspenskan dan
mengalami pematangan. Kedua, mengabsorbsi kembali cairan
testikuler yang mengangkut sperma dari tubulus seminiferus dan
sperma yang sudah rusak (Hafez et al., 1997).

c. Vas deferens
Vas deferens merupakan saluran yang menghubungkan epididimis dan
uretra. Letak vas deferens dimulai dari ujung kauda epididimis yang
ada dalam kantung skrotum, lalu naik ke bagian atas lipat paha. Pada
bagian ujungnya, vas deferens dikelilingi oleh suatu pembesaran
kelenjar-kelenjar yang disebut ampula. Sebelum masuk ke uretra, vas
deferens ini bergabung terlebih dahulu dengan saluran ekskresi vesika
seminalis membentuk duktus ejakulatorius. Pada saat ejakulasi sperma
dari epididimis diangkut melalui vas deferens dengan suatu seri
kontraksi yang dikontrol oleh syaraf (Brueschke et al., 1976).
Vas deferens akan melalui kanalis inguinalis masuk ke dalam rongga
tubuh dan akhirnya menuju uretra penis. Uretra penis dilalui oleh
sperma dan urin. Sperma akan melalui vas deferens oleh kontraksi
peristaltik dindingnya. Sepanjang saluran sperma terdapat beberapa
kelenjar yang menghasilkan cairan semen. Sebelum akhir vas deferens
25
terdapat kelenjar vesika seminalis.bagian dorsal buli-buli, uretra
dikelilingi oleh kelenjar prostat. Selain itu terdapat juga kelenjar ketiga
yaitu kelenjar Cowper. Keluar darii saluran reproduksi pria berupa
semen yang terdiri dari sperma dan sekresi kelenjar-kelenjar tersebut
(semen plasma). Semen plasma berfungsi sebagai medium sperma dan
dipergunakan sebagai buffer dalam melindungi sperma dari
lingkungan asam saluran reproduksi wanita (Syahrum, 1994).

d. Kelenjar-kelenjar aksesoris
Kelenjar-kelenjar aksesoris menghasilkan plasma semen yang
memungkinkan sperma dapat bergerak aktif dan hidup untuk waktu
tertentu. Kelenjae-kelenjar aksesoris tersebut adalah kelenjar
bulbourethra, kelenjar prostat, dan vesikula seminalis (Rugh, 1968).
2. Gambaran Histologi Sistem Reproduksi Jantan
a. Tubulus seminiferus
Epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membran basalis
yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan
peritubulernyang mengandung serat-serat jaringan ikat, sel-sel
fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Diduga
kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus
dan membantunpergerakan spermatozoa.
26
Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis majemuk. Garis
tengahnya lebih kurang 150-250 m dan panjangnya 30-70 cm.
Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250 m. Tubulus kontortus
ini membentuk jalinan yang tepat masing-masing tubulus berakhir
buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap lobulus, lumenya
menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai
tubulus rektus, atau tubulus lurus, yang menghubungkan tubulus
seminiferus dengan labirin saluran-saluran berlapis epitel yang
berkesinambungan yaitu rete testis. Rete ini, terdapat dalam jaringan
ikat mediastinum yang dihubungkan dengan bagian kepala epididimis
oleh 10-20 duktulus eferens (Junqueira, 2007).
Tubulus seminiferus terdiri dari sel-sel spermatogenik dan sel sertoli
yang mengatur dan menyokong nutris spermatozoa yang berkembag,
hal ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik
membentuk sebagian terbesar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi
yang kompleks akan menghasilkan spermatozoa (Junqueira, 2007).
b. Sel-sel spermatogenik / sel-sel germinal
Spermatogonium adalah sel spermatif yang terletak dasamping lamina
basalis. Sel spermatogonium relatif kecil, bergaris tengah sekitar 12m
dan intinya mengandung kromatin pucat. Pada keadaa kematangan
kelamin, sel ini mengalami sederetan mitosis lalu terbentuklah sel
induk atau spermatogonium tipe A, dan mereka berdeferensiasi selama
siklus mitotik yang progresif menjadi spermatogonium tipe A.
27
Spermatogonium tipe A adalah sel induk untuk garis keturnan
spermatogenik, sementara spermatogonium tipe B merupakan sel
progenitor yang berdeferensiasi menjadi spermatosit primer
(Junqueira, 2007).
Spermatosit primer adalah sel terbesar dalam garis turunan
spermatogenik ini dan ditandai adanya kromosom dalam tahap proses
penggelungan yang berbeda di dalam intinya. Spermatosit primer
memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA (Junqueira, 2007).
Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena
merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang
sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan kedua.
Spermatosit sekunder memiliki 23 kromosom (22+X atau 22+Y)
dengan pengurangan DNA per sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan
spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki
ukuran yang kecil garis tengahnya 7-8 m, inti dengan daerah-daerah
kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus seminiferus.
Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena tidak ada fase S
(sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan
kedua dari spermatosit, maka jumlah DNA per sel dikurangi
setengahnya selama pembelahan kedua ini menghasilkan sel-sel
haploid (1N) (Junqueira, 2007).


28











Gambar 6. Gambaran Sel-sel spermatogenik (Anonim, 2005)








Gambar 7. Histologi sel-sel spermatogenik tikus putih jantan Rattus
novergicus pada organ testis yang dengan pewarnaan HE
29
(sumber: Hill 2010).

c. Sel sertoli
Sel Sertoli adalah sel piramid memanjang yang dikelilingi oleh sel-sel
spermatogenik (Junqueira et al. 1997). Sel Sertoli berbentuk panjang,
berdasar luas, melekat pada membran basal, berfungsi sebagai perawat
sel-sel spermatozoa yang baru saja terbentuk (Partodiharjo 1980).
Jumlah sel Sertoli akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
sel-sel spermagonenik, hal ini berkaitan dengan fungsi sel Sertoli
terhadap sel-sel spermatogenik. Menurut Junqueira et al. (1997) sel
Sertoli memiliki empat fungsi utama, yaitu: (1) Menunjang,
melindungi, dan mengatur nutrisi spermatozoa yang berkembang. Sel
Sertoli mengatur pertukaran bahan makanan dan metabolit, serta sawar
sel Sertoli melindungi sel sperma dari serangan imunologis.
(2) Merombak dan memfagositosis keping sitoplasma yang berlebihan
dan melepaskannya sebagai residu. (3) Sel Sertoli mensekresikan suatu
cairan untuk transportasi sperma ke dalam tubulus seminiferus secara
terus menerus. (4) Produksi hormon anti-Mullerian yang bekerja
selama masa embrional untuk memudahkan regresi saluran Muller
pada fetus jantan.
d. Sel Leyding
Sel interstitial leyding merupakan sel yang memberikan gambaran
mencolok untuk jaringn tersebut. Sel-sel leyding letaknya
30
berkelompok memadat pada daerah segitiga yang terbentuk oleh
susunan-susunan tubulus seminiferus (Riza, 2008). Sel-sel tersebut
besar dengan sitoplasma sering bervakuol pada sajian mikroskop
cahaya. Inti selnya mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak
inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai sel yang memiliki dua inti.
Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda inklusi seperti titik lipid, dan
pada manusia juga mengandung kristaloid terbentuk batang. Celah di
antara tubulus seminiferus dalam testis diisi kumpulan jaringan ikat,
saraf, pembuluh darah dan limfe (Junqueira, 2007).
e. Spermatogenesis
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama
kehidupan seksual aktif dari rangsangan oleh hormon gonadotropin
hipofisis anterior, dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut
sepanjang hidup (Ganong, 2008).
Adapun tahap-tahap spermatogenesis yaitu:
1) Spermatogonia primitive berkumpul tepat di tepi membran basal
dari epitel germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah
empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih
berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Spermatogonia
bersandar pada bagian dalam lamina basalis tubulus seminiferus,
berukuran diameter sekitar 12 m.
31
2) Spermatosit primer merupakan benih yang terbesar di dalam
tubulus seminiferus dengan diameter 17-19 m, menepati daerah
bagian tengah dari epitelium (Fiore, 2007).
3) Spermatosit sekunder terletak lebih ke arah lumen, besarnya lebih
kurang setengah dari spermatosit primer.
4) Spermatid merupakan sel-sel yang ukuranya jauh lebih kecil,
dengan nukleus yang mengandung granula kromtin halus dan
besar, umumnya terletak dalam kelompok-kelompok dekat lumen
dan sel sertoli (Fiore, 2007).
5) Spermatozoa mempunyai bentuk yang ramping, ukuran panjang
sekitar 55-56 m, kepala spermatozoa yang kecil tertanam dalam
sitoplasma sel-sel sertoli, ekornya menjalur ke dalam lumen
tubulus seminiferus (Fiore, 2007).
3. Hormon yang Berperan pada Spermatogenesis
Hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis adalah sebagai
berikut:
a. Testosteron, disekresi oleh sel leyding yang terletak di intestisium
testis. Hormon ini penting utuk pertumbuhan dan pembagian sel-sel
germinativum dalam membentuk sperma.
b. Hormon lutein (LH), disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior,
merangsang sel-sel leyding untuk mensekresikan testosteron.
c. Hormon perangsang folikel (FSH), juga disekresi oleh sel-sel kelenjar
hipofisis anterior, merangsang sel-sel sertoli, tanpa rangsangan ini
32
pengubahan spermatid menjadi sperma (proses spermatogenesis) tidak
akan terjadi.
d. Esterogen, dibentuk dari testosteron oleh sel-sel sertoli ketika sel
sertoli sedang dirangsang oleh hormon perangsang folikel, yang
mungkin juga penting untuk spermatogenesis. Sel-sel sertoli juuga
menyekresikan suatu protein pengikat adrogen yang mengikat
testosteron dan esterogen serta membawa keduanya ke dalam cairan
dalam lumen tubulus seminiferus, membuat kedua hormon ini tersedia
untuk pematangan sperma.
e. Hormon pertumbuhan (seperti juga pada sebagian besar hormon yang
lain) diperlukan untuk mengatur latar belakangn fungsi metabolisme
testis. Secara khusus hormon tersebut meningkatkan pembelahan awal
spermatogenesis sendiri. Bila tidak terdapat hormon pertumbuhan,
seperti ppada dwarfisme hipofisis, spermatogenesis sangat berkurang
atau tidak ada sama sekali (Ganong, 2008).

Вам также может понравиться