Вы находитесь на странице: 1из 10

1

Diagnosa dan Tatalaksana Abses Payudara


Ivan Laurentius S
102011265 / D3
Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6
FK UKRIDA 2011
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
E-mail: archgear@gmail.com

Pendahuluan
Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat
menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara,
infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil.

Anamnesis
Anamnesis didahului dengan pencatatan identitas pasien secara lengkap. Keluhan
utama penderita dapat berupa massa tumor di payudara, rasa sakit, cairan dari putting susu,
retraksi puting susu, adanya ekdem sekitar areola, keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan,
ulserasi atau adanya peau d orange, atau keluhan berupa pembesaran kelenjar getah bening
aksila atau tanda metastasis jauh. Khusus untuk kasus postpartum atau masa laktasi, hal-hal
yang berhubungan dengan produksi ASI dan intensitas bayi dalam proses menyusui perlu
ditanyakan. Apabila keluarnya ASI tidak lancer kemungkinan terjadinya mastitis akan makin
besar.
Adanya tumor ditentukan sejak beberapa lama, cepat atu tidak membesar, disertai
sakit atau tidak. Apabila ada benjolan disertai rasa nyeri, apakah ada hubungan dengan haid.
Menjelang hadi lebih nyeri dan tumor relatif lebih besar. Apakah sedang laktasi atau tidak.
Hal-hal lain yang perlu ditanyakan terhadap keluhan tumor payudara adalah yang
berhubungan dengan faktor risiko terhadap kanker payudara yaitu antara lain biasanya tumor
pada proses keganasan atau kanker payudara mempunyai ciri dengan batas yang irregular,
umumnya tanpa ada rasa nyeri, tumbuh progesif cepat membesar dan jika sudah lanjut akan
ditemukan tanda-tanda yang tercantum dalam kriteria operabilitas Haangesen.
Siklus haid mempengaruhi keluhan dan perubahan ukuran tumor. Apakah penderita
kawin atau tidak. Ditanyakan riwayat penyakit kanker dalam keluarga obat-obatan yang
2

pernah dipakai terutama yang bersifat hormonal, estrogen atau progesterone, apakah pernah
operasi payudara dan/atau operasi obstetrik-ginekologi. Hal berikut ini tergolong dalam
faktor risiko tinggi kanker payudara yaitu keadaan-keadaan di mana kemungkinan seorang
perempuan mendapat kanker payudara lebih tinggi daripada yang tidak mempunyai faktor
tersebut yaitu:
Usia > 30 tahun
Anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun (2 X)
Tidak kawin (2 4 X)
Menarke < 12 tahun (1,7 3,4 X)
Menopause terlambat > 55 tahun (2,5 5 X)
Pernah operasi tumor jinak payudara (3 5 X)
Mendapat terapi hormonal (estrogen + progesterone) yang lama (2,5 X)
Adanya kanker payudara kontralateral (3 9 X)
Operasi ginekologi (3 4 X)
Radiasi dada (2 3 X)
Riwayat keluarga (2 3 X)
Dengan mengetahui adanya faktor risiko pada seseorang diharapkan agar pasien lebih
waspada terhadap kelainan-kelainan yang ada pada payudara baik dengan rutin melakukan
SADARI maupun secara periodic memeriksakan kelainan payudara baik ada kelainan
maupun tidak ada kelainan kepada dokternya. Serta bagi dokter perlu melakukan
pemeriksaan fisik yang baik dan lege artis dan melakukan pemeriksaan mamografi dan
sonografi pada penderita yang memiliki risiko faktor tinggi.
Berdasarkan beberapa faktor risiko ini dan, melihat faktor yang ikut berperan pada
etiologi maka bukan tidak mungkin kanker payudara ini dapat pula dihindari (atau dicegah)
dalam arti yang terbatas. Tanda-tanda umum seperti berkurangnya nafsu makan dan
penurunan berat badan juga perlu diperhatikan.
1

Pemeriksaan Fisik

Karena organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan
progesterone, maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh hormonal
ini seminimal mungkin, satu minggu setelah haid. Ketepatan pemeriksaan untuk kanker
payudara secara klinis cukup tinggi dengan pemeriksaan fisik yang baik dan teliti. Karena
3

menjelang haid, jaringan payudara lebih edema atau membengkak akibat pengaruh hormone
dan di samping itu disertai rasa nyeri.
1
Pemeriksaan lengkap payudara oleh dokter dianjurkan setiap 2-3 tahun untuk wanita
berumur 20-30 tahun. Wanita >40 tahun paling sedikit memeriksakan diri setiap setahun
sekali. Dokter harus melakukan hal-hal berikut:
1. Lakukan inspeksi pada posisi pasien duduk, lengan di samping dengan cahaya yang
cukup. Mintalah pasien menekan tangannya pada pinggul (untuk menegangkan otot-
otot pektoralis) dan lanjutkan inspeksi. Dengan lengan diangkat ke atas kepala,
periksalah kedua payudara dan aksila. Akhirnya mintalah pasien menekuk tubuhnya
ke depan dari posisi tegak untuk memperlihatkan adanya ketidakteraturan atau lesung
(dimple) pada saat payudara jatuh ke depan. Dokter harus mencari kelainan-kelainan
seperti yang dicari pasien (misalnya asimetri, massa, retraksi puting, retraksi kulit atau
perubahan lain). Seringkali cahaya yang miring sangat menolong untuk memastikan
lesung di permukaan.
2. Dengan posisi duduk, mintalah pasien merentangkan lengannya 60-90. Rabalah
dengan cermat setiap aksila menggunakan bagian datar dari jari-jari. Palpasi dari
samping-ke-samping dan dari atas-ke-bawah mungkin diperlukan sesuai dengan
konfigurasi payudara.
3. Dalam posisi pasien terlentang dan lengan berada di atas kepala, lakukan kembali
inspeksi payudara. Periksa ulang aksila dengan lengan pasien sedikit terentang dan
rabalah payudara di antara jari-jari pemeriksa. Akhirnya dengan lengan pasien
relaksasi ke samping, rabalah setiap kuadran payudara dengan cermat melalui
penekanan terhadap dinding dada. Rabalah payudara satu per satu, pertahankan jari-
jari datar terhadap payudara dan rabalah secara cermat dengan tekanan yang lembut.
Tekanlah daerah di bawah areola dan putting dengan lembut menggunakan ibu jari
dan jari telunjuk untuk mendeteksi massa dan menilai adanya cairan. Jika terdapat
sekret puting, harus dibuat apusan pada gelas objek dan difiksasi untuk pemeriksaan
sitologik.
2


Palpasi ini dilakukan dengan mempergunakan falang distal dan falang medial jari II,
III, IV dan dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke-2 sampai ke distal
setinggi iga ke-6 dan jangan pula dilupakan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil.
Dapat juga sistematisasi ini dari tepi ke sentral (sentrifugal) berakhir di daera papil. Terakhir
dilakukan pemeriksaan apakah ada cairan keluar dari papil dengan menekan daerah sekitar
4

papil. Pemeriksaan dengan rabaan yang halus akan lebih teliti daripada dengan rabaan
tekanan keras. Rabaan yang haslu akan dapat membedakan kepadatan massa payudara.
Tumor adalah massa yang padat dalam payudara dan mempunyai ukuran tiga dimensi.
1

Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan utama dalam mengevaluasi mastitis dan perlu
dilakukan pertama kali. Pemeriksaan ini hanya sedikit menekan dan seharusnya bisa
ditoleransi pasien pada inflamasi stase akut. Ultrasonografi dapat membedakan edema
inflamasi difus yang diterapi secara medikamentosa dari pembentukan abses yang
memerlukan drainase. Selain itu, pada karsinoma inflamasi yang menyerupai mastitis, massa
solid malignan yang dapat tidak terdeteksi dengan mamografi atau pemeriksaan fisik
terkadang dapat terlihat melalui ultrasonografi dan biopsy terpandu USG.
Mamografi tidak mungkin dilakukan pada mastitis akut karena rasa nyeri yang sangat,
dan penggunaannya juga terbatas untuk kanker inflamasi karena edema yang sangat
menyerap sinar X-ray dan payudara yang sulit ditekan. Mamografi baru dilakukan setelah
proses inflamasi mereda dan rasa nyeri pada payudara sudah banyak berkurang.
Pada wanita muda dengan mastitis purpural atau abses, mammografi dapat dilakukan,
sebagai studi evaluasi, ketika pasien kembali untuk pemeriksaan follow-up. Akan tetapi bila
antibiotika kurang bermanfaat dan karsinoma inflamasi tetap menjadi masalah, mamografi
perlu dilakukan secepat mungkin. Bila mikrokalsifikasi terlihat sebagai petanda kanker, ini
harusnya terlihat dengan faktor paparan radiografi sesuai dan penekanan dapat dilakukan.
Bila edema masih tetap ada, massa akan sulit dicitrakan, sehingga hasil ultrasonografi,
beserta hasil mamografi bila baik, dapat diandalkan.
MRI tidak diperlukan pada pemeriksaan awal mastitis dan abses. Baik tumor maupun
abses akan memberikan gambaran enhancement setelah administrasi agen kontras
gadolinium; di mana ultrasonogradi lebih hemat biaya dan lebih baik untuk mendiagnosa dan
mengobati abses.
3

Diagnosis Kerja
Diagnosis abses payudara ditegakkan dengan adanya tanda fluktuasi dan nyeri pada
palpasi disertai eritema di sekitarnya. Pemeriksaan ultrasonografi dapat juga digunakan untuk
mendeteksi adanya abses.
4
Pada pemeriksaan Imaging dapat ditemukan hal-hal berikut:
a. Keadaan umum
5

Ciri diagnostik: terasa hangat dan adanya massa pada palpasi di sekitar putting serta
terlihat edema pada USG
Lokasi: biasanya di subareolar, dapat juga di perifer.
Ukuran: bervariasi; sering 2-4 cm tapi bias 10-12 cm
Morfologi: Massa irregular dengan batas kabur; focal asimetri pada mamografi
b. Pencitraan Ultrasonografi
Massa hipoechoic dengan tekstur heterogen
Massa kistik-solid kompleks; dapat disertai dinding atau batas-batas yang tebal
Tonjolan ringan menunjukan adanya pergerakan material purulen yang kental pada
rongga abses
Udara dapat ada di dalam rongga abses
c. Pencitraan Mamografi
Tidak berbatas tegas, massa non-kalsifikasi atau fokal asimetris
Trabecular sekitar yang menebal akibat edema
Sering pada subareolar atau periareolar
Mamografi tidak diindikasikan pada wanita menyusui atau wanita muda (<30 tahun).
5


Diagnosis Banding
1. Mastitis
Peradangan parenkimatosa kelenjar mamaria merupakan penyulit antepartum yang
jarang terjadi, tetapu kadang-kadang dijumpai selama masa nifas dan menyusui. Gejala
mastitis supuratif jarang muncul sebelum akhir minggu pertama masa nifas dan biasanya
muncul sebelum minggu ketiga atau keempat. Peradangan biasanya didahului oleh
pembengkakan hebat, yang tanda awalnya adalah menggigil dan segera diikuti oleh
peningkatan suhu dan denyut nadi. Payudara mengeras dan memerah, dan pasien mengeluh
nyeri.
Sejauh ini, organisme penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus. Sumber
stafilokokus yang menyebabkan mastitis hampir selalu adalah hidung dan tenggorokan bayi
yang menyusu. Pada saat menyusui, organisme masuk ke dalam payudara melalui fisura atau
aberasi di putting payudara, yang mungkin berukuran kecil.
Antimikroba telah banyak memperbaiki prognosis mastitis puerpurium akut. Infeksi
biasanya dapat dihilangkan dalam 48 jam asalkan terapi antimikroba dimulai sebelum terjadi
supurasi. Jika ditegakkan diagnosis mastitis supuratif, proses menyusui harus dihentikan
6

karena dapat menimbulkan nyeri hebat dan air susu telah terinfeksi; selain itu, bayi sering
mengandung organisme penyebab sehingga dapat menimbulkan infeksi.
6

2. Fibroadenoma
Fibroadenoma adalah neoplasma jinak payudara terbanyak. Tumor ini cenderung
muncul pada perempuan muda dengan frekuensi paling tinggi pada usia 21-25 tahun. Pasien
biasanya mengeluhkan massa di payudara yang mungkin ditemukan pada saat pemeriksaan
payudara. Massa cenderung licin, berbatas tegas, padat, mobil, dan konsistensinya seperti
karet. Kista yang sangat besar dan tegang juga dapat memberikan gambaran serupa, maka
dapat digunakan sonografi untuk membedakan massa kistik dan padat. Aspirasi jarum halus
akan memastikan diagnosis.
Sebagian fibroadenoma akan berespons terhadap terapi medikamentosa dengan
danazol atau tamoksifen, tetapi terapi definitif biasanya berupa eksisi tumor biasa.
6

Epidemiologi
Pada penelitian berbasis populasi pada hampir 1,5 juta wanita Swedia, didapatkan
insiden abses payudara sebesar 0,1 persen. Dicurigai abses jika penurunan demam tidak
terjadi dalam 48 sampai 72 jam setelah terapi mastitis, atau teraba massa.
7

Abses payudara umumnya terjadi sebagai komplikasi dari mastitis. Kejadian mastitis
berkisar 2 33% ibu meneteki dan lebih kurang 10% kasus mastitis akan berkembang
menjadi abses.
4

Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit
yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk
ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu).
Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-
3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa
minggu pertama setelah melahirkan.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan
menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di
dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati.
Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi.
Suatu Infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara :
7

Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril.
Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.
Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
Terdapat gangguan sistem kekebalan.
Abses Payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat adanya infeksi payudara.
Infeksi ini paling sering terjadi selama menyusui, akibat masuknya bakteri ke jaringan
payudara. Peradangan atau infeksi payudara atau yang disebut mastitis dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri, perembesan sekresi melalui fisura di putting, dan dermatitis yang mengenai
putting. Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu
melalui sobekan atau retakan dikulit (biasanya pada putting susu). Abses payudara bisa
terjadi disekitar putting, bisa juga diseluruh payudara.
7

Patofisiologi
Luka atau lesi pada putting terjadi, terjadi peradangan, organisme masuk (organisme
ini biasanya dari mulut bayi), mengakibatkan pengeluaran susu terhambat walaupun produksi
susu normal, sehingga terjadi penyumbatan duktus dan terbentuk abses.
Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam
seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan mamografi atau biopsi payudara.
Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah
sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi bses dalam, bisa dilakukan
pemeriksaan roentgen, USG atau CT scan.
Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan sendirinya san
mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh
menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan
bisa meninggalkan benjolan yang keras.
8

Manifestasi Klinis
8

Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ
atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara di antaranya:
Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika disentuh,
membengkak, dan adanya nyeri tekan).
Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak
sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih
putih karena kulit di atasnya menipis.
Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah)
Gatal-gatal
Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang
terkena.
9


Penatalaksanaan
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk
dan dikeluarkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir
areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.
a. Pecahkan kantong PUS dengan tissu forceps atau jari tangan
b. Pasang tampan dan drain untuk mengeringkan nanah
c. Tampan dan drain diangkat setelah 24 jam
d. Karena penyebab utamanya Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin dengan
dosis tinggi, biasanya dengan dosis 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari
e. Dapat diberikan parasetamol 500 mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan.
f. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15 20 menit, 4 kali/hari.
g. Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena
untuk mencegah pembengkakan payudara.
h. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan istirahat yang
cukup.
7,8


Bila abses telah terbentuk pus harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan insisi dan
penyaliran, yang biasanya membutuhkan anastesi umum, tetapi dapat juga dikeluarkan
melalui aspirasi, dengan tuntunan ultrasonografi. Ultrasonografi berguna sebagai alat
diagnostik abses payudara dengan dilakukan secara menyeluruh aspirasi pus dengan
9

bimbingan ultrasonografi dapat bersifat kuratif. Hal ini kurang nyeri dan melukai
dibandingkan insisi dan penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anastesi lokal, hal ini sering
dilakukan pada pasien yang menjalani rawat jalan.
Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan sensitivitas organisme biasanya
dibutuhkan sebagai tambahan. Namun antibiotik saja tanpa dilakukannya pengeluaran pus
tidak mempunyai arti. Sebab dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri
patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar antibiotik
yang efektif dalam jaringan terinfeksi
Sebagai upaya pencegahan dapat diterapkan beberapa hal berikut:
a. Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal yang
sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffmans exercises dapat
dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada
areola. Dua ruas jari atau satu jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi putting susu
dan kulit dengan lembut ditarik dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini
diulang dengan arah horizontal, lakukan pada keduanya beberapa kali. Jika latihan ini
dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu mengeluarkan puting susu.
b. Metode alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di
dalam bra pada saat kehamilan
c. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui.
d. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara.
e. Hentikan meyusui pada payudara yang mengalami abses tetapi ASI tetap harus
dikeluarkan.
f. Jaga payudara bersih dengan mencucinya setiap hari dengan sabun ringan dan air.
g. Menyeka sekresi kering dan lembut payudara secara menyeluruh dengan handuk
bersih.
h. Pada akhir pekan, memungkinkan payudara kering secara alami di udara.
i. Oleskan krim lanolin setiap hari pada putting dan areola untuk mncegah mereka dari
cracking.
10


Prognosis
Tingkat rekurensi abses payudara cukup tinggi (39-50% dengan tatalaksana umum).
Pasiesn setelah fistulektomi memiliki tingkat rekurensi yang lebih rendah.

Komplikasi
10

Abses payudara merupakan komplikasi dari mastitis. Abses payudara dapat
menyebabkan infeksi rekuren atau kronik dan pembentukan jaringan sikatrik.

Kesimpulan
Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya
disebabkan oleh infeksi pada payudara. Diagnosa abses payudara ditegakkan berdasarkan
anamnesa dan pemeriksaan fisik payudara, serta pemeriksaan penunjang ultrasonografi. Pus
pada abses payudara perlu dikeluarkan dengan cara insisi dan/atau aspirasi disertai pemerian
antibiotic dan analgesik yang sesuai.

Daftar Pustaka
1. Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editors. Ilmu Kandungan. 3
rd
ed. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.h.409-10.
2. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2009.h.475-8.
3. Madjar H, Mendelson EB. The Practice of Breast Ultrasound. 2
nd
ed. New York: Thieme
Publishing Group; 2008.p.138-9.
4. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.652-3.
5. Berg WA, Birdwell RL, Gombos EC, Wang S, Parkinson BT, Raza S, et.al. Diagnostic
Imaging Breast. Utah: Amyris Inc; 2006.
6. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2011.h.127,457.
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
Williams. Vol 1. 23rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.681-3.
8. Decherney AH, Goodwin TM, Nathan L, Laufer N. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics & Gynecology. 10th ed. Singapore: The McGraw-Hill
Companies;2007.p.1037.
9. Hollingworth T. Diagnosis Banding dalam Obstetri & Ginekologi A-Z. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2012.h.11.
10. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.h.109-10

Вам также может понравиться