Вы находитесь на странице: 1из 39

11

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Pendidikan Sekolah Dasar
a. Konsep Pendididikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator utama pembangunan dan
kualitas sumber daya manusia, sehingga kualitas sumber daya manusia sangat
tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan merupakan bidang yang
sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional, karena merupakan
salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Pendidikan bahkan merupakan
sarana paling efektif untuk meningkatkan kualitas hidup dan derajat
kesejahteraan masyarakat, serta yang dapat mengantarkan bangsa mencapai
kemakmuran.
Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani
paedagogike. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata pais yang
berarti anak dan kata ago yang berarti aku membimbing. J adi
paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaan
membimbing anak dengan maksud membawanya ke tempat belajar, dalam
bahasa Yunani disebut paedagogos (Soedomo A. Hadi, 2008: 17). J adi
pendidikan adalah usaha untuk membimbing anak.
Pendidikan seperti yang diungkapkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
12

pengajaran dan pelatihan. Definisi pendidikan lainnya yang dikemukakan


oleh M. J . Langeveld (Revrisond Baswir dkk, 2003: 108) bahwa:
1) Pendidikan merupakan upaya manusia dewasa membimbing
manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
2) Pendidikan ialah usaha untuk menolong anak untuk melaksanakan
tugas-tugas hidupnya agar dia bisa mandiri, akil-baliq dan
bertanggung jawab.
3) Pendidikan adalah usaha agar tercapai penentuan diri secara etis
sesuai dengan hati nurani.

Pengertian tersebut bermakna bahwa, pendidikan merupakan kegiatan
untuk membimbing anak manusia menuju kedewasaan dan kemandirian. Hal
ini dilakukan guna membekali anak untuk menapaki kehidupannya di masa
yang akan datang. J adi dapat dikatakan bahwa, penyelenggaraan pendidikan
tidak lepas dari perspektif manusia dan kemanusiaan.
Tilaar (2002: 435) menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah
memanusiakan manusia, yaitu suatu proses yang melihat manusia sebagai
suatu keseluruhan di dalam eksistensinya. Mencermati pernyataan dari
Tilaar tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa dalam proses pendidikan,
ada proses belajar dan pembelajaran, sehingga dalam pendidikan jelas terjadi
proses pembentukan manusia yang lebih manusia. Proses mendidik dan
dididik merupakan perbuatan yang bersifat mendasar (fundamental), karena
di dalamnya terjadi proses dan perbuatan yang mengubah serta menentukan
jalan hidup manusia.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
13

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,


serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.

Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas
tersebut menjelaskan bahwa pendidikan sebagai proses yang di dalamnya
seseorang belajar untuk mengetahui, mengembangkan kemampuan, sikap dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya untuk menyesuaikan dengan lingkungan
di mana dia hidup. Hal ini juga sebagaimana yang dinyatakan oleh
Muhammad Saroni (2011: 10) bahwa, pendidikan merupakan suatu proses
yang berlangsung dalam kehidupan sebagai upaya untuk menyeimbangkan
kondisi dalam diri dengan kondisi luar diri. Proses penyeimbangan ini
merupakan bentuk survive yang dilakukan agar diri dapat mengikuti setiap
kegiatan yang berlangsung dalam kehidupan.
Beberapa konsep pendidikan yang telah dipaparkan tersebut meskipun
terlihat berbeda, namun sebenarnya memiliki kesamaan dimana di dalamnya
terdapat kesatuan unsur-unsur yaitu: pendidikan merupakan suatu proses, ada
hubungan antara pendidik dan peserta didik, serta memiliki tujuan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan merupakan
suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman
yang bertujuan menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan
lingkungan.

b. Tujuan Pendidikan
Dalam tujuan pembangunan, pendidikan merupakan sesuatu yang
mendasar terutama pada pembentukan kualitas sumber daya manusia.
14

Menurut Herbison dan Myers (Panpan Achmad Fadjri, 2000: 36)


pembangunan sumber daya manusia berarti perlunya peningkatan
pengetahuan, keterampilan dari kemampuan semua orang dalam suatu
masyarakat. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang
baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Melalui pendidikan
selain dapat diberikan bekal berbagai pengetahuan, kemampuan dan sikap
juga dapat dikembangkan berbagai kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap
anggota masyarakat sehingga dapat berpartisipasi dalam pembangunan.
Tujuan pokok pendidikan adalah membentuk anggota masyarakat
menjadi orang-orang yang berpribadi, berperikemanusiaan maupun
menjadi anggota masyarakat yang dapat mendidik dirinya sesuai
dengan watak masyarakat itu sendiri, mengurangi beberapa kesulitan
atau hambatan perkembangan hidupnya dan berusaha untuk
memenuhi kebutuhan hidup maupun mengatasi problematikanya
(Nazili Shaleh Ahmad, 2011: 3).

Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945, yang
mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini kemudian dirumuskan
dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab II pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berakhlak
mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.

Mencermati tujuan pendidikan yang disebutkan dalam Undang-
Undang Sisdiknas tersebut dapat dikemukakan bahwa pendidikan merupakan
wahana terbentuknya masyarakat madani yang dapat membangun dan
15

meningkatkan martabat bangsa. Pendidikan juga merupakan salah satu bentuk


investasi manusia yang dapat meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat.
Kyridis, et al. (2011: 3) mengungkapkan bahwa for many years the belief that
education can increase social equality and promote social justice, has been
predominant. Hal senada dikemukakan oleh Herera (Muhadjir Darwin, 2010:
271) bahwa melalui pendidikan, transformasi kehidupan sosial dan ekonomi
akan membaik, dengan asumsi bahwa melalui pendidikan, maka pekerjaan
yang layak lebih mudah didapatkan. Dari apa yang dikemukaka oleh Kyridis
dkk dan Herera tersebut dapat memberi gambaran bahwa pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting dalam mencapai
kesejahteraan hidup.
Todaro & Smith (2003: 404) menyatakan bahwa pendidikan
memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan manusia untuk
menyerap teknologi modern, dan untuk mengembangkan kapasitas agar
tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan. J adi,
pendidikan dapat digunakan untuk menggapai kehidupan yang memuaskan
dan berharga. Dengan pendidikan akan terbentuk kapabilitas manusia yang
lebih luas yang berada pada inti makna pembangunan. Hal senada juga
diungkapkan oleh Bruns, dkk (2003: 1) bahwa:
Education is fundamental for the construction of globally competitive
economies and democratic societies. Education is key to creating,
applying, and spreading new ideas and technologies which in turn are
critical for sustained growth; it augments cognitive and other skills,
which in turn increase labor productivity.

16

Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Barbara dkk tersebut tampak


bahwa, pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan ekonomi dan
masyarakat. Pendidikan merupakan kunci untuk menciptakan ide-ide baru dan
teknologi yang sangat penting dalam keberlanjutan pembangunan, bahkan
dengan pendidikan pula akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Dari
berbagai tujuan pendidikan yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa, tujuan pendidikan adalah membentuk sumber daya
manusia yang handal dan memiliki kemampuan mengembangkan diri untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Hal ini berarti, dengan pendidikan anak
akan memiliki bekal kemampuan dasar untuk mengembangkan kehidupan
sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara ataupun sebagai bagian
dari anggota masyarakat dunia. Dengan pendidikan pula, memungkinkan
sesorang memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan taraf hidupannya
menjadi lebih baik dan sejahtera.

c. Konsep Sekolah Dasar
Pendidikan dapat berlangsung di sekolah sebagai institusi pendidikan
formal, yang diselenggarakan melalui proses belajar mengajar. Suparlan
Suhartono (2008: 46) menyatakan bahwa menurut pendekatan dari sudut
pandang sempit, pendidikan merupakan seluruh kegiatan yang direncanakan
serta dilaksanakan secara teratur dan terarah di lembaga pendidikan sekolah.
Suharjo (2006: 1) menyatakan bahwa sekolah dasar pada dasarnya
merupakan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan
17

enam tahun bagi anak-anak usia 6-12 tahun. Hal senada juga diungkapkan
Fuad Ihsan (2008: 26) bahwa sekolah dasar sebagai satu kesatuan
dilaksanakan dalam masa program belajar selama 6 tahun. Mencermati
kedua pernyataan Suharjo dan Fuad Ihsan dapat dijelaskan bahwa sekolah
dasar merupakan jenjang pendidikan yang berlangsung selama enam tahun.
Pernyataan tentang sekolah dasar lainnya yang dikemukakan oleh
Harmon & J ones (2005: 1) bahwa:
Elementary schools usually serve children between the ages of five and
eleven years, or kindergarten through sixth grade. Some elementary
schools comprise kindergarten through fourth grade and are called
primary schools. These schools are usually followed by a middle school,
which includes fifth through eighth grades. Elementary schools can also
range from kindergarten to eighth grade.

Pernyataan oleh Harmon & J ones agak berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Suharjo yaitu terletak pada usia. J ika Suharjo menyatakan
sekolah dasar lebih ditujukaan pada anak yang berusia 6-12 tahun, maka
Harmon dan J ones menyatakan sekolah dasar biasanya terdiri atas anak-anak
antara usia 5-11 tahun, atau TK sampai kelas enam. Kemungkinan perbedaan
ini terletak pada fisik antara anak yang ada di Indonesia dan anak yang ada di
negara Eropa dan sekitarnya.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah
jenis pendidikan formal untuk peserta didik usia 7 sampai 18 tahun dan
merupakan persyaratan dasar bagi pendidikan yang lebih tinggi. J ika usia
anak pada saat masuk sekolah dasar, merujuk pada definisi pendidikan dasar
dalam Undang-Undang tersebut, berarti pengertian sekolah dasar dapat
18

dikatakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses


pendidikan dasar selama masa enam tahun yang ditujukan bagi anak usia 7-12
tahun. Batasan usia 7-12 tahun inilah yang digunakan peneliti dalam
melakukan penelitian.

d. Tujuan Sekolah Dasar
Proses pendidikan menjadi bagian yang tidak terpisahkan atau bagian
integral dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai subjek
sekaligus objek pembangunan. Dengan demikian, pendidikan harus mampu
melahirkan SDM yang berkualitas dan tidak menjadi beban pembangunan
dan masyarakat, yaitu SDM yang menjadi sumber kekuatan atau sumber
pengerak (driving forces) bagi seluruh proses pembangunan dan kehidupan
masyarakat.
Sekolah memainkan peran yang sangat penting sebagai dasar
pembentukan sumber daya manusia yang bermutu. Melalui sekolah, anak
belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta membangun
karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan. The school function
as a socializing agent by providing the intellectual and social experiences
from which children develop the skill, knowledge, interest, and attitudes that
characterize them as individuals and that shape their abilities to perform
adult roles (Berns, 2004: 212-213).
Bagi anak, ketika masuk ke sekolah dasar menandai suatu perubahan
dimana peran-peran dan kewajiban baru akan dialami. For most children,
19

entering the first grade signal a change a from being a homechild to being
a schoolchild a situation in which new roles and obligations are
experiences Santrock (2004: 355). Melalui sekolah dasar, pertama kalinya
anak belajar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang lebih luas
dengan orang lain yang baru dikenalinya.
Suharjo (2006: 8) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar
sebagai berikut:
1) Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani, bakat dan
minat siswa.
2) Meberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar yang
bermanfaat bagi siswa.
3) Membentuk warga negara yang baik
4) Melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan di SLTP
5) Memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap dasar bekerja di
masyarakat.
6) Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat mengembangkan diri sesuai
dengan asas pendidikan seumur hidup.
Tujuan pendidikan sekolah dasar lainnya dikemukakan oleh Eka
Ihsanudin (2010) yaitu: (1) memberikan bekal kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, (2) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar
yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, (3)
mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SLTP. J ika dicermati,
tujuan pendidikan SD yang dikemukakan oleh Suharjo dan Eka Ihsanidin
memiliki kesamaan yaitu bahwa sekolah dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan
keterampilan dasar bagi anak yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat.
Selain itu, pendidikan sekolah dasar bertujuan mempersiapkan peserta didik
untuk mengikuti pendidikan tingkat menengah
20

e. Karakteristik Anak Sekolah Dasar


1) Perkembangan Fisik dan Kognitif
Masa sekolah dasar berlangsung antara usia 6 12 tahun. Masa ini
sering disebut juga masa sekolah, yaitu masa matang untuk belajar atau
sekolah. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas
yang harus diselesaikan, dan cenderung mudah untuk belajar berbagai
kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada waktu dan
tempatnya dibandingkan dengan masa pra sekolah.
Dilihat dari karateristik anak pertumbuhan fisik dan psikologisnya
anak mengalami pertumbuhan jasmaniah maupun kejiwaannya.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak berlangsung secara teratur
dan terus menerus kearah kemajuan. Anak SD merupakan anak dengan
katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental
maupun fisik (Sugiyanto, 2010: 1). Pada fase ini pertumbuhan fisik anak
tetap berlangsung. Anak menjadi lebih tinggi, lebih berat, lebih kuat, dan
juga lebih banyak belajar berbagai keterampilan.
Pada masa ini juga perkembangan kemampuan berpikir anak
bergerak secara sekuensial dari berpikir konkrit ke berpikir abstrak. Hal
ini sejalan dengan apa yang di kemukakan oleh J ean Piaget (Crain, 2004:
121-131) bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi
konkrit. Pada tahap operasi konkrit ini anak sudah mengetahui simbol-
simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak.
Dalam tahap ini anak mulai berkurang egosentrisnya dan lebih
21

sosiosentris (mulai membentuk peer group). Akhirnya pada tahap operasi


formal anak telah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-
bentuk yang lebih kompleks.
2) Hubungan Orang Tua dan Anak SD
Santrock (2004: 349) menyatakan bahwa as children move into
the middle and late chilhood years, parents spend considerably less time
with them. Pada usia akhir, waktu anak-anak bersama keluarganya
cenderung berkurang. Hal ini dikarenakan anak lebih banyak di sekolah
dan atau bermain dengan teman-teman sebayanya yang banyak menyita
waktu. Anak tidak lagi puas bermain sendirian di rumah, karena anak
mempunyai keinginan kuat untuk diterima sebagai anggota kelompok.
Namun demikian, dalam hal penanaman norma sosial, kontrol, dan
disiplin, orang tua masih memiliki peranan penting bagi anak.
Kontrol yang diberikan orang tua terhadap anak lebih berkaitan
dengan memonitor perkembangan anak, mengarahkan dan memberi
dukungan (support), pemanfaatan waktu secara efektif ketika mereka
langsung berhubungan dengan anak-anaknya. Selain itu, orang tua juga
harus berusaha menanamkan kepada anak kemampuan untuk mengontrol
perilaku mereka sendiri, untuk menghindari resiko cedera, untuk
memahami perilaku yang diharapkan, dan merasakan perhatian ataupun
dukungan dari orang tuanya. Berbagai hal tersebut merupakan bentuk
tanggung jawab orang tua terhadap anaknya.
22

Fuad Ihsan (2008: 63-64) menyatakan bahwa tanggung jawab


pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua
terhadap anak antara lain: (a) memelihara dan membesarkannya, (b)
melindungi dan menjamin kesehatannya, (c) mendidik dengan berbagi
ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi hidupnya, (d)
membahagiakan anak dunia dan akhirat dengan memberikannya
pendidikan anak. Dari penyataan ini, dapat dijelaskan bahwa orang tua
memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak. Pendidikan
yang diberikan oleh orang tua adalah bentuk perhatian orang tua terhadap
anaknya untuk memasuki masa depan yang lebih baik.

2. Putus Sekolah
a. Konsep Putus Sekolah
Ary H. Gunawan (2010: 71) menyatakan bahwa putus sekolah
merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak
mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat
melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Hal ini berarti,
putus sekolah ditujukan kepada sesorang yang pernah bersekolah namun
berhenti untuk bersekolah.
Hal senada diungkapkan oleh Nazili Shaleh Ahmad (2011: 134) bahwa
yang dimaksud dengan putus sekolah yaitu berhentinya belajar seorang
murid baik ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena
berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti
23

sekolah. Hal ini berarti putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang
tidak menyelesaikan pendidikan mereka.
Berdasarkan konsep putus sekolah tersebut maka, yang dimaksud
dengan putus sekolah dalam penelitian ini adalah, terhentinya proses
pendidikan anak dalam menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan mereka
yang oleh karena itu tidak memiliki ijazah SD.

b. Penyebab Putus Sekolah
Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menyatakan bahwa
salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Hal ini berarti, setiap anak Indonesia berhak memperoleh pendidikan
yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa
memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan beberapa hal
penting sebagai berikut:
1) Pasal 4 mengungkapkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diksriminasi.
2) Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok yaitu;
a) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya.
24

b) Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi
anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan
luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Undang-undang tersebut memberi makna bahwa, kesempatan yang
sama untuk memperoleh pendidikan, merupakan hak yang dilindungi oleh
Undang-Undang. Kesempatan itu diberikan kepada semua anak-anak
Indonesia, tanpa melihat latar belakang apapun, termasuk anak yang memiliki
kebolehan fisik atau mental. Sabates, et al. (2011: 1) menyatakan bahwa
policies to improve school progression and reduce the numbers of children
dropping out of school are critical if Universal Primary Education (UPE) is
to be achieved. Namun demikian, masih terdapat sejumlah anak-anak
terutama yang berada di daerah pedesaan tidak bersekolah dan juga
mengalami putus sekolah. Hal ini tentu saja merupakan fenomena yang
berkaitan dengan sejumlah faktor.
Menurut BPS (2010: 36) penyebab utama anak sampai mengalami
putus sekolah adalah karena kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya
pendidikan anak, keterbatasan ekonomi/tidak ada biaya, keadaan geografis
yang kurang menguntungkan, keterbatasan akses menuju ke sekolah, karena
sekolah jauh atau minimnya fasilitas pendidikan. Mudjito AK, (2008: 5)
menyatakan bahwa masih banyaknya siswa SD mengalami putus sekolah
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) rendahnya kemampuan
ekonomi termasuk eksploitasi tenaga anak sebagai pekerja anak oleh orang
25

tuanya demi membantu mencari nafkah keluarga; (2) rendahnya pemahaman


tentang pentingnya pendidikan dan kurangnya dukungan motivasi dari
keluarga.
Mencermati apa yang diungkapkan oleh Mudjito AK memberikan
gambaran bahwa kondisi keluarga sangat mempengaruhi keberlanjutan
sekolah anak, salah satunya adalah kondisi perekonomian keluarga. Hal
senada juga diungkapkan oleh Muhammad Saroni (2011: 148) bahwa,
tingkat perekonomian keluarga pada kenyataannya merupakan salah satu
aspek penghambat kesempatan proses pendidikan dan pembelajaran. Ada
banyak anak usia sekolah yang terhambat, bahkan kehilangan kesempatan
mengikuti proses pendidikan hanya karena keadaan ekonomi keluarga yang
kurang mendukung.
Lebih lanjut Nazili Shaleh Ahmad (2011: 134-135) menyatakan bahwa,
ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah yaitu:
(1) adat istiadat dan ajaran-ajaran tertentu, (2) karena kecilnya pendapatan
orang tua murid, (3) jauhnya jarak antara rumah dan sekolah (4) lemahnya
kemampuan murid untuk meneruskan belajar dari satu kelas ke kelas
selanjutnya dan (5) kurang adanya perhatian dari pihak sekolah.
Mencermati apa yang diungkapkan oleh Nazili Shaleh Ahmad dapat
diketahui bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan anak mengalami
putus sekolah yaitu faktor eksternal anak dan faktor internal anak. Faktor
eksternal anak meliputi adat istiadat atau budaya, faktor ekonomi, jarak yang
ditempuh untuk mengakses sekolah serta kurangnya perhatian dari orang tua
26

dan sekolah. Sedangkan yang termasuk dalam faktor internal anak adalah
kemampuan belajar anak.
Berbagai macam faktor-faktor yang ada tersebut saling berkaitan antara
satu dengan yang lainnya. Maksudnya, faktor ekonomi dapat menyebabkan
rendahnya minat anak, fasilitas belajar dan perhatian orang tua yang kurang.
Faktor minat anak yang kurang dapat diakibatkan oleh perhatian orang tua
dan fasilitas belajar yang rendah, budaya kurang mendukung, dan jarak antara
tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh.
Dari berbagai penjelasan tentang permasalahan yang menyebabkan
anak mengalami putus sekolah dapat diketahui bahwa yang menyebabkan
anak mengalami putus sekolah dipengaruhi oleh berbagai sebab, baik yang
berasal dari internal anak maupun eksternal anak. Dalam penelitian ini,
peneliti akan lebih fokus pada sebab eksternal yaitu perhatian orang tua pada
pendidikan anak.

3. Perhatian Orang Tua pada Pendidikan Anak
a. Pengertian Perhatian Orang Tua
Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk
meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan dan martabatnya sangat diperlukan
bagi pendidikan anak. Dengan kesadaran seperti ini masyarakat akan
mempunyai pandangan bahwa penyelenggaraan pendidikan adalah semata-
mata untuk mereka. Tugas sekolah adalah memberikan pencerahan dan
27

penyadaran di tengah-tengah masyarakat bahwa pendidikan sangatlah penting


artinya untuk peningkatan taraf dan martabat hidup mereka.
Salah satu bentuk dari kesadaran orang tua terhadap keberhasilan
pendidikan anaknya adalah dengan memberikan perhatian. Sumadi
Suryabrata (2006: 14) mengemukakan bahwa terdapat dua definisi mengenai
perhatian yang diberikan oleh para ahli psikologi yaitu: (1) perhatian adalah
pemusatan tenaga psikis tertuju kepada suatu objek dan (2) perhatian adalah
banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang
dilakukan.
Hal senada diungkapkan oleh Baharuddin (2007: 178) bahwa perhatian
merupakan pumusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada suatu sekumpulan objek. Lebih lanjut Baharuddin
mengatakan bahwa perhatian sangat dipengaruhi oleh perasaan dan suasana
hati, serta ditentukan oleh kemaun. Mencermati pernyataan dari Sumadi
Suryabrata dan Baharuddin tersebut dapat dijelaskan bahwa perhatian
merupakan pemusatan seseorang yang diarahkan pada suatu objek tertentu,
dalam hal ini adanya kepedulian terhadap objek tersebut, yang disertai oleh
suasana hati dan kemauan. Pengertian perhatian lainnya yang dikemukakan
oleh Slameto (2010: 105) bahwa, perhatian adalah kegiatan yang dilakukan
seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan ransangan yang datang dari
lingkungannya. Hal ini berarti dalam perhatian adanya proses penyeleksian
dan menuntut kesadaran penuh.
28

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut, dapat


disimpulkan bahwa perhatian merupakan bentuk kepedulian terhadap suatu
kegiatan tertentu. Sedangkan perhatian orang tua yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kepedulian orang tua pada pendidikan anak di sekolah
dasar, sebagai salah satu bentuk kesadaran orang tua pada pendidikan anak.

b. Bentuk-bentuk Perhatian Orang Tua terhadap Pendidikan Anak
Lingkungan keluarga banyak dihubungkan dengan keberhasilan
pendidikan anak. Karena itu, yang bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap pendidikan seorang anak adalah orang tua, di samping
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Orstein dan Levin (T. O.
Ihromi, 2004: 68) menyatakan bahwa persiapan yang dilakukan orang tua
bagi keberhasilan pendidikan anaknya antara lain ditunjukkan dalam bentuk
perhatian terhadap kegiatan pembelajaran anak di sekolah dan menekankan
arti penting pencapain prestasi oleh sang anak. Dari pernyataan tersebut
memberi makna bahwa, bentuk perhatian orang tua pada pendidikan anaknya
dapat dilakukan dengan perhatian pada kegiatan belajar anak dalam hal ini
adalah pengawasan terhadap belajar anak dan pemberian motivasi.
Halim Malik (2011) menyatakan bentuk-bentuk perhatian orang tua
pada pendidikan anak dapat berupa (1) mengontrol waktu belajar dan cara
belajar anak, (2) memantau perkembangan kemampuan akademik anak, (3)
memantau perkembangan kepribadian (sikap, moral, tingkah laku), dan (4)
memantau efektivitas jam belajar di sekolah. Dari pernyataan tersebut,
29

perhatian orang tua pada pendidikan anak terutama ditujukan kepada


perkembangan dan kegiatan belajar anak.
Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan
memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala
usahanya. Begitu juga orang tua harus menunjukkan kerjasamanya dalam
mengarahkan cara anak belajar di rumah, membuat pekerjaan rumahnya,
tidak disita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orang
tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar
(Hasbullah, 2005: 90).
Pernyataan oleh Hasbullah tersebut bermakna bahwa bentuk-bentuk
perhatian orang tua pada pendidikan anak dapat berupa memperhatikan
pengalaman-pengalaman anak selama bersekolah, menghargai segala usaha
anak, membimbing atau mengarahkan anak untuk belajar di rumah serta
memberikan motivasi kepada anak. Dari berbagai macam bentuk-bentuk
perhatian yang telah dipaparkan, adapun bentuk-bentuk perhatian orang tua
pada pendidikan yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah perhatian
terhadap kegiatan belajar anak, pemberian motivasi dan pemenuhan
kebutuhan sekolah anak.
1) Perhatian Orang Tua terhadap Kegiatan Belajar
Sugihartono dkk (2007: 74) berpendapat bahwa belajar merupakan
suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud
perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen
atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.
30

Hal senada diungkapkan Muhibbin Syah (2010: 90) bahwa belajar


dapat dipahami sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. Hal ini berarti dengan belajar akan
membawa perubahan. Dari pengertian belajar yang dikemukakan oleh
Muhibbin Syah dan Sugihartono, terdapat dua unsur pokok dalam belajar
yaitu (1) adanya proses perubahan tingkah laku (2) proses belajar terjadi
karena ada interaksi dengan lingkungan. J adi dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang ke arah
yang lebih baik, sebagai hasil dari pengalaman seseorang dalam proses
pembelajaran dan interaksi dengan lingkungan.
Nana Sudjana (2005: 105) menyatakan bahwa kegiatan belajar
atau aktivitas belajar sebagai proses terdiri atas enam unsur yaitu tujuan
belajar, peserta didik yang termotivasi, tingkat kesulitan belajar,
stimulus dari lingkungan, peserta didik yang memahami situasi, dan
pola respon peserta didik. Dari apa yang dikemukakan Nana Sudjana
memberikan gambaran bahwa dalam kegiatan belajar melibatkan dua
unsur utama, yaitu unsur yang berasal dari dalam siswa dan unsur yang
berasal dari luar siswa berupa stimulus dari lingkungan, salah satunya
adalah stimulus yang berasal dari perhatian orang tua.
Belajar memerlukan bimbingan orang tua agar sikap dewasa dan
tanggung jawab belajar tumbuh pada diri anak (Abu Ahmadi dan
31

Widodo Supriyono, 2004: 87). Hal ini berarti, perhatian orang tua
membantu perkembangan belajar anak dan menumbuhkan rasa
tanggung jawab terhadap anak dalam menyelesaikan semua tugas
sekolah yang diberikan. Dengan perhatian orang tua dapat membantu
anak dalam mengatasi kesulitannya dalam belajar, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Mulyono Abdurrahman (2009: 11) bahwa kesulitan
belajar akademik dapat diketahui oleh guru atau orang tua, ketika anak
gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan.
Selain itu, orang tua dituntut untuk dapat membentuk suasana
belajar di rumah yang menyenangkan. Peran orang tua dalam
membentuk lingkungan belajar yang kondusif di rumah antara lain (E.
Mulyasa, 2005: 167-168):
a) Menciptakan budaya belajar di rumah.
b) Memprioritaskan tugas yang terkait secara langsung dengan
pembelajaran di sekolah.
c) Mendorong anak untuk aktif dalam berbagai kegiatan dan
organisasi sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun
ekstrakurikuler.
d) Memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan
gagasan, ide, dan berbagai aktivitas yang menunjang kegiatan
belajar.
e) Menciptakan situasi yang demokratis di rumah agar tukar pendapat
dan pikiran sebagai sarana belajar dan membelajarkan.
f) Memahami apa yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh
sekolah, dalam mengembangkan potensi anaknya.
g) Menyediakan sarana belajar yang memadai, sesuai dengan
kemampuan orang tua dan kebutuhan sekolah.

32

Lebih lanjut Nasruddin (2009: 65-66) menguraikan langkah-


langkah yang harus dilakukan orang tua berhubungan dengan proses
belajar anak, antara lain:
a) Setiap ada pekerjaan rumah (PR) orang tua harus membantu dalam
menyelesaikannya apabila anak mendapat kesukaran.
b) Memberikan petunjuk atau bimbingan kepada anak tentang cara-
cara belajar yang efektif.
c) Mengatur kedisiplinan waktu yang teratur kepada anak agar dapat
memanfaatkan waktunya sebaik mungkin dalam belajar, bekerja
dan waktu istirahat.
d) Mengontrol setiap ada kegiatan di rumah, apakah ada kegiatan
belajar yang diberikan guru di sekolah.
e) Memenuhi segala kebutuhan anak yang dapat menunjang proses
belajar misalnya tentang buku-buku pelajaran dan alat-alat tulis
menulis.
f) Setiap belajar anak diikuti secara seksama, apakah benar-benar
belajar atau tidak.
g) Mengusahakan bantuan dari orang lain bila orang tuanya tidak
mampu menyelesaikan kesulitan belajar anak.
h) Mengecak kehadiran anaknya di sekolah, baik dengan menanyakan
kepada guru-guru, ataupun melalui teman-teman sekelasnya atau
melalui absen kehadiran di sekolah.

Peranan orang tua yang dikemukakan oleh Mulyasa dan
Nasruddin tersebut memberikan gambaran bahwa, sesungguhnya orang
tua merupakan penanggung jawab utama pendidikan anak. Dalam
pengertian ini, keberhasilan belajar anak di sekolah bukan hanya
merupakan usaha dari guru dan anak sebagai peserta didik, tetapi
keberpihakan orang tua yang memberikan dukungan berupa perhatian,
dorongan dan pengawasan kepada anaknya untuk belajar di rumah ikut
memberikan andil. Dengan kata lain, orang tua mempunyai peranan
besar terhadap keberhasilan pendidikan anak.
33

2) Memberikan Motivasi
Oemar Hamalik (2004: 173) menyatakan bahwa istilah motivasi
menunjuk kepada semua gejala yang terkandung dalam semua stimulasi
tindakan ke arah tujuan tertentu dimana sebelumnya tidak ada gerakan
menuju ke arah tujuan tersebut. Hal ini berarti motivasi sebagai
pendorong bagi seseorang untuk melakukan kegiatan. Peran motivasi
yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang,
semangat untuk belajar dan sekolah.
Pengertian motivasi lainnya dikemukakan oleh Santrock (2008:
510) bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan
kegigihan perilaku yang penuh energi, dan bertahan lama. Dari apa yang
dikemukakan oleh Santrock ini dapat dijelaskan bahwa dengan
memberikan motivasi akan memberikan semangat kepada seseorang
untuk terus berusaha sekuat tenaga dalam mencapai sesuatu yang
diinginkan.
Sebagai pendidik yang utama dan pertama bagi anak, orang tua
sudah seharusnya mampu memberikan dorongan dalam hal ini
memotivasi anak untuk terus belajar. Ngalim Purwanto (2007: 105)
mengatakan bahwa jika guru atau orang tua dapat memberikan motivasi
yang baik pada anak-anak timbullah dalam diri anak itu dorongan dan
hasrat untuk belajar lebih baik. Anak dapat menyadari apa gunanya
belajar dan apa tujuan yang hendak dicapai dengan pelajaran itu, jika
34

diberi perangsang, diberi motivasi yang baik dan sesuai. Dari apa yang
dikemukakan oleh Ngalim Purwanto tersebut diketahui bahwa motivasi
memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan belajar anak.
Dengan motivasi belajar yang tinggi akan memberikan semangat bagi
anak yang bersangkutan untuk tetap bersekolah walaupun dengan
ekonomi yang tidak memadai. Berbeda dengan anak yang motivasi
belajarnya rendah, maka semangat untuk bersekolah juga rendah, yang
pada akhirnya berpeluang besar untuk putus sekolah.
3) Pemenuhan Kebutuhan Sekolah
Di samping memberikan perhatian pada kegiatan belajar anak dan
motovasi, bentuk perhatian orang tua yang tidak kalah pentingnya adalah
memenuhi kelengkapan kebutuhan sekolah anak. Kebutuhan sekolah
adalah segala alat dan sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
pendidikan anak. Kebutuhan tersebut bisa berupa ruang belajar anak,
seragam sekolah, buku-buku, alat-alat belajar, dan lain-lain.
Kebutuhan belajar, menurut Bimo Walgito (Insan Cita, 2012: 3),
adalah segala alat dan sarana yang diperlukan untuk menunjang kegiatan
belajar anak. Kebutuhan tersebut bisa berupa ruang belajar anak, seragam
sekolah, buku-buku, alat-alat belajar, dan lain-lain. Belajar tidak akan
berjalan dengan baik tanpa alat-alat belajar yang cukup. Hal ini berarti,
salah satu penunjang keberhasilan pendidikan anak adalah didukung
sarana sekolah yang memadai. Dengan adanya fasilitas sekolah yang
35

memadai, maka anak menjadi termotivasi untuk ke sekolah. Anak tidak


merasa kesulitan dan bersemangat dalam melakukan kegiatan belajar
karena semua fasilitas belajarnya telah tersedia.

c. Hubungan Perhatian Orang Tua dengan Putus Sekolah
Para ahli sosiologi menyatakan bahwa proses sosialisasi pertama dan
utama dari proses sosialisasi di dalam kebudayaan masyarakat manusia
adalah sosialisasi di lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan
media pertama dan utama yang secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan peserta didik (Conny R.
Semiawan, 2009: 79). Di dalam keluarga anak belajar melakukan interaksi
sosial yang pertama serta mulai mengenal tentang perilaku-perilaku yang
diperankan oleh orang lain di lingkungannya. Dengan kata lain, pengenalan
tentang nilai-nilai budaya masyarakat dimulai dari lingkungan keluarga.
Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting bagi pertumbuhan
dan perkembangan pribadi anak. Untuk itu, peran dari keluarga sangat
dibutuhkan sebagai salah satu penentu keberhasilan perkembangan dan
penyelengaraan pendidikan anak. Menurut Altenhofen (Salkind, NJ , 2008:
298) Family features have been found to be the most predictive determinants
to child development outcomes for children in early care and education
settings
Berns (2004: 239) menyatakan when families are involved, children
benefit by having a more positive attitude toward learning, better attendance,
36

fewer placements in special education, better grades, and increased


likelihood of graduating from high school and going to work or continuing
their education. Dari apa yang dikemukakan oleh oleh Berns tersebut, dapat
diketahui pentingnya keterlibatan orang tua pada pedidikan anak. Dengan
keterlibatan orang tua, anak akan memiliki sikap yang positif terhadap belajar
sehingga memperoleh nilai yang baik dan memungkinkan anak untuk
meneruskan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta menyelesaikan
pendidikannya.
Dalam proses pendidikan anak, perhatian orang tua merupakan faktor
yang sangat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan anak dalam menempuh
pendidikannya. Dengan perhatian, orang tua akan mau dan dapat memikirkan
berbagai kebutuhan dan keperluan anak dalam proses pendidikannya. Dengan
perhatian, orang tua dapat menerima dan memilih stimuli yang relevan
dengan permasalahan yang dihadapinya. Perhatian dapat membuat orang tua
mengarahkan diri ke tugas-tugas yang merupakan kewajiban yang harus
dipenuhi terhadap tuntutan anak, memfokuskan diri pada masalah yang harus
diselesaikan terlebih dahulu dan mengabaikan hal-hal yang tidak relevan
(Halim Malik, 2011).
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Halim Malik tersebut dapat
dijelaskan bahwa keterlibatan orang tua pada pendidikan anak, dengan
memberikan perhatian merupakan salah satu penentu keberhasilan anak
dalam menyelesaikan studinya. Dengan kata lain orang tua yang tidak
37

memberikan perhatian akan pendidikan anaknya, kemungkinan akan


mengalami kegagalan.
Orang tua yang kurang atau bahkan tidak memperhatikan pendidikan
anaknya, misalnya merasa acuh tak acuh terhadap belajar anaknya,
tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan
kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu
belajarnya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajarnya, tidak
memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu
bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang
dialami dalam belajar dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak atau
kurang berhasil dalam belajarnya (Slameto, 2010: 61).

Pernyataan Slameto tersebut memberi gambaran bahwa, orang tua yang
tidak memberikan perhatian terhadap pendidikan anak, menyebabkan anak
tidak berhasil dalam belajarnya yang pada akhirnya akan berdampak pada
keberlangsungan pendidikan anak. Hal ini berdasarkan suatu asumsi bahwa
ketidakberhasilan anak dalam belajar merupakan salah satu faktor anak untuk
berhenti sekolah. Anak dengan hasil belajar yang baik, akan memiliki
motivasi untuk terus bersekolah, sebaliknya anak yang terus menerus
mempunyai hasil belajar yang rendah akan merasa minder dan tidak semangat
untuk pergi ke sekolah.
J adi dapat disimpulkan bahwa perhatian orang tua erat kaitannya
dengan keberlangsungan pendidikan anak. Orang tua yang memberikan
perhatian pada pendidikan anaknya lebih mungkin untuk menyelesaikan
studinya, sedangkan anak dengan perhatian yang kurang, dapat menyebabkan
terhentinya proses pendidikan anak atau mengalami putus sekolah.

38

d. Kendala-kendala Perhatian Orang Tua dalam Memberikan


Perhatian pada Pendidikan Anak
Siskandar (2008: 668) menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang
menyebabkan rendahnya peran serta masyarakat khususnya orang tua pada
penyelenggaraan pendidikan. Pertama, adalah kurangnya kesadaran orang tua
akan kewajiban mereka untuk menyelenggarakan pendidikan. Kedua, rasa
ketidaktahuan orang tua berkaitan dengan bentuk partisipasi yang bisa mereka
berikan. Dari apa yang dikemukan oleh Siskandar ini dapat diketahui bahwa,
ketidaksadaran dan kurangnya pengetahuan orang tua akan pentingnya
pendidikan bagi anaknya, menyebabkan kurangnya perhatian pada
pendidikan anak.
Ketidaksadaran dan kurangnya pengetahuan orang tua akan pentingnya
pendidikan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua. Menurut
Schneider & Coleman (Santrock, 2008: 532) orang tua dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mungkin percaya bahwa keterlibatan
mereka dalam pendidikan anak adalah penting. Mereka lebih mungkin untuk
berpartisipasi dalam pendidikan anak dan memberi stimuli intelektual di
rumah. Hal ini berarti tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi baik
tidaknya perhatian orang tua akan pendidikan anak.
Penyebab lainnya yang merupakan kendala orang tua untuk
mencurahkan perhatian pada pendidikan anaknya adalah kendala ekonomi
keluarga, sebagaimana yang ditemukan oleh Burhanudin (2007: 20) dalam
penelitiannya di Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi
NTB. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, rendahnya perhatian orang
39

tua terhadap pendidikan anak dapat disebabkan karena kondisi ekonomi


keluarga atau rendahnya pendapatan orang tua si anak sehingga perhatian
orang tua lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
Keadaan sosial ekonomi keluarga memiliki peranan krusial terhadap
proses perkembangan anak-anak. Anak memiliki kesempatan lebih luas untuk
mengembangkan pengetahuan dan beragam kecakapan atas jaminan dan
dukungan ekonomi orang tua untuk memungkinkan terjaganya hubungan
orang tua dan anak-anaknya, karena orang tua akan lebih fokus perhatiannya
kepada anak-anak dan perkembangannya (Abdullah Idi, 2011: 180).
Pernyataan oleh Abdullah Idi tersebut, menggambarkan bahwa salah satu
faktor yang menyebabkan baik tidaknya perhatian orang tua pada pendidikan
anak adalah keadaan ekonomi keluarga. Dengan keadaan ekonomi yang baik,
anak memiliki kesempatan untuk terus bersekolah ke jenjang yang lebih
tinggi, namun sebaliknya keadaan ekonomi keluarga yang kurang dapat
menyebabkan terhentinya pendidikan anak.
Kendala lainnya yang menyebabkan kurangnya pemberian perhatian
orang tua pada pendidikan anak adalah jumlah tanggungan keluarga. Hal ini
sebagaimana yang dinyatakan oleh Umar Tirtorahardjo dan La Sulo (2008:
171) bahwa banyaknya anggota keluarga dan urutan kelahiran seorang anak
mempunyai pengaruh terhadap perhatian. Hal ini berarti, semakin
40

banyaknya jumlah anak dalam keluarga maka akan semakin kecil perhatian
orang tua terhadap pendidikan anak.
Selain itu, persepsi dari orang tua akan pendidikan juga sangat
menentukan keberhasilan pendidikan seorang anak. Bimo Walgito (2010: 99)
menyatakan bahwa, persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh
penginderaan, yang merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu
melalui alat reseptornya. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan bahwa
persepsi merupakan suatu proses pemberian arti terhadap lingkungan
disekitarnya oleh seorang individu yang diterima melalui inderanya.
Gibson, et al. (2003: 98-101) mendefinisikan persepsi sebagai proses
dari seseorang dalam memahami lingkungannya yang melibatkan
pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu pengalaman
psikologis. Lebih lanjut Gibson menyatakan, individu yang berbeda dapat
melihat hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda. Namun
kenyataannya adalah bahwa tidak seorangpun melihat realitas, tetapi yang
dilakukan adalah menginterpretasikan apa yang dilihat dan menyebutnya
sebagai realitas.
Mencermati pernyataan tentang persepsi oleh Gibson, dapat dijelaskan
bahwa dalam persepsi terdapat tiga komponen yaitu: (1) adanya proses
seleksi terhadap stimulan yang berasal dari luar, yang artinya tidak semua
rangsangan dari luar akan direspon oleh individu, namun akan diseleksi
terlebih dahulu. Hal ini berarti, persepsi seseorang akan menumbuhkan sikap
41

selektifitas terhadap pengaruh yang terdapat di lingkungan sekitarnya, (2)


interpretasi, yaitu proses pengorganisasian atau penafsiran informasi, dan (3)
reaksi, yang merupakan bentuk tingkah laku akibat interpretasi.
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka persepsi berkenaan
dengan tanggapan atau cara pandang seseorang terhadap dunia eksternal atau
sesuatu di luar dirinya yang bersifat riil dan merupakan kombinasi dari
pancaindera yang dimilikinya. Cara pandang dapat berupa pengetahuan atau
pemahaman akan sesuatu. Dengan demikian persepsi orang tua tentang
pendidikan anak adalah tanggapan atau cara pandang orang tua terhadap arti
pendidikan. Artinya kemampuan orang tua dalam melihat manfaat pendidikan
bagi anaknya. Orang tua yang memiliki persepsi yang positif terhadap
pendidikan, akan berdampak baik terhadap keberhasilan pendidikan anak,
sebaliknya orang tua yang memiliki persepsi yang negatif terhadap
pendidikan, dapat menyebabkan terhentinya pendidikan anak.
Berdasarkan beberapa kendala-kendala perhatian yang telah dipaparkan
tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perhatian orang tua pada
anaknya terutama untuk menikmati pendidikan berkaitan erat dengan
berbagai aspek kehidupan dalam keluarga. Berbagai aspek tersebut,
merupakan penentu untuk anak dapat terus bersekolah atau malah berhenti
untuk bersekolah.

42

4. Strategi Sekolah dalam Mengatasi Permasalahan Putus Sekolah


Pendidikan merupakan masa depan bangsa sehingga sudah menjadi
kewajiban bagi semua untuk memikul tanggung jawab bersama, baik itu oleh
pemerintah, keluarga maupun sekolah dalam menyikapi segala permasalahan pada
pendidikan anak, terutama yang terkait dengan putus sekolah. Salah satu upaya
antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi permasalahan putus
sekolah adalah dengan menerbitkan kebijakan yang populer yaitu Bantuan
Operasional Sekolah (BOS). Melalui dana BOS, diharapkan angka putus sekolah
terutama pada jenjang sekolah dasar dapat diminimalisir. Upaya menekan angka
putus sekolah dapat dilakukan antara lain dengan: (1) memberikan beasiswa; (2)
menciptakan layanan pendidikan alternatif bagi siswa yang rentan dan telah putus
sekolah; (3) Advokasi tentang pentingnya pendidikan termasuk pendekatan
budaya kepada kelompok masyarakat tertentu yang belum memahami pentingnya
pendidikan (Mudjito AK, 2008: 5).
Terdapat dua penekanan dari pernyataan Mudjito AK terkait dengan upaya
mengatasi permasalahan anak putus sekolah tersebut yaitu, upaya kuratif dan
preventif. Langkah kuratif diambil bagi anak yang telah mengalami putus sekolah
dengan jalan memberikan pendidikan alternatif. Sedangkan upaya preventif, yaitu
upaya mengurangi atau pencegahan jangan sampai anak mengalami putus
sekolah. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan beasiswa kepada
anak yang rentang putus sekolah. Langkah lainya adalah dengan cara melakukan
penyuluhan akan arti penting pendidikan untuk anak bagi pihak masyarakat
43

khususnya para orang tua. Langkah ini dapat ditempuh oleh pihak sekolah yang
dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dan melakukan komunikasi atau dialog
tatap muka dengan orang tua. Melalui kerjasama dan komunikasi yang intens
antara pihak sekolah dan orang tua, diharapkan dapat membangkitkan kesadaran
orang tua untuk terus menyekolahkan anak-anaknya.
Suryosubroto (1998: 55-57) menyatakan dasar kerja sama sekolah dengan
orang tua siswa adalah, karena adanya kesamaan tanggung jawab dalam
penyelenggaraan pendidikan dan kesamaan tujuan untuk membentuk manusia
yang berguna bagi bangsa dan negara. Adapun tujuan kerja sama sekolah dengan
orang tua adalah: (1) saling membantu dan saling mengisi, (2) membantu
keuangan dan barang, (3) mencegah perbuatan yang kurang baik, dan (4)
membuat rencana yang baik untuk anak. Dari apa yang dikemukakan oleh
Suryosubroto dapat diketahui pentingnya kerjasama sekolah dengan orang tua
dalam upaya untuk menyukseskan pendidikan anak.
Hasbullah (2005: 91-94) menyatakan pada dasarnya cukup banyak cara
yang ditempuh untuk menjalin kerjasama antara keluarga dengan sekolah, antara
lain:
1) Adanya kunjungan ke rumah anak didik. Kunjungan berdampak positif yaitu:
(a) melahirkan perasaan pada anak didik bahwa sekolahnya selalu
memperhatikan dan mengawasinya, (b) memberi kesempatan kepada si
pendidik melihat sendiri dan mengobservasi langsung cara anak didik belajar,
latar belakang hidupnya, dan tentang masalah-masalah yang dihadapinya
dalam keluarga, (c) pendidik berkesempatan untuk memberikan penerangan
kepada orang tua anak didik tentang pendidikan yang baik, cara-cara
menghadapi masalah-masalah yang sedang dialami anaknya, (d) hubungan
44

antara orang tua dan sekolah akan bertambah erat, (e) dapat memberikan
motivasi kepada orang tua anak didik untuk lebih terbuka dan dapat bekerja
sama dalam upaya memajukan pendidikan anaknya, (f) pendidik mempunyai
kesempatan untuk mengadakan interview mengenai berbagai macam keadaan
atau kejadian tentang sesuatu yang ingin ia ketahui, dan (g) terjadinya
komunikasi dan saling memberikan informasi tentang keadaan anak serta
saling memberi petunjuk antara guru dengan orang tua.
2) Diundangnya orang tua ke sekolah.
3) Case conference yaitu rapat atau konferensi tentang kasus. Biasanya
digunakan dalam bimbingan konseling. Tujuannya adalah mencari jalan yang
paling tepat agar masalah anak didik dapat diatasi dengan baik.
4) Badan pembantu sekolah yaitu organisasi orang tua murid atau wali murid
dan guru. Organisasi dimaksud merupakan kerja sama yang paling
terorganisir antara sekolah atau guru dengan orang tua murid.
5) Mengadakan surat menyurat antara sekolah dan keluarga, diperlukan terutama
pada waktu-waktu yang sangat diperlukan bagi perbaikan pendidikan anak
didik, seperti surat peringatan dari guru kepada orang tua jika anaknya perlu
giat, sering membolos, sering berbuat keributan, dan sebagainya.
6) Adanya daftar nilai atau rapor, yang dipakai sebagai penghubung antara
sekolah dengan orang tua.

Mencermati pendapat Hasbullah terlihat bahwa ada enam cara yang dapat
dilakukan oleh pihak sekolah untuk melakukan kerjasama dengan orang tua. Pada
umumnya cara-cara tersebut bertujuan untuk membangun kesadaran orang tua
untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya. Hubungan yang positif antara
sekolah dan rumah merupakan salah satu kontribusi penting bagi prestasi murid di
sekolah (Wlodkowski, J . R & J udit H. J , 2004: 95). Dengan prestasi yang baik,
kemungkinan besar anak untuk menyelesaikan pendidikannya terutama pada
jenjang sekolah dasar.


45

B. Kajian Peneltian yang Relevan


1. Penelitian Slamet Widiyono (2007) yang berjudul Partisipasi Masyarakat
dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun di
Desa Sawangan dan Banyuroto, Sawangan Magelang. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Sawangan dalam
pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun masih rendah.
Masyarakat Desa Sawangan memiliki pemahaman yang lebih baik akan arti
penting pendidikan bagi anaknya. Masyarakat Desa Banyuroto kurang
memperhatikan pendidikan anaknya. Selain karena latar belakang pendidikan
orang tua yang rendah, pada umumnya masyarakat Desa Banyuroto harus
merantau untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
2. Tutut Faridawati (2011) dengan judul penelitian Pengaruh Fasilitas Belajar
Dan Perhatian Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas
Atas SD Negeri Ngepringan 2 Kecamatan J enar Kabupaten Sragen Tahun
2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fasilitas Belajar (x
1
) dan
perhatian orang tua (x
2
) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi belajar matematika siswa (Y). Untuk uji diperoleh angka sebesar
0,482 artinya bahwa prestasi belajar matematika siswa dipengaruhi oleh
fasilitas belajar dan perhatian orang tua sebesar 48,2% dan sisanya 51,8%
dipengaruhi oleh variabel lain.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Gigih Mulpratangga (2011) dengan judul
Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Kemandirian Belajar Terhadap Prestasi
Belajar Siswa Kelas V SD Negeri 2 Rejosari Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil
46

penelitiannya menunjukkan bahwa: (a) Ada pengaruh yang signifikan antara


perhatian orang tua terhadap prestasi belajar pada siswa kelas V SD Negeri 2
Rejosari tahun ajaran 2010/2011. (b) Ada pengaruh yang signifikan antara
kemandirian belajar terhadap prestasi belajar pada siswa kelas V SD Negeri 2
Rejosari tahun ajaran 2010/2011. (c) Ada pengaruh yang signifikan antara
perhatian orang tua dan kemandirian belajar secara bersama-sama
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Rejosari
2010/2011 .
Penelitian ini lebih berfokus pada perhatian orang tua terhadap pendidikan
anak di sekolah dasar. Aspek yang diteliti meliputi perhatian orang tua dalam
proses pendidikan anak di sekolah yang dilihat berdasarkan bentuk-bentuk
perhatian orang tua pada pendidikan anak. Hubungan perhatian orang tua dengan
putus sekolah dan kendala-kendala yang dihadapi orang tua dalam memberikan
perhatian pada pendidikan anaknya. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat
strategi dari pihak sekolah untuk meningkatkan perhatian orang tua pada
pendidikan anak yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan putus sekolah.

C. Kerangka Pikir
Hak untuk memperoleh pendidikan yang layak merupakan salah satu hak
asasi manusia yang utama. Pemerintah pada umumnya maupun orang tua
bertanggung jawab secara penuh atas pendidikan anak. Hal ini sesuai dengan
kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20
tahun 2003 ayat 7 yang menyatakan bahwa orang tua dari anak usia belajar
47

berkewajiban memberikan pendidikan dasar bagi anaknya. Hal ini berarti orang
tua dituntut memberikan perhatian pada pendidikan anak terutama pada
pendidikan dasar khususnya pada jenjang sekolah dasar.
Penelitian tentang Perhatian Orang Tua Pada Pendidikan Anak Di Sekolah
Dasar ini, difokuskan pada beberapa permasalahan yaitu: terkait dengan perhatian
orang tua dalam proses pendidikan anak di sekolah. Perhatian orang tua akan
pendidikan anak adalah kepedulian orang tua pada pendidikan anak di sekolah
dasar, sebagai salah satu bentuk kesadaran orang tua pada pendidikan anak.
Mengingat perhatian orang tua akan memberi pengaruh pada perilaku dan segala
aktivitas pendidikan anak yang secara langsung juga akan berpengaruh terhadap
keberlangsungan sekolah anak. Anak dengan perhatian yang kurang dari orang
tuanya akan mempunyai kemungkinan untuk mengalami putus sekolah.
Perhatian orang tua dapat dilihat dari bentuk-bentuk perhatian orang tua
meliputi perhatian dalam kegiatan belajar, pemberian motivasi dan pemenuhan
fasilitas sekolah anak. Dengan adanya perhatian orang tua terhadap kegiatan
belajar anak akan menumbuhkan prestasi belajar anak di sekolah. Pemberian
motivasi bertujuan untuk memberikan dorongan kepada anak untuk terus
bersekolah hingga selesai. Hal ini dikarenakan dengan perhatian serius dari orang
tua terhadap pendidikan anaknya akan dapat menjadi motivasi atau pendorong
bagi anak untuk terus bersekolah hingga selesai khususnya di sekolah dasar.
Pemenuhan fasilitas sekolah terkait dengan pemenuhan sarana prasarana sekolah,
sehingga anak menjadi nyaman dan memiliki semangat yang tinggi untuk terus
bersekolah.
48

Dalam memberikan perhatian terhadap pendidikan anaknya, terdapat


kendala-kendala yang dihadapi orang tua. Yang dimaksud dengan kendala-
kendala perhatian dalam penelitian ini adalah, segala bentuk hambatan yang
menyebabkan tidak atau kurangnya orang tua dalam memberikan perhatian
terhadap pendidikan anaknya, yang mana berbagai kendala tersebut sangat
mempengaruhi untuk keberlangsungan pendidikan anak untuk meneruskan ke
jenjang berikutnya.
Peran sekolah sangatlah penting dalam mengatasi permasalahan putus
sekolah. Untuk itulah harus ada strategi dari pihak sekolah, yaitu segala cara atau
upaya pihak sekolah yang dapat meningkatkan perhatian orang tua pada
pendidikan anaknya guna mengatasi permasalahan putus sekolah. Strategi lebih
ditujukan untuk memotivasi para orang tua untuk lebih memperhatikan anak-
anaknya, terutama dalam mendampingi dan memotivasi anak untuk belajar di
rumah serta melengkapi segala kebutuhan sarana dan prasarana sekolah anak.
Dengan begitu, diharapkan jumlah anak yang mengalami putus sekolah akan
berkurang.

D. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan, maka
pertanyaan dalam penelitian ini adalah:
1. Terkait dengan bentuk-bentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak:
a. Bagaimanakah perhatian yang diberikan orang tua terhadap kegiatan
belajar anak?
49

b. Bagaimanakah motivasi yang diberikan oleh orang tua terhadap


pendidikan anak?
c. Bagaimanakah perhatian orang tua terhadap pemenuhan fasilitas
pendidikan anak?
2. Terkait dengan hubungan antara perhatian orang tua dengan anak putus
sekolah di sekolah dasar:
a. Bagaimanakah kecenderungan perhatian orang tua terhadap kegiatan
belajar anak dengan putus sekolah di sekolah dasar?
b. Bagaimanakah kecenderungan pemberian motivasi dengan putus sekolah
di sekolah dasar?
3. Terkait dengan kendala-kendala perhatian orang tua pada pendidikan anak:
a. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh orang tua dalam
memberikan perhatian pada pendidikan anak di sekolah dasar?
4. Terkait dengan strategi pihak sekolah untuk mengatasi permasalahan anak
yang putus sekolah terkait dengan perhatian orang tua terhadap pendidikan
anak?
a. Upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengatasi
permasalahan anak yang putus sekolah terkait dengan perhatian orang tua
terhadap pendidikan anak?
b. Hal-hal apakah yang menjadi penghambat bagi pihak sekolah dalam
menjalankan upayanya untuk mengatasi permasalahan anak yang putus
sekolah terkait dengan perhatian orang tua terhadap pendidikan anak?

Вам также может понравиться