Вы находитесь на странице: 1из 61

Penalaran 41

2
Penal aran (Reasoning)
Scientists, being only human, cannot always admit their errors,
even when confronted with strict proof.
(Thomas S. Kuhn, 1970)
Tel ah di sebutkan dal am Bab 1 bahwa pengerti an teori akuntansi dal am buku i ni
di fokuskan pada pengerti an teori sebagai suatu penal aran l ogi s untuk menjel as-
kan bagai mana suatu standar akuntansi di turunkan, di kembangkan, atau di pi l i h.
Penal aran sangat penti ng perannya dal am bel ajar teori akuntansi karena teori
akuntansi menuntut kemampuan penal aran yang memadai . Teori akuntansi
banyak mel i batkan proses peni l ai an kel ayakan dan val i di tas suatu pernyataan dan
argumen. Penal aran memberi keyaki nan bahwa suatu pernyataan atau argumen
l ayak untuk di teri ma atau di tol ak. Penal aran l ogi s merupakan sal ah satu sarana
untuk memveri fi kasi val i di tas suatu teori .
Penal aran merupakan pengetahuan tentang pri nsi p-pri nsi p berpi ki r l ogi s
yang menjadi basi s dal am di skusi i l mi ah. Penal aran juga merupakan suatu ci ri
si kap (attitude) i l mi ah yang sangat menuntut kesungguhan (commitment) dal am
menemukan kebenaran i l mi ah.
1
Si kap i l mi ah membentengi si kap untuk meme-
cahkan masal ah secara serampangan, subjekti f, pragmati k, dan emosi onal . Karena
penti ngnya masal ah penal aran i ni , bab i ni membahas secara khusus pengerti an
penal aran dan berbagai aspeknya serta apl i kasi nya dal am akuntansi .
Pengertian
Sebagai ti ti k tol ak pembahasan, di ajukan pengerti an penal aran ol eh Ni ckerson
(1986) sebagai beri kut:
2
Reasoning encompasses many of the processes we use to form and evaluate
beliefsbeliefs about the world, about people, about the truth or falsity of claims
we encounter or make. I t involves the production and evaluation of arguments,
the making of inferences and the drawing of conclusions, the generation and
1
I sti l ah kebenar an dal am pembahasan di si ni ti dak di maksudkan dal am pengerti an kebenaran
mutl ak (absolute truth) tetapi l ebi h dal am pengerti an kebenar an i l mi ah yang di batasi ol eh kemampuan
penal aran manusi a. Kebenaran mutl ak adal ah mi l i k Tuhan. Ol eh karena i tu, wal aupun di gunakan i sti -
l ah kebenaran, kebenaran di si ni harus l ebi h di arti kan sebagai val i di tas. Li hat catatan kaki 16 di Bab 1.
2
Raymond S. Ni cker son, Reflections on Reasoning (Hi l l sdal e, NJ: Lawrence Er l baum Associ ates,
Publ i sher, 1986). Pembahasan di bab i ni banyak di dasarkan atas buku tersebut.
42 Bab 2
testing of hypotheses. I t requires both deduction and induction, both analysis
and synthesis, and both criticality and creativity (hl m. 1-2).
Dapat di katakan bahwa penal aran adal ah proses berpi ki r l ogi s dan si stemati s
untuk membentuk dan mengeval uasi suatu keyaki nan (belief) terhadap suatu
pernyataan atau asersi (assertion). Pernyataan dapat berupa teori (penjel asan)
tentang suatu fenomena atau real i tas al am, ekonomi k, pol i ti k, atau sosi al . Pena-
l aran perl u di ajukan dan di jabarkan untuk membentuk, mempertahankan, atau
mengubah keyaki nan bahwa sesuatu (mi sal nya teori , pernyataan, atau penjel as-
an) adal ah benar. Penal aran mel i batkan i nferensi (inference) yai tu proses penu-
runan konsekuensi l ogi s dan mel i batkan pul a proses penari kan si mpul an/konkl usi
(conclusion) dari serangkai an pernyataan atau asersi . Proses penurunan si mpul an
sebagai suatu konsekuensi l ogi s dapat bersi fat dedukti f maupun i ndukti f. Penal ar-
an mempunyai peran penti ng dal am pengembangan, penci ptaan, pengeval uasi an,
dan penguji an suatu teori atau hi potesi s.
Teori (pernyataan-pernyataan teoreti s) merupakan sarana untuk menyata-
kan suatu keyaki nan sedangkan penal aran merupakan proses untuk mendukung
keyaki nan tersebut. Ol eh karena i tu, keyaki nan (terhadap suatu teori atau per-
nyataan) berki sar antara l emah sampai kuat sekal i atau memaksa (compelling)
bergantung pada kual i tas atau keefekti fan penal aran dal am meni mbul kan daya
bujuk atau dukung yang di hasi l kan.
Unsur dan Struktur Penalaran
Struktur dan proses penal aran di bangun atas dasar ti ga konsep penti ng yai tu:
asersi (assertion), keyaki nan (belief), dan argumen (argument). Struktur penal aran
menggambarkan hubungan keti ga konsep tersebut dal am menghasi l kan daya
dukung atau bukti rasi onal terhadap keyaki nan tentang suatu pernyataan.
Asersi adal ah suatu pernyataan (bi asanya posi ti f) yang menegaskan bahwa
sesuatu (mi sal nya teori ) adal ah benar. Bi l a seseorang mempunyai kepercayaan
(confidence) bahwa statemen keuangan i tu bermanfaat bagi i nvestor adal ah benar,
maka pernyataan statemen keuangan i tu bermanfaat bagi i nvestor merupakan
keyaki nannya. Asersi mempunyai fungsi ganda dal am penal aran yai tu sebagai el e-
men pembentuk (ingredient) argumen dan sebagai keyaki nan yang di hasi l kan ol eh
penal aran (berupa si mpul an). Arti nya, keyaki nan yang di hasi l kan di nyatakan
dal am bentuk asersi pul a. Dengan demi ki an, asersi merupakan unsur penti ng
dal am penal aran karena asersi menjadi komponen argumen (sebagai masukan
penal aran) dan merupakan cara untuk merepresentasi atau mengungkapkan
keyaki nan (sebagai kel uaran penal aran).
Keyaki nan adal ah ti ngkat kebersedi aan (willingness) untuk meneri ma bahwa
suatu pernyataan atau teori (penjel asan) mengenai suatu fenomena atau gejal a
(al am atau sosi al ) adal ah benar. Orang mendapatkan keyaki nan akan suatu per-
nyataan karena di a mel ekatkan kepercayaan terhadap pernyataan tersebut.
Orang dapat di katakan mempunyai keyaki nan yang kuat kal au di a bersedi a
berti ndak (berpi ki r, berperi l aku, berpendapat, atau berasumsi ) seakan-akan
Penalaran 43
keyaki nan tersebut benar. Keyaki nan merupakan unsur penti ng penal aran karena
keyaki nan menjadi objek atau sasaran penal aran dan karena keyaki nan menentu-
kan posi si (paham) dan si kap seseorang terhadap suatu masal ah yang menjadi
topi k bahasan.
Argumen adal ah serangkai an asersi beserta keterkai tan (arti kul asi ) dan i nfe-
rensi atau penyi mpul an yang di gunakan untuk mendukung suatu keyaki nan. Bi l a
di hubungkan dengan argumen, keyaki nan adal ah ti ngkat kepercayaan yang di l e-
katkan pada suatu pernyataan konkl usi atas dasar pemahaman dan peni l ai an
suatu argumen sebagai bukti yang masuk akal . Ol eh karena i tu, argumen menjadi
unsur penti ng dal am penal aran karena ti a
3
di gunakan untuk membentuk, meme-
l i hara, atau mengubah suatu keyaki nan. Gambar 2.1 menunjukkan secara di agra-
mati k proses penal aran secara umum.
Gambar 2.1
Proses atau Struktur Penalaran
Gambar di atas menunjukkan bahwa argumen dal am proses penal aran meru-
pakan sal ah satu bentuk bukti yang ol eh Mautz dan Sharaf (1964) di sebut sebagai
argumentasi rasi onal (rational argumentation).
4
Dua jeni s bukti yang l ai n adal ah
bukti natural (natural evidence) dan bukti ci ptaan (created evidence). Bukti dal am
bentuk argumen rasi onal akan banyak di perl ukan dal am teori akuntansi yang
membahas masal ah konseptual khususnya bi l a akuntansi di pandang sebagai
teknol ogi dan teori akuntansi di arti kan sebagai penal aran l ogi s. Bukti adal ah
3
Kata i ni di gunakan untuk menunjuk kata argumen. Dal am buku i ni , kata tia (sebagai padan
kata it dal am bahasa I nggri s) kadangkal a di gunakan sebagai kata ganti penunjuk nomi na sebagai
vari an kata dia yang di gunakan sebagai kata ganti penunjuk orang keti ga. Sebagai objek (pel engkap
penderi ta) atau untuk menyatakan kata ganti posesi f (padan kata its dal am bahasa I nggri s), kata nya
sebagai akhi ran masi h tetap dapat di gunakan. Dengan penal aran yang sama, kata meretia akan
di gunakan dal am buku i ni sebagai padan kata they untuk kata ganti penunjuk benda (nomi na) jamak.
4
R. K. Mautz dan Hussei n A. Sharaf, The Philosophy of Auditing (Sarasota, FL: Ameri can
Accounti ng Associ ati on, 1964), hl m. 68.
Asersi
Asersi Asersi
inferensi
inferensi
inferensi
Asersi
Asersi
Asersi
Asersi
konklusi
Asersi sebagai
elemen
argumen
Argumen
Keyakinan
bahwa asersi
konklusi benar
Masukan Proses Keluaran
44 Bab 2
sesuatu yang memberi dasar rasi onal dal am perti mbangan (judgment) untuk
menetapkan kebenaran suatu pernyataan (to establish the truth). Dal am hal teori
akuntansi , perti mbangan di perl ukan untuk menetapkan rel evansi atau keefek-
ti fan suatu perl akuan akuntansi untuk mencapai tujuan akuntansi . Gambar 2.2 di
bawah i ni menunjukkan peran argumen sebagai bukti .
Gambar 2.2
Arti Penting Argumen Sebagai Bukti
Perl u di catat bahwa keyaki nan yang di perol eh seseorang karena kekuatan
atau kel emahan argumentasi adal ah terpi sah dengan masal ah apakah pernyataan
yang di yaki ni i tu sendi ri benar (true) atau takbenar (false). Dapat saja seseorang
memegang keyaki nan yang kuat terhadap sesuatu yang sal ah atau sebal i knya
menol ak suatu pernyataan yang benar (val i d). Beri kut i ni di bahas l ebi h l anjut
konsep atau komponen penal aran.
Asersi
Asersi (pernyataan) memuat penegasan tentang sesuatu atau real i tas. Pada
umumnya asersi di nyatakan dal am bentuk kal i mat. Beri kut i ni adal ah contoh
beberapa asersi (beberapa adal ah asersi dal am akuntansi ):
Manusi a adal ah makhl uk sosi al .
Semua bi natang menyusui mempunyai paru-paru.
Beberapa obat batuk menyebabkan kantuk.
Ti dak ada i kan hi as yang mel ahi rkan.
Parti si pasi mempengaruhi ki nerja.
Statemen al i ran kas bermanfaat bagi i nvestor dan kredi tor.
Perusahaan besar akan memi l i h metoda MPKP.
I nformasi sumber daya manusi a harus di cantumkan di neraca.
Dal am sektor publ i k, anggaran merupakan al at pengendal i an dan
pengawasan yang pal i ng andal .
Beberapa asersi mengandung pengkuanti fi kasi yai tu semua (all), ti dak ada
(no), dan beberapa (some). Asersi yang memuat pengkuanti fi kasi semua dan tidak
ada merupakan asersi universal sedangkan yang memuat penguanti fi kasi bebera-
pa merupakan asersi spesifik. Asersi spesi fi k dapat di susun dengan pengkuanti -
Semua A adalah C
B bukan A
B bukan C
Argumen
sebagai bukti
membentuk,
memelihara,
mengubah
Keyakinan bahwa
pernyataan benar
sebagai bukti
B bukan C
Penalaran 45
fi kasi sedi ki t, banyak, sebagi an besar, atau bi l angan tertentu. Pengkuanti fi kasi
di perl ukan untuk menentukan ketermasukan (inclusiveness) atau keuni versal an
asersi . Burung dapat terbang ti dak dapat di i nterpretasi sebagai asersi uni versal
karena ki ta tahu kecual i an terhadap asersi tersebut yai tu mi sal nya burung unta
(yang ti dak dapat terbang). Tanpa pengkuanti fi kasi ketermasukan akan sangat
sul i t di tentukan. Mi sal nya seseorang mengajukan asersi Pri a l ebi h berat
badannya dari pada wani ta. Asersi tersebut meragukan (ambi gus) karena sul i t
untuk di i nterpretasi apa maksud sesungguhnya asersi tersebut. Asersi tersebut
dapat berarti :
Semua pri a l ebi h berat badannya dari pada semua wani ta?
Beberapa pri a l ebi h berat badannya dari pada semua wani ta?
Beberapa pri a l ebi h berat badannya dari pada beberapa wani ta?
Sebagi an besar pri a l ebi h berat badannya dari pada sebagi an besar wani ta?
Berat badan rata-rata pri a l ebi h besar dari pada berat rata-rata wani ta?
Asersi -asersi yang di contohkan di atas l ebi h menyatakan makna atau arti
(meaning) dari pada struktur atau bentuk (form). Menyaji kan asersi berdasar arti
seri ng meni mbul kan sal ah i nterpretasi karena keterbatasan bahasa atau karena
kesal ahan bahasa. Bi l a di gunakan sebagai unsur argumen, penyaji an makna dapat
mengacaukan eval uasi argumen. Dal am mengeval uasi argumen harus di pi sahkan
antara val i di tas penal aran dan kesetujuan terhadap (kebersedi aan meneri ma)
kebenaran i si asersi . Ol eh karena i tu, asersi seri ng di saji kan dal am struktur atau
di agram tanpa menunjukkan arti . Penyaji an struktur umum asersi adal ah:
Semua A adal ah B.
Ti dak ada satupun A adal ah B.
Beberapa A adal ah B.
Dengan cara di atas, orang akan l ebi h memperhati kan val i di tas asersi dari pa-
da i si asersi karena si mbol A atau B dapat di ganti dengan apapun sesuai dengan
topi k yang di bahas. Mi sal nya A dapat beri si badan usaha mi l i k negara (BUMN)
dan B beri si perusahaan pencari l aba (PPL). Dal am contoh i ni , badan usaha
di samakan dengan perusahaan. Dengan cara i ni , asersi l ebi h di ni l ai atas dasar
strukturnya dari pada atas dasar peneri maan atau kesetujuan terhadap i si asersi
yang di ajukan. Dengan demi ki an, dapat terjadi bahwa suatu asersi val i d (benar
secara struktural ) tetapi ti dak mempunyai kandungan empi ri s. Pernyataan
Semua A adal ah B adal ah val i d secara struktural tetapi ti dak berkai tan dengan
duni a nyata atau pengamatan empi ri s.
Struktur asersi dapat di saji kan pul a dal am bentuk di agram untuk memper-
ol eh kejel asan mengenai hubungan antara kel as (hi mpunan) objek yang satu
dengan l ai nnya. Gambar 2.3 di hal aman beri kut merepresentasi asersi berstruk-
tur semua A adal ah B yang beri si Semua badan usaha mi l i k negara adal ah
perusahaan pencari l aba dal am bentuk di agram.
46 Bab 2
Gambar 2.3
Penyajian Asersi Dengan Diagram
Dal am representasi di atas, semua kel as objek di l uar l i ngkaran BUMN
merepresentasi hi mpunan perusahaan non-BUMN. Demi ki an juga, semua kel as
objek di l uar l i ngkaran PPL merepresentasi hi mpunan non-PPL. Dal am hal i ni ,
hi mpunan yang merepresentasi PPL juga termasuk hi mpunan yang merepresen-
tasi BUMN. Gambar 2.4 di bawah i ni menunjukkan dal am bentuk di agram cara
untuk merepresentasi hi mpunan non-BUMN pencari l aba (gambar ki ri ) dan non-
perusahaan pencari l aba (gambar kanan).
Gambar 2.4
Non-BUMN di representasi dal am Gambar 2.4 ki ri dengan area abu-abu. Non-
perusahaan pencari l aba di Gambar 2.4 kanan (area yang di arsi r) mel i puti segal a
macam uni t organi sasi yang ti dak terbatas pada uni t organi sasi yang di sebut peru-
sahaan atau pencari l aba. Jadi , area non-PPL sebenarnya merepresentasi uni versa
(universe) hi mpunan yang tak terbatas sehi ngga areanya ti dak dapat di batasi
menjadi empat persegi panjang seperti di atas. Penggambaran seperti i tu semata-
mata merupakan konvensi untuk merepresentasi suatu uni versa.
BUMN
Himpunan semua perusahaan
milik negara
Asersi:
Semua BUMN adalah PPL
Himpunan semua perusahaan
pencari laba
Perusahaan
pencari laba
BUMN
Perusahaan
pencari laba
BUMN
Non-BUMN
pencari laba
Non-pencari laba
BUMN
Non-BUMN
pencari laba
Penalaran 47
Uni versa non-BUMN dapat di representasi seperti pada Gambar 2.4 kanan
dengan mengarsi r pul a area pencari l aba non-BUMN. Pada contoh di atas, BUMN
termasuk dal am hi mpunan perusahaan pencari l aba. Hubungan semacam i ni
merupakan hubungan i nkl usi (inclusion) dengan struktur Semua A adal ah B.
Hubungan dapat pul a bersi fat peni adaan atau ekskl usi (exclusion) atau bersi fat
tumpang-ti ndi h atau sal i ng-i si (overlap) seperti dal am struktur beri kut:
Ti dak ada satupun A adal ah B (ekskl usi ).
Beberapa A adal ah B (sal i ng-i si ).
Hubungan di atas di gunakan untuk merepresentasi kenyataan bahwa tidak
satu pun BUMN adal ah perusahan non-pencari l aba (NPL) atau kenyataan bahwa
beberapa BUMN adal ah perusahaan pencari l aba (PL). Hubungan i ni dapat
di l uki skan dengan di agram dal am Gambar 2.5 di bawah i ni . Dal am gambar terse-
but, di agram ki ri merepresentasi asersi ekskl usi dan di agram kanan merepresen-
tasi asersi sal i ng-i si (bagi an yang di arsi r).
Gambar 2.5
Representasi asersi dengan di agram bertujuan untuk menjel askan asersi ver-
bal yang meragukan maksudnya. Asersi verbal berbunyi Beberapa A adal ah B
hanya memberi tahu bahwa beberapa A adal ah B tetapi ti dak menunjukkan
hubungan antara hi mpunan A dan hi mpunan B secara l engkap. Jadi , ti dak di ke-
tahui apakah hi mpunan B termasuk di dal am hi mpunan A atau ti dak (sal i ng-i si ).
Gambar 2.6 di hal aman beri kut menunjukkan cara merepresentasi asersi verbal
Beberapa A adal ah B atas dasar i nformasi tentang hubungan hi mpunan.
Bi l a di ketahui bahwa terdapat A yang bukan B dan terdapat B yang bukan A,
di agram (1) merupakan representasi yang tepat. Akan tetapi , bi l a area B yang
bukan A ti dak mempunyai anggota (kosong), representasi dal am di agram (2) l ebi h
tepat. Bi l a ti dak ada i nformasi tambahan apapun, kedua di agram tersebut dapat
merepresentasi asersi Beberapa A adal ah B.
5

Dal am bahasa matemati ka, area yang di arsi r pada di agram (1) dal am Gambar
2.6 di sebut dengan i nterseksi (intersection), produk (product), atau konjungsi (con-
junction). Kombi nasi dua kel as atau hi mpunan di sebut dengan uni (union), tam-
BUMN
NPL BUMN PL
48 Bab 2
bah (sum), atau-i nkl usi f (inclusive or), atau di sjungsi (disjunction). Kombi nasi dua
hi mpunan ti dak termasuk bagi an yang sal i ng-i si di sebut dengan atau-ekskl usi f
(exclusive or) atau di sjungsi ekskl usi f (exclusive disjunction).
Gambar 2.6
Dal am menyatakan asersi , perl u di bedakan penggunaan kata non dan nir.
6
Non (dari kata I nggri s non) berarti bukan dan bersi fat komplementer. Wal aupun
demi ki an, dal am pemakai annya kata non l ebi h bermakna sebagai suatu ori entasi
dari pada kl asi fi kasi . Sebagai contoh, kata non-profi t l ebi h bermakna ti dak
mementi ngkan profi t dari pada ti dak ada atau tanpa profi t. Berbeda dengan non,
ni r (dari kata I nggri s -less) berarti tanpa dan ti dak harus bersi fat kompl ementer
dan juga ti dak harus mengkl asi fi kasi . Kata yang tepat menggunakan ni r mi sal nya
sugarless (tanpa gul a atau ni rgul a), useless (tanpa guna atau ni rguna), riskless
(tanpa ri si ko atau ni rri si ko), atau scripless (tanpa skri p). Jadi , non-profit jel as ber-
beda dengan nir-profit. Ol eh karena i tu, ti dak tepat pul al ah memadankatakan
non-profi t dengan ni rl aba.
7
Interpretasi Asersi
Untuk meneri ma kebenaran suatu asersi , harus di pasti kan l ebi h dahul u apa arti
atau maksud asersi . Sangat penti ng sekal i untuk memahami arti asersi untuk
menentukan keyaki nan terhadap kebenaran asersi tersebut. Untuk memahami
5
Bi l a benar bahwa semua A adal ah B atau bi l a A dan B mer upakan hi mpunan yang sama, benar
juga di katakan bahwa beberapa A adal ah B. Dal am hal i ni , repr esentasi dal am di agram akan menun-
jukkan area A ada di dal am area B atau area A ber i mpi tan (sal i ng i si penuh) dengan ar ea B. Bi l a ti dak
ada i nformasi tersebut, pada umumnya asersi Beberapa A adal ah B di arti kan sebagai mana di repre-
sentasi dal am di agram (1) atau (2) dal am Gambar 2.6.
6
Dal am tata bahasa, kata-kata semacam i ni di sebut pro-l eksem. Penul i sannya di depan dan mel e-
kat pada kata yang di watasi .
7
I sti l ah ni rl aba di gunakan ol eh I katan Akuntan I ndonesa (I AI ) dal am Standar Akuntansi Keu-
angan 2002 (PSAK No. 45).
A B
A
B
(1) (2)
Penalaran 49
maksud asersi , orang juga harus mempunyai pengetahuan tentang subjek atau
topi k yang di bahas. Kesal ahan i nterpretasi dapat terjadi karena dua bentuk asersi
yang berbeda dapat berarti dua hal yang sama atau dua hal yang sangat berbeda.
Perhati kan beberapa contoh bentuk asersi beri kut:
(1) Semua A adal ah B.
(2) Semua B adal ah A.
(3) Ti dak satu pun A adal ah B.
(4) Ti dak satu pun B adal ah A.
(5) Beberapa A adal ah B.
(6) Ti dak semua A adal ah B.
Asersi (1) jel as berbeda arti dan bentuknya dengan asersi (3). Demi ki an juga,
asersi (1) jel as berbeda dengan asersi (2). Kesal ahan mengi nterpretasi asersi (1)
sama dengan asersi (2) di sebut dengan kesal ahan konversi premi s (premise conver-
sion error).
Asersi (3) mempunyai makna yang sama dengan asersi (4) karena kal au asersi
yang satu benar, ti dak mungki n asersi yang l ai n sal ah. Dal am hal i ni , asersi yang
satu merupakan i mpl i kasi asersi yang l ai n. Bi l a asersi (3) benar, dengan sendi ri -
nya asersi (4) juga benar.
Dal am percakapan sehari -hari , asersi (5) seri ng di samakan dengan asersi (6)
dan dapat di sal i ng-tukar penggunaannya. Arti nya, di anggap bahwa bi l a asersi (5)
benar dengan sendi ri nya asersi (6) juga benar. I nterpretasi yang l ebi h tel i ti secara
l ogi s dapat menunjukkan perbedaan makna kedua asersi tersebut. Asersi (5)
menegaskan bahwa terdapat beberapa A yang juga B tetapi ti dak mementi ngkan
apakah terdapat beberapa A yang bukan B. Dapat saja beberapa A yang bukan B
ti dak ada. Di l ai n pi hak, asersi (6) mengandung penegasan bahwa terdapat bebera-
pa A yang bukan B tetapi ti dak mementi ngkan i nformasi bahwa terdapat bebera-
pa B yang bukan A. Asersi i ni bi asanya merupakan penyangkal an terhadap asersi
Semua A adal ah B. Kedua asersi dapat berbeda karena kal au asersi (5) benar
ti dak dengan sendi ri nya asersi (6) juga benar. Jadi , makna beberapa dan tidak
semua dapat berarti dua hal yang sama atau berbeda bergantung pada konteks
yang di bahas atau i nformasi yang tersedi a.
Asersi untuk Evaluasi Istilah
Representasi asersi dal am bentuk di agram dapat di gunakan untuk mengeval uasi
ketepatan makna suatu i sti l ah. Sebagai contoh, manakah i sti l ah yang tepat antara
bersertifikat akuntan publik (BAP) dan akuntan publik bersertifikat
(APB) sebagai padan kata certified public accountant (CPA).
Berserti fi kat akuntan publ i k bermakna hi mpunan (set) orang-orang yang ber-
serti fi kat dan sal ah satu subhi mpunannya adal ah akuntan publ i k. Sesuai dengan
makna asl i nya, akuntan publ i k berserti fi kat bermakna sebagai subhi mpunan
akuntan publ i k dan akuntan publ i k merupakan subhi mpunan akuntan. Di agram
beri kut menjel askan perbedaan makna kedua i sti l ah tersebut.
50 Bab 2
Gambar 2.7
Perbedaan Makna BAP dan APB
Gambar di atas menunjukkan bahwa penggunaan i sti l ah berserti fi kat akun-
tan publ i k al i h-al i h (instead of) akuntan publ i k berserti fi kat merupakan suatu
kesal ahan fatal . Kesal ahan tersebut di sebabkan ol eh ti dak di pahami nya makna
i sti l ah asl i nya, ti dak di pahami nya teori hi mpunan, dan ti dak di taati nya kai dah
di terangkan-menerangkan (DM) dal am bahasa I ndonesi a. Bahasa I nggri s meng-
gunakan kai dah menerangkan-di terangkan (MD). Kesal ahan pal i ng tel ak dal am
i sti l ah BAP adal ah penyi mpangan kai dah DM. Sebagai anal ogi , blue round table
jel as ti dak dapat di terjemahkan menjadi biru meja bundar atau meja biru
bundar karena menyal ahi kai dah DM sehi ngga maknanya menyi mpang.
Pada dasarnya, i sti l ah merefl eksi suatu asersi . Di agram sebel ah ki ri mengi -
syaratkan asersi -asersi antara l ai n sebagai beri kut:
8
Semua akuntan publ i k adal ah berserti fi kat.
Semua ahl i kaca mata adal ah berserti fi kat.
Yang ti dak berserti fi kat akuntan publ i k adal ah berserti fi kat dukun, ahl i
pi jat, dan ahl i kacamata.
Di l ai n pi hak, di agram sebel ah kanan menggambarkan secara tepat makna
yang di maksud ol eh i sti l ah asl i nya dal am bentuk asersi -asersi beri kut:
8
Berserti fi kat dapat di pandang sebagai kompl emen hi mpunan takber serti fi kat yang di dal amnya
terdapat subhi mpunan akuntan publ i k, dukun, dan sebagai nya. Ol eh karena i tu, akan di dapatkan pul a
subhi mpunan takbersertifikat akuntan publik. Akan tetapi , untuk menyatakan makna certified
public accountant sebagai pusat perhati an, hi mpunan takberserti fi kat akuntan publ i k sebagai kompl e-
mennya ti dak rel evan l agi .
Makna Bersertifikat Akuntan Publik
Akuntan Publik
Bersertifikat
Akuntan Publik
Akuntan
Makna Akuntan Publik Bersertifikat
Ahli
Pijat
Bersertifikat
Ahli
Kaca Mata
Akuntan
Publik
Dukun
Penalaran 51
Semua akuntan publ i k adal ah akuntan.
Semua akuntan publ i k berserti fi kat adal ah akuntan publ i k.
Akuntan merupakan suatu hi mpunan dal am uni versa profesi .
Urai an di atas menunjukkan bahwa makna berserti fi kat akuntan publ i k jel as
sangat berbeda dengan makna akuntan publ i k berserti fi kat. Penyi mpangan mak-
na tersebut sebenarnya mengi syaratkan bahwa argumen atau penal aran di bal i k
pembentukan i sti l ah ti dak val i d. Orang mesti nya mal u menyandang sebutan BAP
yang ti dak bernal ar tersebut. Kri teri a val i di tas argumen di bahas l ebi h l anjut
dal am bagi an l ai n bab i ni .
J enis Asersi (Pernyataan)
Untuk meni mbul kan keyaki nan terhadap kebenaran suatu asersi , asersi harus
di dukung ol eh bukti atau fakta. Untuk keperl uan argumen, suatu asersi seri ng
di anggap benar atau di teri ma tanpa harus di uji dahul u kebenarannya. Bi l a di kai t-
kan dengan fakta pendukung, asersi dapat di kl asi fi kasi menjadi asumsi (assump-
tion), hi potesi s (hypothesis), dan pernyataan fakta (statement of fact).
Asumsi adal ah asersi yang di yaki ni benar meski pun orang ti dak dapat menga-
jukan atau menunjukkan bukti tentang kebenarannya secara meyaki nkan atau
asersi yang orang bersedi a untuk meneri ma sebagai benar untuk keperl uan di sku-
si atau debat.
Hi potesi s adal ah asersi yang kebenarannya bel um atau ti dak di ketahui tetapi
di yaki ni bahwa asersi tersebut dapat di uji kebenarannya. Untuk di sebut sebagai
hi potesi s, suatu asersi juga harus mengandung kemungki nan sal ah. Bi l a ti dak ada
kemungki nan sal ah, suatu asersi akan menjadi pernyataan fakta. Hi potesi s
bi asanya di ajukan dal am rangka penguji an teori .
9
Dal am penguji an i l mi ah suatu
teori (hi potesi s), terdapat pri nsi p yang di sebut pri nsi p keterbukti sal ahan (princi-
ple of falsifiability) yang berbunyi bahwa untuk di perl akukan sebagai teori yang
seri us dan i l mi ah, ti a harus dapat di bukti kan sal ah kal au memang kenyataannya
ti a sal ah. Teori yang kuat atau yang meyaki nkan adal ah teori yang ti dak hanya
dapat di bukti kan sal ah tetapi juga yang tegar atau bertahan terhadap segal a
upaya untuk membukti kan sal ah (to disprove). Pri nsi p i ni di dasari ol eh pemi ki ran
bahwa teori i tu ti dak dapat di bukti kan benar tetapi yang dapat di bukti kan adal ah
bahwa ti a sal ah. Ol eh karena i tu, penguji an suatu teori baru (hi potesi s) bi asanya
di arahkan untuk menyanggah teori l awan. Pendekatan atau strategi semacam i ni
di kenal sebagai pendekatan penyanggahan i l mi ah (scientific refutation).
Pernyataan fakta adal ah asersi yang bukti tentang kebenarannya di yaki ni
sangat kuat atau bahkan ti dak dapat di bantah. Contoh asersi sebagai pernyataan
fakta adal ah: semua orang akan meni nggal , satu hari sama dengan 24 jam,
matahari merupakan pusat orbi t tata surya, dan penduduk kota Jakarta l ebi h
padat dari pada penduduk kota Sol o.
9
Dal am penel i ti an empi r i s, hi potesi s merupakan penjabaran suatu proposi si (proposition).
52 Bab 2
Fungsi Asersi
Tel ah di tunjukkan dal am Gambar 2.1 bahwa asersi merupakan bahan ol ah dal am
argumen. Dal am argumen, asersi dapat berfungsi sebagai premi s (premise) dan
konkl usi (conclusion). Premi s adal ah asersi yang di gunakan untuk mendukung
suatu konkl usi . Konkl usi adal ah asersi yang di turunkan dari serangkai an asersi .
Suatu argumen pal i ng ti dak beri si satu premi s dan satu konkl usi . Karena premi s
dan konkl usi keduanya merupakan asersi , konkl usi (berbentuk asersi ) dal am
suatu argumen dapat menjadi premi s dal am argumen yang l ai n.
Keti ga jeni s asersi yang di bahas sebel um i ni asumsi , hi potesi s, pernyataan
faktadapat berfungsi sebagai premi s dal am suatu argumen. Dal am hal i ni , pri n-
si p yang harus di pegang adal ah bahwa kredi bi l i tas konkl usi ti dak dapat mel ebi hi
kredi bi l i tas terendah premi s-premi s yang di gunakan untuk menurunkan konkl u-
si . Arti nya, kal au konkl usi di turunkan dari serangkai an premi s yang sal ah satu
merupakan pernyataan fakta dan yang l ai n asumsi , konkl usi ti dak dapat di pan-
dang sebagai pernyataan fakta. Dengan kata l ai n, keyaki nan terhadap konkl usi
di batasi ol eh keyaki nan terhadap premi s.
Keyakinan
Keyaki nan terhadap asersi adal ah ti ngkat kebersedi aan untuk meneri ma bahwa
asersi tersebut benar. Keyaki nan di perol eh karena kepercayaan (confidence) ten-
tang kebenaran yang di l ekatkan pada suatu asersi . Suatu asersi dapat di percaya
karena adanya bukti yang kuat untuk meneri manya sebagai hal yang benar.
Orang di katakan yaki n terhadap suatu asersi bi l a di a menunjukkan perbuatan,
si kap, dan pandangan seol ah-ol ah asersi tersebut benar karena di a percaya bahwa
asersi tersebut benar.
10
Kepercayaan di beri kan kepada suatu asersi bi asanya sete-
l ah di l akukan eval uasi terhadap asersi atas dasar argumen yang di gunakan untuk
menurunkan asersi . Ol eh karena i tu, dapat di katakan bahwa keyaki nan merupa-
kan produk, hasi l , atau tujuan suatu penal aran. Berbagai faktor mempengaruhi
ti ngkat keyaki nan seseorang atas suatu asersi . Karakteri sti k (si fat) asersi menen-
tukan mudah-ti daknya keyaki nan seseorang dapat di ubah mel al ui penal aran.
Properitas Keyakinan
Semua penal aran bertujuan untuk menghasi l kan keyaki nan terhadap asersi yang
menjadi konkl usi penal aran. Pemahaman terhadap beberapa properi tas (si fat)
keyaki nan sangat penti ng dal am mencapai keberhasi l an berargumen. Argumen
10
I sti l ah keyaki nan seri ng di gunakan sebagai padan kata belief dan confidence. I sti l ah confidence
seri ng di ter jemahkan menjadi keyaki nan atau kepercayaan. Dal am buku i ni , keyaki nan di gunakan
untuk padan kata belief yang di bedakan dengan kepercayaan yang di gunakan untuk padan kata confi-
dence. Keyaki nan adal ah hal yang di perol eh dan di anut dari asersi sedangkan kepercayaan adal ah hal
yang di beri kan kepada asersi . Dar i segi subjek (pemegang keyaki nan), keyaki nan arahnya masuk
sedangkan kepercayaan arahnya kel uar. Orang menjadi yaki n akan sesuatu karena di a percaya pada
sesuatu tersebut. Ti dak ada keyaki nan tanpa adanya kepercayaan; keduanya ti dak dapat di pi sahkan.
Penalaran 53
di anggap berhasi l kal au argumen tersebut dapat mengubah keyaki nan. Beri kut
i ni di bahas properi tas keyaki nan yang perl u di sadari dal am berargumen.
Keadabenar an
Sebagai produk penal aran, untuk dapat meni mbul kan keyaki nan, suatu asersi
harus ada benarnya (plausible). Keadabenaran atau pl ausi bi l i tas (plausibility)
suatu asersi bergantung pada apa yang di ketahui tentang i si asersi atau penge-
tahuan yang mendasari (the underlying knowledge) dan pada sumber asersi (the
source). Pengetahuan yang mendasari (termasuk pengal aman) bi asanya menjami n
kebenaran asersi . Ol eh karena i tu, konsi stensi suatu asersi dengan pengetahuan
yang mendasari akan menentukan pl ausi bi l i tas asersi . Dal am hal sumber, autori -
tas sumber menentukan pl ausi bi l i tas asersi . Arti nya, kal au sumber asersi di yaki ni
dapat di percaya dan ahl i di bi dangnya (knowledgeable) tentang topi k asersi , orang
akan l ebi h bersedi a meyaki ni asersi dari pada kal au sumbernya ti dak dapat di per-
caya dan ti dak ahl i . Ol eh karena i tu, kadang-kadang orang menyerahkan
peni l ai an pl ausi bi l i tas asersi kepada ahl i dengan pemeo serahkan saja pada ahl i -
nya. Dengan pi ki ran i ni , keyaki nan di perol eh karena keautori tati fan sumber.
Mengacu argumen pada autori tas sumber untuk mendukung kebenaran asersi
di sebut dengan i mbauan autori tas (appeal to authority).
11
Bukan pendapat
Keyaki nan adal ah sesuatu yang harus dapat di tunjukkan atau di bukti kan secara
objekti f apakah ti a sal ah atau benar dan sesuatu yang di harapkan menghasi l kan
kesepakatan (agreement) ol eh seti ap orang yang mengeval uasi nya atas dasar fakta
objekti f. Pendapat atau opi ni adal ah asersi yang ti dak dapat di tentukan benar
atau sal ah karena berkai tan dengan kesukaan (preferensi ) atau sel era. Berbeda
dengan keyaki nan, pl ausi bi l i tas pendapat ti dak dapat di tentukan. Arti nya, apa
yang benar bagi seseorang dapat sal ah bagi yang l ai n. Wal aupun dal am kenyataan-
nya kedua konsep tersebut ti dak di bedakan secara tegas, penal aran l ogi s yang
di bahas di si ni l ebi h di tujukan pada keyaki nan dari pada pendapat.
Ber ti ngkat
Keyaki nan yang di dapat dari suatu asersi ti dak bersi fat mutl ak tetapi bergradasi
mul ai dari sangat maragukan sampai sangat meyaki nkan (convincing). Ti ngkat
keyaki nan di tentukan ol eh kuanti tas dan kual i tas bukti untuk mendukung asersi .
Orang yang objekti f dan berpi ki r l ogi s tentunya akan bersedi a untuk mengubah
11
I mbauan yang di maksud di si ni adal ah pemanfaatan sesuatu sebagai pel ari an atau takti k untuk
ti dak mengajukan ar gumen yang val i d. Pemanfaatan semacam i ni sebenarnya mer upakan suatu
kecohan atau sal ah nal ar (fallacy). I mbauan l ai n yang merupakan kecohan l ogi ka antara l ai n adal ah
affirming the consequence, appeal to force, appeal to pity, dan attacking the person. Li hat kecohan l ai n
dal am Jerry Cederbl om dan Davi d W. Paul sen, Critical Reasoning (Bel mont, CA: Wadsworth Publ i sh-
i ng Co., 1986), hl m. 101-109. Kecohan dan takti k tersebut di bahas l ebi h l anjut di bagi an l ai n bab i ni .
54 Bab 2
ti ngkat keyaki nannya manakal a bukti baru mengenai pl ausi bi l i tas suatu asersi
di perol eh.
Ber bi as
Sel ai n kekuatan bukti objekti f yang ada, keyaki nan di pengaruhi ol eh preferensi ,
kei ngi nan, dan kepenti ngan pri badi yang karena sesuatu hal perl u di pertahankan.
I deal nya, dal am meni l ai pl ausi bi l i tas suatu asersi orang harus bersi kap objekti f
dengan pi ki ran terbuka (open mind). Pada umumnya, bi l a orang mempunyai
kepenti ngan, sangat sul i t bagi nya untuk bersi kap objekti f. Dengan bukti objekti f
yang sama, suatu asersi akan di anggap sangat meyaki nkan ol eh orang yang mem-
punyai kepenti ngan pri badi yang besar dan hanya di anggap agak atau kurang
meyaki nkan ol eh orang yang netral . Demi ki an pul a sebal i knya.
Ber muatan ni l ai
Orang mel ekatkan ni l ai (value) terhadap suatu keyaki nan. Ni l ai keyaki nan adal ah
ti ngkat penti ng-ti daknya suatu keyaki nan perl u di pegang atau di pertahankan
seseorang. Ni l ai keyaki nan bagi seseorang akan ti nggi apabi l a perubahan keya-
ki nan mempunyai i mpl i kasi seri us terhadap fi l osofi , si stem ni l ai , martabat, penda-
patan potensi al , dan peri l aku orang tersebut.
Ber kekuatan
Kekuatan keyaki nan adal ah ti ngkat kepercayaan yang di l ekatkan seseorang pada
kebenaran suatu asersi . Orang yang nyatanya ti dak mengerjakan apa yang ter-
kandung dal am asersi menandakan bahwa keyaki nannya terhadap kebenaran
asersi l emah. Dapat di katakan bahwa semua properi tas keyaki nan merupakan
faktor yang menentukan ti ngkat kekuatan keyaki nan seseorang.
Ver i di kal
Veri di kal i tas (veridicality) adal ah ti ngkat kesesuai an keyaki nan dengan real i tas.
Real i tas yang di maksud di si ni adal ah apa yang sungguh-sungguh benar tentang
asersi yang di yaki ni .
12
Dengan kata l ai n, veri di kal i tas adal ah mudah ti daknya fak-
ta di temukan dan di tunjukkan untuk mendukung keyaki nan. Mi sal nya keyaki nan
bahwa besi yang di panasi akan memuai l ebi h mudah di tunjukkan (l ebi h veri di kal )
dari pada keyaki nan bahwa si stem sosi al i s dapat mengurangi kemi ski nan. Dal am
banyak hal , peni l ai an apakah benar suatu asersi sesuai dengan real i tas merupa-
kan hal yang sangat pel i k dan bersi fat subjekti f. Ol eh karena i tu, untuk tujuan
12
Real i tas dal am hal i ni jangan di kacaukan dengan real i tas sosi al yai tu apa yang nyatanya banyak
di l akukan orang. Apa yang nyatanya di l akukan banyak or ang ti dak menjadi kan apa yang di l akukan-
nya i tu benar. Wal aupun banyak orang mel akukan korupsi , ti dak menjadi kan korupsi i tu benar (pal i ng
ti dak secara moral ). Kenyataan bahwa banyak akuntan menggunakan i sti l ah beban sebagai padan kata
expense ti dak menjadi kan i sti l ah tersebut benar.
Penalaran 55
i l mi ah ti ngkat veri di kal i tas keyaki nan di eval uasi berdasarkan kai dah penguji an
i l mi ah (scientific rules of evidence).
Ber keter tempaan
Ketertempaan (malleability) atau kel entukan keyaki nan berkai tan dengan
mudah-ti daknya keyaki nan tersebut di ubah dengan adanya i nformasi yang rel e-
van. Berbeda dengan veri di kal i tas, ketertempaan ti dak memasal ahkan apakah
suatu asersi sesuai atau ti dak dengan real i tas tetapi l ebi h memasal ahkan apakah
keyaki nan terhadap suatu asersi dapat di ubah ol eh bukti . Kel entukan i ni bi asanya
di tentukan ol eh kesungguhan pemegang keyaki nan, l amanya keyaki nan tel ah
di pegang (bai k secara pri badi maupun secara sosi al /umum), dan konsekuensi
perubahan keyaki nan bagi di ri pemegang. Tujuan suatu argumen adal ah untuk
mengubah keyaki nan kal au memang keyaki nan tersebut l entuk untuk berubah.
Beberapa si fat keyaki nan di atas perl u di sadari mengi ngat bahwa tujuan
argumen adal ah dal am rangka mencari kebenaran (the search of truth) dan bukan
untuk menyembunyi kan kebenaran dengan cara pengel abuhan (deception) dan
pengecohan. Jadi , tujuan argumen adal ah untuk merekonsi l i asi keti daksepakatan
(disagreement) untuk menemukan kebenaran. Hal i ni l ah yang mendasari pemi -
ki ran i l mi ah untuk mengembangkan pengetahuan. Si fat-si fat keyaki nan di atas
menunjukkan bahwa mengubah keyaki nan mel al ui argumen dapat merupakan
proses yang kompl eks karena pengubahan tersebut menyangkut dua hal yang ber-
kai tan yai tu manusi a yang meyaki ni dan asersi yang menjadi objek keyaki nan.
Manusi a ti dak sel al u rasi onal dan bersedi a berargumen sementara i tu ti dak
semua asersi dapat di tentukan kebenarannya secara objekti f dan tuntas.
Argumen
Dal am kehi dupan sehari -hari , i sti l ah argumen seri ng di gunakan secara kel i ru
untuk menunjuk keti daksepakatan, persel i si han pendapat (dispute), atau bahkan
pertengkaran mul ut (Jawa: padu). Dal am pengerti an i ni , argumen mempunyai
konotasi negati f. Orang yang suka bertengkar dan i ngi n menangnya sendi ri akan
meni kmati dan memburunya tetapi orang yang i ngi n mencari sol usi atau al terna-
ti f pemecahan masal ah yang terbai k akan menghi ndari nya. Dal am arti posi ti f,
argumen dapat di samakan dengan penal aran l ogi s untuk menjel askan atau meng-
ajukan bukti rasi onal tentang suatu asersi . Bi l a seseorang mengajukan al asan
untuk mendukung suatu gagasan atau pandangan, di a bi asanya menawarkan
suatu argumen. Argumen dal am arti posi ti f sel al u di jumpai dal am bacaan, per-
cakapan, dan dal am di skusi i l mi ah. Argumen merupakan bagi an penti ng dal am
pengembangan pengetahuan. Agar memberi keyaki nan, argumen harus di eval uasi
kel ayakan atau val i di tasnya.
Gambar 2.1 dan 2.2 menunjukkan arti argumen sebagai proses dan sebagai
suatu bukti tentang keyaki nan. Pengerti an argumen seperti i tu di dasarkan atas
defi ni si yang di ajukan Ni ckerson (1986) sebagai beri kut:
56 Bab 2
An argumen is an effort to convince someone to believe or to do something. An
argumen is a set of assertion, one of which is a conclusion or key assertion, and
the rest of which are intended to support that conclusion or key assertion (hl m.
69).
Anatomi Argumen
Dari defi ni si di atas dan Gambar 2.1 dapat di katakan bahwa argumen terdi ri atas
serangkai an asersi . Asersi berkai tan dengan yang l ai n dal am bentuk i nferensi
atau penyi mpul an. Asersi dapat berfungsi sebagai premis atau konklusi (atau
asersi kunci ) yang merupakan komponen argumen. Beri kut i ni adal ah beberapa
contoh argumen (beberapa merupakan argumen dal am akuntansi ):
Merokok adal ah penyebab kanker karena kebanyakan penderi ta
kanker adal ah perokok.
J ika suatu bi natang menyusui , maka bi natang tersebut mempunyai
paru-paru karena semua bi natang menyusui mempunyai paru-paru.
Kredi tor adal ah pi hak yang di tuju ol eh pel aporan keuangan sehingga
statemen keuangan harus memuat i nformasi tentang kemampuan
membayar utang.
Karena akuntansi menekankan substansi dari pada bentuk, statemen
keuangan beberapa perusahaan yang secara yuri di s terpi sah tetapi
secara ekonomi k merupakan satu perusahaan harus di konsol i dasi .
Karena akuntansi menganut kesatuan usaha ekonomi k, beberapa
perusahaan yang secara yuri di s terpi sah harus di anggap sebagai satu
kesatuan ekonomi k kal au perusahaan-perusahaan tersebut ada di
bawah satu kendal i . Oleh karena itu, l aporan konsol i dasi an harus
di susun ol eh perusahaan pengendal i .
Sebagai suatu argumen, asersi yang satu harus mendukung asersi yang l ai n
yang menjadi konkl usi . Kata-kata dengan huruf mi ri ng di atas merupakan kata
i ndi kator argumen yang dapat di gunakan untuk menunjuk mana premi s dan
mana konkl usi . Daftar di bagi an atas hal aman beri kut i ni memuat beberapa kata
yang bi asanya menjadi i ndi kator suatu argumen.
13
Dal am suatu kal i mat argumen, kata-kata dal am daftar tersebut secara umum
mengi syaratkan suatu makna dengan alasan bahwa. Di sampi ng kata-kata di
atas, beberapa kata kerja (verba) dapat menjadi i ndi kator argumen seperti :
menunjukkan bahwa, membukti kan bahwa, menegaskan bahwa, beri mpl i kasi
bahwa, mengaki batkan bahwa, mempunyai konsekuensi bahwa, menjadi l andasan
berpi ki r bahwa, dan semacamnya.
13
Dal am tata bahasa I ndonesi a, kata-kata tersebut berfungsi sebagai kata penghubung kal i mat
majemuk (setara atau berti ngkat) atau kata pengait kal i mat dal am paragr af. Li hat kai dah penempatan
dan penggunaan kata-kata tersebut dal am kal i mat atau paragraf dal am buku tata bahasa I ndonesi a.
Penalaran 57

Dal am banyak hal , argumen ti dak menunjukkan secara ekspl i si t kata-kata
i ndi kator sehi ngga ti dak dapat segera di i denti fi kasi mana premi s dan mana kon-
kl usi . Aki batnya, sul i t untuk menentukan mana asersi yang mendukung dan
mana asersi yang di dukung sehi ngga dapat ti mbul berbagai i nterpretasi terhadap
argumen. Bi l a hal i ni terjadi , premi s dan konkl usi dapat di i denti fi kasi dengan
kai dah yang ol eh Cederbl om dan Paul sen (1986) di sebut principle of charitable
interpretation (pri nsi p i nterpretasi terdukung). Pri nsi p i ni menyatakan bahwa
bila terdapat lebih dari satu interpretasi terhadap suatu argumen, argumen harus
diinterpretasi sehingga premis-premis yang terbentuk memberi dukungan yang
paling kuat terhadap konklusi yang dihasilkan. Dengan kata l ai n, argumen yang
di pi l i h adal ah argumen yang pl ausi bi l i tasnya pal i ng ti nggi atau yang pal i ng masuk
akal (val i d) dal am konteks yang di bahas. Cederbl om dan Paul sen memberi contoh
sebagai beri kut:
14

Serangkai an asersi di atas ti dak mengandung i ndi kator premi s atau konkl usi
sehi ngga argumen yang terbentuk dapat di i nterpretasi sebagai beri kut:

Indikator konklusi Indikator premis
Inggris
so
thus
therefore
hence
be concluded that
consequently
Indonesia
karena itu, jadi, maka
dengan demikian
oleh karena itu
oleh karena itu
disimpulkan bahwa
sebagai akibatnya
Inggris
since
for
because
assuming that
for the reason that
Indonesia
oleh karena
karena, mengingat
karena
dengan asumsi bahwa
dengan alasan bahwa
Anda harus datang ke seminar itu. Anda berjanji kepada panitia bahwa
anda akan datang ke seminar itu. Jika anda berjanji untuk berbuat
sesuatu, anda harus mengerjakannya.
14
Wal aupun Ejaan Bahasa I ndonesi a Yang Di sempurnakan (EYD) menganjurkan untuk menul i s
kata anda dengan huruf kapi tal , ti a di tul i s dengan huruf keci l dal am contoh i ni (kecual i pada awal
kal i mat) karena ti a di anggap padan kata you dal am bahasa I nggr i s. Seperti you, kata anda merupakan
kata ganti orang kedua dan bukan kata sebutan seperti Bapak, I bu, atau Saudara. Ci ri kata sebutan
adal ah ti a dapat di i kuti nama orang. Bi l a ti dak, ti a merupakan kata ganti . Sebagai kata ganti , kata
anda merupakan kata yang netral serta bebas gender dan kel as masyarakat sehi ngga sangat di anjur-
kan agar ti a di gunakan dal am pergaul an akademi k dan i l mi ah yang menghendaki kenetral an.
Interpretasi 1: Premis (1)
Premis (2)
Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.
Konklusi: Anda harus datang ke seminar itu.
58 Bab 2


Pada i nterpretasi 1, jel as dapat di rasakan bahwa asersi Anda harus datang ke
semi nar i tu pal i ng tepat di dukung dal am argumen dari pada dua asersi yang l ai n.
I nterpretasi 1 adal ah yang terbai k (pal i ng val i d) di bandi ng i nterpretasi yang l ai n
karena bi l a semua premi s benar, maka konkl usi juga benar (yang merupakan
sal ah satu syarat val i di tas argumen). Dal am hal i ni , premi s (1) menyatakan bahwa
bi l a anda memenuhi kondi si tertentu (berjanji ) maka anda mempunyai kewaji ban
(menepati janji ). Premi s (2) menegaskan bahwa anda memenuhi kondi si berjanji
(akan datang ke semi nar). Kal au kedua premi s benar, maka konkl usi (Anda
seharusnya datang ke semi nar) harus benar. Dengan demi ki an dapat di katakan
konkl usi mengi kuti atau di turunkan secara l ogi s dari (follow from) premi s. Atas
dasar pri nsi p i nterpretasi terdukung dan syarat val i di tas argumen, i nterpretasi 2
dan 3 dapat di anal i si s bahwa keduanya kurang val i d di bandi ng i nterpretasi 1.
J enis Argumen
Berbagai karakteri sti k dapat di gunakan sebagai basi s untuk mengkl asi fi kasi argu-
men. Mi sal nya argumen di bedakan menjadi argumen l angsung dan takl angsung,
formal dan i nformal , serta meragukan dan meyaki nkan. Kl asi fi kasi yang di ti njau
dari bagai mana penal aran (reasoning) di terapkan untuk menurunkan konkl usi
merupakan kl asi fi kasi yang sangat penti ng dal am pembahasan buku i ni . Dal am
hal i ni , argumen dapat di kl asi fi kasi menjadi argumen deduktif dan induktif.
15
Contoh argumen yang di beri kan dal am i nterpretasi 1, 2, dan 3 di atas sebenarnya
merupakan contoh argumen dedukti f. Sal ah satu jeni s argumen yang l ai n adal ah
argumen dengan anal ogi (argument by analogy). Beri kut i ni di bahas berbagai jeni s
argumen tersebut.
Interpretasi 2: Premis (1)
Premis (2)
Anda harus datang ke seminar itu.
Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.
Konklusi: Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Interpretasi 3: Premis (1)
Premis (2)
Anda harus datang ke seminar itu.
Jika anda berjanji untuk berbuat sesuatu, anda harus mengerjakannya.
Konklusi: Anda berjanji kepada panitia bahwa anda akan datang ke seminar itu.
15
Karena argumen sel al u mel i batkan penal ar an, argumen i tu sendi r i seri ng di sebut dengan
penal aran. Ol eh karena i tu, argumen dedukti f atau i ndukti f seri ng di sebut juga penal aran dedukti f
atau i ndukti f (deductive or inductive reasoning). Penal aran i ndukti f sebenarnya hanyal ah merupakan
sal ah satu jeni s penal aran nondedukti f. Ter masuk dal am penal ar an nondedukti f adal ah penal aran
dengan anal ogi , general i sasi empi ri s, dan general i sasi kausal . Li hat pembahasan l ebi h l anjut dal am
Cederbl om dan Paul sen (1986), hl m. 171-205.
Penalaran 59
Argumen Deduktif
Tel ah di sebutkan bahwa argumen atau penal aran dedukti f adal ah proses penyi m-
pul an yang berawal dari suatu pernyataan umum yang di sepakati (premi s) ke
pernyataan khusus sebagai si mpul an (konkl usi ). Argumen dedukti f di sebut juga
argumen l ogi s (logical argument) sebagai pasangan argumen ada benarnya (plau-
sible argument). Argumen l ogi s adal ah argumen yang asersi konkl usi nya tersi rat
(implied) atau dapat di turunkan/di deduksi dari (deduced from) asersi -asersi l ai n
(premi s-premi s) yang di ajukan. Di sebut argumen l ogi s karena kal au premi s-
premi snya benar konkl usi nya harus benar (val i d). Kebenaran konkl usi ti dak sel a-
l u berarti bahwa konkl usi merefl eksi real i tas (truth). Hal i ni l ah yang membedakan
argumen sebagai bukti rasi onal dan bukti fi si s/l angsung/empi ri s berupa fakta.
16
Sal ah satu bentuk penal aran dedukti f adal ah suatu penal aran yang di sebut
si l ogi sma. Si l ogi sma terdi ri atas ti ga komponen yai tu premi s major (major
premise), premi s mi nor (minor premise), dan konkl usi (conclusion). Dal am si l ogi s-
ma, konkl usi di turunkan dari premi s yang di ajukan seperti contoh beri kut:
Semua bi natang menyusui dal am contoh di atas di sebut anteseden (anteced-
ent) sedangkan mempunyai paru-paru merupakan konsekuen (consequent).
Dal am si l ogi sma, konkl usi akan benar bi l a kedua premi s benar dan premi s mi nor
menegaskan anteseden (di sebut pol a modus ponens) atau premi s mi nor
menyangkal konsekuen (di sebut pol a modus tollens). Konkl usi di atas benar kare-
na kuci ng bi natang menyusui menegaskan semua bi natang menyusui sebagai
anteseden. Jadi , konkl usi mengi kuti kedua premi s secara l ogi s. Wal aupun kedua
premi s benar, konkl usi dapat saja sal ah sebagai mana contoh di bawah i ni :
Konkl usi di atas sal ah karena premi s mi nor menegaskan konsekuen bukan
menegaskan anteseden. Bi l a di pandang sebagai argumen, penal aran di atas ti dak
dapat di teri ma (ti dak val i d) karena ti dak l engkapnya premi s major. Memang benar
16
Dal am si stem pengadi l an di Ameri ka, di kenal apa yang di sebut bukti si tuasi onal (circumstantial
evidence) dan bukti l angsung (direct evidence). Bukti l angsung mi sal nya adal ah orang tertangkap basah
pada saat mel akukan kejahatan dan ada saksi . Bukti si tuasi onal adal ah bukti -bukti yang menghubung-
kan tertuduh dengan kejahatan meski pun pada saat kejadi an tertuduh ti dak ada di tempat atau ti dak
ada saksi mata. Orang dapat di nyatakan sal ah (mi sal nya membunuh orang) atas dasar bukti si tua-
si onal dan penal aran l ogi s yang meyaki nkan wal aupun sebenarnya di a ti dak bersal ah (membunuh).
Premis major:
Premis minor:
Semua binatang menyusui mempunyai paru-paru.
Kucing binatang menyusui.
Konklusi: Kucing mempunyai paru-paru.
Premis major:
Premis minor:
Semua burung bertelur.
Kura-kura bertelur.
Konklusi: Kura-kura adalah burung.
60 Bab 2
bahwa semua burung bertel ur tetapi ti dak berarti bahwa bi natang l ai n ti dak ada
yang bertel ur. Konkl usi akan benar kal au premi s mi nor menyangkal konsekuen
dan si l ogi sma di atas di modi fi kasi seperti beri kut:
Penal aran dedukti f berl angsung dal am ti ga tahap yai tu: (1) penentuan per-
nyataan umum (premi s major) yang menjadi basi s penal aran, (2) penerapan kon-
sep umum ke dal am si tuasi khusus yang di hadapi (proses deduksi ), (3) penari kan
si mpul an secara l ogi s yang berl aku untuk si tuasi khusus tersebut. Penal aran
dedukti f l ebi h dari sekadar si l ogi sma karena penal aran dedukti f dan unsur-
unsurnya (asersi -asersi ) akan membentuk argumen untuk mengubah suatu
keyaki nan. Mi sal nya, keyaki nan bahwa peni l ai an aset atas dasar kos sekarang
l ebi h rel evan dari pada kos hi stori s. Contoh l ai n adal ah keyaki nan bahwa i sti l ah
biaya l ebi h tepat dari pada beban sebagai padan kata expense.
Penal aran dedukti f dal am akuntansi di gunakan untuk memberi keyaki nan
tentang si mpul an-si mpul an yang di turunkan dari premi s yang di anut. Dal am teori
akuntansi , premi s major seri ng di sebut sebagai postul at (postulate). Sebagai
penal aran l ogi s, argumen-argumen yang di hasi l kan dengan pendekatan dedukti f
dal am akuntansi akan membentuk teori akuntansi . Gambar 2.8 di hal aman
beri kut i ni menunjukkan sal ah satu contoh penal aran dedukti f dal am akuntansi .
Dal am gambar tersebut, premi s 1 merupakan premi s major yang berfungsi
sebagai postul at dal am penal aran l ogi s akuntansi . Semua premi s dan konkl usi
berbentuk suatu pernyataan atau penegasan yang semuanya merupakan asersi .
Dal am akuntansi , premi s major dapat berasal dari konkl usi penal aran deduk-
ti f. Penal aran dedukti f untuk suatu masal ah menghasi l kan argumen untuk
masal ah tersebut. Ol eh karena i tu, penal aran dal am akuntansi dapat menjadi pan-
jang dan terdi ri atas beberapa argumen. Apakah suatu argumen cukup meyaki n-
kan? Dengan kata l ai n, bersedi akah orang menerima kebenaran konkl usi . Untuk
menjawab i ni , perl u di ni l ai apakah struktur penalaran logis dan premi s-premi snya
dapat diterima (dapat di percaya sebagai benar).
Evaluasi Penalaran Deduktif
Tujuan utama mengeval uasi argumen adal ah untuk menentukan apakah konkl usi
argumen benar dan meyaki nkan. Untuk meni l ai suatu argumen dedukti f (l ogi s),
Ni ckerson (1986) mengajukan empat pertanyaan yang harus di jawab, yai tu:
(1) Apakah ti a l engkap?
(2) Apakah arti nya jel as?
(3) Apakah ti a val i d? (Apakah konkl usi mengi kuti premi s?)
(4) Apakah premi s dapat di percaya (di teri ma)?
Premis major:
Premis minor:
Semua burung bertelur.
Kelelawar tidak bertelur.
Konklusi: Kelelawar bukan burung.
Penalaran 61
Gambar 2.8
Penalaran Deduktif Dalam Akuntansi
Keempat pertanyaan di atas merupakan kri teri a eval uasi yang terdi ri atas
kel engkapan, kejel asan, kesahi han, dan kepercayai an. Apabi l a jawaban untuk
keempat pertanyaan di atas adal ah posi ti f (ya), maka konkl usi memberi keyaki nan
tentang kebenarannya.
Kelengkapan merupakan kri teri a yang penti ng karena val i di tas konkl usi
menjadi kurang meyaki nkan bi l a premi s-premi s yang di ajukan ti dak l engkap.
Dal am hal tertentu, konkl usi ti dak dapat di tari k karena ti dak l engkapnya premi s.
Bi l a konkl usi di paksakan, jel as argumen menjadi ti dak l ogi s.
Kejelasan arti di perl ukan karena keyaki nan merupakan fungsi kejel asan
makna. Kejel asan ti dak hanya di terapkan untuk makna premi s tetapi juga untuk
hubungan antarpremi s (i nferensi dan penyi mpul an). Keterbatasan bahasa, kesa-
l ahan bahasa, dan keterbatasan pengetahuan tentang topi k yang di bahas merupa-
kan faktor yang menentukan kejel asan dan bahkan pemahaman argumen.
Karena argumen merupakan bagi an penti ng dal am pengembangan i l mu dan
pengetahuan, kecermatan bahasa dal am argumen juga menjadi penti ng khusus-
Investor dan kreditor merupakan pengambil keputusan
dominan dalam perekonomian yang didasarkan pada
mekanisme pasar.
Laporan keuangan harus memuat elemen: aset, kewa-
jiban, ekuitas, pendapatan, biaya, rugi, untung, investasi
pemilik, distribusi ke pemilik, dan laba.
Agar investor dan kreditor bersedia menanamkan modal
dalam suatu perusahaan, harus disediakan informasi
tentang perusahaan kepada investor dan kreditor.
Keputusan investasi dan kredit memerlukan informasi
tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba dan
membayar utang.
Kemampuan perusahaan membayar utang dapat ditun-
jukkan dengan informasi tentang likuiditas, solvensi, dan
profitabilitas melalui statemen keuangan.
Premis 1
Konklusi
Premis 4
Premis 3
Premis 2
Argumen sebagai
hasil penalaran
deduktif
62 Bab 2
nya dal am karya tul i s. Arti penti ng kemampuan berbahasa dan kai tannya dengan
argumen untuk tujuan i l mi ah di nyatakan Suri asumantri (1999) seperti beri kut:
17
Kemampuan berbahasa yang bai k dan benar merupakan persyaratan mut-
l ak untuk mel akukan kegi atan i l mi ah sebab bahasa merupakan sarana komu-
ni kasi i l mi ah yang pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosa kata yang
bai k akan sukar bagi seorang i l muwan untuk mengkomuni kasi kan gagasannya
kepada pi hak l ai n. Dengan bahasa sel aku al at komuni kasi , ki ta bukan saja
menyampai kan i nformasi tetapi juga argumentasi, di mana kejel asan kosa
kata dan l ogi ka tata bahasa merupakan persyaratan utama (hl m. 14).
Kesahihan (val i di tas) merupakan kri teri a utama untuk meni l ai penal aran
l ogi s. Val i di tas berkai tan dengan struktur formal argumen. Perl u di bedakan di si ni
antara val i di tas dan kebenaran (truth). Val i di tas adal ah si fat yang mel ekat pada
argumen sedangkan kebenaran adal ah si fat yang mel ekat pada asersi . Secara
struktural , val i di tas argumen ti dak bergantung pada kebenaran asersi . Arti nya,
argumen di katakan val i d kal au konkl usi di turunkan secara l ogi s dari premi s tan-
pa memperhati kan apakah premi s i tu sendi ri benar atau sal ah. Ol eh karena i tu,
dapat saja terjadi suatu argumen yang val i d dengan premi s yang sal ah. Tentu saja,
kal au premi s benar dan penal arannya val i d, konkl usi juga akan benar. Secara di a-
gramati k, pengaruh benar ti daknya premi s terhadap konkl usi dal am argumen
yang l ogi s di l uki skan Ni ckerson (1986) dal am Gambar 2.9 di bawah i ni .
18
Gambar 2.9
Hubungan Kebenaran Premis dan Kebenaran Logis Konklusi
dalam Penalaran Deduktif
17
Jujun S. Suri asumantri , Haki kat Dasar Kei l muan, dal am M. Thoyi bi (edi tor), Filsafat I lmu
dan Perkembangannya (Surakarta: Muhammadi yah Uni versi ty Press, 1999). Penebal an kata argumen-
tasi ol eh penul i s. Kata di mana sehar usnya di ganti dengan yang di dal amnya.
18
Kata takbenar di gunakan sebagai padan kata false. Falsity di padankan dengan ketakbenaran.
Konklusi
Benar Takbenar
Premis
Benar
Harus/pasti
(Konklusi harus benar
kalau premis benar)
Tidak mungkin
(Konklusi tidak
mungkin takbenar
kalau premis benar)
Takbenar
Mungkin
(Konklusi mungkin
benar meskipun
premis takbenar)
Mungkin
(Konklusi mungkin
takbenar bila premis
takbenar)
Penalaran 63
Keterpercayaian mel engkapi keti ga kri teri a sebel umnya agar konkl usi
meyaki nkan sehi ngga orang bersedi a meneri ma. Orang bersedi a meneri ma suatu
asersi kal au di a percaya pada asersi tersebut. Orang dapat percaya pada suatu
asersi kal au asersi tersebut ada benarnya (plausible). Tel ah di sebutkan sebel um-
nya bahwa pl ausi bi l i tas suatu asersi bergantung pada pemahaman pengetahuan
yang mendasari dan pada sumber asersi . Pengetahuan yang mendasari (termasuk
pengal aman) bi asanya di yaki ni kebenarannya. Kesesuai an suatu asersi dengan
pengetahuan yang mendasari akan menentukan pl ausi bi l i tas asersi . Dal am hal
i ni l ah kri teri a keti ga berbeda dengan kri teri a keempat. Kri teri a kesahi han ber-
kai tan dengan val i di tas l ogi s (logical validity) suatu argumen sedangkan kri teri a
kepercayaan berkai tan dengan kebenaran empi ri s (empirical truth) suatu asersi
(premi s). Gabungan antara keduanya menentukan kebenaran konkl usi .
Gabungan kri teri a kel engkapan dan kejel asan sebenarnya di gunakan untuk
meyaki nkan bahwa semua premi s benar atau masuk akal secara struktural .
Keempat kri teri a di atas dapat di ri ngkas menjadi :
(1) Semua premi s benar (l epas dari apakah orang setuju atau ti dak).
(2) Konkl usi mengi kuti (follow from) semua premi s.
(3) Semua premi s dapat di teri ma. Arti nya, orang percaya atau setuju
dengan semua premi s yang di ajukan.
Kri teri a (1) dan (2) di perl ukan untuk memenuhi val i di tas l ogi s argumen. Kri -
teri a (3) di perl ukan untuk memenuhi kebenaran empi ri s asersi untuk mel engkapi
argumen agar konkl usi meyaki nkan kebenarannya. Contoh argumen yang hanya
memenuhi kri teri a (1) dan (2) di beri kan beri kut i ni .
Secara struktural konkl usi di atas akan sel al u benar tanpa memperhati kan
makna empi ri s kata aset. Kata aset dapat di ganti dengan kata apapun dan konkl u-
si akan tetap val i d. Jadi , val i di tas konkl usi i ndependen terhadap makna aset.
Akan tetapi , secara empi ri s atau observasi duni a nyata, konkl usi tersebut sal ah
sehi ngga ti dak dapat di teri ma. Dengan kata l ai n, dapat di katakan bahwa konkl usi
di atas val i d tetapi ti dak mempunyai makna empi ri s (empirical content). Duni a
prakti k (observasi ) menunjukkan bahwa rugi sel i si h kurs dapat di kapi tal i sasi
sehi ngga menjadi bagi an dari aset.
Perl u di catat bahwa konkl usi ti dak sel al u dapat mengubah keyaki nan seseo-
rang. Properi tas keyaki nan yang di bahas sebel umnya menentukan keyaki nan
seseorang akan suatu asersi konkl usi . Demi ki an juga, dal am beberapa hal orang
ti dak sel al u bersedi a meneri ma atau bahkan mendengarkan argumen. Hal i ni
di bahas di bagi an l ai n bab i ni dal am subbahasan stratagem (stratagem) dan sal ah
nal ar (reasoning fallacy).
Premis major:
Premis minor:
Semua aset mempunyai manfaat ekonomik bagi perusahaan.
Rugi selisih kurs tidak mempunyai manfaat ekonomik bagi perusahaan.
Konklusi: Rugi selisih kurs tidak dapat menjadi aset.
64 Bab 2
Argumen Induktif
Penal aran i ni berawal dari suatu pernyataan atau keadaan yang khusus dan bera-
khi r dengan pernyataan umum yang merupakan general i sasi dari keadaan khusus
tersebut. Berbeda dengan argumen dedukti f yang merupakan argumen l ogi s (logi-
cal argument), argumen i ndukti f l ebi h bersi fat sebagai argumen ada benarnya
(plausible argument). Dal am argumen l ogi s, konkl usi merupakan i mpl i kasi dari
premi s. Dal am argumen ada benarnya (plausible), konkl usi merupakan general i sa-
si dari premi s sehi ngga tujuan argumen adal ah untuk meyaki nkan bahwa proba-
bi l i tas atau kebol ehjadi an (likelihood) kebenaran konkl usi cukup ti nggi atau
sebal i knya, ketakbenaran konkl usi cukup rendah kebol ehjadi annya (unlikely).
Beri kut i ni adal ah contoh struktur suatu penal aran i ndukti f:


Dal am contoh di atas, argumen mengal i r dari i nformasi atas pengamatan
khusus atau tertentu (sampel ) menuju ke konkl usi yang di terapkan untuk sel uruh
pengamatan yang mungki n di l akukan (popul asi ). Konkl usi mel ewati (mencakupi
l ebi h dari ) apa yang dapat di tunjukkan ol eh fakta/bukti empi ri s (mani snya bebera-
pa jeruk yang tel ah di ci ci pi ) atau mel i puti pul a apa yang ti dak di amati (sel uruh
jeruk dal am karung). Dengan demi ki an konkl usi atau general i sasi akan bersi fat
predi kti f. Dal am Contoh 1, mi sal nya, kal au sebuah jeruk di ambi l dari karung A,
dapat di predi ksi bahwa jeruk tersebut akan mani s. Demi ki an pul a dal am Contoh
2, bi l a konkl usi benar maka dapat di predi ksi bahwa seorang perokok kemung-
ki nan besar terkena kanker. Karena konkl usi (general i sasi ) di dasarkan pada peng-
amatan atau pengal aman yang nyatanya terjadi , penal aran i ndukti f di sebut pul a
general i sasi empi ri s (empirical generalization).
Aki bat general i sasi , hubungan antara premi s dan konkl usi dal am penal aran
i ndukti f ti dak l angsung dan ti dak sekuat hubungan dal am penal aran dedukti f.
Dal am penal aran dedukti f, kebenaran premi s menjami n sepenuhnya kebenaran
konkl usi asal penal arannya l ogi s. Arti nya, ji ka semua premi s benar dan
penal arannya l ogi s, konkl usi harus benar (di sebut necessary implication dan ol eh
karenanya necessarily true). Dal am penal aran i ndukti f, kebenaran premi s ti dak
sel al u menjami n sepenuhnya kebenaran konkl usi . Kebenaran konkl usi hanya
di jami n dengan ti ngkat keyaki nan (probabi l i tas) tertentu. Arti nya, ji ka premi s
benar, konkl usi ti dak sel al u benar (not necessarily true). Perbedaan struktural
antara argumen dedukti f dan i ndukti f dapat di tujukkan dal am contoh beri kut.
19
Contoh 1: Premis
Premis
Satu jeruk dari karung A manis rasanya.
Satu jeruk berikutnya manis rasanya.
Konklusi: Semua jeruk dalam karung A manis rasanya.
Contoh 2: Premis Sekelompok penderita kanker semuanya perokok.
Konklusi: Merokok menyebabkan kanker.
Penalaran 65

Contoh di atas menunjukkan bahwa dal am argumen dedukti f bi l a semua pre-
mi s benar maka konkl usi pasti atau harus benar. Akan tetapi , dal am argumen
i ndukti f, konkl usi ti dak sel al u benar meski pun kedua premi s benar. Perbedaan
tersebut menjadi dasar untuk meni l ai perbedaan keefekti fan atau keberhasi l an
kedua jeni s argumen. Argumen dedukti f dengan premi s benar dapat di katakan
berhasi l ji ka kebenaran premi s menjadi kan konkl usi ti dak mungki n (impossible)
takbenar. Di l ai n pi hak, argumen i ndukti f dengan premi s benar dapat di katakan
berhasi l ji ka kebenaran premi s menjadi kan konkl usi keci l kemungki nan atau keci l
kebol ehjadi an takbenarnya. Karena ada kebol ehjadi an takbenar, asersi i l mi ah
yang bersandar pada penal aran i ndukti f di perl akukan sebagai hi potesi s bukan
pernyataan fakta.
Argumen dengan Analogi
Argumen i ndukti f sebenarnya merupakan sal ah satu jeni s penal aran nondedukti f.
Sal ah satu penal aran nondedukti f l ai nnya adal ah argumen dengan anal ogi (argu-
ment by analogy). Penal aran dengan anal ogi adal ah penal aran yang menurunkan
konkl usi atas dasar kesamaan atau kemi ri pan (likeness) karakteri sti k, pol a, fung-
si , atau hubungan unsur (si stem) suatu objek yang di sebutkan dal am suatu asersi .
Anal ogi bukan merupakan suatu bentuk pembukti an tetapi merupakan suatu
sarana untuk meyaki nkan bahwa asersi konkl usi mempunyai kebol ehjadi an
untuk benar. Dengan kata l ai n, bi l a premi s benar, konkl usi atas dasar anal ogi
bel um tentu benar. Struktur argumen i ni di gambarkan sebagai beri kut:

Kemi ri pan dal am suatu anal ogi merupakan suatu hubungan konseptual dan
bukan hubungan fi si s atau kei denti kan. Hubungan anal ogi s bersi fat i mpl i si t dan
19
Dal am percakapan sehari -har i , kata bul u (feather) seri ng di rancukan dengan rambut atau ram-
but kul i t (fur). Orang seri ng mengatakan bul u kuci ng padahal yang di maksud sebenarnya adal ah
rambut kuci ng. Kera, anji ng, dan kel i nci ti dak mempunyai bul u tetapi mempunyai rambut sehi ngga
mereti a ti dak termasuk dal am kel as burung.
Argumen Deduktif Argumen Induktif
Premis (1):
Premis (2):
Semua burung mempunyai
bulu.
Bebek adalah burung.
Premis (1):
Premis (2):
Kebanyakan burung dapat
terbang.
Bebek adalah burung.
Konklusi:
(pasti)
Bebek mempunyai bulu. Konklusi:
(boleh jadi)
Bebek dapat terbang.
Premis (1)
Premis (2)
X dan Y mempunyai kemiripan dalam hal a, b, c, ...
X mempunyai karakteristik z.
Konklusi: Y mempunyai karakteristik z.
66 Bab 2
kompl eks. Dal am banyak hal , penal ar harus mengi denti fi kasi dan menyi mpul kan
sendi ri hubungan kemi ri pan tersebut dal am anal ogi . Beri kut adal ah suatu contoh
argumen dengan anal ogi .

Dal am contoh di atas, hubungan kemi ri pan negara dan kapal dapat di i nter-
pretasi bahwa keduanya sama-sama merupakan suatu wi l ayah (teri tori ) yang di
dal amnya hi dup sekel ompok warga yang menyerahkan sebagi an kedaul atannya
kepada seorang pemi mpi n. Penal ar dapat juga mengi nterpretasi bahwa kemi ri pan
tersebut berkai tan dengan pemeri ntahan atau manajemen. Karena kemi ri pan
tersebut, di si mpul kan bahwa kekuasaan (karakteri sti k, fungsi , atau si stem peme-
ri ntahan) presi den sama dengan kekuasaan nahkoda. Kesamaan kekuasaan meru-
pakan argumen untuk mendukung konkl usi bahwa presi den dapat mengel uarkan
undang-undang darurat dal am si tuasi kri si s.
Wal aupun anal ogi banyak di gunakan dal am argumen, argumen semacam i ni
banyak mengandung kel emahan. Per bedaan-perbedaan penti ng yang mempe-
ngaruhi (mel emahkan) konkl usi seri ng tersembunyi atau di sembunyi kan. Perbe-
daan seri ng l ebi h domi nan dari pada kemiri pan. Dal am anal ogi nahkoda mi sal nya,
warga dal am kapal juml ahnya l ebi h keci l dan ti dak terdapat l embaga perwaki l an
seperti dal am negara. Karena bukan merupakan pembukti an, anal ogi seri ng
di sal ahgunakan untuk pembukti an sebagai cara untuk mengecoh orang.
Argumen Sebab-Akibat
Menyatakan konkl usi sebagai aki bat dari asersi tertentu merupakan sal ah satu
bentuk argumen yang di sebut argumen dengan penyebaban (argument by causa-
tion) atau general i sasi kausal (causal generalization). Hubungan penyebaban
bi asanya di nyatakan dal am struktur X menghasi l kan Y atau X memaksa Y ter-
jadi atau X menyebabkan Y terjadi atau Y terjadi aki bat X atau Y berubah
karena X berubah. Akan tetapi , pernyataan tersebut sebenarnya hanyal ah cara
memverbal kan bahwa A bervariasi atau berasosiasi dengan B tetapi ti dak menun-
jukkan bahwa apa yang sebenarnya terjadi merupakan hubungan kausal .
Untuk dapat menyatakan adanya hubungan kausal perl u di adakan penguji an
tentang apa yang sebenarnya terjadi . Kai dah untuk menguji adanya hubungan
kausal adal ah apa yang di sebut kai dah kecocokan (method of agreement), kai dah
kecocokan negati f (negative canon of agreement) dan kai dah perbedaan (method of
Premis (1)
Premis (2)
Negara adalah ibarat sebuah kapal pesiar dengan presiden sebagai
nahkoda.
Dalam keadaan darurat, semua penumpang harus tunduk pada
perintah nahkoda tanpa kecuali.
Konklusi: Dalam keadaan krisis, presiden harus diberi kekuasaan khusus untuk
mengeluarkan undang-undang darurat yang harus diikuti semua warga
tanpa kecuali.
Penalaran 67
difference) yang di kemukakan ol eh John Stuart Mi l l (sehi ngga sel uruh kai dah
di sebut dengan kai dah Mi l l ).
20
Kai dah kecocokan menyatakan bahwa ji ka dua kasus (atau l ebi h) dal am suatu
fenomena mempunyai satu dan hanya satu kondi si atau faktor yang sama (C),
maka kondi si tersebut dapat menjadi penyebab ti mbul nya gejal a (Z).
Kai dah kecocokan negati f menyatakan bahwa ji ka ti adanya suatu faktor (C)
berkai tan dengan ti adanya gejal a (Z), maka ada bukti bahwa hubungan faktor dan
gejal a tersebut bersi fat kausal .
Kai dah perbedaan menyatakan bahwa ji ka terdapat dua kasus atau l ebi h
dal am suatu fenomena, dan dal am sal ah satu kasus suatu gejal a (Z) muncul
sementara dal am kasus l ai nnya gejal a tersebut (Z) ti dak muncul ; dan ji ka faktor
tertentu (C) terjadi keti ka gejal a tersebut (Z) muncul , dan faktor tersebut (C) ti dak
terjadi keti ka gejal a tersebut (Z) ti dak muncul ; maka dapat di katakan bahwa ter-
dapat hubungan kausal antara faktor (C) dan gejal a (Z) tersebut.
Dal am argumen, kasus-kasus dal am keti ga kai dah di atas dapat di perl akukan
sebagai premi s. Kai dah keti ga sebenarnya merupakan gabungan antara kai dah
pertama dan kedua. Kai dah Mi l l di dasarkan pada asumsi bahwa ti dak ada faktor
l ai n (sel ai n C) yang mempengaruhi gejal a Z. Kai dah Mi l l di gunakan untuk
meyaki nkan apakah hubungan dua faktor bersi fat korel asi onal atau kausal . Kai -
dah Mi l l i ni di di agramkan dal am Gambar 2.10 di hal aman beri kut.
Kr i ter i a Penyebaban
Kai dah perbedaan Mi l l sebenarnya merupakan suatu rancangan untuk menguji
secara ekperi mental apakah memang terdapat hubungan kausal . Akan tetapi ,
kai dah tersebut bel um dapat sepenuhnya meyaki nkan karena mungki n ada faktor
l ai n (sel ai n C) yang menyebabkan gejal a Z terjadi . Ol eh karena i tu, untuk menguji
dan menyatakan bahwa suatu faktor atau vari abel (C) menyebabkan suatu gejal a
atau vari abel l ai n (Z) terjadi , ti ga kri teri a beri kut harus di penuhi :
(1) C dan Z bervari asi bersama. Bi l a C berubah, Z juga berubah.
(2) Perubahan C terjadi sebel um atau mendahul ui perubahan Z terjadi .
(3) Ti dak ada faktor l ai n sel ai n C yang mempengaruhi perubahan Z.
Kri teri a (1) harus di penuhi karena hubungan sebab-aki bat hanya terjadi ji ka
ada perubahan bai k faktor sebab maupun faktor aki bat. Bi l a sal ah satu faktor
berubah sementara yang l ai n tetap, maka jel as bahwa kedua faktor tersebut ti dak
berhubungan sama sekal i . Perubahan di si ni harus di arti kan secara l uas sebagai
perbedaan keadaan (status/kl asi fi kasi /gejal a) atau ni l ai (skor/peri ngkat). Mi sal nya
keadaan kena kanker dan ti dak kena kanker, merokok dan ti dak merokok, di beri
obat dan ti dak di beri obat, muncul dan ti dak muncul , serta sembuh dan ti dak sem-
buh merupakan suatu perbedaan keadaan yang menggambarkan perubahan.
Demi ki an juga, perbedaan skor hasi l pengukuran dua kasus atau l ebi h menunjuk-
20
Li hat Cooper and Schi ndl er (2001), hl m. 148-149.
68 Bab 2
kan adanya perubahan. Mi sal nya perbedaan skor rata-rata tes potensi akademi k
(TPA) sebel um dan sesudah mengi kuti kursus, perbedaan ti ngkat kecerdasan yang
di ukur pada waktu yang berbeda, perbedaan ki nerja sekel ompok karyawan yang
di ukur pada waktu yang berbeda atau, dan perbedaan ki nerja dua kel ompok sete-
l ah adanya suatu percobaan merupakan i ndi kasi adanya perubahan.
Gambar 2.10
Kaidah Penyebaban Mill
Kri teri a (2) harus di penuhi karena penyebaban menuntut adanya pengaruh
satu faktor terhadap faktor yang l ai n dal am sel ang waktu tertentu. Jadi , harus
ada sel ang waktu antara terjadi nya perubahaan faktor sebab dan faktor aki bat.
Ol eh karena i tu, perubahan faktor sebab harus terjadi dahul u sebel um perubahan
faktor aki bat terjadi . Dengan kata l ai n, harus ada semacam ketergantungan atau
dependensi faktor aki bat pada faktor sebab. Sel ang waktu tersebut dapat sekejap
atau l ama bergantung pada masal ah yang di bahas.
Untuk meyaki nkan bahwa faktor sebab benar-benar menyebabkan faktor aki -
bat, kri teri a (3) harus di penuhi . Ti dak adanya faktor-faktor l ai n sel ai n faktor
sebab yang di teori kan harus di arti kan bahwa faktor-faktor l ai n tersebut memang
ti dak ada atau kal au ada, pengaruh faktor-faktor l ai n tersebut dapat di kendal i kan,
di ukur, atau di i sol asi sehi ngga di perol eh keyaki nan yang ti nggi bahwa perubahan
A B C Z
Gejala Faktor Penjelas
Kaidah Kecocokan
E C D Z
C F G Z
C Z
menyebabkan
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3
Konklusi
A B C Z
Gejala Faktor Penjelas
Kaidah Perbedaan
Kasus 1
A B !C -Z
C Z
menyebabkan
Konklusi
Kasus 2 (Tak ada Z)
Penalaran 69
faktor sebab benar-benar menyebabkan perubahaan faktor aki bat.
21
Mi sal nya,
untuk meyaki nkan apakah kegaduhan (noise) menyebabkan turunnya produkti vi -
tas ayam petel ur, faktor l ai n yang di duga juga merupakan penyebab seperti penyi -
naran, temperatur, dan jeni s makanan harus di kendal i kan atau di jaga konstan.
Penalaran Induktif dalam Akuntansi
Penal aran i ndukti f dal am akuntansi pada umumnya di gunakan untuk menghasi l -
kan pernyataan umum yang menjadi penjel asan (teori ) terhadap gejal a akuntansi
tertentu. Pernyataan-pernyataan umum tersebut bi asanya berasal dari hi potesi s
yang di ajukan dan di uji dal am suatu penel i ti an empi ri s. Hi potesi s merupakan
general i sasi yang di tuju ol eh penel i ti an akuntansi . Bi l a bukti empi ri s konsi sten
dengan (mendukung) general i sasi tersebut maka general i sasi tersebut menjadi
teori yang val i d dan mempunyai daya predi ksi yang ti nggi . Contoh pernyataan
umum sebagai hasi l penal aran i ndukti f (general i sasi ) antara l ai n adal ah:
Perusahaan besar memi l i h metoda akuntansi yang menurunkan l aba.
Ti ngkat l i kui di tas perusahaan perdagangan l ebi h ti nggi dari pada
ti ngkat l i kui di tas perusahaan pemanufakturan.
Ti ngkat sol vensi berasosi asi posi ti f dengan probabi l i tas kebankrutan
perusahaan.
Parti si pasi manajer di vi si dal am penyusunan anggaran mempunyai
pengaruh posi ti f terhadap ki nerja di vi si .
Ambang persepsi eti s wani ta l ebi h ti nggi di bandi ng ambang persepsi
eti s pri a dal am meni l ai kasus pel anggaran eti ka atau hukum.
Ukuran atau besar-keci l nya (size) perusahaan berasosi asi posi ti f
dengan ti ngkat pengungkapan sukarel a (voluntary disclosures) dal am
statemen keuangan.
Secara stati sti s, general i sasi berarti menyi mpul kan karakteri sti k popul asi
atas dasar karakteri sti k sampel mel al ui penguji an stati sti s. Mi sal nya, suatu teori
harus di ajukan untuk menjel askan mengapa terjadi perbedaan l uas atau banyak-
nya pengungkapan dal am statemen keuangan antarperusahaan. Teori tersebut
mi sal nya di nyatakan dal am pernyataan umum (proposi si ) terakhi r dal am daftar di
atas yai tu ukuran perusahaan berasosi asi posi ti f dengan ti ngkat pengungkapan
sukarel a. Proses penal aran i ndukti f dal am contoh i ni dapat di l uki skan dal am
Gambar 2.11 di hal aman beri kut.
Untuk sampai pada proposi si dal am contoh tersebut, tentu saja di perl ukan
argumen dal am bentuk rerangka atau l andasan teoreti s. Dal am proposi si i ni ,
ukuran perusahaan dan ti ngkat pengungkapan sukarel a merupakan konsep
sedangkan berasosi asi posi ti f merupakan hubungan yang di teori kan. Agar
proposi si dapat di uji , konsep dal am proposi si harus di defi ni si secara operasi onal
21
Dal am suatu percobaan atau penel i ti an eksperi mental , ti ngkat keyaki nan bahwa faktor tertentu
benar-benar merupakan penyebab faktor yang l ai n di sebut dengan val i di tas i nternal .
70 Bab 2
menjadi suatu vari abel yang dapat di amati dal am duni a nyata sehi ngga konsep
abstrak dapat di ukur. Dal am contoh i ni , aset (dapat juga penjual an) di jadi kan defi -
ni si operasi onal (proksi ) ukuran perusahaan sedangkan banyaknya buti r peng-
ungkapan yang ti dak di atur ol eh standar akuntansi merupakan defi ni si
pengungkapan sukarel a. Dal am penguji an stati sti s, hubungan teoreti s antarvari a-
bel seri ng di nyatakan dal am bentuk hi potesi s.
22
Gambar 2.11
Contoh Penalaran Induktif dalam Akuntansi
Setel ah defi ni si operasi onal di ukur untuk sampel amatan, konsep-konsep
yang di teori kan di representasi dal am bentuk vari abel dan di beri notasi (mi sal nya
X dan Y) agar anal i si s data mudah di l akukan. Untuk menguji hi potesi s, hubungan
22
Proposi si seri ng di sebut dengan hi potesi s. I sti l ah proposi si bi asanya di gunakan dal am tataran
(l evel ) teoreti s atau abstrak sedangkan i sti l ah hi potesi s bi asanya di gunakan dal am tataran empi ri s
atau penguji an. Dal am penel i ti an akuntansi , kedua i sti l ah seri ng ti dak di bedakan dan di gunakan
secara sal i ng tukar.
Tataran abstrak
Tataran empiris
Konsep:
Ukuran perusahaan
Konsep:
Tingkat pengungkapan
sukarela
Rerangka/landasan
teoretis
Variabel X:
Aset
Variabel Y:
Banyaknya pengung-
kapan yang tidak diwa-
jibkan oleh standar.
X
Hubungan teoretis
Proposisi
Definisi operasional
Y
Pengukuran
sampel
Pengukuran
sampel
Hipotesis
Pengujian hubungan secara statistis
Sampel
(dengan regresi, korelasi, atau lainnya)
Generalisasi
sebagai
penalaran
induktif
Penalaran 71
antara vari abel di uji dengan al at stati sti s tertentu (mi sal nya regresi ). Bi l a
penguji an secara stati sti s menunjukkan bahwa hubungan antara vari abel secara
stati sti s si gni fi kan, berarti ada keyaki nan ti nggi (mi sal nya ti ngkat keyaki nan
95%) bahwa teori yang di ajukan di dukung secara empi ri s sehi ngga dapat di l aku-
kan general i sasi . Dari contoh di atas, general i sasi secara formal dapat di nyatakan
dal am penal aran i ndukti f sebagai mana tampak pada argumen di bawah i ni .

Dal am prakti knya, penal aran i ndukti f ti dak dapat di l aksanakan terpi sah
dengan penal aran dedukti f atau sebal i knya. Kedua penal aran tersebut sal i ng ber-
kai tan. Premi s dal am penal aran dedukti f, mi sal nya, dapat merupakan hasi l dari
suatu penal aran i ndukti f. Demi ki an juga, proposi si -proposi si akuntansi yang di a-
jukan dal am penel i ti an bi asanya di turunkan dengan penal aran dedukti f.
Bi l a di kai tkan dengan perspekti f teor i yang l ai n, teori akuntansi normati f
bi asanya berbasi s penal aran dedukti f sedangkan teori akuntansi posi ti f bi asanya
berbasi s penal aran i ndukti f. Secara umum dapat di katakan bahwa teori akuntansi
sebagai penal aran l ogi s bersi fat normati f, si ntakti k, semanti k, dan dedukti f
sementara teori akuntansi sebagai sai ns bersi fat posi ti f, pragmati k, dan i ndukti f.
Buku i ni memandang teori akuntansi sebagai penal aran l ogi s dal am bentuk
perekayasaan pel aporan keuangan. Ol eh karena i tu, pembahasan buku i ni l ebi h
berhal uan normati f sehi ngga banyak menerapkan penal aran dedukti f dengan
fokus bahasan yang bersi fat struktural (si ntakti k) dan semanti k.
Kecohan (Fallacy)
Dal am kehi dupan sehari -hari (bai k akademi k maupun nonakademi k), acapkal i
di jumpai bahwa argumen yang jel ek, l emah, ti dak sehat, atau bahkan ti dak masuk
akal ternyata mampu meyaki nkan banyak orang sehi ngga mereka terbujuk ol eh
argumen tersebut padahal seharusnya ti dak. Bi l a hal i ni terjadi , akan banyak
prakti k, perbuatan, atau ti ndakan dal am masyarakat yang di l andasi ol eh teori
atau al asan yang ti dak sehat. Aki batnya prakti k i tu sendi ri menjadi ti dak sehat.
Cederbl om dan Paul sen (1986) membahas hal i ni dengan mengajukan pertanyaan:
Why are bad arguments sometimes convincing? Pertanyaan tentang adanya
kecohan penal aran dal am akuntansi mi sal nya adal ah Mengapa i sti l ah yang sal ah
banyak di pakai orang?
Tel ah di bahas sebel umnya bahwa keyaki nan mempunyai beberapa si fat yang
menjadi kan perubahan atau pemertahanan keyaki nan ti dak semata-mata di l an-
dasi ol eh val i di tas dan kekuatan argumen tetapi juga ol eh faktor manusi a. Dal am
Premis: Pengamatan (sampel) menunjukkan bahwa makin besar
aset perusahaan makin banyak butir pengungkapan yang
disajikan perusahaan dalam statemen keuangan.
Hubungan ini secara statistis signifikan pada " = 0,05.
Konklusi: Ukuran atau besar-kecilnya (size) perusahaan beraso-
siasi positif dengan tingkat pengungkapan sukarela
(voluntary disclosures) dalam statemen keuangan.
72 Bab 2
kasus tertentu (bahkan dal am konteks i l mi ah atau akademi k), manusi a l ebi h ter-
bujuk atau terkecoh ol eh emosi atau kepenti ngan pri badi dari pada l ogi ka. Dengan
kata l ai n, keyaki nan ti dak sel al u di perol eh mel al ui argumen l ogi s atau akal sehat.
Apapun faktor yang menyebabkan, bi l a terdapat suatu asersi yang nyatanya mem-
bujuk dan di anut banyak orang padahal seharusnya ti dak l antaran argumen yang
di ajukan mengandung cacat (faulty), maka pasti terjadi kesal ahan yang di sebut
kecohan atau sal ah nal ar (fallacy). Cederbl om dan Paul sen (1986) mendefi ni si
pengerti an kecohan sebagai beri kut:
A fallacy is a kind of argument or appeal that tends to persuade us, even though
it is faulty. ... Fallacies are arguments that tend to persuade but should not per-
suade (hl m. 102).
Ki ta harus mengenal berbagai kecohan agar ki ta waspada bahwa hal semacam
i tu memang ada sehi ngga ki ta ti dak terkecoh atau mengecoh orang l ai n secara tak
sengaja. Orang dapat terkecoh ol eh di ri nya sendi ri sehi ngga di a berpi ki r bahwa
di a mengajukan argumen yang val i d padahal sebenarnya ti dak val i d. Sebal i knya,
orang dapat mengecoh orang l ai n dengan sengaja semata-mata karena i ngi n
memaksakan kehendak atau i ngi n menangnya sendi ri sehi ngga di a akan meng-
gunakan segal a takti k untuk meyaki nkan orang l ai n tentang keyaki nan atau
pendapatnya dengan menyampi ngkan masal ah pokok atau menyembunyi kan
argumen yang val i d. Ol eh karena i tu, perl u di bedakan kecohan l antaran takti k
atau akal bul us (yang ol eh Ni ckerson di sebut dengan stratagem) dan kecohan l an-
taran sal ah l ogi ka atau nal ar dal am argumen (reasoning fallacy).
23
Ci ri yang mem-
bedakan keduanya adal ah maksud atau ni at (intention) untuk berargumen.
Stratagem
Stratagem adal ah pendekatan atau cara-cara untuk mempengaruhi keyaki nan
orang dengan cara sel ai n mengajukan argumen yang val i d atau masuk akal (rea-
sonable argument). Stratagem merupakan sal ah satu bentuk argumen karena
merupakan upaya untuk menyaki nkan seseorang agar di a percaya atau bersedi a
mengerjakan sesuatu. Berbeda dengan argumen yang val i d, stratagem bi asanya
di gunakan untuk membel a pendapat yang sebenarnya kel i ru atau l emah dan ti dak
dapat di pertahankan secara l ogi s. Karenanya, stratagem dapat mengandung kebo-
hongan (deceit) dan musl i hat (trick). Bi asanya, stratagem di gunakan dengan ni at
semata-mata untuk memaksakan kehendak, membujuk orang agar meyaki ni
sesuatu, menjadi kan hal yang ti dak bai k/benar kel i hatan bai k/benar, atau menja-
tuhkan l awan bi cara dal am debat atau persel i si han. Stratagem dapat mel i batkan
sal ah nal ar wal aupun ti dak harus sel al u demi ki an. Arti nya, argumen yang l ogi s
ti dak sel al u dapat membujuk. Ol eh karena i tu, keyaki nan kadang-kadang di anut
bukan karena kekuatan argumen semata-mata tetapi juga karena stratagem.
23
Penger ti an kecohan yang di ajukan ol eh Cederbl om dan Paul sen mel i puti pul a str atagem sedang-
kan i sti l ah kecohan ol eh Ni ckerson di batasi pada pengerti an sebagai sal ah nal ar. Stratagem juga seri ng
di sebut sebagai argumen informal sementara penal aran l ogi s di sebut sebagai argumen formal.
Penalaran 73
Stratagem banyak di jumpai dal am arena pol i ti k wal aupun ti dak tertutup kemung-
ki nan bahwa hal tersebut di jumpai dal am di skusi i l mi ah. Pakar atau i l muwan
kadang kal a l ebi h menunjukkan stratagem dari pada argumen yang val i d. Beri kut
i ni di bahas beberapa stratagem yang seri ng di jumpai dal am di skusi atau perde-
batan bai k pol i ti s maupun akademi k.
Per suasi Takl angsung
Persuasi takl angsung merupakan stratagem untuk menyaki nkan seseorang akan
kebenaran suatu pernyataan bukan l angsung mel al ui argumen atau penal aran
mel ai nkan mel al ui cara-cara yang sama sekal i ti dak berkai tan dengan val i di tas
argumen. Contoh persuasi takl angsung banyak di jumpai dal am peri kl anan (adver-
tising). Untuk membujuk agar orang mau membel i produk, orang ti dak di suguhi
argumen tentang mengapa produk tersebut berkual i tas mel ai nkan di tunjuki
pemandangan bahwa seorang sel ebri ti s menggunakan produk tersebut. Harapan-
nya adal ah orang yang ti dak menggunakan produk akan merasa bahwa di a ti dak
termasuk dal am gol ongan yang bergaya hi dup sel ebri ti s.
Orang yang rasi onal tentunya ti dak mudah terbujuk ol eh stratagem tersebut.
Akan tetapi , tekni k-tekni k persuasi sudah canggi h dan hal us sehi ngga orang yang
rasi onal pun masi h terkecoh secara emosi onal .
Membi di k Or angnya
Stratagem i ni di gunakan untuk mel emahkan atau menjatuhkan suatu posisi atau
pernyataan dengan cara menghubungan pernyataan atau argumen yang di ajukan
seseorang dengan pri badi orang tersebut.
24
Al i h-al i h mengajukan kontra-argumen
(counter-argument) yang l ebi h val i d, pembi cara mengajukan kejel ekan atau si fat
yang kurang menguntungkan dari l awan berargumen. Jadi , yang di l awan orang-
nya bukan argumennya. Dengan cara i ni di harapkan bahwa daya bujuk argumen
akan menjadi turun atau jatuh. Takti k i ni seri ng di sebut argumentum ad hom-
inem. Beri kut i ni adal ah beberapa contoh stratagem i ni .
Di a ti dak mungki n menjadi pemi mpi n yang andal karena di a bekas
mi l i ter (atau tahanan pol i ti k yang pernah di hukum).
Prakti si akuntansi yang ti dak mengi kuti standar akuntansi seperti apa
adanya adal ah orang yang ti dak l oyal dan ti dak profesi onal .
Jangan menggunakan i sti l ah tersebut karena yang mengusul kan orang
Yogya. (Saya ti dak setuju i sti l ah i tu karena i tu i sti l ah Yogya.)
Program tersebut ti dak val i d di dukung karena yang mengajukan
adal ah partai pol i ti k A.
Kuri kul um i ni harus di ganti total karena yang mengembangkan adal ah
pengel ol a l ama (rezi m orde baru).
24
Posi si yang di maksud di si ni adal ah posi si setuju (mendukung) atau ti dak sejutu (menol ak) ter-
hadap suatu gagasan, i de, usul , konsep, atau kebi jakan.
74 Bab 2
Berkai tan dengan stratagem i ni , orang seri ng menggunakan takti k ungkapan
merendahkan (put-downs) untuk menyanggah/menghi ndari argumen dengan
ungkapan-ungkapan beri kut (di ucapkan dengan nada meni nggi ):
Semua orang tahu i tu!
Saya ti dak percaya anda dapat mengatakan hal i tu!
Yang anda katakan i tu adal ah l el ucon baru yang bel um pernah saya
dengar!
Apa i tu kok aneh-aneh, seperti kurang pekerjaan saja! (Sebagai
reaksi terhadap i sti l ah akuntansi baru yang baru saja di dengarnya.)
Menyampi ngkan Masal ah
Stratagem i ni di l akukan dengan cara mengajukan argumen yang ti dak bertumpu
pada masal ah pokok atau dengan cara mengal i hkan masal ah ke masal ah yang l ai n
yang ti dak bertautan. Hal i ni seri ng di l akukan orang ji ka di a (karena sesuatu hal )
ti dak bersedi a meneri ma argumen yang di a tahu l ebi h val i d dari argumen yang
di pegangnya. Penyampi ngan masal ah i ni juga merupakan sal ah satu contoh sal ah
nal ar karena penyampi ngan di l akukan dengan memberi penjel asan yang ti dak
menjawab masal ah. Beri kut i ni adal ah beberapa contoh stratagem i ni .
Gerakan anti korupsi ti dak perl u di gal akkan l agi karena nyatanya
banyak orang yang mel akukan korupsi ti dak mendapatkan sanksi
hukum.
Pembenahan i sti l ah akuntansi ti dak perl u di l akukan karena dal am
komuni kasi yang penti ng ki ta tahu maksudnya.
Mengapa i sti l ah kos seharusnya di gunakan al i h-al i h bi aya? Stratagem:
Apa bedanya dengan kos-kosan (tempat mondok)?
Dari contoh di atas, penyampi ngan masal ah terjadi karena orang ti dak l agi
menyaji kan argumen tandi ngan yang val i d terhadap pernyataan yang i ngi n
di sanggahnya (yai tu perl unya pemberantasan korupsi ). Dal am contoh kedua,
mi sal nya, orang ti dak l agi membahas arti penti ngnya pembenahan mel ai nkan
memati kan atau memotong di skusi dengan mengajukan al asan yang menyi mpang
dari masal ah pokok. Dal am contoh keti ga, penyanggah ti dak bertanya secara i l mi -
ah atau akademi k mengapa demi ki an tetapi mal ahan mengol ok-ol ok penggagas
atau gagasan untuk menyampi ngkan masal ah pokok. Bi l a hal semacam i ni terjadi
dal am forum i l mi ah atau akademi k, hal tersebut sebenarnya merefl eksi kepi ci kan
penyanggah yang justru pantas untuk di ol ok-ol ok.
Stratagem penyampi ngan masal ah (avoiding the issue) seri ng di gunakan ol eh
pol i ti kus untuk menghi dari pertanyaan yang dapat memal ukannya dal am suatu
jumpa pers dengan cara menyal aharti kan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
yang di sal aharti kan tersebut. Hal i ni sama dengan takti k mahasi swa yang ti dak
dapat menjawab pertanyaan dal am uji an tetapi kemudi an sengaja menyal aharti -
kan maksud pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang di sal aharti kan tersebut
Penalaran 75
dengan bai k. Kemudi an di a datang ke dosennya, setel ah tahu ni l ai nya jel ek, untuk
memprotes dan berargumen bahwa i tul ah yang di pahami tentang pertanyaan
uji an (meski pun di a tahu benar maksud sebenarnya pertanyaan).
Penyampi ngan masal ah pokok seri ng di sebut dengan takti k red herring dal am
perdebatan pol i ti k untuk menutupi atau menghi ndari kekal ahan dal am argumen.
Red herring adal ah prakti k dal am perburuan untuk menghal angi anji ng pel acak
membaui sasaran dengan cara memasang i kan herri ng mel i ntang pada jal an seta-
pak atau jejak (trail).
Mi sr epr esentasi
Stratagem i ni di gunakan bi asanya untuk menyanggah atau menjatuhkan posi si
l awan dengan cara memutarbal i kkan atau menyembunyi kan fakta bai k secara
hal us maupun terang-terangan. Hal i ni dapat di l akukan dengan cara mi sal nya:
mengekstremkan posi si l awan, menyal aharti kan maksud bai k posi si l awan, atau
menonjol kan kel emahan dan menyembunyi kan keunggul an argumen l awan.
Sebagai contoh, seorang anggota DPR dari Partai A mengajukan argumen
untuk mendukung agar pemeri ntah mengur angi anggaran untuk pertahanan dan
menambah anggaran untuk pendi di kan. Anggota dari Partai B, sebagai penyang-
gah, menuduh anggota dari Partai A i ngi n menghancurkan mi l i ter dan menempat-
kan negara pada kondi si kurang aman. I ni merupakan mi srepresentasi dengan
mengekstremkan posi si l awan.
Contoh l ai n mi sal nya adal ah seorang mahasi swa, Ami n, memi nta dosennya
untuk mengomentari tul i san atau proposal skri psi nya. Dosennya menyarankan
perbai kan-perbai kan yang ri nci dan jel as. Ami n, yang mengharapkan untuk
mendapat puji an dari dosennya, mengel uh dengan mengatakan kepada teman-
temannya bahwa dosen tersebut sangat rewel padahal tul i san atau proposal nya
memang amburadul .
Berkai tan dengan strategi i ni adal ah apa yang di kenal dengan i sti l ah the
deceptive use of truth. Dengan takti k i ni , penal ar menunjukkan fakta atau kebe-
naran (truth) tetapi ti dak secara utuh atau hanya sebagi an. Pengi kl an obat
menunjukkan khasi at obat tanpa menunjukkan efek sampi ng. Penel i ti menunjuk-
kan perbedaan karakteri sti k dua kel ompok dengan menggambar grafi k perbedaan
di bagi an ujung saja sehi ngga perbedaan yang secara stati sti s ti dak si gni fi kan
menjadi tampak secara ekonomi k si gni fi kan. Ada berbagai cara l ai n untuk menge-
l abuhi dengan stati sti k tanpa harus berbohong.
I mbauan Cacah
Stratagem i ni bi asanya di gunakan untuk mendukung suatu posi si dengan menun-
jukkan bahwa banyak orang mel akukan apa yang di kandung posi si tersebut.
Sebagai contoh, suatu kel ompok memegang posi si untuk membol ehkan penai kan
harga (mark-up) kontrak atau tender karena banyak rekanan mel akukan hal
tersebut. Dal am promosi produk, pengi kl an membuat kl ai m Sembi l an dari sepu-
l uh bi ntang fi l m menggunakan sabun merek X untuk membujuk konsumer agar
76 Bab 2
membel i sabun tersebut. I mbauan cacah (appeal to number) di dasarkan pada
asumsi bahwa majori tas orang mel akukan suatu hal atau popul ari tas suatu hal
menunjukkan bahwa hal tersebut adal ah benar atau ti dak dapat sal ah. Mengaju-
kan asumsi i ni untuk mendukung posi si ti dak sama dengan mengajukan argumen
tetapi l ebi h merupakan stratagem.
Agar ti dak terkecoh, orang harus memegang pri nsi p bahwa suatu hal ti dak
menjadi benar l antaran banyak orang yang mel akukannya atau popul ar sebagai -
mana pepatah yang berbunyi the fact that many people do thing does not make it
right. Mi sal nya, kenyataan bahwa banyak orang mel akukan korupsi ti dak mem-
buat korupsi menjadi benar. Penal ar (reasoner) yang bi jak, l ebi h-l ebi h akademi si ,
akan memperti mbangkan suatu gagasan atas dasar bukti pendukung (argumen)
yang val i d dan bukan atas dasar banyaknya orang yang memegang gagasan i tu.
Mi ri p dengan stratagem i ni adal ah apa yang di kenal dengan i sti l ah peri ngan-
an l ewat general i sasi (dilution by generalization). Mi sal nya seorang pol i ti kus men-
dukung posi si bahwa Ketua DPR yang di jatuhi hukuman karena ti ndakan korupsi
masi h tetap dapat menjabat dengan argumen bahwa ti dak ada orang yang sem-
purna (no one is perfect). Apa yang sebenarnya di katakan adal ah bahwa mel aku-
kan korupsi adal ah suatu bentuk keti daksempurnaan manusi a. Ti ndakan korupsi
sah-sah saja sel ama orang mengakui keti daksempurnaan manusi a. Akan tetapi ,
penal ar terkecoh dal am hal i ni karena di a menyamaratakan semua jeni s keti dak-
sempurnaan. Dengan kecohan i ni , orang dapat meneri ma argumen bahwa pem-
bunuh dan pencuri ti dak perl u di hukum karena ti dak seorangpun sempurna.
I mbauan Autor i tas
Stratagem i ni mi ri p dengan i mbauan cacah kecual i bahwa banyaknya orang atau
popul ari tas di ganti dengan autori tas. Stratagem i ni dapat juga di anggap sebagai
sal ah satu jeni s argumen ad hominem (membi di k orangnya). Argumen membi di k
orangnya yang di bahas sebel umnya berusaha menjatuhkan daya bujuk argumen
dengan menjatuhkan kredi bi l i tas penggagasnya. Dengan i mbauan autori tas,
orang berusaha meni ngkatkan daya bujuk suatu posi si dengan menunjukkan bah-
wa posi si tersebut di pegang ol eh orang yang mempunyai autori tas dal am masal ah
bersangkutan tanpa menunjukkan bagai mana autori tas bernal ar. Apakah strata-
gem i ni dapat di anggap sebagai kecohan bergantung pada si tuasi nyata yang mel a-
tarbel akangi karena kal au autori tas dan penal arannya memang l ayak orang akan
terbujuk ke arah yang benar. Akan tetapi , kal au autori tas semata-mata di jadi kan
al at untuk membujuk maka kecohanl ah yang terjadi . Lebi h-l ebi h dal am hal aka-
demi k atau pengembangan i l mu pengetahuan, kal au autori tas akademi k di ganti
dengan autori tas pol i ti s (kekuasaan/jabatan) dal am mengeval uasi suatu gagasan
atau i dea, kemungki nan terjadi nya kecohan akan semaki n besar. Memang sel ayak-
nyal ah bahwa pernyataan orang autori tati f akan l ebi h mendapat bobot di bandi ng
orang awam. Akan tetapi , penal aran di bal i k pernyataan harus tetap menjadi per-
ti mbangan utama.
Sebagai contoh, seorang akademi si di tanya mengapa di a memakai i sti l ah
beban bukan biaya untuk padan kata expense. Akademi si tersebut dapat menga-
Penalaran 77
jukan stratagem bahwa di a menggunakan i sti l ah beban karena autori tas (I katan
Akuntan I ndonesi a) menggunakan i sti l ah tersebut tanpa mempersoal kan apakah
i sti l ah tersebut l ayak atau ti dak padahal di a tahu bahwa i sti l ah beban ti dak val i d
(ti dak dapat di dukung secara argumentati f).
25

Agar ki ta ti dak terkecoh atau terperangkap ke stratagem, beberapa pri nsi p
yang di ajukan Ni ckerson (1986, hl m. 114-115) beri kut dapat di jadi kan dasar
untuk mengembangkan argumen atau penal aran:
The fact that an authoritative person holds a particular view does not
make that view correct.
The fact that a highly knowledgeable individual holds a certain belief
with respect to his particular area of knowledge should carry some
weight.
A belief is not necessarily right because it is held by an expert.
Berkai tan dengan stratagem i ni adal ah i mbauan autori tas yang ti dak tepat
(appeal to inappropriate authority). Dengan takti k i ni , penal ar berusaha untuk
meni ngkatkan kredi bi l i tas dan daya bujuk suatu posi si dengan menunjukkan bah-
wa posi si tersebut juga di pegang ol eh orang yang di akui sebagai ahl i di bi dang
yang ti dak berpautan dengan masal ah yang di bahas. Memang orang yang tel ah
menyandang jul ukan ahl i atau pakar pada umumnya mempunyai kemampuan
yang bai k juga dal am menal ar suatu gagasan di l uar bi dang keahl i annya. Akan
tetapi , ti dak sel ayaknyal ah dal am berargumen ki ta berasumsi bahwa orang yang
memenuhi kual i fi kasi untuk berbi cara dengan penuh autori tas dal am suatu
bi dang i l mu (karena tel ah menekuni nya cukup l ama) juga dengan sendi ri nya
memenuhi kual i fi kasi untuk berbi cara dengan penuh autori tas dal am bi dang i l mu
l ai n yang ti dak berkai tan. Untuk tujuan sensasi onal , jurnal i s medi a masa atau
tel evi si seri ng mengundang pakar atau penguasa untuk berbi cara tentang
masal ah yang ti dak di kuasai nya atau yang keahl i annya ti dak bersangkutan sama
sekal i dengan masal ah yang di beri takan.
I mbauan Tr adi si
Dal am beberapa hal , orang seri ng mengerjakan sesuatu dengan cara tertentu
semata-mata karena memang begi tul ah cara yang tel ah l ama di kerjakan orang.
Dal am duni a i l mi ah atau akademi k, orang seri ng memegang suatu keyaki nan
dengan mengajukan argumen bahwa memang demi ki anl ah orang-orang mempu-
nyai keyaki nan. Namun, kenyataan bahwa sesuatu tel ah l ama di kerjakan dengan
cara tertentu di masa l ampau ti dak dengan sendi ri nya menjadi argumen untuk
25
Stratagem yang l ebi h parah adal ah bi l amana ada seorang akademi si yang memi l i h i sti l ah aka-
demi k yang menyi mpang dengan al asan enak di dengar bukan dengan al asan kai dah bahasa. Di si ni ,
suatu i sti l ah yang si fatnya akademi k di ni l ai atas dasar tel i nga bukan atas dasar apa yang ada di bal i k
tel i nga. Al asan enak di dengar saja ti dak cukup untuk membentuk i sti l ah. Bi l a al asan i ni di gunakan
padahal ter dapat al ternati f i sti l ah yang l ebi h bai k maka al asan tersebut dapat di katakan sebagai strat-
agem menyampi ngkan masal ah.
78 Bab 2
meneruskan cara tersebut khususnya kal au terdapat cara l ai n yang terbukti l ebi h
val i d atau bai k (secara rasi onal dan prakti s).
Mi sal nya seorang dosen berargumen bahwa skri psi mahasi swa harus di tul i s
dengan mesi n keti k (bukan komputer) karena tradi si penul i san jaman dul u atau,
bi l a bol eh menggunakan komputer, dosen mel arang mahasi swa mencetak kata
yang bi asanya di beri gari s bawah dengan huruf mi ri ng karena mempertahankan
tradi si penul i san i l mi ah jaman sebel um datangnya komputer. Di si ni , dosen terse-
but ti dak l agi berkepenti ngan untuk mengeval uasi argumen bahwa jaman dul u
suatu kata di beri gari s bawah karena mesi n keti k ti dak dapat menghasi l kan huruf
mi ri ng sementara i tu secara ti pografi s penekanan kata akan l ebi h bai k tampi l an-
nya kal au kata di cetak dengan huruf mi ri ng (gari s bawah merupakan di straksi ).
I mbauan terhadap tradi si juga mempunyai justi fi kasi sehi ngga tradi si ti dak
dapat di ti nggal kan begi tu saja. Akan tetapi , justi fi kasi tersebut dapat menjadi
kecohan kal au ti a di paksakan secara membabi buta. Hal yang perl u di catat dal am
kai tannya dengan argumen i ni adal ah bahwa maksud bai k tradi si ti dak merupa-
kan al asan yang kuat untuk mempertahankannya atau untuk menol ak memper-
ti mbangkan bukti baru kal au memang terdapat bukti kuat baru bahwa maksud
tersebut ti dak l agi val i d. Pri nsi p i ni seri ng di sebut the purpose defeats the law.
Di l ema Semu
Di l ema semu (false dilemma) adal ah takti k seseorang untuk mengaburkan argu-
men dengan cara menyaji kan gagasannya dan satu al ternati f l ai n kemudi an
mengkarakteri sasi al ternati f l ai n sangat jel ek, merugi kan, atau mengeri kan
sehi ngga ti dak ada cara l ai n kecual i meneri ma apa yang di usul kan penggagas.
Mi sal nya, dal am suatu perdebatan tentang amandemen udang-undang dasar, seo-
rang anggota fraksi mengatakan (untuk meyaki nkan anggota dewan yang l ai n):
Kita harus menyetujui amandemen ini atau negara kita akan hancur.
Dasar pi ki ran argumen di atas adal ah bahwa negara ki ta ti dak bol eh hancur
dan karenanya si mpul annya adal ah ki ta harus menyetujui amandemen. Kecohan
terjadi karena pengargumen mengkl ai m bahwa hanya ada dua al ternati f dan yang
satu jel as ti dak di i ngi nkan sehi ngga hanya al ternati f yang di usul kannya yang
harus di teri ma. Akan tetapi , di a mengecoh seakan-akan hanya ada dua al ternati f
padahal kenyataannya ada beberapa al ternati f l ai n yang l ebi h val i d. Sayangnya,
dal am banyak hal , orang ti dak cukup kri ti s untuk menanyakan apakah ada al ter-
nati f l ai n yang l ebi h masuk akal . Struktur di l ema semu (seri ng di sebut inapprori-
ate dichotomizing) dapat di nyatakan secara umum sebagai beri kut:
Kalau kita tidak memilih alternatif A, maka kita akan mengalami penderitaan atau kerugian
akibat dipilihnya alternatif B.
Dal am mengajukan stratagem di atas, orang seri ng menambahkan ungkapan
penyangat seperti take it or leave it atau pokoknya. Penyangat pokoknya
Penalaran 79
seri ng di l andasi ol eh kekuasaan atau autori tas pengargumen (arguer). Argumen di
atas memang val i d kal au di eval uasi atas dasar struktur argumen saja, yai tu:
Wal aupun val i d strukturnya, di l ema semu merupakan argumen yang ti dak
l ayak (unsound) karena premi s majornya Bai k A atau B adal ah takbenar meng-
i ngat bahwa kenyataannya ada al ternati f-al ternati f l ai n yang ti dak di sebutkan.
I mbauan Emosi
Apa yang di bahas sebel umnya adal ah stratagem yang semata-mata menggunakan
musl i hat (trick) yang ol eh Cederbl om dan Paul sen (1986) di sebut ti pu daya
(kecekatan) tangan pesul ap (sleight of hand) tanpa mel i batkan emosi pi hak yang
di tuju. Daya bujuk argumen seri ng di capai dengan cara membaurkan emosi
dengan nal ar (di sebut confusing emotion with reason atau motive in place of sup-
port). Pendeknya, daya nal ar orang di mati kan dengan cara menggugah emosi nya.
Membi di k orangnya (argumen ad hominem) atau i mbauan autori tas sebenarnya
merupakan sal ah satu bentuk i mbauan emosi .
Dengan menggugah emosi , pengargumen sebenarnya berusaha menggeser
dukungan nal ar (support) val i di tas argumennya dengan moti f (motive). Dengan
takti k i ni , emosi orang yang di tuju di agi tasi sehi ngga di a merasa ti dak enak untuk
ti dak meneri ma al asan yang di ajukan. Dua stratagem yang dapat di gunakan
untuk mencapai hal i ni adal ah i mbauan bel as kasi h (appeal to pity) dan i mbauan
tekanan/kekuasaan (appeal to force).
Orang di katakan tel ah memanfaatkan i mbauan bel as kasi h ke anda bi l amana
di a memaksa anda menyetujui sesuatu karena kal au anda ti dak setuju di a akan
menderi ta. Mi sal nya, seorang mahasi swa yang tel ah di kel uarkan dari uni versi tas
(memang secara akademi k ti dak mampu menyel esai kan kul i ahnya dal am waktu
yang di tentukan) datang ke anda (kebetul an menjabat rektor) dan mengajukan
pencabutan keputusan tersebut dan mengajukan argumen bahwa keputusan
pengel uarannya akan menyebabkan di a dal am kesul i tan dan penderi taan. Hal i tu
di ajukan karena di a tahu benar bahwa memang di a pantas di kel uarkan atas dasar
argumen akademi k dan rasi onal . Anda ti dak jadi mengel uarkannya karena anda
tahu bahwa orang tersebut akan maki n menderi ta kal au permohonan ti dak di ka-
bul kan. Akhi rnya anda mengel uarkan surat untuk membol ehkan mahasi swa
tersebut meneruskan kul i ah dengan menyatakan bahwa mahasi swa tersebut
mampu secara akademi k. Konkl usi di si ni adal ah mahasi swa mampu menyel esai -
kan kul i ah meski pun bukti ti dak mendukung.
Kebal i kan dari i mbauan bel as kasi h adal ah bi l amana seseorang mamaksa
anda menyetujui sesuatu karena kal au anda ti dak setuju anda akan menderi ta
atau menanggung aki batnya. Anda (mahasi swa) di mi nta untuk mengeval uasi
Premis major:
Premis minor:
Baik A atau B.
Bukan B.
Konklusi: A.
80 Bab 2
pendapat dal am arti kel dosen anda. Anda ti dak setuju dengan pendapat tersebut
karena memang pendapat i tu ti dak val i d secara akademi k tetapi anda mendukung
secara penuh pendapat tersebut karena dosen tersebut akan keras terhadap anda.
Konkl usi di si ni adal ah pendapat dosen tersebut val i d meski pun bukti akademi k
ti dak mendukung.
Dari dua contoh di atas, faktor yang membuat argumen menjadi persuasi f
adal ah moti f bukan val i di tas argumen. Kedua stratagem tersebut menempatkan
orang menjadi ti dak enak kal au ti dak meneri ma (meyaki ni ) konkl usi meski pun
keduanya ti dak mengajukan bukti pendukung untuk meyaki nkan bahwa konkl usi
adal ah benar (val i d). Cederbl om dan Paul sen (1986) mendeskri psi karakteri sti k
kedua stratagem i ni sebagai beri kut:
When a person gets you to agree to something because he wi l l be hurt if you
dont agree, this is an appeal to pity. I f someone gets you to agree because he wi l l
hurt you if you dont agree, this is an appeal to force (hl m. 115).
Salah Nalar (Reasoni ng Fal l acy)
Suatu argumen bol eh jadi ti dak meyaki nkan atau persuasi f karena argumen terse-
but ti dak di dukung dengan penal aran yang val i d. Dengan kata l ai n, argumen men-
jadi ti dak efekti f karena ti a mengandung kesal ahan struktur l ogi ka atau karena
ti a ti dak masuk akal (unreasonable). Sal ah nal ar terjadi apabi l a penyi mpul an
ti dak di dasarkan pada kai dah-kai dah penal aran yang val i d. Jadi , sal ah nal ar
adal ah kesal ahan struktur atau proses formal penal aran dal am menurunkan si m-
pul an sehi ngga si mpul an menjadi sal ah atau ti dak val i d.
Berbeda dengan stratagem yang l ebi h merupakan takti k atau pendekatan
yang sengaja di gunakan untuk meyaki nkan kebenaran suatu asersi , sal ah nal ar
merupakan suatu bentuk kesal ahan penyi mpul an l antaran penal arannya mengan-
dung cacat sehi ngga si mpul an ti dak val i d atau ti dak dapat di teri ma. Demi ki an
juga, sal ah nal ar bi asanya bukan kesengajaan (intentional) dan ti dak di maksud-
kan untuk mengecoh atau mengel abuhi (to deceive). Kal au toh kecohan atau
pengel abuhan terjadi , hal tersebut semata-mata karena penal ar ti dak menyadari
bahwa proses atau struktur penal arannya kel i ru sehi ngga di a sendi ri terkecoh.
Jadi , kecohan atau sal ah nal ar terjadi l antaran penal ar sal ah dal am mengapl i kasi
kai dah penal aran.
Wal aupun sal ah nal ar dapat di pakai sebagai suatu stratagem atau penal aran
yang l ayak seri ng di dukung dengan stratagem, ti dak sel ayaknyal ah kai dah pena-
l aran yang sangat bai k di tol ak semata-mata karena ti a seri ng di sal ahgunakan.
Penal aran juga bersi fat kontekstual . Arti nya, penal aran val i d yang efekti f dal am
konteks yang satu bel um tentu efekti f dal am konteks yang l ai n. Demi ki an juga,
stratagem yang efekti f dal am suatu si tuasi bel um tentu efekti f dal am si tuasi yang
l ai n. Beri kut i ni di bahas beberapa sal ah nal ar yang banyak di jumpai dal am di skusi
atau karya tul i s profesi onal , akademi k, atau i l mi ah.
Penalaran 81
Menegaskan Konsekuen
Tel ah di si nggung sebel umnya bahwa agar argumen val i d maka ti a harus mengi ku-
ti kai dah menegaskan anteseden (affirming the antecedent atau modus ponens).
Bi l a si mpul an di ambi l dengan pol a premi s yang menegaskan konsekuen, akan ter-
jadi sal ah nal ar. Beri kut struktur dan contoh argumen yang val i d dan sal ah nal ar.
Contoh:
Dal am contoh di atas, premi s (2) Saya di Semarang menegaskan anteseden
Ji ka saya di Semarang sehi ngga konkl usi pasti benarnya secara umum sedang-
kan premi s (2) Saya di Jawa Tengah di sebel ah kanan menegaskan konsekuen
sehi ngga konkl usi nya ti dak val i d secara umum. Jadi , untuk contoh sebel ah kanan,
si mpul an Saya di Semarang adal ah ti dak val i d karena si mpul an ti dak mengi kuti
premi s (does not follow from the premises). Kenyataan bahwa seseorang ada di
Jawa Tengah ti dak dengan sendi ri nya di a ada di Semarang.
Dal am hal i ni , penal ar terkecoh karena menyamakan atau merancukan per-
nyataan atau premi s (1) Ji ka saya di Semarang, maka saya di Jawa Tengah
dengan premi s Ji ka saya di Jawa Tengah, maka saya di Semarang. Premi s tera-
khi r i ni menjadi kan konkl usi di sebel ah kanan ( Saya di Semarang ) val i d.
26
Sal ah
nal ar terjadi karena premi s Ji ka A, maka B di samakan dengan premi s Ji ka B,
maka A padahal kenyataannya ti dak sel al u demi ki an. Kecohan i ni seri ng terjadi
karena dal am beberapa hal memang benar bahwa kal au B mengi kuti A maka
benar pul a bahwa A mengi kuti B. Mi sal nya pernyataan bi l a ada api , maka ada
asap dapat di nyatakan pul a bi l a ada asap, maka ada api karena memang
demi ki an adanya. Kedua pernyataan tersebut merupakan pernyataan fakta yang
ti dak dapat di sangkal .
Valid:
Menegaskan anteseden (modus ponens)
Takvalid:
Menegaskan konsekuen
Premis (1):
Premis (2):
Jika A, maka B.
A.
Premis (1):
Premis (2):
Jika A, maka B
B.
Konklusi: B. Konklusi: A.
Premis (1):
Premis (2):
Jika saya di Semarang,
maka saya di Jawa Tengah.
Saya di Semarang.
Premis (1):
Premis (2):
Jika saya di Semarang,
maka saya di Jawa Tengah.
Saya di Jawa Tengah.
Konklusi: Saya di Jawa Tengah. Konklusi: Saya di Semarang.
26
Wal aupun demi ki an, makna kedua pernyataan ter sebut berbeda. Ji ka saya di Semarang, maka
saya di Jawa Tengah merupakan pernyataan fakta sedangkan Ji ka saya di Jawa Tengah, maka saya
di Semarang mer upakan pernyataan empi ri s atau sekadar janji .
82 Bab 2
Menyangkal Anteseden
Kebal i kan dari sal ah nal ar menegaskan konsekuen adal ah menyangkal anteseden.
Suatu argumen yang mengandung penyangkal an akan val i d apabi l a konkl usi
di tari k mengi kuti kai dah menyangkal konsekuen (denying the consequent atau
modus tollens). Bi l a si mpul an di ambi l dengan struktur premi s yang menyangkal
anteseden, si mpul an akan menjadi ti dak val i d. Beri kut struktur dan contoh argu-
men yang val i d dan sal ah nal ar.
Contoh:
Konkl usi di sebel ah kanan ti dak val i d karena premi s (2) menyangkal antese-
den (Ji ka saya di Semarang ). Konkl usi akan val i d bi l a premi s (1) di ubah menjadi
Ji ka saya di Jawa Tengah, maka saya di Semarang sehi ngga argumen mengi kuti
pol a modus tollens. Akan tetapi , makna premi s i ni ti dak l agi sama dengan makna
premi s semul a. Jadi , sal ah nal ar aki bat menegaskan konsekuen atau menyangkal
anteseden dapat terjadi karena makna ji ka A, maka B di samakan atau di kacau-
kan dengan ji ka B, maka A.
Pentaksaan (Equivocation)
Sal ah nal ar dapat terjadi apabi l a ungkapan dal am premi s yang satu mempunyai
makna yang berbeda dengan makna ungkapan yang sama dal am premi s l ai nnya.
Dapat juga, sal ah nal ar terjadi karena konteks premi s yang satu berbeda dengan
konteks premi s l ai nnya. Argumen dal am bahasa I nggri s beri kut memberi i l ustrasi
sal ah nal ar i ni (Ni ckerson, 1986, hl m. 4).

Valid:
Menyangkal konsekuen (modus tollens)
Takvalid:
Menyangkal anteseden
Premis (1):
Premis (2):
Jika A, maka B.
Tidak B.
Premis (1):
Premis (2):
Jika A, maka B
Tidak A.
Konklusi: Tidak A. Konklusi: Tidak B.
Premis (1):
Premis (2):
Jika saya di Semarang,
maka saya di Jawa Tengah.
Saya tidak di Jawa Tengah.
Premis (1):
Premis (2):
Jika saya di Semarang,
maka saya di Jawa Tengah.
Saya tidak di Semarang.
Konklusi: Saya tidak di Semarang. Konklusi: Saya tidak di Jawa Tengah.
Premis major:
Premis minor:
Nothing is better than eternal happiness.
A ham sandwhich is better than nothing.
Konklusi: A ham sandwhich is better than eternal happines.
Penalaran 83
Secara struktural , argumen di atas menjadi sal ah nal ar karena kata nothing
dal am premi s major berbeda maknanya dengan kata nothing dal am premi s mi nor.
Dal am premi s major, nothing bermakna tidak ada satupun dari hi mpunan objek
yang memenuhi syarat sehi ngga kebahagi aan abadi adal ah satu-satunya yang ter-
bai k.
27
Sementara i tu, nothing dal am premi s mi nor bermakna tidak tersedianya
anggota l ai n dal am hi mpunan yang di dal amnya ham sandwhich merupakan sal ah
satu anggota sehi ngga ham sandwhich bukan satu-satunya yang terbai k.
28
Jadi ,
nothing dal am premi s major mensyi ratkan kebahagi aan abadi sebagai sesuatu
yang terbai k sedangkan nothing dal am premi s mi nor mensyi ratkan ham sand-
which sebagai sesuatu yang terjel ek sehi ngga konkl usi ti dak masuk akal atau
ti dak val i d. Sal ah nal ar seperti i ni terjadi karena penal ar bermaksud menerapkan
kai dah transi ti vi tas (transitivity) tetapi ti dak memenuhi syarat. Transi ti vi tas dan
contoh dapat di nyatakan sebagai beri kut:
Argumen dal am contoh di atas val i d apabi l a unsur B atau Baroto mengacu
pada makna atau objek yang sama sehi ngga ti dak terjadi pentaksaan.
Per ampatan-l ebi h (Overgeneralization)
29
Sal ah nal ar yang banyak di jumpai dal am kehi dupan sehari -hari adal ah mel ekat-
kan (mengi mputasi ) karakteri sti k sebagi an keci l anggota ke sel uruh anggota hi m-
punan, kel as, atau kel ompok secara berl ebi han. Bi l a seseorang menyi mpul kan
bahwa warga Kampung X adal ah pencuri karena di a mendapati bahwa dua pen-
curi yang baru saja di tangkap berasal dari Kampung X maka di a tel ah mel akukan
sal ah nal ar.
Perampatan atau general i sasi i tu sendi ri bukan merupakan sal ah nal ar.
Kemampuan merampatkan merupakan suatu kemampuan i ntel ektual yang
sangat penti ng dal am pengembangan i l mu. Masal ahnya adal ah bi l a derajat peram-
patan begi tu ekstrem (atas dasar sampel atau pengamatan terbatas) sehi ngga
mengabai kan kemungki nan bahwa apa yang di amati merupakan pel uar (outlier)
atau pengecual i an (exceptions to the rule). Dal am penel i ti an empi ri s, ukuran
27
Dal am bahasa stati sti ka atau matemati ka, nothing di si ni bermakna hi mpunan kosong (ti dak
mempunyai anggota).
28
Ham sandwhich merupakan sal ah satu anggota hi mpunan sandwhich yang dapat terdi r i atas
beef, cheese, chicken, ham, peanut-butter, dan tuna sandwhich. Dal am hal i ni , dapat saja beef atau cheese
sandwhich l ebi h bai k dari pada ham sandwhich.
Kaidah: Contoh:
Premis (1):
Premis (2):
B > C.
A > B.
Premis (1):
Premis (2):
Baroto lebih rajin daripada Candra.
Anton lebih rajin daripada Baroto.
Konklusi: A > C. Konklusi: Anton lebih rajin daripada Candra.
29
I sti l ah perampatan di gunakan ol eh Anton M. Moel i ono dal am Kembara Bahasa: Kumpulan
Karangan Tersebar (Jakarta: PT Gramedi a, 1989), hl m. 125.
84 Bab 2
sampel yang terl al u keci l dan kurangnya kerepresentati fan sampel dapat meng-
hasi l kan konkl usi yang kel i ru.
Sal ah nal ar yang bartal i an dengan perampatan l ebi h adal ah apa yang di kenal
dengan i sti l ah penstereoti paan (stereotyping). Sal ah nal ar i ni terjadi bi l a penal ar
mengkategori seseorang sebagai anggota suatu kel ompok kemudi an mel ekatkan
semua si fat atau kual i tas kel ompok kepada orang tersebut. Mi sal nya, orang
mengetahui bahwa para akuntan publ i k umumnya adal ah kaya (si fat kel ompok).
Sal ah nal ar dapat terjadi kal au penal ar menyi mpul kan bahwa Hari man pasti kaya
karena di a adal ah akuntan publ i k.
Par si al i tas (Partiality)
Penal ar kadang-kadang terkecoh karena di a menari k konkl usi hanya atas dasar
sebagian dari bukti yang tersedi a yang kebetul an mendukung konkl usi . Hal i ni
mi ri p dengan perampatan l ebi h l antaran sampel keci l atau ketakrepresentati fan
bukti . Kadang-kadang ki ta sengaja memi l i h dan mel ekatkan bobot yang ti nggi
pada bukti (argumen) yang cenderung mendukung konkl usi atau keyaki nan yang
ki ta sukai dengan mengabai kan bukti yang menentang konkl usi tersebut. Kesa-
l ahan semacam i ni ti dak harus merupakan suatu stratagem karena penal ar ti dak
bermaksud mengecoh atau menjatuhkan l awan tetapi karena semata-mata di a
ti dak objekti f (bi as) dal am penggunaan atau pengumpul an bukti .
Dal am penel i ti an, penel i ti seri ng bi as dal am pengumpul an data dengan mem-
buat pertanyaan yang mengarahkan responden (di sebut leading questions). Bi l a
penel i ti berupaya untuk mendukung teori yang di sukai nya dengan mengarahkan
bukti secara bi as, hal tersebut di sebut membangun kasus (building the case).
Pembukti an dengan Anal ogi
Tel ah di bahas sebel umnya bahwa anal ogi bukan merupakan cara untuk membuk-
ti kan (to prove) val i di tas atau kebenaran suatu asersi . Anal ogi l ebi h merupakan
suatu sarana untuk meyaki nkan bahwa asersi konkl usi mempunyai kebol ehjadi an
(likelihood) untuk benar. Dengan kata l ai n, bi l a premi s benar, konkl usi atas dasar
anal ogi bel um tentu benar. Jadi , anal ogi dapat menghasi l kan sal ah nal ar.
Menyatakan bahwa dua objek sama atau serupa dal am beberapa aspek (mi sal -
nya a, b, dan c) l ebi h di maksudkan untuk menunjukkan kemi ri pan kedua objek
tersebut. Namun demi ki an, mengetahui bahwa dua objek sama dal am aspek a, b,
dan c ti dak menjadi bukti bahwa kedua objek tersebut juga sama dal am aspek d.
Bi l a di ketahui bahwa kedua objek tersebut serupa dal am aspek d maka anal ogi
ti dak di perl ukan untuk membukti kannya.
Bi l a ti dak di ketahui bahwa dua objek sama dal am aspek d, sal ah nal ar dapat
terjadi bi l a orang mengatakan bahwa karena X anal ogus dengan Y dal am aspek a,
b, dan c, X juga pasti punya d karena Y punya d. Jadi , Y punya d bukan merupa-
kan bukti bahwa X punya d meski pun X dan Y anal ogus. Kesal ahan semacam i ni
dapat di contohkan sebagai beri kut:
Penalaran 85

Dal am pengembangan i sti l ah, anal ogi seri ng di arti kan sebagai mengi kuti
kai dah atau struktur ungkapan yang sama. Dengan makna i ni , menggunakan
anal ogi untuk menurunkan i sti l ah bukan merupakan sal ah nal ar tetapi merupa-
kan sarana untuk mengapl i kasi kai dah secara taat asas. Sal ah nal ar justru akan
terjadi kal au kai dah ti dak di i kuti . Beri kut i ni adal ah contoh penurunan i sti l ah
(padan kata) I ndonesi a atas dasar penerjemahan i sti l ah I nggri s dengan anal ogi .

Konkl usi atas dasar anal ogi di atas val i d karena konkl usi mengi kuti kai dah
(struktur) yang mel ekat pada ti ap premi s. Bahasa I ndonesi a mengi kuti kai dah DM
(di terangkan-menerangkan) sedangkan bahasa I nggri s mengi kuti kai dah MD
(menerangkan-di terangkan). Sal ah nal ar terjadi justru kal au real estate di serap
menjadi real estat sebagai mana terl i hat dal am Standar Akuntansi Keuangan,
PSAK No. 44. Sal ah nal ar terjadi karena kai dah penal aran pembentukan i sti l ah
di l anggar yai tu menggunakan kai dah MD untuk i sti l ah bahasa I ndonesi a.
30
Mer ancukan Ur utan Kej adi an dengan Penyebaban
Dal am percakapan sehari -hari atau di skusi , kesal ahan yang seri ng di l akukan
orang adal ah merancukan urutan kejadi an (temporal succession) dengan penye-
baban (causation). Bi l a kejadi an B sel al u mengi kuti kejadi an A, orang cenderung
menyi mpul kan bahwa B di sebabkan ol eh A. Karena mal am sel al u mengi kuti
si ang, ti dak berarti bahwa si ang menyebabkan mal am. Sal ah nal ar terjadi bi l a
urutan kejadi an di si mpul kan sebagai penyebaban. Kesal ahan i ni seri ng di sebut
dal am bahasa Lati n post hoc ergo propter hoc (setel ah i ni , maka karena i ni ).
Tel ah di bahas sebel umnya bahwa urutan kejadi an hanyal ah merupakan sal ah
satu syarat untuk menyatakan adanya penyebaban (l i hat kembal i subbahasan
Argumen Sebab-Aki bat di hal aman 60). Syarat i ni merupakan syarat perl u (neces-
sary condition) untuk penyebaban tetapi bukan syarat cukup (sufficient condi-
tion). Kal au A memang menyebabkan B maka perl u di penuhi syarat bahwa A
sel al u mendahul ui B. Syarat i ni maki n kuat mendukung penyebaban bi l amana
Premis (1):
Premis (2):
Komputer mempunyai CPU yang bekerja seperti otak.
Otak berpikir.
Konklusi: Komputer berpikir.
Premis (1):
Premis (2):
Premis (3):
Real number diterjemahkan atau diserap menjadi bilangan real.
Real asset diterjemahkan atau diserap menjadi aset real.
Round table diterjemahkan atau diserap menjadi meja bundar.
Konklusi: Real estate diterjemahkan atau diserap menjadi estat real.
30
Penerjemahan atau penyerapan estate menjadi estat sudah sangat tepat mengi kuti anal ogi
penyerapan accurate, senate, candidate, carbonate, atau variate menjadi akurat, senat, kandidat,
karbonat, atau variat sebagai mana di tentukan dal am Pedoman Umum Pembentukan I stilah (PUPI ).
86 Bab 2
hubungan A dan B adal ah asi metri . Arti nya, kejadi an A mendahul ui B ti dak
sama atau ti dak berpasangan dengan kejadi an B mendahul ui A (kejadi an B
mendahul ui A ti dak ada). Dua syarat l ai n yang harus di penuhi agar cukup untuk
menyatakan adanya penyebaban adal ah B bervari asi dengan A dan ti dak ada fak-
tor l ai n sel ai n A yang menyebabkan B berubah.
Dal am penel i ti an ekperi mental yang bertujuan untuk menguji hubungan
penyebaban, konkl usi dapat sal ah atau meragukan karena terdapat faktor
penyebab sel ai n yang di tel i ti yang ternyata juga mempengaruhi faktor aki bat. Bi l a
hal i ni terjadi , maka di katakan bahwa penel i ti an tersebut mempunyai val i di tas
i nternal (internal validity) yang rendah.
31
Menar i k Si mpul an Pasangan
Kemampuan seseorang untuk menyaji kan argumen seri ng menjadi kan argumen
yang val i d atau benar menjadi kurang meyaki nkan. Aki batnya, orang seri ng l al u
menyi mpul kan bahwa konkl usi nya ti dak benar atau val i d. Hal penti ng yang perl u
di i ngat adal ah bahwa kemampuan seseorang untuk menyaji kan argumen yang
mendukung atau menyangkal suatu posi si ti dak menentukan kebenaran (truth)
atau ketakbenaran (falsity) konkl usi (posi si ). Kebenaran konkl usi atau posi si
memang harus di dukung ol eh argumen yang meyaki nkan.
Sal ah nal ar terjadi kal au orang menyi mpul kan bahwa suatu konkl usi sal ah
l antaran argumen ti dak di saji kan dengan meyaki nkan (ti dak konkl usi f) sehi ngga
di a l al u menyi mpul kan bahwa konkl usi atau posi si pasanganl ah yang benar.
Kecohan i ni mi ri p dengan bentuk sal ah nal ar menyangkal anteseden yang tel ah
di bahas sebel umnya. Kecohan i ni dapat di nyatakan sebagai beri kut:

Jadi , mengambi l konkl usi pasangan l antaran konkl usi yang di ajukan ti dak
di saji kan secara meyaki nkan merupakan suatu sal ah nal ar. Kal au suatu per-
nyataan yang memang val i d di saji kan dengan argumen yang kurang efekti f, maka
hal terbai k yang dapat di si mpul kan adal ah bahwa val i di tas atau kebenaran per-
nyataan tersebut bel um terungkap atau di tunjukkan tetapi ti dak berarti bahwa
pernyataan tersebut takbenar. Dengan demi ki an, kurang meyaki nkannya suatu
konkl usi ti dak dengan sendi ri nya membenarkan konkl usi yang l ai n (pasangan).
Dal am pengembangan i l mu di kenal suatu pendekatan atau semangat untuk
menguji suatu teori yang di sebut penyanggahan atau refutasi i l mi ah (scientific
31
Val i di tas i nter nal dapat menjadi r endah karena hal -hal yang di kenal sebagai : history, maturity,
mortality, pretesting, instrumentation, selection bias, dan statistical regression. Li hat pembahasan l ebi h
l anjut dal am Uma Sekar an, Research Methods for Business: A Skill Building Approach (New York:
John Wi l ey & Sons, I nc., 2003), hl m. 151-156.
Premis (1):
Premis (2):
Jika seseorang dapat menyajikan suatu argumen yang meyakinkan,
maka konklusinya benar (valid).
Pak Antoni menyajikan argumennya dengan tidak meyakinkan.
Konklusi: Konklusi atau posisinya takbenar. Posisi pasangannya yang benar.
Penalaran 87
refutation). Semangat i ni di l andasi ol eh pi ki ran bahwa suatu teori i l mi ah ti dak
harus dapat di bukti kan benar tetapi harus dapat di sanggah (di bukti kan sal ah)
kal au ti a memang sal ah; mi sal nya dengan pengajuan teori baru yang l ebi h bai k.
Dasar pi ki ran i ni seri ng di sebut dengan pri nsi p ketersal ahan atau keterbukti sa-
l ahan (principle of falsifiability). Bi l a i l muwan ti dak dapat menunjukkan dengan
meyaki nkan bahwa teori barunya l ebi h val i d, maka i l muwan terpaksa meneri -
ma teori yang di sanggahnya.
32
Prosedur penyi mpul an semacam i ni bukan meru-
pakan sal ah nal ar tetapi l ebi h merupakan usaha untuk mencapai ketegaran
i l mi ah (scientific rigor). Hal i ni penti ng agar orang ti dak dengan mudah menggan-
ti teori dengan teori yang bel um teruji secara meyaki nkan. Namun, prosedur i ni
mengandung ri si ko yai tu i l muwan ti dak menol ak teori yang di sangkal nya padahal
teori tersebut sebenarnya sal ah. Jadi , i l muwan meneri ma teori yang sal ah. Ri si -
ko i ni di sebut kesal ahan penyi mpul an (error of inference) dan harus di hi ndari .
Dal am penel i ti an i l mi ah (empi ri s), konkl usi atau teori bi asanya di nyatakan
dal am bentuk hi potesi s. Konkl usi pasangan yang di bahas di atas seri ng di tempat-
kan sebagai hi potesi s nol (null atau default hypothesis) sedangkan hi potesi s (teori
baru) yang di ajukan dan akan di uji di tempatkan sebagai hi potesi s al ternati f (alter-
native hypothesis). Kal au penel i ti ti dak dapat menunjukkan bukti -bukti yang
sangat kuat untuk mendukung teori nya (bukti -bukti empi ri s yang di ajukan ti dak
mendukung secara stati sti s hi potesi s al ternati f), maka penel i ti terpaksa menyi m-
pul kan (ti dak menol ak) hi potesi s nol . Jadi , bi l a bukti empi ri s ti dak cukup
meyaki nkan untuk menyi mpul kan hi potesi s al ternati f, maka di katakan bahwa
penel i ti gagal menol ak hi potesi s nol (to fail to reject the null or default hypothesis).
Dal am hal i ni , penel i ti menghadapi dua jeni s ri si ko kesal ahan penyi mpul an yai tu
menyi mpul kan hi potesi s nol padahal sebenarnya ti a sal ah atau menyi mpul kan
hi potesi s al ternati f padahal sebenarnya ti a sal ah.
Dal am bahasa stati sti ka, kesal ahan menyi mpul kan hi potesi s al ternati f (atau
menol ak hi potesi s nol ) padahal kenyataannya hi potesi s al ternati f adal ah sal ah
di sebut dengan kesalahan Tipa I atau ". Sebal i knya, kesal ahan menyi mpul kan
hi potesi s nol (ti dak menol ak hi potesi s nol ) padahal kenyataannya hi potesi s nol
adal ah sal ah di sebut dengan kesalahan Tipa II atau $.
Prosedur refutasi i l mi ah juga di terapkan dal am si stem pengadi l an dengan
di anutnya asas praduga takbersal ah (presumption of innocence). Pengadi l an harus
memutuskan (menyi mpul kan) bahwa seorang terdakwa bersal ah (guilty) atau tak-
bersal ah (innocent atau not guilty). Penyi mpul an i ni sejal an dengan penguji an
hi potesi s yang di bahas di atas. Dengan asas praduga takbersal ah, terdakwa harus
di anggap takbersal ah sampai terbukti memang bersal ah (until proven guilty)
sehi ngga posi si takbersal ah di tempatkan sebagai hi potesi s nol dan posi si bersal ah
sebagai hi potesi s al ternati f. Tugas jaksal ah atau penuntutl ah untuk menunjukkan
bukti -bukti yang meyaki nkan bahwa terdakwa bersal ah. Dengan kata l ai n, beban
32
Bahwa i l muwan menerima teori yang di sangkal ti dak berarti bahwa teori tersebut benar. Makna
mener i ma di si ni harus di i nterpretasi bahwa i l muwan tidak dapat menolak teor i tersebut kar ena ti dak
dapat menunjukkan bukti yang meyaki nkan untuk menyanggahnya. Jadi , masi h ada kemungki nan
teori yang di sanggahnya tersebut sal ah. I tul ah sebabnya buku-buku stati sti ka menganjurkan meng-
gunakan ungkapan ti dak menol ak H
0
untuk menyi mpul kan H
0
bukan meneri ma H
0
.
88 Bab 2
pembukti an (burden of proof) ada di tangan penuntut. Bi l a penuntut ti dak dapat
mengajukan bukti -bukti yang sangat meyaki nkan, maka haki m atau juri harus
memutuskan bahwa terdakwa takbersal ah dengan ri si ko kesal ahan bahwa terdak-
wa sebenarnya memang bersal ah (benar-benar mel akukan kejahatan yang di tu-
duhkan). Kesal ahan i ni dapat di padankan dengan kesal ahan Ti pa I I . Dapat juga
terjadi ri si ko kesal ahan bahwa terdakwa yang memang ti dak bersal ah di nyatakan
sal ah. Ri si ko i ni merupakan kesal ahan Ti pa I . Hal yang perl u di i ngat adal ah
bahwa, dengan bukti yang sama, mengeci l kan ri si ko yang satu akan beraki bat
memperbesar ri si ko yang l ai n. Masal ah bagi pengadi l an atau negara adal ah mana-
kah ri si ko yang akan di tekan sekeci l -keci l nya. Asas praduga takbersal ah pada
umumnya di terapkan dengan harapan bahwa ri si ko kesal ahan Ti pa I adal ah
sekeci l -keci l nya atau bahkan mendekati nol .
33

Aspek Manusia Dalam Penalaran
Stratagem dan sal ah nal ar yang di bahas di atas bel um mencakup semua stratagem
dan kecohan yang mungki n terjadi . Masi h banyak cara atau proses yang mengaki -
batkan kecohan. Urai an di atas juga bel um menyi nggung aspek manusi a dal am
penal aran. Namun, pembahasan di atas memberi gambaran bahwa penal aran
untuk meyaki nkan kebenaran atau val i di tas suatu pernyataan bukan merupakan
proses yang sederhana.
Tel ah di si nggung sebel umnya bahwa mengubah keyaki nan mel al ui argumen
dapat merupakan proses yang kompl eks karena pengubahan tersebut menyangkut
dua hal yang berkai tan yai tu manusi a yang meyaki ni dan asersi yang menjadi
objek keyaki nan. Manusi a ti dak sel al u rasi onal dan bersedi a berargumen sementa-
ra i tu ti dak semua asersi dapat di tentukan kebenarannya secara objekti f dan tun-
tas. Hal i ni ti dak hanya terjadi dal am kehi dupan umum sehari -hari tetapi juga
dal am duni a i l mi ah dan akademi k yang menuntut keobjekti fan ti nggi . Yang mem-
pri hati kan duni a akademi k adal ah kal au para pakar pun l ebi h suka berstratagem
dari pada berargumen secara i l mi ah. Beri kut i ni di bahas beberapa aspek manusi a
yang dapat menjadi penghal ang (impediments) penal aran dan pengembangan
i l mu, khususnya dal am duni a akademi k atau i l mi ah.
Penj el asan Seder hana
Rasi onal i tas menuntut penjel asan yang sesuai dengan fakta. Kebutuhan akan
penjel asan terhadap apa yang mengusi k pi ki ran merupakan fundasi berkembang-
nya i l mu pengetahuan. Namun, kei ngi ngan yang kuat untuk memperol eh penje-
l asan seri ng menjadi kan orang puas dengan penjel asan sederhana yang pertama
33
Untuk mel i ndungi hak si pi l warga negara, pengadi l an di Ameri ka menetapkan bahwa ri si ko
yang sekeci l -keci l nya di nyatakan dal am ungkapan beyond reasonable doubt. Arti nya, juri sangat di an-
jurkan untuk ti dak membuat keputusan (verdict) bahwa terdakwa bersal ah kal au terdapat keraguan
sedi ki t pun akan bukti -bukti yang di ajukan penuntut. Hal i ni di maksudkan untuk mencegah terja-
di nya orang yang ti dak bersal ah masuk penjara. Namun aki batnya, akan seri ng terjadi bahwa orang
yang bersal ah di bebaskan (di nyatakan tak bersal ah) dan berkel i aran di masyarakat.
Penalaran 89
di tawarkan sehi ngga di a ti dak l agi berupaya untuk mengeval uasi secara saksama
kel ayakan penjel asan dan membadi ngkannya dengan penjel asan al ternati f.
Dengan kata l ai n, orang menjadi ti dak kri ti s dal am meneri ma penjel asan. Aki bat-
nya, argumen dan pencari an kebenaran akan terhenti sehi ngga pengembangan
i l mu pengetahuan akan terhambat.
Kepenti ngan Mengal ahkan Nal ar
Hambatan untuk bernal ar seri ng muncul aki bat orang mempunyai kepenti ngan
tertentu (vested interest) yang harus di pertahankan. Kepenti ngan seri ng memaksa
orang untuk memi hak suatu posi si (keputusan) meski pun posi si tersebut sangat
l emah dari segi argumen.
Dal am duni a akademi k dan i l mi ah, kepenti ngan untuk menjaga harga di ri
i ndi vi dual atau kel ompok (wal aupun semu) dapat menyebabkan orang (akademi si
atau i l muwan) berbuat yang ti dak masuk akal . Hal i ni terjadi umumnya pada
mereka yang sudah mendapat jul ukan pakar atau i l muwan yang kebetul an mem-
punyai kekuasaan pol i ti s (bai k formal atau i nformal ). Ni ckerson (1986) menggam-
barkan hal i ni dengan mengatakan bahwa people with good reasoning ability may
find themselves behaving in an unreasonable way.
34

Kebebasan akademi k merupakan suatu ci ri penti ng l i ngkungan akademi k
yang kondusi f untuk pengembangan pengetahuan dan profesi (khususnya akun-
tansi ). Kebebasan akademi k harus di arti kan sebagai kebebasan untuk berbeda
pendapat secara akademi k dal am suatu forum yang memungki nkan akademi si
berargumen secara terbuka. Si kap akademi si yang patut di hargai adal ah keberse-
di aan untuk berargumen.
Si kap i l mi ah menuntut akademi si (termasuk pengel ol a suatu i nsti tusi ) untuk
berani membaca dan memahami gagasan al ternati f dan, kal au gagasan tersebut
val i d dan menuju ke perbai kan, bersedia membawa gagasan tersebut ke kel as
atau di skusi i l mi ah dan bukan mal ahan mengi sol asi nya. Keberani an dan keberse-
di aan seperti i tu merupakan suatu ci ri si kap i l mi ah dan akademi k yang sangat ter-
puji (respected). I ni ti dak berarti bahwa i l muwan/akademi si harus sel al u setuju
dengan suatu gagasan. Keti daksetujuan dengan suatu gagasan i tu sendi ri (setel ah
berani membaca) merupakan suatu si kap i l mi ah asal di l andasi dengan argumen
yang bernal ar dan val i d. Keti dakberani an dan keti dakbersedi aan i tul ah yang
merupakan si kap ti dak i l mi ah (akademi k) dan justru hal i ni seri ng terjadi dal am
duni a akademi k ti dak hanya pada masa sekarang tetapi juga masa l al u.
Si kap pakar dan akademi si yang ti dak masuk akal tersebut, yang seri ng di se-
but sebagai si kap yang insulting the intelligence, di kemukakan Hi rshl ei fer (1988,
hl m. 4) sebagai beri kut:
35
34
Pakar atau akademi si dapat di anggap mempunyai kemampuan penal aran yang bai k karena
pengetahuan i l mi ah atau akademi knya umumnya harus di pahami dengan proses penal aran yang bai k
dan objekti f.
90 Bab 2
Al l sci ences advance through di sagreement. I n astronomy the geocentric
model of Ptolemy was opposed by the new heliocentric model of Copernicus; in
chemistry Priestley supported the phlogiston theory of combustion while Lavoisi-
er propounded the oxidation theory; and in biology the creationisme of earlier
naturalists was countered by Darwins theory of evolution. I t is not universal
agreement but rather the wi l l i ngness to consi der evi dence that si gnal s the
sci enti fi c approach. For Galileos opponents to disagree with him about J upi-
ters moons was not unsci enti fi c of i tsel f; what was unsci enti fi c was
thei r r efusal to l ook through his telescope and see.
Si kap kol ega seni or Gal i l eo untuk ti dak bersedi a memperti mbangkan bukti
yang di ajukan Gal i l eo mel al ui tel eskopnya sebenarnya merupakan si kap ti dak
i l mi ah. Apapun moti fnya, si kap tersebut menjadi ti dak masuk akal mengi ngat
kol ega Gal i l eo tersebut adal ah para pakar dan i l muwan (bahkan juga merupakan
pemuka masyarakat dan penguasa). Si kap kurang terpuji i ni akan menjadi kan
perbedaan pandangan (disagreement) ti dak akan terbuka untuk di di skusi dan
kebenaran i l mi ah ti dak akan di capai . Keadaan i ni dapat membi ngungkan
masyarakat akademi k dan menghambat pengembangan pengetahuan.
Li ngkungan akademi k seperti di atas bi asanya berkembang aki bat si kap aka-
demi si i tu sendi ri yang membentuk budaya akademi k. Budaya akademi k yang
dapat menghambat kemajuan pengetahuan adal ah apa yang penul i s sebut sebagai
sindroma tes klinis (kal au di i nggri skan menjadi clinical test syndrom) dan men-
tal i tas Djoko Ti ngki r (Djoko Tingkir mentality).
Si ndr oma Tes Kl i ni s
Si ndroma i ni menggambarkan seseorang yang merasa (bahkan yaki n) bahwa ter-
dapat keti dakberesan dal am tubuhnya dan di a juga tahu benar apa yang terjadi
karena pengetahuannya tentang suatu penyaki t. Akan tetapi , di a ti dak berani
untuk memeri ksakan di ri dan menjal ani tes kl i ni s karena takut bahwa dugaan
tentang penyaki tnya tersebut benar. Akhi rnya orang i ni ti dak memeri ksakan di ri
ke dokter dan mengatakan pada orang l ai n bahwa di ri nya sehat. Jadi , orang i ni
takut mengetahui kebenaran gagasan sehi ngga menghi ndari nya secara semu.
Dal am duni a akademi k, si ndroma semacam i ni dapat terjadi kal au seseorang
mempunyai pandangan yang menurut di ri nya sebenarnya kel i ru atau ti dak val i d
l agi karena adanya pandangan atau gagasan baru. Gagasan baru di a perol eh kare-
na di a seri ng mendengar dari kol ega atau mahasi swa. Orang l ai n memperol eh
gagasan baru tersebut dari arti kel atau hasi l penel i ti an i l mi ah. Dal am kondi si
35
Jack Hi rshl ei fer, Price Theory and Applications (Engl ewoods Cl i ffs, NJ: Prenti ce Hal l , 1988),
hl m. 4. Penebal an ol eh penul i s. Konon pada suatu petang, para l awan (para kol ega seni or ) Gal i l eo
datang ke apartemen Gal i l eo untuk mengejek dan mengancam Gal i l eo agar ti dak menyebar kan dan
mengajarkan teor i nya. Pada saat para seni or akan meni nggal kan apar temen Gal i l eo, mereka bertanya
tentang si kap Gal i l eo. Gal i l eo mengatakan bahwa dia ti dak dapat mengatakan l ai n dari pada apa yang
tel ah di pi ki r dan di tul i snya dan kemudi an memi nta kepada para seni ornya untuk membukti kan
sendi ri apa yang di teori kannya dengan mel i hat tel eskop di apar temennya. Ternyata ti dak seorang
kol ega seni orpun ber sedi a mel akukan hal i tu.
Penalaran 91
seperti i ni , akademi si seri ng ti dak berani untuk membaca sumber gagasan karena
takut jangan-jangan pendapatnya yang tel ah tel anjur di sebarkan kepada maha-
si swa benar-benar kel i ru. Dapat juga, akademi si tersebut memang berani mem-
baca dan benar-benar dapat meneri ma argumen tetapi di muka umum (kel as) di a
bersi kap seol ah-ol ah ti dak pernah tahu gagasan baru tersebut (bersi kap tak pedu-
l i ) apal agi membahasnya di kel as dengan cukup dal am. Mani festasi l ai n dari si n-
droma i ni adal ah akademi si (dosen) mengi sol asi gagasan baru agar mahasi swa
ti dak pernah tahu semata-mata untuk menutupi kel emahan suatu gagasan l ama
yang di anutnya.
Bi l a si ndroma semacam i ni banyak di i ndap ol eh akademi si , dapat di pasti kan
kemajuan pengetahuan dan profesi akan terhambat dan rugi l ah duni a pendi di kan.
Mental i tas Dj oko Ti ngki r
Bi l a kepenti ngan mengal ahkan nal ar sebagai mana di gambarkan dal am kasus
Gal i l eo di atas, maka pengembangan i l mu pengetahuan dapat terhambat dan pada
gi l i rannya prakti k kehi dupan yang l ebi h bai k juga i kut terhambat. Sayangnya,
i l muwan atau akademi si yang merasa ada di bawah kekuasaan kol ega seni or
seri ng memi hak seni ornya dan mengajarkan apa yang sebenarnya sal ah dengan
menyembunyi kan apa yang sebenarnya val i d semata-mata untuk menghormati
kol ega seni or (atau kel ompoknya) atau untuk mel i ndungi di ri dari tekanan seni or.
Aki batnya, ti mbul si tuasi yang di dal amnya argumen yang l emah harus di menang-
kan dan di l estari kan semata-mata karena kekuasaan. I ni berarti kekuasaan l ebi h
unggul dari penal aran.
Budaya Djoko Ti ngki r di gunakan untuk menggambarkan l i ngkungan aka-
demi k atau profesi seperti i ni karena konon perbuatan Djoko Ti ngki r yang ti dak
terpuji harus di buat menjadi terpuji dengan cara mengubah skenari o yang sebe-
narnya terjadi semata-mata untuk menghormati nya karena di a bakal menjadi raja
(kekuasaan). Dal am duni a akademi k, status pakar merupakan kekuasaan atau
autori tas akademi k. Kepakaran merupakan kekuasaan karena orang dapat mem-
perol eh kekuasaan dan kedudukan (bai k pol i ti k, struktural , atau i nsti tusi onal )
l antaran pengetahuan atau i l munya. Namun, ti dak semesti nya kal au kekuasaan
tersebut l al u menentukan i l mu. Duni a akademi k harus mengembangkan i l mu
atas dasar val i di tas argumen dan bukan atas dasar kekuasaan pol i ti k/jabatan.
Mer asi onal kan Dar i pada Menal ar
Bi l a karena keberpi hakan, kepenti ngan, atau ketakkri ti san, orang tel anjur meng-
ambi l posi si dan ternyata posi si tersebut sal ah atau l emah, orang ada kal anya
berusaha untuk mencari -cari justi fi kasi untuk membenarkan posi si nya. Dal am hal
i ni , tujuan di skusi bukan l agi untuk mencari kebenaran atau val i di tas tetapi
untuk membel a di ri atau menutupi rasa mal u. Bi l a hal i ni terjadi , orang tersebut
sebenarnya ti dak l agi menal ar (to reason) tetapi merasi onal kan (to rationalize).
Si kap merasi onal kan posi si dapat terjadi karena keterbatasan pengetahuan
orang bersangkutan dal am topi k yang di bahas tetapi orang tersebut ti dak mau
92 Bab 2
mengakui nya. Agar argumen berjal an dengan bai k, para penal ar pal i ng ti dak
harus mempunyai pengetahuan yang cukup dal am topi k yang di bahas. Kurangnya
pengetahuan (topical knowledge) dapat menjebak orang untuk l ari ke stratagem
dari pada argumen yang l ayak.
Si kap merasi onal kan dal am di skusi dapat meni mbul kan pertengkaran mul ut,
persel i si han pendapat (dispute), atau debat kusi r. Dal am si tuasi i ni , pi hak yang
terl i bat dal am di skusi bi asanya ti dak l agi mengajukan argumen yang sehat untuk
mendukung posi si tetapi mengajukan argumen kusi r (pedestrian argument) untuk
menyal ahkan pi hak l ai n dan memenangi persel i si han. Jadi , tujuan di skusi bukan
l agi mencari sol usi tetapi mencari kemenangan (kadang-kadang menangnya sendi -
ri ). Memenangi debat (sel i si h pendapat) dan meyaki nkan suatu gagasan adal ah
dua hal yang sangat berbeda. Untuk memenangi sel i si h pendapat, faktor emosi o-
nal l ebi h banyak berperan dari pada faktor rasi onal atau penal aran. Pakarpun
kadang-kadang l ebi h suka berdebat dari pada berargumen. Hal i ni di kemukakan
Ni ckerson (1986, hl m. 97) sebagai beri kut:
36
Disputes often arise when each of the two people builds a case favoring the oppo-
site conclusion and tries to convince the other person that he or she is wrong.
Disputes can be very frustrating. Even hi ghl y i ntel l i gent peopl e someti mes
act chi l di shl y when engaged i n them.
... winning a dispute and persuading someone to believe something are
not necessarily the same things. I ndeed, winning a dispute may be the least like-
ly way of winning an opponent over your point of view. Disputes are rarely
resolved by reason, because the disputing parties typically are not seeking resolu-
tion; rather each is seeking to win.
Per si stensi
Karena kepenti ngan tertentu harus di pertahankan atau karena tel ah l ama mel e-
kat dal am rerangka pi ki r, seseorang kadang-kadang sul i t mel epaskan suatu keya-
ki nan dan mengganti nya dengan yang baru. Dengan kata l ai n, orang seri ng
berteguh atau persi sten terhadap keyaki nannya meski pun terdapat argumen yang
kuat bahwa keyaki nan tersebut sebenarnya sal ah sehi ngga di a seharusnya
mel epaskan keyaki nan tersebut.
Sampai ti ngkat tertentu persi stensi merupakan si kap yang penti ng agar
orang ti dak dengan mudahnya pi ndah dari keyaki nan atau paradi gma yang satu
ke yang l ai n. Paradi gma adal ah satu atau beberapa capai an i l mu pengetahuan
pada masa l al u (past scientific achievements) yang di akui ol eh masyarakat i l mi ah
pada masa tertentu sebagai basi s atau tradi si untuk mengembangkan i l mu penge-
tahuan dan prakti k sel anjutnya. Capai an (achievements) dal am i l mu pengetahuan
(sciences) dapat berupa fi l osofi , postul at, konsep, teori , prosedur i l mi ah, atau
pendekatan i l mi ah. Untuk menjadi paradi gma, suatu capai an harus mempunyai
penganut yang cukup teguh dan capai an tersebut bersai ng dengan capai an atau
kegi atan i l mi ah l ai n yang juga mempunyai sekel ompok penganut. Paradi gma
36
Penebal an ol eh penul i s.
Penalaran 93
harus terbuka untuk di perbai ki atau di ganti ol eh capai an pesai ng atau baru
sehi ngga di mungki nkan terjadi pergeseran atau perganti an paradi gma dari masa
ke masa (conversion of paradigm). Konversi dapat terjadi pada di ri i l muwan secara
i ndi vi dual pada masa hi dupnya atau pada generasi i l muwan ke generasi i l muwan
beri kutnya. Ri wayat terjadi nya konversi paradi gma antargenerasi di sebut ol eh
Thomas Kuhn sebagai revol usi i l mi ah (scientific revolution).
37
Dal am duni a i l mi ah, persi stensi untuk ti dak mel epaskan suatu keyaki nan
dapat di makl umi kal au tujuannya adal ah untuk memperol eh argumen atau bukti
yang kuat untuk menunjukkan bahwa keyaki nan yang di anut memang sal ah.
Ti dak sel ayaknyal ah suatu keyaki nan atau paradi gma di pertahankan kal au
memang terdapat bukti yang sangat meyaki nkan bahwa ti a sal ah. Namun, manu-
si a ti dak sel al u dapat bersi kap objekti f dan ti dak memi hak (impartial). Karena
kepenti ngan tertentu yang perl u di pertahankan, i l muwan atau pakar pun seri ng
bersi kap demi ki an sehi ngga konversi keyaki nan sul i t terjadi . Thomas Kuhn (1970)
menunjukkan contoh sebagai beri kut:
Priestley never accepted the oxygen theory, nor Lord Kelvin the electromagnetic
theory, and so on. The difficulties of conversion have often been noted by scien-
tists themselves. Darwin, in a particulary perceptive passage at the end of his
Ori gi n of Speci es, wrote: Although I am fully convinced of the truth of the views
given in this volume..., I by no means expect to convince experienced naturalists
whose mind are stocked with a multitude of facts all viewed, during a long
course of years, from a point of view directly opposite to mine. ... [B]ut I look with
confidence to the future, to young and rising naturalists, who will be able to
view both sides of the question with impartiality. And Max Planck, ..., sadly
remarked that a new scientific truth does not triumph by convincing its oppo-
nents and making them see the light, but rather because its opponents eventually
die, and a new generation grows up that is familiar with it (hl m. 151).
Memang menyedi hkan apa yang di katakan Pl anck bahwa gagasan baru yang
benar (a new scientific truth) mengunggul i atau menang atas gagasan yang kel i ru
bukan l antaran pemegang gagasan l ama sadar dan mel i hat si nar kebenaran
mel ai nkan l antaran generasi baru tel ah mengganti nya. Mengapa hal i ni terjadi ?
Kuhn menjel askan hal i ni dengan menyatakan (penebal an ol eh penul i s):
... scientists, bei ng onl y human, cannot always admit their errors, even when
confronted with strict proof. I would argue, rather, that in these matters neither
proof nor error is at issue. The transfer of allegience from paradigm to paradigm
is a conversi on experi ence that cannot be for ced (hl m. 151).
Sebagai manusi a, i l muwan atau pakar ti dak sel al u dapat mengakui kesal ah-
annya meski pun di hadapkan pada bukti yang sangat tel ak (strict proof). Lagi pul a,
37
Li hat pembahasan sel anjutnya dal am Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolutions
(Chi cago: The Uni versi ty of Chi cago Press, 1970). Thomas Kuhn menyebut tr adi si kegi atan i l muwan
yang mendasarkan di ri pada capai an-capai an i l mi ah pada masanya di sebut i l mu normal (normal sci-
ences). I l mu i ni bi asanya ter efl eksi dal am buku-buku teks pada masa di anutnya paradi gma.
94 Bab 2
konversi paradi gma (atau keyaki nan) bukanl ah hal yang dapat di paksakan sehi ng-
ga resi stensi adal ah takterhi ndarkan dan sah-sah saja (legitimate).
Berkai tan dengan persi stensi adal ah gejal a psi kol ogi s atau peri l aku manusi a
untuk terpaku pada makna suatu si mbol atau objek dan kemudi an menjadi kan
orang ti dak mampu mel i hat makna al ternati f atau objek al ternati f. Orang secara
i ntui ti f mel ekatkan makna pada suatu objek mel al ui pengal amannya dan seri ng
ti dak menyadari bahwa makna tersebut bersi fat kontekstual di masa l al u dan
ti dak l agi rel evan dengan si tuasi yang baru. Peri l aku semacam i ni di kenal dengan
i sti l ah keterpakuan atau fi ksasi fungsi onal (functional fixation). Dal am akuntansi ,
keterpakuan i ni di gunakan untuk menjel askan mengapa i nvestor ti dak mampu
untuk mengubah keputusannya sebagai tanggapan atas perubahan proses akun-
tansi dal am menyedi akan data l aba. Orang hanya mel i hat angka l aba (bottom line)
dal am statemen l aba-rugi tanpa memperhati kan bagai mana l aba tersebut di tentu-
kan atau terpengaruh ol eh perubahan metoda (proses) akuntansi . Keterpakuan
fungsi onal juga merupakan penghambat terjadi nya argumen yang sehat.
38
Orang
yang sudah terpaku dengan i sti l ah harga pokok penjual an akan sangat sul i t
untuk dapat meneri ma i sti l ah kos barang terjual yang sebenarnya l ebi h tepat
menggambarkan makna i sti l ah asl i nya yai tu cost of goods sold.
Dari urai an di atas dapat di si mpul kan bahwa aspek manusi a sangat berperan
dal am argumen yang bertujuan mencari kebenaran. Rasi onal i tas merupakan
unsur penti ng dal am argumen. Wal aupun demi ki an, faktor-faktor psi kol ogi s dan
emosi onal , kekuasaan, dan kepenti ngan pri badi atau kel ompok juga berperan dan
dapat menghal angi terjadi nya argumen yang sehat.
Rangkuman
Prakti k yang sehat harus di l andasi ol eh teori yang sehat pul a. Teori yang sehat
harus di l andasi ol eh penal aran yang sehat karena teori akuntansi menuntut
kemampuan penal aran yang memadai . Penal aran merupakan proses berpi ki r l ogi s
dan si stemati s untuk membentuk dan mengeval uasi suatu keyaki nan akan asersi .
Unsur-unsur penal aran adal ah asersi , keyaki nan, dan argumen. I nteraksi
antara keti ganya merupakan bukti rasi onal untuk mengeval uasi kebenaran suatu
pernyataan teori . Asersi merupakan pernyataan bahwa sesuatu adal ah benar atau
penegasan tentang suatu real i tas. Keyaki nan merupakan kebersedi aan untuk
meneri ma kebenaran suatu pernyataan. Argumen adal ah proses penurunan si m-
pul an atau konkl usi atas dasar beberapa asersi yang berkai tan secara l ogi s.
Asersi dapat di nyatakan secara verbal atau struktural . Asumsi , hi potesi s, dan
pernyataan fakta merupakan jeni s ti ngkatan asersi . Jeni s ti ngkatan konkl usi
ti dak dapat mel ebi hi jeni s ti ngkatan asersi yang terendah.
Keyaki nan merupakan hal yang di tuju ol eh penal aran. Keyaki nan mengan-
dung beberapa si fat penti ng yai tu: keadabenaran, bukan pendapat, berti ngkat,
mengandung bi as, memuat ni l ai , berkekuatan, veri di kal , dan tertempa.
38
Li hat pembahasan l ebi h mendal am dal am Bel kaoui , op. cit., hl m.117-118.
Penalaran 95
Argumen bertujuan untuk mengubah keyaki nan kal au memang keyaki nan
tersebut l entuk untuk berubah. Argumen terdi ri atas beberapa asersi yang ber-
fungsi sebagai premi s dan konkl usi . Argumen dapat bersi fat dedukti f dan non-
dedukti f (i ndukti f dan anal ogi ).
Argumen dedukti f berawal dari pernyataan umum dan berakhi r dengan suatu
pernyataan khusus berupa konkl usi . Penal aran i ni terdi ri atas ti ga tahap yai tu:
penentuan premi s, proses deduksi , dan penari kan konkl usi . Kel engkapan, keje-
l asan, kesahi han, dan keterpercayaan merupakan kri teri a val i di tas konkl usi yang
di turunkan atas dasar penal aran dedukti f.
Argumen i ndukti f berawal dari suatu keadaan khusus dan berakhi r dengan
pernyataan umum berupa konkl usi sebagai hasi l general i sasi . Berbeda dengan
penal aran dedukti f yang kebenaran konkl usi nya merupakan konsekuensi l ogi s
(pasti benar atau takbenar), penal aran i ndukti f menghasi l kan konkl usi yang boleh
jadi benar atau takbenar. Bi l a premi s benar, konkl usi penal aran dedukti f harus
(necessarily) benar sedangkan konkl usi penal aran i ndukti f ti dak harus (not neces-
sarily) benar atau bol eh jadi benar.
Di sampi ng argumen dedukti f dan i ndukti f, di kenal pul a argumen dengan
anal ogi dan argumen penyebaban. Kemi ri pan merupakan basi s untuk menurun-
kan si mpul an dengan anal ogi . Anal ogi bukan merupakan pembukti an tetapi l ebi h
merupakan al at untuk menjel askan atau kl ari fi kasi . Argumen penyebaban bertu-
juan untuk meyaki nkan bahwa suatu gejal a ti mbul karena gejal a yang l ai n atau
perubahan suatu vari abel di aki batkan ol eh perubahaan vari abel tertentu. Keya-
ki nan tentang adanya penyebaban dapat di capai kal au ti ga kri teri a penyebaban
di penuhi yai tu: adanya kovari asi , adanya urutan kejadi an, dan ti adanya faktor
l ai n sel ai n faktor sebab yang di amati .
Karena tujuan argumen adal ah untuk mengeval uasi dan mengubah keyaki n-
an, ada kal anya argumen yang jel ek dapat meyaki nkan banyak orang. Orang
seri ng terkecoh ol eh atau mengecoh dengan argumen. Kecohan atau sal ah nal ar
adal ah argumen yang dapat membujuk meski pun penal arannya mengandung
cacat. Kecohan dapat terjadi aki bat stratagem atau aki bat sal ah l ogi ka.
Stratagem adal ah cara-cara untuk meyaki nkan orang akan suatu pernyataan,
konkl usi , atau posi si sel ai n dengan mengajukan argumen yang val i d. Cara-cara i ni
dapat berupa persuasi takl angsung, membi di k orangnya, menyampi ngkan
masal ah pokok, mi srepresentasi , i mbuan cacah, i mbauan autori tas, i mbauan tra-
di si , di l ema semu, dan i mbuan emosi . Pada umumnya stratagem di gunakan
dengan ni at semata-mata untuk memenangkan posi si dan bukan untuk mencari
sol usi yang terbai k. Argumen yang val i d ti dak sel al u dapat membujuk sehi ngga
stratagem seri ng di gunakan tanpa mel i batkan sal ah nal ar.
Sal ah nal ar adal ah kesal ahan konkl usi aki bat ti dak di terapkannya kai dah-
kai dah penal aran yang val i d. Beberapa bentuk sal ah nal ar adal ah menegaskan
konsekuen, menyangkal anteseden, pentaksaan, perampatan-l ebi h, parsi al i tas,
pembukti an anal ogi s, perancuan urutan kejadi an dengan penyebaban, dan peng-
ambi l an konkl usi pasangan.
Aspek manusi a sangat berperan dal am argumen khususnya apabi l a suatu
kepenti ngan pri badi atau kel ompok terl i bat dal am suatu perdebatan. Orang cen-
96 Bab 2
derung bersedi a meneri ma penjel asan sederhana atau penjel asan yang pertama
kal i di dengar. Sebagai manusi a, orang ti dak sel al u dapat mengakui kesal ahan.
Si ndroma tes kl i ni s dan mental i tas Djoko Ti ngki r dapat menghal angi terjadi nya
argumen yang sehat. Bi l a keputusan tel anjur di ambi l padahal keputusan tersebut
mengandung kesal ahan, orang cenderung mel akukan rasi onal i sasi bukan l agi
argumen untuk mendukung keputusan. Karena tradi si atau kepenti ngan, orang
seri ng bersi kap persi sten terhadap keyaki nan yang terbukti sal ah.
Sampai ti ngkat tertentu persi stensi mempunyai justi fi kasi yang dapat di per-
tanggungjel askan. Namun, bi l a si kap persi sten menghal angi atau menutup di ri
untuk memperti mbangkan argumen-argumen baru yang kuat dan l ebi h mengarah
untuk meni nggal kan keyaki nan atau paradi gma yang ti dak val i d l agi , si kap persi s-
ten menjadi ti dak l ayak l agi . Lebi h-l ebi h, bi l a si kap tersebut di l andasi ol eh moti f
untuk mel i ndungi kepenti ngan tertentu (vested interest). Persi stensi semacam i ni
akan menjadi resi stensi terhadap perubahan yang pada gi l i rannya akan meng-
hambat pengembangan pengetahuan.
Diskusi
1. Jel askan pengerti an penal aran serta sebutkan unsur-unsur penal aran.
2. Beri l ah beberapa contoh asersi .
3. Jel askan pengerti an argumen dan apa bedanya dengan persel i si han pendapat (dispute).
4. Apa yang di maksud bahwa penal aran merupakan suatu bentuk bukti ? Beri l ah suatu
contoh si tuasi yang menunjukkan bahwa penal aran merupakan suatu bukti .
5. Apakah suatu pernyataan atau asersi sel al u benar apabi l a di dukung ol eh argumen
yang kuat? Beri l ah suatu contoh.
6. Dapatkah seseorang memegang keyaki nan yang kuat terhadap suatu asersi yang sal ah
atau sebal i knya menyangkal suatu asersi yang benar? Beri l ah contoh.
7. I nterpretasi l ah berbagai makna asersi yang berbunyi Manajer perusahaan swasta
l ebi h profesi onal dari pada manajer perusahaan negara (BUMN).
8. Beri l ah beberapa contoh cara menyatakan asersi dal am strukturnya bukan maknanya.
9. Bedakan antara asersi uni versal dan asersi spesi fi k serta beri l ah beberapa contoh
untuk masi ng-masi ng si fat asersi .
10. Beri l ah contoh-contoh asersi yang menunjukkan hubungan i nkl usi , ekskl usi , dan
sal i ng-i si dan gambarkan dengan di agram asersi -asersi tersebut.
11. Gambarkan dengan di agram asersi Beberapa burung adal ah karni vor.
12. Bedakan makna nir dan non sebagai prol eksem serta beri l ah beberapa contoh peng-
gunaan kedua prol eksem tersebut secara benar dal am i sti l ah akuntansi .
13. Dapatkah rumah saki t di katakan sebagai organi sasi ni rl aba?
14. Jel askan apakah makna asersi -asersi beri kut sama atau berbeda antara satu dan l ai n-
nya. Bi l a perl u gambarkan secara di agramati k asersi tersebut.
(1) Semua mahasi swa adal ah anggota Koperasi Serba Usaha.
(2) Semua anggota Koperasi Serba Usaha adal ah mahasi swa.
(3) Ti dak satu pun mahasi swa adal ah anggota Koperasi Serba Usaha.
(4) Ti dak satu pun anggota Koperasi Serba Usaha adal ah mahasi swa.
(5) Beberapa mahasi swa adal ah anggota Koperasi Serba Usaha.
(6) Ti dak semua mahasi swa adal ah anggota Koperasi Serba Usaha.
Penalaran 97
15. Beri l ah suatu contoh si tuasi untuk menunjukkkan bahwa pernyataan Beberapa A
adal ah B berbeda dengan Ti dak semua A adal ah B.
16. Sebut dan jel askan jeni s ti ngkatan asersi dan beri l ah contoh untuk masi ng-masi ng.
17. Jel askan pengerti an keyaki nan (belief) terhadap suatu asersi .
18. Sebut dan jel askan si fat-si fat keyaki nan. Mengapa mengubah suatu keyaki nan mel al ui
argumen merupakan suatu proses yang ti dak mudah dan kompl eks?
19. Apakah perbedaan karakteri sti k antara keyaki nan dan opi ni ?
20. Jel askan apakah pernyataan beri kut merupakan keyaki nan atau pendapat:
(1) Sepakbol a l ebi h mengasyi kkan dari pada badmi nton.
(2) Sungai Ni l adal ah sungai terpanjang di duni a.
(3) Pi sang l ebi h banyak mengandung potasi um dari pada pepaya.
(4) Merokok dapat menyebabkan kanker.
(5) Susu l ebi h banyak mengandung nutri si dari pada kopi .
(6) Teori akuntansi adal ah pel ajaran yang sangat sul i t dan membosankan.
(7) Es kri m rasa cokl at l ebi h enak dari pada rasa vani l a.
(8) I nformasi al i ran kas bermanfaat bagi i nvestor.
(9) Kol esterol adal ah penyebab utama gangguan jantung.
(10) I sti l ah estat real l ebi h tepat dari pada real estat.
(11) Menjadi audi tor l ebi h memberi tantangan dari pada menjadi pengacara.
(12) Ada makl uk hi dup di Pl anet Mars.
21. Sebutkan komponen-komponen pembentuk argumen dan beri l ah beberapa contoh
argumen dal am akuntansi .
22. Apakah yang di maksud dengan pri nsi p i nterpretasi terdukung (principle of charitable
interpretation) dal am suatu argumen dan beri l ah beberapa contoh.
23. Jel askan secara umum pengerti an argumen dedukti f dan i ndukti f serta beri l ah contoh
untuk ti ap jeni s argumen tersebut.
24. Apakah syarat-syarat (kri teri a) val i di tas suatu argumen dedukti f?
25. Apakah perbedaan antara kebenaran/val i di tas l ogi s dan kebenaran/val i di tas empi ri s?
Beri l ah suatu contoh untuk menjel askan perbedaan atara kedua konsep tersebut.
26. Dal am argumen dedukti f, apakah premi s yang benar dapat menghasi l kan konkl usi
yang sal ah?
27. Jel askan pengerti an argumen l ogi s (logical argument) dan argumen ada benarnya
(plausible argument) sebagai pembeda argumen dedukti f dan i ndukti f.
28. Beri l ah beberapa contoh pernyataan dal am akuntansi yang dapat di katakan sebagai
hasi l penal aran i ndukti f.
29. Gambarkan secara di agramati k suatu proses penal aran i ndukti f dal am akuntansi .
30. Beri l ah suatu contoh argumen dengan anal ogi dal am akuntansi .
31. Apakah kel emahan argumen dengan anal ogi (argument by analogy)?
32. Jel askan kai dah Mi l l untuk mengi denti fi kasi adanya kausal i tas antara dua faktor.
33. Sebutkan syarat-syarat yang harus di penuhi untuk meyaki nkan bahwa faktor X benar-
benar merupakan penyebab faktor Y. Mengapa syarat-syarat tersebut harus di penuhi ?
34. Jel askan pengerti an kecohan (fallacy) dal am berargumen. Mengapa argumen yang
ti dak val i d (cacat) kadang-kadang dapat meyaki nkan dan di anut orang banyak?
35. Jel askan perbedaan dan persamaan antara stratagem (stratagem) dan sal ah nal ar (rea-
soning fallacy).
36. Sebut dan jel askan serta beri l ah contoh berbagai jeni s stratagem (sedapat-dapatnya
dal am bi dang akuntansi ).
98 Bab 2
37. Sebut dan jel askan serta beri l ah contoh berbagai jeni s sal ah nal ar (sedapat-dapatnya
dal am bi dang akuntansi ).
38. Eval uasi l ah penyi mpul an dedukti f beri kut i ni :
39. Aspek-aspek apa saja yang harus anda perhati kan agar anda ti dak terjebak dal am
stratagem?
40. Bagai mana pendapat anda tentang pri si p peni l ai an pl ausi bi l i tas asersi yang berbunyi :
Serahkan saja pada ahl i nya. Apa kel emahan pri nsi p i ni ?
41. Seseorang yang cukup terpandang di bi dang profesi dan penyusunan standar akuntansi
membuat pernyataan dal am suatu semi nar nasi onal di bawah i ni . Eval uasi l ah apakah
pernyataan tersebut merupakan stratagem atau sal ah nal ar?
Kita tidak perlu macam-macam tentang istilah beban. Istilah beban untuk expense adalah
benar karena nyatanya semua kantor akuntan publik menggunakan istilah tersebut.
42. Eval uasi l ah kecohan (fallacy) yang terkandung dal am pernyataan-pernyatan beri kut:
Karena saya berada di Amerika, daging ayam yang disembelih tanpa mengikuti rukun
agama adalah halal.
Dia pasti kaya karena dia seorang pejabat.
Dia pasti rajin belajar Akuntansi Pengantar karena dia mendapat nilai A untuk mata kuliah
tersebut.
Dalam pembentukan istilah tidak perlu kita memperhatikan kaidah bahasa karena dalam
komunikasi yang penting adalah orang tahu maksudnya.
Sekarang ini adalah jaman globalisasi. Oleh karena itu, kita harus mampu berbahasa Ing-
gris. Tanpa kemampuan berbahasa Inggris kita tidak akan mampu mengglobal.
Walaupun dia telah terbukti sebagai koruptor, dia tetap dapat menjadi presiden karena
tidak ada seorangpun yang sempurna.
43. Jel askan pengerti an beberapa konsep beri kut i ni dan bi l a perl u beri l ah contoh si tuasi
nyata untuk l ebi h menjel askan konsep tersebut.
44. Sebut dan jel askan berbagai aspek manusia yang dapat menjadi penghal ang terjadi nya
argumen yang sehat.!
Premis major:
Premis minor:
Semua burung mempunyai bulu.
Kucing mempunyai bulu.
Konklusi: Kucing adalah burung.
put-downs
red herring
deceptive use of truth
sleight of hand
dilution by generalization
appeal to inappropriate
authority
inappropriate dechotomizing
appeal to pity
appeal to force
modus tollens
modus ponens
affirming the consequent
denying the antecedent
principle of falsifiability
false dilemma
leading question
building the case
stereotyping
error of inference
pedistrian arguments
functional fixation
clinical test syndrom
Penalaran 99
Bahan i ni di ambi l dari buku:
Teori Akuntansi
Perekayasaan Pel aporan Keuangan

Suwardjono
Fakul tas Ekonomi ka dan Busi nes
Uni versi tas Gadjah Mada
Penerbi t:
2005
Wal aupun buku Teori Akuntansi di tujukan untuk bi dang akuntansi ,
Bab 2 membahas topi k yang cukup umum dan rel evan untuk bi dang
i l mu yang l ai n. Bahan i ni khusus di sedi akan ol eh penul i s untuk bahan
di skusi terbatas dal am mata kul i ah Fi l safat I l mu program pascasarja-
na. Bahan i ni di gunakan pul a sebagai pengganti bahan Logi ka Formal
(Formal Logics) yang mendasari mata kul i ah, kursus, atau pel ati han
Negosi asi atau Pel obi an. Penggandaan/penggunaan untuk keperl uan
di l uar pendi di kan harus mendapat persetujuan dari penul i s/penerbi t.
BPFE
Yogyakarta
100 Bab 2
Daftar Isi
Kecohan (Fallacy) 71
Strategem 72
Persuasi Taklangsung 73
Membidik Orangnya 73
Menyampingkan Masalah 74
Misrepresentasi 75
I mbauan Cacah 75
I mbauan Autoritas 76
I mbauan Tradisi 77
Dilema Semu 78
I mbauan Emosi 79
Sal ah Nal ar (Reasoning Fallacy) 80
Menegaskan Konsekuen 81
Menyangkal Anteseden 82
Pentaksaan (Equi vocati on) 82
Perampatan-lebih (Overgeneral -
i zati on) 83
Parsialitas (Parti al i ty) 84
Pembuktian dengan Analogi 84
Merancukan Urutan Kejadian
dengan Penyebaban 85
Menarik Simpulan Pasangan 86
Aspek Manusia dalam Penalaran 88
Penjelasan Sederhana 88
Kepentingan Mengalahkan
Nalar 89
Sindroma Tes Klinis 90
Mentalitas Djoko Tingkir 91
Merasionalkan Daripada
Menalar 91
Persistensi 92
Rangkuman 94
Diskusi 96
Pengertian 41
Unsur dan Struktur Penalaran 42
Asersi 44
I nterpretasi Asersi 48
Asersi untuk Eval uasi I sti l ah 49
Jeni s Asersi (Pernyataan) 51
Fungsi Asersi 52
Keyakinan 52
Properi tas Keyaki nan 52
Keadabenaran 53
Bukan Pendapat 53
Bertingkat 53
Berbias 54
Bermuatan nilai 54
Berkekuatan 54
Veridikal 54
Berketertempaan 55
Argumen 55
Anatomi Argumen 56
Jeni s Argumen 58
Argumen Deduktif 59
Eval uasi Penal aran Dedukti f 60
Argumen Induktif 64
Argumen dengan Anal ogi 65
Argumen Sebab-aki bat 66
Kriteria Penyebaban 67
Penal aran I ndukti f dal am
Akuntansi 69
Kontak: suwardjono@ugm.ac.id
Penalaran 101
Penal aran
dan
Si kap I l mi ah
Suwardjono
Fakul tas Ekonomi ka dan Busi nes
Uni versi tas Gadjah Mada
Yogyakarta

Вам также может понравиться