Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Industri Tekstil dan Industri Garment
Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia secara teknis dan struktur terbagi
dalam 3 sektor industri, yaitu:
1. Sektor Industri Hulu (Upstream)
Sifat industri ini: padat modal, full automatic, berskala besar,
jumlah tenaga kerja relatif kecil dan output tenaga kerja besar.
Merupakan industri yang memproduksi serat atau fiber (natural
fiber dan manmade fiber atau synthetic) dan proses pemintalan
(spinning)
Produk yang dihasilkan: benang (unblended dan blended yarn).
2. Sektor Industri Menengah (Mid Stream)
Sifat industri ini: semi padat modal, teknologi madya dan modern
dan jumlah tenaga kerja lebih besar daripada industri hulu.
Meliputi proses penganyaman (interlancing) benang menjadi kain
mentah lembaran (grey fabric) melalui proses pertenunan
(weaving ) dan rajut ( knitting) yang kemudian diolah lebih lanjut
melalui proses pencelupan (dyeing), dan penyempurnaan
(finishing)
13
meningkat. Tingkat utilisasi produksi sejak tahun 2000 cukup tinggi yaitu
telah mencapai 96,7%.
Kuatnya industri pendukung (Supporting Industries)
Industri pendukung tersebut, antara lain industri serat nasional yang
berkapasitas 684 ribu ton, industri benang 2,0 juta ton, industri kain 1,5 juta
ton, dan industri aksesori seperti retsleting, kancing baju, label dan kemasan.
Tabel 2.1 Indikator Industri Garment Nasional, 1997 2001
Keterangan Unit 1997 1998 1999 2000 2001 Trend(%)
Investasi miliar
Rp.
2,288.3 2,348.5 2,472.4 2,715.4 2,808.6 5.3
Tenaga Kerja orang 346,167 348,419 355,236 372,716 376,584 2.1
Nilai Produksi miliar
Rp.
19,729.80 44,025.70 49,063.50 54,951.12 56,050.14 37.1
Utilisasi Produksi % 94.71 94.71 94.95 96.68 96.68 0.5
Sumber: Dirjen ILMEA, Depprindag
Industri garment nasional secara umum menghadapi permasalahan yang sama
seperti produsen garment di negara-negara lain. Permasalahan tersebut adalah:
1. Persaingan global
Memaksa para produsen menekan harga jual produk mereka
2. Keinginan konsumen yang semakin meningkat
J umlah per pesanan semakin kecil sementara tuntutan jenis atau ragam
desain yang diminta oleh pasar semakin banyak
3. Tekanan margin, dimana tingkat keuntungan semakin tipis
4. Kebutuhan untuk selalu berinvestasi
17
internasional mulai pulih sehingga ekspor meningkat pesat dan mampu memacu
produksi nasional meskipun pasar domestik masih stagnan. Pertumbuhan tersebut
terutama dipicu oleh meningkatnya permintaan di pasar domestik.
- Tahun 2001:
Pada tahun 2001, ekspor hanya meningkat sebesar 4,5% dan pasar domestik
hanya meningkat sebesar 1%, namun cukup untuk mendorong angka produksi untuk
meningkat sebesar 4%.
Sementara itu, jumlah garment non-industri (yang diproduksi oleh tailor) sulit
diketahui secara pasti mengingat banyaknya jumlah tailor. Dengan melakukan
pendekatan melalui penggunaan bahan baku tekstil yang digambarkan dari suplainya,
yaitu jumlah produksi yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik tekstil yang ada dan impor,
dikurangi dengan ekspor maka dapat diperkirakan berapa besar yang dikonsumsi
oleh industri garment.
Dari asumsi tersebut, maka produksi garment pada tahun 1997 sampai 2001
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Total Produksi Garment Menurut Kelompok Industrinya, 1997 2001
Tahun PRODUKSI GARMENT Pertumbuhan
(%)
Industri Porsi(%) Non Industri (tailor) Porsi(%) Total
1997 862,465 94.7 48,269 5.3 910,733
1998 560,422 95.2 28,257 4.8 588,679 (35.4)
1999 537,470 94.8 29,481 5.2 566,952 (3.7)
2000 574,932 94.2 35,399 5.8 610,331 7.7
2001 600,531 94.5 34,952 5.5 635,483 4.1
*)Note : Non industri adalah garment via tailor dan home industri
Sumber: CIC
19
Sejak terjadinya krisis moneter, porsi produksi garment oleh non industri
cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa selama krisis ekonomi banyak
pengusaha kecil yang berhenti produksinya akibat sepinya order atau mereka
mengalami kesulitan dalam permodalan.
Produksi garment dalam negeri selama periode 1997 2001 tumbuh rata-rata
-6,8% per tahun dengan angka produksi mencapai 32,86 miliar potong pada tahun
2001 lalu. Lebih jelasnya lihat tabel berikut.
Tabel 2.3 Total Produksi Garment Dihitung Berdasarkan J umlah Potong, 1997 2001
Tahun (000Meter) (000Potong) %
1997 7,285,867 4,098,300
1998 4,709,429 2,649,054 (35.4)
1999 4,535,615 2,551,284 (3.7)
2000 4,882,651 2,746,491 7.7
2001 5,083,861 2,859,672 4.1
Rata-rata pertumbuhan (%) (6.8)
*) Note: jumlah diatas termasuk garment non-industri (home industri)
Pengolongan bermacam-macam jenis produk industri garment tersebut, yaitu sebagai
berikut:
1. Pakaian pria dan wanita
2. Pakaian anak perempuan dan anak laki-laki
3. Pakaian bayi
4. Perlengkapan pakaian, terdiri dari:
o Kaus kaki, kaus kaki panjang, pantyhose dll.
o Sarung tangan,saputangan
20
sangat J ogja, sedangkan J oger bermain kata-kata nyleneh dan diferensisai pada
strategi pemasarannya sedangkan C59 selalu menggali ide desain yang tidak akan
pernah berakhir, bagi C59 riset desain (R&D) sangatlah penting karena kekuatan
produknya ada pada rancangan, apalagi
2.2 Family Business
Berdasar data survey yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (2007) yang
telah menyelenggarakan Survey Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2006,
di Indonesia terdapat 48.929.636 perusahaan, dan sebanyak 90,95% dapat
dikategorikan sebagai perusahaan keluarga. Dalam survey tersebut juga diperoleh
data bahwa perusahaan keluarga menyumbang 53,28% dari GDP dan menyerap
sebanyak 85.416.493 orang sebagai tenaga kerja atau 96,18% dari seluruh angkatan
kerja.
2.2.1 Pengertian Perusahaan Keluarga (Family Business)
Menurut pendapat Stuart Rock (1991) family business defined as a firm
where the family holds a majority of voting shares; where a proportion of the senior
management post are held by members of one family and where their children are
expected to follow suit Bisnis Keluarga adalah suatu perusahaan dimana sebuah
keluarga adalah pemegang saham mayoritas dan menduduki sebagian posisi
manajemen serta keturunan keluarga tersebut diharapkan mengikuti jejak mereka.
23
Ada perbedaan yang sangat signifikan antara bisnis dan keluarga. Bisnis
selalu membicarakan tentang uang, sedangkan keluarga senantiasa lebih
menggunakan sisi emosional yaitu kasih sayang. Untuk menyelaraskan dua titik
ekstrem ini, diperlukan upaya ekstra, sebab setiap keputusan bisnis harus dilakukan
secara rasional. Namun, pengambil keputusan di dalam bisnis keluarga adalah para
anggota keluarga sendiri, maka dari itu akan sangat dipengaruhi oleh aspek
emosional.
Apa pun perubahan yang terjadi, setiap pendiri dan pemilik perusahaan
keluarga pastilah ingin agar perusahaan yang telah dibangun dengan susah payah
dapat mampu bertahan dan semakin berjaya meskipun sang pendiri telah
meninggalkan perusahaan. Maka dari itu menjadi tugas generasi peneruslah untuk
mewujudkan cita-cita sang pendiri.
Kekuatan dan keuntungan perusahaan keluarga dibanding perusahaan lainnya
menurut J ohn L.Ward yang dikutip dalam Susanto et al. (2008), yaitu:
- Biroksrasi kecil
- Lebih fleksible dengan mengedepankan Corporate Governance dan
system akuntabilitas
- J elasnya system tanggung jawab
- Adanya kemauan untuk menginvestasikan kembali profit sesuai dengan
kesepakatam bersama untuk mengembangkan perusahaan.
26
sebuah perusahaan dapat melalui fase ini dengan baik dan memiliki hubungan yang
positif dengan para stakeholders, maka perusahaan dapat maju dan berkembang ke
fase selanjutnya.
B. MANAGING PHASE
Dalam fase inilah, sebuah perusahaan keluarga mengalami begitu banyak
konflik. Mengingat bahwa perusahaan mulai bertumbuh semakin besar, jumlah
konsumen dan karyawan yang bertambah banyak, menuntut berbagai hal meningkat,
baik dalam hal skala maupun kompetensi. Pada tahap ini disertai pula masuknya
generasi kedua (extended family), dan pada tahap ini pula akan terjadi era the
dynasty of family.
Beberapa permasahalan yang muncul pada fase ini, yaitu :
1. Value Conflict
Konflik nilai yang dimaksud adalah mulai terasanya gap antara
hubungan profesional dalam perusahaan dengan hubungan kekeluargaan. Di
mana nilai-nilai emosional dan logika mulai berbenturan dan menjadi
penghambat berbagai langkah pengambilan keputusan ataupun sikap
menghadapi permasalahan perusahaan.
2. Succession
Proses suksesi yang terencana, menjadikan masa transisi mudah
diterima dengan kesepakatan visi yang sama, sedangkan proses suksesi yang
tidak terencana menjadikan kondisi tidak menentu dan membutuhkan proses
29
dan waktu yang panjang untuk mendapatkan kembali kestabilan dan identitas
perusahaan di tangan yang berbeda. Konflik akan muncul pada saat adanya
peralihan manajemen atau kepemimpinan antar generasi, dimana
membutuhkan penyesuaian baik dari masing-masing figur yang terlibat
maupun dari seluruh isi perusahaan, baik dalam hal sistem hingga budaya.
3. Management Structure
Perusahaan yang sudah berkembang membutuhkan pengorganisasian
SDM yang tepat, setiap SDM diharuskan memiliki posisi masing-masing
secara jelas, termasuk anggota keluarga. Dualisme kepemimpinan adalah hal
yang sering terjadi dan menjadi ujung pangkal konflik dan perpecahan.
Terlalu banyak anggota keluarga yang mendominasi menunjukkan kekacauan
struktur organisasi dalam perusahaan.
4. Compensation (kompensasi)
Di kalangan karyawan non keluarga, sering timbul wacana keadilan
yang berkaitan dengan gaji yang diberikan, yang berkaitan dengan hubungan
dengan keluarga pemilik. Sistemasi penggajian berdasarkan hirarki organisasi
menjadi satu-satunya cara untuk menghindari konflik yang serupa, di mana
ketetapan kompensasi ditentukan dari posisi dan prestasi yang dilakukan
bukan jauh dekatnya hubungan kekerabatan.
5. Competency
Berhubungan dengan SDM, kompetensi merupakan salah satu tolok
ukur keberhasilan perusahaan. Perusahaan dengan SDM yang kompeten
30
7. Alignment
Dasar penyelesaian seluruh konflik adalah adanya penyelarasan antara
nilai-nilai atau keinginan dalam keluarga dengan business requirement,
sehingga menciptakan proses yang mendukung ke arah perkembangan
perusahaan.
C. TRANSFORMATION PHASE
Pada tahap ini, perusahaan keluarga mengalami proses perubahan menjadi
sebuah organisasi profesional dengan diduking oleh segenap sistem dan budaya.
Dalam tahap ini perusahaan akan melalui berbagai perubahan yang signifikan, di
mana perusahaan bertransformasi menjadi lebih besar.
Syarat untuk melewati fase ini adalah dengan memiliki :
- Career Development and Path Planning: Sistem pengembangan karir yang
riil bagi para karyawan.
- New Roles of The Family : Posisi yang lebih jelas dan profesional antar
anggota keluarga yang terlibat dalam manajemen.
- Monitoring and Controlling System : Kontrol terhadap aktivitas perusahaan
yang lebih ketat dan evaluasi terhadap kegagalan-kegagalan yang terjadi.
- Organization Development : Pengembangan struktur organisasi untuk
mendukung proses bisnis yang lebih kompleks.
- Company and Personal Assets : Memisahkan dengan lebih jelas asset
perusahaan dan masing-masing anggota keluarga.
32
D. SUSTAINING PHASE
J ika ketiga fase sebelumnya telah terlalui dengan baik, maka pertumbuhan
skala bisnis dan pemasukan akan terasa pada fase ini. Pada fase ini seluruh sistem,
pengelolaan, prosedur serta kebijakan telah tertata dan terimplementasi dengan baik.
Berbagai inovasi dapat dijalankan dengan lebih terarah dan lebih fokus, tanpa
memikirkan kembali konflik internal di tahap sebelumnya.
Misi utama dalam fase ini adalah mempertahankan dan meningkatkan kinerja
perusahaan dan melakukan berbagai inovasi yang berarti untuk meraih posisi
pemimpin pasar. Pada tahap inilah tahap yang paling ideal, sebuah perusahaan
melakukan replika atau melakukan ekpansi ke berbagai lokasi atau kota atau negara
lain.
2.4 FAMILY BUSINESS TRANSITION
Pada buku Family Business (pp: 208-209) yang ditulis oleh AB. Sutanto,
ketahanan perusahaan keluarga akan melewati berbagai ujian yang tentunya akan
membawa mereka pada suatu persimpangan jalan transisi. Transisi antar generasi
dari suatu perusahaan keluarga adalah salah satu fenomena kritis yang tidak pernah
terjadi secara alamiah, dan selalu akan ada ketegangan yang akan terjadi.
Berbagai ketegangan ini tentu datang dari dua arah, baik dari segi generasi
terdahulu, maupun dari generasi penerus. Terkadang terjadi suatu lompatan 1
generasi, bahkan terkadang ada perrebutan hak ahli waris diantara saudara dan
33
bahkan dapat terjadi penolakan dari generasi berikutnya untuk meneruskan usaha
keluarga karena ketidaktertarikan si generasi.
Sebagian besar transisi antar generasi dari suatu perusahaan keluarga tidak
berjalan dengan mulus, maka dari itu perlu direncanakan secara bijaksana. Tentu saja
rencana tersebut tidak perlu menjadi sesuatu yang harus terjadi, namun harus
memiliki arah yang lebih jelas yang akan sangat membantu the outgoing generation
untuk mempersiapkan generasi berikutnya dalam menerima tongkat estafet dengan
lebih mudah.
Selain itu terdapat pula perusahaan keluarga yang membuat semacam proses
magang bagi kandidat penerus sejak dini. Merancang proses transisi yang baik
bukanlah agenda yang dapat diabaikan, jika kelanjutan usaha keluarga ingin
dipertahankan dalam garis darah anggota keluarga.
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi
kesalahpahaman di antara anggota keluarga saat menjalankan bisnis, yaitu
pentingnya komunikasi yang transparan, konsisten dan digunakan sebagai jembatan
untuk mengatasi berbagai masalah atau diskusi demi kemajuan perusahaan. Bantuan
tenaga professional yang kompeten dari luar juga dibutuhkan sebagai pelengkap dan
memberikan bantuan terhadap masalah perusahaan. Selain itu di dalam perusahaan
harus diciptakan susasana kesetaraan diantara pengelola yang berasal dari dalam
keluarga dan karyawan yang berasal dr luar keluarga, agar para karyawan tetap
memiliki motivasi yang tinggi dalam keiikutsertaannya mengelola perusahaan.
34
kemakmuran bagi keluarga yang juga harus bagus, dan perencanaan keberhasilan
usaha pun harus bagus.
Menurut J ohn L. Ward, dalam bukunya Perpetuating to Family Business (2004),
menyatakan bahwa terdapat tiga pilar yang harus direncanakan dan dikelola dengan
baik jika perusahaan keluarga ingin hidup berkelanjutan (sustain), ketiga hal ini
merupakan satu kesatuan yang masing-masing tidak dapat dihilangkan atau
diabaikan. Ketiga pilar itu dikenal dengan sebutan segitiga perencanaan
berkelanjutan (continuity planning triangle), yaitu:
Gambar 2.3: Continuity Planning Triangle
perencanaan strategis perusahaan (pengelolaan bisnis)
perencanaan kekayaan dan keuangan keluarga
perencanaan suksesi kepemimpinan dan kepemilikan
Dengan melihat hubungan antar ke tiga pilar tersebut, perusahaan tidak boleh
hanya memikirkan perencanaan dan pengelolaan perusahaan dengan mengabaikan
37
dua pilar lainnya. Karena jika salah satu pilar diabaikan, dengan tanpa disadari akan
terjadi ketidakseimbangan yang dapat membawa perusahaan ke arah kehancuran.
Rata- rata perusahaan hanya disibukkan hanya oleh pilar pertama, yaitu
perencanaan strategis perusahaan. Ilmu manajemen telah berkembang dengan
demikian pesatnya dan telah berhasil menjadikan perusahaan-perusahaan kelas dunia
pada jamannya. Namun kenyataannya tidak berhasil membawanya melewati batas
jaman, terutama pada perusahaan-perusahaan keluarga. Hal inilah yang telah
membuat banyak perusahaan keluarga hanya dapat berjaya pada satu generasi, hanya
sedikit perusahaan yang berhasil melewati generasi pertama dan lebih sedikit lagi
yang mampu melewati generasi kedua.
Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa tanpa adanya perencanaan suksesi
yang dirancang dengan baik dan sistematis, sebuah organisasi dapat mengalami
kemunduran. Dari suatu penelitian yang dilakukan (www.woodenbenson.com,
2001), hanya sedikit organisasi yang melakukan perencanaan suksesi sehingga
kelancaran suksesi menjadi terganggu.
Bahkan dalam bisnis keluarga pada umumnya tidak akan terhindar dari
berbagai masalah, terutama masalah profesionalisme. Menurut A.B Sutanto, masalah
yang sering terjadi pada Perusahaan Keluarga, yaitu diantaranya:
1. Lead
kelua
Kem
Atau
multi
pemi
perus
Ketik
J ika
pimp
Gambar 2
dership
Salah sa
arga adalah
mudian ada s
u generasi k
iple leaders
impin yang h
Kelemah
sahaan, yaitu
ka emosi ber
salah satu
pinan yang la
2.4: Masalah p
atu permasa
disaat adik
salah satu an
kedua mulai
ship, masin
harus ditaati
an apabila
u:
rmain, sisi ra
pihak dom
ain.
pada Perusahaa
alahan yang
atau kakak p
nggota kelu
i ikut meng
ng-masing a
i.
terjadi m
asionalitasny
minan, piha
an Keluarga ( A
g akan dih
pemilik mas
arga yang m
gelola perus
anggota kel
multiple lea
ya dipinggirk
ak lain terp
A.B Sutanto)
hadapi pada
suk ke dalam
menikah dan
sahaan. Disi
luarga bertin
adership di
kan
paku pada
3
a perusahaa
m perusahaa
n berkeluarg
inilah munc
ndak sebag
dalam sa
pertimbanga
38
an
an.
ga.
cul
gai
atu
an
39
Rencana suksesi (Succession Plan) penting tidak hanya untuk jabatan CEO
atau direktur, tetapi juga untuk jabatan-jabatan lain yang vital bagi
kelangsungan hidup perusahaan.
Agar bisnis keluarga mampu bertahan dan beradaptasi dengan
perubahan zaman, pendiri atau penerusnya perlu mempersiapkan regenerasi.
Suksesi kepemimpinan yang mumpuni perlu dipersiapkan dalam jangka
waktu panjang dan tidak bisa dilakukan secara instan.
Meninggalnya seorang pendiri bisa menjadi malapetaka jika rencana
suksesi yang sebaik-baiknya tidak dilakukan. Kematian memang tak bisa
dihindari, maka sebelumnya harus 'menciptakan' seorang putra mahkota agar
suksesi mulus. Penerus yang melanjutkan bisnis keluarga juga hendaknya
diberikan pilihan. Artinya, apakah penerus bersedia, mau dan mampu
menjalankan bisnis atas dasar keinginan, dan dengan rasa memiliki (sense of
belonging) yang tinggi.
J ika tidak ada seorangpun dalam keluarga yang tertarik dengan bisnis
tersebut, penting bagi pendiri untuk menjual usaha tersebut atau melatih
seseorang (diluar anggota keluarga) untuk mengambil alih. Sebuah survey
pada tahun 2002 tentang 800 bisnis keluarga yang diadakan oleh Family Firm
Istitute, mendapati bahwa penyebab utama kegagalan adalah tidak
memadainya perencanaan suksesi, dan kelalaian untuk merencanakan transisi.
Pergantian puncuk pimpinan di dalam perusahaan (suksesi)
merupakan suatu masalah yang tidak dapat dianggap ringan. Banyak
41
4. Culture
Budaya organisasi dalam perusahaan keluarga memiliki sisi negatif,
dimana sangat tergantung pada suasana hati atau mood pemiliknya atau
serung disebut The Moon Culture.
Karakteristik dari The Moon Culture, yaitu:
1. Terjadinya kepemimpinan ganda.
2. Tidak adanya garis tegas antara persoalan perusahaan dengan
persoalan pribadi
3. Loyalitas lebih pada pribadi individu daripada kepada perusahaan
4. Prosedur lebih bertumpu pada situasi dan sangat untuk keputusan
tergantung pada keputusan pemilik.
5. Tingkat transparansi rendah.
2.5.1 SUCCESSION PLANNING (Masalah Suksesi)
Dari kelima masalah yang sering dihadapi oleh perusahaan keluarga,
Succession Planning adalah hal yang paling begitu rentan menyebabkan kegagalan
didalam perusahaan keluarga, apabila gagal dalam pelaksanaannya.
Menurut Lansberg, 2005: pp:12, Suksesi merupakan suatu proses yang harus
dilalui oleh setiap perusahaan keluarga dengan tetap memberikan kesempatan kepada
anggota keluarga dan orang lain untuk dapat menduduki posisi jabatan strategis dan
non strategis.
44
k
d
k
2
g
S
I
3
m
b
p
Menu
keluarga di I
di generasi
keluarga me
24% dan tin
Nam
gagal untuk
Sedangkan
Institute unt
30% dari ke
masa transis
bertahan pad
pada genera
urut AB Sut
Indonesia ya
ke 2 dan 3
engalami pen
ggal 5% pad
mun menurut
berjuang hin
apabila me
tuk the Fam
eseluruhan p
si antar gene
da generasi k
si ke-empat
Gambar 2.5
tanto, Chair
ang langgeng
Dan dari h
nurunan di g
da generasi b
t Kets de Vr
ngga ke gen
erujuk pada
mily Busines
perusahaan
erasi pada ge
ke-tiga dan
dan seterusn
5 : Tren Kelang
rman the J C
g hingga ke
hasil survey
generasi kedu
berikutnya.
ries (1993) 7
nerasi ke dua
penelitian
ss Review (
yang dimili
enerasi ke-d
hanya 3% s
nya.
ggengan Perus
G Hanya
generasi ke
J CG, tren k
ua yang berk
70% dari pe
a dan 90% ga
yang dilak
(Hall, 2008)
iki oleh kelu
dua, sementa
aja yang ma
sahaan Keluarg
a 5% dari 10
4. Selebihny
kelanggenga
kisar 61%, g
rusahaan ke
agal hingga
kukan oleh
), diketahui
uarga bisa b
ara itu hanya
ampu berkem
ga di Indonesia
4
00 perusahaa
ya bergugura
an perusahaa
generasi ketig
eluarga di U
generasi ke
Family Fir
bahwa hany
bertahan pad
a 12% mamp
mbang samp
a
46
an
an
an
ga
U.S
3.
rm
ya
da
pu
pai
47
t
h
S
k
2
3. Men
4. Men
masi
5. Rota
6. Men
meni
Nam
tergantung p
harus tetap
Sedangkan
ketegangan d
2.7 PERS
gatur superv
yediakan tan
ing.
asi pekerjaan
yediakan p
inggalkan pe
mun dari bebr
pada kepedu
melakukan
percikan ke
dalam berbis
SPEKTIF S
Sumbe
visi, pemanta
nggung jaw
n untuk perio
prosedur te
erusahaan ke
rapa rumus
lian sang pe
n alignmen
ecil yang tim
snis dan men
STAKE-H
Gambar 2
r: Susanto, Wij
auan, dan sar
ab yang ses
ode tertentu.
ertulis bag
eluarga.
sukses yang
ndiri untuk t
nt antara
mbul harus
nghindari ad
HOLDER
.6 : Perspektif
ijanarko dan M
ran bagi pem
sungguhnya
gi anggota
g didapat, ke
tetap melaku
pemegang
segera dib
danya perpec
Stakeholder
Mertosono (200
mbimbing no
berdasar kin
keluarga
eberhasilan s
ukan inovasi
saham dan
bereskan, seb
cahan keluar
7, P:319)
5
on keluarga.
nerja masin
yang ing
suksesi sang
i. Pendiri jug
n manajeme
belum timb
rga.
50
.
g-
gin
gat
ga
en.
ul
51
m
k
2
i
M
a
p
k
menghindari
kelemahan m
2.9 5 Fo
Salah
industri ada
Michael E P
Hasi
apakah satu
persaingan p
kompetitif d
i ancaman-
manajemen.
orces Mod
h satu keran
alah Lima K
Porter dari H
l dari keku
u industri in
pokok dalam
dari industri p
Gamb
-ancaman s
del of Com
ngka kerja y
Kekuatan Po
arvard Busin
uatan dan k
i menarik, s
m suatu indus
pakaian jadi
bar 2.7 : Porte
serta menek
mpetition
yang banyak
orter. Keran
ness School.
kelemahan li
serta bertuju
stri. Dengan
ini.
er Five Forces
kan dan m
k digunakan
ngka kerja in
.
ima kekuata
uan untuk m
n alat ini mak
Model of Com
memperbaiki
untuk meni
ni digagas
an ini akan
memahami l
ka dapat terl
mpetition
5
i kelemaha
ilai daya tar
oleh Profes
n menentuka
lima kekuata
lihat kekuata
56
n-
rik
or
an
an
an
57
yang diyakini konsumen sebagi suatu yang unik dalam hal yang penting
bagi mereka.
Perusahaan berkonsentrasi mencapai kinerja yang maksimal untuk
mencapai kebutuhan pelanggan yang dinilai penting oleh mayoritas pasar.
Perusahaan yang menganut strategi ini akan membangun kekuatan dengan
memberikan keunikan. Seperti bisnis yang berkomitmen menjadi pemimpin
kualitas yang tentunya memerlukan elemen-elemen pembentuk kualitas yang
terbaik, dengan memadukan elemen-elemen tersebut dengan baik, dan
mengkomunikasikannya dengan efektif.
Strategi ini berlaku pada industri yang pelanggannya relatif sensitif
terhadap harga. Keberhasilan melakukan diferensiasi dapat berarti
memperbesar fleksibilitas produk, mempertinggi kecocokan, mengurangi
biaya, meningkatkan layanan, mengurangi pemeliharaan, kemudahan
perolehan atau menambah ciri tertentu.
3. Fokus (Focus)
Strategi fokus dibangun untuk melayani target tertentu secara baik.
Strategi fokus (focus strategy) dilaksanakan ketika perusahaan mencoba
untuk menggunakan kompetensi intinya untuk menyediakan kebutuhan suatu
kelompok pembeli tertentu dalam suatu industri.
Perusahaan memfokuskan diri demi satu atau lebih segmen pasar yang
sempit. Pemilihan strategi fokus dalam keberadaannya mampu mengcover
cost leadership dan differensiasi. Untuk menjadi unik memerlukan tambahan
sumb
menj
mam
peran
prefe
akiba
foku
terten
mela
Hasi
industri uta
mencapai s
low cost ata
ber daya yan
jadikan prod
mpu memberi
ng harga.
Strategi i
erensi atau
at melihat ke
s dalam str
ntu, lini pro
ayani pasar y
G
l studi yang
ama menemu
sukses denga
au deferensia
ng tidak lain
duk unik atau
ikan peluang
ini menjadi
kebutuhan
eberhasilan b
rategi ini d
oduk dan be
yang luas.
Gambar 2.8 : T
g dilakuan
ukan bahwa
an menggun
asi dalam ind
n akan mena
u khusus un
g pengesetan
paling efekt
dan pesaing
badan usaha
apat diarahk
erada pada p
Tiga Strategi G
oleh Hill (
a banyak dar
nakan salah
dustri merek
aikkan cost. T
tuk segmen
n harga yang
tif bila kons
g tidak dila
a menggunak
kan kepada
pasar yang s
Generic by Por
(1980), pad
ri perusahaan
satu dari st
ka.
Tambahan b
tertentu dim
g sesuai dan
sumen memi
ayani segme
kan strategi i
segmen, p
sempit seme
rter
da 64 perus
n yang bero
trategi murn
6
biaya tersebu
mana keunika
tidak terjeba
iliki keunika
en yang sam
ini. Penetapa
pasar geogra
entara pesain
sahaan dan
orientasi prof
ni Porter yai
62
ut,
an
ak
an
ma
an
afi
ng
8
fit
itu
63
akan dilakukan. Analisis SWOT hanya menggambarkan situasi yang terjadi, bukan
sebagai pemecah masalah. Teknik analisis ini banyak digunakan oleh manajer guna
menciptakan gambaran singkat situasi strategis suatu perusahaan.
Analisis SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu:
1. Strengths (kekuatan)
Merupakan sumber keuntungan relative terhadap pesaing dan kebutuhan
pasar perusahaan dan merupakan kompetensi khusus ketika memberikan perusahaan
keunggulan komparatif di pasar, yang membantu perusahaan mencapai tujuan.
2. Weakness (kelemahan)
Merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalam organisasi, proyek atau
konsep bisnis yang ada. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat
dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
3. Opportunities (peluang)
Merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi.
Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep
bisnis itu sendiri, misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan
sekitar. Tren merupakan salah satu kunci sumber peluang.Identifikasi segmen pasar
yang terlewatkan sebelumnya, perubahan keadaan yang kompetitif atau peraturan,
perubahan atau perkembangan teknologi serta pembeli atau pemasok yang
meningkatkan hubungan dapat menjadi peluang bagi perusahaan.
65
4. Threats (ancaman)
Merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Masuknya pesaing
baru, pertumbuhan pasar yang lambat, peraturan baru dan lainnya dapat menjadi
ancaman bagi perusahaan.
Dengan melakukan analisis SWOT kita akan mengetahui potensi perusahaan,
serta diharapkan perusahaan akan siap menghadapi perubahan. Perubahan
lingkungan luar dapat diantisipasi oleh internal. Internal dapat diperbaiki sehingga
mampu membaca atau menghadapi perubahan eksternal.