Вы находитесь на странице: 1из 68

anyleite

biology is fun
Arsip Kategori: Laporan Praktikum
Mikrobiologi
semester 4
Feb 13
Bakteriologi Air
Air merupakan materi esensial bagi kehidupan makhluk hidup karena makhluk hidup
memerlukan air untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Secara umum fungsi
air dalam tubuh setiap mikroorganisme adalah untuk melarutkan senyawa organik,
menstabilkan suhu tubuh dan melangsungkan berbagai reaksi kimia tingkat seluler
(Campbell, dkk, 2002).
Pemeriksaan air secara mikrobiologi sangat penting dilakukan karena air merupakan
substansi yang sangat penting dalam menunjang kehidupan mikroorganisme yang
meliputi pemeriksaan secara mikrobiologi baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dapat dipakai sebagai pengukuran derajat pencemaran. Kualitas air didasarkan pada
pengujian ada tidaknya coliform dalam air. Keberadaan bakteri coli merupakan
parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas air yang aman, dimana
kehadirannya dapat dijadikan indikator pencemaraan air. Ciri-ciri bakteri coliform
adalah bersifat gram negatif, bentuk morfologi batang pendek, dan dapat
memfermentasi medium laktosa cair dengan membentuk asam dan gas ( Pelczar dan
Chan, 1988).
Menuut Fardiaz (1989), sifat-sifat bakteri koliform yang penting adalah :
1. Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat
2. Mempunyai sifat dapat mensintesis vitamin
3. Interval suhu pertumbuhan antara 100
0
C 460
0
C
4. Mampu menghasilkan asam dan gas
Bakteri coliform dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu coliform fecal
misalnya Escherichia coli dan coliform nonfecal misalnya Enterobacter aerogenes. E.
Coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan E.
aerogenes ditemukan pada hewan atau tumbuhan yang telah mati. AdanyaE.coli pada
air minum menandakan air tersebut telah terkontaminasi feses manusia dan mungkin
juga mengandung patogen usus (Dwijoseputro, 2005).
Menurut Fardiaz (1989), ada dua uji yang dilakukan pada bakteri koliform yaitu
secara kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3
tahap yaitu uji pendugaan (presumptive test), uji penguat (confirmed test,) dan uji
pelengkap (completed test). Uji penduga juga merupakan uji kuantitatif koliform
dengan menggunakan metode MPN.
1. Uji pendugaan (presumptive test)
Merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri koliform
berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan oleh fermentasi laktosa oleh
bakteri golongan koli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan pada media laktosa,
dan gas yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung Durham berupa gelembung udara.
Tabung dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di
dalam tabung Durham. Banyaknya kandungan bakteri Escherichia colidapat dilihat
dengan menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas
dan dibandingkan dengan tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung
jumlah mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Bila inkubasi 1 x 24 jam
hasilnya negatif, maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 35
0
C. Jika
dalam waktu 2 x 24 jam tidak terbentuk gas dalam tabung Durham, dihitung sebagai
hasil negatif. Jumlah tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri. MPN
penduga dapat dihitung dengan melihat tabel MPN.
2. Uji penguat (confirmed test)
Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk
asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada
media Eosin Methylen Biru Agar ( EMBA ) secara aseptik dengan menggunakan
jarum inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna kehijauan dengan
kilat metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok
koliform lainnya.
3. Uji pelengkap (completed test)
Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan
bakteri Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan
ke dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring Nutrient Agar ( NA ),
dengan jarum inokulasi secara aseptik. Diinkubasi pada suhu 37
0
C selama 1 x 24 jam.
Bila hasilnya positif terbentuk asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel positif
mengandung bakteri Escherichia coli. Dari media agar miring NA dibuat pewarnaan
Gram dimana bakteri Escherichia coli menunjukkan Gram negatif berbentuk batang
pendek.

Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit
tumbuh (growth unit) atau unit pembentukkoloni (colonyforming unit) dalam
sampel. Namun, pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah
individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 mL atau per gram. Jadi
misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah sampel air, artinya dalam sampel air
tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform pada setiap gramnya.
Makin kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan makin layak
minum. Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap
nilai MPN, terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi
(Hadioetomo, 1993).
Menurut Widianti, dkk (2004), Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan tidak
adanya coliform dalam 100 ml air minum. Akan tetapi United States Enviromental
Protection Agency (USEPA) lebih longgar persyaratan uji coliform-nya mengingat
coliform belum tentu menunjukkan adanya kontaminasi feses manusia, apalagi adanya
patogen. USEPA mensyaratkan presence/absence test untuk coliform pada air minum,
dimana dari 40 sampel air minum yang diambil paling banyak 5% boleh mengandung
coliform. Apabila sampel yang diambil lebih kecil dari 40, maka hanya satu sampel
yang boleh positif mengandung coliform. Meskipun demikian, USEPA mensyaratkan
pengujian indikator sanitasi lain seperti protozoa Giardia lamblia dan
bakteri Legionella.
Media endo agar adalah media kultur selektif dan diferensial untuk mendeteksi
keberadaan bakteri koliform fekal dan mikroorganisme lainnya. Selektivitas media
endo agar tersusun atas sodium sulfate atau kombinasi basic fuchsin, yang
menghasilkan suspensi mikroorganisme gram positif. Bakteri koliform
memfermentasi laktosa, menghasilkan koloni berwarna merah muda hingga warna
merah seperti bunga mawar serta berbagai pewarnaan yang mirip. Koloni organisme
yang tidak memfermentasi laktosa tidak berwarna sehingga tampak kontras dengan
latar media yang berwarna merah muda (Dad,2000).
Pada percobaan ini, dilakukan pengujian kualitas sampel air dengan cara mengamati
ada tidaknya bakteri Escherichia coli dalam sampel air tersebut, karena bakteri ini
merupakan indikator sanitasi. Keberadaan coliform fekal (Escherichia coli) ini dapat
membuat kualitas air tidak baik karena air dapat terkontaminasi. Pengujian kualitas air
meliputi tiga tahap, yaitu uji pendugaan (Presumtive test), uji penetapan (Comfirmed
test), dan uji lengkap (Complete test).
Tabel 1. Hasil Uji Pendugaan
10 ml 1 ml 0,1 ml MPN Perhitungan
5 3 0 79 67,91

Tabel 2. Hasil Uji Penetapan
Tabung reaksi Warna koloni Hasil pengecatan gram
Bentuk Warna Gram
10 ml 1 Hijau metalik Batang pendek Merah Negatif (-)
2 Hijau metalik Batang panjang Merah Negatif (-)
3 Hijau metalik
pink
Batang panjang
Batang pendek
Merah Negatif (-)
4 Hijau metalik
pink
Batang panjang
Batang pendek
Merah Negatif (-)
5 Hijau metalik
pink
Batang pendek
Batang panjang,
bulat
Merah Negatif (-)
1 ml 1 Pink, ungu Batang pendek,
bulat
Merah Negatif (-)
2 Hijau metalik Batang pendek,
bulat
Merah Negatif (-)
3 Pink Bulat Merah Negatif (-)

Tabel 3. Hasil Uji Lengkap
Tabung reaksi Medium laktosa cair Medium agar cair Hasil pengecatan Gram
Awal Akhir Bentuk Warna Elevasi Bentuk sel Warna Gram
10 ml 1 Merah Kuning (++), gas Filiform Merah Raised Batang
pendek,
coccus
Merah Negatif (-)
2 Merah Kuning (+), gas Spreading Merah Convex
regose
Batang
pendek
Merah Negatif (-)
3 Merah Kuning (+++), gas Effuse Putih Low convex Batang
pendek,
bulat
Merah Negatif (-)
4 Merah Kuning (+++), gas Eniculate Putih Low convex Batang
pendek,
bulat
Merah Negatif (-)
5 Merah Kuning (+++), gas Filiform Putih Low convex Batang
pendek,
bulat
Merah Negatif (-)
1 ml 2 Merah Kuning (+), gas Breaded Krem Convex
regose
Batang
pendek,
bulat
Merah Negatif (-)
Uji pendugaan dengan menggunakan metode MPN dilakukan dengan cara
menginokulasikan sampel air ke dalam tabung yang berisi medium laktosa cair dan
tabung durham. Volume dari sampel air yang digunakan masing-masing 10 ml, 1 ml
dan 0,1 ml dilakukan pada 5 tabung, sehingga seluruh tabung berjumlah 15 buah.
Semua tabung diikubasi pada suhu 37
0
C selama 48 jam. Hasil positif dapat
diketahui dengan terbentuknya gas atau gelembung yang terdapat pada tabung
durham. Fungsi dari tabung durham adalah untuk mengetahui terbentuknya gas
gelembung atau untuk menangkap gas yang ditimbulkan akibat adanya fermentasi
laktosa menjadi asam dan gas.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada sampel yang volumenya 10 ml terdapat 5
buah tabung yang hasilnya positif semua. Pada sampel yang volumenya 1 ml terdapat
3 buah tabung hasilnya juga positif. Sedangkan pada sampel 0,1 terdapat 5 buah
tabung yang hasilnya negatif. Semakin banyak volume suatu sampel maka semakin
banyak pula bakteri yang terkandung di dalamnya. Dari masing-masing perlakuan
yang sudah diketahui jumlah berapa tabung yang positifnya maka dapat diperoleh
MPNnya dengan cara melihat tabel MPN yang ada dibuku petunjuk. MPN yang
diperoleh dari hasil perhitungan diperoleh hasil 79. Jumlah coliform dalam sampel
diperoleh hasil 67,91 per 100 ml sampel. Berdasarkan hasil bahwa jumlah coliform
dengan menggunakan rumus, hasilnya berbeda dengan jumlah MPN. Hal ini dapat
terjadi karena ketidaktelitian praktikan dalam melakukan percobaan yang
mengakibatkan terjadinya kesalahan. Pada percobaan uji pendugaan ini terjadi
perubahan warna dari merah menjadi kuning. Hasil ini menunjukkan hasil yang positif
yang berarti terbentuknya asam dan gas, akan tetapi belum dapat diketahui apakah
bakteri tersebut merupakan bakteri Escherichia coli atau bukan, karena itu perlu
dilakukan adanya uji penetapan.
Kelebihan dari metode MPN ini adalah waktu yang dibutuhkan sangat sedikit atau
sangat singkat, sedangkan kekurangan dari metode MPN yaitu hasil yang diperoleh
terkadang tidak begitu akurat. Kelebihan pada perhitungan dengan menggunakan
rumus yaitu hasil yang diperoleh lebih akurat dan kekurangannya dari metode
perhitungan dengan menggunakan rumus yaitu waktu yang dibutuhkan lama.
Uji berikutnya adalah uji penetapan yang berfungsi untuk meyakinkan hasil positif
yang ada pada uji pendugaan. Pada uji penetapan ini biakan pada medium laktosa cair
diinokulasikan pada medium endo agar kemudian diinkubasi pada suhu 37
0
C selama
48 jam. Fungsi dari medium endo agar adalah sebagai agen penyerap asetildehid yang
merupakan komponen utama reaksi pembentukan koloni tipikal. Medium ini
merupakan campuran dan basic fuchsin laktosa agar dan juga sodium sulfit.
Hasil positif ini ditandai dengan terbentuknya koloni yang berwarna hijau metalik
ataupun adanya ungu di tengah koloni. Hijau metalik ini disebabkan karena adanya
bakteri coliform yang tumbuh sehingga terjadi fermentasi laktosa yang dapat
membentuk asetaldehid dan juga bereaksi dengan sulfit dari medium sehingga basic
fuchsin dan medium agar akan dilepas dan akhirnya akan terbentuk warna mengkilap
seperti logam.
Hasil yang diperoleh pada uji penetapan ini, pada sampel 10 ml yang terdiri dari 5
tabung tersebut pada tabung 1 dan tabung 2 warna koloninya hijau metalik.
Sedangkan pada pengecatan gram diperoleh bahwa warnanya merah, bentuknya
adalah batang pendek dan bersifat gram (-) berarti hasil menunjukkan positif (+)
terhadap adanya bakteri coliform. Pada tabung 3, 4 dan 5 warna koloninya juga hijau
metalik tetapi ada juga yang berwarna pink. Hasil ini tetap menunjukkan hasil yang
positif. Setelah dilakukan pengecatan gram, warnanya menjadi merah, bentuknya ada
yang berbatang pendek maupun berbatang panjang serta bulat, dan bersifat gram
negatif. Pada sampel 1 ml, tabung 1 warna koloninya pink dan ungu, dan setelah di cat
gram warnanya menjadi merah, berbentuk batang pendek dan bulat dan bersifat gram
negatif. Tabung 2 warna koloninya hijau metalik, dan setelah di cat gram warnanya
menjadi merah, berbentuk batang pendek dan bulat dan bersifat gram negatif. Pada
tabung 3 warna koloninya pink, dan setelah di cat gram warnanya menjadi merah,
berbentuk bulat dan bersifat gram negatif.
Uji bakteri coliform yang terakhir adalah uji lengkap yang bertujuan untuk
memastikan adanya coliform dalam air. Uji lengkap ini dilakukan dengan cara
menginokulasikan sampel ke dalam medium laktosa cair dan medium nutrien agar
miring. Tujuan dari inokulasi sampel ke dalam medium laktosa cair adalah untuk
mengetahui terbentuknya gas dan asam, sedangkan tujuan dari inokulasi ke dalam
medium nutrien agar miring yaitu untuk mengetahui sifat dari bakteri apakah bersifat
gram positif atau bersifat gram negatif dan juga untuk mengamati bentuk sel dan
koloni bakteri. Hasil positif pada uji lengkap ini yaitu terbentuknya gas, sifat bakteri
gramnya negatif dan bentuknya batang pendek.
Hasil dari uji lengkap ini, untuk sampel 10 ml pada medium laktosa cair terjadi
perubahan warna merah menjadi kuning dan ada gelembung gas pada tabung durham.
Pada medium laktosa cair tabung 1, warna kuning yang dihasilkan banyak (++) dan
terbentuk gas, sedangkan pada medium agar miring bentuk koloninya filiform,
berwarna merah, dan elevasinya raised. Setelah dilakukan pengecatan gram, bentuk
selnya bulat dan batang pendek, berwarna merah, dan bersifat gram negatif. Pada
medium laktosa cair tabung 2, warna kuning yang dihasilkan sedikit (+) dan terbentuk
gas, sedangkan pada medium agar miring bentuk koloninya spreading, berwarna
merah, dan elevasinya convex regose. Setelah dilakukan pengecatan gram, bentuk
selnya batang pendek, berwarna merah, dan bersifat gram negatif. Pada medium
laktosa cair tabung 3, 4, dan 5 warna kuning yang dihasilkan sangat banyak (+++) dan
terbentuk gas, sedangkan pada medium agar miring bentuk koloninya effuse (tabung
3), eniculate (tabung 4) filiform (tabung 5), ketiganya berwarna putih, dan elevasinya
low convex. Setelah dilakukan pengecatan gram, bentuk selnya batang pendek dan
bulat, berwarna merah, dan bersifat gram negatif. Untuk sampel 1 ml tabung 2, pada
medium laktosa dihasilkan warna kuning sedikit (+) cair dan terbentuk gas. Pada
medium agar miring, bentuk koloninya breaded, berwarna krem, dan elevasinya
convex regose. Setelah dilakukan pengecatan gram, bentuk selnya batang pendek dan
bulat, berwarna merah, dan bersifat gram negatif. Untuk kedua sampel ini, didapatkan
hasil yang positif (mengandung bakteri koliform).
Berdasarkan hasil ketiga uji di atas yaitu uji pendugaan, uji penetapan dan uji lengkap
maka dapat disimpulkan bahwa sampel air mengandung coliform yang ditandai
dengan dilihat dari hasil yang positif pada uji lengkap yaitu dengan adanya bakteri
gram negatif (-) dan berbentuk batang pendek dan bulat yang menunjukkan ciri-ciri
bakteri koliform. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan sudah tercemar dan
tidak aman untuk dikonsumsi. Menurut USEPA, apabila sampel yang diambil lebih
kecil dari 40, maka hanya satu sampel yang boleh positif mengandung coliform.
Sedangkan dari hasil yang di dapat, dari 15 tabung sampel, 6 tabung atau hampir
setengahnya menunjukkan hasil positif adanya bakteri koliform dalam air.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 2 edisi Kelima.
Erlangga. Jakarta.
Dad. 2000. Bacterial Chemistry and Physiology. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi Cetakan ke-13. Percetakan
Imagraph. Jakarta.
Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan
Gizi. IPB. Bogor.
Hadioetomo, R. 1993. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Pelczar, M.J dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Widiyanti, N. L. P. M dan Ristiati, N. P. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform
pada Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja
Bali.http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/ 14 April 2011.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Pengujian Sifat Biokimia
Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan kriteria yang amat penting di dalam
identifikasi spesimen bakteri yang tak dikenal karena secara morfologis biakan atau
pun sel bakteri yang berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil pengamatan fisiologis
yang memadai mengenai organik yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidak
mungkin dilakukan. Karakteristik dan klasifikasi sebagian mikroba seperti bakteri
berdasarkan pada reaksi enzimatik ataupun biokimia. Mikroba dapat tumbuh pada
beberapa tipe media memproduksi tipe metabolit tentunya yang dideteksi dengan
interaksi mikroba dengan reagen test yang mana menghasilkan perubahan warna
reagen (Murray, 2005).
Suatu enzim adalah suatu katalis biologis. Hampir tiap rekasi biokimia dikatalis oleh
enzim. Enzim merupakan katalis yang lebih efisien daripada kebanyakan katalis
laboratorium atau industri. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas pereaksi-
pereaksi dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas
katalis lain. Kespesifikan enzim disebabkan oleh bentuknya yang unik dan oleh gugs-
gugus polar (atau non polar) yang teedapat dalam struktur enzim tersebut. Beberapa
enzim bekerja bersama suatu kofaktor non protein, yang dapat berupa senyawa
organik maupun anorganik (Lehninger, 1995).
Berikut beberapa uji biokimia yang digunakan untuk identifikasi bakteri antara lain:
1. Indol
Media ini biasanya digunakan dalam identifikasi yang cepat. Hasil uji indol yang
diperoleh negatif karena tidak terbentuk lapisan (cincin) berwarna merah muda pada
permukaan biakan, artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari tryptopan sebagai
sumber karbon, yang dapat diketahui dengan menambahkan larutan kovaks seperti
Ehrlich yang megandung para-dimetil-aminobenzaldehida (Choirunissa, 2011).
2. Uji gula-gula (Glukosa, Laktosa, Sukrosa dan Manitol)
Uji ini dilakukan untuk mengindetifikasi bakteri yang mampu memfermentasikan
karbohidrat. Pada uji gula-gula hanya terjadi perubahan warna pada media glukosa
yang berubah menjadi warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam dari
fermentasi glukosa. Pada media glukosa juga terbentuk gelembung pada tabung
durham yang diletakan terbalik didalam tabung media, artinya hasil fermentasi
berbentuk gas (Oktarina, 2010). Reaksi fermentasi gula yaitu :
fermentasi
C
6
H
12
O
6
C
2
H
5
OH+ CO
2
+ asam
Menurut Robert, dkk (1959), Escherichia coli dapat melakukan fermentasi glukosa
dan laktosa, sementara itu sukrosa tidak dapat difermentasikannya. PadaBacillus
subtilis dapat melakukan fermentasi terhadap glukosa dengan hasil yang tidak terjadi
perubahan.
3. Hidrolisis pati
Menurut Jutono (1980), suatu bakteri mempunyai suatu enzim yang dapat
menghidrolisis polisakarida, misalnya pati menjadi senyawa gula yang lebih
sederhana. Suatu bakteri yang mempunyai enzim amilase dapat menghidrolisis pati
(suatu polosakarida) menjadi maltosa (disakarida). Reaksi hidrolisis pati menjadi
maltosa adalah sebagai berikut :
amilase
2 ( C
6
H
2
O
9
)n +n H2O n C
12
H
22
O
11

bakteri
Menurut Sale (1961), amilase adalah enzim ekstraseluler yang disekresi oleh bakteri
untuk mengubah pati yang tidak dapat terdifusi. Fraksi terdifusi dapat masuk ke dalam
sel dan diproses oleh enzim intraseluler. Fraksi terdifusi di dalam sel oleh enzim
maltase dihidrolisis lebih jauh menjadi D-glukosa. Hasil dari fermentasi pati
merupakan hasil dari penggunaan glukosa intraseluler. Keberadaan amilase dapat
diamati dengan menyaring kultur broth dan mencampunya dengan pati.
Menghilangnya pati menunjukkan keberadaan amilase. Ini dapat langsung diketahui
dengan menambahkan beberapa teets larutan iodin. Warna biru menunjukkan
keberadaan pati, warna coklat menunjukkan hidrolisis sempurna dari pati menjadi
maltase.
Menurut Robert, dkk (1959) Escherichia coli tidak dapat melakukan hidrolisa pati,
sementara Bacillus subtilis dapat melakukan proses hidrolisis pati. Proses hidrolisa
ini biasanya memecah suatu gula yang kompleks menjadi suatu susunan gula yang
sederhana, untuk mendeteksi peristiwa ini dilakukan dengan cara pemberian iod. Iod
biasanya akan bereaksi dengan pati dan akan berwarna biru. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak terjadi hidrolisa bila pati pun dapat bereaksi dengan iodium dan
menghasilkan warna biru, hal ini dapat terjadi disebabkan oleh karena pati belum
terpecah menjadi senyawa sederhana sehingga komponen yang bereaksi sengan
iodium adalah pati.
4. Peptonisasi
Peptonisasi adalah perubahan dari bentuk tidak larut menjadi larut pada bermacam-
macam protein dan menunjukkan adanya pemecahan protein menjadi pepton yang
terjadi pada keadaan aerob dan anaerob (Jutono dkk, 1980). Menurut Robert, dkk
(1959), Escherichia coli menunjukan terjadi peptonisasi dengan terbentuknya endapan
bening dibagian dasarnya dan Bacillus subtilis menunjukkan terjadi peptonisasi dan
fermentasi secara bersama-sama sehingga terjadi lapisan dan tidak terdapat whey.
5. Fermentasi susu
Air susu mengandung bermacam-macam zat, yaitu air, karbohidrat, (laktosa), lemak,
protein (kasein), garam-garam mineral dan vitamin-vitamin. Medium susu (tanpa
lemak) digunakan untuk pengujian fermentasi, peptonisasi atau kedua-duanya yang
terjadi bersama-sama. Pada peptonisasi susu kasein dihidrolisa oleh enzim renin
menjadi parakasein dan pepton-pepton yang terlarut. Parakasein itu kemudian akan
bereaksi dengan garam-garam kalsium membentuk endapan kalsium para kaseinat.
Pada peptonisasi sempurna endapannya terkumpul dibawah dan kemudian cairan susu
menjadi jernih. Pada peptonisasi reaksi medium menjadi basa sehingga warna
indikator ( misalnya bromokresol purpule ) ungu terang. Pada fermentasi laktosa,
berbah menjadi asam, sehingga menyebabkan kasein mengendap atau menggumpal.
Adanya asam ini akan menentukan pertumbuhan bakteri lebih lanjut, sehingga
peruraian protein tidak terjadi (Jutono dkk, 1980).
Kasein adalah protein yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa (amfoter).
Kasein terdapat pada susu dan membentuk fasa koloid. Beberapa bakteri
mensekresikan enzim seperti renin yang dapat menghidrolisis kasein. Menjadi
parakasein terlarut dan bahan seperti pepton. Parakasein bereaksi dengan garam
kalsium membentuk kalsium parakaseinat bakteri yang cepat memfermentasikan
laktosa akan menghasilkan asam yang cukup banyak dan dapat menghambat
penjenuhan kasein. Asam dapat mencegah pertumbuhan bakteri lebih jauh, bakteri
yang tidak memfermentasi laktosa memproduksi renin kasar. Ini memungkinkan
terjadinya peptonisasi kasein dan pembentukkan berbagai fraksi terlarut, sehingga
usus menjadi basa. Bakteri yang memfermentasi laktosa dengan lambat tidak dapat
mencegah peptonisasi (Sale, 1961).
6. Uji reduksi nitrat
Keberadaan nitrit dalam media diuji dengan penambahan asam sulfanilat dan -
naftilamin yang akan bereaksi dengan nitrit yang ditunjukkan dengan perubahan
warna media menjadi merah atau merah muda. Pada tabung yang tidak menunjukkan
perubahan warna, ditambahkan bubuk Zn untuk melihat reduksi nitrat menjadi nitrit.
Bila didapatkan nitrat dalam medium, maka kaldu berubah warna menjadi merah
muda atau merah karena Zn mereduksi nitrat menjadi nitrit dan nitrit ini bereaksi
dengan reagen uji dan terbentuk warna merah (Lay, 2004).
Reduksi nitrat terjadi pada kebanyakan bakteri anaerob fakultatif dengan
menggunakan nitrit. Reaksinya:
NO
3
-
+ 2e
-
+ 2H
2+
Nitratase NO
2
-
+ H
2
O
O
2
dapat menghambat reduksi nitrat sehingga dalam reaksi, O
2
dihabiskan kemudian
menggunakan nitrat pada bakteri anaerob ( Suriawiria, 1985 ).
Eschericia coli memiliki sifat biokimia yaitu jika diinokulasi pada medium glukosa,
laktosa, dan sukrosa dapat melakukan fermentasi dengan membeentuk asam dan
gas. Eschericia coli juga dapat menghidrolisis amilum, pati, membentuk indol pada
medium triptofan, dapat mereduksi nitrat, dan memfermentasi susu dengan
menghasilkan asam. Bacillus subtillis jika diinokulasi dalam medium glukosa yaitu
jika diinokulasi dalam medium glukosa dan sukrosa dapat membentuk gas, pada
medium laktosa tidak dapat menghasilkan asam maupun gas. Bacillus subtillis tidak
dapat membentuk indol pada medium triptofan, mereduksi nitrat, dan pada medium
susu dapat melakukan fermentasi dan peptonasi (Breeds, 1957).
Sifat-sifat biokimia dari bakteri meliputi hidrolisa lemak, penguraian protein,
perubahan karbohidrat, serta reduksi bermacam-macam unsur. Gula dapat
difermentasi menjadi alkohol, asam atau gas. Tergantung pada gula dan jenis
bakterinya. Escherichia coli dapat memfermentasikan sukrosa, glukosa, dan laktosa.
Pada sukrosa cair, padat dan glukosa cair, padat serta laktosa padat yang pertama
terbentuk adalah asam dan gas (Pelczar dan Chan , 1988).
Tabel 1. Fermentasi Karbohidrat
Bakteri Medium Warna Warna akhir Asam Gas Reaksi
awal
E. coli Laktosa padat Hijau tua Kuning Ada Ada +
Laktosa cair Merah Kuning Ada Ada +
Glukosa padat Hijau tua Kuning Ada Ada +
Glukosa cair Merah - - - -
Sukrosa padat Hijau tua Hijau tua Ada Ada +
B.subtilis Laktosa padat Hijau tua Hijau muda Ada - +
Laktosa cair Merah - - - -
Glukosa padat Hijau tua Hijau muda Ada - +
Glukosa cair Merah Kuning Ada Ada +
Sukrosa padat Hijau tua kuning ada - +

Tabel 2. Fermentasi susu dan peptonisasi
Bakteri Medium Fermentasi susu Peptonisasi Reaksi
E. coli BCPM Ada lapisan
warna kuning
Ada endapan
warna hijau
+
B. subtilis BCPM Tidak ada
fermentasi (warna
merah)
Ada endapan
warna hijau
+
Tabel 3. Hidrolisis pati
Bakteri Warna awal Warna akhir Reaksi
E. coli Putih susu Coklat +
B. subtilis Putih susu Coklat +
Tabel 4. Reduksi Nitrat
Bakteri Warna awal Warna akhir Reaksi
E. coli Kuning bening Kuning orange -
B. subtilis Kuning bening Kuning orange -
Tabel 5. Pembentukan indol
Bakteri Warna awal Warna akhir Reaksi
E. coli Kuning bening Bening kekuningan
(terbentuk cincin)
+
B. subtilis Kuning bening Bening kekuningan +
Uji fermentasi dilakukan dengan medium glukosa padat dan cair, sukrosa padat dan
cair, laktosa padat dan cair. Fermentasi adalah penggunaan piruvat atau derivatnya
sebagai aseptor electron untuk mengoksidasi NADH menjadi NAD. Sedangkan
fermentasi karbohidrat adalah perombakan monosakarida menjadi alkohol, gas
karbondioksida, asam organik dan energi dengan bantuan mikrobia. Adanya asam
organik akan mengubah pH medium sehingga indikator akan memberikan respon dan
terjadi perubahan warna pada medium. Pada indicator fenol merah yang digunakan
jika dalam kondisi asam akan menjadi berwarna kuning. Semua jenis medium cair
diberi tabung durham untuk menangkap gas yang terbentuk akibat hasil metabolisme
sel bakteri.
Pada medium laktosa padat Escherichia coli terbentuk gas pada tabung durham dan
warna medium dari hijau tua berubah menjadi berwarna kuning, sedangkan
pada Bacillus subtilis tidak terbentuk adanya gas dan warna akhirnya menjadi hijau
muda dan hasil keduanya adalah positif. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bakteri ini
mempunyai enzim laktose yang mampu menghidrolisis laktosa cair menjadi
monosakarida yaitu glukosa dan galaktosa. Pada medium laktosa cair, warna
akhir Escherichia coli adalah kuning dan terbentuk gas sehingga menunjukkan hasil
positif, sedangkan pada Bacillus subtilis tidak terjadi perubahan warna sehingga
hasilnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa Bacillus subtilis tidak mempunyai
enzim laktose yang mampu menghidrolisis laktosa cair menjadi monosakarida yaitu
glukosa dan galaktosa.
Pada medium glukosa padat, warna akhir Escherichia coli adalah kuning, sedangkan
pada Bacillus subtilis warna akhirnya menjadi hijau muda dan hasil keduanya adalah
positif. Pada medium glukosa cair, tidak terjadi perubahan warna pada Escherichia
coli dan hasilnya adalah negatif, sedangkan pada Bacillus subtilis warna akhirnya
menjadi hijau muda dan hasilnya adalah positif. Hal ini mungkin dikarenakan adanya
kontaminasi dari bakteri lain yang mampu melakukan fermentasi pada medium
glukosa.
Pada medium sukrosa padat, Escherichia coli tidak terjadi perubahan warna tetapi
hasilnya positif karena terbentuk gas dari tabung durham, sedangkan padaBacillus
subtilis warna akhir medium menjadi kuning dan hasilnyapun positif. Dari hasil
tersebut dapat diketahui juga kedua bakteri tersebut mempunyai enzim sukrose yang
mampu menghidrolisis sukrosa menjadi monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa.
Adanya perubahan warna pada medium yang berisi biakan bakteri sampel yang
membuktikan bahwa bakteri tersebut mempunyai enzim untuk mengubah struktur
gula menjadi produk fermentasi. Perubahan warna ini juga menandakan bahwa
medium terbentuk asam dan asam ini akan menyebabkan pH medium turun sehingga
indikator phenol red menunjukkan perubahan warna dari warna semula merah
ataupun dari warna hijau tua.
Pengujian biokimia selanjutnya adalah mengenai
kemampuan B.subtilis dan E.coli dalam melakukan fermentasi atau peptonisasi
terhadap susu dengan menggunakan medium BCPM (Brom Cresol Purple Milk). Uji
fermentasi susu bertujuan untuk mengetahiu kemampuan bakteri dalam
memfermentasi susu menjadi asam yang dapat menyebabkan kasein mengendap atau
menggumpal. Uji peptonisasi bertujuan untuk mengetahui adanya pemecahan protein
dari bentuk tidak larut menjadi larut. Peptonisasi terjadi dalam keadaan aerob dan
anerob:
Kasein Renin parakasein + pepton-pepton terlarut
Garam Ca
Calsium Parakaseinat
Fermentasi susu merupakan peristiwa perubahan bentuk susu menjadi asam sehingga
menyebabkan kasein menggumpal atau mengendap. Bila peptonisasi sempurna,
endapan terkumpul di bawah dan cairan susu menjadi jernih. Pada fermentasi susu
reaksi yang terjadi adalah:
fermentasi
Laktosa susu
Hubungan antara peptonisasi dan fermentasi adalah:
Kasein + Asam Asam menghentikan pertumbuhan mikroorganisme,
sehingga tidak terjadi peruraian protein. Bila fermentasi lambat asam yang terbentu
sedikit kasein tidak menggunpal. Penghambatan kerja mikroorganisme tidak terjadi
perubahan kasein berlangsung terus menerus, sehingga peptonisasi dan fermentasi
terjadi secara bersama-sama.
Pada medium BCPM yang diinokulasikan E.coli menunjukan hasil positif yaitu
terbentuk endapan berwarna hijau dan terjadi perubahan warna yang pada awalnya
berwarna keabu-abuan menjadi berwarna berwarna kuning. Warna kuning yang
terjadi disebabkan oleh adanya respon indicator terhadap perubahan pH yang menjadi
asam. Asam yang terdapat didalam medium adalah asam organik hasil fermentasi
oleh E.coli. Fermentasi yang terjadi didalam medium tersebut adalah fermentasi
laktosa. E.coli merupakan bakteri yang memiliki enzim beta-galaktosidase yang dapat
memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa, sehingga E.colimampu
memfermentasikan laktosa. Pada B. subtilis, tidak terjadi fermentasi tetapi
peptonisasi dapat terjadi karena B.subtilis tidak memiliki enzim beta-galaktosidase
sehingga tidak dapat memecah laktosa sehingga asam organic tidak terbentuk dan
kasein tidak menggumpal. Karena kasein tidak menggumpal maka kasein akan
dihidrolisis oleh enzim rennin dan enzim protease yang terdapat
dalam B.subtilis menjadi para kasein dan pepton-pepton terlarut.
Uji biokimia selanjutnya adalah uji kemampuan bakteri dalam menghidrolisis pati.
Kemampuan menghidrolisa pati diketahui dengan cara memberikan larutan iodium
pada medium yang sudah diinkubasi. Perubahan warna diamati, pati yang terhidrolisis
bakteri akan membentuk warna jernih ketika diberi iodium. Pati yang tidak
terhidrolisis akan tetap berwarna biru, menandakan bahwa amilum masih dikandung
oleh medium dan tidak dihidrolisis bakteri. Larutan iod dalam uji ini menjadi
indikator adanya hidrolisa pati. Hasil yang didapatkan setelah penetesan iod pada E.
coli dan B. subtilis adalah terjadi perubahan warna dari putih susu menjadi berwarna
coklat yang menunjukkan reaksi yang terjadi adalah positif. Karena
Uji selanjutnya adalah uji kemampuan E.coli dan B.subtilis dalam mereduksi nitrat
menggunakan medium nitrat. Uji reduksi nitrat bertujuan untuk mengetahui
kemampuan suatu bakteri di dalam mereduksi nitrat menjadi nitrit. Pembentukkan
nitrit ditandai dengan terbentuknya warna merah setelah ditambahkan asam sulfanilat
dan naphtylamine dan merupakan hasil reduksi nitrat. Reaksinya adalah :
nitratase
NO
3
-
+ 2e
-
+ 2H
+
NO
2
-
+ H
2
O
E.coli dan B.subtilis menunjukan hasil negatif karena warna akhir yang terbentuk
bukan warna merah melainkan kuning orange atau kuning bening. Hal ini
menunjukkan bahwa kedua bakteri tersebut tidak mampu mereduksi nitrat menjadi
nitrit.
Uji biokimia yang terakhir adalah uji pembentukan indol dengan menggunakan
medium hidrolisat kasein yang didalamnya terkandung asam amino Triptofan.
Triptofan yang memiliki cincin indol akan didegradasi oleh bakteri dengan bantuan
eter. Setelah itu, indol yang dilepaskan akan berikatan dengan reagen Ehrlich
membentuk cincin warna merah. Terbentuknya indol disebabkan oleh tryptophan
teroksidasi oleh proses enzimatik oleh enzim tryptophanase.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa adanya cincin pink pada medium hidrolisa
yang ditambah dengan kafein baik pada Escherichia coli maupun Bacillus
subtilis sehingga hasilnya positif dalam uji pembenukan indol. Sesuai dengan buku
Bergey`s Manual Determination of Bacteriology yang menyebutkan bahwa kedua
bakteri ini akan membentuk cincin merah yang terbentuk karena indol teroksidasi oleh
penambahan reagen erlich yang mengandung eter.
DAFTAR PUSTAKA
Breed, R.S, E.G.D., Murray, U.R., Smith, 1957, Bergey`s Manual Determination of
Bacteriology, seventh edition, The Wiliams and Wilkins Company, USA.
Choirunnisa, A. A. 2011. Uji Biokimia. http://choalialmu89.blogspot.com/ 9 April
2011.
Jutono, J. Soedarsono, S. Hartadi, S. Kabirun, S. Suhadi, D. dan Soesanto.
1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas
Pertanian UGM. Yogyakarta.
Lay, W. B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.
Lehninger. 1995. Dasar dasar Biokimia, Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Murray. 1995. Biokimia Harper. EGC. Jakarta.
Oktarina, T. 2010. Pengujian Metabolisme Mikroba. http://www.try4know.co.cc/ 8
April 2011.
Pelczar. M.J dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Robert, S.B., E.G.D. Murray, L.R. dan Smith. Bergeys Manual of Determinative
Bacteriology. Waverly Press Inc. USA.
Sale, A.J., 1961, Laboratory Manual on Fundamental Principle Of Bakteriology, Mac
Grew Hill. Inc, Toronto
Suriawiria, U. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Angkasa. Bandung.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Pengaruh Faktor Luar Terhadap
Pertumbuhan Mikrobia
Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient
yang sesuai untuk kultivasinya, juga diperlukan faktor lingkungan yang
memungkinkan pertumbuhan mikroba secara optimum. Mikroba tidak hanya
bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang
menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe
mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai
(Pelczar & Chan, 1986).
Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi
juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium
tempat ia hidup, perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor
lingkungan dapat dibagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana,
faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-makhluk hidup, yaitu mencakup adanya
asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme, dapat dalam bentuk
simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor abiotik
terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban,
sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik
atau senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1993).
Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh adalah suhu atau temperatur. Mikrobia
memiliki batas toleransi masing-masing terhadap suhu. Efek dari suhu yang ekstrim
pada mikrobia adalah enzim menjadi inaktif dan kemungkinan hal yang sama terjadi
pada beberapa struktur sell lainnya. Tetapi pada kondisi optimumnya mikrobia akan
memiliki produktivitas yang optimal. Ada 3 jenis mikrobia berdasarkan kisaran
suhunya yaitu, psikrofilik dengan suhu minimum 5-0
o
C, optimum 5-15
o
C, dan
maksimum15-20
o
C, mikrobia mesofilik dengan suhu minimum10-20
o
C, optimum 20-
40
o
C, maksimum 40-45
o
C, dan mikrobia termofilik dengan suhu minimum 25-45
o
C,
optimim 45-60
o
C, maksimum 60-50
o
C (Moat, 1979).
Logam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena
logam mempunyai daya oligodinamik yaitu daya bunuh logam pada kadar yang
sangat rendah. Daya ini timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim
atau protein esensial dalam sel. Logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As,
Zn, dan Cu (Dee, 2010).
Antibiotik dalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat itu dalam
jumlah yang sedikitpun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme lain
Ampicillin merupakan suatu antibiotik beta-lactam yang sudah sering digunakan
untuk mengobati infeksi oleh bakteri sejak tahun 1961. Ampicillin termasuk ke dalam
famili aminopenicillin dan bisa dianggap sama dengan dengan amoxicillin dalam
spectrum dan aktivitasnya. Termasuk ke dalam grup penicillin dari antibiotic beta-
lactam, ampicillin mampu menempel dan penetrasi pada bakteri gram-positif dan
beberapa bakteri gram-negatif. Hal ini dipengaruhi dari gugus aminonya. Gugus
amino membantu penetrasi ke dalam membrane dari bakteri. Gugus amino ini akan
menghambat sintesis peptidoglikan pada dinding sel dan akhirnya menyebabkan sel
lisis (Dwidjoseputro, 1987).
Selain faktor suhu dan antibiotik, pertumbuhan mikrobia juga sangat dipengaruhi oleh
senyawa kimia. Beberapa senyawa kimia dapat menghambat pertumbuhan mikrobia.
Senyawa kimia yang dapat penghambat pertumbuhan bakteri atau mikrobia disebut
desinfektan. Hambatan yang ditimbulkan oleh desinfektan adalah menyebabkan
presipitasi protein sel, koagulasi protein sel dan oksidasi senyawa-senyawa penyusun
protoplasma dan beberapa zat lain. Desinfektan dapat berupa deterjen, alkali, alkohol,
aldehid, asam, fenol dan kresol, klorin arsenik, sulfonamide, cat, dan iodin (Pelczar
and Chan, 1986).
Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan
bekerja adalah kadar dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan
untuk bekerja, jumlah dan tipe mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang
didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor harus diperhatikan untuk melaksanakan
tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada. Desinfeksi adalah proses
penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah perusakan agen agen
patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen agen kimia sesuai
dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan
mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan
oleh kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen
yang khas yang berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).
Beberapa jenis disinfektan yang sering diujikan adalah HgCl
2
, merkurokrom, dan
alkohol 70%. HgCl
2
dan merkurocrom terionisasi dalam air menghasilkan Hg++. Ion
ini mempunyai sifat racun, iritasi pada jaringan, korosi pada logam sehingga dapat
menyebabkan pertumbuhan terhambat karena menyebabkan presipitasi protein. Hal
ini disebabkan karena Hg2+ akan berikatan dengan enzim sulfihidril. Saat berikatan
dengan Hg2+, enzim ini akan bersifat inaktif sedangkan enzim ini berperan dalam
proses metabolisme mikrobia. Sehingga proses metabolisme menjadi terganggu dan
pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati (Dee, 2010).
Tabel 1. Hasil Pengaruh Suhu
Bakteri 5
o
C 25
o
C 35
o
C 55
o
C
Eschericia coli ++ +++ ++++ -
Bacillus subtilis + +++ ++++ -
Ket + : sedikit ; ++ : sedang ; +++ : banyak ; ++++ : pertumbuhan sangat lebat

Tabel 2. Hasil Pengaruh Antibiotik (ampicilin)
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli 1,9 1,5 0,02%
Bacillus subtilis 1,2 0,243 -
Ket : di sekitar antibiotiknya masih tumbuh sedikit mikrobia

Tabel 3. Hasil Pengaruh Logam Cu
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli 1,13 3,5 0,017%
Bacillus subtilis 2,1 3,462 5,445%

Tabel 4. Hasil Pengaruh Desinfektan (HgCl)
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli 2,3 2,09 0,033%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 5. Hasil Pengaruh Desinfektan (HNO
3
)
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli 2,6 2,5 0,049%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 6. Hasil Pengaruh Desinfektan (Merkurokrom)
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli 3 4,15 0,06%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 7. Hasil Pengaruh Desinfektan (Iodin)
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli 1,6 0,63 0,01%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 8. Hasil Pengaruh Desinfektan (Alkohol)
Bakteri Diameter zona hambat Luas zona
hambat
Parameter zona
hambat
Eschericia coli - - -
Bacillus subtilis 9 63,585 100%
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan
bakteri Eschericia coli dan Bacillius subtillis. Faktor luar yang pertama adalah suhu.
Pada temperatur 5C E. coli tumbuh sedang (++) sedangkan B. subtillis tumbuh
hanya sedikit saja (+). Hal ini berarti suhu ini masih dalam kisaran hidup E.
coli dan B. subtillis karena masih dapat melakukan aktivitas dan kedua bakteri ini
termasuk jenis bakteri psikrofilik. Pada suhu 25
o
C pertumbuhan kedua bakteri ini
tumbuh dengan subur / banyak (+++), maka kedua bakteri ini termasuk dalam bakteri
mesofilik karena temperaturnya berada pada suhu diantara 20-45
o
C. Pada suhu 35
o
C,
kedua bakteri ini tumbuh dengan sangat lebat (++++) dan masih termasuk jenis
bakteri mesofilik. Pada suhu 55
o
C, tidak ada pertumbuhan pada E. coli dan B.
subtillis karena kedua bakteri ini tidak dapat hidup pada suhu yang lebih dari suhu
optimumnya. Pada suhu paling tinggi aktivitas metabolisme akan meningkat dengan
drastis sehingga dapat menyebabkan denaturasi karena proses enzim yang berlebihan
sedangkan pada suhu paling rendah metabolisme akan terhambat karena enzim akan
menjadi inaktif.
Antibiotik merupakan substansi kimia yang diproduksi oleh berbagai spesies
mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes), mampu menekan pertumbuhan
mikroba lain dan mungkin mematikan mikroba. Ampicilin merupakan penisilin
semisintetis ketiga, yang efektif terhadap banyak bakteri gram negatif
contohnya Escherichia coli disamping spesies-spesies gram positif seperti Bacillus
subtilis. Ampicilin yang punya bersifat sangat bakterisidal dan tidak beracun, tetapi
tidak terhadap penisilinase, serta tidak stabil pada pH asam. Pengaruh antibiotik
ampicillin pada percobaan ini didapat daya hambat pada bakteri E. coli 0,02%
sedangkan pada B. subtilis tidak dihasilkan daya hambat. Antibiotik akan
menghambat kerja enzim pada bakteri, sehingga metabolisme bakteri terhenti dan
bakteri mati. Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa ampisilin tidak begitu efektif
untuk menghambat pertumbuhan bakeri E. coli dan B. subtilis.
Daya oligodinamik adalah daya bunuh logam dalam kadar yang terendah terhadap
mikrobia. . Pada percoban ini hasil perhitungan daya hambat logam terhadap E.
coli adalah 0,017% dan B. subtilis daya hambatnya 5,445%. Daya oligodinamik Cu
terhadap B.subtilis lebih besar dibanding alumunium terhadap E. coli. Hal ini
berarti E. coli memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap logam dibandingkan
dengan B.subtilis. Jumlah logam Cu yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri ini sangat kecil jumlahnya. Dalam satu keping logam, yang efisien untuk daya
penghambatan pertumbuhan bakteri hanya bagian pinggirnya saja, sedang bagian
tengah tidak. Mekanisme kerja daya oligodinamik yaitu menghambat kerja enzim-
enzim dengan gugus sulfidril dan mendenaturasikan protein. Bakteri mati karena sel
tidak dapat melangsungkan proses metabolisme secara biokimiawi karena tidak ada
protein yang dapat bekerja dengan baik sesuai fungsinya serta enzim-enzim terhambat
kerjanya.
Desinfektan merupakan bahan kimia yang menyebabkan desinfeksi, yaitu proses
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme terutama yang
bersifat patogen. Desinfektan membunuh bakteri dengan tidak merusaknya sama
sekali, tetapi zat-zat kimia seperti basa dan asam organik menyebabkan hancurnya
bakteri. Daya hambat desinfektan diketahui dengan membandingkan luas zona
penghambatan dengan luas petridish. Semakin luas zona hambat, maka desinfektan
semakin baik. Pengaruh desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri dapat dilihat
dengan menghitung luas zona hambat dan % penghambat yang terbentuk setelah
cawan petri diinkubasikan.
Desinfektan yang diujikan pada praktikum ini adalah HgCl
2
, HNO
3
, merkurokrom,
iodin dan alkohol 70%. HgCl
2
bekerja sebagai desinfektan dengan cara
mendenaturasikan protein dan menghambat kerja enzim-enzim yang memiliki gugus
sulfidril. Dari hasil percobaan pada E. coli, didapat diameter zona hambat 2,3 cm, luas
zona hambatnya 3,5 cm
2
, dan % penghambatnya sebesar 0,033 %. Pada bakteri B.
subtilis didapat diameter zona hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm
2
, dan %
penghambatnya sebesar 100 %. Hasil membuktikan bahwa desinfektan HgCl
2
lebih
efektif untuk membunuh bakteri B. subtilis daripada E. coli.
Pada penggunaan larutan HNO
3
, diameter zona hambat E. coli adalah 2,6 cm dengan
luas zona hambat 2,5 cm
2
dan % zona hambat 0,49 %. Sedangkan pada B.
subtilis didapat diameter zona hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm
2
, dan %
penghambatnya sebesar 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa HNO
3
lebih efektif
membunuh B. subtilis daripada E. coli.
Merkurokrom adalah salah satu bahan kimia yang terdapat di dalam betadine dan
merupakan senyawa kimia derivat dari HgCl
2
dan memiliki mekanisme yang sama
dengan HgCl
2
dalam membunuh bakteri. Dari hasil percobaan pada E. coli, didapat
diameter zona hambat 3 cm, luas zona hambatnya 4,15 cm
2
, dan % penghambatnya
sebesar 0,06 %. Pada bakteri B. subtilis didapat diameter zona hambat 9 cm, luas zona
jernihnya 63,585 cm
2
, dan % penghambatnya sebesar 100 %. Hasil membuktikan
bahwa desinfektan merkurokrom juga lebih efektif untuk membunuh bakteri B.
subtilis daripada E. coli.
Iodin merupakan desinfektan yang dapat berfungsi sebagai antiseptik terhadap jamur
dan spora dan untuk mendesinfeksi. Dari hasil percobaan pada E. coli, didapat
diameter zona hambat 1,6 cm, luas zona hambatnya 0,063 cm
2
, dan % penghambatnya
sebesar 0,01 %. Pada bakteri B. subtilis didapat diameter zona hambat 9 cm, luas zona
jernihnya 63,585 cm
2
, dan % penghambatnya sebesar 100 %. Hasil membuktikan
bahwa desinfektan iodin juga lebih efektif untuk membunuh bakteriB.
subtilis daripada E. coli.
Alkohol merupakan senyawa dehidrant sehingga saat bakteri diberi alkohol, air
didalam sel akan tertarik keluar. Hal ini akan menimbulkan tekanan osmotik yang
berbeda dari lingkungan luar sehingga sel akan menjadi lisis. Alkohol menghambat
atau membunuh mikroorganisme dengan cara mendenaturasi protein pada membran
proteinnya. Kemampuan alkohol mendenaturasi protein terjadi karena alkohol dapat
memutus ikatan hidrogen antar gugus hidroksil. Pelipatan-pelipatan denaturasi protein
menyebabkan enzim-enzim dan protein fungsional tidak dapat bekerja, sehingga
metabolisme tidak terjadi dan bakteri mati. Dari hasil percobaan pada E. coli, tidak
terjadi desinfeksi pada bakteri sedangkan pada bakteri B. subtilis didapat diameter
zona hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm
2
, dan % penghambatnya sebesar
100 %. Hasil membuktikan bahwa desinfektan alkohol juga lebih efektif untuk
membunuh bakteri B. subtilis daripada E. coli.
Pada percobaan di atas, pada bakteri E. coli jumlah masing-masing desinfektannya di
ambil sebanyak 30 l sedangkan pada B. subtilis sebanyak 50 l. Perbedaan jumlah
zona hambat ini mempengaruhi jumlah terjadinya desinfeksi. Semakin banyak zona
hambat, jumlah desinfeksi akan semakin besar begitupun sebaliknya. B.
subtilis menghasilkan jumlah desinfeksi yang lebih besar daripada E. coli sehingga
dari hasil di atas kelima desinfektan tersebut lebih efektif membunuh B. subtilis.
Deksinfektan yang mempunyai daya bunuh paling besar adalah merkurokrom dan
paling kecil adalah alkohol.
DAFTAR PUSTAKA
Dee. 2010. Pengaruh Faktor Luar. http://deethebiokidz.blogspot.com/ 2 April 2011.
Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambaran. Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi.
Gramedia. Jakarta.
Moat, A.G. 1979. Microbial Physiology. John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta.
Volk, A.W dan Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Perhitungan Jumlah Bakteri
Bakteri dapat ditemukan di mana-mana, seperti di rongga mulut, sela-sela gigi, tanah,
sisa-sisa makanan yang sudah basi dan untuk memperolehnya, biasanya dibiakkan di
dalam cawan petri yang berisi nutrisi atau medium. Koloni yang tumbuh pada media
agar dapat dilihat secara visual dan dihitung. Secara kuantitatif koloni bakteri dapat
dihitung dengan cara menghitung populasinya secara umum atau dengan kata lain
menghitung seluruh sel bakteri yang ada dalam media termasuk sel yang mati, dan
menghitung sel bakteri hidup dengan menggunakan teori pendekatan
(dizzideepinsohard, 2008).
Menurut Jutono, dkk (1980) ada 2 cara perhitungan jumlah mikrobia yaitu
perhitungan secara langsung (direct method) dan secara tidak lengsung (indirect
method).
1. Perhitungan secara langsung
Perhitungan jumlah mikrobia secara langsung, dipakai untuk menentukan jumlah
mikrobia keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup. Ada beberapa cara
perhitungan antara lain:
1. Menggunakan cara pengecatan dan pengamatan mikrospis
Pada cara ini mula-mula dibuat preparat mikroskopik pada gelas benda, suspensi
bahan atau biakan mikrobia yang telah diketahui vulumenya diratakan di atas gelas
benda pada suatu luas tertentu setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah rata-rata
sel tiap petak atau tiap bidang pemandangan mikroskop. Luas bidang pemandangan
mikroskop dihitung dengan mengukur garis tengahnya. Jadi jumlah mikrobia yang
terdapat pada gelas benda seluruhnya dapat dihitung, sehingga dapat diperoleh jumlah
mikrobia tiap cc bahan atau cairan yang diperiksa (Jutono dkk, 1980).
1. Menggunakan filter membrane (miliphore filter)
Suspensi bahan mula-mula disaring sejumlah volume tertentu kemudian disaring
dengan filter membrane yang telah disterilkan terlebih dahulu. Dengan menghitung
jumlah sel rata-rata tiap kesatuan luas pada filter membran dapat dihitung jumlah sel
dari volume suspensi yang disaring (Jutono dkk, 1980).
1. Menggunakan counting chamber
Perhitungan ini dapat menggunakan haemacytometer, Petroff-Hausser Bacteria
Counter, dan alat-alat lainnya yang sejenis. Dasar perhitungannya ialah dengan
menempatkan 1 tetes suspensi bahan atau biakan mikrobia pada alat tersebut, ditutup
dengan gelas penutup kemudian diamati dengan mikroskop dengan perbesaran sesuai
besar kecilnya mikrobia. Dengan menentukan jumlah sel rata-rata tiap petak (ruangan)
yang telah diketahui volumenya dan alat tersebut dapat ditentukan jumlah sel
mikrobia tiap cc (Jutono dkk, 1980). Perhitungan jumlah organisme uniseluler dalam
suspensi dapat ditentukan secara mikroskopik dengan menghitung individu sel dalam
volume yangs angat kecil secara akurat. Seperti perhitungan yang biasanya dilakukan
dengan mikroskop khusus (slide) yang dikenal dengan counting chamber. Counting
chamber terdiri dari kotak-kotak teratur yang telah diketahui areanya, yang disusun
dari liquid film dimana telah diketahui kedalamannya dan dapat dibedakan antara
slide dan cover slip. Akibatnya volume dari cairan yang dituangkan tiap kotak dengan
pasti volumenya dapat diketahui. Seperti perhitungan langsung yang dikenal dengan
total cell count merupakan perhitungan yang meliputi sel hidup dan sel yang tidak
hidup, sejak ini pada kasus bacteria yang tidak dibedakan dengan pengamatan
mikroskopik (Stainer, 1986).
2. Perhitungan secara tidak langsung
Perhitungan mikrobia secara tidak langsung, dipakai untuk menentukan jumlah
mikrobia keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup atau hanya menentukan
jumlah mikrobia yang hidup saja. Untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup
dapat dilakukan setelah suspensi bahan atau biakan mikrobia diencerkan beberapa
kali dan ditumbuhkan dalam medium dengan cara tertentu tergantung dari macamnya
bahan dan sifat mikrobianya (Jutono dkk, 1991).
Ada beberapa cara perhitungan antara lain:
1. Menggunakan sentrifuge
Caranya ialah 10 cc biakan cair mikrobia disentrifuge dengan menggunakan
sentrifuge yang biasa digunakan untuk menentukan jumlah butir-butir darah.
Kecapatan dan waktu sentrifugasi harus diperhatikan. Setelah ditentukan volume
mikrobia keseluruhan maka dapat dipakai untuk menentukan jumlah sel-sel mikrobia
tiap cc, yaitu dengan membagi volume mikrobia keseluruhan dengan volume rata-rata
tiap sel mikrobia (Suriawiria, 1985).
1. Berdasarkan kekeruhan
Dasar penentuan cara ini ialah jika seberkas sinar dilakukan pada suatu suspensi
mikrobia maka makin pekat (keruh) suspensi tersebut, makin besar intensitas sinar
yang diabsorbsi sehingga intensitas sinar yang diteruskan makin kecil (Jutono dkk,
1980). Untuk perhitungan jumlah bakteri berdasarkan kekeruhan digunakan alat-alat
seperti photoelectric turbidimeter electrophotometer, spectrophotometer,
nephelometer, dan alat-alat lain yang sejenis. Alat-alat ini menggunakan sinar
monokromatik dengan panjang gelombang tertentu (Dwijoseputro, 1990).
1. Menggunakan perhitungan elektronik (electronic counter)
Alat ini dapat untuk menentukan beribu-ribu sel tiap detik secaa tepat. Prinsip
kerjanya alat ini adanya gangguan-gangguan pada aliran ion-ion yang bergerak
diantara 2 elektroda. Penyumbatan sementara oleh sel mikrobia pada pori sekat yang
terdapat diantara kedua elektroda sehingga terputusnya aliran listrik. Jumlah
pemutusan aliran tiap satuan waktu dihubungkan dengan kecepatan aliran cairan yang
mengandung mikrobia adalah ukuran jumlah mikrobia dalam cairan tersebut.
1. Berdasarkan analisa kimia
Cara ini didasarkan atas hasil analisa kimia sel-sel mikrobia. Makin banyak sel-sel
mikrobia, makin besar hasil analisa kimianya secara kuantitatif.
1. Berdasarkan berat kering
Terutama digunakan untuk penentuan jumlah jamur benang, misalnya dalam industri
mikrobiologi. Kenaikkan berat kering suatu mikrobia diiringi dengan kenaikkan
sintesa dan volume sel-sel dapat menentukan jumlah mikrobia
1. Menggunakan cara pengenceran
Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup saja. Dasar
perhitungannya ialah mengencerkan sejumlah volume tertentu suatu suspensi bahan
atau biakan mikrobia secara bertingkat.
1. Menggunakan cara Most Probable Number (MPN)
Metode ini dilakukan pengenceran dengan beberapa kali ulangan, secara matematik
hasilnya dapat untuk menentukan kemungkinan besar jumlah mikrobia yang terdapat
dalam suspense.
1. Berdasarkan jumlah koloni (Plate count)
Cara ini yang paling umum digunakan untuk perhitungan jumlah mikrobia. Dasarnya
ialah membuat suatu seri pengenceran bahan dengan kelipatan 10 (Jutono dkk, 1980).
Menurut Jutono (1980), tidak semua jumlah bakteri dapat dihitung. Ada beberapa
syarat perhitungan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Jumlah koloni tiap petridish antara 30-300 koloni, jika memang tidak ada yang
memenuhi syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.
2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish, koloni
tersebut dikenal sebagai spreader.
3. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang bertururt-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau
lebih kecil dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai
jumlah mikrobia dari hasil pengenceran sebelumnya.
4. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata.
Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran.
Pada pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan
baik sehingga kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk
memperoleh perhitungan jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran
yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempengan agar dengan jumlah koloni yang
umumnya relatif rendah (Hadioetomo, 1990).
Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan
tersebut dalam jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30
sampai 300 sel mikrobia per ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1992).
Prinsip pengenceran adalah menurunkan jumlah sehingga semakin banyak jumlah
pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit jumlah mikrobia, dimana suatu
saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung. Inkubasi dilakukan selama 2 x 24
jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal setelah masa
tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata (Waluyo, 2004).
Tabel 1. Hasil Perhitungan Bakteri secara Langsung
Suspensi bakteri Faktor pengenceran Jumlah bakteri
Tanah 10
-4
4,25 x 10
9

Susu 10
-3
9,95 x 10
11

Tabel 2. Perhitungan Jumlah Bakteri Tanah secara Tidak Langsung
Pengenceran Koloni bakteri Rata-rata Jumlah
bakteri
Keterangan
A B
10
-3
Spreader Spreader - -
10
-4
36 Spreader 36 x 10
-4
36 x 10
4
Warna : kuning, putih
Bentuk koloni : irreguler,
sirkuler, curled, toruloid
10
-5
5 66 66 x 10
-5
Warna : putih susu
Bentuk koloni : sirkuler, rhizoid,
amoeboid, irreguler
10
-6
80 300 80 x 10
-6
Warna : krem
Bentuk koloid : sirkuler
Tabel 3. Perhitungan Jumlah Bakteri Susu secara Tidak Langsung
Pengenceran Koloni bakteri Rata-rata Jumlah
bakteri
Keterangan
A B
10
-3
56 Spreader 56 x 10
-3
56 x 10
3
Warna : putih susu & krem
Bentuk koloni : rhizoid,
irreguler, myceloid
10
-4
76 Spreader 76 x 10
-4
Warna : putih susu
Bentuk koloni : sirkulair
10
-5
11 Spreader - Warna : putih susu
Bentuk koloni : circular
10
-6
107 10 107 x 10
-6
Warna : krem
Bentuk koloid : circular &
rhizoid
Perhitungan jumlah bakteri secara langsung digunakan rumus jumlah rata-rata bakteri
dihitung dengan hand counter atau koloni counter, angka 25 diperoleh dari banyaknya
petak dalam hemositometer yakni perkalian antara panjang dan lebarnya 5 x 5,
sedangkan untuk faktor pengenceran adalah merupakan pengenceran yang digunakan
saat percobaan. Pada perhitungan bakteri secara langsung menggunakan pengenceran
bakteri 10
-3
untuk bakteri susu atau 10
-4
untuk bakteri tanah karena dalam
pengenceran tersebut bakteri yang ada dalam medium dapat dihitung, populasinya
tidak padat dan juga tidak sedikit. Populasi bakteri yang padat dapat mempersulit
perhitungan karena bakteri yang ada tumpang tindih dan polulasi yang sedikit kurang
mewakili jumlah bakteri yang ada secara keseluruhan. Jadi pengenceran tersebut
antara suspensi yang diambil dari pengenceran terdahulu untuk diencerkan kembali,
jumlah bakteri yang ada lebih memencar satu sama lain dan mudah dihitung. Bakteri
susu dengan pengenceran 10
-3
setelah penghitungan didapat hasil 9,95 x 10
11
mm
3
dan
untuk bakteri tanah dengan pengenceran 10
-4
dengan penghitungan didapat hasil 4,25
x 10
9
mm
3
.
Perhitungan jumlah bakteri secara langsung memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya, adalah waktunya yang digunakan singkat, penghitungannya lebih
mudah, tidak membutuhkan bahan yang banyak. Sedangkan kekurangannya adalah
tidak dapat membedakan sel hidup dan mati dan sel yang berukuran kecil sulit dilihat
dengan mikroskop.
Perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung dilakukan dengan metode plate
count, yakni hanya sel yang hidup yang dihitung dalam metode ini. Prinsipnya yaitu
pengenceran dalam tiap konsentrasi diinokulasikan dalam medium agar dipetri dengan
cara spread. Perhitungan jumlah bakteri ini digunakan pengenceran 10
-3
,10
-4
,10
-5
,10
-
6
lalu dibandingkan jumlah koloni dari tiap konsentrasi pengenceran sehingga dengan
mengikuti perhitungan dan persyaratan plate count akan didapatkan jumlah bakteri
yang ada. Beberapa syarat perhitungan dengan menggunakan metode ini adalah :
1. Tidak ada spreader.
2. Jumlah koloni mulai dari 30-300.
3. Perbandingan jumlah bakteri antara pengenceran yang lebih besar dengan
pengenceran yang lebih kecil :
1. Jika 2, hasil perhitungan dirata-rata.
2. Jika 2, dipakai hasil pengenceran yang sebelumnya.
Dari hasil perhitungan jumlah bakteri tanah secara tidak langsung, didapatkan bahwa
pada pengenceran 10
-3
koloni bakteri A dan koloni B mengalami spreader. Pada
pengenceran 10
-4
koloni A berjumlah 36 sedangkan koloni B spreader sehingga
diperoleh jumlah bakteri sebanyak 36 x 10
4
dengan berwarna putih dan bentuk koloni
irreguler, sirkuler, curled, dan toruloid. Pada pengenceran 10
-5
koloni A berjumlah 5
dan koloni B berjumlah 66 koloni yang berwarna putih susu dan berbentuk sirkuler,
rhizoid, amoeboid, irreguler. Pada pengenceran 10
-6
koloni A berjumlah 80 dan koloni
B berjumlah 300 yang berwarna krem dan berbentuk sirkuler. Pada perhitungan
jumlah bakteri susu secara tidak langsung, didapatkan bahwa pada pengenceran 10
-
3
koloni bakteri A berjumlah 56 sedangkan bakteri koloni B mengalami spreader
tetapi diperoleh jumlah bakteri sebanyak 56 x 10
3
dengan warna koloni putih susu dan
krem dan berbentuk rhizoid, irreguler dan myceloid.

Pada pengenceran 10
-4
pada
petridish didapat jumlah koloni bakteri A sebanyak 76 sedangkan koloni B mengalami
spreader yang berwarna putih susu dan berbentuk circulair. Pada pengenceran 10
-
5
koloni A berjumlah 11 dan koloni B mengalami spreader dengan warna putih susu
berbentuk circular. Pada koloni A jumlah koloni sebanyak 107 dan koloni B
berjumlah 10 yang berwarna krem dan berbentuk circular dan rhizoid.
Perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri, bakteri
yang dihitung adalah bakteri yang hidup. Sedangkan kekurangannya adalah
perhitungannya kurang akurat karena ada kemungkinan beberapa sel bertumpuk, ada
kemungkinan terjadi spreader, waktu yang dibutuhkan cukup lama, bahan yang
digunakan relatif banyak.
Pada percobaan ini spreader terjadi karena pengenceran suspensi tanah yang kurang
encer sehingga bakteri yang terikut masih sangat banyak sehingga tidak bisa dihitung
dan harus diencerkan lagi. Selain faktor pengenceran, kualitas dari bahan juga dapat
menyebabkan spreader, kualitas bahan yang jelek dapat menyebabkan banyaknya
mikrobia yang ada sehingga karena faktor pengencerannya kurang bakteri yang
diinokulasikan ke dalam petridish menjadi bertumpuk sehingga tidak dapat dihitung
jumlahnya dan mengalami spreader.
Perhitungan jumlah bakteri secara langsung maupun secara tidak langsung
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :
1. Faktor pengenceran, semakin tinggi pengenceran suatu suspensi maka akan
semakin sedikit jumlah bakteri yang dikandung atau tidak ada sama sekali
2. Temperatur dan pH, berkaitan dengan pertumbuhan bakteri pada suhu dan pH
optimum
3. Komposisi medium, medium yang digunakan untuk penanaman harus sesuai
dengan bakteri yang akan dihitung
4. Segi teknis yaitu Alat yang digunakan dan tingkat ketelitian dalam
penghitungan.
DAFTAR PUSTAKA
Dizzideepinsohard. 2008. Laporan Praktikum Mikrobiologi
Farmasi. http://anitamanulang.blog.com/laporan-praktikum-mikrobiologi-
farmasi.html/ 27 Maret 2011.
Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikirobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jutono, J., Soedarsono, S., Hartadi, S., Kabirun, S., Suhadi, D., Soesanto.
1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas
Pertanian UGM. Yogyakarta.
Hadioetomo, R. 1990. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Stainer, R.Y. 1986. The Microbial World. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New
Jersey.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Morfologi Koloni Bakteri
Populasi bakteri tumbuh sangat cepat ketika mereka disertakan dengan gizi dan
kondisi lingkungan yang memungkinkan mereka untuk berkembang. Melalui
pertumbuhan ini, berbagai jenis bakteri kadang-kadang akan menghasilkan koloni
yang khas dalam penampilan. Beberapa koloni mungkin akan berwarna, ada yang
berbentuk lingkaran, sementara yang lain tidak teratur. Karakteristik koloni (bentuk,
ukuran, warna, dll) yang diistilahkan sebagai koloni morfologi. Morfologi koloni
adalah cara para ilmuwan dapat mengidentifikasi bakteri. Morfologi koloni dapat
ditinjau dari berbagai aspek, yaitu :
1. Shape : Bentuk
2. Edge : Tepi;pinggir
3. Elevation : Ketinggian
4. Size : Ukuran
5. Surface : Permukaan
6. Consistency : Kekentalan ; kepadatan
7. Odor : Bau
8. Opacity : Transparansi
9. Chromogenesis : Pigmentasi
(Anonim, 2008).
Ada empat cara yang dilakukan untuk mengetahui hasil dari identifikasi morfologi
koloni bakteri yaitu sebagai berikut.
1. Metode piringan goresan dan metode piringan tuangan
Untuk memelihara bakteri dalam lempengan (di dalam petridish) sampel bakteri
diambil dengan ujung kawat yang bengkok. Ujung yang bengkok ini kemudiaan
digesekkan dengan gerakan ke kanan dan ke kiri sampai meliputi seluruh permukaan
agar-agar. Dengan demikian akan diperoleh koloni-koloni yang mengggerombol dan
koloni-koloni yang memencil. Yang terakhir inilah yang menunjukkan sifat-sifat yang
harus diperhatikan. Sifat-sifat koloni pada agar-agar lempengan mengenai bentuk,
permukaan, dan tepi. Bentuk koloni dilukiskan sebagai titik,-titik, bulat, berbenang,
tak teratur, serupa akar, serupa kumparan. Permukaan koloni dapat datar, timbul
mendatar, timbul melengkung, timbul mencembung, timbul membukit, timbul
berkawah. Tepi koloni ada yang utuh, adad yang berombak, ada yang berbelah-belah,
ada yang bergerig, ada yang berbenang-benang, ada yang keriting ( Dwidjoeputro,
1987).
1. Metode tusukan agar tegak
Metode ini dapat diperoleh dengan menusukkan ujung kawat yang membawakan
bakteri, lurus ke dalam medium melalui tengah-tangah medium. Bakteri yang aerob
akan tampak tumbuh dekat permukaan medium. Sifat-sifat koloni tusukan dalam
gelatin. Ada bakteri yang dapat mengencerkan gelatin, ada juga bakteri yang tidak
mampu mengencerkan gelatin. Bentuk koloni serupa pedang, tasbih, bertonjol-tonjol,
berjonjot, serupa batang, serupa kawah, mangkuk, corong, pundit-pundi (Jutono,
1980). Koloni juga dibedakan berdasarkan moril tidaknya. Bakteri dikatakan motil
apabila bakteri menyebar ke sekitar tusukan, sedangkan bakteri dikatakan nonmotil
bila pertumbuhannya hanya pada bekas tusukan (Indra, 2009).
1. Metode agar miring goresan
Untuk membuat piaraan disitu maka ujung kawat yang berisi bakteri digesekkan satu
kali dari ujung bawah ke ujung atas sehingga garis itu merupakan diameter
memanjang dari permukaan medium. Sifat khusus pada agar miring berkisar pada
bentuk dan tepi koloni, dan sifat-sifat itu dinyatakan dengan kata-kata seperti : berupa
pedang, serupa duri, serupa tasbih, titik-titik, batang, dan akar ( Dwidjoeputro, 1987).
1. Metode medium cair
Inolukasi juga dapat dilakukan degan metode adukan. Bakteri yang digunakan untuk
membuaat piaaraaan adukan dapat diperoleh dari piaraan dalam medium cair, atau
dari suatu koloni pada medium padat. Biakan diambil dengan kawat ose kemudian
diadukkan dalam medium cair tersebut. Sifat koloni yang kelihatan akan berbeda-
beda. Permukaan medium ini dapat memprlihatkan adanya serabut, cincin, langit-
langit, atau selaput ( Dwidjoeputro, 1987).
Menurut Pradhika (2008), koloni bakteri memiliki ciri-ciri yang berbeda, tergantung
jenisnya dan mediumnya. Ciri-ciri tersebut adalah :
1. Pertumbuhan pada petridish
1. Ukuran; pinpoint/punctiform (titik)
- Small (kecil)
- Moderate (sedang)
- Large (besar)
b. Pigmentasi : mikroorganisme kromogenik sering memproduksi pigmen
intraseluler, beberapa jenis lain memproduksi pigmen ekstraseluler yang dapat terlarut
dalam media
c. Karakteristik optik : diamati berdasarkan jumlah cahaya yang melewati
koloni.
- Opaque (tidak dapat ditembus cahaya)
- Translucent (dapat ditembus cahaya sebagian)
- Transparant (bening)
d. Bentuk :
- Circular
- Irregular
- Spindle
- Filamentous
- Rhizoid
e. Elevasi :
- Flat
- Raised
- Convex
- Umbonate
f. Permukaan :
- Halus mengkilap
- Kasar
- Berkerut
- Kering seperti bubuk
g. Margins :
- Entire
- Lobate
- Undulate
- Serrate
- Felamentous
- Curled
2. Pertumbuhan pada Agar Miring
Ciri-ciri koloni diperoleh dengan menggoreskan jarum inokulum tegak dan lurus pada
medium. Ciri koloni berdasarkan bentuk adalah :

3. Pertumbuhan pada Agar Tegak
Cara penanaman adalah dengan menusukkan jarum inokulum needle ke dalam media
agar tegak.

1. Ciri-ciri koloni berdasar bentuk :

2. Ciri koloni berdasar kebutuhan O
2 :



4. Pertumbuhan pada Media Cair
Pola pertumbuhan berdasarkan kebutuhan O
2

Medium Gambar Parameter Bakteri
E. coli B. subtilis
Agar tegak Pertumbuhan Sepanjang tusukan Menyebar
Bentuk Echinulate Rhizoid
Agar miring Pertumbuhan Sedikit, membentuk koloni Tipis, merata tanpa koloni
Elevasi Law convex Law convex
Warna Krem Krem
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Bentuk Spreading Echinulate
Cair Endapan Di bawah medium dan
banyak
Di bawah medium tapi
sedikit
Bentuk Tidak bergranula bergranula
Bau Berbau Tidak berbau
Warna Sedikit keruh Sedikit keruh
Agar petridis Pertumbuhan Merata Merata
Elevasi Law convex Law convex
Tepian Entire Ciliate
Bentuk koloni Circulair Filamentous
Permukaan Licin Licin
Pengamatan mofologi bakteri pada percobaan ini menggunakan medium yang berbeda
dangan cara inokulasi yang berbeda pula sehingga didapat morfologi koloni yang
berbeda. Medium yang digunakan dalam percobaan ini adalah medium agar tegak,
agar miring, medium cair, dan medium streak plate. Pengamatan morfologi ini
berguna untuk mengidentifikasi suatu bakteri. Bakteri yang digunakan adalah Bacillus
subtilis dan Escherichia coli.
Medium padat tegak merupakan media yang ditambahkan agar sehingga bersifat
padat, yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas penyumbat dan
berfungsi sebagai penguji kebutuhan bakteri terhadap udara atau kebutuhan oksigen
terhadap pertumbuhan bakteri atau mikroorgasnime. Medium agar tegak merupakan
medium padat dengan posisi medium tegak dan luas permukaan untuk biakan kecil.
Medium agar tegak digunakan untuk melihat jenis atau bentuk koloni, sifat aerob dan
anaerob mikrobia. Cara inokulasinya adalah dengan tusukan, bentuk pertumbuhan
suatu bakteri diamati melalui bekas tusukan. Inokulasi dilakukan dilakukan dengan
ose yang berujung lurus dari atas ke bawah sepanjang mediumnya.
Pada Escherichia coli dalam medium agar tegak pertumbuhannya hanya sepanjang
tusukan osenya saja atau bersifat motil dan berbentuk echinulate. Sedangkan
pada Bacillus subtilis, pertumbuhannya tidak hanya sepanjang tusukan saja, tetapi
menyebar dalam medium sehingga disebut juga nonmotil dan berbentuk rhizoid.
Medium agar padat miring merupakan medium nutrien cair yang ditambah agar
sebagai pemadatnya dan dibiarkan mengeras pada posisi miring. Cara
menginokulasinya adalah dengan cara mengambil bakteri menggunakan ose berujung
bulat dan digoreskan pada permukaan medium. Fungsinya adalah untuk melihat
kebutuhan O
2
bakteri. Pada medium agar padat miring, bakteri Eschericia
coli, bentuknya spreading dengan elevasi low convex, tidak berbau, berwarna krem
dan pertumbuhannya sedikit saja tetapi membentuk koloni. Pada Bacillus
subtilis, pertumbuhannya tipis dan merata tanpa koloni dengan elevasi low convex
berbentuk echinulate, tidak berbau, dan berwarna krem. Kedua bakteri tersebut tidak
menunjukkan perubahan pada medianya, sehingga warna medium tetap krem.
Artinya, kedua medium tersebut hanya menggunakan nutrien dalam medium saja dan
tidak melakukan reaksi kimia yang mengubah komposisi nutrient dengan
mengeluarkan produk sisa yang dapat bereaksi dengan medium. Perubahan medium
dapat diamati dari perubahan warna, dan konsistensi medium.
Medium cair merupakan media yang tidak ditambahkan agar sehingga bersifat cair,
yang dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas penyumbat, dan
berfungsi untuk melihat kebutuhan O
2
dari bakteri. Cara inokulasi pada medium cair
adalah dengan mencelupkan ose dan mengaduk ose dalam medium nutrisi cair
sehingga bakteri akan terlepas dari ose dan berada didalam medium cair tersebut
dalam bentuk koloni. Koloni dalam medium cair yang paling mudah diamati adalah
tingkat kekeruhannya, dimana jika semakin keruh maka diketahui bakteri yang
tumbuh didalamnya semakin banyak. Berdasarkan pertumbuhan bakteri pada medium
tersebut, terdapat 2 kemungkinan yakni pada permukaan atau dasar medium, sehingga
dapat digolongkan suatu bakteri termasuk aerob atau anaerob, selain itu dapat ditinjau
bau, bentuk, warna, dan endapan. Pada bakteri Eschericia coli, bentuknya tidak
bergranula, memiliki bau, warnanya sedikit keruh dan terdapat endapan yang banyak
di dasar tabung yang menunjukkan bahwa E. coli termasuk bakteri anaerob.
Sedangkan pada Bacillus subtilis bentuknya tidak bergranula hanya butiran-butiran
kecil, memiliki bau dan sedikit keruh seperti E. coli, dan terdapat sedikit endapan
pada dasar tabung yang menunjukkan B. subtilis sebagai bakteri anaerob juga.
Kekeruhan pada medium dari kedua bakteri menunjukan kelangsungan hidup dari
bakteri tersebut, dimana kekeruhan terjadi akibat regenerasi atau pembelahan sel
bakteri.
Medium lainnya yang digunakan adalah medium agar petridish dengan metode streak
plate. Cara inokulasi pada medium ini yakni dengan menggoreskan suspensi bahan
yang mengandung bakteri pada permukaan medium dengan kawat ose dan digoreskan
sesuai dengan petridish. Setelah inkubasi, maka pada bekas goresan akan tumbuh
koloni-koloni terpisah yang mungkin berasal dari satu sel bakteri. Koloni dalam streak
plate method dapat diamati pertumbuhannya, bentuk koloni, permukaannya, elevasi,
bentuk tepi (margin) dan bentuk struktur dalam. Escherichia coli pada streak plate
method, pertumbuhannya merata, dengan bentuk koloni circulair, permukaan kasar,
elevasinya low convex, bentuk tepinya erose. Bacillus subtilis pada streak plate
method, koloninya tumbuh tidak merata dipermukaan, dengan bentuk koloni
irregulair, permukaan licin, elevasinya low convex, bentuk tepinya entire dan struktur
dalamnya mengkilat. Sedangkan pada B. subtilis, pertumbuhan, elevasi, permukaan,
dan struktur dalamnya sama seperti E. coli, hanya saja bentuk koloninya berbeda yaitu
filamentous dan tepiannya ciliate.

Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Isolasi Bakteri
Bakteri mudah ditemukan di air, udara dan tanah. Mereka hidup dalam suatu koloni,
baik bersimbiose, bebas ataupun parasit pada makhluk hidup. Jumlah bakteri di alam
sangat melimpah dengan keragaman yang sangat tinggi. Untuk mempelajari
kehidupan dan keragaman bakteri, diperlukan suatu usaha untuk mengembakbiakkan
mereka dalam skala laboratorium. Pengembangbiakan ini dilakukan dengan
menumbuhkan bakteri dari sumber isolat, seperti tanah, udara, sisa makanan, dan lain-
lain, dalam media yang mengandung nutrisi. Media pertumbuhan bakteri sangat
beragam, mulai dari media selektif, media penyubur, media diferensial, dll. Masing-
masing media memiliki fungsi berbeda dan digunakan tergantung tujuan dari
praktikan. Dalam mempelajari sifat pertumbuhan dari masing-masing jenis
mikroorganisme, maka mikroorganisme tersebut harus dipisahkan satu dengan yang
lainnya, sehingga didapatkan kultur murni yang disebut isolat. Kultur murni
merupakan suatu biakan yang terdiri dari sel-sel dari satu species atau satu galur
mikroorganisme. Kultur murni diperoleh dengan cara isolasi menggunakan metode
tuang maupun gores (Pelczar dan Chan, 1986).
Isolasi suatu mikrobia ialah memisahkan mikrobia tersebut dari lingkungannya di
alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium buatan. Isolasi
harus diketahui cara-cara menanam dan menumbuhkan mikrobia pada medium biakan
serta syarat-syarat lain untuk pertumbuhannya (Jutono, 1980). Memindahkan bakteri
dari medium lama kedalam medium yang baru diperlukan ketelitian dan pengsterilan
alat-alat yang digunakan, supaya dapat dihindari terjadinya kontaminasi. Pada
pemindahan bakteri dicawan petri setelah agar baru, maka cawan petri tersebut harus
dibalik, hal ini berfungsi untuk menghindari adanya tetesan air yang mungkin melekat
pada dinding tutup cawan petri (Dwijoseputro, 1987).
Mikrobia yang hidup di alam terdapat sebagai populasi campuran dari bebagai jenis
mikrobia yang berbeda prinsip dari isolasi mikrobia dalam memisahkan satu jenis
mikroba dengan mikroba lainnya dari lingkungannya dialam dan ditumbuhkan dalam
medium buatan. Pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dalam medium padat, karena
dalam medium padat sel-sel mikroba akan terbentuk suatu koloni sel yang tetap pada
tempatnya (Sutejo dkk, 1991).
Menurut Pradhika (2008), ada beberapa teknik isolasi mikrobia, yaitu :
1. Teknik penanaman dari suspensi
Teknik penanaman ini merupakan lajutan dari pengenceran bertingkat. Pengambilan
suspensi dapat diambil dari pengenceran mana saja tapi biasanya untuk tujuan isolasi
(mendapatkan koloni tunggal) diambil beberapa tabung pengenceran terakhir.
1. Spread plate (agar tabur ulas)
Spread plate adalah teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di
permukaan agar, agar diperoleh kultur murni. Prosedur kerjanya adalah suspensi
cairan diambil sebanyak 0,1 ml dengan mikropipet kemudian teteskan diatas
permukaan agar yang telah memadat. Trigalski kemudian dibakar diatas bunsen dan
didinginkan beberapa detik. Kemudian suspensi diratakan dengan menggosokannya
pada permukaan agar , penyebaran akan lebih efektif bila cawan ikut diputar.

1. Pour plate (agar tuang)
Teknik ini memerlukan agar yang belum padat dan dituang bersama suspensi bakteri
ke dalam cawan petri dan dihomogenkan lalu dibiarkan memadat. Hal ini akan
menyebabkan sel-sel bakteri tidak hanya terdapat pada permukaan agar saja tapi juga
di dalam atau dasar agar sehingga bisa diketahui sel yang dapat tumbuh dipermukaan
agar yang kaya O
2
dan di dalam agar yang tidak banyak begitu banyak mengandung
O
2
. Prosedur kerjanya adalah petridish, tabung pengenceran yang akan ditanam dan
media padat yang masih cair disiapkan. Kemudian 1 ml suspensi bakteri diteteskan
secara aseptis ke dalam cawan kosong

Lalu medium yang masih cair dituang ke
dalam petridish lalu petridish di putar membentuk angka 8 agar suspensi bakteri dan
media homogen, kemudian diinkubasi.

Pada spread plate diteteskannya bakteri sebanyak 0,1 ml dan pada pour
plate diteteskan sebanyak 1 ml karena spread plate bertujuan untuk menumbuhkan
dipermukaanya saja, sedangkan pour plate membutuhkan ruang yang lebih luas untuk
penyebarannya sehingga diberikan lebih banyak dari pada spread plate.

2. Teknik Penanaman dengan Goresan (Streak)
Bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan
kultur ke dalam medium baru.
1. Goresan Sinambung
Prosedur kerjanya adalah inokulum loop (ose) disentuhkan pada koloni bakteri dan
gores secara kontinyu sampai setengah permukaan agar. Lalu petridish diputar
180
o
dan dilanjutkan goresan sampai habis. Goresan sinambung umumnya digunakan
bukan untuk mendapatkan koloni tunggal, melainkan untuk peremajaan ke cawan atau
medium baru.
1. Goresan T
Prosedur kerjanya adalah petridish dibagi menjadi 3 bagian menggunakan spidol dan
daerah tersebut diinokulasi dengan streak zig-zag. Ose dipanaskan dan didinginkan,
lalu distreak zig-zag pada daerah berikutnya.
1. Goresan Kuadran (Streak quadrant)
Hampir sama dengan goresan T, namun berpola goresan yang berbeda yaitu dibagi
empat. Daerah 1 merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel
mikroorganisma. Goresan selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari goresan
pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni
tunggal.

Menurut Pradhika (2008), untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang
tersuspensi dalam cairan dapat dilakukan pengenceran. Dengan pengenceran, koloni
akan lebih mudah diamati. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran
tergantung kepada perkiraan jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan
1 : 9 untuk sampel dan pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran
berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme dari pengenceran sebelumnya.


Menurut Jutono (1980), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengisolasi
bakteri, yaitu :
1. Sifat-sifat spesies mikrobia yang akan diisolasi
2. Tempat hidup atau asal mikrobia tersebut
3. Medium untuk pertumbuhannya yang sesuai
4. Cara menanam mikrobia tersebut
5. Cara inkubasi mikrobia tersebut
6. Cara menguji bahwa mikrobia yang diisolasi telah berupa biakan murni dan
sesuai dengan yang dimaksud
7. Cara memelihara agar mikrobia yang telah diisolasi tetap merupakan biakan
murni

Medium agar merupakan substrat yang sangat baik untuk memisahkan campuran
mikroorganisme. Teknik yang digunakan memungkinkan bakteri tumbuh pada jarak
yang berjauhan dari sesamanya dan membentuk koloni. Semua sel dalam koloni
dianggap sebagai turunan atau progeni suatu mikroorganisme yang disebut dengan
biakan murni. Bahan yang diinokulasikan pada medium disebut inokulum. Dengan
menginokulasikan medium agar nutrien dengan metode yang benar, maka sel-sel
bakteri akan terpisah sendiri-sendiri. Setelah diinkubasi, bakteri akan memperbanyak
diri dengan cepat selama 18-24 jam, sehingga terbentuk massa sel (koloni) yang dapat
terlihat dengan mata telanjang (Pelczar dan Chan, 1986).
Untuk memastikan mikrobia yang diisolasi telah berupa biakan murni dan sesuai
dengan yang dimakudkan maka diperlukan pengujian. Uji yang bisa digunakan adalah
dengan cara pengecatan gram. Apabila bakteri tidak berubah maka bakteri yang
diisolasi sudah merupakan biakan murni dan bila di dalam uji pengecatan gram
berubah bakteri gramnya maka isolasi tidak berhail karena belum berubah menjadi
biakan murni. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kontaminan di dalam isolasi
bakteri ( Volk dan Wheeler, 1993).
Pada saat isolasi, mikroba perlu dilakukan inokulasi mikroba. Sebelum dan sesudah
menginokulasikan mikroba jarum ose yang digunakan harus dipanaskan terlebih
dahulu. Hal ini bertujuan agar jarum ose yang digunakan bersifat steril dan bebas
kontaminasi dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sedangkan pada cawan petri,
setelah sampel dimasukan ke dalam cawan petri setiap membuka dan menutup cawan
petri harus terlebih dahulu dipanaskan untuk meminimalkan terkontaminasinya
sampel. Wadah media yang menggunakan cawan petri, pada saat inkubasi mikroba
pada cawan petri selalu dalam posisi terbalik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
mikroba terkena uap air yang dihasilkan pada saat inkubasi, sehingga kualitas mikroba
tidak rusak atau mengalami gangguan.
Ada beberapa metode yang digunakan dalam isolasi bakteri, yaitu :
1. Metode pour plate
Metode ini dilakukan dengan menginokulasikan suspensi bahan yang mengandung
bakteri dengan bantuan mikropipet untuk disemprotkan ke dalam medium agar yang
sedang mencair dan menuangkannya pada petridish. Pada metode ini, volume
suspensi yang digunakan lebih dari 0,1 ml, biasanya 1 ml. Suspensi bakteri tersebut
diambil dengan mikropipet dan disemprotkan ke dalam petridish yang berisi medium.
Setelah diinkubasi akan terlihat koloni bakteri yang bermacam-macam, kemudian satu
koloni dipilih dan diambil dengan ose, kemudian dilanjutkan dengan pengecatan
gram.
2. Metode streak plate
Streak plate yaitu suatu cara pengisolasian bakteri yang cara inokulasinya dengan
menggoreskan suspensi bahan yang mengandung bakteri pada permukaan medium
dengan kawat ose dan digoreskan sesuai dengan petridish. Kultur media untuk
menumbuhkan atau mengisolasikan bakteri dengan metode streak merupakan suatu
teknik untuk memisahkan sel bakteri secara individual. Setelah inkubasi, maka pada
bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah yang mungkin berasal dari satu sel
bakteri.
3. Metode spread plate
Spread plate adalah metode isolasi bakteri dengan cara menginokulasikan suspensi
bahan yang mengandung bakteri ke atas medium agar lalu diratakan dengan
menggunakan trigalski. Setelah diinokulasikan akan terlihat koloni-koloni bakteri
yang tumbuh tersebar dipermukaan medium agar sehingga dapat diisolasi lebih lanjut
untuk mendapatkan biakan murni.
Isolasi / metode Gambar Parameter Hasil pengamatan
Bakteri tanah Jumlah koloni 5
Bentuk koloni Circulair
Tepian Lobate
Elevasi Convex
Pour 10
-3
Jumlah koloni 4
Bentuk koloni Circulair, irregulair, rhizoid, curled
Warna Krem, kuning
Pertumbuhan Permukaan
Tepian Cremate
Elevasi Convex regose, effuse, umbonate
Streak 10
-3
Jumlah koloni 13
Bentuk koloni Circulair, curled, myceloid
Warna Krem, putih transparan
Pertumbuhan Permukaan
Tepian Erose, entire, undulate
Elevasi Convex, raised, raise with concave
bavelend edge
Spread 10
-4
Jumlah koloni 6
Bentuk koloni Rhizoid, circulair
Warna Krem
Pertumbuhan Permukaan
Pada percobaan ini, digunakan bakteri udara dengan pengenceran 10
-3
dan 10
-4
.
Bakteri ini diisolasi dengan metode pour plate, streak plate dan spread plate.
Metode pour plate memerlukan agar yang belum padat dan dituang bersama suspensi
bakteri ke dalam cawan petri dan dihomogenkan lalu dibiarkan memadat. Hal ini akan
menyebabkan sel-sel bakteri tidak hanya terdapat pada permukaan agar saja tapi juga
di dalam atau dasar agar sehingga bisa diketahui sel yang dapat tumbuh dipermukaan
agar yang kaya O
2
dan di dalam agar yang tidak banyak begitu banyak mengandung
O
2
. Setelah diinkubasi selama 48 jam di suhu 37
o
C, untuk bakteri tanah pengenceran
10
-3
, diperoleh jumlah koloni sebanyak 4 koloni yang berbentuk circulair, irregulair,
rhizoid, dan curled dengan warna koloninya krem dan kuning. Pertumbuhan bakteri
ini pada permukaan medium. Tepiannya berbeentuk cremate, ciliate, dan fimbriate,
sedangkan elevasinya convex, regose, effuse, dan umbonate. Setelah dilakukan
pengecatan gram, diperoleh koloni dengan bentuk bulat dan batang panjang serta ada
yang berwarna ungu yang menunjukkan gram positif dan berwarna merah yang
menunjukkan bakteri ini juga termasuk gram negatif. Kelebihan metode pour plate ini
adalah mudah diamati, tidak ada persaingan antarbakteri untuk mengambil O
2
karena
letaknya tersebar, koloninya terpisah. Kekurangan bakteri ini adalah boros waktu dan
bahan, mudah terkontaminasi.
Metode streak plate dilakukan dengan cara menggoreskan biakan pada ose ke
medium agar pada petridish. Penggoresan dilakukan dengan goresan kuadran (dibagi
empat). Daerah 1 merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel
mikroorganisme. Goresan selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari goresan
pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni
tunggal. Setelah dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 37
o
C, bakteri udara
pengenceran 10
-3
, diperoleh jumlah koloni 13 koloni dengan bentuk koloninya
circulair, curled, dan myceloid yang berwarna krem dan putih transparan.
Pertumbuhan koloninya pada permukaan medium. Tepian koloni yang terlihat
berbentuk erose, entire, dan undulate dengan elevasinya berbentuk convex, raised, dan
raised with concave bavelend edge. Pada koloni ini dilakukan pengecatan gram dan
diperoleh koloni yang berbentuk bulat dan batang pendek serta berwarna ungu yang
menunjukkan gram positif. Kelebihan metode goresan adalah menghemat waktu dan
bahan, serta dapat menghasilkan bakteri yang diinginkan jika isolasi bakteri dilakukan
dengan tepat dan teliti. Kekurangan metode ini adalah diperlukan keterampilan yang
khusus untuk mendapatkan koloni yang terpisah.
Metode spread plate yaitu teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di
permukaan agar, agar diperoleh kultur murni. Suspensi cairan diambil sebanyak 0,1
ml dengan mikropipet kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah memadat.
Trigalski kemudian dibakar diatas bunsen dan didinginkan beberapa detik. Kemudian
suspensi diratakan dengan menggosokannya pada permukaan agar. Setelah diinkubasi
selama 48 jam pada suhu 37
o
C, bakteri udara pengenceran 10
-4
, diperoleh jumlah
koloni sebanyak 4 koloni yang berbentuk rhizoid dan circulair, berwarna krem serta
pertumbuhannya pada permukaan medium. Pada koloni ini tidak dilakukan
pengamatan dengan pengecatan gram. Kelebihan metode ini adalah diperoleh koloni
bakteri yang terpisah, labih mudah dilakukan dan membutuhkan medium yang sedikit.
Kekurangannya adalah waktu yang digunakan lebih lama dan mudah terkontaminasi.
Pada bakteri udara dengan metode terbuka, yaitu petridish yang sudah berisi medium
agar padat dibiarkan terbuka selama 5-10 menit kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C
selama 48 jam dan diperoleh jumlah koloni sebanyak 4 koloni yang bentuk koloninya
adalah circulair, tepiannya berbentuk lobate, dan elevasinya berbentuk convex.
Setelah dilakukan pengecatan gram, diperoleh koloni yang berbentuk bulat serta
berwarna ungu yang menunjukkan gram positif dan juga berwarna merah yang
menunjukkan gram negatif.
Kelebihan dari pengisolasian bakteri udara adalah tidak membutuhkan keahlian tinggi
dan sederhana karena hanya membiarkan medium pada udara terbuka sekitar 5-10
menit. Kekurangannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan tidak mendapatkan
bakteri yang bersifat anaerob. Tujuan pemindahan bakteri dari petridish ke medium
agar miring untuk menunjukkan tingkatan keberhasilan dari suatu pengisolasian.
Dengan mengidentifikasi dan membandingkan sama tidaknya bakteri yang tumbuh
pada petridish dan medium agar miring, maka dapat dilihat tingkat keberhasilan dalam
mengisolasikan bakteri tersebut. Jika hasil yang diperoleh sama, artinya pengisolasian
bakteri berhasil dan diperoleh biakkan murni. Sebaliknya jika hasil yang diperoleh
tidak sama, artinya pengisolasian kurang atau tidak berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Jutono, J. 1980. Pedoman Praktikum Mikroiologi Umum Untuk Perguruan
Tinggi. Penerbit Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
Pelczar. M.J., dan Chan, E. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Pradhika, E. I. 2008. Isolasi Mikroorganisme. http://ekmon-
saurus.blogspot.com/2008/11/bab-4-isolasi-mikroorganisme.html/ 5 Maret 2011.
Sutejo, M. M., Kartasaputra., Sastroadmodjo. 1991. Mikrobiologi Dasar. Reika Cipta.
Jakarta.
Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, Jilid 1, Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Morfologi Bakteri
Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniselular yang berkembang biak secara
aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang
bersifat fotosintetik. Bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasit, saprofit, patogen
pada manusia, hewan dan tumbuhan. Bakteri tersebar luas di alam, dalam tanah,
atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri
mempunyai bentuk bulat, batang, dan lengkung, namun bentuk bakteri juga dapat
dipengaruhi oleh umur. Bakteri dapat mengalami perubahan bentuk yang disebabkan
faktor makanan, suhu, dan lingkungan, juga dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk
yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan
yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 (Regobiz, 2010).
Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk seperti elips, bola, batang (silindris) atau
spiral (heliks). Masing-masing ciri ini penting dalam mencirikan morfologi suatu
spesies. Sel bakteri yang berbentuk seperti bola atau elips dinamakan kokus. Bakteri
ini terdapat dalam beberapa pola atau pengelompokan yang berbeda, dan karena
pengelompokkan sel yang khusus ini mungkin merupakan ciri marga tertentu maka
pengetahuan tentang pengelompokan ini akan membantu dalam mengidentifikasi
organisme tidak dikenal. Beberapa kokus secara khas hidup sendiri-sendiri, yang lain
dijumpai dalam pasangan, kubus atau rantai panjang tergantung caranya membelah
diri dan kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan kokus yang membelah
dalam satu bidang namun tidak memisahkan diri sering membentuk rantai kokus
merupakan sifat khas marga Streprococus. Kokus yang membelah ke dalam 3 bidang
yang tegak lurus satu sama lain membentuk pakek kubus, cara pembelahan ini
dijumpai pada marga sarana. Kokus yang membelah dalam dua bidang untuk
membentuk empat sel terdapat pada marga Pediococus. Kokus yang membelah dalam
dua bidang untuk membentuk gugusan yang tidak teratur diklasifikasikan dalam
marga Staphylococcus (Volk dan wheeler, 1988).
Bentuk dan ukuran bakteri dapat diamati dengan cara yaitu mengamati sel-sel dengan
pewarnaan. Menurut Sutedjo (1991), tujuan dari pewarnaan yaitu :
1. Untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop
2. Memperjelas ukuran dan bentuk sel
3. Melihat struktur luar dan dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola
4. Menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat
warna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna,
substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat
yang sudah meresap suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka
semua zat warna terhapus. sebaliknya terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam
encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan bakteri tahan asam, dan hal ini
merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Regobiz, 2010).
Ada berbagai macam jenis pengecatan yaitu pengecatan sederhana yang hanya
menggunakan 1 cat saja, pengecatan bertingkat yaitu pengecatan dengan lebih dari
satu jenis cat. Pengecatan bertingkat misalnya pengecatan gram, dan pengecatan
bakteri tahan asam atau Ziehl Nellsen. Pengecatan gram terdiri dari 4 tahap, tahap
pertama adalah pengecatan dengan cat utama yaitu Kristal violet, lalu cat
diintensifkan menggunakan larutan iod, tahap ketiga menggunkana alcohol untuk
melunturkan cat pertama, tahap yang terakhir adalah pengecatan dengan cat penutup
yaitu safranin. Gram positif menunjukan warna ungu, gram negatif menunjukan warna
merah dari safranin. Untuk pengecatan Ziehl Nellsen cat pertama menggunakan
carbolfuchsin, lalu dilunturkan dengan alcohol asam, setelah itu ditutup dengan cat
penutup methylen blue. Untuk yang tahan asam warnanya biru. Dengan pengecatan
gram kita bisa menentukan sifat bakteri apakah parasit atau tidak. Sedangkan dengan
cat ZN kita dapat tahu sifat bakteri apakah tahan asam atau tidak (Salle, 1961).
Menurut Ahira (2010), ada 2 macam bakteri berdasarkan pewarnaan gram yaitu
bakteri gram negatif dan bakteri gram positif. Perbedaan antara bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif berdasar pada struktur dinding sel keduanya. Bakteri gram
positif hanya memiliki satu membran plasma dengan dinding sel yang tersusun atas
peptidoglikan. Sebagian besar dinding sel bakteri memang dibangun dari
peptidoglikan, sedangkan sebagian kecil terdiri atas asam teikoat. Sementara itu,
bakteri gram negatif mempunyai susunan membran sel yang rangkap dua atau
memiliki membran ganda. Selain terdiri atas peptidoglikan, membran pasmanya
diselubungi oleh membran luar yang permeabel atau membran yang mudah dilewati
oleh air.
Staphylococcus adalah bakteri Gram-positif yang berbentuk bola. Bakteri ini ada yang
berkoloni dan berbentu seperti buah buah anggur. Pada tahun 1884, Rosenbach
menjelaskan ada dua jenis warna staphylococci yaitu: Staphylococcus aureus yang
berwarna kuning dan Staphylococcus albus yang berwarna putih. Beberapa
karakterististik yang dimiliki Staphylococcus Aureus diantaranya hemolytic pada
darah agar, catalase-oxidase-positif dan negatif, dapat tumbuh pada suhu berkisar 15
sampai 45 derajat dan lingkungan NaCl pada konsentrasi tinggi hingga 15 persen dan
menghasilkan enzim coagulase. Selain itu,biasanya S. aureusmerupakan patogen
seperti bisul, styes dan furunculosis beberapa infeksi (radang paru-paru, radang
kelenjar dada, radang urat darah, meningitis, saluran kencing osteomyelitis dan
endocarditis serta menyebabkan keracunan makanan yaitu dengan melepakan
enterotoxins menjadi makanan sehingga menjadi toksik dengan melepasan
superantigens ke dalam aliran darah (Junaidi, 2010).
Bacillus subtilis merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk batang,dan secara
alami sering ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus subtilis tumbuh di berbagai
mesophilic suhu berkisar 25-35 derajat Celsius. Bacillus subtilis juga telah berevolusi
sehingga dapat hidup walaupun di bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan
perlindungan terhadap stres situasi seperti kondisi pH rendah (asam), bersifat alkali,
osmosa, atau oxidative kondisi, dan panas atau etanol Bakteri ini hanya memilikin
satu molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom. DNAnya berukuran BP
4214814 (4,2 Mbp) (TIGR CMR). 4,100 kode gen protein. Beberapa keunggulan dari
bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik dalam jumlah besar ke luar dari
sel (Junaidi, 2010)
Menurut Junaidi (2008), Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteraceae
yang termasuk gram negatif dan berbentuk batang yang fermentatif. E. coli hidup
dalam jumlah besar di dalam usus manusia, yaitu membantu sistem pencernaan
manusia dan melindunginya dari bakteri patogen. Akan tetapi pada strain baru dari
E.coli merupakan patogen berbahaya yang menyebabkan penyakit diare dan sindrom
diare lanjutan serta hemolitik uremic (hus). Peranan yang mengguntungkan adalah
dapat dijadikan percobaan limbah di air, indikator pada level pencemaran air serta
mendeteksi patogen pada feses manusia yang disebabkan oleh Salmonella
typhi (Junaidi, 2010).
Bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah Bacillus subtilis, E. coli, dan S.
aureus. Berikut akan dijelaskan klasifikasi dari ketiga bakteri tersebut.
1. E. coli
Bakteri Escheria Coli merupakan kuman dari kelompok
gram negatif, berbentuk batang dari pendek sampai
kokus, saling terlepas antara satu dengan yang lainnya
tetapi ada juga yang bergandeng dua-dua (diplobasil) dan
ada juga yang bergandeng seperti rantai pendek, tidak
membentuk spora maupun kapsula, dan berdiameter
1,1 1,5 x 2,0 6,0 m.
2. Bacillus subtilis
3. S. aureus
1. Pengecatan Negatif
Pengecatan negatif menggunakan nigrosin atau tinta
cina. Pengecatan ini termasuk pengecatan tidak
langsung karena pengecatan dilakukan pada latar
belakangnya agar gelap sehingga bakterinya yang
tampak transparan dapat terlihat. Bakteri tampak
transparan karena nigraosin tidak dapat melalui
dinding sel bakteri. Nigrosin ini merupakan zat warna
asam.
Bakeri yang digunakan pada percobaan ini adalah Escherichia coli dan Bacillus
subtilis.Setelah mengalami pegecatan dengan menggunakan nigrosin, latar
belakangnya tampak gelap dan terlihat bakteri Escherichia coli ada yang berbentuk
bulat / coccus dan batang pendek, sedangkan Bacillus sutilis yang berbentuk batang
panjang dan batang pendek.
2. Pengecatan Gram
Filum : Proteobacteria
Ordo: Enterobacteriales
Famili: Enterobacteriaceae
Genus: Escherichia
Spesies: E. coli

Kingdom: Bacteria
Phylum: Firmicutes
Class: Bacilli
Order: Bacillales
Family: Bacillaceae
Genus: Bacillus
Species: Bacillus subtilis


Pengecatan ini merupakan pengecatan langsung karena dilakukan pengecatan
langsung pada bakterinya. Fungsi pengecatan gram adalah untuk mengetahui jenis
bakteri, apakah temasuk gram positif atau gram negate. Pengecatan gram termasuk
dalam pengecatan diferensial karena dapat membedakan kelompok bakteri tertentu
dari kelompok lainnya, dalam hal ini membedakan gram negatif dan positif.
Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu
pada metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan warna
ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada
uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah
metil ungu, yang membuat semua bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau
merah muda. Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini
berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Bakteri yang digunakan dalam pengamatan ini adalah Escherichia coli dan Bacillus
subtilis. Ada 4 Larutan yang digunakan dalam pengecatan ini yaitu Gram A yang
terdiri dari larutan Huckers violet, gram B yang terdiri dari larutan luguls iodine,
gram C yang terdiri larutn acetone alcohol, gram B yang terdiri dari larutan safarin.
Pada pengamatan ini tahap awal dimulai dengan pengecatan menggunakan gram A
yang merupakam larutan huckers violet cat utama berwarna ungu, kemudian
dilanjutkan dengan gram B yang merupakan larutan lugols iodine sebagai cat
penguat dari warna car, kedua larutan tersebut mampu menembus atau berikatan
dengan dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Selanjutnya pada saat
pemberian aseton alkohol, warna ungu pada bakteri Escherichia coli menjadi luntur,
sebaliknya pada bakteri Bacillus subtilis warna ungu tidak meluntur. Hal ini jua yang
menyebabkan pada pengecatan selanjutnya dengan larutan safranin,
bakteri Escherichia coli yang telah mengalami pelunturan warna ungu dapat
mengikat warna merah dari safranin. Sedangkan bakteri Bacillus subtilis yang tetap
berwarna ungu atau lebih terlihat sebagai warna biru pada mikroskop setelah sample
diberi aseton alcohol.
Bacillus subtilis termasuk ke dalam bakteri gram positif. Hal ini dapat dipastikan
dengan hasil pengecatan yang ada menunjukan warna biru tua keunguan. Bakteri
gram positif berwarna keunguan karena dinding selnya kandungan peptidoglikannya
tinggi. Peptidoglikan terdiri dari molekul dengan berat molekul tinggi dan kaya akan
gula. Selain itu struktur dari peptidoglican terdiri dari murein dan mukopeptida.
Susunan peptidoglycan ini membuat peptidoglican dapat mengikat cat dengan kuat
dan tidak mudah luntur.
Sedangkan untuk E. coli berdasarkan hasilnya termasuk gram negatif ditunjukan
dengan warna hasil akhir berwarna merah. Bakteri ini pada awalnya berwarna ungu
saat dilakukan pengcatan pertama. Tetapi sekalipun telah diintensifkan menggunakan
larutan iod setelah ditambahkan alcohol warna tersebut luntur karena warna tersebut
hanya diikat oleh lapisan tipis diluar peptidoglican. Gram negatif memiliki struktur
membrane multilayer yang lebih komplek dibandingkan gram positif. Membrane
paling luar bakteri gram negatif terdiri dari lipopolisakarida dan lipoprotein kompleks
diluar peptidoglican. Lapisan ini mengandung lipid sekitar 20%. Lipid ini
mengandung antigen dan endotoksin yang berfungsi sebagai barier terhadap enzim
litik. Sehingga memungkinkan organism ini sebagai saprofit atau parasit. LPS atau
membrane terluar dinding bakteri gram negatif inilah yang mengikat Kristal violet
pada pengecatan pertama. Tetapi dinding ini akan ikut luntur ketika ditambahkan
alcohol sehingga pada pengecatan kedua, cat kedualah yang warnanya terserap oleh
lapisan dibawahnya yaitu peptidoglican.
3. Pengecatan Tahan Asam
Pengecatan ini termasuk pengecatan langsung karena dilakukan pengecatan pada
bakterinya. Tujuan dari pengecatan tahan asam adalah untuk mengetahui apakah
bakteri tersebut merupakan bakteri yang tahan asam atau tidak. Cat yang digunakan
adalah cat Ziehl Nelsen (Zn) yang terdiri dari 3 larutan yaitu Zn A yang mengandung
karbol fuksin yang bergungsi sebagai cat utama yang memberikan warna merah, Zn B
yang mengandung etanol sebagai peluntur, dan Zn C yang mengandung methylen
blue yang digunakan sebagai larutan pembanding.
Bakteri yang digunakan pada pengamatan ini adalah S. aureus. Pada pengecatan Zieh
Neelsen, yang digunakan adalah reagen Ziehl Neelsen karbol fuksin (ZN A) yang
memberi warna merah, Zn B (etanol) sebagai peluntur, dan Zn C (Methylen blue)
sebagai larutan pembanding. Pengecatan ini akan memberikan warna merah pada
bakteri yang tahan asam dan warna biru pada bakteri yang tidak tahan asam. Pada
bakteri tahan asam sel-selnya mengandung lemak atau lilin sehingga pewarna sukar
menembusnya, tetapi dengan pemanasan yang ringan atau dengan deterjen yang dapat
mengencerkan komponen lemak yang terdapat pada dinding sel, setelah sel diberikan
etanol (ZN B) dan terjadi pelunturan warna merah (ZN A) dan setelah diberi ZN C
(Methyle blue) berganti warna menjadi merah, maka bakteri ini adalah bakteri yang
tahan asam. Jika bakteri mengalami pelunturan warna saat diberi etanol (ZN B) dan
tetap berwarna biru (ZN A) setelah diberikan methylen blue (ZN C), maka bakteri ini
merupakan bakteri yang tidak tahan asam. Warna yang terlihat dibawah mikroskop
adalah warna merah, sehingga bakteri S. aureus ini merupakan bakteri yang tahan
asam.
Fungsi pengecatan adalah memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehinga
terlihat kontras dan tampak jelas, menunjukkan bagian-bagian struktur sel, yang
kemudian juga dapat mebedakan jenis bakteri yang satu dengan bakteri yang lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengecatan adalah :
1. Fiksasi
Fiksasi dilakukan sebelum pengecatan untuk mencegah mengkerutnya globula-
globula protein sel, membuat sel-sel lebih kuat, melekatkan bakteri di atas gelas
benda, merubah afinitas dan membuat lapisan suspensi bakteri diatas gelas obyek.
2. Substat
Pengambilan substrat diusahakan agar tidak terlalu tebal, karena substrat yang terlalu
tebal akan sukar diamati dengan jelas dibawah mikroskop.
1. Pelunturan cat : untuk mendapatkan kontras yang baik pada bayangan
mikroskop.
2. Cat penutup : memberikan kontras pada sel yang tidak mengikat cat utama
seperti pada pengecatan tahan asam dan pengecatan gram.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. 2010. Identifikasi Bakteri Gram Negatif. http://www.anneahira.com/bakteri-
gram-negatif.html/ 26 Februari 2011.
Junaidi, W. 2010. Makalah Tentang Pewarnaan Gram atau Pengecatan Bakteri
Makalah Biologi. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/02/makalah-tentang-
pewarnaan-gram-atau.html/ 26 Februari 2011.
Regobiz, R. 2010. Bakteri Gram dan
Pewarnaannya. http://rudyregobiz.wordpress.com/bakteri-gram-dan-pewarnaannya-
2/ 26 Februari 2011.
Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology 5th. McGraw-Hill Book.
New York.
Sutedjo, M.M., Kartajapoetra, S.A. 1991. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Rieka Cipta.
Jakarta.
Volk and Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Morfologi Khamir
Khamir adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang
dibedakan bentuknya dari mould (kapang) karena berbentuk uniseluler. Reproduksi
vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat dibanding dengan mould yang tumbuh
dengan pembentukan filamen. Khamir sangat mudah dibedakan dengan
mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, khamir mempunyai ukuran sel
yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, khamir
mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila
dibandingkan dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam
pemecahan bahan komponen kimia khamir lebih efektif memecahnya dan lebih luas
permukaan serta volume hasilnya lebih banyak (Hasanah, 2009).
Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu
bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi
alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada
produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan CO
2
dan H
2
O.
Keduanya bagi khamir adalah dipergunakan untuk energi walaupun energi yang
dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui fermentasi (Hasanah, 2009).
Dibandingkan dengan bakteri, khamir dapat tumbuh dalam larutan yang pekat
misalnya larutan gula atau garam lebih juga menyukai suasana asam dan lebih bersifat
menyukai adanya oksigen. Khamir juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan
beberapa khamir mempunyai sifat antimikroba sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan mould. Adanya sifat-sifat yang tahan pada lingkungan yang
stress (garam, asam dan gula) maka dalam persaingannya dengan mikroba lain khamir
lebih bisa hidup normal (Hasanah, 2009).
Pada umumnya sel khamir lebih besar dari pada kebanyakan bakteri, tetapi kamir
yang paling kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar. Khamir sangat beragm
ukurannya, berkisar antara 1-5 m, lebarnya dan panjangnya dari 5-30 m. biasanya
berbentuk telur, tatapi ada beberapa yang memanjang atau berbentuk bola. Setiap
spcies mempunyai bentuk yang khas, namun sekalipun dalam biakan murni terdapat
variasi yang luas dalam hal ukuran dan bentuk sel-sel individu, tergantung kepada
umur dan lingkungannya. Khamir tidakdilengkapi flagellum atau organ pergerakan
lainnya ( Pelczar, 1986).
Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu contoh khamir yang sering digunakan,
karena khamir ini sudah digunakan sejak zaman kuno untuk kue. Bentuk selnya bulat
telur dengan ukuran diameter 5-10 mikrometer. Saccharomyces cerevisiae dapat
dibudidayakan dengan mudah. Waktu generasinya pendek, menggandakan diri dalam
waktu 1,5-2 jam pada suhu 30C, produksinya cepat dan pemeliharaan beberapa
spesimen dengan biaya rendah, dapat mengemudi ekonomi yang kuat, sebagai hasil
dari penggunaan yang didirikan dalam industri misalnya bir, roti dan anggur
fermentasi (Anonim, 2010).
Bagian dalam dari dinding sel khamir terutama pada Saccharomces cerevisiae terdiri
dari senyawa ( 1-3) glukan dengan beberapa caang yang digabung oleh ikatan (1-
6). Glukan tersebut membentuk suatu jaringan mikrofibril dan bertanggung jawab
mempertahankan bentuk dari sel khamir. Bagian dinding sel khamir yang paling luar
terdiri dari senyawa (1-6) manna dengan cabang (1-3) dan ( 1-2). Manan
umumnya terikat pada protein dan manna yang paling luar membawa kolompok fosfa.
Manan menggantukan peran kitin dan glukan. Kitin ditemukan pada septum primer
dan pada scar pertunasan khamir serta dalam jumlah yang sangat sedikit sepanjang
bagian dalam dinding sel. Begitu pula senyawa lipid terdapat pada lapisan dalam dari
permukaan bagian dalam dinding sel berfungsi untuk mencegah kekeringan (Volk &
Wheeler, 1993).
Khamir merupakan kelompok fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik maka untuk
melihat khamir tersebut harus menggunakan mikroskop, seperti halnya bakteri
maupun organisme mikrobia lainnya. Walaupun telah menggunakan mikroskop
(dalam hal ini mikroskop biasa) namun terkadang kita tidak dapat melihat bagian-
bagian sel dengan teliti karena sel bakteri atau mikrobia lainnya ada yang transparan
dan semi transparan. Untuk itu diperlukan suatu metode yaitu pengecatan sehingga
kita dapat melihat struktur mikrobia dengan lebih jelas. Adapun fungsi dari
pengecatan yaitu memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehingga menambah
kontras atau tampak lebih jelas. Selain itu pengecatan dapat untuk menunjukkan
bagian-bagian struktur sel, distribusi dan susunan kimia bagian (kontituen) sel,
membedakan mikrobia satu dengan yang lain, menentukan pH dan potensial oksidasi-
reduksi ekstraseluler dan intraseluler (Jutono, 1980).
Fase-fase pertumbuhan, yaitu : (Volk and Wheeler, 1993)
1) Fase Tenggang (Fase Lag)
Fase ini merupakan periode penyesuaian pada lingkungan dan lamanya bias mencapai
satu jam atau hingga mampu beberapa hari. Fase tenggang hanyalah tengah dalam
pembiakan saja karena sebenarnya sel itu sangat aktif dalam melakukan metabolisme.
2) Fase Logaritma
Fase ini merupakan periode pembiakan yang cepatdan merupakan periode yang
biasanya teramati cirri khas sel-sel aktif.
3) Fase Stasioner
Fase yang mana laju pembiakan sama dengan laju kematian, jumlah keseluruhan
bakteri akan tetap
4) Fase Kematian
Fase yang apabila laju kematian melampaui laju pembiakan, banyaknya bakteri yang
sebenarnya menurun dan biasanya pembiakan berhenti.
Menurut Jutono (1980), perhitungan presentase kematian sel khamir (PK)
menggunakan rumus:
A/(A+B) x 100% = PK
Dengan : A = Jumlah sel khamir yang mati
B = Jumlah sel khamir yang hidup
Apabila : A < B = Fase logaritma (PK < 50 %)
A = B = Fase stasioner (PK = 50%)
A > B = Fase kematian sel (PK > 50%)
Khamir dapat tumbuh dalam suatu substrat atau medium berisikan konsentrasi gula
yang dapat menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri; inilah sebabnya mengapa
selai, manisan dapat rusak oleh kapang tetapi tidak oleh bakteri. Demikian pula
khamir umumnya dapat bertahan terhadap keadaan yang lebih asam daripada
kebanyakan kebanyakan mikroba yang lain. Karena. Khamir bersifat fakultatif artinya
khamir dapat dengan hidup baik dalam keadaan aerobik maupun anaerobik.
Cendawan dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas, dengan suhu optimum bagi
kebanyakan saprofitik dari 22-30oC; spesies patogenik mempunyai suhu optimum
lebih tinggi, biasanya 30-37oC (Jutono, 1980).
Pada praktikum ini dilakukan pengamatan dengan menggunakan
biakan Saccharomyces cereviseae.
Kerajaan : Jamur
Filum : Ascomycota
Kelas : Saccharomycetes
Saccharomyces cerevisiae diklasifikasikan
sebagai Ascomycetes, bentuk selnya bulat
telur dengan ukuran diameter 5-10
mikrometer. Khamir ini dapat
dibudidayakan dengan mudah, waktu
generasinya pendek, dapat menggandakan
diri dalam waktu 1,5-2 jam pada suhu 30C,
produksinya cepat dan pemeliharaan
beberapa spesimen dengan biaya rendah.
Sering digunakan dalam industri misalnya bir, roti dan anggur fermentasi.
Pertumbuhan khamir melewati 4 fase yang sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang
tersedia di dalam medium yaitu fase lag atau disebut juga fase tenggang dimana
bakteri masih beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya, fase logaritma (PK<50%).,
fase stasioner (PK=50%) dan fase kematian (PK>50%).
Pada percobaan ini dilakukan pengamatan morfologi dan spora Saccharomyces
cereviseae. Medium yang digunakan adalah medium wortel dan medium tauge. Pada
pengamatan morfologi khamir, dilakukan pengecatan dengan menggunakan methylen
blue dan dapat dilihat perbedaan pada sel yang mati (biru) dan sel yang hidup
(transparan). Sel jika dalam kondisi hidup membrane selnya bersifat selektif
permeable, sehingga tidak semua zat mudah befusi kedalam sel hidup. Tetapi, dengan
matinya suatu sel, maka daya selektifitas membrannya akan berkurang bahkan sampai
hilang. Hal ini akan membuat semua zat bebas masuk kedalam sel, temasuk cat
methylen blue. Jika cat tersebut berhasil berfusi masuk ke dalam sel mati maka warna
sel akan berubah jadi biru.
Bidang pandang
(1 + 2 + 3)
Medium tauge cair Medium irisan woretl
A B PK A B PK
Total 58 138 29,59% 270 417 39,3%
Fase logaritmik Fase logaritmik
Pada medium tauge cair, jumlah total sel yang mati adalah 58 dan yang hidup adalah
138 sel dengan persentase kematian 29,59%. Pada medium irisan wortel, jumlah total
sel yang mati adalah 270 dan yang hidup adalah 417 sel dengan persentase 39,3%
kematian. Berdasarkan rumus A/(A+B) x 100%, diketahui bahwa sel berada pada fase
logaritma, yaitu pada saat konsentrasi nutrien sangat mencukupi kebutuhan
pertumbuhan sel sehingga ketika dilakukan pengecatan, diperoleh jumlah sel yang
hidup lebih tinggi daripada sel yang mati dan hal ini sesuai pada teori dasar.
Berdasarkan hasil persentase kematian pada medium tauge dan wortel dapat dilihat
bahwa medium wortel mempunyai nutrisi yang lebih banyak dari pada medium tauge
sehingga medium wortel lebih baik digunakan.
Orde : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Saccharomyces
Spesies :Saccharomyces cerevisiae

Pada pengamatan spora khamir dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen, yang digunakan
adalah reagen Ziehl Neelsen karbol fuksin (ZN A) yang memberi warna merah, Zn B
(etanol) sebagai peluntur, dan Zn C (Metylen blue) sebagai larutan pembanding.
Bentuk spora yang terlihat adalah bulat dan berwarna transparan sedangkan sel selain
spora berwarna biru. Spora khamir tampak transparan karena Zn C (methylen blue)
tidak dapat masuk melalui membran sel yang melindungi spora tetapi dapat masuk ke
bagian sel yang lain karena pengaruh ZN A dan ZN B yang diteteskaan sebelumnya.
Sporanya tersusun atas arkospora (paling luar) dan inti spora (paling dalam).
Pembentukan spora kamir diiringi oleh reproduksi dengan pembelahan biner.
Dari kedua medium di atas (medium tauge cair dan medium irisan wortel), medium
yang paling cocok untuk pertumbuhan spora adalah medium wortel karena memiliki
kandungan kalsium yang cukup untuk pertumbuhan spora. Pembentukkan spora
memerlukan kalsium yang penting bagi endospora sebagai penyusun dinding spora.
Kalsium memberikan kekuatan pada dinding spora, sehingga tahan terhadap panas
dan bahan kimia sehingga lebih tahan dari sel vegetatif untuk bertahan hidup dalam
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan atau ekstrim. Spora ini tumbuh secara
vegetatif dan sel khamir adalah haploid. Spora memiliki kemampuan adaptasi yang
lebih tinggi daripada sel vegetatifnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Saccharomyces Cereviceae. http://translate.googleusercontent.com/ 23
Februari 2011.
Hasanah. 2009. Morfologi Kapang dan
Khamir. http://hasanah619.wordpress.com/2009/10/27/morfologi-kapang-dan-
khamir/ 23 Februari 2011.|
Jutono, S. 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Fakultas Pertanian UGM
Press. Yogyakarta.
Pelczar, M.J., Chan, E. S. 198., Dasar-Dasar Mikrobiologi, Edisi 1. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Volk and Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 13
Morfologi Jamur Benang
DASAR TEORI
Jamur adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati atau eukariotik, berbentuk
benang, bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung khitin atau
selulosa atau keduanya, heterotrof, absortif dan sebagian besar tubuhnya terdiri dari
bagian vegetatif berupa hifa dan generatif yaitu spora. Tubuh jamur tersusun dari
komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium.
Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah. Hifa adalah struktur
menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini
menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung
organel eukariotik (Ashar, 2009).
Jamur tersusun dari benang-benang sel yang panjang dihubungkan bersama dari ujung
ke ujung. Benang-benang itu disebut hifa. Banyak jamur mempunyai dinding
penyekat (septa) dalam hifa menjadi banyak sel dengan nucleus masing-masing.
Susunan semacam ini diacu sebagai hifa bersepta. Dalam beberapa kelas fungi ifa
tidak mempunyai sepata jasi kelihatan sebagai satu sel panjang yang mengandung
banyak nulkeus. Hifa smacam ini disebut hifa senosit ( Volk and Wheeler, 1993).
Jamur benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang yang disebut
miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang
tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus.
Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif.
Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora.
Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Hifa
vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari substrat (Ashar,
2009).
Secara alamiah, jamur dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual
dan seksual. Perkembangbiakan jamur secara seksual dilakukan dengan peleburan inti
sel/nukleus. Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan, yaitu dengan cara sel
membagi diri untuk membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan, yaitu dengan
cara sel anak yang tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan
spora. Spora aseksual ini berfungsi untuk menyebarkan speciesnya dalam jumlah yang
besar dengan melalui perantara angin atau air. Ada beberapa macam spora aseksual, di
antaranya seperti berikut.
1. Konidiospora, merupakan konidium yang terbentuk di ujung atau di sisi hifa.
Ada yang berukuran kecil, bersel satu yang disebut mikrokonidium, sebaliknya
konidium yang berukuran besar dan bersel banyak disebut makrokonidium.
2. Sporangiospora, merupakan spora bersel satu yang terbentuk dalam kantung
yang disebut sporangium, pada ujung hifa khusus (Fuad, 2009).
Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak
bersepta dan hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri jamur yang
termasuk Phycomycetes (Jamur tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang
memanjang, bercabang-cabang, terdiri atas sitoplasma dengan banyak inti
(soenositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari jamur tingkat tinggi, atau yang
termasuk Eumycetes (Sumarsih, 2003).
Untuk mengidentifikasi jamur benang lebih diutamakan pengujian sifat-sifat
morfologinya, tetapi perlu juga pengujian sifat-sifat fisiologi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada pengamatan morfologi jamur benang yaitu :
1. Tipe hifa, bersepta atau tidak, jernih atau keruh, dan berwarna atau tidak.
2. Tipe spora, seksual (oospora, zygospora, askospora, atau basidiospora),
aseksual (sporangiospora, konidia, atau oidia)
1. Tipe badan buah, bentuk, ukuran, warna, letak spora atau konidi. Bentuk
sporangiofor / konidiofor, kolumela / vesikula.
1. Bentukan khusus, misalnya adanya stolon, rhizoid, sel kaki, apofisa,
klamidospora, sklerosia, dan lain-lain (Sumarsih, 2003).
Klasifikasi jamur dapat dibedakan menjadi :
1. Zygomiycotina
Miceliumnya bercabang banyak dan hifanya tidak bersekat sekat, miselium pada
rizopus memiliki tiga tipe hifa, yaitu ;
1. Stolon, yaitu hifa yang membentuk jaringan pada substrat misalnya roti.
2. Ryzoid, yaitu hifa yang membentuk substrat dan berfungsi sebagai jangkar
untuk menyerap makanan.
3. Sporanggiofor, yaitu hifa yang tumbuh tegak pada permukaan substrat dan
memiliki sporangia globuler( bentuk built diujungnya).
Pada talus Rhizopus di samping hifa vegetatif dan sporangium terdapat juga hifa
seperti akar yang pendek dan bercabang banyak yang disebut rizoid. Reproduksi
seksual pada beberapa genus terjadi dengan peleburan ujung-ujung hifa multinukleat.
Ujung-ujung ini terdiri dari lepuh-lepuh terminal cabang-cabang hifa. Pola reproduksi
ini pada umumnya teradi pada Mucor, Absidia, dan Rhizopus (Pelczar, 1986).
2. Ascomycotina
Ciri khusus dari ascomycotina adalah dapat menghasilkan spora askus (askospora),
yaitu spora hasil reproduksi seksual, berjumlah delapan spora yang tersimpan di
dalam kotak spora. Reproduksi seksual dari ascomycotina adalah dengan membentuk
alat reproduksi betina yang ukurannya lebih besar, yang disebut askogonium. Di
dekatnya, dari ujung hifa yang lain terbentuk alat reproduksi jantan yang disebut
anteridium. Sedangkan secara aseksual melalui pembentukan tunas, berbentuk konidia
dan fragmentasi, contohnya adalah Aspergillus dan Penicillium (Volk and Wheeler,
1993).
3. Basidiomycotina
Ciri utama dari divisi ini adalah hifa septat dengan sambungan apit (clamp
connection), spora seksualnya terbentuk dari basidium yang berbentuk ganda. Terdiri
dari beberapa kelas, diantaranya adalah kelas Hymenomycetes, ordo argalicales,
family agaricaceae, yang mencakup jamur jamur berlamela atau memiliki keeping
lipatan. Ciri ciri jamur ini antara lain adalah berdaging, saprobe, tubuh buah seperti
payung,tetapi pada bebrapa spesies tangkainya asimetris, pendek bahkan tidak
bertangkai. Basidiospora terdapat dipermukaan lamella atau bilah yang terbentuk di
bagian bawah tudunya, contoh terkenal dari agaricaceae ini adalah Volvariella
volvaceae (jamur padi, kamur dami). Daur hidup basidiomycotina dimulai dari
pertumbuhan spora basidium atau pertumbuhan konidium. Spora basidium atau
konidium akan tumbuh menjadi benang hifa membentuk miselium (Anonim, 2008).
4. Deuteromycotina
Divisi ini disebut juga fungiimperfecti karena belum diketahui adanya reproduksi
seksual , hifa septat atau uniseluler. Reproduksi aseksual dengan menghasilkan
konidia atau menghasilkan hifa khusus disebut konidiofor. Kemungkinan jamur ini
merupakan suatu perkembangan jamur yang tergolong Ascomycocetes ke
Basidiomicetes tetapi tidak diketahui hubungannya. Jamur ini bersifat saprofit
dibanyak jenis materi organik, sebagai parasit pada tanaman tingkat tinggi , dan
perusak tanaman budidaya dan tanaman hias. Jamur ini juga menyebabkan penyakit
pada manusia , yaitu dermatokinosis (kurap dan panu) dan menimbulkan pelapukan
pada kayu. Contoh klasik jamur ini adalah monilia sitophila , yaitu jamur oncom.
Jamur ini umumnya digunakan untuk pembuatan oncom dari bungkil kacang. Monilia
juga dapat tumbuh dari roti , sisa- sisa makanan, tongkol jagung , pada tonggak
tonggak atau rumput sisa terbakar, konodiumnya sangat banyak dan berwarna jingga
(Anonim, 2008).
5. Mycophycophyta.
Jamur ini merupakan jamur lendir sejati. Jamur ini dapat ditemukan pada kayu
terombak, guguran daun, kulit kayu, dan kayu. Bentuk vegetatifnya disebut
plasmodium. Plasmodium merupakan masa sitoplasma berinti banyak dan tidak
dibatasi oleh dinding sel yang kuat. Sel-selnya mempunyai gerakan amoeboid diatas
substrat. Cara makan dengan fagositosis. Apabila plasmodium merayap ke tempat
yang kering, akan terbentuk badan buah. Badan buah menghasilkan spora berinti satu
yang diselubungi dinding sel. Spora berasal dari inti-inti plasmodium. Struktur pada
semua stadium sama, yaitu seperti sel soenositik dengan adanya aliran sitoplasma.
Perkembang biakan jamur ini dimulai dari sel vegetatif haploid hasil perkecambahan
spora. Sel tersebut setelah menggandakan diri akan mengadakan plasmogami dan
kariogami yang menghasilkan sel diploid. Sel diploid yang berkembang menjadi
plasmodium yang selnya multinukleat tetapi uniselular, selanjutnya membentuk badan
buah yang berbentuk sporangium. Sporangium tersebut menghasilkan spora 36
haploid. Contoh jamur ini adalah Lycogala epidendron, Cribraria rufa , dan Fuligo
septica (Sumarsih, 2003).
Penisillium dan Aspergillus dikalsifikasikan sebagai Deuteromycetes, meskipun
tingkat pembentukkan sporanya telah ditentukkan pada beberapa spesies. Kapang-
kapang ini memiliki kepala konidium yang khas dan mudah dibedakan. Sebagaian
besar cendawan yang patogenik pada manusia adalah Deuteromycetes. Mereka
seringkali membentuk spora aseksual pada beberapa macam didalam spesies yang
sama sehingga dapat membantu mengidentifikasinya di laboratorium (Pelczar, 1986).
Aspergillus dan Penicillium dikenal karena stadium konidiumnya. Miselium berinti
empat bercabang-cabang kerp kali diduduki oleh sejumlah besar penampang
konidium yang terbentuk sendiri-sendiri diatas hifa dimana didalamnya terbentuk satu
sel hifa, sel kaki bercabang dan membentuk hifa tegak lurus. Pada aspergillus hifa ini
berujung dengan sebuah gelembung, keluar dari gelembung ini tumbuhlah sterigma.
Pada sterigma muncul konidium-konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk
untaian mutiara (Schlegel, 1984).
Mucor dan Rhizophus termasuk dalam genus yang lebih tinggi di dalam kelas
Phycomycetes dan berepoduksi baik secara seksual mauun aseksual. Mereka
merupaka patoen oportunis, artinya tidak menyebabkan penyakit pada inang sehat
tetapi menyebabkan mikosis (infeksi oleh cendawan) pada inang terkompromi.,
yaituorang yang sudah lemah karena penyakit. Mereka mempunyai talus niselium
yang berkembang dengan baik Hifa fertile menghasilkan sporangium pada ujung
sporangipora. Pada talus Rhizopus, disamping hifa vegetatif terdapat juga hifa seperti
akar yang pendek dan bercabang banyak yang disebut rhizoid (Pelczar, 1986).
PEMBAHASAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, telah diamati beberapa jamur benang
seperti Rhyzopus sp, Mucor sp, Penicillium sp, Aspergillus sp, dan Monilia sp.
1. Rhyzopus sp.

Rhizopus sp hidup sebagai saprofit dan
beberapa spesies lain hidup sebagai parasit pada
tumbuhan. Jamur ini mempunyai bentuk yang
menyerupai Mucor sp. dan yang
membedakannya yaitu miseliumnya yang
terbagi atas stolon yang menghasilkan rhizoid
(akar yang pendek dan bercabang banyak) dan
sporangiofor. Rhizopus sp. biasanya tumbuh
sangat cepat dari semua miseliumnya berbentuk
seperti kapas menjadi kehitaman akibat dari
pertumbuhannya dari sporangioforanya yang berwarna gelap.
Rhizopus Sp. dapat menghasilkan spora seksual dan aseksual. Spora
aseksualnya sering disebut sporangiophore dan dihasilkan di dekat sporangium.
Secara genetik, sifat spora ini identik dengan induknya. Pada Rhizopus, sporangium
didukung oleh sebuah kolumela yang besar. Rhizospora yang berwarna gelap
dihasilkan saat terjadi fusi antara dua miselia yang sesuai. Fusi ini terjadi saat
berlangsungnya reproduksi seksual. Keturunan yang dihasilkan melalui reproduksi
seksual dapat memiliki perbedaan sifat dari induknya secara genetik. Bagian
tubuhRhizopus oryzae seperti sporangium yang mengandung spora, sporangiophore
atau tangkai spora, kolumela, stolon, dan rhizoid..
Beberapa spesies Rhizopus dapat merugikan manusia karena menyebabkan
zygomiosis yang berakibat fatal bagi kehidupan. Hal ini disebabkan Rhizopus
mempunyai pertumbuhan yang teratur dan dapat hidup pada suhu yang relatif tinggi.
Beberapa jenis termasuk patogen pada tumbuhan.Rhizopus dimanfaatkan dalam
pembuatan tempe dari kacang kedelai dan minuman beralkohol.

2. Mucor sp
Kerajaan : Fungi
Class : Zygomycetes
Order : Mucorales
Family : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Species : Rhizopus sp

Kingdom: Fungi
Class : Phycomycetes
Secara makroskopis jamur ini seperti Rhizopus sp. yakni
miseliumnya seperti kapas tetapi warnanya lebih putih
dibandingkan denganRhizopus sp. dan secara mikroskopis
jamur ini memiliki stolon tetapi tidak memiliki rhizoid dan
sporangiofornya lebih pendek dibanding dengan Rhizopus.
Mucor tidak mempunyai sekat pada hifanya. Hidup saprofit dari sisa-sisa makanan
yang berkarbohidrat. Merupakan jamur primitive.Mucor sp. berkembang biak dengan
menggunakan sporangium yang tumbuh pada ujung hifa. Hifa-hifa tersebut akan
menggelembung dan tidak berseptum, kemudian protoplast di dalam hifa gelembung
tadi akan membelah diri membentuk spora. Apabila telah dewasa sporangium akan
pecah dan spora-spora akan bersebaran. Secara generatif Mucor sp. berkembang biak
dengan hifa positif dan negative. Apabila ujung hifa bersatu dinamakan zigospora.
Zigospora dapat terlepas dari miselium dan akan tumbuh menjadi sporangium dan
berkembang sampai miselium. Peranan Mucor sp. adalah dapat menimbulkan infeksi
secara tiba-tiba, parah dan cepat pada jaringan-jaringan dan dengan cepat menyerang
system saraf pusat.
3. Penicillium sp

Penicilium sp. biasanya bersepta, badan buah
berbentuk seperti sapu yang diikuti sterigma
dan konidia yang tersusun seperti rantai.
Konidia pada hampir semua species saat
masih muda berwarna hijau kemudian
berubah menjadi kecoklatan.
Koloni Penicillium sp. biasanya berwarna
hijau, terkadang putih, sebagian besar
memiliki konidiofor.
Hifa dari spesies ini bersepta dan
miseliumnya muncul di atas permukaan
berasal dari hifa di bawah permukaan.Penicillium sp. diklasifikasikan sebagai
deuteromycetes meskipun tingkat pembentukkan askosporanya telah ditemukan pada
beberapa spesies. Jamur ini mempunyai kepala konidium. Miselium berinti empat
bercabang-cabang kerp kali diduduki oleh sejumlah besar penampang konidium yang
terbentuk sendiri-sendiri diatas hifa dimana didalamnya terbentuk satu sel hifa, sel
kaki bercabang dan membentuk hifa tegak lurus.

Phylum : Zygomycota
Order : Mucorales
Family : Mucoraceae
Genus : Mucor

Kingdom : Fungi
Phylum : Deuteromycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Moniliales
Family : Moniliaceae
Genus : Penicillium
Speies : Penicillium sp

4. Aspergillus sp.

Fase perkembangbiakan aseksual Aspergillus
menghasilkan konidium yang disangga
konodiofor. Ujung konidiofornya berbentuk
seperti bola dengan sejumlah cabang yang
masing-masing menyangga ranting
konidium. Aspergillus sp merupakan saprofit dan
parasit. Aspergillus mempunyai konidium di
bagian ujungnya dan mempunyai hifa bersekat
serta bersepta. Aspergillus bersifat aerobik dan
ditemukan di hampir semua lingkungan yang
kaya oksigen, dimana mereka umumnya tumbuh
sebagai jamur pada permukaan substrat, sebagai
akibat dari ketegangan oksigen tinggi. habitatnya adalah di daerah yang lembab dan
dapat hidup pada buku, kayu dan pakaian, dapat hidup di daerah tropis dan subtropis
tergantung pada kondisi lingkungan. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai
macam bahan organik, seperti roti, olahan daging, butiran padi, kacang-kacangan,
makanan dari beras atau ketan, dan kayu.
5. Monilia sp

Monilia mempunyai 2 jenis hifa yaitu hifa fertile (untuk
membentuk sel-sel reproduksi) dan hifa vegetatif (untuk
menyerap makanan dan nutrisi). Dinding selnya terdiri
dari khitin. Reproduksi secara aseksual dengan
pembentukkan spora vegetatif yaitu konidia. Monilia sp.
dapat menyebabkan penyakit seperti infeksi pada
permukaan kulit yang disebabkan oleh aermatolita yang
terbatas pada jaringan keratin seperti kuku, rambut dan
stratum kornea.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Klasifikasi Jamur. http://www.crayonpedia.org/ 20 Februari 2011.
Ashar, N. 2009. Laporan Praktikum Mikrobiologi Dasar Tentang
Jamur.http://nandofiles.blogspot.com/ 20 Februari 2011.
Fuad, A. 2009. Jamur. http://auvicena.blogspot.com/ 20 Februari 2011.
. Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Species : Aspergillus sp

Kingdom : Fungi
Divisi : Amastigomycota
Kelas : Deuteromycotina
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Monilia
Spesies : Monilia sp.
Pelczar, M.J., Chan E.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Schlegel G.H., Karin S. 1994. Mikrobiologi umum. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. http://sumarsih07.files.wordpress.com/ 20
Februari 2011.
Volk and Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Feb 12
Morfologi Algae
DASAR TEORI
Algae termasuk mikroorganisme eukariotik. Mereka umumnya bersifat fotosintetik
dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), biru kehijauan (fikobilin), coklat
(fikosantin), dan merah (fikoeritrin). Secara morfologi, algae ada yang berbentuk
uniseluler dan ada pula yang multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas pada
komponen sel-selnya. Algae uniseluler (mikroskopik) dapat betul-betul berupa sel
tunggal, atau tumbuh dalam bentuk rantaian atau filamen. Ada beberapa jenis algae
yang sel-selnya membentuk koloni, misalnya pada Volvox, koloni terbentuk dari 500-
60.000 sel. Koloni-koloni inilah yang dapat dilihat dengan mata biasa. Algae
multiseluler (makroskopik) mempunyai ukuran besar sehingga dapat dilihat dengan
mata biasa. Algae makroskopik biasanya mempunyai berbagai macam struktur
khusus. Beberapa jenis algae mempunyai struktur yang disebut hold fast yang mirip
dengan sistem perakaran pada tanaman. Fungsinya adalah untuk menempelnya algae
pada batuan atau substrat tertentu. Hold fast tidak dapat digunakan untuk menyerap
air atau nutrien (Anonim, 2010).
Menurut Pleczar (1989), Algae berukuran beragam dari beberapa mikrometer sampai
bermeter-meter panjangnya. Organisme ini mengandung klorofil serta pigmen-
pigmen lainnya. Algae hidup di air. Algae renik yang terapung-apung merupakan
bagian dari fitoplankton (flora laut tersuspensi). Dan berguna sebagai sumber
makanan yang penting bagi organisme lain. Algae berkembangbiak secara seksual.
Algae mempunyai peranan dalam kehidupan yaitu sebagai suplemen makanan
kesehatan, sebagai bahan makanan, untuk membuat agar-agar, menghasilkan iodium,
bahan membuat kapsul, dan bahan membuat es krim.
Algae termasuk golongan tumbuhan berklorofil dengan jaringan tubuh yang secara
relatif tidak berdiferensiasi, tidak membentuk akar batang dan daun. Tubuh Algae
atau ganggang secara keseluruhan disebut dengan talus ganggang dan golongan
Thallopyta yang lain dianggap sebagai bentuk tumbuhan rendah yaitu tumbuhan yang
mempunyai hubugan kekeluargaan yang sangat erat dengan organisme lain yang
paling primitif dan mulai muncul pertama di bumi sifat tumbuhan rendah yang
memiliki stuktur yang kompleks, diperkirakan terdapat sekitar 30.0000 spesies
ganggang yang tumbuh di bumi, kebanyakan diantaranya hidup dilaut, species yang
hidup diair tawar kelihatannya mempunyai arah perkembangan yang lebih leluasa,
jika dibandingkan dengan bentuk yang hidup di darat (Tjitrosoepomo, 1983).
Algae tidak memerlukan sistem transport nutrien dan air, karena nutrien dan air dapat
dipenuhi dari seluruh sel algae. Struktur khusus yang lain adalah bladder atau
pengapung, yang berguna untuk menempatkan algae pada posisi tepat untuk
mendapatkan cahaya maksimum. Tangkai atau batang pada algae disebut stipe, yang
berguna untuk mendukung blade, yaitu bagian utama algae yang berfungsi
mengabsorbsi nutrien dan cahaya (Anonim, 2010).
Menurut Ciremai (2008), bahwa sampai permulaan abad 20 telah dikenal 4 kelas
Algae, yaitu Chlorophyceae, Phaeophyceae, Rhodophyceae dan Myxophyceae
(Cyanophyceae). Menurut Nontji (1981), Chlorophyceae merupakan kelompok
terbesar dari vegetasi Algae. Perbedaan dengan divisi lainnya karena memiliki warna
hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat tinggi karena mengandung pigmen
klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibangkan karotin dan xantofil. Hasil asimilasi
dari beberapa amilum, penyusunnya sama seperti pada tumbuhan tingkattinggi yaitu
amilose dan amilopektin. Algae berperan sebagai produsen dalam ekosistem.
Berbagai jenis Algae yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu dan
dapat bergerak aktif merupakan penyusun fitoplankton. Sebagian besar fitoplankton
adalah anggota Algae hijau, pigmen klorofil yang demikian efektif melakukan
fotosintesis sehingga Algae hijau merupakan produsen utama dalam ekosistem
perairan.
Algae hijau sebagian besar hidup di air tawar, beberapa di antaranya di air laut dan air
payau. Algae hijau yang hidup di laut tumbuh di sepanjang perairan yang dangkal.
Pada umumnya melekat pada batuan dan seringkali muncul apabila air menjadi surut.
Sebagian yang hidup di air laut merupakan mikro Algae seperti Ordo Ulotrichales dan
Ordo Siphonales. Jenis yang hidup di air tawar biasanya bersifat kosmopolit, terutama
yang hidup di tempat yang cahayanya cukup seperti kolam, danau, genangan air
hujan, dan pada air mengalir (air sungai, selokan). Algae hijau ditemukan pula pada
lingkungan semi akuatik yaitu pada batu-batuan, tanah lembab, dan kulit batang
pohon yang lembab (Taylor, 1960).
Menurut Volk and Wheeler (1993), algae yang menguntungkan bagi kehidupan
manusia adalah :
1. Pembebas energi, banyak terdapat pada divisi Chlorophyta yang memiliki
klorofil.
2. Penyusun biomassa
3. PST (Protein Sel Tunggal) contohnya divisi chlorophyta yaitu Chlorella sp.
4. Pengolahan limbah.
5. Pembuat agar, contohnya divisi Rhodophyta marga Gelidium.
6. Pembuat makanan, contohnya divisi Rhodophyta marga Poriphyra untuk
pembuatan sushi.
7. Penghasil O
2
yaitu kemampuannya sebagai organisme autotrof, namun hanya
algae yang mempunyai klorofil yang mampu berfotosintesis divisi chlorophyta
Algae yang merugikan kehidupan manusia adalah : (Volk and Wheeler, 1993).
1. Blooming algae. Merupakan salah satu peranan merugikan dari algae dimana
suatu ekosistem air terjadi peledakan biomassa algae yang dapat menutupi
perairan sehingga organisme dibawahnya tertutup cahaya matahari khususnya
produsen sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis
2. Penyebab penyakit, contohnya di Amerika Serikat disebut dengan istilah
Pasang Merah, oleh divisi pyrrophyta (genus Gymnodium dan Gonyaulaz)
yang menyebabkan keracunan, kelumpuhan hingga kematian.
PEMBAHASAN
Tumbuhan algae merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, baik air tawar maupun
air laut, dan selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Alga menyimpan hasil
kegiatan fotosintesis sebagal hasil bahan makanan cadangan didalam selnya. Sebagal
contoh adalah alga hijau yang dapat menyimpan pati seperti pada tumbuhan tingkat
tinggi \
Alga adalah organisme berkloroplas yang dapat mneghasilkan oksigen mclalui proses
fotosintesis. Ukuran alga beragam dan beberapa micrometer sarnpai beberapa meter
panjangnya. Alga tersebar luas di alam dan dijumpai hanipir di segala macam
lingkungan yang terkena sinar matahari
Kebanyakan alga adalah organisme akuatik yang tumbuh pada air tawar atau air laut.
Beberapa jenis alga fotosintetik yang menggunakan CO sebagai sumber karbon dapat
tumbuh dengan baik di tempat gelap (lengan mcnggunnkun senyawa organic sebagai
sumber karbon, jadi bcrubah dan metabol isme fotosintesis menjad I metabolisme
pernafasan dan perubahan mi bergantung pada keberadaan matahari.
Alga memiliki sel-sel kloroplas yang berwarna hijau. mengandung kiorofil a dan b
serta karcionoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid hasil asimilasi berupa tepung dan
lemak. Cloropyceae terdiri atas scI kecil yang merupakan koloni berbentuk benang
yang bercabang-cabang atau tidak adapula yang membentuk koloni yang menyerupai
kormus tumbt ban tingkat tiriggi. Biasanyan hidup dalarn air tawar, menempatkan
suatu bentos. Yang bersel besar dan ada pula yang hidup di air laut, terutama dekat
pantai.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, didapat beberapa jenis alga yaitu Astasia
klebsi, Chlorococum humicola, Gonatozygon kinahan, Closteriopsis
longissima, dan Ceralium hirundinella.
1. Astasia klebsi
Astasia berbentuk spindle dengan panjang 50-59
mikron dan lebar 13-20 mikron. Bintik mata tidak
terlihat. Butiran paramylon berbentuk telur.
Merupakan mahluk hidup bersel satu yang mirip
hewan karena tidak berdinding sel dan mempunyai
alat gerak berupa flagel sehingga dapat bergerak
bebas. Mirip tumbuhan karena memiliki klorofil dan
mampu berfotosintesis. Hidup di air tawar, dalam
tanah dan tempat lembab, Cara berkembang biak yaitu
dengan membelah diri yang disebut pembelahan biner.
2. Chlorococum humicola
Chlorococum humicola
Algae ini merupakan ganggang hijau yang
masuk dalam bangsa chlorococcales. Ciri
khusus yang dimiliki oleh bangsa ini adalah sel-
sel vegetatifnya tidak memiliki bulu cambuk
jadi tidak bergerak, mempunyai satu inti dan
satu kloroplas. Mereka merupakan satu koloni
yang bentuknya bermacam-macam, dan tidak
lagi mengadakan pembelahan sel yang
vegetatif. Perkembangbiakan dengan zoospora
yang mempunyai bulu cambuk yang dinamakan
aplanospora. Pembentukan koloni telah dimulai sejak organisme berupa zoo- atau
aplaospora. Bentuk koloni yang spesifik untuk tiap-tiap jenis ini segera terbentuk
setelah spora keluar darisel induknya, bahkan ada yang selagi spora masih dalam sel
induknya.
Divisi : Euglenophycota
Kelas : Euglenophyceae
Bangsa: Euglenales
Suku : Euglenaceae
Marga : Astasia
Jenis : Astasia klebsi
Division : Thallophytha
Class : Chloropycaeae
Ordo : Chlorococcales
Family : Chlorococcaceae
Genus : Chlorococum
Species : Chlorococum humicola

3. Gonatozygon kinahan
Alga jenis ini biasanya tedapat pada air tawar,
air asin serta pada tanah lembab. Alga ini juga
termasuk jenis diatom yang uniseluler. Setiap
satu selnya mengandung satu nucleus yang
nyata serta plastid-plastid yang masih
berbentuk pita atau lensa kecil.untuk
perkembangbiakan seksual, suatu sel vegetatif
mengadakan pembelahan rediksi sehingga
terbentuk 4 inti yang haploid. Tiga diantaranya
binasa, sehingga tinggl satu inti saja yang lalu merupakan inti telur dan seluruhnya
sekarang merupakan oogonium. Pada sel lainnya, ke 4 inti yang haplorid itu tetap da
akhirnya dari satu sel vegetatif terbentuk spermatozoid, jadi dalam hal ini satu sel
vegatatif menjadi anteredium. Setelah tutup sel membuka, spermatozoid dapat
bergerak bebas menujuke suau oogonium. Setelah terjadi pembuahan, zigot lalu
membentuk kulit dari pectin, kedua inti sel kelamin besatu dan akhirnya keluarlah
aukspora, tumbuh menjadi besar, dan melepaskan diri dari selubung oogoiumnya.
4. Closteriopsis longissima
5. Ceratium hirundinella
Dari beberapa algae yang diamati, ditemukan
beberapa persamaan dan perbedaan.
Persamaannya adalah organisme uniseluler,
hidup pada habitat air tawar, melakukan
fotosintesis karena memiliki klorofil.
Perbedaannya adalah masing-masing algae
tersebut memiliki ukuran dan bentuk sel yang
berbeda-beda.
Algae mempunyai beberapa keuntungan dan
kerugian bagi kehidupan manusia.
1. Algae yang menguntungkan yaitu:
1. Pembebas energi, banyak terdapat pada divisi
Chlorophyta yang memiliki klorofil.
2. Penyusun biomassa
3. PST (Protein Sel Tunggal) contohnya divisi
chlorophyta yaitu Chlorella sp.
Division : Thallophytha
Class : Bacillariophyceae
Ordo : Centrales
Genus : Gonatozygon
Species : Gonatozygon kinahan

Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Bangsa : Chlorococcales
Suku : Oocystaceae
Marga : Closteriopsis
Jenis : Closteriopsis longissima
Divisi : Pyrrophycophyta
Kelas : Dinophyceae
Bangsa : Gonyaulacales
Suku : Ceratiaceae
Marga : Ceratium
Jenis : Ceratium hirundinella
4. Pembuat makanan, contohnya divisi Rhodophyta marga Poriphyra untuk
pembuatan sushi.
5. Penghasil O2 yaitu kemampuannya sebagai organisme autotrof, namun hanya
algae yang mempunyai klorofil yang mampu berfotosintesis divisi chlorophyta.
2. Algae yang merugikan yaitu :
1. Blooming algae. Merupakan salah satu peranan merugikan dari algae dimana
suatu ekosistem air terjadi peledakan biomassa algae yang dapat menutupi
perairan sehingga organisme dibawahnya tertutup cahay matahari khususnya
produsen sehingga tidak dapat melakukan fotosintesis
2. Penyebab penyakit, contohnya di Amerika Serikat disebut dengan istilah
Pasang Merah, oleh divisi pyrrophyta (genus Gymnodium dan Gonyaulaz)
yang menyebabkan keracunan, kelumpuhan hingga kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Algae. http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2010/01/ALGAE-rev-
01.pdf / 20 Februari 2011.
Ciremai. 2008. Biologi Laut. Gramedia. Jakarta.
Notji, A. 1981. Biologi Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Plezar, M. J. 1989. Dasar-Dasar Mikrobiolgi. UI Press. Jakarta.
Taylor. 1960. Biologi. Ganeca Exact. Bandung.
Tjitrosoepomo, G. 1983. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. UGM Press.
Yogyakarta.
Volk dan Wheeler. 1993. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Erlangga. Jakarta.
Laporan Praktikum Mikrobiologi Tinggalkan Komentar
Navigasi tulisan
Previous
Cari
Lanjut

Tulisan Terkini
Bakteriologi Air
Pengujian Sifat Biokimia
Pengaruh Faktor Luar Terhadap Pertumbuhan Mikrobia
Perhitungan Jumlah Bakteri
Morfologi Koloni Bakteri
Arsip
Februari 2013
Kategori
Laporan Praktikum Bio Assay
Laporan Praktikum Biokimia
Laporan Praktikum Ekologi
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan
Laporan Praktikum Kimia Analisis Instrumentasi
Laporan Praktikum Kimia Dasar
Laporan Praktikum Mikrobiologi
Meta
Daftar
Masuk
RSS Entri
RSS Komentar
Blog pada WordPress.com.
Blog pada WordPress.com. Tema: Vintage Camera oleh Caroline Moore.
Ikuti
Follow anyleite
Get every new post delivered to your Inbox.
Sign me up

Powered by WordPress.com

Вам также может понравиться