Ivan Laurentius S 102011265 / D3 Mahasiswa FK UKRIDA Semester 6 FK UKRIDA 2011 Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510 E-mail: archgear@gmail.com
Pendahuluan Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil.
Anamnesis Anamnesis didahului dengan pencatatan identitas pasien secara lengkap. Keluhan utama penderita dapat berupa massa tumor di payudara, rasa sakit, cairan dari putting susu, retraksi puting susu, adanya ekdem sekitar areola, keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atau adanya peau d orange, atau keluhan berupa pembesaran kelenjar getah bening aksila atau tanda metastasis jauh. Khusus untuk kasus postpartum atau masa laktasi, hal-hal yang berhubungan dengan produksi ASI dan intensitas bayi dalam proses menyusui perlu ditanyakan. Apabila keluarnya ASI tidak lancer kemungkinan terjadinya mastitis akan makin besar. Adanya tumor ditentukan sejak beberapa lama, cepat atu tidak membesar, disertai sakit atau tidak. Apabila ada benjolan disertai rasa nyeri, apakah ada hubungan dengan haid. Menjelang hadi lebih nyeri dan tumor relatif lebih besar. Apakah sedang laktasi atau tidak. Hal-hal lain yang perlu ditanyakan terhadap keluhan tumor payudara adalah yang berhubungan dengan faktor risiko terhadap kanker payudara yaitu antara lain biasanya tumor pada proses keganasan atau kanker payudara mempunyai ciri dengan batas yang irregular, umumnya tanpa ada rasa nyeri, tumbuh progesif cepat membesar dan jika sudah lanjut akan ditemukan tanda-tanda yang tercantum dalam kriteria operabilitas Haangesen. Siklus haid mempengaruhi keluhan dan perubahan ukuran tumor. Apakah penderita kawin atau tidak. Ditanyakan riwayat penyakit kanker dalam keluarga obat-obatan yang 2
pernah dipakai terutama yang bersifat hormonal, estrogen atau progesterone, apakah pernah operasi payudara dan/atau operasi obstetrik-ginekologi. Hal berikut ini tergolong dalam faktor risiko tinggi kanker payudara yaitu keadaan-keadaan di mana kemungkinan seorang perempuan mendapat kanker payudara lebih tinggi daripada yang tidak mempunyai faktor tersebut yaitu: Usia > 30 tahun Anak pertama lahir pada usia ibu > 35 tahun (2 X) Tidak kawin (2 4 X) Menarke < 12 tahun (1,7 3,4 X) Menopause terlambat > 55 tahun (2,5 5 X) Pernah operasi tumor jinak payudara (3 5 X) Mendapat terapi hormonal (estrogen + progesterone) yang lama (2,5 X) Adanya kanker payudara kontralateral (3 9 X) Operasi ginekologi (3 4 X) Radiasi dada (2 3 X) Riwayat keluarga (2 3 X) Dengan mengetahui adanya faktor risiko pada seseorang diharapkan agar pasien lebih waspada terhadap kelainan-kelainan yang ada pada payudara baik dengan rutin melakukan SADARI maupun secara periodic memeriksakan kelainan payudara baik ada kelainan maupun tidak ada kelainan kepada dokternya. Serta bagi dokter perlu melakukan pemeriksaan fisik yang baik dan lege artis dan melakukan pemeriksaan mamografi dan sonografi pada penderita yang memiliki risiko faktor tinggi. Berdasarkan beberapa faktor risiko ini dan, melihat faktor yang ikut berperan pada etiologi maka bukan tidak mungkin kanker payudara ini dapat pula dihindari (atau dicegah) dalam arti yang terbatas. Tanda-tanda umum seperti berkurangnya nafsu makan dan penurunan berat badan juga perlu diperhatikan. 1
Pemeriksaan Fisik
Karena organ payudara dipengaruhi oleh faktor hormonal antara lain estrogen dan progesterone, maka sebaiknya pemeriksaan payudara dilakukan di saat pengaruh hormonal ini seminimal mungkin, satu minggu setelah haid. Ketepatan pemeriksaan untuk kanker payudara secara klinis cukup tinggi dengan pemeriksaan fisik yang baik dan teliti. Karena 3
menjelang haid, jaringan payudara lebih edema atau membengkak akibat pengaruh hormone dan di samping itu disertai rasa nyeri. 1 Pemeriksaan lengkap payudara oleh dokter dianjurkan setiap 2-3 tahun untuk wanita berumur 20-30 tahun. Wanita >40 tahun paling sedikit memeriksakan diri setiap setahun sekali. Dokter harus melakukan hal-hal berikut: 1. Lakukan inspeksi pada posisi pasien duduk, lengan di samping dengan cahaya yang cukup. Mintalah pasien menekan tangannya pada pinggul (untuk menegangkan otot- otot pektoralis) dan lanjutkan inspeksi. Dengan lengan diangkat ke atas kepala, periksalah kedua payudara dan aksila. Akhirnya mintalah pasien menekuk tubuhnya ke depan dari posisi tegak untuk memperlihatkan adanya ketidakteraturan atau lesung (dimple) pada saat payudara jatuh ke depan. Dokter harus mencari kelainan-kelainan seperti yang dicari pasien (misalnya asimetri, massa, retraksi puting, retraksi kulit atau perubahan lain). Seringkali cahaya yang miring sangat menolong untuk memastikan lesung di permukaan. 2. Dengan posisi duduk, mintalah pasien merentangkan lengannya 60-90. Rabalah dengan cermat setiap aksila menggunakan bagian datar dari jari-jari. Palpasi dari samping-ke-samping dan dari atas-ke-bawah mungkin diperlukan sesuai dengan konfigurasi payudara. 3. Dalam posisi pasien terlentang dan lengan berada di atas kepala, lakukan kembali inspeksi payudara. Periksa ulang aksila dengan lengan pasien sedikit terentang dan rabalah payudara di antara jari-jari pemeriksa. Akhirnya dengan lengan pasien relaksasi ke samping, rabalah setiap kuadran payudara dengan cermat melalui penekanan terhadap dinding dada. Rabalah payudara satu per satu, pertahankan jari- jari datar terhadap payudara dan rabalah secara cermat dengan tekanan yang lembut. Tekanlah daerah di bawah areola dan putting dengan lembut menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk mendeteksi massa dan menilai adanya cairan. Jika terdapat sekret puting, harus dibuat apusan pada gelas objek dan difiksasi untuk pemeriksaan sitologik. 2
Palpasi ini dilakukan dengan mempergunakan falang distal dan falang medial jari II, III, IV dan dikerjakan secara sistematis mulai dari kranial setinggi iga ke-2 sampai ke distal setinggi iga ke-6 dan jangan pula dilupakan pemeriksaan daerah sentral subareolar dan papil. Dapat juga sistematisasi ini dari tepi ke sentral (sentrifugal) berakhir di daera papil. Terakhir dilakukan pemeriksaan apakah ada cairan keluar dari papil dengan menekan daerah sekitar 4
papil. Pemeriksaan dengan rabaan yang halus akan lebih teliti daripada dengan rabaan tekanan keras. Rabaan yang haslu akan dapat membedakan kepadatan massa payudara. Tumor adalah massa yang padat dalam payudara dan mempunyai ukuran tiga dimensi. 1
Pemeriksaan Penunjang Ultrasonografi merupakan pemeriksaan utama dalam mengevaluasi mastitis dan perlu dilakukan pertama kali. Pemeriksaan ini hanya sedikit menekan dan seharusnya bisa ditoleransi pasien pada inflamasi stase akut. Ultrasonografi dapat membedakan edema inflamasi difus yang diterapi secara medikamentosa dari pembentukan abses yang memerlukan drainase. Selain itu, pada karsinoma inflamasi yang menyerupai mastitis, massa solid malignan yang dapat tidak terdeteksi dengan mamografi atau pemeriksaan fisik terkadang dapat terlihat melalui ultrasonografi dan biopsy terpandu USG. Mamografi tidak mungkin dilakukan pada mastitis akut karena rasa nyeri yang sangat, dan penggunaannya juga terbatas untuk kanker inflamasi karena edema yang sangat menyerap sinar X-ray dan payudara yang sulit ditekan. Mamografi baru dilakukan setelah proses inflamasi mereda dan rasa nyeri pada payudara sudah banyak berkurang. Pada wanita muda dengan mastitis purpural atau abses, mammografi dapat dilakukan, sebagai studi evaluasi, ketika pasien kembali untuk pemeriksaan follow-up. Akan tetapi bila antibiotika kurang bermanfaat dan karsinoma inflamasi tetap menjadi masalah, mamografi perlu dilakukan secepat mungkin. Bila mikrokalsifikasi terlihat sebagai petanda kanker, ini harusnya terlihat dengan faktor paparan radiografi sesuai dan penekanan dapat dilakukan. Bila edema masih tetap ada, massa akan sulit dicitrakan, sehingga hasil ultrasonografi, beserta hasil mamografi bila baik, dapat diandalkan. MRI tidak diperlukan pada pemeriksaan awal mastitis dan abses. Baik tumor maupun abses akan memberikan gambaran enhancement setelah administrasi agen kontras gadolinium; di mana ultrasonogradi lebih hemat biaya dan lebih baik untuk mendiagnosa dan mengobati abses. 3
Diagnosis Kerja Diagnosis abses payudara ditegakkan dengan adanya tanda fluktuasi dan nyeri pada palpasi disertai eritema di sekitarnya. Pemeriksaan ultrasonografi dapat juga digunakan untuk mendeteksi adanya abses. 4 Pada pemeriksaan Imaging dapat ditemukan hal-hal berikut: a. Keadaan umum 5
Ciri diagnostik: terasa hangat dan adanya massa pada palpasi di sekitar putting serta terlihat edema pada USG Lokasi: biasanya di subareolar, dapat juga di perifer. Ukuran: bervariasi; sering 2-4 cm tapi bias 10-12 cm Morfologi: Massa irregular dengan batas kabur; focal asimetri pada mamografi b. Pencitraan Ultrasonografi Massa hipoechoic dengan tekstur heterogen Massa kistik-solid kompleks; dapat disertai dinding atau batas-batas yang tebal Tonjolan ringan menunjukan adanya pergerakan material purulen yang kental pada rongga abses Udara dapat ada di dalam rongga abses c. Pencitraan Mamografi Tidak berbatas tegas, massa non-kalsifikasi atau fokal asimetris Trabecular sekitar yang menebal akibat edema Sering pada subareolar atau periareolar Mamografi tidak diindikasikan pada wanita menyusui atau wanita muda (<30 tahun). 5
Diagnosis Banding 1. Mastitis Peradangan parenkimatosa kelenjar mamaria merupakan penyulit antepartum yang jarang terjadi, tetapu kadang-kadang dijumpai selama masa nifas dan menyusui. Gejala mastitis supuratif jarang muncul sebelum akhir minggu pertama masa nifas dan biasanya muncul sebelum minggu ketiga atau keempat. Peradangan biasanya didahului oleh pembengkakan hebat, yang tanda awalnya adalah menggigil dan segera diikuti oleh peningkatan suhu dan denyut nadi. Payudara mengeras dan memerah, dan pasien mengeluh nyeri. Sejauh ini, organisme penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus. Sumber stafilokokus yang menyebabkan mastitis hampir selalu adalah hidung dan tenggorokan bayi yang menyusu. Pada saat menyusui, organisme masuk ke dalam payudara melalui fisura atau aberasi di putting payudara, yang mungkin berukuran kecil. Antimikroba telah banyak memperbaiki prognosis mastitis puerpurium akut. Infeksi biasanya dapat dihilangkan dalam 48 jam asalkan terapi antimikroba dimulai sebelum terjadi supurasi. Jika ditegakkan diagnosis mastitis supuratif, proses menyusui harus dihentikan 6
karena dapat menimbulkan nyeri hebat dan air susu telah terinfeksi; selain itu, bayi sering mengandung organisme penyebab sehingga dapat menimbulkan infeksi. 6
2. Fibroadenoma Fibroadenoma adalah neoplasma jinak payudara terbanyak. Tumor ini cenderung muncul pada perempuan muda dengan frekuensi paling tinggi pada usia 21-25 tahun. Pasien biasanya mengeluhkan massa di payudara yang mungkin ditemukan pada saat pemeriksaan payudara. Massa cenderung licin, berbatas tegas, padat, mobil, dan konsistensinya seperti karet. Kista yang sangat besar dan tegang juga dapat memberikan gambaran serupa, maka dapat digunakan sonografi untuk membedakan massa kistik dan padat. Aspirasi jarum halus akan memastikan diagnosis. Sebagian fibroadenoma akan berespons terhadap terapi medikamentosa dengan danazol atau tamoksifen, tetapi terapi definitif biasanya berupa eksisi tumor biasa. 6
Epidemiologi Pada penelitian berbasis populasi pada hampir 1,5 juta wanita Swedia, didapatkan insiden abses payudara sebesar 0,1 persen. Dicurigai abses jika penurunan demam tidak terjadi dalam 48 sampai 72 jam setelah terapi mastitis, atau teraba massa. 7
Abses payudara umumnya terjadi sebagai komplikasi dari mastitis. Kejadian mastitis berkisar 2 33% ibu meneteki dan lebih kurang 10% kasus mastitis akan berkembang menjadi abses. 4
Etiologi Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan pada kulit yang normal (Staphylococcus aureus). Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya pada puting susu). Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1- 3 bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan. Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu. Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan payudara lebih mudah mengalami infeksi. Suatu Infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara : 7
Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain. Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses. Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika : Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi. Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang. Terdapat gangguan sistem kekebalan. Abses Payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat adanya infeksi payudara. Infeksi ini paling sering terjadi selama menyusui, akibat masuknya bakteri ke jaringan payudara. Peradangan atau infeksi payudara atau yang disebut mastitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, perembesan sekresi melalui fisura di putting, dan dermatitis yang mengenai putting. Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau retakan dikulit (biasanya pada putting susu). Abses payudara bisa terjadi disekitar putting, bisa juga diseluruh payudara. 7
Patofisiologi Luka atau lesi pada putting terjadi, terjadi peradangan, organisme masuk (organisme ini biasanya dari mulut bayi), mengakibatkan pengeluaran susu terhambat walaupun produksi susu normal, sehingga terjadi penyumbatan duktus dan terbentuk abses. Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan mamografi atau biopsi payudara. Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi bses dalam, bisa dilakukan pemeriksaan roentgen, USG atau CT scan. Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses pecah dengan sendirinya san mengeluarkan isinya. Kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi. Abses tidak pecah dan bisa meninggalkan benjolan yang keras. 8
Manifestasi Klinis 8
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara di antaranya: Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika disentuh, membengkak, dan adanya nyeri tekan). Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit di atasnya menipis. Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise. Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah) Gatal-gatal Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena. 9
Penatalaksanaan Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI. a. Pecahkan kantong PUS dengan tissu forceps atau jari tangan b. Pasang tampan dan drain untuk mengeringkan nanah c. Tampan dan drain diangkat setelah 24 jam d. Karena penyebab utamanya Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin dengan dosis tinggi, biasanya dengan dosis 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari e. Dapat diberikan parasetamol 500 mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan. f. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15 20 menit, 4 kali/hari. g. Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena untuk mencegah pembengkakan payudara. h. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup. 7,8
Bila abses telah terbentuk pus harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan insisi dan penyaliran, yang biasanya membutuhkan anastesi umum, tetapi dapat juga dikeluarkan melalui aspirasi, dengan tuntunan ultrasonografi. Ultrasonografi berguna sebagai alat diagnostik abses payudara dengan dilakukan secara menyeluruh aspirasi pus dengan 9
bimbingan ultrasonografi dapat bersifat kuratif. Hal ini kurang nyeri dan melukai dibandingkan insisi dan penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anastesi lokal, hal ini sering dilakukan pada pasien yang menjalani rawat jalan. Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan sensitivitas organisme biasanya dibutuhkan sebagai tambahan. Namun antibiotik saja tanpa dilakukannya pengeluaran pus tidak mempunyai arti. Sebab dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi Sebagai upaya pencegahan dapat diterapkan beberapa hal berikut: a. Beberapa ibu memiliki puting susu yang rata dan membuat menyusui adalah hal yang sulit atau tidak mungkin. Untuk memperbaiki hal ini, Hoffmans exercises dapat dimulai sejak 38 minggu kehamilan. Oles sedikit pelicin (contoh Vaseline) pada areola. Dua ruas jari atau satu jari dan jempol diletakkan sepanjang sisi putting susu dan kulit dengan lembut ditarik dengan arah horizontal. Kemudian, gerakan ini diulang dengan arah horizontal, lakukan pada keduanya beberapa kali. Jika latihan ini dilakukan beberapa kali per hari, akan membantu mengeluarkan puting susu. b. Metode alternatif adalah penarikan puting susu, digunakan pada lapisan khusus di dalam bra pada saat kehamilan c. Puting susu dan payudara harus dibersihkan sebelum dan setelah menyusui. d. Hindari pakaian yang menyebabkan iritasi pada payudara. e. Hentikan meyusui pada payudara yang mengalami abses tetapi ASI tetap harus dikeluarkan. f. Jaga payudara bersih dengan mencucinya setiap hari dengan sabun ringan dan air. g. Menyeka sekresi kering dan lembut payudara secara menyeluruh dengan handuk bersih. h. Pada akhir pekan, memungkinkan payudara kering secara alami di udara. i. Oleskan krim lanolin setiap hari pada putting dan areola untuk mncegah mereka dari cracking. 10
Prognosis Tingkat rekurensi abses payudara cukup tinggi (39-50% dengan tatalaksana umum). Pasiesn setelah fistulektomi memiliki tingkat rekurensi yang lebih rendah.
Komplikasi 10
Abses payudara merupakan komplikasi dari mastitis. Abses payudara dapat menyebabkan infeksi rekuren atau kronik dan pembentukan jaringan sikatrik.
Kesimpulan Abses payudara adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Diagnosa abses payudara ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik payudara, serta pemeriksaan penunjang ultrasonografi. Pus pada abses payudara perlu dikeluarkan dengan cara insisi dan/atau aspirasi disertai pemerian antibiotic dan analgesik yang sesuai.
Daftar Pustaka 1. Anwar M, Baziad A, Prabowo RP, editors. Ilmu Kandungan. 3 rd ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.h.409-10. 2. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.475-8. 3. Madjar H, Mendelson EB. The Practice of Breast Ultrasound. 2 nd ed. New York: Thieme Publishing Group; 2008.p.138-9. 4. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.h.652-3. 5. Berg WA, Birdwell RL, Gombos EC, Wang S, Parkinson BT, Raza S, et.al. Diagnostic Imaging Breast. Utah: Amyris Inc; 2006. 6. Gant NF, Cunningham FG. Dasar-dasar Ginekologi & Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2011.h.127,457. 7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri Williams. Vol 1. 23rd ed. Jakarta: Balai Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009.h.681-3. 8. Decherney AH, Goodwin TM, Nathan L, Laufer N. Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. 10th ed. Singapore: The McGraw-Hill Companies;2007.p.1037. 9. Hollingworth T. Diagnosis Banding dalam Obstetri & Ginekologi A-Z. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;2012.h.11. 10. Saleha. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.h.109-10