Вы находитесь на странице: 1из 7

UJI KUANTITATIF DNA

Oleh : Nur Fatimah, S.TP


PBT Ahli Pertama

A. PENDAHULUAN
Asam deoksiribonukleat atau lebih dikenal dengan DNA
(deoxyribonucleid acid) adalah sejenis asam nukleat yang tergolong
biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel,
DNA umumnya terletak di dalam inti sel. Tetapi ada pula DNA yang
terdapat di mitokondria, oleh karena itu disebut DNA mitokondria. Secara
garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi
genetik. Artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktifitas sel. Dan
ini berlaku umum bagi setiap organisme (Anonim, 2011).
Keberadaan DNA dalam suatu organisme dapat diketahui
dengan 2 cara yaitu secara kualitatif dengan metode Elektroforesis Gel
Agarose dan secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri. Uji
kuantitatif DNA adalah analisis untuk menentukan kandungan/jumlah
DNA yang terdapat dalam suatu zat atau komponen zat yang
sebelumnya telah diketahui keberadaan DNA plasmidnya dalam larutan
contoh dengan cara uji kualitatif (Larasati, 2011).
Pengujian kuantitatif DNA dapat dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri. Terdapat beberapa cara yaitu spektrofotometri
Vis (visible), spektrofotometri UV (ultra violet), Spektrofotometri UV-Vis
(ultra violet visible) dan Spektrofotometri Infra Red (Riyadi, 2009).
Dalam tulisan ini, hanya akan dijelaskan mengenai spektrofotometri Vis
dan UV Vis.

B. TUJUAN
Uji kuantitatif DNA dengan metode spektrofometri ini bertujuan
untuk mengetahui keberadaan dan jumlah DNA di dalam suatu larutan
contoh uji dan untuk memahami penggunaan dan perbedaan
spektrofotometer Vis dan UV-Vis.

C. UJI KUANTITATIF DNA
Uji kuantitatif DNA diawali dengan isolasi DNA. Hal ini bertujuan
untuk mengeluarkan DNA yang berada dalam inti sel dari organisme.
Kemudian dilakukan dengan uji kualitatif DNA dengan metode
elektroforesis gel agarosa. Uji ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan
DNA dalam larutan contoh. Setelah itu dilanjutkan dengan uji kuantitatif
DNA dengan metode spekrofotometri.
Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis untuk
mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa
tersebut mengabsorbsi berkas sinar atau cahaya. Alat ini terdiri dari
spektrofotometer dan fotometer. Spektrofotometer menghasilkan sinar
dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer
adalah pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi
(Riyadi, 2009).
Uji kuantitatif DNA dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain :
1. Spektrofotometri Vis (Visible)
Pada spektrofotometri ini yang digunakan sebagai sumber
sinar/energi adalah cahaya tampak (visible). Cahaya visible termasuk
spektrum elektromagnetik yang dapat ditangkap oleh mata manusia.
Panjang gelombang cahaya tampak adalah 380 sampai 750 nm.
Sehingga semua cahaya yang dapat dilihat oleh kita, entah itu putih,
merah, biru, hijau, atau warna apapun selama ia dapat dilihat oleh mata,
maka cahaya tersebut termasuk ke dalam cahaya tampak (visible).
Sumber cahaya tampak yang umumnya dipakai pada spektro
visible adalah lampu Tungsten. Tungsten yang dikenal juga dengan nama
Wolfram merupakan unsur kimia dengan simbol W dan no atom 74.
Tungsten mempunyai titik didih yang tertinggi (3422 C) dibanding logam
lainnya. karena sifat inilah maka ia digunakan sebagai sumber lampu.
Alat ini bekerja berdasarkan hukum Lambert-beer.
Jumlah radiasi yang diserap proporsional dengan ketebalan sel (b), konsentrasi
analit (c), dan koefisien absorptivitas molekuler (a) dari suatu spesi (senyawa)
pada suatu panjang gelombang
Logika prinsip dari alat spektro-vis adalah intensitas warna dari
suatu larutan sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap. Semakin
pekat warna, semakin banyak cahaya yang diserap.
Sample yang dapat dianalisa dengan metode ini hanya sample
yang memiliki warna. Hal ini menjadi kelemahan tersendiri dari metode
spektrofotometri visible.
Oleh karena itu, untuk sample yang tidak memiliki warna harus
terlebih dulu dibuat berwarna dengan menggunakan reagent spesifik
yang akan menghasilkan senyawa berwarna. Reagent yang digunakan
harus betul-betul spesifik hanya bereaksi dengan analat yang akan
dianalisa. Selain itu juga produk senyawa berwarna yang dihasilkan
harus benar-benar stabil (Riyadi, 2009).
Berikut adalah sifat-sifat yang harus dimiliki oleh reagen
pembentuk warna (chromogenik reagent):
1. Kestabilan dalam larutan. Pereaksi-pereaksi yang berubah sifatnya
dalam waktu beberapa jam, dapat menyebabkan timbulnya semacam
cendawan bila disimpan. Oleh sebab itu harus dibuat baru dan kurva
kalibarasi yang baru harus dibuat saat setiap kali analisis.
2. Pembentukan warna yang dianalisis harus cepat.
3. Reaksi dengan komponen yang dianalisa harus berlangsung secara
stoikiometrik.
4. Pereaksi tidak boleh menyerap cahaya dalam spektrum dimana
dilakukan pengukuran.
5. Pereaksi harus selektif dan spesifik (khas) untuk komponen yang
dianalisa, sehingga warna yang terjadi benar-benar merupakan ukuran
bagi komponen tersebut saja.
6. Tidak boleh ada gangguan-gangguan dari komponen-komponen lain
dalam larutan yang dapat mengubah zat pereaksi atau komponen
komponen yang dianalisa menjadi suatu bentuk atau kompleks yang
tidak berwarna, sehingga pembentukan warna yang dikehendaki tidak
sempurna.
7. Pereaksi yang dipakai harus dapat menimbulkan hasil reaksi berwarna
yang dikehendaki dengan komponen yang dianalisa, dalam pelarut
yang dipakai.
Setelah ditambahkan reagen atau zat pembentuk warna maka
larutan tersebut harus memiliki lima sifat di bawah ini :
1. Kestabilan warna yang cukup lama guna memungkinkan pengukuran
absorbansi dengan teliti. Ketidakstabilan, yang mengakibatkan
menyusutnya warna larutan (fading), disebabkan oleh oksidasi oleh
udara, penguraian secara fotokimia, pengaruh keasaman, suhu dan
jenis pelarut. Namun kadang-kadang dengan mengubah kondisi
larutan dapat diperoleh kestabilan yang lebih baik.
2. Warna larutan yang akan diukur harus mempunyai intensitas yang
cukup tinggi (warna harus cukup tua) yang berarti bahwa absortivitas
molarnya () besar. Hal ini dapat dikontrol dengan mengubah
pelarutnya. Dalam hal ini dengan memilih pereaksi yang memiliki
kepekaan yang cukup tinggi.
3. Warna larutan yang diukur sebaiknya bebas daripada pengaruh
variasi-variasi kecil kecil dalam nilai pH, suhu maupun kondisis-kondisi
yang lain.
4. Hasil reaksi yang berwarna ini harus larut dalam pelarut yang dipakai.
5. Sistem yang berwarna ini harus memenuhi Hukum Lambert-Beer.
(Wanibesak, E. 2011)











Gb 1. Spektrofotometer Visible tipe spectronic-20 lama yang sudah
jarang bahkan mungkin tidak diproduksi lagi









Gb 2. Spektrofotometer Visible tipe Spectronic-20 terbaru


Untuk mengukur konsentrasi DNA digunakan rumus sebagai berikut :

[DNA] = 260 x 50 x Faktor pengenceran
Keterangan :
260 = nilai absorbansi pada 260 nm
50 = larutan dengan nilai absorbansi 1,0 sebanding dengan 50 ug
untai ganda DNA per ml (dsDNA)

[RNA] = 260 x 40 x Faktor pengenceran
Keterangan :
40 = 40 ug/ml untai tunggal RNA (ssRNA)
(Fatchiyah, 2011).

2. Spektrofotometri UV- Vis (Ultraviolet Visible)
Spektrofotometri ini merupakan gabungan antara spektrofotometri
UV dan Visible. Sinar UV memiliki panjang gelombang 190-380 nm.
Karena sinar UV tidak dapat dideteksi oleh mata kita, maka senyawa
yang dapat menyerap sinar ini terkadang merupakan senyawa yang tidak
memiliki warna. Bening dan transparan.
Oleh karena itu, sample tidak berwarna tidak perlu dibuat
berwarna dengan penambahan reagent tertentu. Bahkan sample dapat
langsung dianalisa meskipun tanpa preparasi. Namun perlu diingat,
sampel keruh tetap harus dibuat jernih dengan filtrasi atau centrifugasi.
Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut
sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi.
Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber
cahaya UV dan sumber cahaya visible. Meskipun untuk alat yang lebih
canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber
UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator.
Untuk sistem spektrofotometri, UV-Vis paling banyak tersedia dan
paling populer digunakan. Kemudahan metode ini adalah dapat
digunakan baik untuk sample berwarna juga untuk sample tak berwarna
(Riyadi, 2011)
DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat
menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada
260 nm, sedang kontaminan protein atau phenol dapat menyerap
cahaya pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya
UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai
absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 (260/280),
dan nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0 (Fatchiyah, 2011). Jika
nilai melebihi 2,0 maka larutan yang diuji masih mengandung kontaminan
dari protein membran / senyawa lainnya sehingga kadar DNA plasmid
yang didapat belum murni. Jika kurang dari 1,8 maka ddH
2
O yang diambil
terlalu banyak sedangkan DNA yang diambil terlalu sedikit (Larasati,
2011).
Alat yang digunakan dalam uji ini dengan metode spektrofotometri
UV-Vis antara lain : mikropipet, kuvet, nanodrop spektrofotometer dan
seperangkat komputer. Bahan yang digunakan adalah isolat DNA dan
aquadest sebagai blanko. Cara kerja pengujian kuantitatif DNA diawali
dengan menghidukan alat nanodrop spektrofotometer. Kemudian
melakukan uji blanko menggunakan aquadest. Setelah itu dilanjutkan
dengan menguji isolat DNA dengan cara meneteskannya pada tempat
sampel sebanyak 1 mikroliter. Kemudian mengukur kemurnian DNA dan
baca hasil kemurnian DNA-nya.









Gb. Nanodrop Spektrofotometer

D. MANFAAT UJI KUANTITATIF DNA

Pengujian DNA secara kuantitatif ini diharapkan dapat
memberikan manfaat dalam penemuan materi genetik organisme, dimana
selanjutnya tulisan ini dapat dijadikan acuan dalam pengujian DNA terutama
komoditi tanaman perkebunan.


Sumber :
Anonim, 2011. Asam Deoksiribonukleat. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_
deoksiribonukleat. Diakses tanggal 24 September 2011.

Fatchiyah, 2011. Modul Pelatihan Analisis Fingerprinting DNA Tanaman
Dengan Metode RAPD. Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas
Brawijaya, Malang.

Larasati, P. 2011. Quantifikasi DNA dan Analisis Kualitas.
http://puspalarasati.wordpress.com. Diakses tanggal 22 September
2011.

Riyadi, W. 2009. Macam Spektrofotometri dan Perbedaannya (Vis, UV dan
IR). http://wahyuriyadi.blogspot.com. Diakses tanggal 23 September
2011.

Riyadi, W. 2009. Prinsip Dasar Spektrofotometer Visible.
http://wahyuriyadi.blogspot.com. Diakses tanggal 23 September
2011.


Wanibesak, E. 2011. Spektrofotometri Sinar tampak (Visible).
http://wanibesak.wordpress.com. Diakses tanggal 22 September
2011.

Вам также может понравиться