Вы находитесь на странице: 1из 100

Koloborasi TB-HIV

Epidemiologi dan perjalanan penyakit


Dr Irvan Medison SpP
Epidemiologi TB

3
TB di Indonesia tahun 2011
No Empat didunia (setelah India, Cina,
Afrika Selatan)
450.000 TB kasus baru pertahun
Prevalensi : 187 / 100.000 penduduk

Hampir tidak ada
wilayah bebas TB
Prevalensi TB di Indonesia :
1. Indonesia Timur : Kalimantan, Papua, Maluku,
NTB dan NTT : 210 per 100.000 pend
2. Sumatera : 160 per 100.000 pend
3. Jawa-Bali : 64 per 100.000 pend
Epidemiologi HIV

Estimated number of new HIV infections, by region and yearworldwide, 19801999. Source: Joint United Nations
Program on AIDS.
Epidemiologi ko-infeksi TB-HIV
3,2 juta koinfeksi TB-HIV terdapat di Asia
Selatan & Tenggara
Diperkirakan dalam 3-5 tahun mendatang,
20-25% kasus TB pada beberapa negara di
Asia Selatan & Tenggara berhubungan
langsung dengan HIV
1/3 ODHA terinfeksi TB
TB merupakan OI terbanyak dan penyebab
kematian utama pada ODHA
40% kematian ODHA terkait dengan TB


TB is the main opportunistic infection
among people with advanced HIV/AIDS
TB: 38%
Data from Thailand, 1995, five sentinel sites
Cryptosporidiosis: 23%
P. marneffiei: 4%
Pneumocystis carinii
pneumonia: 16%
Oral candidiasis: 13%
Toxoplasmosis: 5%

Epidemiologi klasifikasi TB HIV

Perjalanan Infeksi TB
10
Infeksi TB vs Menderita TB (TB aktif)
Infeksi TB organisme ada, tetapi bersifat
dormant (tidur), tidak dapat menginfeksi
orang lain
Menderita TB orang tsb sakit dan dapat
menularkan penyakitnya ke orang lain
10% orang dgn terinfeksi TB akan menjadi
penderita TB
Setiap orang dgn TB aktif dapat
menginfeksi 10-15 orang /tahun

11
Kapan org terinfeksi TB menjadi
menderita penyakit TB ?
Kebanyakan terjadi dalam 2 tahun
pertama setelah infeksi
Jika orang menjadi immunocompromised
HIV
Kanker
Khemoterapi
Diabetes yang tidak terkontrol
malnutrisi

Perjalanan Penyakit HIV
HIV
Termasuk dalam family retrovirus, genus lentivirus
Retrovirus mempunyai ciri ciri:
Dikelilingi oleh membran lipid
Mengandung 2 copy ssRNA
Mempunyai variabel genetik yg banyak
Menyerang semua vertebrata
Mempunyai kemampuan replikasi unik
Lentivirus
Menyebabkan infeksi kronis
Kemampuan replikasi yg persistent
Menyerang SSP
Periode klinis laten yg panjang
14
Interaksi TB-HIV
HIV merupakan faktor risiko utama
menyebabkan TB aktif
Jumlah progresi menjadi TB aktif
> 40 % pada pasien dengan HIV
5 % pada pasien tanpa HIV
Risiko reaktivasi infeksi TB:
2.5-15 % setiap tahun pada pasien dgn HIV
< 0.1 % setiap tahun pada pasien tanpa HIV
15
Interaksi TB-HIV
TB mempercepat perjalanan infeksi HIV
Pasien dgn koinfeksi TB-HIV mempunyai
viral load sekitar 1 log lebih besar daripada
pasien tanpa TB
Angka mortalitas pada ko-infeksi TB-HIV
kurang lebih 4 x lebih besar daripada pasien
TB tanpa HIV

16
Masalah
Tuberkulosis kedaruratan global
Tuberkulosis di populasi dgn prevalensi
HIV yg tinggi merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di antara
ODHA
Ke-2 penyakit menimbulkan stigma
Ke-2 penyakit memerlukan perawatan
jangka panjang

Koloborasi TB-HIV
(Diagnosis dan penatalaksanaan)
Dr Irvan Medison SpP
1. Diagnosis TB pada ODHA
2. Diagnosis HIV pada pasien TB
19
1. Diagnosis TB pada ODHA
Riwayat penyakit (anamnesis)
Gejala TB
Gejala Stadium HIV
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Sputum
Foto Toraks
Tes Tuberkulin
Kecurigaan
MANIFESTASI KLINIS
Gejala TB
Gejala respirasi ( batuk, batuk darah , sesak napas,
nyeri dada
Gejala sistemik ( demam, keringat malam , nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malise,
terasa lemas)
Gejala TB paru pada ODHA tidak spesifik
Gejala yang sering; demam, penurun berat badan
> 10 %.
Gejala TB ektra paru
Stadium klinis HIV dewasa
(WHO 2006)
Stadium Klinis 1

Asimtomatis
Limfadenopati Generalisata Persistent
Stadium Klinis 2

Berat badan menurun <10% dari BB semula
Infeksi saluran napas berulang (sinusitis, tonsilitis,
otitis media, faringitis)
Herpes zoster
Cheilitis angularis
Ulkus oral yang berulang
Papular pruritic eruption
Dermatitis seboroika
Infeksi jamur kuku

Stadium Klinis 3
Berat badan menurun >10% dari BB semula
Diare kronis yg tdk diketahui penyebabnya berlangsung > 1
bulan
Demam persisten tanpa sebab yang jelas yang (intermiten
atau konstan > 37,5
o
C) > 1 bulan
Kandidiasis Oral persisten (thrush)
Oral Hairy Leukoplakia
TB paru
Infeksi bakteri berat (pnemonia, empiema, pyomiositis, infeksi
tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia)
Stomatitis ulseratif nekrotizing akut, gingivitis atau periodontitis
Anemi (< 8g/dL), netropeni (< 0,5x10
9
/L) dan/atau
trombositopeni kronis yg tdk dpt diterangkan sebabnya
HIV wasting syndrome (BB turun 10% + diare kronik
> 1 bln atau demam >1 bln yg tdk disebabkan peny lain)
Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pneumonia bakteri berat yg berulang
Infeksi herpes simpleks kronis (orolabial, genital atau
anorektal > 1 bulan atau viseral)
Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, paru)
TB ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Infeksi Cytomegalovirus (CMV) (retinitis atau organ lain)
Toksoplasmosis SSP
Ensefalopati HIV
Kriptokokus ektra pulmoner termasuk meningitis
Stadium Klinis 4
Infeksi mikobakteri non-TB diseminata
Progressive multifocal leukoencephalopathy
Cryptosprodiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis diseminata (histoplasmosis atau coccidioidomycosis
ekstra paru)
Septikemi berulang (a.l. Salmonella non-typhoid)
Limfoma (serebral atau non Hodgkin sel B)
Karsinoma serviks invasif
Leishmaniasis diseminata atipik
Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yg simtomatis
Stadium Klinis 4 (lanjutan)
Pemeriksaan Laboratorium
Mikroskopis
BTA sputum ( sering negatif)
Walaupun sering negatif, pemeriksaan BTA sputum
wajib dilakukan
Biakan
Dianjurkan apabila pemeriksaan BTA langsung hasilnya
negatif
Memerlukan waktu yang lama ( 6 8 minggu)
Metode rapid untuk membantu diagnosis TB
pada pasien HIV GeneXpert
Alur Diagnostik : 2 kelompok risiko
(Suspek TB-MDR dan TB-HIV)
Pemeriksaan Radiologi
Indikasi pemeriksaan Radiologi
BTA positif (sesak napas, batuk darah, dicurigai infeksi
lain)
BTA negatif
Alur diagnosis TB pada ODHA
perlu diingat !!!
Pemberian antibiotika sebagai alat bantu diagnosis
tidak direkomendasikan lagi. Antibiotik digunakan
untuk mengobati infeksi bateri lain bersamaan dengan
M TB. Hindari penggunaan antibiotika golongan
fluorokuinolon ( respon terhadap infeksi M TB dan
dapat menimbulkan resistensi obat tsb).
Pemeriksaan foto toraks mempunyai peranan penting
dalam mendiagnosis TB pada ODHA, namun tidak
spesifik pada stadium lanjut.
Pemeriksaan Biakan sangat dianjurkan untuk ODHA
BTA negatif.
a. Tanda-tanda kegawatan yaitu bila dijumpai salah
satu dari tanda-tanda berikut:
frekuensi pernapasan > 30 kali/menit,
demam > 39
0
C,
denyut nadi > 120 kali/menit,
tidak dapat berjalan tanpa bantuan.
b. BTA Positif = sekurang-kurangnya 1 sediaan
hasilnya positif
BTA Negatif = bila 2 sediaan hasilnya negatif.
c. Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol = PPK.
d. Termasuk penentuan stadium klinis (clinical staging),
pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia fasilitas)dan
rujukan untuk layanan HIV.
e. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut
harus dikerjakan secara bersamaan (bila
memungkinkan) supaya jumlah kunjungan dapat
dikurangi sehingga mempercepat penegakan
diagnosis.
f. Pemberian antibiotik (jangan golongan
fluorokuinolon) untuk mengatasi bakteri
tipikal dan atipikal.
g. Pneumonia Pneumocystis jirovecii = PCP.
h. Anjurkan untuk kembali diperiksa bila
gejala-gejala timbul lagi.
e. Pemeriksaan-pemeriksaan dalam kotak tersebut harus
dikerjakan secara bersamaan (bila memungkinkan)
supaya jumlah kunjungan dapat dikurangi sehingga
mempercepat penegakan diagnosis.
Pasien rawat jalan dengan batuk lebih dari 2 minggu disertai tanda-tanda kegawatan
BTA Positif BTA Negatif
Antibiotik suntikan untuk infeksi bakteri
Sputum BTA dan kultur
Foto toraks
Bukan TB beri IPT
Tidak mendukung TB
Mendukung TB
Tidak ada perbaikan
Periksa ulang
Antibiotik suntikan untuk infeksi bakteri
Dipertimbangkan pengobatan untuk PCP
Sputum BTA dan kultur
Perbaikan setelah 3-5 hari
Diobati TB dan ARV
Periksa ulang untuk penyakit-
penyakit lain yang berhubungan
dengan HIV
Beri IPT
Dirujuk ke fasilitas yang lebih
lengkap
Tidak mungkin untuk
segera dirujuk
Mulai pengobatan TB dan ARV
Selesaikan antibiotik
Rujuk ke unit layanan
Jika di Puskesmas dijumpai ODHA menderita sakit berat
Harus segera dirujuk ke Fasyankes yang mempunyai sarana lebih lengkap.
Jika rujukan tidak dapat segera dilaksanakan, upaya berikut harus
dilakukan :
Segera berikan antibiotik spektrum luas suntikan selama 3 5 hari untuk mengatasi
infeksi bakteri kemudian lakukan pemeriksaan mikroskopis dahak (BTA).
Bila BTA positif, mulailah pengobatan TB dengan pemberian OAT. Pengobatan dengan
antibiotik tetap terus dilanjutkan sampai selesai.
Bila BTA negatif maka, nilai respons pemberiaan antibiotik suntikan setelah pengobatan
3 5 hari.
Jika tidak ada perbaikan maka pengobatan TB dapat dimulai dengan pertimbangan
dokter, misalnya kemungkinan terdapatnya TB ekstraparu.
Penentuan stadium klinis HIV harus dilakukan dan selanjutnya pasien perlu dirujuk
ke Fasyankes yang lebih lengkap untuk penegakan diagnosis TB maupun untuk
layanan HIV.
Bila tetap tidak memungkinkan untuk dirujuk maka pengobatan TB diteruskan
sampai selesai.
Bila rujukan ke Fasyankes yang lebih lengkap memungkinkan
maka unit penerima rujukan harus memberikan tatalaksana pasien tersebut sebagai
pasien gawat darurat, pemeriksaan mendiagnosis TB harus segera dilakukan.
Diagnosis TB ektra paru pada ODHA
Diagnosis TB ektra paru berdasarkan klinis,
bakteriologis, dan histologis spesemen dari lesi.
TB ektra paru yang sulit ditegakkan dignosisnya/
sulit mengambil sampel pemeriksaan, diagnosis
ditegakkan secara presumtif berdasarkan bukti
klinis yang kuat dan menyingkirkan penyebab lain.
Pemberian pengobatan TB pada kasus diatas di
evaluasi setelah 1 bulan, jika tidak ada perbaikan
harus dilakukan penilaiaan ulang .

TB ektra paru pada ODHA
TB kelenjer limfe
TB perikard : gejala tamponade jantung
TB pleura : gejala efuusi pleura
TB abdomen :
TB Peritoneal gejala asites
TB intestinal) gejala akut abdomen / gejala kronik
TB saraf :
Meningitis ( paling sering): dibagai 3 fase :( fase prodormal, fase
meningitis, fase paralitik (penurunan kesadaran)
Tuberkuloma
Arachnoiditis spinalis
TB tulang :
spondilitis -- gibus
Koksitis
ghonitis
Diagnosis banding
pneumonia bakterial
Sering sebagai infeksi sekunder pada ko infeksi TB HIV
Sarkoma kaposi
Lesi sarkoma kaposi pada kulit dan mukosa berupa biru kihitaman. Pada paru
dapat berupa batiuk , sesak napas , batuk darah . Foto toraks infiltral nodular
difus.
Pneumonia pneumocystis jirovicii ( PCP);
Diagnostis pasti; ditemukan kista pada dahak/ bilasan bronkus/ biopsi paru
dengan pewarnan methenamin silver
Infeksi mycobacterium Avium Complex ( MAX)
Infeksi parasit:
Cryptococcosis : ditemukan spora jamur pada apusan dahak
Nocardiosis : mirip TB, foto torak sering di lobus atas disertai
kavitas, kecurigaan bila ada disertai abses otak. Diagnosis
ditegakkan dengan ditemukan batang pada pewarnaan
gram positif

Algoritma diagnosis MDR TB pada ODHA
PENGOBATAN KO-INFEKSI
TB MDR DAN HIV
Semua ODHA dengan gejala TB harus mendapatkan
PPK
ART bukan alasan untuk menunda pengobatan TB
MDR
ART harus diberikan segera setelah pengobatan TB
MDR dapat ditoleransi (2-8 minggu)
OAT TB MDR yang diberikan Km-Lfx-Eto-Cs-Z-(E)
(dapat disesuaikan dengan hasil DST)
Potensi toksisitas OAT MDR dan ART
Toksisitas ART OAT
Neuropati perifer d4T, ddI Cs,H, Km, Eto, E
Toksisitas pada saraf
pusat
EFV Cs, H, Eto, fluoroquinolon
Depresi EFV Cs, fluoroquinolon, H, Eto,
Sakit kepala AZT, EFV Cs
Mual dan Muntah RTV, d4T, NVP Eto,PAS, H, E, Z
Nyeri perut Semua pengobatan dengan
ART menyebabkan nyeri
perut.
Eto, PAS
Diare Semua PI, ddl (dengan
bufer)
Eto, PAS, fluroquinolon
Potensi toksisitas OAT MDR dan ART
Toksisitas ART OAT
Hepatotoksisitas NVP,EFV, semua PI, semua
NRTI (RTV> dari PI yang
lain).
E, Z, PAS, Eto,
Fluoroquinolon
Skin rash ABC, NVP, EFV, d4T dan
lainnya
Z, PAS, Fluroquinolon
Nefrotoksi-sitas TDF Km, Cm
Gangguan elektrolit TDF Cm, Km
Neuritis optikal Ddl E, Eto (jarang)
Gangguan regulasi
kadar gula darah
PI Eto
Hipotiroidis-me d4T Eto, PAS
Umur HIV
Kontak erat dengan pasien TB paru
dewasa
Tata laksana
Balita (+)/(-) Ya INH profilaksis
Balita (+)/(-) Tidak Observasi
> 5 th (-) Ya observasi
> 5 th (+) Ya INH profilaksis
> 5 th (-) Tidak observasi
> 5 th (+) Tidak Observasi
PEMBERIAN INH PROFILAKSIS
(10mg/kgBB/hari selama 6 bulan)
Anak dengan infeksi laten TB
Anak bukan TB
Umur HIV
Kontak erat dengan pasien TB paru
dewasa
Tata laksana
Balita (+)/(-) Ya INH profilaksis
Balita (+)/(-) Tidak
Pikirkan diagnosis lain, bila perlu
dirujuk
> 5 th (-) Ya Observasi
> 5 th (+) Ya INH profilaksis
> 5 th (-)/(+) Tidak
Pikirkan diagnosis lain, bila perlu
dirujuk
Diagnosis HIV pada pasien TB
A. Faktor Risiko HIV pd TB dewasa
Berganti-ganti atau memiliki lebih dari satu pasangan
seksual.
Pengguna Napza suntik.
Memiliki tindik berlebihan dan tato permanen.
Memiliki riwayat Infeksi Menular Seksual (IMS).
Memiliki jenis pekerjaan berisiko tinggi, misalnya orang
yang karena pekerjaannya berpindah-pindah tempat
(supir, pelaut), migran, tuna wisma, pekerja bar/ salon,
pekerja seks.
Memiliki riwayat transfusi darah dan produk darah,
transplantasi organ tubuh
B. Gambaran Klinis infeksi ko-infeksi HIV pd TB
(dewasa)
Riwayat kesehatan
IMS - Pneumonia atau kambuh
Hepes zoster - Saat ini menjalani terapi TB
Gejala:
BB turun > 20% - Disfagi/odinofagi
Diare > 1 bulan - Neuropati perifer
Tanda:
Bekas luka herpes - Cheilitis angularis
Pruritus - Oral hairy leukoplakia
Sarkoma Kaposi - Nectotizing gingivitis
Limfadenopati generalisata - Ulkus aftosa yg besar
Kandidiasis oral - Bisul/borok pd genital
Gambaran klinis kemungkinan HIV pd anak
Infeksi berulang: > 3 episode infeksi bakteri yang sangat
berat pada 12 bulan terakhir.
Bercak putih di mulut (thrush)
Parotitis kronik
Limfadenopati generalisata
Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas
Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (>38C)
berlangsung 7 hari atau terjadi > 1 x dlm waktu 7 hari.
Disfungsi Neurologis
Herpes zoster (shingles)
Dermatitis HIV
Penyakit paru supuratif yang kronik (Chronic suppurative
lung disease)
C. Konseling dan Tes HIV
Konseling dan Tes Sukarela (KTS)=VCT
Konseling dan Tes atas Inisiatif
Petugas Kesehatan (KTIPK)=PITC

Prinsip 3 C (Counseling, Consent,
Confidentiality)
Langkah KTIPK di unit DOTS meliputi
1. Pemberian KIE mengenai kaitan TB dengan HIV.
2. Memeriksa tanda-tanda infeksi oportunistik lain pada kasus TB.
3. Identifikasi faktor risiko yang tampak, misalnya jejas suntikan,
tindik berlebihan dan tato permanen.
4. Pemberian informasi dan motivasi pasien TB yang berisiko HIV
untuk menjalani tes.
5. Rujukan pasien TB ke layanan tes HIV dengan menggunakan
formulir rujukan.
6. Pemberian informasi tentang hasil tes HIV kepada pasien TB dan
tindak lanjutnya.
7. Pengisian format pencatatan (rekam medis, register, dll) pada
setiap akhir layanan.
8. Kompilasi data pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV.
Strategi Konseling dan Tes HIV pd TB
Di wilayah dengan epidemi HIV yang meluas
Seluruh pasien TB di unit DOTS dilakukan konseling dan tes HIV
secara rutin.
Di seluruh Fasyankes di daerah dengan prevalensi HIV pada
pasien TB >5%, Konseling dan Tes HIV harus ditawarkan secara
rutin pada semua pasien TB.
Konseling dan tes HIV dapat dilaksanakan setiap saat selama
pengobatan TB.
Di wilayah dengan epidemi HIV yang rendah dan
terkonsentrasi
Dilakukan penilaian faktor risiko menggunakan formulir skrining
(kuesioner) pada setiap pasien TB.
Pasien TB dengan faktor risiko ditawarkan untuk konseling dan
tes HIV (oleh petugas TB atau dirujuk ke unit Konseling dan Tes
HIV).


Konseling Pasca tes
konselor melakukan :
Penjelasan hasil tes
Pembacaan hasil tes
Pemberian informasi selanjutnya
Merujuk pasien ke fasilitas layanan lain yang
diperlukan
Diskusi strategi untuk menurunkan penularan HIV
PENGOBATAN KO-INFEKSI TB-HIV
Prinsip pengobatan: ART diberikan 2-8
minggu setelah OAT dapat ditoleransi
Hati-hati dgn interaksi obat (terutama dgn
rifampisin)
Hati-hati dgn efek samping yg tumpang
tindih
Obat Antiretroviral

ARV terdiri atas 2 kelas :
a. Reverse transcriptase inhibitors (RTIs)
b. Protease inhibitors (PIs)

RTI kemudian dibagi menjadi 3 grup:
a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NsRTIs)
b. Non nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs)
c. Nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NtRTIs)
72
Obat ARV di Indonesia
Generic Name Group Branded Name
Zidovudine/AZT NRTI Zidovex, Antivir
Lamivudine/3TC NRTI Hiviral
Stavudine NRTI Stavir, Zerit
Didanosine NRTI Videx
Nevirapine NNRTI Neviral
Nelfinavir PI Nelvex
Efavirenz/EFZ NNRTI Stocrin
Zidovudine + Lamivudine Duviral
Stavudine + Lamivudine Coviro-LS3*
Stavudine + Lamivudine + Nevirapine Triomune, GPOVir
73
27 maret 2010
74
PRINSIP ARV
ARV bekerja dengan memblokade enzim yang
berhubungan dengan fungsi dan replikasi HIV.
Kombinasi standar harus terdiri dari 3 macam
obat.
Monoterapi tidak diperbolehkan mengingat
resistensi yang sangat besar.
ARV dan OAT
Interaksi obat
Rifampisin meningkatkan aktivitas sitokrom P450
yang berfungsi untuk metabolisme PI dan NNRTI
PI dan NNRTI juga dapat meningkatkan atau menekan
sitokrom P450, sehingga mengganggu kadar rifampisin
Hal yang terjadi :
Potensi ARV menurun,
Potensi OAT menurun,
Toksisitas obat meningkat
Kapan Memulai Terapi ARV
ODHA dengan CD4 < 350 sel/mm3, terlepas ada tidaknya
gejala klinis.
ODHA dengan gejala klinis yang berat (Stadium klinis 3 atau
4) berapapun jumlah CD4nya.
Wanita hamil berapapun jumlah CD4 nya
Semua pasien HIV dengan TB aktif tanpa melihat jumlah CD4
Pasien HIV koinfeksi Hepatitis B tanpa memandang jumlah
CD4.




Kapan Memulai Terapi ARV
Pilihan paduan pengobatan ARV pada
ODHA dengan TB
Paduan ARV Paduan ARV saat
terjadi TB
Pilihan terapi ARV
Lini pertama 2 NRTI + EFV Teruskan dengan 2 NRTI + EFV
2 NRTI + NVP 2 NRTI + EFV atau
Teruskan dengan 2 NRTI + NVP.
Triple NRTI dapat
dipertimbangkan selama 3 bulan
Lini kedua 2 NRTI + PI/r OAT tanpa rifampisin + LPV/r.
Jika Rifampisin perlu diberikan
maka pilihan lain adalah LPV/r
dengan dosis 800 mg/200 mg dua
kali sehari).

Pengobatan Pencegahan Kotrimoksazol
(PPK)
Pneumonia Pneumocystis (PCP). Gejala yang timbul: sesak
napas bila beraktivitas, batuk kering, demam dan
hipoksemia (kadar oksigen dalam darah menurun).
Prognosis sering kali buruk.
Abses otak toksoplasmosis: penyakit ini menyebabkan
hemiparesis (kelemahan atau kelumpuhan satu sisi tubuh)
disertai sakit kepala dan demam.
Pneumonia yang disebabkan oleh S. pneumoniae.
Isospora belli: tipe mikroorganisme yang menyebabkan
diare kronik yang disertai dengan penurunan berat badan.
Salmonella sp.: gejala gastrointestinal dan demam.
Malaria.
PPK primer
Indikasi Saat penghentian Dosis Pemantauan
Bila tidak ada
jumlah sel CD4,
semua diberikan
Kotrimoksasol
2 tahun setelah
penggunaan
kotrimoksasol jika
mendapatkan ARV
960 mg/ hari
dosis tunggal
Efek samping berupa
tanda hipersensitivitas
seperti demam, rash,
sindrom Steven
Johnson,
tanda penekanan
sumsum tulang seperti
anemia,
trombositopenia,
leukopenia,
pansitopenia
Interaksi obat dengan
ARV dan obat lain yang
digunakan dalam
pengobatan penyakit
terkait HIV
Jumlah CD4 < 200
sel/mm
3

Bila CD4 naik > 200
sel/mm
3
pada
pemeriksaan 2 kali interval
6 bulan berturut-turut jika
mendapatkan ARV
Semua bayi lahir
dari ibu hamil HIV
positif berusia 6
minggu
Dihentikan pada usia
18 bulan dengan hasil test
HIV negatif
Jika test HIV positif
dihentikan pada usia
18 bulan jika
mendapatkan terapi ARV
Trimetropim
8 10 mg/kg
BB dosis
tunggal
Desensitisasi Kotrimoksazol
Hari Dosis
Hari 1 80 mg SMX + 16 mg TMP (2 ml sirup)
Hari 2 160 mg SMX + 32 mg TMP (4 ml sirup)
Hari 3 240 mg SMX + 48 mg TMP (6 ml sirup)
Hari 4 320 mg SMX + 64 mg TMP (8 ml sirup)
Hari 5 1 tablet dewasa SMX - TMP (400 mg SMX + 80 mg TMP)
Hari 6 2 tablet dewasa SMX - TMP atau 1 tablet forte (800 mg SMX + 160 mg
TMP
Keterangan:
Setiap 5 ml sirup Kotrimoksasol mengandung 200 mg SMX + 40 mg TMP
Tatalaksana efek samping ringan untuk
pasien TB yang tidak dalam ART
Efek Samping Penyebab Penanganan
Tidak ada nafsu makan,
mual, sakit perut
INH, Rifampisin
Obat diminum malam sebelum
tidur, atau sesudah makan
Nyeri sendi Pirasinamid
Beri aspirin atau parasetamol
Kesemutan sampai rasa
ter-bakar di kaki
INH
Beri vitamin B6 (piridoksin)
100mg per hari
Warna kemerahan pada air
seni (urine)
Rifampisin
Jelaskan ke pasien bahwa itu
tidak berbahaya hanya warna
dari obat.
Tatalaksana efek samping berat untuk
pasien TB yang tidak dalam ART
Efek Samping Penyebab Penanganan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan
di bawah
Tuli/gangguan
pendengaran,
Gangguan keseimbangan
Streptomisin Hentikan streptomisin
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai
ikterus menghilang
Muntah berulang (permula-
an ikterus karena obat)
Hampir semua obat Hentikan semua OAT, segera
lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin
Berikan antihistamin sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal tersebut
pada sebagian pasien hilang namun pada sebagian pasien terjadi kemerahan kulit. Bila
terjadi keadaan seperti ini maka hentikan semua OAT dan tunggu sampai kemerahan
kulit hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat maka pasien perlu dirujuk
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Anoreksia, mual
dan nyeri perut
Telan obat setelah makan. Jika paduan obat ARV mengandung ZDV,
jelaskan kepada pasien bahwa gejala ini akan hilang sendiri. Atasi
keluhan secara simptomatis.
Tablet INH dapat diberikan malam sebelum tidur.
Makanan yang dianjurkan adalah makanan lunak, porsi kecil dan
frekuensinya sering.
Nyeri sendi Beri analgetik, misalnya aspirin atau parasetamol.
Rasa kesemutan
pada kaki
Efek ini jeIas dijumpai bila INH diberi bersama ddI atau d4T, substitusi ddl
atau d4T sesuai pedoman. Berikan tambahan tablet vitamin B6
(piridoksin) 100 mg per hari. Jika tidak berhasil, gunakan amitriptilin atau
rujuk ke RS spesialistik.
Kencing warna
kemerahan/ oranye
Jelaskan pada pasien bahwa itu adalah warna obat, jadi tidak berbahaya.
Sakit kepala Beri analgetik. Periksa tanda-tanda meningitis.
Bila dalam pengobatan dengan ZDV atau EFV, biasa terjadi dan akan
hilang sendiri. Berikan EFV pada malam hari. Bila sakit kepala menetap >
2 minggu atau memburuk, pasien dirujuk.
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Diare Beri oralit atau cairan pengganti dan ikuti petunjuk penanganan
diare. Yakinkan pada pasien bahwa kalau disebabkan oleh obat ARV
itu akan membaik setelah beberapa minggu. Pantau dalam 2
minggu, kalau belum membaik, pasien dirujuk.
Kelelahan Pikirkan anemi terutama bila paduan obat mengandung ZDV.
Periksa hemoglobin. Kelelahan biasanya berlangsung selama 4
6 minggu setelah ZDV dimulai. Jika berat atau berlanjut (lebih dari 4-
6 minggu), pasien dirujuk.
Tegang, mimpi-buruk Ini mungkin disebabkan oleh EFV. Lakukan konseling dan dukungan
(biasanya efek samping berakhir kurang dari 3 minggu). Rujuk
pasien jika depresi berat, usaha bunuh diri atau psikosis. Masa sulit
pertama biasanya dapat diatasi dengan amitriptilin pada malam hari.
Kuku kebiruan/
kehitaman
Yakinkan pasien bahwa hal ini biasa terjadi pada pengobatan
dengan AZT.
Perubahan dalam
distribusi lemak
Diskusikan dengan pasien, apakah dia dapat menerima kenyataan
ini, karena hal ini tidak bisa disembuhkan. Ini merupakan salah satu
efek samping dari d4T. Oleh sebab itu, jika tidak terjadi efek samping
setelah 2 tahun pengobatan d4T, lakukan substitusi d4T dengan TDF
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Muntah berulang Periksa penyebab muntah, lakukan pemeriksaan fungsi
hati. Kalau terjadi hepatotoksik, hentikan OAT dan obat
ARV, mintalah pendapat ahli atau pasien dirujuk.
Penglihatan
berkurang
Hentikan etambutol, mintalah pendapat ahli atau pasien
dirujuk.
Demam Periksa penyebab demam, mungkin karena efek
samping obat, IO atau infeksi baru atau IRIS/SPI*. Beri
parasetamol dan mintalah pendapat ahli atau pasien
dirujuk.
Pucat, anemi Ukur kadar hemoglobin dan singkirkan IO. Bila pucat
sekali atau kadar Hb sangat rendah (< 8 gr/dL; < 7gr/dL
pada ibu hamil), pasien dirujuk (dan stop ZDV/diganti
d4T).
Batuk atau kesulitan
bernapas
Mungkin SPI* atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli.
Limfadenopati Mungkin SPI* atau suatu IO. Mintalah pendapat ahli.
Tatalaksana ESO pd pasien dengan
pengobatan ko-infeksi TB-HIV
Tanda / Gejala Tatalaksana
Gatal atau ruam kulit Jika menyeluruh atau mengelupas, stop obat TB
dan obat ARV dan pasien dirujuk.
Jika dalam pengobatan dengan NVP, periksa
dengan teliti: apakah lesi nya kering (kemungkinan
alergi) atau basah (kemungkinan Steven Johnson
Syndrom). Mintalah pendapat ahli.
Gangguan pende-
ngaran/keseimbangan
Hentikan streptomisin, kalau perlu rujuk ke unit
DOTS (TB).
Ikterus Lakukan pemeriksaan fungsi hati, hentikan OAT
dan obat ARV. Mintalah pendapat ahli atau pasien
dirujuk.
Ikterus dan nyeri perut Hentikan OAT dan obat ARV dan periksa fungsi
hati (bila tersedia sarana). Mintalah pendapat ahli
atau pasien dirujuk. Nyeri perut mungkin karena
pankreatitis disebabkan oleh ddI atau d4T.
Sindrom Pulih Imun (SPI)
perburukan kondisi klinis sebagai akibat
respons inflamasi berlebihan pada saat
pemulihan respons imun setelah pemberian
terapi antiretroviral

Bentuk:
Paradoxical worsening
Unmasking
Kriteria SPI
Manifestasi klinis atipikal setelah ARV mulai
diberikan.
Viral load turun 1 log
10
per mL.
CD4 meningkat.
Bukan TB relaps atau resisten OAT.
Bukan karena ketidakpatuhan minum obat.
Bukan akibat efek samping obat.
Bukan karena infeksi lain atau keadaan lain karena
HIV.
PENGENDALIAN INFEKSI DAN
KEWASPADAAN STANDAR DI FASYANKES
Penularan HIV di Fasyankes
Perlukaan di kulit
Tusukan jarum tercemar
Percikan darah /cairan tubuh ke mukosa
Penularan TB di Fasyankes
Konsentrasi droplet infeksius di udara.
Lamanya pajanan dengan droplet infeksius.

Prinsip utama Prosedur Kewaspadaan
Standar di Fasyankes
Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
Pemakaian alat pelindung (misal: pemakaian
sarung tangan).
Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai.
Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk
mencegah perlukaan.
Pengelolaan limbah dan kebersihan ruangan.
Prinsip PPI TB di Fasyankes
Dukungan Manajerial
Komitmen, kepemimpinan dan dukungan manajemen yang efektif
dalam kegiatan PPI TB Fasyankes berupa pembuatan rencana kerja,
SOP, pelaksanaan sosialisasi, surveilans dan monitoring evaluasi.
Pengendalian Administratif
Perilaku kerja yang baik dan penerapan kebijakan yang efektif dengan
tujuan mengurangi droplet nuclei di udara berupa pemisahan kasus
potensi infeksius, etika batuk dan mempersingkat waktu pasien di
Fasyankes.
Pengendalian Lingkungan
Upaya pengendalian lingkungan dengan mengutamakan pengaturan
ventilasi dan pengkondisian udara yang menyalurkan droplet nuclei
kearah udara terbuka yang bebas dari lalu lintas orang.
Penggunaan Perlindungan Diri
Perlindungan diri bertujuan untuk melindungi petugas kesehatan yang
harus bekerja di lingkungan dengan kontaminasi droplet nuclei di
udara yang tidak dapat dihilangkan seluruhnya dengan pengendalian
administrasi dan lingkungan
Alur PPP pada pajanan HIV:
1. Menentukan Kategori Pajanan (KP)
Sumber pajanan berupa darah, cairan berdarah, atau bahan lain yang berpotensi menularkan
infeksi (OPIM), atau alat kesehatan yang tercemar dari salah satu bahan tersebut?
OPIM
Tak perlu
PPP
Darah atau cairan berdarah
Kulit yg tak utuh atau selaput mukosa
Tidak
Macam pajanan yang terjadi
Kulit yang utuh Pajanan perkutaneus
Volume?
Tak perlu PPP
Seberapa berat?
Sedikit
(mis. satu tetes, dalam
waktu singkat)
Banyak
(mis. Beberapa tetes, percikan
darah darah banyak dan/atau dalam
waktu lama)
Tidak berat
(mis. Jarum solid atau
goresan superfisial)
Lebih berat
(mis. Jarum besar bersaluran,
tusukan dalam, darah terlihat,
jarum bekas pasien)
KP 1 KP 2
KP 2 KP 3
Ya
Alur PPP pada pajanan HIV:
2. Menentukan Kategori/ status HIV sumber pajanan
(KS-HIV)
Bagaimanakah Status HIV dari Sumber Pajanan?
KS HIV 1
KS HIV
tidak tahu
HIV (-) HIV (+)
Tak diketahui
sumbernya
Tak perlu PPP
Pajanan dengan titer
rendah, mis. Asimtomatik
dan CD4 tinggi
Pajanan dengan titer tinggi, mis.
AIDS lanjut, infeksi HIV primer, VL
yang meningkat atau tinggi atau
CD4 rendah
KS HIV 2
Tak diketahui
Pada umumnya
Tak perlu PPP,
Perlu telaah
kasus per kasus
Alur PPP pada pajanan HIV
3. Menentukan Pengobatan Profilaksis Pasca Pajanan

Kategori
Pajanan (KP)

Kategori Sumber
pajanan (KS HIV)

Rekomendasi Pengobatan
1 1 (rendah
Obat tidak dianjurkan
Risiko toksisitas obat > dari risiko terinfeksi HIV
1 2 (tinggi)
Pertimbangkan AZT + 3TC + EFV
Pajanan memiliki risiko yang perlu
dipertimbangkan
2 1 (rendah)
Dianjurkan AZT + 3TC + EFV
Kebanyakan pajanan masuk dalan kategori ini
2
3
2
1 atau 2
Dianjurkan AZT + 3TC + EFV
Anjuran pengobatan selama 4 minggu dengan dosis:
AZT: 3 kali sehari @ 200 mg, atau 2 kali sehari @ 300mg
3TC: 2 kali sehari @ 150mg
EFV: 1 kali sehari @ 600mg malam (jika timbul efek samping, dapat diganti dgn LPV/r 2 x 2 tablet sehari)
Rujukan dan perawatan
TB-HIV
Penemuan kasus/
diagnosis
Fase lanjutan
Terapi TB (DOT)
Fase intensif
Entry point
P
e
n
c
e
g
a
h
a
n

H
I
V

P
r
o
f
i
l
a
k
s
i
s

I
O

T
e
r
a
p
i

I
O

A
R
T

P
E
R
A
W
A
T
A
N

P
a
l
l
a
t
i
f


D
u
k
u
n
g
a
n

p
s
i
k
o
-
s
o
s
i
o
-
e
k
o
n
o
m
i

Program TB
Program AIDS
52
Perilaku risiko tinggi untuk HIV
Infeksi TB
Kel 1:
HIV + dan TB-
Kel 5:
HIV - dan
TB aktif
Kel 4:
HIV terapi
Berperilaku risiko
tinggi dan TB aktif
Kel 3:
HIV + dan TB aktif
Kel 2:
HIV + dan infeksi
TB laten
27 maret 2010
53
Risiko HIV
Infeksi TB
Kel 2 :
HIV (+) dan TB laten
-Profilatksis utk infeksi TB
-Perawatan HIV / AIDS
berkesinambungan
-Penyuluhan kes utk HIV (dan
TB), termasuk skrining utk IMS,
promosi kondom dan NAPZA
suntik yg aman
-Pemantauan terus menerus
terhadap TB aktif
Kel 3:
HIV (+) dan TB aktif
-DOTS
-Perawatan HIV / AIDS
berkesinambungan
-Penyuluhan kes utk HIV dan TB,
termasuk skrining utk IMS, promosi
kondom dan NAPZA suntik yg aman
-Kotrimoksasol selama terapi TB
Kel 4:
HIV (-) beresiko dan TB aktif
-DOTS
-Penyuluhan kes utk HIV dan TB,
termasuk skrining utk IMS,
promosi kondom dan NAPZA
suntik yang aman
Kel 5:
HIV (-) dan TB aktif
-DOTS
Kel 1 :
HIV (+) dan TB ()
-BCG (utk anak kecil, HIV
asimptomatik)
-Perawatan HIV / AIDS
berkesinambungan
-Penyuluhan kes utk HIV (dan
TB), termasuk skrining utk IMS,
promosi kondom dan NAPZA
suntik yg aman
-Pemantauan terus menerus
terhadap TB aktif
54
Terima kasih

Вам также может понравиться