Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pendidikan Sekolah Dasar
a. Konsep Pendididikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan
kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat
tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang
sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan
salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan
sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat
kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai
kemakmuran.
Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani
paedagogike. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata pais yang
berarti anak dan kata ago yang berarti aku membimbing. J adi
paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan
membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam
bahasa Yunani disebut paedagogos (Soedomo A. Hadi, 2008: 17). J adi
pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak.
Pendidikan seperti yang diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
12
enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Hal senada juga diungkapkan
Fuad Ihsan (2008: 26) bahwa sekolah dasar sebagai satu kesatuan
dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun. Mencermati
kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.
Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya yang dikemukakan oleh
Harmon & J ones (2005: 1) bahwa:
Elementary schools usually serve children between the ages of five and
eleven years, or kindergarten through sixth grade. Some elementary
schools comprise kindergarten through fourth grade and are called
primary schools. These schools are usually followed by a middle school,
which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also
range from kindergarten to eighth grade.
Pernyataan oleh Harmon & J ones agak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Suharjo yaitu terletak pada usia. J ika Suharjo menyatakan
sekolah dasar lebih ditujukaan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka
Harmon dan J ones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak
antara usia 5-11 tahun, atau TK sampai kelas enam. Kemungkinan perbedaan
ini terletak pada fisik antara anak yang ada di Indonesia dan anak yang ada di
negara Eropa dan sekitarnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah
jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun dan
merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. J ika usia
anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi pendidikan dasar
dalam Undang-Undang tersebut, berarti pengertian sekolah dasar dapat
18
entering the first grade signal a change a from being a homechild to being
a schoolchild a situation in which new roles and obligations are
experiences Santrock (2004: 355). Melalui sekolah dasar, pertama kalinya
anak belajar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih luas
dengan orang lain yang baru dikenalinya.
Suharjo (2006: 8) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar
sebagai berikut:
1) Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan
minat siswa.
2) Meberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang
bermanfaat bagi siswa.
3) Membentuk warga negara yang baik
4) Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP
5) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di
masyarakat.
6) Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri sesuai
dengan asas pendidikan seumur hidup.
Tujuan pendidikan sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Eka
Ihsanudin (2010) yaitu: (1) memberikan bekal kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar
yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3)
mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP. J ika dicermati,
tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan Eka Ihsanidin
memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat.
Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah
20
sekolah. Hal ini berarti putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang
tidak menyelesaikan pendidikan mereka.
Berdasarkan konsep putus sekolah tersebut maka, yang dimaksud
dengan putus sekolah dalam penelitian ini adalah, terhentinya proses
pendidikan anak dalam menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan mereka
yang oleh karena itu tidak memiliki ijazah SD.
b. Penyebab Putus Sekolah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa
salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Hal ini berarti, setiap anak Indonesia berhak memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa
memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan beberapa hal
penting sebagai berikut:
1) Pasal 4 mengungkapkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diksriminasi.
2) Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu;
a) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya.
24
b) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi
anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan
luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Undang-undang tersebut memberi makna bahwa, kesempatan yang
sama untuk memperoleh pendidikan, merupakan hak yang dilindungi oleh
Undang-Undang. Kesempatan itu diberikan kepada semua anak-anak
Indonesia, tanpa melihat latar belakang apapun, termasuk anak yang memiliki
kebolehan fisik atau mental. Sabates, et al. (2011: 1) menyatakan bahwa
policies to improve school progression and reduce the numbers of children
dropping out of school are critical if Universal Primary Education (UPE) is
to be achieved. Namun demikian, masih terdapat sejumlah anak-anak
terutama yang berada di daerah pedesaan tidak bersekolah dan juga
mengalami putus sekolah. Hal ini tentu saja merupakan fenomena yang
berkaitan dengan sejumlah faktor.
Menurut BPS (2010: 36) penyebab utama anak sampai mengalami
putus sekolah adalah karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya
pendidikan anak, keterbatasan ekonomi/tidak ada biaya, keadaan geografis
yang kurang menguntungkan, keterbatasan akses menuju ke sekolah, karena
sekolah jauh atau minimnya fasilitas pendidikan. Mudjito AK, (2008: 5)
menyatakan bahwa masih banyaknya siswa SD mengalami putus sekolah
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) rendahnya kemampuan
ekonomi termasuk eksploitasi tenaga anak sebagai pekerja anak oleh orang
25
dan sekolah. Sedangkan yang termasuk dalam faktor internal anak adalah
kemampuan belajar anak.
Berbagai macam faktor-faktor yang ada tersebut saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Maksudnya, faktor ekonomi dapat menyebabkan
rendahnya minat anak, fasilitas belajar dan perhatian orang tua yang kurang.
Faktor minat anak yang kurang dapat diakibatkan oleh perhatian orang tua
dan fasilitas belajar yang rendah, budaya kurang mendukung, dan jarak antara
tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh.
Dari berbagai penjelasan tentang permasalahan yang menyebabkan
anak mengalami putus sekolah dapat diketahui bahwa yang menyebabkan
anak mengalami putus sekolah dipengaruhi oleh berbagai sebab, baik yang
berasal dari internal anak maupun eksternal anak. Dalam penelitian ini,
peneliti akan lebih fokus pada sebab eksternal yaitu perhatian orang tua pada
pendidikan anak.
3. Perhatian Orang Tua pada Pendidikan Anak
a. Pengertian Perhatian Orang Tua
Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk
meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan martabatnya sangat diperlukan
bagi pendidikan anak. Dengan kesadaran seperti ini masyarakat akan
mempunyai pandangan bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah semata-
mata untuk mereka. Tugas sekolah adalah memberikan pencerahan dan
27
Widodo Supriyono, 2004: 87). Hal ini berarti, perhatian orang tua
membantu perkembangan belajar anak dan menumbuhkan rasa
tanggung jawab terhadap anak dalam menyelesaikan semua tugas
sekolah yang diberikan. Dengan perhatian orang tua dapat membantu
anak dalam mengatasi kesulitannya dalam belajar, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mulyono Abdurrahman (2009: 11) bahwa kesulitan
belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua, ketika anak
gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan.
Selain itu, orang tua dituntut untuk dapat membentuk suasana
belajar di rumah yang menyenangkan. Peran orang tua dalam
membentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah antara lain (E.
Mulyasa, 2005: 167-168):
a) Menciptakan budaya belajar di rumah.
b) Memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung dengan
pembelajaran di sekolah.
c) Mendorong anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan
organisasi sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun
ekstrakurikuler.
d) Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan
gagasan, ide, dan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan
belajar.
e) Menciptakan situasi yang demokratis di rumah agar tukar pendapat
dan pikiran sebagai sarana belajar dan membelajarkan.
f) Memahami apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh
sekolah, dalam mengembangkan potensi anaknya.
g) Menyediakan sarana belajar yang memadai, sesuai dengan
kemampuan orang tua dan kebutuhan sekolah.
32
2) Memberikan Motivasi
Oemar Hamalik (2004: 173) menyatakan bahwa istilah motivasi
menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam semua stimulasi
tindakan ke arah tujuan tertentu dimana sebelumnya tidak ada gerakan
menuju ke arah tujuan tersebut. Hal ini berarti motivasi sebagai
pendorong bagi seseorang untuk melakukan kegiatan. Peran motivasi
yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang,
semangat untuk belajar dan sekolah.
Pengertian motivasi lainnya dikemukakan oleh Santrock (2008:
510) bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan
kegigihan perilaku yang penuh energi, dan bertahan lama. Dari apa yang
dikemukakan oleh Santrock ini dapat dijelaskan bahwa dengan
memberikan motivasi akan memberikan semangat kepada seseorang
untuk terus berusaha sekuat tenaga dalam mencapai sesuatu yang
diinginkan.
Sebagai pendidik yang utama dan pertama bagi anak, orang tua
sudah seharusnya mampu memberikan dorongan dalam hal ini
memotivasi anak untuk terus belajar. Ngalim Purwanto (2007: 105)
mengatakan bahwa jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi
yang baik pada anak-anak timbullah dalam diri anak itu dorongan dan
hasrat untuk belajar lebih baik. Anak dapat menyadari apa gunanya
belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu, jika
34
diberi perangsang, diberi motivasi yang baik dan sesuai. Dari apa yang
dikemukakan oleh Ngalim Purwanto tersebut diketahui bahwa motivasi
memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar anak.
Dengan motivasi belajar yang tinggi akan memberikan semangat bagi
anak yang bersangkutan untuk tetap bersekolah walaupun dengan
ekonomi yang tidak memadai. Berbeda dengan anak yang motivasi
belajarnya rendah, maka semangat untuk bersekolah juga rendah, yang
pada akhirnya berpeluang besar untuk putus sekolah.
3) Pemenuhan Kebutuhan Sekolah
Di samping memberikan perhatian pada kegiatan belajar anak dan
motovasi, bentuk perhatian orang tua yang tidak kalah pentingnya adalah
memenuhi kelengkapan kebutuhan sekolah anak. Kebutuhan sekolah
adalah segala alat dan sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
pendidikan anak. Kebutuhan tersebut bisa berupa ruang belajar anak,
seragam sekolah, buku-buku, alat-alat belajar, dan lain-lain.
Kebutuhan belajar, menurut Bimo Walgito (Insan Cita, 2012: 3),
adalah segala alat dan sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
belajar anak. Kebutuhan tersebut bisa berupa ruang belajar anak, seragam
sekolah, buku-buku, alat-alat belajar, dan lain-lain. Belajar tidak akan
berjalan dengan baik tanpa alat-alat belajar yang cukup. Hal ini berarti,
salah satu penunjang keberhasilan pendidikan anak adalah didukung
sarana sekolah yang memadai. Dengan adanya fasilitas sekolah yang
35
banyaknya jumlah anak dalam keluarga maka akan semakin kecil perhatian
orang tua terhadap pendidikan anak.
Selain itu, persepsi dari orang tua akan pendidikan juga sangat
menentukan keberhasilan pendidikan seorang anak. Bimo Walgito (2010: 99)
menyatakan bahwa, persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh
penginderaan, yang merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat reseptornya. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa
persepsi merupakan suatu proses pemberian arti terhadap lingkungan
disekitarnya oleh seorang individu yang diterima melalui inderanya.
Gibson, et al. (2003: 98-101) mendefinisikan persepsi sebagai proses
dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan
pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman
psikologis. Lebih lanjut Gibson menyatakan, individu yang berbeda dapat
melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda. Namun
kenyataannya adalah bahwa tidak seorangpun melihat realitas, tetapi yang
dilakukan adalah menginterpretasikan apa yang dilihat dan menyebutnya
sebagai realitas.
Mencermati pernyataan tentang persepsi oleh Gibson, dapat dijelaskan
bahwa dalam persepsi terdapat tiga komponen yaitu: (1) adanya proses
seleksi terhadap stimulan yang berasal dari luar, yang artinya tidak semua
rangsangan dari luar akan direspon oleh individu, namun akan diseleksi
terlebih dahulu. Hal ini berarti, persepsi seseorang akan menumbuhkan sikap
41
khususnya para orang tua. Langkah ini dapat ditempuh oleh pihak sekolah yang
dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dan melakukan komunikasi atau dialog
tatap muka dengan orang tua. Melalui kerjasama dan komunikasi yang intens
antara pihak sekolah dan orang tua, diharapkan dapat membangkitkan kesadaran
orang tua untuk terus menyekolahkan anak-anaknya.
Suryosubroto (1998: 55-57) menyatakan dasar kerja sama sekolah dengan
orang tua siswa adalah, karena adanya kesamaan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pendidikan dan kesamaan tujuan untuk membentuk manusia
yang berguna bagi bangsa dan negara. Adapun tujuan kerja sama sekolah dengan
orang tua adalah: (1) saling membantu dan saling mengisi, (2) membantu
keuangan dan barang, (3) mencegah perbuatan yang kurang baik, dan (4)
membuat rencana yang baik untuk anak. Dari apa yang dikemukakan oleh
Suryosubroto dapat diketahui pentingnya kerjasama sekolah dengan orang tua
dalam upaya untuk menyukseskan pendidikan anak.
Hasbullah (2005: 91-94) menyatakan pada dasarnya cukup banyak cara
yang ditempuh untuk menjalin kerjasama antara keluarga dengan sekolah, antara
lain:
1) Adanya kunjungan ke rumah anak didik. Kunjungan berdampak positif yaitu:
(a) melahirkan perasaan pada anak didik bahwa sekolahnya selalu
memperhatikan dan mengawasinya, (b) memberi kesempatan kepada si
pendidik melihat sendiri dan mengobservasi langsung cara anak didik belajar,
latar belakang hidupnya, dan tentang masalah-masalah yang dihadapinya
dalam keluarga, (c) pendidik berkesempatan untuk memberikan penerangan
kepada orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik, cara-cara
menghadapi masalah-masalah yang sedang dialami anaknya, (d) hubungan
44
antara orang tua dan sekolah akan bertambah erat, (e) dapat memberikan
motivasi kepada orang tua anak didik untuk lebih terbuka dan dapat bekerja
sama dalam upaya memajukan pendidikan anaknya, (f) pendidik mempunyai
kesempatan untuk mengadakan interview mengenai berbagai macam keadaan
atau kejadian tentang sesuatu yang ingin ia ketahui, dan (g) terjadinya
komunikasi dan saling memberikan informasi tentang keadaan anak serta
saling memberi petunjuk antara guru dengan orang tua.
2) Diundangnya orang tua ke sekolah.
3) Case conference yaitu rapat atau konferensi tentang kasus. Biasanya
digunakan dalam bimbingan konseling. Tujuannya adalah mencari jalan yang
paling tepat agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik.
4) Badan pembantu sekolah yaitu organisasi orang tua murid atau wali murid
dan guru. Organisasi dimaksud merupakan kerja sama yang paling
terorganisir antara sekolah atau guru dengan orang tua murid.
5) Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga, diperlukan terutama
pada waktu-waktu yang sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak
didik, seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu
giat, sering membolos, sering berbuat keributan, dan sebagainya.
6) Adanya daftar nilai atau rapor, yang dipakai sebagai penghubung antara
sekolah dengan orang tua.
Mencermati pendapat Hasbullah terlihat bahwa ada enam cara yang dapat
dilakukan oleh pihak sekolah untuk melakukan kerjasama dengan orang tua. Pada
umumnya cara-cara tersebut bertujuan untuk membangun kesadaran orang tua
untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya. Hubungan yang positif antara
sekolah dan rumah merupakan salah satu kontribusi penting bagi prestasi murid di
sekolah (Wlodkowski, J . R & J udit H. J , 2004: 95). Dengan prestasi yang baik,
kemungkinan besar anak untuk menyelesaikan pendidikannya terutama pada
jenjang sekolah dasar.
45
berkewajiban memberikan pendidikan dasar bagi anaknya. Hal ini berarti orang
tua dituntut memberikan perhatian pada pendidikan anak terutama pada
pendidikan dasar khususnya pada jenjang sekolah dasar.
Penelitian tentang Perhatian Orang Tua Pada Pendidikan Anak Di Sekolah
Dasar ini, difokuskan pada beberapa permasalahan yaitu: terkait dengan perhatian
orang tua dalam proses pendidikan anak di sekolah. Perhatian orang tua akan
pendidikan anak adalah kepedulian orang tua pada pendidikan anak di sekolah
dasar, sebagai salah satu bentuk kesadaran orang tua pada pendidikan anak.
Mengingat perhatian orang tua akan memberi pengaruh pada perilaku dan segala
aktivitas pendidikan anak yang secara langsung juga akan berpengaruh terhadap
keberlangsungan sekolah anak. Anak dengan perhatian yang kurang dari orang
tuanya akan mempunyai kemungkinan untuk mengalami putus sekolah.
Perhatian orang tua dapat dilihat dari bentuk-bentuk perhatian orang tua
meliputi perhatian dalam kegiatan belajar, pemberian motivasi dan pemenuhan
fasilitas sekolah anak. Dengan adanya perhatian orang tua terhadap kegiatan
belajar anak akan menumbuhkan prestasi belajar anak di sekolah. Pemberian
motivasi bertujuan untuk memberikan dorongan kepada anak untuk terus
bersekolah hingga selesai. Hal ini dikarenakan dengan perhatian serius dari orang
tua terhadap pendidikan anaknya akan dapat menjadi motivasi atau pendorong
bagi anak untuk terus bersekolah hingga selesai khususnya di sekolah dasar.
Pemenuhan fasilitas sekolah terkait dengan pemenuhan sarana prasarana sekolah,
sehingga anak menjadi nyaman dan memiliki semangat yang tinggi untuk terus
bersekolah.
48