Вы находитесь на странице: 1из 11

RINGKASAN

Banjir lumpur panas Sidoarjo atau yang kini familiar dengan nama lumpur lapindo
atau lumpur Sidoarjo (LuSi) merupakan suatu bencana ekologi berskala nasional yang berupa
penyemburan gas beracun dan lumpur panas di sekitar sumur pengeboran Banjar Panji-1
(BJP-1) milik PT Lapindo Brantas Inc yang berlokasi di Dusun Balongnongo, Desa
Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Peristiwa bencana yang
terjadi pada 26 Mei 2006 ini telah menimbulkan banyak dampak negatif dalam skala lokal
maupun nasional. Dalam skala lokal, bencana semburan lumpur lapindo ini telah
menyebabkan adanya kerusakan infrastruktur pada beberapa lokasi di Porong, Sidoarjo.
Diketahui, ribuan tempat tinggal warga dan puluhan tempat ibadah rusak akibat diterjang
lumpur panas. Ratusan hektar lahan pertanian dan perkebunan pun tak dapat menghasilkan
lagi karena terendam lumpur. Bahkan, saluran irigasi dan beberapa jalur transportasi tak lagi
dapat beroperasi setelah terjadinya bencana ini. Bukan hanya itu saja, menurut hasil uji
toksikologis yang dilakukan oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), dapat diketahui
bahwa sampel dari lumpur lapindo mengandung logam berat, seperti timbal dan kadmium
yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika logam berat yang terkandung dalam
lumpur lapindo ini mencemari lingkungan, maka dapat meningkatkan terjadinya resiko akan
berbagai penyakit, seperti penyakit saraf, hati, ginjal, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut), demam berdarah, dan juga diare. Masalah penyakit ini adalah masalah berskala lokal,
yang berpotensi untuk meluas menjadi masalah berskala nasional.
Bila ditelaah lebih lanjut, ada dua pendapat mengenai penyebab terjadinya semburan
lumpur lapindo ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa terjadinya bencana semburan
lumpur lapindo, disebabkan oleh gempa bumi berskala 6,3 skala richter yang telah melanda
kota Yogyakarta beberapa jam sebelumnya. Pendapat ini didukung oleh beberapa peneliti,
seperti Maurice Dusseault, PhD. dari Universitas Waterloo, Kanada dan Baldeo Singh, dari
Massachusetts Institute of Technology, Amerika Serikat. Namun, di sisi lain, ada pula
kelompok ilmuwan yang berpendapat bahwa bencana semburan lumpur lapindo lebih
disebabkan karena adanya kesalahan dalam prosedur pengeboran yang dilakukan oleh PT
Lapindo Brantas. Pendapat ini didukung oleh Richard Davies dari Universitas Durham,
Inggris.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan
ini sesegera mungkin. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan
semburan lumpur ini adalah dengan menggunakan Snubbing Unit. Snubbing Unit adalah alat
yang digunakan untuk menemukan rangkaian mata bor yang dulunya digunakan untuk
pengeboran, namun kini tertinggal di dalam lubang sumur, lalu mendorong mata bor tersebut
masuk ke dasar sumur. Namun, dalam kenyataannya, ketika mata bor telah ditemukan, mata
bor tak bisa didorong ke dasar sumur, sehingga lumpur tetap menyembur.
Cara lain yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan pengeboran miring
(sidetracking), membangun sumur baru dan waduk, maupun dengan memasukkan bola beton
ke pusat semburan untuk mengurangi debit lumpur yang keluar, ternyata berujung pada
kegagalan. Cara terkini yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan mengalirkan lumpur lapindo tersebut langsung ke sungai porong, tanpa adanya
pengolahan terlebih dahulu. Namun demikian, cara ini sangatlah berpotensi untuk merusak
ekosistem dan membahayakan kesehatan manusia karena adanya kandungan logam berat di
dalamnya. Oleh karena itu, salah satu solusi yang mungkin dilakukan untuk memecahkan
masalah ini adalah dengan mengekstraksi kandungan logam berat (timbal dan kadmium)
yang terdapat di dalam lumpur lapindo dengan menggunakan metode ekstraksi reaktif.
Ekstraksi adalah suatu proses untuk memisahkan suatu zat terlarut yang terdapat di
dalam zat pelarut (solvent). Proses ekstraksi untuk kekentalan tinggi dapat diterapkan untuk
mengekstraksi logam berat yang terkandung dalam lumpur Lapindo. Di sini, ekstraksi reaktif
lebih dipilih untuk digunakan dibandingkan ekstraksi fisis (physical extraction) untuk
memutus rantai ikatan Pb dan Cd dalam lumpur tersebut. Mekanismenya adalah lumpur yang
mengandung senyawa Pb atau Cd, dicampur dengan isododekana sebagai pelarutnya
(solvent). Lalu, D-2-EHPA (di-2-ethylhexylphosporic acid) digunakan sebagai penukar kation
sehingga Pb atau Cd yang terdapat di dalam lumpur, dapat terlarut dalam pelarutnya.
Hal pertama yang kami lakukan dalam menulis proposal ini adalah merumuskan
permasalahan yang terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur, berkaitan dengan adanya kandungan
logam berat yang berbahaya yang terkandung di dalam lumpur lapindo yang membanjiri
wilayah tersebut. Selanjutnya, dikumpulkan data-data hasil pengujian toksikologi dari sampel
lumpur lapindo, yang dilakukan oleh berbagai pihak peneliti. Selain itu, juga dikumpulkan
landasan teori maupun kondisi terkini yang menyangkut masalah lumpur lapindo tersebut.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan fasilitas internet. Setelah semua data
terkumpul, kami mengadakan diskusi mengenai masalah terkait dan berusaha untuk mencari
solusi atas permasalahan yang terjadi. Setelah dilakukan analisis terhadap berbagai metode
yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah lumpur lapindo, akhirnya kami menemukan
bahwa metode ekstraksi reaktif adalah metode yang paling tepat untuk mengatasi masalah
pencemaran logam berat dari lumpur lumpur lapindo.
Lumpur lapindo yang disemprotkan dari dalam bumi ke permukaan bumi akan
diambil untuk diolah. Lumpur lapindo ini diekstraksi sehingga kandungan logam logam
berat yang terdapat di dalamnya dapat dipisahkan. Dari hasil ekstraksi terhadap lumpur
lapindo ini akan diperoleh beberapa zat seperti timbal, besi, dan pasir. Jumlah lumpur lapindo
yang kini membanjiri Porong sangat banyak. Dengan demikian, pasir yang dapat dihasilkan
dari proses ini juga akan berlimpah. Pasir yang dihasilkan dapat bermanfaat sebagai bahan
bangunan. Tentunya, hal ini juga dapat dijadikan sebagai peluang usaha.
Dengan demikian, jika dilihat dari prospeknya, penerapan metode ekstraksi reaktif
sebagai cara untuk mengatasi masalah lumpur lapindo sangat mungkin untuk diterapkan.
Dengan penerapan metode ini, akan diperoleh keuntungan ganda, yaitu selain menghasilkan
lumpur yang bebas logam berat dan tidak mencemari ekosistem, logam berat hasil dari proses
ekstraksi ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri, seperti industri peralatan
pertukangan, dan sebagainya. Dengan demikian, penerapan metode ini akan dapat membuka
peluang usaha bagi para masyarakat setempat, disamping dapat pula membantu untuk
memecahkan masalah pencemaran ekosistem yang disebabkan oleh lumpur lapindo dan
sangat diharapkan agar dapat direalisasikan pelaksanaannya


PENDAHULUAN

Masalah semburan lumpur lapindo yang mulai terjadi pada 26 Mei 2006 ini, kini telah
menjadi masalah yang berskala nasional. Peristiwa ini diduga kuat disebabkan oleh kesalahan
prosedur dalam aktivitas pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas. Kegiatan yang
dilakukan oleh PT Lapindo Brantas merupakan kegiatan survei seismik dan eksplorasi yang
rutin dilakukan karena posisi minyak bumi di dalam bumi tidak dapat dipastikan letaknya.
Sumur pengeboran minyak milik PT Lapindo akan dibuat hingga mencapai kedalaman
8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai formasi Kujung (batu gamping). Sesuai prosedur
operasi standar, pengeboran akan dilakukan dengan memasang selubung (casing). Hal ini
dilakukan untuk untuk mencegah terjadinya circulation loss (hilangnya lumpur dalam
formasi) dan kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur).
Mengikuti prosedur yang ada, maka Lapindo memasang casing 30 inchi pada
kedalaman 150 kaki, casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing 16 inchi pada 2385 kaki
dan casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki, namun untuk kedalaman 3580 kaki sampai 9297
kaki, casing 9-5/8 inchi belum dipasang. Lapindo melakukan pengeboran tanpa casing di
kedalaman lebih dari 3580 kaki karena mereka berencana akan memasang casing setelah
menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung di kedalaman 8500 kaki [4].
Lapindo mengira bahwa pengoboran sedang dilakukan di zona Rembang dengan
tujuan untuk mencapai batu gamping formasi Kujung. Namun, ternyata mereka melakukan
pengeboran di zona Kendeng yang tidak ada formasi Kujungnya. Karena kesalahan prediksi
mengenai tipe formasi, maka setelah kedalaman 9297 kaki, mata bor tidak menyentuh batu
gamping formasi Kujung. Mereka justru menyentuh formasi Klitik yang memiliki batu
gamping bersifat porous (berongga). Akibatnya, lumpur yang digunakan untuk melawan
lumpur di dalam formasi masuk ke dalam rongga batu gamping formasi Klitik, sehingga
mereka mengalami circulation loss. Lumpur di permukaan-pun habus, sehingga lumpur di
dalam formasi berusaha menerobos ke luar dan terjadilah kick.
Pengeboran pun segera dihentikan dan perangkap Blow Out Preventer (BOP) di rig
segera ditutup. Di saat yang bersamaan, lumpur yang bermassa jenis lebih berat daripada
lumpur dari dalam bumi segera dipompa ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick.
Namun, lumpur dari formasi dalam bumi yang bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas,
dan mencapai batas antara open-hole dengan surface casing. Karena BOP sudah ditutup,
maka lumpur tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke atas melalui lubang sumur. Oleh
karena itu, lumpur bertekanan tinggi ini mencari jalan lain untuk mencapai permukaan bumi,
dengan melewati rekahan alami yang tanah. Surface blowout pun terjadi di berbagai tempat
di sekitar sumur, namun tak terjadi di sumur itu sendiri.
Dari tahun ke tahun, semburan Lumpur Lapindo semakin menguat. Hingga bulan
Agustus 2006 saja, luapan lumpur ini telah menggenangi sejumlah desa di Kecamatan Porong,
Jabon, dan Tanggulangin, dengan total warga yang dievakuasi sekitar 8.200 jiwa. Akibatnya,
sekitar 10.426 unit rumah dan 77 unit rumah ibadah terendam lumpur. Pada bulan November
2006, lumpur panas telah menutupi sekitar 250 hektar tanah, termasuk tujuh desa, sawah,
perkebunan tebu, dan saluran-saluran irigasi, serta telah mengganggu jalur transportasi.
Jumlah kerugian yang diakibatkan oleh bencana ini terus bertambah dari tahun ke tahun
menyusul belum ditemukannya cara untuk menanggulangi masalah ini. Bahkan, diperkirakan
volum semburan lumpur lapindo saat ini telah mencapai 120.000m
3
/hari [5].
Selain menimbulkan dampak dari segi ekonomi dan sosial, bencana yang menurut
Richard Davies, ketua tim peneliti dari Durham University, baru akan berakhir pada tahun
2037 ini, juga diduga menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem dan juga kesehatan
manusia [6]. Didasarkan atas hipotesis akan adanya kandungan bahan berbahaya dalam
Lumpur Lapindo, maka berbagai tim peneliti melakukan uji toksikologis dengan
menggunakan sampel dari Lumpur Lapindo. Dari hasil pengujian sampel lumpur lapindo
yang dilakukan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dapat dipastikan bahwa lumpur
lapindo mengandung beberapa zat berbahaya, seperti logam kadmium (Cd) dan timbal (Pb)
yang sangat berbahaya bagi manusia. Ditambah lagi, kadarnya jauh berada di atas ambang
batas aman, yaitu dengan kadar timbal mencapai 146 kali dari ambang batas yang telah
ditentukan.
Tabel 1. Kandungan Logam Berat di Wilayah Lumpur Lapindo [4]
Parameter Satuan
Ambang
Batas
(Kep.
MenKes
no
907/2002)
Wilayah
Lumpur
Lapindo
Air
Lumpur
Lapindo
Sedimen
Sungai
Porong
Air
Sungai
Porong
Kromium
(Cr)
mg/L 0,05 nd nd nd nd
Kadmium
(Cd)
mg/L 0,003 0,3063 0,0314 0,2571 0,0271
Tembaga mg/L 1 0,437 0,008 0,4919 0,014


Menurut keputusan Menteri Kesehatan Indonesia no. 907 tahun 2002, dikatakan
bahwa kadar timbal yang normal terkandung dalam air dan masih dapat ditoleransi
keberadaanya oleh tubuh manusia adalah sebanyak 0,05 mg per liter. Namun, di dalam
lumpur lapindo, diketahui bahwa terdapat kandungan timbal yang mencapai 7,2876 mg per
liter[4]. Oleh karena itu, jika lumpur lapindo yang mengandung timbal dengan kadar tinggi
ini mencemari sumber air di Sungai Porong, maka air di sungai tersebut menjadi tidak layak
pakai untuk kebutuhan manusia.
Menurut hasil analisa mikrobiologi lumpur yang pertama dilakukan oleh Indonesian
Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) ini, menunjukkan adanya Coliform,
Salmonella, dan Stapylococcus aureus di atas ambang batas yang dipersyaratkan[7]. Semua
bakteri itu masuk dalam kelompok bakteri patogen yang bisa menimbulkan penyakit. Fakta
ini menimbulkan konsekuensi ke depan bahwa dalam kondisi ekstrim, bakteri patogen dapat
berubah sifat atau mengalami mutasi, bail mutasi positif maupun mutasi negatif. Mutasi
negatif bagi bakteri bila kemampuannya untuk menginfeksi menjadi mati (menjadi tidak
berbahaya bagi lingkungan), dan mutasi positif bagi bakteri bila kemampuan menginfeksinya
semakin meningkat (menjadi semakin berbahaya bagi lingkungan dan manusia).
Kandungan logam berat di dalam lumpur lapindo telah mengakibatkan hilangnya
vegetasi, serta sangat berpotensi mencemari air permukaan, sumber air, dan air tanah. Bila
logam-logam berat itu mencemari perairan dan lingkungan tersebut, maka akan terjadi
peningkatan risiko penyakit terhadap manusia, yaitu pada organ syaraf, hati, ginjal, dan
sebagainya. Yang perlu diperhatikan juga adalah rusaknya sanitasi dan kualitas udara akibat
gas yang dikeluarkan bersamaan dengan lumpur ini akan mengakibatkan terjadinya beberapa
penyakit seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), demam berdarah, dan diare.
Masalah mengenai lumpur lapindo ini merupakan masalah nasional, maka perlu
diatasi karena telah menimbulkann banyak dampak negatif terhadap lingkungan dan
masyarakat. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak-pihak
lainnya untuk menyelesaikan masalah ini, luapan lumpur lapindo yang memiliki kandungan
logam berat berbahaya ini masih saja terjadi.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghentikan semburan lumpur
ini adalah dengan cara menghentikan luapan lumpur panas lapindo dengan menggunakan
Snubbing Unit. Snubbing Unit digunakan untuk menemukan rangkaian mata bor yang
tertinggal di dalam bumi, yang mana mata bor ini yang pernah digunakan dalam pengeboran
sumur oleh Lapindo. Mata bor berhasil ditemukan pada kedalaman 2991 kaki. Berbagai
material berdensitas berat pun dimasukkan ke dalam bumi untuk mendorong akan bor jatuh
ke dasar sumur. Kemudian, sumur ditutup dengan menyuntikan semen dan lumpur berat [4].
Namun, upaya ini masih mengalami kegagalan karena snubbing unit gagal mendorong mata
bor agar jatuh ke dalam dasar sumur, sehingga lumpur masih tetap menyembur.
Cara lain yang telah dilakukan adalah menghentikan luapan lumpur panas lapindo
dengan melakukan pengeboran miring (sidetracking) untuk menghindari mata bor yang
tertinggal di dalam sumur. Proses pengeboran dilakukan dengan menggunakan Ring milik PT
Pertamina. Namun, kegagalan masih dialami oleh pemerintah dengan mentode ini karena
telah ditemukan terjadinya kerusakan selubung di beberapa kedalaman antara 1.060-1.500
kaki, serta terjadinya pergerakan lateral di lokasi pemboran BJP-1[4]. Kondisi itu tentu saja
mempersulit pelaksanaan sidetracking. Selain itu, munculnya gelembung-gelembung gas
bumi di lokasi pemboran dikhawatirkan akan membahayakan keselamatan pekerja. Karena
itu, cara ini pun dianggap gagal dan dihentikan.
Cara lain yang dilakukan adalah dengan penggalian lahan di sebelah tanggul tanggul
yang sudah ada, untuk dijadikan waduk penampung lumpur lapindo. Waduk tambahan ini
memiliki daya tampung yang cukup besar, sehingga lebih dapat menampung lumpur lapindo
dalam jangka waktu yang lebih lama. Namun, untuk membangun sebuah waduk yang baru
diperlukan waktu yang cukup lama, sementara lumpur terus-menerus menyembur setiap
harinya. Selain itu, jika kita terus menampung lumpur yang dikeluarkan tanpa berusaha
menghentikan semburannya, maka lama kelamaan tanggul akan penuh dan tak mampu
menampung lumpur lagi. Karena itu, cara ini dianggap hanya akan menunda masalah banjir
lumpur saja, dan bukan merupakan upaya penyelesaian masalah. Oleh karenanya, cara ini
dihentikan.
Metode lainnya adalah dengan memasukkan bola beton ke dalam pusat semburan. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi debit semburan lumpur, sehingga memperkecil volume
semburan lumpur tersebut. Bola beton ini merupakan high density ball yang berbentuk
untaian. Masing-masing untaian terdiri dari empat bola beton dengan ukuran yang berbeda.
Dua bola beton teratas berdiameter 20, berat 18 kg. Sedangkan, dua bola beton terbawah
berdiameter 40 cm dengan berat 80 kg [8]. Namun, metode ini sangat mahal, yaitu mencapai
Rp 3 miliar untuk realisasinya. Potensi kegagalan juga besar yaitu jika untaian bola beton
tidak tenggelam ke dasar kawah dan jika untaian bola beton tidak masuk tepat ke lubang
kawah lumpur, maka debit semburan lumpur tak akan berkurang. Karena kurangnya efisiensi
biaya dengan penerapan metode ini, ditambah dengan besarnya potensi kegagalan yang ada,
maka cara ini dihentikan kembali.
Selain metode diatas, metode yang kini telah dilakukan oleh pemerintah adalah
dengan membuang langsung lumpur panas itu ke Sungai Porong tanpa diolah terlebih dahulu.
Sebagai tempat penyimpanan lumpur, Sungai Porong dapat menampung lumpur dalam
jumlah yang sangat besar. Dengan kedalaman 10 meter di bagian tengah kali tersebut, bila
separuhnya akan diisi lumpur panas Sidoardjo, maka potensi penyimpanan lumpur di Kali
Porong sekitar 300.000 m
3
setiap kilometernya. Dengan kata lain, kali Porong dapat
membantu menyimpan lumpur sekitar 5 juta m
3
untuk sementara waktu. Namun, metode
masih menjadi kontroversi.
Namun, banyak pihak menolak rencana pembuangan ke laut ini, termasuk WALHI.
Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi, menyatakan bahwa luapan lumpur lapindo
yang dibuang ke Sungai Porong telah mengakibatkan produksi tambak mengalami kegagalan
panen. Diperkirakan kerugian akibat luapan lumpur pada budidaya tambak di kecamatan
Tanggulangin dan Porong Sidoarjo, Jawa Timur, mencapai Rp10,9 miliar per tahun, sejak
metode ini dilakukan. Pembuangan lumpur yang dilakukan dengan cara mengalirkannya ke
laut melalui Sungai Porong, bisa mengakibatkan dampak yang semakin meluas yakni
kerusakan tambak di sepanjang pesisir Sidoarjo dan daerah kabupaten lain di sekitarnya,
karena lumpur yang sampai di pantai akan terbawa aliran transpor sedimen sepanjang pantai.
Dampak lumpur itu bakal memperburuk kerusakan ekosistem Sungai Porong. Ketika masuk
ke laut, lumpur otomatis mencemari Selat Madura dan sekitarnya.
Bahkan, pembuangan lumpur ke Sungai Porong ini akan menimbulkan munculnya
penyakit kepada masyarakat setempat. Sebab, hingga saat ini, Sungai Porong masih menjadi
sumber utama akan air bagi penduduk sekitar. Dengan pembuangan lumpur lapindo ke
Sungai Porong, maka dapat dipastikan bahwa air sungai telah tercemar oleh logam berat,
seperti Timbal dan Kadmium yang terkandung di dalam lumpur ini. Kandungan timbal ini
tidak baik untuk masyarakat sekitar karena timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik
(racun) bagi manusia. Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan,
minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb. Sehingga, masyarakat yang tinggal di
daerah sekitar lumpur Lapindo akan berpotensi terkontaminasi oleh timbal ini.
Kontaminasi Pb dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti menghambat aktivitas
enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb), sehingga dapat memperpendek
usia dan jumlah sel darah merah dan menjadi penyebab anemia, menyebabkan kerusakan
otak, menyebabkan terjadinya konstipasi atau sembelit di dalam sistem pencernaan,
menyebabkan gangguan kehamilan (keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, serta
kematian janin waktu lahir), menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal, serta
bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi. Sama halnya dengan timbal, kadmium juga
berbahaya bagi kesehatan manusia karena beresiko untuk menyebabkan adanya gangguan
pada pembuluh darah.
Dari berbagai metode yang telah dilakukan oleh pemerintah, ternyata masih banyak
kekurangan yang ditimbulkan oleh metode metode tersebut. Kekurangan yang ditimbulkan
oleh berbagai metode tersebut adalah baik kegagalan saat pelaksanaan metode secara teknis
ataupun dari segi pencemaran yang ditimbulkan dari metode tersebut. Oleh karena itu, kami
mengusulkan metode lain yang dapat meminimalkan berbagai kekurangan yang muncul dari
berbagai metode yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan melakukan ekstraksi reaktif
terhadap lumpur Lapindo.
Seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya, lumpur lapindo telah terbukti
mengandung beberapa logam berat seperti Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd). Kedua logam
berat yang terkandung di dalam lumpur lapindo dengan kadar tinggi ini sangat berpotensi
untuk mencemari lingkungan dan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar.
Berbagai penyakit seperti kerusakan otak dan anemia mengancam penduduk yang berada di
sekitar lokasi semburan. Hal ini dikarenakan pembuangan lumpur lapindo oleh pemerintah ke
Sungai Porong dan sungai ini ternyata masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
penduduk sekitar akan air, sehingga ada kemungkinan kedua logam berat ini akan masuk ke
dalam tubuh penduduk yang memanfaatkan air dari Sungai Porong.
Oleh karena itu, agar kedua logam berat yang terkandung di dalam lumpur tidak
masuk ke dalam tubuh penduduk dan mencemari lingkungan, maka diperlukan upaya untuk
menghilangkan kandungan kedua logam berat tersebut dari dalam lumpur, sehingga ketika
lumpur dibuang ke sungai, jumlah logam berat yang terkandung di dalam lumpur dan air
sungai menjadi minim. Cara yang dapat kita lakukan adalah dengan mengekstraksi secara
realtif timbal, kadmium, dan pasir yang terkandung di dalam lumpur. Metode ini disebut
sebagai ekstraksi reaktif.

Telaah Pustaka

Proses ekstraksi untuk kekentalan tinggi dapat digunakan atau diterapkan untuk
mengekstraksi zat-zat yang terkandung dalam lumpur Lapindo. Di sini, ekstraksi reaktif lebih
dipilih untuk digunakan dibandingkan ekstraksi fisis (physical extraction) untuk memutus
rantai ikatan Pb dan logam lainnya dalam lumpur tersebut. Mekanismenya adalah lumpur
yang mengandung senyawa Pbdicampur dengan isododekana sebagai pelarutnya (solvent).
Kemudian D-2-EHPA (di-2-ethylhexylphosporic acid) sebagai penukar kation sehingga Pb
atau logam lainnya yang terdapat di dalam lumpur terlarut dalam pelarutnya. .
Jadi, lumpur lapindo yang disemprotkan dari dalam bumi ke permukaan bumi diambil
untuk diolah. Lumpur lapindo ini diekstraksi sehingga kandungan logam logam berat
(timbal, kadmium, besi) yang terdapat di dalamnya dapat dipisahkan.
Dari hasil ekstraksi terhadap lumpur lapindo ini akan diperoleh beberapa zat seperti
timbal, besi, dan pasir. Timbal yang dihasilkan dari proses ekstraksi ini dapat digunakan
dalam accu di bidang otomotif, sebagai agen pewarna dalam bidang pembuatan keramik
terutama untuk warna kuning dan merah, dipakai dalam industri plastic PVC untuk menutup
kawat listrik, sebagai proyektil untuk alat tembak dan dipakai pada peralatan pancing untuk
pemberat sebagai bahan pelapis dinding dalam studio musik, dipakai untuk pelindung alat-
alat kedokteran dan laboratorium yang menggunakan radiasi, misalnya sinar X.Timbal cair
dipergunakan sebagai pendingin dalam reaktor, banyak dipakai untuk elektroda pada
peralatan elektrolisis, digunakan untuk solder untuk industri elektronik, dipakai dalam
berbagai kabel listrik bertegangan tinggi untuk mencegah difusi air dalam kabel, ditambahkan
dalam peralatan yang terbuat dari kuningan agar tidak licin dan biasanya digunakan dalam
peralatan permesinan.
Jumlah lumpur lapindo yang kini membanjiri Porong sangat banyak. Dengan
demikian, pasir yang dapat dihasilkan dari proses ini juga akan berlimpah. Dengan jumlah
pasir yang banyak sebagai sisa dari proses ekstraksi reaktif terhadap lumpur lapindo, maka
hal ini juga dapat dijadikan peluang usaha. Pasir yang dihasilkan dari proses ekstraksi dapat
bermanfaat sebagai bahan bangunan.
Proses ekstraksi ini dapat mengurangi kandungan logam berat dalam lumpur lapindo
dengan mengolahnya menjadi bahan baku industri. Selain dapat mengurangi pencemaran
lingkungan, dengan mengekstraksi logam berat dari lumpur lapindo ini, maka hasil
ekstraksinya dapat dijadikan peluang usaha di bidang ekonomi bagi pemerintah dan
masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, cara ini sangatlah menguntungkan bagi masyarakat
sekitar dan juga realistis untuk dilaksanakan, karena sangat efisien dari segi biaya
pelaksanaanya.

METODE PENULISAN

Dalam menyusun proposal ini, hal pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan
data-data yang berkaitan dengan masalah lumpur lapindo ini. Pengumpulan data dilakukan
dengan melalui fasilitas internet. Seluruh data yang berkaitan dengan masalah lumpur lapindo
dikumpulkan, baik yang teknis maupun non teknis.
Setelah semua data dikumpulkan, dilakukan seleksi terhadap data-data yang telah
terkumpul. Data yang telah ada di cek dan ricek dengan data yang lainnya, agar data yang
diperoleh adalah data yang benar-benar objektif.
Setelah semua data terkumpul, data yang telah diperoleh dianalisis. Mula-mula,
diidentifikasi berbagai metode yang pernah dilakukan untuk mengatasi masalah lumpur
lapindo, beserta berbagai kekurangan yang dimiliki oleh setiap metode. Setelah itu,
ditentukan metode lain yang dapat secara lebih efektif mengatasi masalah pencemaran logam
berat oleh lumpur lapindo, dengan hasilnya adalah dengan metode ekstraksi reaktif.
Selanjutnya, dilakukanlah pembuatan gagasan mengenai sistem ekstraksi reaktif yang
digunakan untuk mengekstrak logam berat yang terkandung dalam lumpur lapindo.





.

Вам также может понравиться

  • Pilihan Lagu Untuk Audisi Paragita 2011
    Pilihan Lagu Untuk Audisi Paragita 2011
    Документ6 страниц
    Pilihan Lagu Untuk Audisi Paragita 2011
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Diktat Kimia Dasar
    Diktat Kimia Dasar
    Документ126 страниц
    Diktat Kimia Dasar
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Novena Hati Kudus Yesus
    Novena Hati Kudus Yesus
    Документ2 страницы
    Novena Hati Kudus Yesus
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ1 страница
    Cover
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Contoh Kalkulasi Desain Plate
    Contoh Kalkulasi Desain Plate
    Документ14 страниц
    Contoh Kalkulasi Desain Plate
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Variasi Entalpi Terhadap Temperatur
    Variasi Entalpi Terhadap Temperatur
    Документ5 страниц
    Variasi Entalpi Terhadap Temperatur
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Modul 5 Ketetapan Kesetimbangan
    Modul 5 Ketetapan Kesetimbangan
    Документ18 страниц
    Modul 5 Ketetapan Kesetimbangan
    Sri Dwi Aryani
    Оценок пока нет
  • Pangan IPB
    Pangan IPB
    Документ16 страниц
    Pangan IPB
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Cover
    Cover
    Документ2 страницы
    Cover
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Pangan IPB
    Pangan IPB
    Документ16 страниц
    Pangan IPB
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Peternakan IPB
    Peternakan IPB
    Документ9 страниц
    Peternakan IPB
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет
  • Pangan IPB
    Pangan IPB
    Документ16 страниц
    Pangan IPB
    Willi Yaohandy Chandra
    Оценок пока нет