Вы находитесь на странице: 1из 39

1

BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN


I. Tinjauan Umum Tentang Luka
A. Pengertian
Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular normal,
luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan
jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan
(Mansjoer, 2001)
B. Etiologi
1. Mekanik
a. Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam
atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
b. Benda tumpul
Ledakan atau tembakan, Misalnya luka karena tembakan senjata api
2. Non Mekanik
a. Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
b. Trauma fisika
1) Luka akibat suhu tinggi
2) Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat
exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
3) Luka akibat suhu rendah
4) Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya
hyperemia, edema dan vesikel,
5) Luka akibat trauma listrik
6) Luka akibat petir
7) Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001 dalam Ratna,
2008 )
c. Radiasi


2

C. Klasifikasi
1. Berdasarkan derajat kontaminasi
a. Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi, yang
merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut berpotensi
untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring, traktus
respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian kondisi luka
tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1%-5%.
b. Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka tidak
menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka sekitar
3% - 11%.
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka menunjukan tanda
infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka karena trauma atau
kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun luka penetrasi.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung jaringan
mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka ini bisa
sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi. Bentuk luka seperti
perforasi visera, abses dan trauma lama.
2. Berdasarkan penyebab
a. Luka akibat kekerasan benda tumpul
1) Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah kulit
akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh kekerasan
tumpul
3


2) Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan
benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak dijumpai
pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas, terjatuh maupun
benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun kerusakannya
minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk kemungkinan
adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh. Sesuai mekanisme
terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit
Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/
miring terhadap kulit
Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul secara
tegak lurus terhadap permukaan kulit.

3) Vulnus laseratum (luka robek)
luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping biasanya
karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat kita jumpai
pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk luka tidak
beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus lapisan mukosa
hingga lapisan otot.
4


b. Luka akibat kekerasan setengah tajam
1) Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang menggigit.
Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan hewan tersebut

c. Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
1) Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis lurus
dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada aktifitas sehari-
hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda tajam ( seng, kaca ),
dimana bentuk luka teratur

2) Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya
kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya tusukan pisau yang
menembus lapisan otot, tusukan paku dan benda-benda tajam lainnya.
Kesemuanya menimbulkan efek tusukan yang dalam dengan
permukaan luka tidak begitu lebar.

3) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
5



d. Luka akibat trauma fisika dan kimia
1) Vulnus combutio
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang tidak
beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit yang
menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan epitel kulit
dan mukosa
D. Manifestasi Klinik
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
1. Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi
pemendekan tulang, penekanan tulang.
2. Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Krepitasi
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka
bakar mengalami kehilangan volume
2. Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan anemia
3. Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan
volume cairan dan gangguan Na-K pump
6

4. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan
kehilanga protein
5. Faal hati dan ginjal
6. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT
dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
7. Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phosphate
8. Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
9. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan
menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum biasanya
terdapat emboli paru/edema paru
10. ECG : untuk mengetahui adanya aritmia
E. Komplikasi
1. Kerusakan arteri:
2. Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
3. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah
4. Infeksi
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
6. Kontraktur
7. Hipertropi jaringan parut

II. Tinjauan Umum Tentang Vulnus Punctum
A. Definisi
Luka tusuk (vulnus punctum) adalah luka yang disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau, paku dan benda tajam lainnya. Biasanya pada luka tusuk, darah
tidak keluar (keluar sedikit) kecuali benda penusuknya dicabut. Luka tusuk sangat
berbahaya bila mengenai organ vital seperti paru, jantung, ginjal maupu abdomen.
7

Luka tusuk merupakan jejas pada tubuh yang diakibatkan oleh penusukan
benda yang memiliki ujung tajam tajam pada tubuh. Benda tajam yang dimaksud
seperti pisau, pedang, gunting, alat pahat, bayonet dan benda yang memiliki ujung
tajam lainnya. Bahkan benda lebih tumpul seperti obeng juga dapat menyebabkan
luka tusuk. Luka tusuk dapat dibedakan dengan luka iris berdasarkan panjang dan
kedalaman luka. Jika dilakukan pengukuran, luka akibat tusukan memiliki
kedalaman luka lebih panjang dibanding panjangnya, sebaliknya pada luka iris.

Gambar 1.
LukaTusuk, panah biru gelap menunjukkan sisi dengan sudut lancip,
sedangkan disisi yang berlawanan dengan sudut tumpul.

B. Karakteristik Luka
1. Panjang dan kedalaman luka
Pada luka tusuk, panjang luka pada kulit dapat sama, lebih kecil
ataupun lebih besar dibandingkan dengan lebar pisau. Kebanyakan luka tusuk
akan menganga bukan karena sifat benda yang masuk tetapi sebagai akibat
elastisitas dari kulit. Pada bagian tertentu pada tubuh, dimana terdapat dasar
berupa tulang atau serat otot, luka itu mungkin nampak berbentuk seperti
kurva. Panjang luka penting diukur dengan cara merapatkan kedua tepi luka
sebab itu akan mewakili lebar alat. Panjang luka di permukaan kulit tampak
lebih kecil dari lebar alat, apalagi bila luka melintang terhadap otot. Bila luka
masuk dan keluar melalui alur yang sama maka lebar luka sama dengan lebar
alat. Tetapi sering yang terjadi lebar luka melebihi lebar alat kerena tarikan ke
samping waktu menusuk dan waktu menarik. Demikian juga bila alat/pisau
yang masuk kejaringan dengan posisi yang miring.
Pemakaian istilah luka penetrasi ditunjukkan untuk menjelaskan
dimana dalaman luka yang diakibatkan oleh benda itu melebihi lebar luka
yang tampak pada permukaan kulit. Dalamnya luka sulit ditentukan pada
daerah tanpa tulang seperti di daerah abdomen oleh karena elastisitas dinding
perut tersebut. Panjang saluran luka atau kedalaman luka dapat
mengindikasikan panjang minimum dari senjata yang digunakan, jika bagian
8

pangkal senjata masuk kedalam tubuh. Umumnya dalam luka lebih pendek
dari panjang senjata, karena jarang ditusukan ampai ke pangkal senjata.

Gambar 2.
Pisaubermata satu yangditusukan dengankedalaman yangberbeda.

2. Bentuk Luka
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi bentuk luka yaitu bentuk
dan ukuran senjata yang digunakan, arah dorongan, gerakan senjata pada
luka, gerakan korban yang ditusuk, dan keadaan elastisitas kulit. Bentuk luka
merupakan gambaran yang penting dari luka tusuk karena karena hal itu akan sangat
membantu dalam membedakan berbagai jenis senjata yang mungkin telah
dikumpulkan oleh polisi dan dibawa untuk diperiksa. Daerah tepi luka dapat
memberikan informasi ketajaman senjata yang digunakan. Senjata yang
tumpul misalnya akan membuat tepi luka mengalami abrasi. Pinggir luka
dapat menunjukan bagian yang tajam (sudut lancip) dan tumpul (sudut
tumpul) dari pisau berpinggir tajam satu sisi. Pisau dengan kedua sisi tajam
akan menghasilkan luka dengan dua pinggir tajam.

Gambar 3.
Luka tusuk senjata bermata
satu

Gambar 4.
Luka tusuk senjata bermata dua

Bentuk luka juga tergantung seberapa banyak bagian pisau (senjata)
yangmasuk ke dalam tubuh, oleh karena itu penting mengetahui berbagai
kemungkinanbentuk senjata yang digunakan.

Gambar 5. Bagian-bagian dari sebuah pisau.
Perlu diingat bahwa benda lain yang dapat menembus tubuh, seperti
pahat,obeng atau gunting, akan menyebabkan perbedaan bentuk luka yang
9

kadang-kadang berbentuk segi empat atau, yang lebih jarang, berbentuk
satelit
5


Selain kekhususan senjata yang digunakan, sifat keelastisan kulit
dan arah tusukan terhadap serabut elastis juga mempengaruhi bentuk luka.
Apabila arah tusukan membentuk sudut yang tegak lurus dengan distribusi
serabut elastis tubuh yang sesuai dengan Langers line. Hal ini akan
menyebabkan tepi luka akan melebar dan cetakan luka tidak sesuai dengan
senjata yang digunakan.

Gambar 8.
Luka multipel dengan berbagai bentuk akibat efek langers line.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka
tusuk, salah satunya adalah reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau
keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya menjadi tidak begitu
khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
a. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan
kemudian ditusukkan kembali melalui saluran yang berbeda. Pada
keadaan tersebut luka tidak sesuai dengan gambaran biasanya dan
lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan yang lebih
dalam maupun pada organ.
b. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke
salah satu sudut, sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan
memberikan luka pada permukaan kulit seperti ekor.
c. Tusukan masuk kemudian saat masih di dalam ditusukkan ke arah
lain, sehingga saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang
6


terlihat juga lebih luas dibandingkan dengan lebar senjata yang
digunakan.
d. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan
mengggunakan titik terdalam sebagai landasan, sehingga saluran
luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada bagian
superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar
senjata yang digunakan.
e. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut
luka berbentuk ireguler dan besar.

Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda
dengan pada saat autopsi. Posisi membungkuk, berputar, dan
mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih pendek
dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh
untuk memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak
mungkin mengingat berat dan adanya kaku mayat. Poin lain yang perlu
dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa anggota tubuh
pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya
ragu-ragu untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.

C. Pemeriksaan Luka
Pada pemeriksaan luka ada dua tipe luka oleh karena instrumen
yang tajam yang perlu diperhatikan dengan baik dan memiliki ciri yang
dapat dikenali dari aksi korban yaitu tanda percobaan dan luka perlawanan.
Keduanya mempunyai bentuk, letak dan medikolegal. Tanda percobaan
adalah insisi dangkal, luka tusuk dibuat sebelum luka yang fatal oleh
individu yang berencana bunuh diri. Luka percobaan tersebut seringkali
terletak paralel dan terletak dekat dengan luka dalam di daerah pergelangan
7


tangan atau leher. Bentuk lainnya antara lain luka tusuk dangkal didekat
luka tusuk dalam dan mematikan. Meskipun jarang sekali dilapor

Gambar 8.Luka multiple yang merupakan tanda percobaan bunuh diri

Bentuk lain dari luka oleh karena instrumen yang tajam adalah
luka perlawanan. Luka jenis ini dapat ditemukan di jari-jari, tangan, dan
lengan bawah (jarang ditempat lain) dari korban sebagaimana ia berusaha
melindungi dirinya dari ayunan senjata, contohnya dengan menggenggam
bilah dari instrumentajam.

Dalam pemeriksaan, interpretasi luka harus berdasarkan penemuan
dan tidak boleh dipengaruhi oleh keterangan pasien atau keluarga.
Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan:
a. Jumlah luka
b. Lokasi luka
c. Arah luka
d. Ukuran luka (panjang, lebar dan dalam)
e. Memperkirakan luka sebagai penyebab kematian korban atau bukan
8


f. Memperkirakan cara terjadinya luka apakah kasus pembunuhan, bunuh
diri, atau kecelakaan.
Lokasi luka dijelaskan dengan menghubungkan daerahdaerah yang
berdekatan dengan garis anatomi tubuh dan posisi jaringan tertentu, misalnya
garis tengah tubuh, ketiak, puting susu, pusat, persendian dan lain lain.
Bentuk luka sebaiknya dibuat dalam bentuk sketsa atau difoto
untuk menggambarkan kerusakan permukaan kulit, jaringan dibawahnya, dan
bila perlu organ dalam (viseral). Diukur secara tepat (dalam ukuran millimeter
atau centimeter) tidak boleh dalam ukuran kira kira saja. (Sjamsuhidayat,
2006)

D. Penyebab Kematian
Penyebab kematian dapat terjadi segera atau langsung, tetapi perlukaan
dapat juga menyebabkan kematian secara tidak langsung. Penyebab kematian
langsung dapat berupa:
1. Perdarahan luas (syok hipovolemik) dan banyak dapat terjadi di dalam
rongga tubuh atau di luar rongga tubuh. Volume darah ada kira kira 7 -
10 % atau 1/13 berat badan. Kehilangan 1/3 bagian dari volume darah
tubuh secara tiba- tiba dapat menyebabkan kematian. Kehilangan darah
yang demikian ini mengakibatkan syok dan meninggal bila
tidak dilakukan penanganan yang tepat dan cepat, sedangkan kehilangan
darah secara perlahan-lahan tidak begitu membahayakan oleh karena
tubuh dapat mengkompensasinya. Perdarahan di dalam rongga tubuh
dapat kita jumpai pada luka tusuk yang mengenai organ organ dalam
seperti jantung, paruparu, hati dan limpa. kalau dijumpai lebih dari satu
luka, maka harus ditentukan yang mana yang menyebabkan kematian
korban.
2. Luka pada organ vital. Bila yang terluka adalah organ vital,
seperti jantung, paru, limpa, hati, ginjal, pembuluh darah besar akan
9


menyebabkan kematian lebih cepat. Perdarahan pada kantung
pericardium sebanyak 300- 400 cc telah dapat menyebabkan kematian
karena terjadi tamponade jantung. Demikian juga darah sejumlah 200
300 cc yang menyumbat saluran pernafasan dapat menyebabkan
kematian karena asfiksia.
Kematian yang timbul dalam jangka waktu yang lama, yang bukan
primer oleh karena lukanya, disebut penyebab kematian secara tidak langsung.
Yang termasuk hal-hal ini adalah :
1. Inflamasi dari organorgan dalam tubuh, seperti meningitis,
encephalotos, pleuritis dan peritonitis.
2. Infeksi sepsis dari luka yang dapat mengakibatkan septicemia dari
lukalama yang tidak sembuh dan luka ini bisa primer ataupun sekunder.
3. Gangren atau nekrosis sebagai akibat kerusakan jaringanjaringan
danpembuluh darah.
4. Trombosis pada pembuluh darah vena dan emboli yang terjadi
akibatimmobilisasi.

III. Tinjauan Umum Tentang Trauma Abdomen
A. Anatomi Abdomen
1. Anatomi Luar dari Abdomen
a. Abdomen Depan
Definisi abdomen depan adalah bidang yang bagian superiornya
dibatasi oleh garis intermammaria, di inferior dibatasi oleh kedua
ligamentum inguinale dan simfisis pubis serta di lateral oleh kedua
linea aksilaris anterior
b. Pinggang
Ini merupakan daerah yang berada diantara linea aksilaris anterior
dan linea aksilaris posterior, dari sela iga ke-6 diatas, ke bawah
sampai crista iliaca. Di lokasi ini adanya dinding otot abdomen yang
10


tebal, berlainan dengan dinding otot yang lebih tipis dibagian depan,
menjadi pelindung terutama terhadap lukas tusuk.
c. Punggung
Daerah ini berada dibelakang dari linea aksilaris posterior, dari ujung
bawah scapula sampai crista iliaca. Seperti halnya daerah flank, disini
otot-otot punggung dan otot paraspinal menjadi pelindung terhadap
trauma tajam
2. Anatomi Dalam dari Abdomen


a. Rongga Peritoneal
Rongga peritoneal terdiri dari dua bagian, yaitu atas dan bawah.
Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dinding
thorax yang mencakup diafragma, hepar, lien, gaster dan colon
transversum. Bagian ini juga disebut komponen thoracoabdominal
dari abdomen. Pada saat diafragma naik sampai sela iga IV pada
waktu ekspirasi penuh, setiap terjadi fraktur iga maupun luka tusuk
tembus dibawah garis intermammaria bisa mencederai organ dalam
abdomen. Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian
colon ascendens dan colon descendens, colon sigmoid dan pada
wanita, organ reproduksi internal.
b. Rongga Intraperitoneal
Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada dibelakang
dinding peritoneum yang melapisi abdomen dan didalamnya terdapat
aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar dari duodenum,
pankreas, ginjal dan ureter serta sebagian posterior dari colon
ascendens dan colon descendens, dan juga bagian rongga pelvis yang
retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit
dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik
yang biasa dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan
memperlihatkan tanda maupun gejala peritonitis. Disamping itu,
11


rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa sampelnya
pada diagnostic peritoneal lavage (DPL).
c. Rongga Pelvis
Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya
merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus
bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Terdapat didalamnya
rectum, vesica urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca dan pada wanita,
organ reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian
thoracoabdominal, pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh
bagian-bagian tulang diatasnya.
3. Otot Penyusun Dinding Abdomen
Otot penyusun dinding abdomen bagian depan/ventral (dari dalam ke luar)
a. M. rectus abdominis (kiri-kanan linea mediana)
- Tersusun memanjang daricostae 5-7 ke symphisis pubis
- Dibungkus vagina m. recti abdominis
- Fungsi : Menarik dada saat ekspirasi, mengangkat pelvis, antefleksi
columna vertebralis, membantu rotasi rongga dada
b. M. transversus abdominis
c. M. obliquus internus abdominis
d. M. obliquus eksternus abdominis
Otot penyusun dinding abdomen bagian belakang/dorsal (dari dalam ke luar)
1. M. psoas major dan m psoas minor
2. M. quadratus lumborum
3. M. erector trunci
4. M. latissimus dorsi
12



Gambar 2.1. Otot Penyusun Dinding Abdomen

4. Fascia: (dari luar)
a. superfisial abdominis (ventral)
b. superfisial dorsi (dorsal)
c. transversa abdominis (dalam)
d. Dalam fascia transversa abdominis = peritoneum parietale

Gambar 2.2. Fascia

13


B. Trauma Abdomen
Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka ataupun cedera. Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk
Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner
(2002), yaitu:
a. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
c. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.



14


C. Klasifikasi Trauma Tembus Abdomen
Trauma pada abdomen) dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Trauma penetrasi (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium)
a. Luka Tusuk
b. Luka Tembak
2. Trauma non-penetrasi (trauma tumpul)
D. Patofisiologi Luka Tusuk Abdomen
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan akan
terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan
tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang
akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral
mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi
peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut
meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa
bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien
akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada
fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila
terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus
dilakukan (American College of Surgeons, 2004)
Trauma tajam atau tusukan benda tajam memberi jejas pada kutis dan
subkutis, bila lebih dalam akan melibatkan otot abdomen, dan tusukan lebih
dalam akan menembus peritoneum dan mampu mencederai organ
intraperitoneal atau mungkin langsung mencederai organ retroperitoneal bila
trauma berasal dari arah belakang. Sangat jarang ditemui trauma tajam yang
menembus dari muka sampai belakang dinding abdomen atau sebaliknya
(American College of Surgeons, 2004)
15


Trauma tajam dinding abdomen akan menimbulkan perdarahan in situ,
bila trauma menembus peritoneum, mungkin terdapat polas omentum.
Trauma tajam dapat dengan mudah mencederai hepar, mesenterium
dan mesokolon, gaster, pancreas atau buli-buli, namun karena sifat
mobilitasnya, jarang mencederai usus halus, kolon, limpa dan ginjal.
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang
terpantau, atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati
penyebaran asam lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi
perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis.
Luka tusuk akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi
ataupun terpotong. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus
(30%), diafragma (20%) dan colon (15%) (American College of Surgeons,
2004)

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis menurut (American College of Surgeons, 2004)
1. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragik.
2. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
3. Respon stres simpatis.
4. Perdarahan dan pembekuan darah.
5. Kontaminasi bakteri dan kematian sel.
F. Penilaian Luka Tusuk Abdomen
1. Anamnesis
Bila meneliti pasien dengan trauma tajam, anamnese yang teliti harus
diarahkan pada waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang
dipergunakan, jarak dari pelaku, jumlah tikaman dan jumlah
perdarahan eksternal yang tercatat di tempat kejadian. Bila mungkin,
informasi tambahan harus diperoleh dari pasien mengenai hebatnya
16


maupun lokasi dari setiap nyeri abdominalnya dan apakah ada nyeri
alih. (American College of Surgeons, 2004)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Abdomen bagian
depan dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti
bagaimanakah laserasinya, liang tusukannya, adakah benda asing
yang menancap, dan apakah ada omentum ataupun bagian usus
yang keluar.
b. Evaluasi Luka Tusuk
Luka tusukan pisau biasanya ditangani lebih selektif, akan tetapi
30% kasus mengalami cedera intraperitoneal. Bila ada kecurigaan
bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya superficial dan nampaknya
tidak menembus lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli
bedah yang berpengalaman akan mencoba untuk melakukan
eksplorasi luka terlebih dahulu untuk menentukan kedalamannya.
Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk diabdomen depan tidak
menembus peritoneum, laparotomi pada pasien seperti ini menjadi
kurang produktif.
Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka
diikuti sampai ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum
tembus, pasien mengalami risiko lebih besar untuk cedera
intraabdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah
indikasi untuk melaksanakan laparatomi. Setiap apsien yang sulit
kita eksplorasi secara lokal karena gemuk, tidak kooperatif
maupun karena perdarahan jaringan lunka yang mengaburkan
penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang atauapun untuk
laparatomi.
c. Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam
17


Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidka
memerlukan pemeriksaan screening x-ray. Pada pasien luka tusuk
diatas umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal
dengan hemodinamik yang normal, rontgen foto thorak tegak
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumothorak, ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas
intraperitoneal.

G. Pemeriksaan Diagnostik Pada Trauna Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan cedera pada
diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan
fisik maupun thorak foto berulang, thoracoskopi ataupun laparoskopi
ataupun pemeriksaan CT scan. Dengan pemeriksaan diataspun kita
masih bisa menemukan adanya hernia diafragma sebelah kiri karena
luka tusuk thoracoabdominal, sehingga untuk luka seperti ini opsi lain
diperlukan yaitu eksplorasi bedah
2. Eksplorasi lokal luka
55-65% pasien luka tusuk tembus abdomen depan akan mengalami
hipotensi, peritonitis ataupun eviscerasi omentum maupun usus halus.
Untuk pasien seperti ini harus segera dilakukan laparotomi. Untuk
pasien selebihnya, sesudah konfirmasi adanya luka tusuk tembus
peritoneum sesudah melakukan eksplorasi lokal luka, setengahnya juga
akan mengalami laparotomi. Laparotomi ini merupakan salah satu opsi
yang relevan untuk semua pasien ini. Untuk pasien yang relatif
asimptomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi diagnostik yang
tidak invasive adalah pemeriksaan fisik diagnostik serial dalam 24 jam,
DPL maupun laparoskopi diagnostik. Pemeriksaan fisik diagnostik
serial membutuhkan sumber daya manusia yang besar, tetapi dengan
18


ketajaman sebesar 94%. Dengan DPL bisa diperoleh diagnosa lebih
dini pada pasien yang asimptomatik dan ketajaman mencapai 90% bila
menggunakan hitung jenis sel seperti pada trauma tumpul.
Laparoskopi diagnostik bisa mengkonfirmasi ataupun menyingkirkan
tembusnya peritoneum, tetapi kurang bermakna untuk mengenali
cedera tertentu.
H. Penatalaksanaan
Sesuai Advanced Trauma Life Support, dalam (IKABI, 2004) penanganan
yang penting untuk trauma tajam pada abdomen, yaitu :
1. Mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi
jaringan.
2. Menentukan mekanisme trauma.
3. Pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala.
4. Menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan dan
dilakukan dengan cepat.
5. Tetap waspada akan kemungkinan adanya cedera vaskuler maupun
retroperitoneal yang tersembunyi.
6. Segera menentukan bila diperlukan operasi.

Gambar 2.3. Manajemen Trauma Tembus

19


I. Penanganan Pre Hospital dan Hospital
a. Pre Hospital
1) Airway
2) Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan
kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan,
makanan, darah atau benda asing lainnya
3) Breathing
4) Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
5) Circulation
6) Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan
napas).
Penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
20


organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila
ada verban steril.
4) Imobilisasi pasien.
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka.
7) Kirim ke rumah sakit.
b. Hospital
1) Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya
secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini
sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang
berdekatan.
2) Skrinning pemeriksaan rontgen.
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara
retroperitoneum.
3) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
J. Komplikasi
Akibat dari trauma tajam pada umumnya adalah perdarahan yang
terpantau, atau bila yang terkena cedera adalah gaster, akan didapati
penyebaran asam lambung dalam rongga peritoneum, yang akan memberi
perangsangan yang cukup hebat, berupa tanda-tanda peritonitis, Syok juga
akan terjadi apabila pasien tidak dilakukan resusitasi secepat mungkin serta
infeksi.


21


IV. Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Identifikasi Meliputi:
1. Tgl masuk Rumah Sakit
2. Jam masuk Rumah Sakit
3. Nomor Register
4. Jenis kasus (bedah/non bedah)
5. Diagnosa Medis (Diagnosa medik saat klien masuk dan saat pengkajian
6. Biodata
a. Identitas Pasien (nama lengkap, jenis kelamin, umur / tanggal lahir,
kawin / belum kawin, agama, suku / bangsa, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, nomor askes, alamat)
b. Identitas Keluarga/Pengantar (nama lengkap, jenis kelamin, umur /
tanggal lahir, agama, suku / bangsa, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat)
7. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Masuk
Keluhan masuk adalah keluhan yang mengirim klien untuk dirawat di
RS.
b. Riwayat Keluhan Masuk
8. Survey Primer
Airway :
Apakah ada tanda-tanda sumbatan jalan nafas
Apakah terdengar bunyi stridor
Apakah ada tanda-tanda keberadaan benda asing, darah, muntah
dalam mulut
Apakah jalan napas paten

22


Breathing
Apakah ada hembusan udara dr hidung (feel)
Pengembangan dada (look)
Apakah terdengar suara napas (listen)
Frekuensi napas
Retraksi intercostal
Bunyi napas (ngorok, bersiul, megap, dll)
Penggunaan otot-otot aksesori pernapasan
Suara napas tambahan (Ronchi, wheezing, Rales, dll)
Circulation
Apakah ada perdarahan/tidak
Apakah ada pulsa karotis, nadi radial
Apakah nadi teraba/tidak
Kualitas nadi (lemah/kuat/kecil)
Akral (Hangat/dingin)
Pengisian kapiler (< 3 detik / > 3 detik)
Apakah ada tanda-tanda syok (nadi lemah dan cepat, nadi lebih dari
100x/menit pada dewasa)
Apakah kulit teraba dingin atau hangat
Apakah kulit tampak pucat atau kebiru-biruan
Apakah pasien tidak sadar atau nampak mengantuk
Disability ; gunakan AVPU
A Alert (jaga) apakah klien mengerti apa yang anda sampaikan
V Voice (suara) apakah mereka bisa berbicara pada anda
P Pain (nyeri) apakah klien berespon terhadap nyeri
23


U Unresponsive (tidak berespon) apakah pasien tidak sadar atau
tidak berespon
Cek ukuran pupil, apakah ukuran sama/tidak, apakah bereaksi
terhadap cahaya (mengecil).
GCS (Glasgow Coma Scale)
9. Survey Sekunder
a. AMPLE
Allergies (alergi)
Medication (obat-obatan)
Past history (riwayat singkat penyakit, kecelakaan, tindakan
pembedahan, dan perawatan selama sakit
Last time ate or drank (waktu terakhir makan dan minum)
Event (apa yang menyebabkan terjadinya kecelakaan?
Kecelakaan kendaraan, luka bakar, dll
b. Pemeriksaan Fisik (Eksposure)
Keadaan umum :
Inspeksi saat kontak pertama dengan klien (Tampak keadaan
umum tidak sakit, keadaan sakit ringan, sakit sedang, atau
lemah)
TTV (Tekanan darah, Nadi, Pernapasan, Suhu)
Berat Badan
Tinggi Badan
Kepala
1) Reaksi pupil terhadap cahaya, ukuran
2) Apakah ada luka, Deformitas/cacat, memar, pembengkakan,
tulang yang penyek ke dalam
3) Apakah ada cairan yang keluar dari telinga atau hidung
4) Periksa adanya nyeri tekan
24


5) Ukur Glasgow Coma Scal

Leher
1) Tanda-tanda injury spinal
2) Apakah ada luka, deformitas, memar, dan pembengkakan
3) Apakah ada distensi/penggembungan dari vena leher
4) Perhatikan posisi trakhea apakah ditengah-tengah atau
terdorong ke salah satu sisi
5) Rasakan apakah ada udara di bawah kulit (empisema
subkutan)
Dada
1) Hasil pemeriksaan EKG
2) Kecepatan nafas, upaya nafas
3) Pengembangan dada (simetris/tidak)
4) Apakah ada luka, deformitas, memar, bengkak, atau depresi
tulang (tulang masuk ke dalam)
5) Bunyi napas
Perut
1) Apakah ada luka, memar, bengkak pada kulit, atau
pembesaran pada seluruh perut (distensi)
2) Apakah ada skar (bekas luka) yang lama, Bising usus,
pristaltik usus
3) Nyeri pada kuadran abdomen, kekakuan, atau tampak sikap
menjaga area perut yang mengindikasi perdarahan pada perut.
Pelvis, Rektum dan Genital
1) Apakah ada luka, deformitas, atau memar
2) Apakah ada perdarahan dari urethra
3) Apakah ada perdarahan sekitar skrotum, rektum, atau vagina
25


4) Apakah ada fraktur atau dislokasi
Lengan dan tungkai
1) Apakah ada luka, deformitas, memar, atau pembengkakan
2) Apakah ada nyeri tekan? Apakah pasien dapat merasakan
sensasi sentuhan yang anda lakukan? Pergerakan sendi
3) Nadi perifer ada/tidak
4) Suhu anggota gerak, tangan, dan kaki? Panas atau dingin
Punggung
1) Apakah ada luka, deformitas, memar, pembengkakan, depresi
tulang
2) Apakah ada perdarahan yang berasal dari anus
3) Apakah ada nyeri tekan
3. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan X-Ray untuk Screening Trauma Tajam
Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien
dengan luka bakar mengalami kehilangan volume
Pemeriksaan darah
misal pada pasien dengan luka gigitan dapat dijumpai
hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia, dan
anemia
Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis
metabolisme dan kehilanga protein
Faal hati dan ginjal
CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan,
penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis,
RBC yang rusak
26


Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan
alkali phosphate
Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas
asap dan menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien
vulnus morsum biasanya terdapat emboli paru/edema paru
ECG : untuk mengetahui adanya aritmia
B. Diagnosa keerawatan dan Rencana keperawatan (Aplikasi Nanda, NI C
dan NOC)
1. Bersihan jalan nafas, Ketidakefektifan
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk memelihara jalan nafas yang bersih
Batasan karakteristik
Subyektif
Dispnea
Perubahan pada irama dan rata-rata pernafasan
Sianosis
Kesulitan untuk bersuara
Keterbatasan suara pernafasan
Tidak dapat beristirahat
Faktor yang berhubungan
J alan nafas terobstruksi: spasme jalan nafas, pengumpulan sekresi, mukus
berlebih, adanya jalan nafas buatan, terdapat benda asing pada jalan nafas,
sekresi pada bronkhi, eksudat pada alveoli
Hasil yang Disarankan NOC
Status pernafasan: Ventilasi: pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru
Perilaku mengontrol gejala: tindakan personal untuk meminimalkan
perubahan sampingan yang didapat pada fungsi fisik dan emosi
27


Perilaku perawatan: Penyakit atau cedera: tindakan personal untuk
mengurangi atau menghilangkan patologi
Prioritas I ntervensi NI C
Aktifitas Keperawatan
Pengkajian:
Pengelolaan jalan nafas (NIC):
1. Kaji dan dokumentasikan hal-hal berikut ini:
Keefektifan pemberian oksigen dan perawatan yang lain
Keefektifan medikasi yang diresepkan
Kecenderungan pada gas darah arteri
2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui
adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya suara-
suara tambahan
(NIC) Saksion jalan nafas:
3. Tentukan kebutuhan saksion oral dan/atau trakeal
4. Monitor status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status
hemodinamik (tingkat MAP [mean areterial pressure] dan irama
jantung) segera sebelum, selama dan setelah saction
5. Perhatikan tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
Pendidikan untuk pasien/Keluarga:
6. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung dengan benar (misalnya
oksigen, saksion, spirometer, inhaler, intnermittent positive pressure
breathing [IPPB]Informasikan pada pasien dan keluarga bahwa
merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruangan
perawatan
7. Instruksikan pada pasien dan keluarga dalam rencana perawatan di
rumah (misalnya medikasi, hidrasi, nebulization, peralatan, drainase
postural, tanda dan gejala komplikasi, sumber-sumber di komunitas)
28


8. Instruksikan pada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk
memfasilitasi keluarnya sekresi
9. Ajarkan pada pasien/keluarga tentang pentingnya perubahan pada
sputum, seperti warna, karakteristik, jumlah dan bau
(NIC) Saksion jalan nafas :
10. Instruksikan pada pasien dan/atau keluarga tentang bagaimana
mensaksion jalan nafas, sesuai kebutuhan
Aktifitas kolaboratif:
11. Rundingkan dengan ahli terapi pernafasan, sesuai kebutuhan
12. Kunsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi
dan/atau peralatan pendukung
13. Berikan humifier/oksigen sesuai dengan kebijakan institusi
14. Tampilkan/bantu dalam pemberian aerosol, ultrasonic nebulizer,
dan perawatan paru lainnya sesuai dengan kebijakan dan protokol
institusi
15. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal

2. Infeksi, Resiko
Definisi: Suatu kondisi individu mengalami peningkatan resiko untuk
terserang organisme patogenik
Faktor-faktor Resiko
Pertahanan tubuh yang tidak memadai (kulit terluka, perubahan pH pada
sekresi, peristalsis yang berubah)
Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (hemoglobin turun,
leukopenia)
Kerusakan jaringan dan peningkatan pemaparan terhadap lingkungan
Trauma
Hasil-hasil yang Disarankan NOC
29


Pengetahuan: Pengendalian Infeksi: Pemahaman mengenai pencegahan
dan pengendalian infeksi
Pengendalian Resiko: Tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi
ancaman kesehatan aktual maupun personal
Prioritas I ntervensi NI C
Aktifitas-aktifitas Keperawatan
Pengkajian:
1. Monitor tanda-tanda/gejala infeksi (suhu tubuh, denyut jantung,
pembuangan, penampakan luka, sekresi, penampakan urin, suhu
kulit, kelelahan, kejenuhan)
2. Amati faktor-faktor yang meningkatkan serangan infeksi (usia,
kekebalan tubuh, malnutrisi)
3. Monitor hasil-hasil laborat (CBC, angka granulocyte absolut, hasil-
hasil diferensial, protein serum, dan albumin)
4. Amati kinerja kesehatan personal untuk perlindungan terhadap
infeksi
Pendidikan untuk Pasien/Keluarga:
1. Jelaskan mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko
terhadap infeksi
2. Instruksikan untuk menjaga kesehatan personal untuk melindungi
tubuh terhadap infeksi
3. Informasikan pada orang tua mengenai jadwal imunisasi untuk
dyptheria, tetanus, pertussis, polio, campak dan rubella
4. Jelaskan alasan/keuntungan dan efek samping imunisasi
5. Ajarkan metode aman penanganan makanan /penyiapan/
penyimpanan
(NIC) Pengendalian Infeksi
1. Ajarkan pasien teknik-teknik pencucian tangan
30


2. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk
dan meninggalkan ruang pasien
3. Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda-tanda/gejala infeksi
dan kapan harus melaporkannya ke pusat kesehatan
Aktifitas Kolaboratif:
1. Rujuk pasien/keluarga ke layanan sosial, kelompok-kelompok
pendukung untuk pengelolaan rumah yang sehat
2. Ikuti protokol pelaporan terhadap infeksi
3. Rujuk ke lembaga-lembaga pelayanan sosial mengenai pembiayaan
imunisasi (asuransi dan klinik-klinik departemen kesehatan)
(NIC) Pengendalian Infeksi:
1. Berikan terapi antibiotik

3. Nyeri
Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang meningkat akibat adanya kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah seperti kerusakan
(International Association for the Study of Pain); kejadian yang tiba-
tiba atau perlahan dari intensitas dari ringan sampai berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang
dari 6 bulan
Batasan karakteristik
Subyektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan dengan isyarat
Obyektif
Antalgic gestures
Posisi antalgik
Perubahan otonomik dari tonus otot (dapat dalam rentang lisless
sampai rigid)
31


Respon-respon otonomik (misalnya diaforesis; tekanan darah,
pernafasan, atau perubahan nadi; dilatasi pupil)
Perubahan pada nafsu makan dan makan
Perilaku distraksi (misalnya pacing, mencari orang lain dan/atau
aktifitas lain, aktifitas berulang)
Perilaku ekspresif (misalnya tidak dapat istirahat, merintih, menangis,
vigilance, peka terhadap rangsang, singhing)
Topeng wajah (nyeri)
Perilaku menjaga atau melindungi
Fokus menyempit (misalnya perubahan pada persepsi waktu,
perubahan proses fikir, pengurangan interaksi dengan orang lain atau
lingkungan)

Faktor yang berhubungan
Agen-agen yang menyebabkan cedera (misalnya biologis, kimia, fisik,
psikologis)
Hasil yang disarankan NOC
Tingkat kenyamanan: perasaan mudah secara fisik dan psikologis
Prioritas I ntervensi NI C
Aktifitas Keperawatan
Pengkajian :
1. Gunakan laporan dari diri pasien sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
2. Tanya pasien untuk rata-rata nyeri/ketidaknyamanan pada skala 0
sampai 10 (0=tidak ada nyeri/ketidaknyamanan, 10=nyeri yang
sangat)
3. Gunakan lembar monitor nyeri untuk memonitor pengurangan nyeri
dari analgesik dan kemungkinan efek sampingnya
32


4. Kaji pengaruh agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respon pasien
5. Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang konsisten
dengan usia dan tingkat perkembangan pasien
(NIC) pengelolaan nyeri
6. Tampilkan pengkajian komprehensif tentang nyeri yang meliputi
lokasi, karakteristik, kejadian/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri, dan faktor-faktor presipitasinya
7. Observasi isyarat nonverbal adanya ketidaknyamanan, khususnya
pada mereka yang tidak mampu untuk mengkomunikasikannya
secara efektif
Pendidikan untuk pasien/keluarga
1. Masukkan pada instruksi pada saat pemulangan pasien tentang
medikasi khusus yang harus dikonsumsi, frekuensi pemberian,
potensial efek samping, potensial interaksi obat, perhatian khusus
saat mengkonsumsi obat tersebut (misalnya pembatasan aktifitas
fisik, pembatasan diet), dan nama orang yang harus dihubungi bila
dijumpai nyeri yang tidak tertahankan
2. Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika
pengurang nyeri tidak dapat dicapai
3. Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan saran koping
Aktifitas Kolaborasi
1. Kelola nyeri postoperasi awal dengan pemberian opiat yang
terjadwal (misalnya tiap 4 jam atau 36 jam) atau PCA
(NIC) pengelolaan nyeri:
2. beritahu dokter jika alat tidak berhasil atau jika nyeri dirasakan
pasien berbeda secara bermakna dengan pengalaman nyeri pasien di
masa lalu
33



4. Integritas Jaringan, Kerusakan
Definsi: Suatu keadaan diman seorang individu mengalami
kerusakan pada membran mukosa, suatu kondisi dimana seseorang
mengalami perubahan sruktur tubuh
Factor yang berhubungan
Faktor-faktor mekanik (misal, tekanan, syatan, friksi)
Kriteria hasil (NOC)
Mendremonstrasikan integritas jaringan
PrioritasI ntervensi (NI C)
NIC : Pressure Management
1. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
2. Monitor status nutrisi pasien
3. Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan
4. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka,
karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-
tanda infeksi lokal, formasi traktus
5. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka
6. Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin
7. Cegah kontaminasi feses dan urin
8. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
9. Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka







34


DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons. 2004. Advanced Trauma Life Support For
Doctors. 7th ed. IKABI.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta :
FKUI.

Sjamsuhidayat. 2006. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Snell, R S. 2006 Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.

Dudley, H. A. F. 2004. Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta :
UGM Press.

Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 26
Maret 2013 dari http://www.docstoc.com/docs/30321684/Blunt-
Abdominal-Trauma-Evaluation.

Srivathsan. 2009 Abdominal Trauma. Scribd. Scribd. Diakses pada 02 April
2013 dari http://www.scribd.com/doc/15565439/Abdominal-Trauma-

Agung, I. G. N. 2010 Anatomi Abdomen. Catatan Radiograf. Diakses pada 02
April 2013 dari http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/08/anatomi-
abdomen.html.

Anonim. 2008 Kegawatdaruratan Sistem Pencernaan pada Trauma Abdomen.
Diakses pada 8 Februari 2011 dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/10/kegawatdaruratan.pdf.

Wilkinson, Nancy. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Nanda International. 2013. Diagnosa keperawatan Taksonomi dan Klasifikasi
.Jakarta:EGC

Ratna, 2008. Refrat Luka Tusuk. Available from http: //ml.scribd.com/doc
/101252880/luka- tusuk diakses tanggal 20 Juni 2014

Вам также может понравиться