Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascula. Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2000). Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara industri di Eropa (Jauch, 2005). Bila dapat diselamatkan, kadang-kadang si penderita mengalami kelumpuhan pada anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya. Untuk menggarisbawahi betapa seriusnya stroke ini, beberapa tahun belakangan ini telah semakin populer istilah serangan otak. Istilah ini berpadanan dengan istilah yang sudah dikenal luas, "serangan jantung". stroke terjadi karena cabang pembuluh darah terhambat oleh emboli. emboli bisa berupa kolesterol atau mungkin udara. Stroke adalah sindrom berupa klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peradaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA) (Arif Mansjoer, 2000).
Patofisiologi
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot- Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005). Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein -amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan. Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy (Gilroy, 2000; Ropper, 2005; O'Donnel, 2000). Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya perdarahan dari suatu AVM (Caplan,2000; Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Klasifikasi Stroke Secara umum stroke dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu : 1. Stroke Hemoragik ( Perdarahan otak) Stroke perdarahan disebabkan paerdarahan suatu arteri serebralis yang disebut hemoragi, yang terdiri dari 2 jenis, yaitu : a) Perdarahan Intraserebral Yaitu pecahnya pembuluh darah intrserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak atau sering disebut dengan perdarahan langsung ke dalam otak. b) Perdarahan sub Archnoid Yaitu masuknya darah ke ruang sub arachnoid baik dari tempat lain maupun berasal dari rongga sub arachnoid itu sendiri. 2. Stroke non Perdarahan Stroke non perdarahan adalah cedera pada jaringan otak yang disebabkan oleh terhambat atau terhentinya suplai darah dan nutrisi (0 2 ) ke otak. a) Transcient Ischemic Attack (TIA) Yaitu serangan iskemik sepintas yang berlangsung hanya dalam hitungan menit sampai sehari penuh ( misalnya kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama, tetapi 15 menit kemudian pulih kembali). b) Trombosis Serebral Dapat terjadi akibat proses penyempitan (arteriosclerosis) pembuluh nadi otak dengan derajat sedang atau berat. Keadaan ini sangat berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat pula ditimbulkan oleh tekanan darah tinggi dan disertai factor resiko lain seperti diabetes mellitus serta kadar lemak, termasuk kolesterol yang tinggi di dalam darah. Jika pembuluh nadi sakit, aliran serta sifat darah akan mengalami perubahan dan trombosis akan terjadi. Hal ini disebabkan karena keeping-keping darah (trombosit) aktifitasnya meningkat dan melekat pada suatu daerah yang kasar di sebelah dalam pembuluh nadi. Kemudian semakin banyak trombosit melekatt, dan di dalam cairan darah yang disebut plasma, yang kemudian terjadi sejumlah perubahan sampai akhirnya terbentuk suatu thrombus (bekuan darah), dimana proses ini dikenal sebagai peristiwa koagulasi. Trombosis yang melekat pada dinding arteri dapat mengakibatkan sumbatan yang lebih berat lagi, hingga hal inilah yang menyebabkan seseorang terserang stroke. c) Embolisme Cerebral Yakni bekuan darah yang terbentuk di tempat lain (misalnya dalam jantung atau dalam salah satu pembuluh nadi utama yang memperdarahi otak) terlepas dari tempatnya melekat, kemudian membentuk embolus, terbawa darah ke dalam otak, dan akhirnya macet di dalam salah satu pembuluh nadi otak (Thomas, 1995). Emboli merupakan fragmen thrombus yang terlepas dari dinding arteri dan ikut bersama aliran darah hingga mencapai arteri kecil dan terjebak di sana sehingga tidak bias lepas dan menyebabkan timbulnnya sumbatan / terhentinya darah danpada nantinya dapat menyebabkan stroke (Iskandar J, 2004).
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarakhnoid.(Gilroy,2000). a. Serangan mendadak, cepat/akut dalam beberapa menit/jam (3-6 jam) b. Defisit/ kelainan fungsi susunan saraf pusat sebagai akibat gangguan (penyumbatan/perdarahan) pembuluh darah. c. Kesemutan atau gangguan sensibilitas dan kelemahan dari angggota gerak seisi termasuk wajah. d. Gangguan bicara/pelo (aphasia) e. Gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata. f. Kesulitan makan (disfagia). g. Muka Lidah menceng sebagian h. Penurunan kesadaran (koma) i. Kematian mendadak (dalam jam/minggu/hari, dst)
a. Pengaturan Diit Pemberian makanan pada penderita stroke disesuaikan dengan keadaan penderita, antara lain apakah kesadaran penderita menurun atau tidak, dan ada tidaknya gangguan fungsi menelan. Pada pasien stroke iskemik biasanya kesadaran tidak menurun dan tidak ada gangguan fungsi menelan. Sedangkan pada stroke hemoragik kesadaran sering kali menurun sampai terjadi koma dan ditemukan disfagia (gangguan menelan). Selain itu, pasien stroke juga mngalami gangguan mengunyah, dan saluran cerna lain seperti tukak stres. Sekitar 30 - 40% pasien mengalami disfagia, dan sekitar 18% mengalami tukau stres pada penderita stroke iskemik, dan sekitar 48% pada penderita stroke hemoragik. Untuk mencegah penurunan status gizi dan mencapai gizi yang optimal, diperlukan penatalaksanaan asupan gizi yang tepat pada penderita stroke. Jalur pemberian zat gizi dapat melalui mulut (per oral), enteral (melalui sonde), melalui pipa (NGT) maupun parenteral (dengan selang infus) berdasarkan kondisi penderita. Namun, terkadang penyulit yang timbul pada pemberian nutrisi melalui infus (parenteral) berkepanjangan menimbulkan komplikasi phlebitis (radang pembuluh vena) sehingga juga menghambat kegiatan fisioterapi penderita. Kesulitan menelan pada penderita, terutama yang berbentuk cairan, perlu latihan menelan dengan bantuan gel atau guarcol. Guarcol ini tidak berbau dan tidak memiliki rasa, rendah kalori dan tinggi akan gum yang dapat digunakan untuk mengentalkan cairan, makanan dan minuman. b. Tahapan pemberian makanan dan minuman 1. Pada tahap akut (24-48 jam) Bila kesadaran penderita menurun atau tidak sadar, diberikan makanan parenteral (makanan intravena) melalui selang infung, dan dilanjutkan dengan makanan lewat pipa (NGT). Pemberian makanan perlu hati-hati untuk memonitor kebutuhan gizi dan cairan yang diperlukan. Kelebihan cairan dan peningkatan gula darah di dalam darah dapat menyebabkan edema serebri. Energi yang diberikan sesuai kebutuhan basal tubuh, protein diberikan sampai dengan 1,5 g/ kg berat badan/ hari, dan lemak sampai 2,5 g/ kg berat bedan/ hari dan dekstrosa maksimal 7 g/ kg berat badan/ hari. Para peneliti memberi rekomendasi agar kadar gula darah dipertahankan pada level 150-200 mg % pad afase akut stroke. 2. Pada tahap pemulihan Bila pasien sadar dan tidak disfagia, dapat diberikan makanan melalui mulut (oral) secara bertahap seperti makanan lunak, saring hingga berupa bentuk makanan yang biasa dengan porsi kecil dan sering. Bila terjadi disfagia, jalur pemberian makanan diberikan bertahap mulai parenteral, kemudian bagian mulut (per oral) dan bagian melalui pipa (NGT), selanjutnya bagian per oral (semi padat dan semi cair melalui NGT) dan diet lengkap (makanan dan minuman oral). Bila penderita mengalami tukak stres akibat asam lambung dan gastrin meningkat, diberikan makanan secara bertahap juga dimulai dengan makanan enteral (bila tidak ada perdarahan diberikan melalui selang infus (parenteral) sampai perdarahan berhenti. Pada penderita dengan gangguan menelan, pemberian makanan disesuaikan juga sebagai berikut : a. Bila penderita mengalami kesulitan menelan, diet yang diberikan yaitu : Makanan dengan aroma dan rasa yang tajam dengan tujuan untuk merangsang dapat menelan semaksimal mungkin. Makanan dengna suhu hangat/dingin untuk merangsang dapat menelan semaksimal mungkin Makanan yang semi padat untuk menghindari obstruksi (penyumbatan). Potongan makanan yang tidak terlalu besar untuk menghindari obstruksi. Makanan porsi kecil dan sering agar asupan makanan optimal. b. Bila sensasi (rasa) di mulut menurun, maka sebaiknya dipertimbangkan : Letakkan makanan di area paling sensitif, suhu makanan dingin, makanan dengan aroma dan rasa yang tajam agar penderita mendapatkan rasa yang maksimal. Tidak mencampur makanan dengan berbagai tekstur agar memudahkan menelan. c. Bila koordinasi otot mulut melemah, maka dipertimbangkan : Makanan semi padat agar ke otot mulut minimal. Hindari makanan yang licin untuk menghindari masuk ke saluran nafas. Makanan porsi kecil dan sering agar asupan makanan optimal. d. Bila porsi elevasi laring menurun, sebaiknya : Makanan kental dan lembut untuk mencegah menempelnya makanan pada laring. Hindari potongan makanan yang besar untuk mencegah obstruksi. e. Bila pita suara yang menutup optimal, sebaiknya cairan yang diberikan tidak terlalu encer untuk mencegah cairan masuk ke saluran pernafasan. c. Jenis diet Pemberian jenis makanan sebaiknya disesuian dengan faktor-faktor risiko yang ada pada penderita. Pada prinsipnya, diet yang diberikan adalah diet seimbang dengan modifikasi yang disesuaikan dengan penyakit penyerta lain yang dialami penderita. Misalnya, penderita stroke dengan hipertensi, sebaiknya diberikan menu diet seimbang dengan jumlah garam yang dibatasi. Seeorang dnegan penyakit Diabetes mellitus, asupan gula dalam diet harus dibatasi. Bagi penderita stroke dengan peninggian asam urat, maka diet yang dianjurkan untuk membatasi asupan purin. Pengaturan diet merupakan hal yang penting, karena merupakan salah satu upaya untuk mencegah stroke berulang. Oleh karena itu, keluarga terdekat perlu sekali mengetahui jenis yang tepat untuk perawatan penderita di rumah dengan menanyakan pada dokter/ahli gizi sebelum pasien kembali dari rumah sakit. 1. Tujuan Diet a). Memberikan asupan cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dengan memperhatikan kondisi fisik/klinis dan komplikasi penyakit yang ada. b). Memberikan makanan dengan kandungan zat gizi yang adekuat untuk mencapai status gizi yang optimal dan mencapai berat badan normal. c). Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. d). Membantu menurunkan tekanan darh penderita hingga mencapai normal. e). Membantu mengurangi retensi garam atau air dalam jaringan tubuh. f). Mengurangi bdan mencegah komplikasi lanjut] g). Membantu mengurangi keluhan pasien 2. Prinsip Diet a). Rendah garam b). Rendah Kolesterol 3. Syarat Diet a) Energi diberikan sesuai kebutuhan berdasarkan umur, jenis kelamin, tinggi badan, aktifitas fisik, dan factor stress untuk memnuhi kebutuhan gizi pasien sehingga mencapai status gizi tetap normal. b) Protein diberikan sebesar 1 gr/kgBBI/hr karena pasien dalam keadaan status gizi baik. c) Lemak diberikan cukup sebesar 20% dari total kebutuhan enrgi total, diutamakan sumber lemak tak jenuh ganda untuk mencegah dislipidemia sebagai pncetus CVA. d) Karbohidrat diberikan sebesar 65% dari total kebutuhan energi, terutama digunakan jenis karbohidrat kompleks. e) Diberikan diet rendah garam II yaitu 600-800 mg Na atau sendok the garam dapur untuk mengurangi retensi cairan dan menurrunkan tekanan darah. f) Serat diberikan cukup, yaitu 25 g/hr agar tidak terlalu memberatkan kerja organ pencernaan. g) Kolesterol dibatasi < 300 mg sehari. h) Vitamin dan mineral cukup untuk menunjang proses metabolisme dalam tubuh. i) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas untuk mencegah dehidrasi. j) Makanan diberika dengan konsistensi lunak yaitu nasi tim dikarenakan kondisi pasien saat itu masih lemah dan giginya sudah tidak lengkap. k) Makanan yang tidak dianjurkan yaitu produk olahan yang dibuat dengan garam dapur, baking soda, kue-kue yang terlalu manis dan gurih. l) Sayuran yang disarankan dimakan adalah sayuran berserat sedang, yaitu bayam, labu siam, kacang panjang, tomat, taoge, wortel. Kangkung. m) Sayuran yang tidak disarankan adalah sayuran yang menimbulkan gas, seperti sawi, kol, kembang kol dan lobak :sayuran berserat tinggi seperti daun singkong, daun katuk, daun melinjo, dan sayuran mentah. n) Sumber protein nabati yang tidak dianjurkan yaitu pindakas dan semua kacnag- kacangan yang diawet dengan natrium atau digoreng. o) Bahan makanan yang tidak disarankan adalah daging ayam, dan daging sapi yang berlemak, jerohan,dendeng, abon, kornet, daging asap, ikan sarden, ikan asin, ebi, uadang kering, telur asin, es krim, keju, susu full cream. p) Buah yang perlu dibatasi adalah buah yang mnenimbulkan gas seperti nangka, durian, dan buah yang diawet dengan natriumseperti biah kaleng dan asinan. q) Sumber lemak yang perlu dibatasi adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit, margarine dana mentega biasa, santan kental, krim dan produk gorengan. r) Bumbu yan perlu dibatasi adalah bumbu yang tajam seperti cabe, merica dan cuka yang mengandung bahan pengawet garam natrium seperti vetsin, kecap asin, kecap manis, petis, saos tomat, terasi, soda, baking powder.
Bahan makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan untuk penderita stroke Bahan makanan yang boleh dimakan Bahan makanan yang tidak boleh dimakan Sumber Karbohidrat Beras, kentang, ubi, singkong, terigu, hunkwe, sagu, roti Sumber Karbohidrat Produk olahan yang dibuat dengan garam dapur, soda/baking powder, kue yang manis Sumber Protein Sumber protei rendah lemak seperti Ikan, ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu, dankacang-kacangan
Sumber Protein Daging sapid an ayam berlemak, jerohan, otak, hati, ikan banyak duri, susu penuh keju, es krim, dan produk olahan protein hewani yang diawetkan seperti daging asam, ham, bacon, dendeng, kornet Sayuran Sayuran berserat sedang dimasak, seperti bayam, kangkung, kacang panjang, labu siam, tomat, tauge, wortel
Sumber Lemak Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang, dikukus, disetup, direbus, dan dibakar Sumber Lemak Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit, margarin dan mentega biasa, santan kental, krim dan produk gorengan.
A. Latar Belakang Masalah Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologi akibat stroke ; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama. Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2 . Pertama stroke iskemik yaitu stroke yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak. Kedua stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan obat anti hamil2. Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang menjadi momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya akan membahas patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan penulis memandang lebih pentingnya membahas masalah tersebut daripada yang lain. Pertambahan kasus stroke yang tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-rumah sakit di Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997). Kematian akibat stroke terutama terjadi pada fase akut dan umumnya terjadi pada saat penderita sudah berada di rumah sakit. Oleh karena itu disamping usaha prevensi primer perbaikan penatalaksanaan stroke di rumah sakit merupakan hal yang harus dilaksanakan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit stroke? 2. Bagaimana Penatalaksanaan dari penyakit stroke?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit stroke. 2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit stroke.
BAB II PEMBAHASAN Definisi Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik. Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu: Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). Patofisiologi Stroke Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2 .Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik(penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic. Penyumbatan pada arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan medulla oblongata3,4,5. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan : - Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). - Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (taktus poramidal). - Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus spinotalamikus). - Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius), singultus (formasio retikularis). - Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). - Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf abdusencs). - Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan)2,5.
Tanda dan Gejala-gejala Stroke Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut: Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Faktor Penyebab Stroke Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke dalam keluarga, Migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food, fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak. Derita Pasca Stroke Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian atau cacat Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut: 1/3 > bisa pulih kembali, 1/3 > mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang, 1/3 sisanya > mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur. Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke. Akibat Stroke lainnya: 80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai. 80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat. 70% menderita depresi. 30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri. Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba keterbatasan. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat.
Penatalaksanaan Stroke Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut: 1. Stabilisasi pasien 2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks 3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik 4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin Pendekatan yang dilakukan di gawat darurat sebaiknya singkat dan terfokus pada hal-hal berikut: 1. Apa saja gejala yang muncul? 2. Kapan gejala tersebut muncul? 3. Bagamana tanda vital pasien? 4. Apakah pasien mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus atau penyakit jantung? 5. Apakah pasien memakai aspirin atau warfarin? Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat : 1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20 ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena dapat memperhebat edema serebri. 2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul. 3. Jangan memberikan apapun melalui mulut. 4. Pemeriksaan EKG 5. Pemeriksaan rontgen toraks. 6. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah (glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial Thromboplastin time) 7. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut: Kadar alkohol Fungsi hepar Analisa gas darah Skrining toksikologi 1. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras 2. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal nafas perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan. Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan kematian. Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas dengan perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga penyebab kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus diperlakukan sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami komplikasi ini.
Penatalaksanaan stroke iskemik Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke iskemik. Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan dikelilingi oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun akan terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih bersifat reversibel. Jika aliran darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat diselamatkan. Pada studi eksperimental, didapatkan aliran darah ke otak yang rendah hanya dapat ditolerir selama periode waktu yang singkat. Sedangkan aliran darah ke otak yang cenderung tinggi masih dapat ditolerir selama beberapa jam tanpa menyebabkan infark. I. Terapi umum dan komplikasi akut Oksigenasi Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke iskemik untuk mencegah hipoksia dan perburukan neurologis. Penyebab tersering gangguan oksigenasi diantaranya obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi, pneumonia aspirasi ataupun atelektasis. Pasien dengan kesadaran menurun dan stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi. Tindakan intubasi harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas. Secara umum, pasien yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang lebih 50% nya meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan target saturasi oksigen > 95%. Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksia berdasarkan hasil analisa gas darah atau oksimetri. Indikasi pemasangan pipa endotrakeal: PO2 <50-60 mmHg PCO2 >50-60 mmHg Kapasitas vital < 500-800 mL Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks proteksi jalan nafas Takipneu >35 kali/menit Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius Asidosis respiratorik berat Indikasi trakeostomi: Koma dengan pemakaian ventilator lebih dari 14 hari Proteksi bronkial/bronkial cleansing Gangguan menelan dengan resiko aspirasi Obstruksi laring Pemakaian ETT lama
Hipertensi pada stroke iskemik akut Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan tekanan darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih dari 60% pasien datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema serebri. Monitoring tekanan darah 1. Pengukuran TD dilakukan pada kedua lengan 2. Pastikan perbedaan TD antara kedua lengan tidak lebih dari 10 mmHg, jika terdapat perbedaan > 10 mmHg maka TD yang dipakai adalah yang lebih tinggi 3. Gunakan lengan yang paresis 4. Lengan harus setinggi jantung 5. Manset yang digunakan harus sesuai dengan besar lengan 6. Frekuensi pengukuran TD: Dua jam pertama setiap 15 menit Dua sampai delapan jam berikutnya setiap 30 menit Sembilan sampai 24 jam selanjutnya setiap 1 jam
AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut sebagai berikut: A. Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan kegawatdaruratan hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema paru kardiogenik, ensefalopati hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta). Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri). Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial, kejang, hipo ataupun hiperglikemi. TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg) atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya TD diastolik > 140 Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan monitoring TD kontinyu. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya B. Pasien kandidat terapi trombolisis Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi Selama/setelah terapi. 1. Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu setiap 30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam. 2. Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai TD yang diinginkan. 3. Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15 mg/jam. 4. Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dapat diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Selain terapi seperti diatas, obat anti hipertensi oral yang dapat digunakan adalah captopril atau nicardipin. Pemakaian nifedipin sublingual sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis.
Hiperglikemia Broderick et al, Weir CJ et al, Kawai N et al membuktikan bahwa hiperglikemi reaktif maupun non reaktif selama iskemia otak akut menimbulkan efek yang berbahaya dan keluaran klinis yang lebih buruk terutama pada stroke non lakuner. Konsentrasi glukosa yang meningkat di area iskemik akan meningkatkan konsentasi laktat dan menyebabkan asidosis. Hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen yang akan merusak neuron-neuron. Hiperglikemia juga memperparah edema, meningkatkan pelepasan neurotransmiter excitatory amino acid dan melemahnya pembuluh darah di area iskemik. Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke iskemik non lakunar adalah 100-200 mg% (Hack W, et al, 1997).
Indikasi dan syarat pemberian insulin 1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM 2. Bukan lakunar stroke dengan diabetes melitus. Kontrol gula darah selama fase akut stroke -Insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara skala luncur atau infus intravena terus menerus. -Insulin reguler dengan skala luncur Gula darah (mg/dL) Insulin tiap 6 jam SC/ sebelum makan < 80 Tidak diberikan insulin, 80- 150 Tidak diberikan insulin, 150-200 2 unit, 201-250 4 unit, 251-300 6 unit, 301-350 8 unit, 351-400 10 unit, >400 12 unit. Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan. Hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin reguler subkutan (fixdosed). Demam Peningkatan suhu tubuh pada stroke iskemik akut berhubungan dengan buruknya keluaran neurologik. Hal ini diduga karena peningkatan kebutuhan metabolik, meningkatnya pelepasan neurotransmiter dan radikal bebas. Antipeiretik dan selimut dingin dapat digunakan untuk mengatasi demam. Pada pasien stroke peningkatan suhu dapat disebabkan oleh efek sentral akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan karena infeksi sekunder. Oleh karenya, mencari penyebab demam adalah hal yang penting dan antibiotik harus segera diberikan jika memang diperlukan.
II. Terapi stroke iskemik akut Trombolisis rt-PA intravena Trombolisis rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke iskemik akut satu-satunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif membatasi kerusakan otak akibat stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke pada kelompok penderita yang telah diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam sejak onset stroke. Komplikasi terapi ini adalah perdarahan intraserebral (hanya ditemukan pada 6,4% pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat). Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena. Kriteria inklusi: 1. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam. 2. Usia >18 tahun 3. Defisit neurologik yang jelas 4. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intracranial 5. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan keuntungannya Kriteria eksklusi: 1. Defisit neurologis yang cepat membaik 2. defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja, disartria saja atau kelemahan minimal 3. CT Scan menunjukkan perdarahan intracranial 4. Gambaran hipodensitas > 1/3 hemisfer serebri pada CT Scan 5. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan subarakhnoid 6. Kejang pada saat onset stroke 7. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan sebelumnya 8. Operasi besar dalam waktu 14 hari 9. Pungsi lumbal dalam 1 minggu 10. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21 hari 11. Infark miokard akut dalam 3 bulan 12. TD sistolik sebelum terapi > 185 mmHg atau TD diastolik > 110 mmHg 13. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL 14. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin > 15 detik, INR > 1,7 15. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial memanjang 16. Trombosit < 100.000/mm Pemberian trombolisi rt-PA intravena: 1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit. 2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke. 3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama. 4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus dan segera lakuan pemeriksaan CT Scan. 5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam berikutnya, tiap 60 menit sampai 24 jam pertama. 6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 105 mmHg. 7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit dan perhatikan timbulnya hipotensi. 8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat dipertimbangkan infus sodium nitroprusid. 9. Bila TD diastolik > 140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit. 10. Tunda pemasangan NGT dan kateter. 11. jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama. Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena 1. Hentikan infus trombolitik 2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR, masa tromboplastin parsial dan trombosit. 3. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar bila perlu. 4. Berikan FFP 2 unit setiap 6 jam selama 24 jam. 5. Berikan kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen < 200 mg% ulangi pemberian kriopresipitat. 6. Berikan trombosit 4 unit. 7. Lakukan CT Scan otak segera. 8. Konsul bedah saraf jika perlu tindakan dekompresi. Antikoagulan dan antiplatelet Joint Guideline Statement from the AHA and th AAN merekomendasikan: 1. Aspirin 160-325 mg/hari harus diberikan pada pasien stroke iskemik dalam 48 jam setelah onset untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas (pada pasien yang tidak diterapi dengan trombolisi rt-PA intravena). 2. Subkutan unfractionated heparin, low molecular weight heparin dan heparinoid dapat dipertimbangkan sebagai terapi profilaksis pada pasien dengan resiko DVT (deep vein thrombosis). Efektifitasnya dalam mencegah edema pulmonal belum terbukti, sehingga perlu dipertimbangakan resiko perdarahan yang dapat ditimbulkan. 3. Pemakaian subkutan unfractionated heparin untuk menurunkan resiko kematian, morbiditas dan kekambuhan tidak direkomendasikan. 4. Unfractionated heparin dengan dosis yang disesuaikan juga tidak direkomendasikan untuk menurunkan morbiditas, mortalitas dan kekambuhan pada pasien dengan stroke akut (48 jam pertama) karena bukti-bukti menunjukkan terapi ini tidak efektif dan meningkatkan resiko perdarahan. LMWH/ heparinoid dosis tinggi juga tidak direkomendasikan. 5. IV unfractionated heparin, LMWH/heparinoid dosis tinggi tidak direkomendasikan pada pasien stroke iskemik akut dengan kardioemboli, aterosklerotik pembuluh darah besar, vertebrobasiler ataupun progresing stroke karena data-data yang mendukung dianggap masih kurang. Neuroprotektan Sampai saat ini penggunaan neuroprotektan masih kontroversial.
III. Perawatan rumah sakit dan terapi komplikasi neurologik Sekitar 25% pasien stroke fase akut akan mengalami perburukan dalam 24-24 jam setelah onset. Meskipun demikian sulit untuk menentukan pasien mana yang akan mengalami perburukan. Oleh karena itu pasien stroke pada fase akut dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Tujuan perawatan rumah sakit adalah: 1. Pemantauan pasien untuk persiapan tindakan/terapi selanjutnya 2. Pemberian terapi medikamentosa maupun pembedahan untuk meningkatkan keluaran 3. Mencegah komplikasi subakut 4. Pengobatan terhadap penyakit sebelumnya atau faktor resiko yang ada 5. Merencanakan terapi jangka panjang untuk mencegah stroke berulang 6. Memulai program neuro-restorasi
Perawatan umum Pemantauan tanda vital dan status neurologik harus sering dilakukan dalam 24 jam setelah pasien masuk rumah sakit. Umumnya pasien yang dirawat dianjurkan untuk tirah baring, akan tetapi mobilisasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin jika kondisi pasien sudah dianggap stabil. Mobilisasi yang segera dapat mencegah komplikasi pneumonia, DVT, emboli paru dan dekubitus. Latihan gerakan pasif dan full range of motion pada sisi yang paresis dapat dimulai dalam 24 jam pertama. Miring kanan-miring kiri, pemakaian pressure mattresses serta perawatan kulit dapat mencegah timbulnya dekubitus. Nutrisi Nutrisi yang adekuat diperlukan selama perawatan stroke, karena kondisi malnutrisi dapat menghambat proses penyembuhan. Kebutuhan kalori dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict: BEE (pria)= 66,47 + 13,75 x BB + 5,0 X TB 6,76 x umur [kcal/hari] BEE (wanita)= 655,1 + 9,56 x BB +1,85 X TB 4,68 x umur [kcal/hari] Faktor stress (dikalikan dengan BEE untuk memperkirakan kebutuhan kalori) Sakit berat F= 1,25 Pneumonia F= 1,5 Infark luas F= 1,75 Demam F= 1,13/1oC *BEE = Basal Energy Expenditure, Umur dalam tahun Kebutuhan protein lebih tinggi dari orang normal (1,2-1,5 g/kgBB), normal 0,8 g/ kgBB. Disfagia cukup sering dijumpai pada pasien stroke oleh karenanya semua pasien stroke harus diperlakukan sebagai pasien dengan gangguan menelan sampai terbukti tidak. Skrining test yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan disfagia adalah dengan tes menelan. Test ini dilakukan pada pasien tanpa penurunan kesadaran. Pasien diminta untuk menelan satu sendok teh air putih dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi ke dapan sampai dagu menyentuh dada. Perhatikan apakah pasien tersedak, batuk atau muncul perubahan suara. Jika tidak ada tanda-tanda aspirasi dapat dicoba untuk minum air dalam jumlah yang lebih besar langsung dari gelas. Pasien dengan kesadaran meurun atau tes menelan negatif sebaiknya dipasang pipa nasogastrik. Infeksi Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup sering pada pasien stroke. Biasanya terjadi pada pasien dengan imobilisasi atau dengan kemampuan batuk yang menurun. Pneumonia harus dipikirkan jika timbul demam setelah serangan stroke dan antibiotik yang sesuai harus diberikan. Infeksi saluran kemih juga cukup sering terjadi pada pasien stroke dan dapat menyebabkan sepsis pada sekitar 5% pasien. Kateter urin menetap sebaiknya hanya dipakai dengan pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien yang sadar dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu dan gangguan sfingter vesika. Latihan vesika harus dilakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar. Trombosis vena Faktor resiko terjadinya DVT antara lain: 1. Usia tua 2. Imobilisasi 3. Paresis ekstremitas bawah 4. Paresis yang berat 5. Fibrilasi atrium Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah DVT dan emboli paru pada pasien stroke. Beberapa penelitian menunjukkan efektifitas unfractinated heparin, enoxaprine dan danaparin dalam menurunkan kejadian emboli paru. Pasien dengan imobilisasi lama yang tidak dalam pengobatan heparin IV dapat diberikan heparin 5000 unit setiap 12 jam selama 5-10 hari untuk mencegah pembentukan trombus. Pilihan lain LMWH (enoxaparine atau nadroparine) 2 kali 30 mg subkutan.
III. Terapi komplikasi neurologik akut. Komplikasi penting neurologik akut pada pasien stroke adalah: 1. Edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak. 1. Kejang 2. Transformasi hemoragik. Edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial Tujuan penatalaksanaan edema serebri: 1. Menurunkan tekanan intracranial 2. Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat untuk mencegah bertambahnya lesi iskemik 3. Mencegah kerusakan otak akibat proses herniasi Terapi peningkatan tekanan intrakranial terdiri atas: Terapi medikamentosa/konservatif Terapi pembedahan Terapi konservatif 1. Hiperventilasi Penurunan pCO2 5-10 mmHg akan menurunan tekanan intrakranial 25-30%. Hiperventilasi menyebabkan kadar CO2 menurun sehingga terjadi vasokonstriksi dan menurunkan volume darah otak dan tekanan intrakranial. PCO2 sebaiknya dipertahankan 25-30 mmHg. Efek hiperventilasi tidak bertahan lama maka diperlukan intervensi tambahan lain untuk mengontrol peningkatan tekanan intrakranial. 2. Osmoterapi Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas serum sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak. Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25- 0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam. Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk jangka panjang. Manitol diberikan bila osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l. Furosemid 40 mg IV/hari dapat memperpanjang efek osmotik serum manitol. Beberapa studi menunjukkan kortikosteroid tidak bermanfaat dalam menurunkan tekanan intrakranial pada pasien stroke. 1. Barbiturat intravena Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial dengan menurunkan CMRO2 (cerebral metabolism rate of oxygen), menyebabkan vasokonstriksi dan menghambat radikal bebas/ Dosis yang digunakan, inisial 10 mg/kgBB pentobarbital selama 30 menit, rumatan 3-5 mg/kgBB/jam. Pemakaian barbiturat sangat terbatas mengingat efek sampingnya berupa hipotensi, depresi cardiac, hepatotoksik dan predisposisi infeksi. Schwab, 1997, melaporkan barbiturat tidak memperbaiki keluaran peningkatan tekanan intrakranial. Terapi pembedahan Jika terapi medikamentosa gagal menurunkan tekanan intrakranial tindakan dekompresi dapat dipertimbangkan. Ventrikulostomi dapat dilakukan pada pasien dengan hidrosefalus obstruksi yang disertai dengan penurunan kesadaran. Kejang Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi pada 20-80% kasus. Penggunaan antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada pasien stroke tidak terbukti bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama dengan penanganan kejang pada umumnya. Transformasi perdarahan Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT Scan 5% dari kejadian infark dapat berkembang menjadi transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran dan etiologi stroke dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi ini. Penggunaan antitrombotik, terutama antikoagulan dan trombolitik meningkatkan kejadian transformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark berdarah tergantung pada volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya. a. Pencegahan stroke dan pengelolaan faktor resiko Stroke, penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat merupakan penyakit yang menyebabkan kecacatan neurologis dan merupakan penyakit neurologis yang paling banyak memerlukan perawatan rumah sakit. Meskipun penatalaksanaan stroke akut dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan akan tetapi tindakan pencegahan ternyata lebih efektif dalam menurunkan angka tsb. Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah terkena stroke. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA. Faktor resiko stroke dibedakan atas: 1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi: Umur Jenis kelamin Ras/etnis Riwayat keluarga 2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi: Hipertensi Merokok Diabetes melitus Stenosis karotis asimtomatis Penyakit sel sabit Hiperlipidemia Fibrilasi atrium (non valvular) Obesitas Inaktivitas fisik Pola makan yang tidak sehat Alkoholisme Hiperhomosisteinemia Penyalahgunaan obat Hiperkoagulabiliti Terapi sulih hormon Kontrasepsi oral Proses peradangan Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi Umur Dengan meningkatnya usia resiko stroke juga turut meningkat. The Farmingham Study menunjukkan resiko stroke meningkat sebesar 22%, 32%, 83% pada kelompok umur 45-55, 55-64, 65-74 tahun. Stroke iskemik kebanyakan muncul pada pasien yang berusia lebih dari 65 tahun. Jenis kelamin Stroke lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi karena angka harapan hidup wanita lebih tinggi dari pada laki-laki, tidak jarang pada studi- studi tentang stroke didapatkan pasien wanita lebih banyak. Ras/etnis Orang kulit hitam, Hispanic American, Cina dan Jepang memiliki insiden stroke yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih. Riwayat keluarga Riwayat keluarga pernah mengalami serangan stroke, maternal maupun paternal, berhubungan dengan meningkatnya insiden stroke. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara genetik dan pengaruh lingkungan. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko stroke yang utama, baik iskemik maupun hemoragik. Mengendalikan hipertensi terbukti menurunkan insiden stroke. Klasifikasi tekanan darah menurut 7th report of the Joint National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC 7). Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) Normal <120 Dan < 80 Prehipertensi 120-139 Atau 80-89 Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi stage 2 > 160 Atau > 100 Follow-up TD pada orang dewasa tanpa kerusakan target organ (Rekomendasi JNC 7) TD awal (mmHg) Follow-up Normal Cek ulang dalam 2 tahun Prehipertensi Cek ulang dalam 1 tahun dengan anjuran memperbaiki gaya hidup Hipertensi stage 1 Konfirmasi ualgn dalam 2 bulan dengan anjuran memperbaiki gaya hidup Hipertensi stage 2 Evaluasi atau rujuk ke spesialis dalam 1 bulan. Jika TD lebih tinggi evaluasi dan segera terapi. Waktu follow-up dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi klinis pasien termasuk resiko kardiovaskular lainnya dan kerusakan target organ. Obat-obat antihipertensi yang dianjurkan (JNC 7) Antihipertensi yang direkomendasikan Indikasi penyerta Diuretic BB ACEI ARB CCB Aldo ANT Gagal jantung Pasca MCI Resiko tinggi jantung koroner Diabetes CKD (chronic kidney disease) Pencegahan stroke ulang BB: Beta Blocker, ACEI: angiotensin-converting enzyme inhibitor, ARB: angiotensin reseptor blocker, CCB: calcium channel blocker, Aldo ANT: aldosterone antagonist. Algoritma penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup meliputi: Menurunkan berat badan: Mengupayakan berat badan normal Pola makan yang tidak memicu hipertensi: Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran dan produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh. Diet rendah garam: Mengurangi intake garam < 100 mmol/hari (2,4 gr Na atau 6 g NaCl) Aktifitas fisik: Aktivitas fisik rutin seperti jalan santai min 30 menit/hari. Mengurangi konsumsi alkohol Merokok Merokok telah lama diketahui sebagai faktor resiko stroke. patofisiologi efek rokok bersifat multifaktorial baik pada pembuluh darah sistemik maupun reologi darah. Rokok menyebabkan kekakuan pembuluh darah. Rokok juga berhubungan dengan meningkatnya kadar fibrinogen, agregari trombosit, menurunnya HDL dan meningkatnya hematokrit. Dengan berhenti merokok resiko stroke menurun 50%. Diabetes Insulin-dependent diabetics meningkatkan resiko stroke: 1) meningkatkan prevalensi aterosklerosis dan 2) meningkatkan prevalensi faktor resiko lain seperti hipertensi, obesitas dan hiperlipidemia. Beberapa penelitian menunjukkan pengontrolan tekanan darah pada penderita diabetes lebih efektif menurunkan resiko stroke dibandingkan pengontrolan ketat kadar gula darah. Dianjurkan target TD pada penderita diabetes <130/80 mmHg. Sedangkan pengontrolan gula darah direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular. Stenosis karotis asimptomatis Cardiovascular Health Study menunjukkan stenosis karotis >50% ditemukan pada 7% laki- laki dan 5% perempuan yang berusia > 65 tahun. Iskemik serebral lebih sering ditemukan pada pasien dengan stenosis karotis berat (75%), stenosis artei karotis progresif, penyakit jantung dan pada laki-laki. Enarterektomi dapat dipertimbangkan pada secara selektif pada kasus dengan karotis stenosis > 60% dan < 100% yang dilakukan oleh ahli bedah yang memiliki mortalitas dan morbiditas < 3%. Seleksi pasien didasarkan pada kondisi komorbid: angka harapan hidup, pertimbangan pasien dan faktor individual lainnya. Fibrilasi Atrium Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang sering terjadi dan merupakan faktor resiko stroke yang sering. Pemakaian antikoagulan oral jangka panjang dapat menurunkan resiko stroke sampai 68%. Rekomendasi Umur < 65 tahun, tanpa faktor resiko Aspirin