Вы находитесь на странице: 1из 30

Penatalaksanaan Terapi Nutrisi Pasien Stroke

STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL


Definisi

Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vascula. Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer
adalah suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam
substansi otak (Gilroy, 2000).
Stroke adalah suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu
bagian otak tiba-tiba terganggu. Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah
menyebabkan serangkaian reaksi bio-kimia, yang dapat merusakkan atau
mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya
fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu. Stroke adalah penyebab kematian yang
ketiga di Amerika Serikat dan banyak negara industri di Eropa (Jauch, 2005). Bila
dapat diselamatkan, kadang-kadang si penderita mengalami kelumpuhan pada
anggota badannya, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicaranya. Untuk
menggarisbawahi betapa seriusnya stroke ini, beberapa tahun belakangan ini telah
semakin populer istilah serangan otak. Istilah ini berpadanan dengan istilah yang
sudah dikenal luas, "serangan jantung". stroke terjadi karena cabang pembuluh
darah terhambat oleh emboli. emboli bisa berupa kolesterol atau mungkin udara.
Stroke adalah sindrom berupa klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peradaran darah
otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan
10-20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak
sepintas (transient ischaemia attack = TIA) (Arif Mansjoer, 2000).

Patofisiologi

Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik.
Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil,
terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal
ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga
terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan
akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-
Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan
serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan
perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, PIS dapat
disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan
adanya akumulasi protein -amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan
kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein -amyloid ini
menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi
rapuh dan lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat menimbulkan
perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang subdural.
Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas menimbulkan kecenderungan perdarahan di
kemudian hari. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4
dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy (Gilroy,
2000; Ropper, 2005; O'Donnel, 2000).
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak
dapat ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan
aliran venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan
terjadinya perdarahan dari suatu AVM (Caplan,2000; Gilroy,2000; Ropper, 2005).

Klasifikasi Stroke
Secara umum stroke dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
1. Stroke Hemoragik ( Perdarahan otak)
Stroke perdarahan disebabkan paerdarahan suatu arteri serebralis yang disebut
hemoragi, yang terdiri dari 2 jenis, yaitu :
a) Perdarahan Intraserebral
Yaitu pecahnya pembuluh darah intrserebral sehingga darah keluar dari pembuluh
darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak atau sering disebut dengan
perdarahan langsung ke dalam otak.
b) Perdarahan sub Archnoid
Yaitu masuknya darah ke ruang sub arachnoid baik dari tempat lain maupun berasal
dari rongga sub arachnoid itu sendiri.
2. Stroke non Perdarahan
Stroke non perdarahan adalah cedera pada jaringan otak yang disebabkan oleh
terhambat atau terhentinya suplai darah dan nutrisi (0
2
) ke otak.
a) Transcient Ischemic Attack (TIA)
Yaitu serangan iskemik sepintas yang berlangsung hanya dalam hitungan
menit sampai sehari penuh ( misalnya kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya
pada sisi yang sama, tetapi 15 menit kemudian pulih kembali).
b) Trombosis Serebral
Dapat terjadi akibat proses penyempitan (arteriosclerosis) pembuluh nadi otak
dengan derajat sedang atau berat. Keadaan ini sangat berhubungan erat dengan
usia, tetapi dapat pula ditimbulkan oleh tekanan darah tinggi dan disertai factor
resiko lain seperti diabetes mellitus serta kadar lemak, termasuk kolesterol yang
tinggi di dalam darah. Jika pembuluh nadi sakit, aliran serta sifat darah akan
mengalami perubahan dan trombosis akan terjadi. Hal ini disebabkan karena
keeping-keping darah (trombosit) aktifitasnya meningkat dan melekat pada
suatu daerah yang kasar di sebelah dalam pembuluh nadi. Kemudian semakin
banyak trombosit melekatt, dan di dalam cairan darah yang disebut plasma, yang
kemudian terjadi sejumlah perubahan sampai akhirnya terbentuk suatu thrombus
(bekuan darah), dimana proses ini dikenal sebagai peristiwa koagulasi. Trombosis
yang melekat pada dinding arteri dapat mengakibatkan sumbatan yang lebih berat
lagi, hingga hal inilah yang menyebabkan seseorang terserang stroke.
c) Embolisme Cerebral
Yakni bekuan darah yang terbentuk di tempat lain (misalnya dalam jantung
atau dalam salah satu pembuluh nadi utama yang memperdarahi otak) terlepas dari
tempatnya melekat, kemudian membentuk embolus, terbawa darah ke dalam otak,
dan akhirnya macet di dalam salah satu pembuluh nadi otak (Thomas, 1995). Emboli
merupakan fragmen thrombus yang terlepas dari dinding arteri dan ikut bersama
aliran darah hingga mencapai arteri kecil dan terjebak di sana sehingga tidak bias
lepas dan menyebabkan timbulnnya sumbatan / terhentinya darah danpada nantinya
dapat menyebabkan stroke (Iskandar J, 2004).

Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran
yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di
dapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Pasien usia
tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau perdarahan
intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita penyakit
Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam perjalanannnya
perdarahan dapat memasuki rongga subarakhnoid.(Gilroy,2000).
a. Serangan mendadak, cepat/akut dalam beberapa menit/jam (3-6 jam)
b. Defisit/ kelainan fungsi susunan saraf pusat sebagai akibat gangguan
(penyumbatan/perdarahan) pembuluh darah.
c. Kesemutan atau gangguan sensibilitas dan kelemahan dari angggota gerak seisi
termasuk wajah.
d. Gangguan bicara/pelo (aphasia)
e. Gangguan penglihatan pada satu atau kedua mata.
f. Kesulitan makan (disfagia).
g. Muka Lidah menceng sebagian
h. Penurunan kesadaran (koma)
i. Kematian mendadak (dalam jam/minggu/hari, dst)

a. Pengaturan Diit
Pemberian makanan pada penderita stroke disesuaikan dengan keadaan
penderita, antara lain apakah kesadaran penderita menurun atau tidak, dan ada
tidaknya gangguan fungsi menelan. Pada pasien stroke iskemik biasanya kesadaran
tidak menurun dan tidak ada gangguan fungsi menelan. Sedangkan pada stroke
hemoragik kesadaran sering kali menurun sampai terjadi koma dan ditemukan
disfagia (gangguan menelan). Selain itu, pasien stroke juga mngalami gangguan
mengunyah, dan saluran cerna lain seperti tukak stres. Sekitar 30 - 40% pasien
mengalami disfagia, dan sekitar 18% mengalami tukau stres pada penderita stroke
iskemik, dan sekitar 48% pada penderita stroke hemoragik.
Untuk mencegah penurunan status gizi dan mencapai gizi yang optimal,
diperlukan penatalaksanaan asupan gizi yang tepat pada penderita stroke. Jalur
pemberian zat gizi dapat melalui mulut (per oral), enteral (melalui sonde), melalui
pipa (NGT) maupun parenteral (dengan selang infus) berdasarkan kondisi penderita.
Namun, terkadang penyulit yang timbul pada pemberian nutrisi melalui infus
(parenteral) berkepanjangan menimbulkan komplikasi phlebitis (radang pembuluh
vena) sehingga juga menghambat kegiatan fisioterapi penderita. Kesulitan menelan
pada penderita, terutama yang berbentuk cairan, perlu latihan menelan dengan
bantuan gel atau guarcol. Guarcol ini tidak berbau dan tidak memiliki rasa, rendah
kalori dan tinggi akan gum yang dapat digunakan untuk mengentalkan cairan,
makanan dan minuman.
b. Tahapan pemberian makanan dan minuman
1. Pada tahap akut (24-48 jam)
Bila kesadaran penderita menurun atau tidak sadar, diberikan makanan parenteral
(makanan intravena) melalui selang infung, dan dilanjutkan dengan makanan lewat
pipa (NGT). Pemberian makanan perlu hati-hati untuk memonitor kebutuhan gizi dan
cairan yang diperlukan. Kelebihan cairan dan peningkatan gula darah di dalam
darah dapat menyebabkan edema serebri. Energi yang diberikan sesuai kebutuhan
basal tubuh, protein diberikan sampai dengan 1,5 g/ kg berat badan/ hari, dan lemak
sampai 2,5 g/ kg berat bedan/ hari dan dekstrosa maksimal 7 g/ kg berat badan/
hari. Para peneliti memberi rekomendasi agar kadar gula darah dipertahankan pada
level 150-200 mg % pad afase akut stroke.
2. Pada tahap pemulihan
Bila pasien sadar dan tidak disfagia, dapat diberikan makanan melalui mulut (oral)
secara bertahap seperti makanan lunak, saring hingga berupa bentuk makanan
yang biasa dengan porsi kecil dan sering.
Bila terjadi disfagia, jalur pemberian makanan diberikan bertahap mulai parenteral,
kemudian bagian mulut (per oral) dan bagian melalui pipa (NGT), selanjutnya
bagian per oral (semi padat dan semi cair melalui NGT) dan diet lengkap (makanan
dan minuman oral).
Bila penderita mengalami tukak stres akibat asam lambung dan gastrin meningkat,
diberikan makanan secara bertahap juga dimulai dengan makanan enteral (bila tidak
ada perdarahan diberikan melalui selang infus (parenteral) sampai perdarahan
berhenti.
Pada penderita dengan gangguan menelan, pemberian makanan disesuaikan juga
sebagai berikut :
a. Bila penderita mengalami kesulitan menelan, diet yang diberikan yaitu :
Makanan dengan aroma dan rasa yang tajam dengan tujuan untuk merangsang
dapat menelan semaksimal mungkin.
Makanan dengna suhu hangat/dingin untuk merangsang dapat menelan
semaksimal mungkin
Makanan yang semi padat untuk menghindari obstruksi (penyumbatan).
Potongan makanan yang tidak terlalu besar untuk menghindari obstruksi.
Makanan porsi kecil dan sering agar asupan makanan optimal.
b. Bila sensasi (rasa) di mulut menurun, maka sebaiknya dipertimbangkan :
Letakkan makanan di area paling sensitif, suhu makanan dingin, makanan dengan
aroma dan rasa yang tajam agar penderita mendapatkan rasa yang maksimal.
Tidak mencampur makanan dengan berbagai tekstur agar memudahkan menelan.
c. Bila koordinasi otot mulut melemah, maka dipertimbangkan :
Makanan semi padat agar ke otot mulut minimal.
Hindari makanan yang licin untuk menghindari masuk ke saluran nafas.
Makanan porsi kecil dan sering agar asupan makanan optimal.
d. Bila porsi elevasi laring menurun, sebaiknya :
Makanan kental dan lembut untuk mencegah menempelnya makanan pada laring.
Hindari potongan makanan yang besar untuk mencegah obstruksi.
e. Bila pita suara yang menutup optimal, sebaiknya cairan yang diberikan tidak terlalu
encer untuk mencegah cairan masuk ke saluran pernafasan.
c. Jenis diet
Pemberian jenis makanan sebaiknya disesuian dengan faktor-faktor risiko
yang ada pada penderita. Pada prinsipnya, diet yang diberikan adalah diet seimbang
dengan modifikasi yang disesuaikan dengan penyakit penyerta lain yang dialami
penderita. Misalnya, penderita stroke dengan hipertensi, sebaiknya diberikan menu
diet seimbang dengan jumlah garam yang dibatasi. Seeorang dnegan penyakit
Diabetes mellitus, asupan gula dalam diet harus dibatasi. Bagi penderita stroke
dengan peninggian asam urat, maka diet yang dianjurkan untuk membatasi asupan
purin. Pengaturan diet merupakan hal yang penting, karena merupakan salah satu
upaya untuk mencegah stroke berulang. Oleh karena itu, keluarga terdekat perlu
sekali mengetahui jenis yang tepat untuk perawatan penderita di rumah dengan
menanyakan pada dokter/ahli gizi sebelum pasien kembali dari rumah sakit.
1. Tujuan Diet
a). Memberikan asupan cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi pasien dengan
memperhatikan kondisi fisik/klinis dan komplikasi penyakit yang ada.
b). Memberikan makanan dengan kandungan zat gizi yang adekuat untuk mencapai
status gizi yang optimal dan mencapai berat badan normal.
c). Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
d). Membantu menurunkan tekanan darh penderita hingga mencapai normal.
e). Membantu mengurangi retensi garam atau air dalam jaringan tubuh.
f). Mengurangi bdan mencegah komplikasi lanjut]
g). Membantu mengurangi keluhan pasien
2. Prinsip Diet
a). Rendah garam
b). Rendah Kolesterol
3. Syarat Diet
a) Energi diberikan sesuai kebutuhan berdasarkan umur, jenis kelamin, tinggi badan,
aktifitas fisik, dan factor stress untuk memnuhi kebutuhan gizi pasien sehingga
mencapai status gizi tetap normal.
b) Protein diberikan sebesar 1 gr/kgBBI/hr karena pasien dalam keadaan status gizi
baik.
c) Lemak diberikan cukup sebesar 20% dari total kebutuhan enrgi total, diutamakan
sumber lemak tak jenuh ganda untuk mencegah dislipidemia sebagai pncetus CVA.
d) Karbohidrat diberikan sebesar 65% dari total kebutuhan energi, terutama digunakan
jenis karbohidrat kompleks.
e) Diberikan diet rendah garam II yaitu 600-800 mg Na atau sendok the garam dapur
untuk mengurangi retensi cairan dan menurrunkan tekanan darah.
f) Serat diberikan cukup, yaitu 25 g/hr agar tidak terlalu memberatkan kerja organ
pencernaan.
g) Kolesterol dibatasi < 300 mg sehari.
h) Vitamin dan mineral cukup untuk menunjang proses metabolisme dalam tubuh.
i) Cairan cukup, yaitu 6-8 gelas untuk mencegah dehidrasi.
j) Makanan diberika dengan konsistensi lunak yaitu nasi tim dikarenakan kondisi
pasien saat itu masih lemah dan giginya sudah tidak lengkap.
k) Makanan yang tidak dianjurkan yaitu produk olahan yang dibuat dengan garam
dapur, baking soda, kue-kue yang terlalu manis dan gurih.
l) Sayuran yang disarankan dimakan adalah sayuran berserat sedang, yaitu bayam,
labu siam, kacang panjang, tomat, taoge, wortel. Kangkung.
m) Sayuran yang tidak disarankan adalah sayuran yang menimbulkan gas, seperti sawi,
kol, kembang kol dan lobak :sayuran berserat tinggi seperti daun singkong, daun
katuk, daun melinjo, dan sayuran mentah.
n) Sumber protein nabati yang tidak dianjurkan yaitu pindakas dan semua kacnag-
kacangan yang diawet dengan natrium atau digoreng.
o) Bahan makanan yang tidak disarankan adalah daging ayam, dan daging sapi yang
berlemak, jerohan,dendeng, abon, kornet, daging asap, ikan sarden, ikan asin, ebi,
uadang kering, telur asin, es krim, keju, susu full cream.
p) Buah yang perlu dibatasi adalah buah yang mnenimbulkan gas seperti nangka,
durian, dan buah yang diawet dengan natriumseperti biah kaleng dan asinan.
q) Sumber lemak yang perlu dibatasi adalah minyak kelapa, minyak kelapa sawit,
margarine dana mentega biasa, santan kental, krim dan produk gorengan.
r) Bumbu yan perlu dibatasi adalah bumbu yang tajam seperti cabe, merica dan cuka
yang mengandung bahan pengawet garam natrium seperti vetsin, kecap asin, kecap
manis, petis, saos tomat, terasi, soda, baking powder.














Bahan makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan untuk penderita
stroke
Bahan makanan yang boleh dimakan Bahan makanan yang tidak boleh
dimakan
Sumber Karbohidrat
Beras, kentang, ubi, singkong, terigu,
hunkwe, sagu, roti
Sumber Karbohidrat
Produk olahan yang dibuat dengan garam
dapur, soda/baking powder, kue yang
manis
Sumber Protein
Sumber protei rendah lemak seperti Ikan,
ayam tanpa kulit, susu skim, tempe, tahu,
dankacang-kacangan

Sumber Protein
Daging sapid an ayam berlemak, jerohan,
otak, hati, ikan banyak duri, susu penuh
keju, es krim, dan produk olahan protein
hewani yang diawetkan seperti daging
asam, ham, bacon, dendeng, kornet
Sayuran
Sayuran berserat sedang dimasak,
seperti bayam, kangkung, kacang
panjang, labu siam, tomat, tauge, wortel

Sumber Lemak
Sumber lemak dalam jumlah terbatas
yaitu bentuk makanan yang mudah
dicerna. Makanan terutama diolah
dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus, dan dibakar
Sumber Lemak
Minyak kelapa dan minyak kelapa sawit,
margarin dan mentega biasa, santan
kental, krim dan produk gorengan.













A. Latar Belakang Masalah
Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di batang otak
yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu arteri sehingga jatah
oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama
kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang Amerika mengalami defisit neurologi akibat
stroke ; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal
akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang
yang selamat adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari
stroke akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama.
Secara umum stroke dapat dibagi menjadi 2 . Pertama stroke iskemik yaitu stroke yang
disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak. Kedua stroke hemoragik yaitu
stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Faktor-faktor resiko stroke
antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan
obat anti hamil2.
Melihat fenomena di atas, stroke merupakan penyakit yang menjadi momok bagi manusia.
Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak
menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami
kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain
sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita
untuk mempelajari tentang patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik
dan penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya akan
membahas patofisiologi dan penatalaksanaan stroke disebabkan penulis memandang lebih
pentingnya membahas masalah tersebut daripada yang lain. Pertambahan kasus stroke yang
tidak diimbangi dengan perbaikan penatalaksanaan di rumah sakit menyebabkan dalam
dekade terakhir stroke merupakan penyebab kematian nomor 1 di rumah-rumah sakit di
Indonesia (Informasi Rumah Sakit. Depkes RI 1997). Kematian akibat stroke terutama terjadi
pada fase akut dan umumnya terjadi pada saat penderita sudah berada di rumah sakit. Oleh
karena itu disamping usaha prevensi primer perbaikan penatalaksanaan stroke di rumah sakit
merupakan hal yang harus dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit stroke?
2. Bagaimana Penatalaksanaan dari penyakit stroke?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit stroke.
2. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari penyakit stroke.



























BAB II
PEMBAHASAN
Definisi
Stroke termasuk penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya
sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.
WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.



Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik maupun stroke hemorragik.
Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini
dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya
gangguan denyut jantung.
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak.
Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).
Patofisiologi Stroke
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20
detik dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Mekanisme
dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan
juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. Dengan
menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca+2di
dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi.
Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian
sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel
melalui masuknya Na+ dan Ca+2 .Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor
dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik(penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh
pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi
menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik
(hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat
selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior
menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus
presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik
tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari
hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri
serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic. Penyumbatan pada
arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer)
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus
temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan
defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid
anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis) dan traktus
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior
di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris
menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma.
Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum,
mesensefalon, pons dan medulla oblongata3,4,5. Efek yang ditimbulkan tergantung dari
lokasi kerusakan :
- Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (taktus
poramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah ipsilateral dan
ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus spinotalamikus).
- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius), singultus
(formasio retikularis).
- Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan
simpatis).
- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus),
mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf abdusencs).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran tetap
dipertahankan)2,5.

Tanda dan Gejala-gejala Stroke
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik
Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap,
mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu,
pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.

Faktor Penyebab Stroke
Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol,
Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), Gangguan jantung, diabetes, Riwayat stroke
dalam keluarga, Migrain.
Faktor resiko perilaku, antara lain Merokok (aktif & pasif), Makanan tidak sehat (junk food,
fast food), Alkohol, Kurang olahraga, Mendengkur, Kontrasepsi oral, Narkoba, Obesitas.
80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis, Menurut statistik. 93% pengidap
penyakit trombosis ada hubungannya dengan penyakit tekanan darah tinggi.
Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu
banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak.
Derita Pasca Stroke
Setelah stroke, sel otak mati dan hematom yg terbentuk akan diserap kembali secara
bertahap. Proses alami ini selesai dlm waktu 3 bulan. Pada saat itu, 1/3 orang yang selamat
menjadi tergantung dan mungkin mengalami komplikasi yang dapat menyebabkan kematian
atau cacat
Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari jumlah tersebut:
1/3 > bisa pulih kembali,
1/3 > mengalami gangguan fungsional ringan sampai sedang,
1/3 sisanya > mengalami gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus
menerus di kasur.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia kala, sisanya
mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita stress akibat kecacatan yang
ditimbulkan setelah diserang stroke.
Akibat Stroke lainnya:
80% penurunan parsial/ total gerakan lengan dan tungkai.
80-90% bermasalah dalam berpikir dan mengingat.
70% menderita depresi.
30 % mengalami kesulitan bicara, menelan, membedakan kanan dan kiri.
Stroke tak lagi hanya menyerang kelompok lansia, namum kini cenderung menyerang
generasi muda yang masih produktif. Stroke juga tak lagi menjadi milik warga kota yang
berkecukupan , namun juga dialami oleh warga pedesaan yang hidup dengan serba
keterbatasan.
Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya tingkat produktifitas serta dapat
mengakibatkan terganggunya sosial ekonomi keluarga. Selain karena besarnya biaya
pengobatan paska stroke , juga yang menderita stroke adalah tulang punggung keluarga yang
biasanya kurang melakukan gaya hidup sehat, akibat kesibukan yang padat.

Penatalaksanaan Stroke
Dalam tatalaksana stroke waktu merupakan hal yang sangat penting mengingat jendela
terapinya hanya berkisar antara 3 sampai 6 jam. Tindakan di gawat darurat untuk stroke akut
sebaiknya ditekankan pada hal-hal berikut:
1. Stabilisasi pasien
2. Pemeriksaan darah, EKG dan rontgen toraks
3. Penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Pemeriksaan CT Scan kepala atau MRI sesegera mungkin
Pendekatan yang dilakukan di gawat darurat sebaiknya singkat dan terfokus pada hal-hal
berikut:
1. Apa saja gejala yang muncul?
2. Kapan gejala tersebut muncul?
3. Bagamana tanda vital pasien?
4. Apakah pasien mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus atau penyakit jantung?
5. Apakah pasien memakai aspirin atau warfarin?
Tindakan yang harus segera dilakukan di gawat darurat :
1. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9% dengan kecepatan 20
ml/jam. Cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% sebaiknya tidak digunakan karena
dapat memperhebat edema serebri.
2. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
3. Jangan memberikan apapun melalui mulut.
4. Pemeriksaan EKG
5. Pemeriksaan rontgen toraks.
6. Pemeriksaan darah: Darah perifer lengkap dan hitung trombosit, Kimia darah
(glukosa, ureum, kreatinin dan elektrolit), PT (Prothrombin Time)/PTT (Partial
Thromboplastin time)
7. Jika ada indikasi lakukan pemeriksaan berikut:
Kadar alkohol
Fungsi hepar
Analisa gas darah
Skrining toksikologi
1. Pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras
2. Pasien dengan kesadaran yang sangat menurun (stupor/koma) ataupun dengan gagal
nafas perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan intubasi sebelum CT Scan.
Hal yang harus selalu diingat adalah komplikasi tersering yang dapat menyebabkan kematian.
Herniasi transtentorial dapat terjadi pada infark yang luas ataupun perdarahan luas dengan
perluasan ke ventrikel atau perdarahan subarakhnoid. Pneumonia aspirasi juga penyebab
kematian yang cukup sering pada stroke akut. Semua pasien stroke akut harus diperlakukan
sebagai pasien dengan disfagia sampai terbukti tidak. Komplikasi lainnya adalah infark
miokard akut, sekitar 3% penderita stroke iskemik mengalami komplikasi ini.

Penatalaksanaan stroke iskemik
Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke iskemik.
Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan dikelilingi
oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun akan
terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih bersifat
reversibel. Jika aliran darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area ini dapat
diselamatkan. Pada studi eksperimental, didapatkan aliran darah ke otak yang rendah hanya
dapat ditolerir selama periode waktu yang singkat. Sedangkan aliran darah ke otak yang
cenderung tinggi masih dapat ditolerir selama beberapa jam tanpa menyebabkan infark.
I. Terapi umum dan komplikasi akut
Oksigenasi
Oksigenasi yang adekuat sangat penting selama fase akut stroke iskemik untuk mencegah
hipoksia dan perburukan neurologis. Penyebab tersering gangguan oksigenasi diantaranya
obstruksi jalan nafas partial, hipoventilasi, pneumonia aspirasi ataupun atelektasis. Pasien
dengan kesadaran menurun dan stroke batang otak beresiko mengalami gangguan oksigenasi.
Tindakan intubasi harus dilakukan pada pasien dengan ancaman gagal nafas. Secara umum,
pasien yang memerlukan tindakan intubasi mempunyai prognosis yang buruk, kurang lebih
50% nya meninggal dalam 30 hari. Monitoring dengan oksimetri sebaiknya dilakukan dengan
target saturasi oksigen > 95%. Suplementasi oksigen diberikan pada pasien dengan hipoksia
berdasarkan hasil analisa gas darah atau oksimetri.
Indikasi pemasangan pipa endotrakeal:
PO2 <50-60 mmHg PCO2 >50-60 mmHg
Kapasitas vital < 500-800 mL
Resiko aspirasi pada pasien yang kehilangan refleks proteksi jalan nafas
Takipneu >35 kali/menit
Dyspneu dengan kontraksi muskulus asesorius
Asidosis respiratorik berat
Indikasi trakeostomi:
Koma dengan pemakaian ventilator lebih dari 14 hari
Proteksi bronkial/bronkial cleansing
Gangguan menelan dengan resiko aspirasi
Obstruksi laring
Pemakaian ETT lama

Hipertensi pada stroke iskemik akut
Hipertensi sering kali dijumpai pada pasien dengan stroke akut bahkan pasien yang
sebelumnya normotensi sekalipun pada fase akut dapat mengalami peningkatan tekanan
darah yang sifatnya transient. Pada 24 jam pertama fase akut stroke, lebih dari 60% pasien
datang dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan lebih dari 28% memiliki tekanan
darah diastolik > 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah pada stroke iskemik merupakan
respon otak yang bertujuan untuk meningkatkan tekanan perfusi otak sehingga aliran darah
ke area penumbra pun akan meningkat. Diharapkan dengan respon tersebut kerusakan di area
penumbra tidak bertambah berat. Akibatnya, penurunan tekanan darah yang terlalu agresif
pada stroke iskemik akut dapat memperluas infark dan perburukan neurologis. Tetapi tekanan
darah yang terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan memperhebat edema
serebri.
Monitoring tekanan darah
1. Pengukuran TD dilakukan pada kedua lengan
2. Pastikan perbedaan TD antara kedua lengan tidak lebih dari 10 mmHg, jika terdapat
perbedaan > 10 mmHg maka TD yang dipakai adalah yang lebih tinggi
3. Gunakan lengan yang paresis
4. Lengan harus setinggi jantung
5. Manset yang digunakan harus sesuai dengan besar lengan
6. Frekuensi pengukuran TD:
Dua jam pertama setiap 15 menit
Dua sampai delapan jam berikutnya setiap 30 menit
Sembilan sampai 24 jam selanjutnya setiap 1 jam

AHA/ASA merekomendasikan penatalaksanaan hipertensi pada stroke iskemik akut sebagai
berikut:
A. Pasien yang tidak akan diberikan terapi trombolisis
TD sistolik < 220 atau diastolik < 120 Observasi kecuali jika ditemukan kegawatdaruratan
hipertensi non neurologis seperti infark miokard akut, edema paru kardiogenik, ensefalopati
hipertensi, retinopati hipertensi, diseksi aorta).
Berikan terapi simptomatis (sakit kepala, nausea, muntah, agitasi, nyeri).
Atasi komplikasi stroke lainnya seperti hipoksia, peningkatan tekanan intrakranial, kejang,
hipo ataupun hiperglikemi.
TD sistolik < 220 atau diastolik 121-140 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang setiap 10 menit (maksimal 300 mg) atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis
inisial), dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai maksimal 15
mg/jam. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya
TD diastolik > 140 Nitroprusid 0,5ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial) dengan monitoring
TD kontinyu. Penurunan TD 10-20% dari TD sebelumnya
B. Pasien kandidat terapi trombolisis
Praterapi, sistolik > 185 atau diastolik >110 Labetolol 10-20 mg IV selama 1-2 menit.
Dapat diulang satu kali atau nitropasta 1-2 inchi
Selama/setelah terapi.
1. Monitor TD Periksa TD setiap 15 menit selama 2 jam setelah mulai terapi lalu setiap
30 menit selama 6 jam, selanjutnya tiap 60 menit sampai 24 jam.
2. Diastolik > 140 Sodium Nitroprusid 0,5 ug/KgBB/menit IV infus (dosis inisial)
dititrasi sampai TD yang diinginkan.
3. Sistolik > 230 atau diastolik 121-140 Labetolol 10ug IV selama 1-2 menit. Dapat
diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu
lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit. Atau Nicardipin 5 mg/jam IV infus (dosis
inisial) dititrasi sampai efek yang diinginkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit sampai
maksimal 15 mg/jam.
4. Sistolik 180-230 atau diastolik 105-120 Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dapat
diulang setiap 10 menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis inisial lalu
lanjutkan dengan drip 2-8 mg/menit.
Selain terapi seperti diatas, obat anti hipertensi oral yang dapat digunakan adalah captopril
atau nicardipin. Pemakaian nifedipin sublingual sebaiknya dihindari karena dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis.

Hiperglikemia
Broderick et al, Weir CJ et al, Kawai N et al membuktikan bahwa hiperglikemi reaktif
maupun non reaktif selama iskemia otak akut menimbulkan efek yang berbahaya dan
keluaran klinis yang lebih buruk terutama pada stroke non lakuner.
Konsentrasi glukosa yang meningkat di area iskemik akan meningkatkan konsentasi
laktat dan menyebabkan asidosis. Hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal
bebas oksigen yang akan merusak neuron-neuron. Hiperglikemia juga memperparah
edema, meningkatkan pelepasan neurotransmiter excitatory amino acid dan
melemahnya pembuluh darah di area iskemik.
Batas kadar gula darah yang dianggap masih aman pada fase akut stroke iskemik non
lakunar adalah 100-200 mg% (Hack W, et al, 1997).

Indikasi dan syarat pemberian insulin
1. Stroke hemoragik dan non hemoragik dengan IDDM atau NIDDM
2. Bukan lakunar stroke dengan diabetes melitus.
Kontrol gula darah selama fase akut stroke
-Insulin reguler diberikan subkutan setiap 6 jam dengan cara skala luncur atau infus intravena
terus menerus.
-Insulin reguler dengan skala luncur
Gula darah (mg/dL) Insulin tiap 6 jam SC/ sebelum makan < 80 Tidak diberikan insulin, 80-
150 Tidak diberikan insulin, 150-200 2 unit, 201-250 4 unit, 251-300 6 unit, 301-350 8 unit,
351-400 10 unit, >400 12 unit.
Bila kadar gula darah sulit dikendalikan dengan skala luncur, diperlukan infus kontinyu
dengan dosis dimulai 1 unit/jam dan dapat dinaikkan sampai 10 unit/jam. Kadar gula darah
harus dimonitor dengan ketat setiap 1-2 jam sehingga kecepatan infus dapat disesuaikan.
Hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus pertama 5-10 unit insulin reguler tiap
jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan
dengan pemberian insulin reguler subkutan (fixdosed).
Demam
Peningkatan suhu tubuh pada stroke iskemik akut berhubungan dengan buruknya keluaran
neurologik. Hal ini diduga karena peningkatan kebutuhan metabolik, meningkatnya
pelepasan neurotransmiter dan radikal bebas. Antipeiretik dan selimut dingin dapat
digunakan untuk mengatasi demam. Pada pasien stroke peningkatan suhu dapat disebabkan
oleh efek sentral akan tetapi hal ini lebih sering disebabkan karena infeksi sekunder. Oleh
karenya, mencari penyebab demam adalah hal yang penting dan antibiotik harus segera
diberikan jika memang diperlukan.

II. Terapi stroke iskemik akut
Trombolisis rt-PA intravena
Trombolisis rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke iskemik akut satu-satunya yang
disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif membatasi kerusakan otak akibat
stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke pada kelompok penderita yang telah
diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam sejak onset stroke. Komplikasi terapi
ini adalah perdarahan intraserebral (hanya ditemukan pada 6,4% pasien bila menggunakan
protokol NINDS secara ketat).
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena.
Kriteria inklusi:
1. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam.
2. Usia >18 tahun
3. Defisit neurologik yang jelas
4. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intracranial
5. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan
keuntungannya
Kriteria eksklusi:
1. Defisit neurologis yang cepat membaik
2. defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik saja, disartria
saja atau kelemahan minimal
3. CT Scan menunjukkan perdarahan intracranial
4. Gambaran hipodensitas > 1/3 hemisfer serebri pada CT Scan
5. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan subarakhnoid
6. Kejang pada saat onset stroke
7. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan sebelumnya
8. Operasi besar dalam waktu 14 hari
9. Pungsi lumbal dalam 1 minggu
10. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21 hari
11. Infark miokard akut dalam 3 bulan
12. TD sistolik sebelum terapi > 185 mmHg atau TD diastolik > 110 mmHg
13. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/dL
14. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin > 15 detik, INR > 1,7
15. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial
memanjang
16. Trombosit < 100.000/mm
Pemberian trombolisi rt-PA intravena:
1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit
pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.
2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke.
3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit dalam
6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama.
4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus dan
segera lakuan pemeriksaan CT Scan.
5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam berikutnya, tiap
60 menit sampai 24 jam pertama.
6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik > 180 mmHg atau diastolik > 105
mmHg.
7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolik 105-120 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat
diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus
pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit dan perhatikan
timbulnya hipotensi.
8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan
selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis dapat diulangi atau
digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan bolus pertama diikuti
labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat dipertimbangkan infus sodium
nitroprusid.
9. Bila TD diastolik > 140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus
sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit.
10. Tunda pemasangan NGT dan kateter.
11. jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam pertama.
Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena
1. Hentikan infus trombolitik
2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR, masa
tromboplastin parsial dan trombosit.
3. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar bila
perlu.
4. Berikan FFP 2 unit setiap 6 jam selama 24 jam.
5. Berikan kriopresipitat 5 unit. Jika fibrinogen < 200 mg% ulangi pemberian kriopresipitat.
6. Berikan trombosit 4 unit.
7. Lakukan CT Scan otak segera.
8. Konsul bedah saraf jika perlu tindakan dekompresi.
Antikoagulan dan antiplatelet
Joint Guideline Statement from the AHA and th AAN merekomendasikan:
1. Aspirin 160-325 mg/hari harus diberikan pada pasien stroke iskemik dalam 48 jam setelah
onset untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas (pada pasien yang tidak diterapi dengan
trombolisi rt-PA intravena).
2. Subkutan unfractionated heparin, low molecular weight heparin dan heparinoid dapat
dipertimbangkan sebagai terapi profilaksis pada pasien dengan resiko DVT (deep vein
thrombosis). Efektifitasnya dalam mencegah edema pulmonal belum terbukti, sehingga perlu
dipertimbangakan resiko perdarahan yang dapat ditimbulkan.
3. Pemakaian subkutan unfractionated heparin untuk menurunkan resiko kematian,
morbiditas dan kekambuhan tidak direkomendasikan.
4. Unfractionated heparin dengan dosis yang disesuaikan juga tidak direkomendasikan untuk
menurunkan morbiditas, mortalitas dan kekambuhan pada pasien dengan stroke akut (48 jam
pertama) karena bukti-bukti menunjukkan terapi ini tidak efektif dan meningkatkan resiko
perdarahan. LMWH/ heparinoid dosis tinggi juga tidak direkomendasikan.
5. IV unfractionated heparin, LMWH/heparinoid dosis tinggi tidak direkomendasikan pada
pasien stroke iskemik akut dengan kardioemboli, aterosklerotik pembuluh darah besar,
vertebrobasiler ataupun progresing stroke karena data-data yang mendukung dianggap masih
kurang.
Neuroprotektan Sampai saat ini penggunaan neuroprotektan masih kontroversial.

III. Perawatan rumah sakit dan terapi komplikasi neurologik
Sekitar 25% pasien stroke fase akut akan mengalami perburukan dalam 24-24 jam setelah
onset. Meskipun demikian sulit untuk menentukan pasien mana yang akan mengalami
perburukan. Oleh karena itu pasien stroke pada fase akut dianjurkan untuk dirawat di rumah
sakit.
Tujuan perawatan rumah sakit adalah:
1. Pemantauan pasien untuk persiapan tindakan/terapi selanjutnya
2. Pemberian terapi medikamentosa maupun pembedahan untuk meningkatkan keluaran
3. Mencegah komplikasi subakut
4. Pengobatan terhadap penyakit sebelumnya atau faktor resiko yang ada
5. Merencanakan terapi jangka panjang untuk mencegah stroke berulang
6. Memulai program neuro-restorasi

Perawatan umum
Pemantauan tanda vital dan status neurologik harus sering dilakukan dalam 24 jam setelah
pasien masuk rumah sakit. Umumnya pasien yang dirawat dianjurkan untuk tirah baring,
akan tetapi mobilisasi sebaiknya dilakukan sesegera mungkin jika kondisi pasien sudah
dianggap stabil. Mobilisasi yang segera dapat mencegah komplikasi pneumonia, DVT,
emboli paru dan dekubitus. Latihan gerakan pasif dan full range of motion pada sisi yang
paresis dapat dimulai dalam 24 jam pertama. Miring kanan-miring kiri, pemakaian pressure
mattresses serta perawatan kulit dapat mencegah timbulnya dekubitus.
Nutrisi
Nutrisi yang adekuat diperlukan selama perawatan stroke, karena kondisi malnutrisi dapat
menghambat proses penyembuhan.
Kebutuhan kalori dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict:
BEE (pria)= 66,47 + 13,75 x BB + 5,0 X TB 6,76 x umur [kcal/hari]
BEE (wanita)= 655,1 + 9,56 x BB +1,85 X TB 4,68 x umur [kcal/hari]
Faktor stress (dikalikan dengan BEE untuk memperkirakan kebutuhan kalori)
Sakit berat F= 1,25
Pneumonia F= 1,5
Infark luas F= 1,75
Demam F= 1,13/1oC *BEE = Basal Energy Expenditure, Umur dalam tahun
Kebutuhan protein lebih tinggi dari orang normal (1,2-1,5 g/kgBB), normal 0,8 g/ kgBB.
Disfagia cukup sering dijumpai pada pasien stroke oleh karenanya semua pasien stroke harus
diperlakukan sebagai pasien dengan gangguan menelan sampai terbukti tidak. Skrining test
yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan disfagia adalah dengan tes menelan. Test ini
dilakukan pada pasien tanpa penurunan kesadaran. Pasien diminta untuk menelan satu sendok
teh air putih dengan posisi setengah duduk dan kepala fleksi ke dapan sampai dagu
menyentuh dada. Perhatikan apakah pasien tersedak, batuk atau muncul perubahan suara. Jika
tidak ada tanda-tanda aspirasi dapat dicoba untuk minum air dalam jumlah yang lebih besar
langsung dari gelas. Pasien dengan kesadaran meurun atau tes menelan negatif sebaiknya
dipasang pipa nasogastrik.
Infeksi
Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup sering pada pasien stroke. Biasanya
terjadi pada pasien dengan imobilisasi atau dengan kemampuan batuk yang menurun.
Pneumonia harus dipikirkan jika timbul demam setelah serangan stroke dan antibiotik yang
sesuai harus diberikan.
Infeksi saluran kemih juga cukup sering terjadi pada pasien stroke dan dapat menyebabkan
sepsis pada sekitar 5% pasien. Kateter urin menetap sebaiknya hanya dipakai dengan
pertimbangan khusus (kesadaran menurun, demensia, afasia global). Pada pasien yang sadar
dengan gangguan berkemih, kateterisasi intermiten secara steril setiap 6 jam lebih disukai
untuk mencegah kemungkinan infeksi, pembentukan batu dan gangguan sfingter vesika.
Latihan vesika harus dilakukan sedini mungkin bila pasien sudah sadar.
Trombosis vena
Faktor resiko terjadinya DVT antara lain:
1. Usia tua
2. Imobilisasi
3. Paresis ekstremitas bawah
4. Paresis yang berat
5. Fibrilasi atrium
Antikoagulan dapat diberikan untuk mencegah DVT dan emboli paru pada pasien stroke.
Beberapa penelitian menunjukkan efektifitas unfractinated heparin, enoxaprine dan danaparin
dalam menurunkan kejadian emboli paru. Pasien dengan imobilisasi lama yang tidak dalam
pengobatan heparin IV dapat diberikan heparin 5000 unit setiap 12 jam selama 5-10 hari
untuk mencegah pembentukan trombus. Pilihan lain LMWH (enoxaparine atau nadroparine)
2 kali 30 mg subkutan.

III. Terapi komplikasi neurologik akut.
Komplikasi penting neurologik akut pada pasien stroke adalah:
1. Edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan herniasi atau
kompresi batang otak.
1. Kejang
2. Transformasi hemoragik.
Edema serebri dan peningkatan tekanan intracranial
Tujuan penatalaksanaan edema serebri:
1. Menurunkan tekanan intracranial
2. Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat untuk mencegah bertambahnya lesi
iskemik
3. Mencegah kerusakan otak akibat proses herniasi
Terapi peningkatan tekanan intrakranial terdiri atas:
Terapi medikamentosa/konservatif
Terapi pembedahan Terapi konservatif
1. Hiperventilasi Penurunan pCO2 5-10 mmHg akan menurunan tekanan intrakranial
25-30%. Hiperventilasi menyebabkan kadar CO2 menurun sehingga terjadi
vasokonstriksi dan menurunkan volume darah otak dan tekanan intrakranial. PCO2
sebaiknya dipertahankan 25-30 mmHg. Efek hiperventilasi tidak bertahan lama maka
diperlukan intervensi tambahan lain untuk mengontrol peningkatan tekanan
intrakranial.
2. Osmoterapi
Diuretik osmotik menurunkan tekanan intrakranial dengan menaikkan osmolalitas serum
sehingga cairan akan ditarik keluar dari sel otak. Manitol dapat digunakan dengan dosis 0,25-
0,5 g/kgBB IV selama 20 menit, tiap 6 jam. Tidak dianjurkan menggunakan manitol untuk
jangka panjang. Manitol diberikan bila osmolalitas serum tidak lebih dari 310 mOsm/ l.
Furosemid 40 mg IV/hari dapat memperpanjang efek osmotik serum manitol. Beberapa studi
menunjukkan kortikosteroid tidak bermanfaat dalam menurunkan tekanan intrakranial pada
pasien stroke.
1. Barbiturat intravena
Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial dengan menurunkan CMRO2 (cerebral
metabolism rate of oxygen), menyebabkan vasokonstriksi dan menghambat radikal bebas/
Dosis yang digunakan, inisial 10 mg/kgBB pentobarbital selama 30 menit, rumatan 3-5
mg/kgBB/jam. Pemakaian barbiturat sangat terbatas mengingat efek sampingnya berupa
hipotensi, depresi cardiac, hepatotoksik dan predisposisi infeksi. Schwab, 1997, melaporkan
barbiturat tidak memperbaiki keluaran peningkatan tekanan intrakranial.
Terapi pembedahan
Jika terapi medikamentosa gagal menurunkan tekanan intrakranial tindakan dekompresi dapat
dipertimbangkan.
Ventrikulostomi dapat dilakukan pada pasien dengan hidrosefalus obstruksi yang disertai
dengan penurunan kesadaran.
Kejang
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama pasca stroke dan biasanya parsial dengan
atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang berulang terjadi pada 20-80% kasus.
Penggunaan antikonvulsan sebagai profilaksis kejang pada pasien stroke tidak terbukti
bermanfaat. Terapi kejang pada pasien stroke sama dengan penanganan kejang pada
umumnya.
Transformasi perdarahan
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu disertai komponen
perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT Scan 5% dari kejadian infark dapat
berkembang menjadi transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran dan etiologi stroke dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi ini. Penggunaan antitrombotik, terutama antikoagulan
dan trombolitik meningkatkan kejadian transformasi perdarahan. Terapi pasien dengan infark
berdarah tergantung pada volume perdarahan dan gejala yang ditimbulkannya.
a. Pencegahan stroke dan pengelolaan faktor resiko
Stroke, penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat merupakan penyakit yang
menyebabkan kecacatan neurologis dan merupakan penyakit neurologis yang paling banyak
memerlukan perawatan rumah sakit. Meskipun penatalaksanaan stroke akut dapat
menurunkan angka kematian dan kecacatan akan tetapi tindakan pencegahan ternyata lebih
efektif dalam menurunkan angka tsb.
Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer
bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah terkena stroke.
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke termasuk TIA.
Faktor resiko stroke dibedakan atas:
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi:
Umur
Jenis kelamin
Ras/etnis
Riwayat keluarga
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi:
Hipertensi
Merokok
Diabetes melitus
Stenosis karotis asimtomatis
Penyakit sel sabit
Hiperlipidemia
Fibrilasi atrium (non valvular)
Obesitas
Inaktivitas fisik
Pola makan yang tidak sehat
Alkoholisme
Hiperhomosisteinemia
Penyalahgunaan obat
Hiperkoagulabiliti
Terapi sulih hormon
Kontrasepsi oral
Proses peradangan
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Umur
Dengan meningkatnya usia resiko stroke juga turut meningkat. The Farmingham Study
menunjukkan resiko stroke meningkat sebesar 22%, 32%, 83% pada kelompok umur 45-55,
55-64, 65-74 tahun. Stroke iskemik kebanyakan muncul pada pasien yang berusia lebih dari
65 tahun.
Jenis kelamin
Stroke lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Akan tetapi
karena angka harapan hidup wanita lebih tinggi dari pada laki-laki, tidak jarang pada studi-
studi tentang stroke didapatkan pasien wanita lebih banyak.
Ras/etnis
Orang kulit hitam, Hispanic American, Cina dan Jepang memiliki insiden stroke yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga pernah mengalami serangan stroke, maternal maupun paternal,
berhubungan dengan meningkatnya insiden stroke. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor
diantaranya faktor genetik, pengaruh budaya dan gaya hidup dalam keluarga, interaksi antara
genetik dan pengaruh lingkungan.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi Hipertensi Hipertensi merupakan faktor resiko stroke
yang utama, baik iskemik maupun hemoragik. Mengendalikan hipertensi terbukti
menurunkan insiden stroke.
Klasifikasi tekanan darah menurut 7th report of the Joint National Committee on prevention,
detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC 7).
Klasifikasi TD Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal <120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 Atau 90-99 Hipertensi stage 2 > 160 Atau > 100
Follow-up TD pada orang dewasa tanpa kerusakan target organ (Rekomendasi JNC 7)
TD awal (mmHg) Follow-up
Normal Cek ulang dalam 2 tahun
Prehipertensi Cek ulang dalam 1 tahun dengan anjuran memperbaiki gaya hidup
Hipertensi stage 1 Konfirmasi ualgn dalam 2 bulan dengan anjuran memperbaiki gaya hidup
Hipertensi stage 2 Evaluasi atau rujuk ke spesialis dalam 1 bulan. Jika TD lebih tinggi
evaluasi dan segera terapi.
Waktu follow-up dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi klinis pasien termasuk resiko
kardiovaskular lainnya dan kerusakan target organ.
Obat-obat antihipertensi yang dianjurkan (JNC 7)
Antihipertensi yang direkomendasikan
Indikasi penyerta Diuretic BB ACEI ARB CCB Aldo ANT
Gagal jantung
Pasca MCI
Resiko tinggi jantung koroner
Diabetes
CKD (chronic kidney disease)
Pencegahan stroke ulang
BB: Beta Blocker, ACEI: angiotensin-converting enzyme inhibitor, ARB: angiotensin
reseptor blocker, CCB: calcium channel blocker, Aldo ANT: aldosterone antagonist.
Algoritma penatalaksanaan hipertensi.
Modifikasi gaya hidup meliputi:
Menurunkan berat badan: Mengupayakan berat badan normal
Pola makan yang tidak memicu hipertensi: Mengkonsumsi buah-buahan, sayuran dan
produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh.
Diet rendah garam: Mengurangi intake garam < 100 mmol/hari (2,4 gr Na atau 6 g NaCl)
Aktifitas fisik: Aktivitas fisik rutin seperti jalan santai min 30 menit/hari.
Mengurangi konsumsi alkohol
Merokok
Merokok telah lama diketahui sebagai faktor resiko stroke. patofisiologi efek rokok bersifat
multifaktorial baik pada pembuluh darah sistemik maupun reologi darah. Rokok
menyebabkan kekakuan pembuluh darah. Rokok juga berhubungan dengan meningkatnya
kadar fibrinogen, agregari trombosit, menurunnya HDL dan meningkatnya hematokrit.
Dengan berhenti merokok resiko stroke menurun 50%.
Diabetes
Insulin-dependent diabetics meningkatkan resiko stroke: 1) meningkatkan prevalensi
aterosklerosis dan 2) meningkatkan prevalensi faktor resiko lain seperti hipertensi, obesitas
dan hiperlipidemia. Beberapa penelitian menunjukkan pengontrolan tekanan darah pada
penderita diabetes lebih efektif menurunkan resiko stroke dibandingkan pengontrolan ketat
kadar gula darah. Dianjurkan target TD pada penderita diabetes <130/80 mmHg. Sedangkan
pengontrolan gula darah direkomendasikan untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular.
Stenosis karotis asimptomatis
Cardiovascular Health Study menunjukkan stenosis karotis >50% ditemukan pada 7% laki-
laki dan 5% perempuan yang berusia > 65 tahun. Iskemik serebral lebih sering ditemukan
pada pasien dengan stenosis karotis berat (75%), stenosis artei karotis progresif, penyakit
jantung dan pada laki-laki. Enarterektomi dapat dipertimbangkan pada secara selektif pada
kasus dengan karotis stenosis > 60% dan < 100% yang dilakukan oleh ahli bedah yang
memiliki mortalitas dan morbiditas < 3%. Seleksi pasien didasarkan pada kondisi komorbid:
angka harapan hidup, pertimbangan pasien dan faktor individual lainnya.
Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium merupakan aritmia yang sering terjadi dan merupakan faktor resiko stroke
yang sering. Pemakaian antikoagulan oral jangka panjang dapat menurunkan resiko stroke
sampai 68%.
Rekomendasi Umur < 65 tahun, tanpa faktor resiko Aspirin

Вам также может понравиться