Вы находитесь на странице: 1из 17

8

BAB III
Tinjauan Pustaka

3.1 Anatomi Ginggiva
Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang mengelilingi gigi. Gingiva
melekat pada gigi dan tulang alveolar. Pada permukaan vestibulum di kedua
rahang, gingiva secara jelas dibatasi mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh
garis yang bergelombang disebut perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang
sama juga ditemukan pada aspek lingual mandibular antara gingival dan mukosa
mulut. Pada palatum, gingiva menyatu dengan palatum dan tidak ada perlekatan
mukogingiva yang nyata Gingival, lebih dikenal dengan gusi adalah mukosa di
dalam mulut yang menutupi tulang alveolar dan menyelimuti leher gigi.
Gingiva secara anatomis dibagi atas :
1. Marginal (unattached)
Yaitu tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi. Bagian ini berbatasan
dengan attached gingival atau suatu lekukan dangkal yang disebut free gingival
groove. Lebar gingiva kurang lebih 1 mm, dapat dilakukan dengan alat
periodontal probe dan permukaan gigi.
2. Attached
Attached gingival tidak terpisah dengan marginal gingival. Padat, lenting,
(resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar sampai meluas ke mukosa
alveolar. Yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko gingival
junction.
3. Interdental gingival
Mengisi embrassur gingiva, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak gigi.
IG biasanya terdiri dari 2 papilla di vestibular dan oral.

9




3.2 Definisi Abses
Abses merupakan suatu penyakit infeksi yang ditandai oleh adanya lubang
yang berisi nanah (pus) dalam jaringan yang sakit. Dental abses artinya abses
yang terbentuk di dalam jaringan periapikal atau periodontal karena infeksi gigi
atau perluasan dari gangren pulpa. Abses yang terbentuk merusak jaringan
periapikal, tulang alveolus, tulang rahang terus menembus kulit pipi, dan
membentuk fistel.
Gusi adalah bagian mukosa mulut yang menutupi prosesus alveolar rahang
dan mengelilingi leher gigi. Gingival adalah bahasa yang digunakan secara umum

10

dalam bidang kedokteran gigi. Sedangkan gusi adalah bahasa pasaran yang
digunakan masyarakat secara luas.
Abses gingival merupakan suatu nanah yang terjadi pada gusi (gingival).
Abses gingival terjadi karena faktor iritasi, seperti plak, kalkulus, invasi bakteri,
impaksi makanan atau trauma jaringan. Terkadang pula akibat gigi yang akan
tumbuh.

3.3 Etiologi
Abses Gingiva terjadi ketika terinfeksi bakteri dan menyebar dalam
rongga mulut yang disebabkan oleh flora normal yaitu Coccus Aerob gram positif
dan Coccus Anaerob seperti fusobacteria, Streptococcus Sp dan bakteri lainnya.
Bakteri terdapat dalam plak yang berisi sisa makanan dan air liur. Bakteri tersebut
dapat menyebabkan karies dentis, gingivitis, dan periodontitis.jika infeksi
mencapai jaringan lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal
dalam maka kan terjai infeksi odontogen.
Abses gingival terjadi karena faktor iritasi plak, kalkulus, karies dentis,
invasi bakteri (Staphylococcus aureus, Streptococcus, Haemophilus influenzae),
impaksi makana atau trauma jaringan yang menyebabkan kerusakan tulang
alveolar dan gigi menjadi mudah goyang.
Gingival abses terjadi ketika bakteri menginfeksi gusi anda, menyebabkan
penyakit gusi (yang dikenal sebagai periodontitis). Periodontitis menyebabkan
radang di dalam gusi anda, yang dapat membuat jaringan yang mengelilingi akar
gigi anda (periodontal ligamen) terpisah dari dasar tulang gigi anda. Perpisahan

11

ini menciptakan suatu celah kecil yang dikenal sebagai suatu periodontal pocket,
yang sulit untuk dibersihkan, dan membolehkankan bakteri masuk dan menyebar.

Abses Gingival terjadi sebagai akibat dari:
Penanganan gigi yang kurang baik sehingga menyebabkan terjadinya
periodontal podket secara kebetulan
Penggunaan antibiotik yang tidak diperlakukan untuk periodontitis, yang
dapat menyembunyikan suatu abses
Kerusakan gigi walau tidak disertai periodontitis
3.4 Patofisiologi

Infeksi adalah masuknya kuman patogen atau toksinnya ke dalam tubuh
manusia serta menimbulkan gejala penyakit, sedangkan inflamasi adalah reaksi
lokal dari tubuh terhadap adanya infeksi atau iritasi dalam berbagai bentuk.
Penyakit itu sendiri timbul setelah mengalami beberapa proses fisiologi yang telah
dirubah oleh kuman yang masuk. Sehingga tubuh mengadakan reaksi atau
perlawanan yang disebut peradangan atau inflamasi.
Peradangan adalah reaksi vaskular yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel darah dari darah yang bersirkulasi ke dalam

12

jaringan interstitial pada daerah yang cedera atau yang mengalami nekrotik.
Peradangan akut adalah reaksi segera dari tubuh terhadap cedera atau kematian
sel. Tanda tanda pokok peradangan adalah dolor (rasa sakit), rubor (merah), kalor
(panas), tumor (pembengkakan), dan fungsiolaesa (perubahan fungsi).
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh
infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses
ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus
aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang
fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3
enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase,
streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat
merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti enzim ini berperan
layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.
Bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3
macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase,
enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat
(hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya hyaluronidase, artinya adalah
enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting
adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga
sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam
jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang
tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses
abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal sering kali disebut sebagai mixed
bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host
dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang
terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses

13

disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi
penanganan.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya
mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut,
namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup
tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi
abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja
mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus
dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja
S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan
ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat
melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan
ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan
ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya
dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses
saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada
pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (piogenik), salah satunya juga adalah
S.aureus. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit
yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan
bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut
akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya
sering kali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup
mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus
dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi
atau keluar secara alami.
Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah
periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh,
maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak,

14

lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi
perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.
Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri,
ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu
menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan
sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak,
sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.
Penyebaran abses selanjutnya adalah:
1. Periostitis
Perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai
perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak
menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal
dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan
normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik
guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki
vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika
pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas
komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara
korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang
kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa
gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio
yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut
periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah serous
disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga
subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental
seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut.
Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.
2. Abses Gingival
Port d'entry Mikro Organisme (MO) dapat melalui karies yang ada pada
gigi. Kemudian MO ini berkembang-biak, mutiplikasi, mengeluarkan
produk-produknya, dan menjalar hingga pulpa. Kemudian terjadilah
pulpitis. Bila tetap tidak mendapat perawatan, MO ini akan terus

15

berkembang biak dan menjalar hingga saluran akar yang akhirnya dapat
membuntu saluran ini (ditambah dengan adanya produk-produk radang)
sehingga pembuluh darah pun tidak bisa memberikan nutrisinya dan
terjadilah kematian pulpa oleh karena nekrosis. Dari nekrosis ini,
terjadilah spread of infection sehingga timbul abses periapikal. Kemudian,
terus multiplikasi bakteri dan produk-produk radang tadi terus terjadi dan
menjalar hingga tulang dan terjadilah osteomyelitis (bila mengenai
sumsum tulang, dan komponen tulang alveolar lainnya). Tulang yang
terkena infeksi ini juga akan kekurangan nutrisi dari pembuluh darah dan
akibatnya terjadi penurunan densitas tulang. Bila tidak cepat ditangani,
maka infeksi terus menjalar hingg periosteum dan terjadilah periostitis.
Periostitis ini dapat menyebabkan trismus karena bakteri dapat menyebar
ke otot melalui periosteum. Bila port d'entry melalui margin atau sulkus
gingival, maka keradangan terjadi di daerah ligamen periodontal dan
menyebabkan lebarnya periodontal space. Kemudian penjalaran infeksi
sampai pada bagian gingiva sehingga menimbulkan gingival abses.
3. Abses subperiosteal
Abses subperiosteal terjadi di sela-sela antara korteks tulang dengan
lapisan periosteum, bedanya adalah di kondisi ini sudah terdapat
keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil menembus korteks dan
memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya
disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal.
Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa
jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah
kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana
konsistensi cairannya lebih serous.
4. Fascial abscess
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam
tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar
menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak.
Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi
fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang

16

dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fascial spaces dibagi
menjadi :
Fascial spaces primer
1. Maksila
a. Canine spaces
b. Buccal spaces
c. Infratemporal spaces
2. Mandibula
a. Submental spaces
b. Buccal spaces
c. Sublingual spaces
d. Submandibular spaces
Fascial spaces sekunder
Fascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang
dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang.
Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur
vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space,
cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space,
prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi
pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi
yang parah.
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang
paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit
odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang
mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari
apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya,
salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal
abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces
yang terkena infeksi.
Canine spaces
Berisi muskulus levator anguli oris, dan m. labii
superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari

17

gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan
pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial.
Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang
daerah infraorbital dan sinus kavernosus.
Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi
kelenjar parotis dan n. fascialis. Infeksi berasal dari gigi
premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas
perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah
perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu
edema pipi dan trismus ringan.
Infratemporal spaces
Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc.
Pterigoideus inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari
temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi
berasal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak
adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.
Submental space
Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala
infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah
dagu.
Sublingual space
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid,
dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi
anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid.
Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya
lidah, nyeri, dan dysphagia.
Submandibular space
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m.
platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan
ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis.

18

Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa
lunak dan adanya trismus ringan.
Masticator space
Berisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral,
insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III
mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar
maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space.
Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat
bantu bernapas.
Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)
Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya
sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar.
Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, dan
trismus.
Retropharyngeal space (posterior visceral space)
Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi
saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan
sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan,
dysphagia, hot potato voice, dan stridor. Merupakan infeksi
fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke
mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan
kerusakan n. vagus dan n. cranial bawah, Horner syndrome).

3.5 Manifestasi Klinis
Gejala utama abses gingival adalah nyeri pada gigi yang terinfeksi, yang
dapat berdenyut dan keras. Pada umumnya nyeri dengan tiba-tiba, dan secara
berangsur-angsur bertambah buruk dalam beberapa jam dan beberapa hari. Dapat
juga ditemukan nyeri menjalar sampai ke telinga, turun ke rahang, dan leher pada
sisi gigi yang sakit.

19

Pembentukan abses ini melalui beberapa stadium dengan masing-masing
stadium mempunyai gejala-gejala tersendiri, yaitu:
1. Stadium subperiostal dan periostal
Pembengkakan belum terlihat jelas
Warna mukosa masih normal
Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat
Palpasi sakit dengan konsistensi keras.
2. Stadium serosa
Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa dari
tulang dan pembengkakan sudah ada
Mukosa mengalami hiperemi dan merah
Rasa sakit yang mendalam
Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi.
3. Stadium submukosa
Pembengkakan jelas tampak
Rasa sakit mulai berkurang
Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat
Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit
Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi.
4. Stadium subkutan
Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit
Warna kulit di tepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
Turgor kencang, berkilat, dan berfluktuasi tidak nyata.
Gejala-gejala umum dari abses gingiva adalah :
Gigi terasa sensitif kepada air sejuk atau panas
Rasa pahit di dalam mulut.
Nafas berbau busuk.
Kelenjar leher bengkak
Bagian rahang bengkak (sangat serius).
Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
Denyut nadi cepat atau takikardi

20

Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)
Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis.
3.6 Penegakan Diagnosa
1) Anamnesa
2) Pemeriksaan Fisik
3) Pemeriksaan Penunjang
3.7 Diagnosa Banding
Abses periodontal

merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding gingival
pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen
periodontal tulang alveolar.
Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva
mengkilat disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak
karena adanya eksudat purulen dan meningkatnya kedalaman probing,
gigi menjadi sensitif bila diperkusi dan mungkin menjadi mobiliti
serta kehilangan perlekatan periodontal dengan cepat dapat terjadi.

Abses Perikoronal


21


merupakan akibat dari inflamasi jaringan lunak operkulum,
yang menutupi sebagian erupsi gigi. Keadaan ini paling sering terjadi
pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah. Sama halnya
dengan abses gingiva, abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi
dari plak mikroba dan impaksi makanan atau trauma.
Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah terlokalisir,
bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan
terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan
malaise
3.8 Penatalaksanaan
Satu-satunya cara untuk menyembuhkan abses gingival adalah mengikuti
perawatan gigi. Dokter gigi akan mengobati abses dengan menggunakan prosedur
perawatan abses gigi dalam beberapa kasus, pembedahan, atau kedua-duanya.
A. Farmakoterapi
1. Analgesik
Abses gingival sangat nyeri, tetapi dapat digunakan obat penghilang sakit
(analgesik), yang tersedia di apotek, untuk mengurangi nyeri ketika menunggu
perawatan dari dokter gigi. Selalu membaca dan mengikuti informasi pada
paket tentang berapa banyak untuk mengambil dan seberapa sering, dan hati-
hati untuk penggunaan dosis maximum. Perlu diketahui, bahwa obat
penghilang sakit tidak bisa menyembuhkan abses gingival. Analgesik ini
biasanya digunakan untuk penundaan perawatan abses gigi.
Ikuti petunjuk di bawah tentang cara pemakaian analgesics dengan aman :
Jangan memakai ibuprofen jika menderita asma, atau jika kamu
mempunyai, atau pernah mempunyai ulcer gastric.
Jangan terlalu sering memakai obat penghilang sakit di satu waktu
tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan dokter, perawat, healthcare
profesional lainnya. Ini dapat berbahaya sebab banyak orang over-the-
counter (OTC) produk berisi obat penghilang sakit serupa, seperti
parasetamol atau ibuprofen dengan atau tanpa kodein, dan terlalu
banyak kombinasi produk.

22

Ibuprofen dan parasetamol kedua-duanya tersedia dalam bentuk sirup
untuk anak-anak.
Aspirin tidak cocok untuk anak-anak di bawah umur 16 tahun.
Untuk ibu hamil dan menyusui baik digunakan parasetamol.
Jika nyeri hebat, boleh menentukan analgesik yang lebih kuat, seperti
kodein fosfat. Sebagai alternatif, jika sedang mengkonsumsi kodein
dosis rendah, dokter boleh menyarankan meningkatkan dosis itu.
2. Antibiotik
Antibiotik untuk abses gingival digunakan untuk mencegah penyebaran
infeksi, dan dapat dipakai bersama anaigesik (painkiller). Antibiotik seperti
amoxisillin atau metronidazol dapat digunakan jika :
Wajah bengkak, ini menunjukkan infeksi atau peradangan menyebar ke
area sekelilingnya.
Terlihat tanda-tanda dari infeksi berat, seperti demam atau pembengkakan
kelenjar.
Daya tahan tubuh menurun, seperti orang yang telah di kemoterapi, atau
seperti infeksi HIV positif,
Peningkatan faktor resiko seperti diabetes mellitus, dan resiko
endokarditis.
Antibiotik tidak harus digunakan untuk penundaan perawatan gigi. Anda
harus mengunjungi dokter gigi jika anda mempunyai abses gingival.
B. Dental prosedur
Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan abses gingival
adalah insisi (dibuka) absesnya, dan di drainase nanah yang berisi bakteri.
Prosedur ini pada umumnya dilakukan apabila sudah di anestesi lokal terlebih
dahulu, sehingga area yang sakit akan mati rasa. Pada abses gingival, dokter gigi
akan mengeluarkan nanah (pus), dan secara menyeluruh membersihkan
periodontal pocket. Kemudian melicinkan permukaan akar gigi dengan scaling
dan garis gusi untuk membantu penyembuhan dan mencegah infeksi atau
peradangan lebih lanjut.

C. Surgery

23

Jika terjadi infeksi berulang, anda harus mengunjungi dokter ahli
bedah untuk yang dapat membentuk kembali jaringan gusi untuk selamanya dan
memindahkan periodontal pocket. Dalam beberapa kasus, infeksi abses gingival
dapat terulang bahkan setelah prosedur pembedahan. Jika ini terjadi, atau jika gigi
telah pecah, mungkin perlu dipindahkan semuanya.

Berikut adalah penatalaksanaan berdasarkan stadium terjadinya abses :
Stadium periostal dan sub periostal
Dilakukan trepanasi untuk mengeluarkan nanah dan gas gangren yang terbentuk,
kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, anti inflamasi, antipiretika,
analgesika, dan roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak meluas dan
dapat sembuh.
Stadium serosa
Dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat kuku dan kompres panas,
supaya abses masuk kearah rongga mulut.
Stadium submukosa dan subkutan
Dilakukan insisi dan dimasukkan kain gaas steril atau rubber-dam sebagai
drainase, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, antiinflamasi, antipiretika,
analgesika, dan roboransia. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab
abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum
penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan
pencabutan gigi karena manipulasi ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan
radang sehingga mungkin terjadi osteomielitis.

3.9 Komplikasi
Gigi tercabut.
Infeksi kejaringan lunak (selulitis fasial, angina Ludwig).
Infeksi kejaringan tulang (osteomielitis mandibula atau maksila).
Infeksi ke bagian tubuh lain menyebabkan abses serebral, endokarditis,
pneumonia, dll.
Dapat terjadi sepsis.

24


3.10 Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya abses gingival :
Sikat gigi dengan cara yang benar dan gunakan pasta gigi yang nyaman
untuk kesehatan gigi dan gusi anda.
Periksakan gigi anda rutin tiap 6 bulan sekali ke dokter gigi.
Kurangi makanan yang manis dan yang kering.
Bila sudah terjadi abses gingival, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
membatasi nyeri dan tekanan pada abses gingival, meliputi:
Hindari makanan dan minuman yang terlalu dingin atau terlalu panas,
Makan makanan lunak,
Makan dengan menggunakan sisi yang berlawanan dari abses, dan
Penggunaan sikat gigi yang lembut dan serat halus seperti sutra di sekitar
gigi yang sakit.
Minum obat pereda sakit bila perlu dan jangan menggigit pada gigi yang
sakit.
Berkumur air garam hangat sehabis makan untuk membersihkan bagian
tersebut (Caranya : masukkan garam kedalam air hangat, kumur-kumur,
dan diamkan sebentar air garam tersebut di dalam mulut. Ulangi beberapa
kali).
Segera perikasa ke dokter gigi.

3.11 Prognosis
Prognosis dari abses gingival adalah baik terutama apabila di terapi
dengan segera menggunakan antibiotika yang sesuai. Apabila menjadi bentuk
kronik, akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi yang lebih buruk
serta kemungkinan amputasi lebih besar.

Вам также может понравиться